PERANCANGAN SISTEM MANAJEMEN WARALABA PADA USAHA RITEL KATEGORI PRINTER DAN TINTA PROGRAM UNGGULAN

BUKU CATATAN HARIAN PENELITIAN (BCHP) LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM MANAJEMEN WARALABA PADA USAHA RITEL KATEGORI PRINTER DAN TINTA PROGRAM UNGGULAN

Bidang Fokus : Sistem Logistik dan Bisnis

Peneliti :

Rifqy Alfian Aziz NIM. I 0307018 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta 57126 Telp. (0271) 632110 Faks. (0271) 632110 HP.(085641214214) e-Mail: rifqyalfian@gmail.com

Oktober 2011

commit to user

ii

LEMBAR PENGESAHAN Buku Catatan Harian Penelitian (BCHP)

Judul Penelitian : Perancangan Sistem Manajemen Waralaba PadaUsaha Ritel Kategori Printer Dan Tinta

Program Unggulan

1. Perancangan produk yang mengedepankan sudut pandang Biomekanika, baik yang dirancang secara manual maupun otomatis.

2. Perancangan Alat Bantu Produksi dan Alat Ukur, baik yang dirancang secara manual maupun otomatis.

3. Perancangan Sistem Logistik dan Supply Chain, baik yang dirancang secara manual maupun otomatis.

No 4 merupakan unggulan dari selain ke-3 (tiga) dari program unggulan.

Kelompok Bidang Keminatan (KBK) : Sistem Logistik dan Bisnis

Peneliti

: Rifqy Alfian Aziz

Jenis Kelamin

: Laki - Laki

Lama Penelitian

: 5 bulan 4 hari

Tanggal, Bulan, Tahun Mulai Penelitian

: 28 April 2011

Sampai Tanggal, Bulan, Tahun Selesai Penelitian

: 30 September 2011

Tujuan Penelitian : 1. Mendapatkan sebuah best practice untuk perancangan sistem manajemen waralaba. 2. Menghasilkan sebuah sistem manajemen waralaba yang dapat diterapkan untuk semua ritel kategori printer dan tinta.

3. Mengimplementasikan sistem manajemen waralaba yang telah dibuat untuk Aston Printer Center

Sasaran Akhir Penelitian : Merancang sistem manajemen waralaba pada

tinta dengan mengimplementasikan sistem yang dibuat dalam bentuk prospektus penawaran untuk Aston Printer Center

commit to user

iii

Surakarta, 26 September 2011

Ketua Kelompok Bidang Keminatan Sistem Logistik dan Bisnis

Peneliti,

a.n Yuniaristanto, S.T., M.T. NIP 19750617 200012 1 001

Rifqy Alfian Aziz NIM. I 0307018

Mengetahui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Yuniaristanto, S.T., M.T. NIP 19750617 200012 1 001

Irwan Iftadi, S.T., M.Eng. NIP 19700404 199603 1 002

commit to user

ix

ABSTRAK

Rifqy Alfian Aziz, NIM : I 0307018. PERANCANGAN SISTEM MANAJEMEN WARALABA PADA USAHA RITEL KATEGORI PRINTER DAN TINTA. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2011.

Industri ritel kategori printer dan tinta merupakan salah satu jenis bisnis yang memiliki pasar potensial besar di Indonesia. Dalam mengembangkan usaha, cara waralaba banyak digunakan oleh perusahaan besar yang telah sukses sebelumnya di usaha ini seperti Veneta System, Acaciana, dan Gold Ink. Kesuksesan usaha melalui bisnis waralaba dikarenakan sistem dan konsep bisnis yang diterapkan sudah teruji dan memiliki tingkat kegagalan yang kecil yang sudah terbukti memberikan keuntungan. Peluang bisnis bagi usaha kecil yang berpotensi menjadi waralaba cukup besar, namun mereka kesulitan berkembang karena tidak adanya manajemen yang baik. Oleh karena itu perlu dirancang sebuah sistem manajemen waralaba pada usaha ritel kategori printer dan tinta.

Metodologi penelitian ini dimulai dengan melakukan functional benchmarking terhadap tiga perusahaan yang unggul dalam kategori ritel yang berbeda, yaitu Veneta System, Alfamart, dan Apotek K-24. Dari tahap benchmarking kemudian didapatkan perbandingan karakteristik diantara ketiga perusahaan tersebut. Dari perbandingan karakteristik kemudian didapatkan best practice yang merupakan cara-cara terbaik yang efektif dan efisien dari masing- masing perusahaan. Hasil best practice akan digunakan sebagai dasar dalam perancangan sistem manajemen waralaba. Sistem yang dirancang kemudian diimplementasikan di Aston Printer Center. Implementasi sistem dilakukan dengan membuat prospektus waralaba yang merupakan sebuah dokumen penawaran waralaba. Prospektus waralaba kemudian dianalisis untuk melihat sejauhmana hubungan dengan sistem manajemen waralaba yang telah dirancang sebelumnya.

Hasil dari penelitian ini berupa sistem manajemen waralaba yang terdiri dari empat bagian, yaitu manajemen kemitraan, manajemen barang dagangan, manajemen pengembangan ritel, dan manajemen toko. Implementasi sistem dengan menyusun prospektus waralaba khususnya dalam aspek finansial terdapat tiga skenario investasi awal yang dapat dipertimbangkan karena memiliki waktu titik impas yang berbeda serta mempunyai kelebihan dan kekurangan masing – masing

Kata kunci: waralaba, ritel, functional benchmarking, best practice, prospektus xvii + 130 hal; 19 gambar; 29 tabel; 3 lampiran Daftar pustaka : 28 (1993 – 2011)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

xvii

BAB I PENDAHULUAN I-1

1.1. Latar Belakang

I-1

1.2. Perumusan Masalah

I-3

1.3. Tujuan Penelitian

I-4

1.4. Manfaat Penelitian

I-4

1.5. Batasan Masalah

I-4

1.6. Asumsi Penelitian

I-4

1.7. Sistematika Penulisan

I-5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1

2.1 Waralaba

II-1

2.1.1 Pemberi Waralaba (Pewaralaba)

II-4

2.1.2 Penerima Waralaba (Terwaralaba)

II-6

2.1.3 Franchise Fee

II-9

2.1.4 Royalti fee

II-9

2.1.5 Advertising fee

II-10

2.1.6 Jenis Waralaba

II-10

2.1.7 Perjanjian Waralaba

II-12

2.1.8 Panduan Operasi Manual Waralaba

II-15

2.1.9 Prospektus Penawaran

II-17

2.2 Sistem Bisnis Ritel

II-19

2.2.1 Pengertian Ritel

II-19

2.2.2 Jenis – Jenis Ritel

II-20

2.2.3 Struktur Organisasi untuk Ritel

II-21

commit to user

xii

2.2.4 Manajemen Bisnis Ritel

II-24

2.2.5 Fungsi yang Dijalankan Ritel

II-25

2.2.6 Proses Keputusan Manajemen Ritel

2.3.1 Pengertian Benchmarking

II-27

2.3.2 Jenis – Jenis Benchmarking

II-28

2.3.3 Tahapan Benchmarking

II-30

2.4 Aston Printer Center

II-31

2.5 PT. Sumber Alfaria Trijaya

II-33

2.5.1 Visi dan Misi Alfamart

II-34

2.6 PT. Veneta Media Indonesia (Veneta System)

II-34

2.6.1 Visi dan Misi Veneta

II-35

2.7 PT. K-24 Indonesia (Apotek K-24)

II-35

2.7.1 Visi dan Misi Apotek K-24

II-36

2.7.2 Keunggulan Sistem Apotek K-24

II-37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III-2

3.1 Studi Lapangan

III-2

3.2 Studi Pustaka

III-2

3.3 Perumusan Masalah

III-2

3.4 Penetapan Tujuan Penelitian

III-2

3.5 Benchmarking Perusahaan

III-2

3.5.1 Tahap Perencanaan (Planning)

III-3

3.5.2 Tahap Analisis

III-4

3.5.3 Tahap Integrasi (Integration)

III-4

3.6 Perancangan Sistem Manajemen Waralaba

III-4

3.7 Implementasi Sistem

III-4

3.8 Analisis Prospektus Penawaran

III-5

3.9 Kesimpulan dan Saran

III-5

BAB IV PERANCANGAN SISTEM MANAJEMEN WARALABA IV-1

4.1. Benchmarking Perusahaan

IV-1

4.1.1 Tahap Perencanaan (Planning)

IV-1

4.1.2 Tahap Analisis

IV-15

commit to user

xiii

4.1.3 Tahap Integrasi

IV-21

4.2. Perancangan Sistem Manajemen Waralaba IV-23

4.2.1. Manajemen Kemitraan IV-24

4.2.2. Manajemen Pengembangan Ritel IV-39

4.2.3. Manajemen Barang Dagangan IV-51

4.2.4. Manajemen Toko IV-60

BAB V PEMBUATAN DAN ANALISIS PROSPEKTUS V-1 PENAWARAN

5.1 Pembuatan Prospektus Penawaran

V-1

5.2 Analisis Perancangan Prospektus Penawaran

V-1

5.2.1 Analisis Manajemen Kemitraan

V-1

5.2.2 Analisis Manajemen Pengembangan Ritel V-9

5.2.3 Analisis Manajemen Barang Dagangan

V-13

5.2.4 Analisis Manajemen Toko

V-15

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN Normalisasi Ukuran dengan

4.3.

4.4.

4.5.

4.6.

4.7.

IV-

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Panduan Operasi Manual Waralaba II-15 Tabel 2.2 Karakteristik Beberapa Jenis Ritel Modern

II-21 Tabel 2.3 Proses Keputusan Manajemen Ritel

II- 26 Tabel 4.1 Aspek dalam Usaha Waralaba

IV- 4 Tabel 4.2 Target Benchmarking

IV- 5 Tabel 4.3 Karakteristik PT. Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart)

IV- 7 Tabel 4.4 Karakteristik PT. Veneta System Indonesia

IV-10 Tabel 4.5 Karakteristik PT. K-24 Indonesia

IV-13 Tabel 4.6 Perbandingan Manajemen Kemitraan

IV-16 Tabel 4.7 Perbandingan Manajemen Pengembangan Ritel

IV-18 Tabel 4.8 Perbandingan Manajemen Barang Dagangan

IV-19 Tabel 4.9 Perbandingan Manajemen Toko

IV-20 Tabel 4.10 Best Practice Manajemen Kemitraan

IV-21 Tabel 4.11 Best Practice Manajemen Pengembangan Ritel

IV-22 Tabel 4.12 Best Practice Manajemen Barang Dagangan

IV-22 Tabel 4.13 Best Practice Manajemen Toko

IV-23 Tabel 4.14 Penjabaran Tugas pada Ritel

IV-39 Tabel 4.15 Jumlah Sumber Daya Pewaralaba

IV-44 Tabel 4.16 Jumlah Sumber Daya Terwaralaba (Skenario 1)

IV-44 Tabel 4.17 Jumlah Sumber Daya Terwaralaba (Skenario 2)

IV-44 Tabel 4.18 Jumlah Sumber Daya Terwaralaba (Skenario 3)

IV-45 Tabel 4.19 Aspek dalam Mendesain Toko

IV-61 Tabel 5.1 Perbandingan Waralaba Toko Baru dan Take Over

V-2 Tabel 5.2 Perbandingan Tanggung Jawab Aktif dan Pasif

V-3 Tabel 5.3 Rincian Investasi Awal Keadaan Optimis

V-6 Tabel 5.4 Rincian Investasi Awal Keadaan Pesimis

V-7

Tabel 5.5 Perbandingan Laporan Keuangan Oleh Cabang dan Pusat V-11 Tabel 5.6 Perbandingan Waktu Pelayanan

V-16 Tabel 5.7 Perbandingan Alternatif Pengiriman Barang

V-17

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Fungsional II-22 Gambar 2.2 Struktur Organisasi Berdasarkan Produk

II-22 Gambar 2.3 Struktur Organisasi Berdasarkan Georgrafis

II-22 Gambar 2.4 Struktur Organisasi Kombinasi

II-23 Gambar 2.5 Gerai Alfamart

II-33 Gambar 2.6 Gerai Veneta System

II-35 Gambar 2.7 Gerai Apotek K-24

II-36 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

III-1

Gambar 4.1 Alur Waralaba Bisnis Ritel Kategori Printer dan Tinta

IV-25 Gambar 4.2 Alur Pengajuan HKI

IV-29 Gambar 4.3 Alur Pengajuan SIUP, TDP, dan HO

IV-31 Gambar 4.4 Alur Pengajuan STPW Pemberi Waralaba

IV-33 Gambar 4.5 Alur Pengajuan STPW Penerima Waralaba

IV-34 Gambar 4.6 Struktur Organisasi Pewaralaba

IV-41 Gambar 4.7 Struktur Organisasi Terwaralaba (Skenario 1)

IV-42 Gambar 4.8 Struktur Organisasi Terwaralaba (Skenario 2)

IV-42 Gambar 4.9 Struktur Organisasi Terwaralaba (Skenario 3)

IV-43 Gambar 4.10 Skema Distribusi dengan 1 Gudang

IV-52 Gambar 4.11 Skema Distribusi dengan Lebih Dari 1 Gudang

IV-53

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1-1 Prospektus Penawaran Aston Printer Center L1-1

Lampiran 2-1 Rancangan Investasi Awal Aston Printer Center Keadaan L2-1 Optimis Lampiran 3-1 Rancangan Investasi Awal Aston Printer Center Keadaan L3-1 Pesimis

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

Halaman

Tabel L2. 1 Rincian Fixture Toko L2-1 Tabel L2. 2 Rincian Peralatan Toko

L2-1 Tabel L2. 3 Rincian Persediaan Awal

L2-2 Tabel L2. 4 Rancangan 1 Keadaan Optimis

L2-5 Tabel L2. 5 Rancangan 2 Keadaan Optimis

L2-6 Tabel L2. 6 Rancangan 3 Keadaan Optimis

L2-7 Tabel L3. 1 Rincian Fixture Toko

L3-1 Tabel L3. 2 Rincian Peralatan Toko

L3-1 Tabel L3. 3 Rincian Persediaan Awal

L3-2 Tabel L3. 4 Rancangan 1 Keadaan Pesimis

L3-5 Tabel L3. 5 Rancangan 2 Keadaan Pesimis

L3-6 Tabel L3. 6 Rancangan 3 Keadaan Pesimis

L3-7

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Saat ini tren bisnis dengan menggunakan konsep waralaba semakin membumi di Indonesia. Semakin banyak orang dan perusahaan di berbagai negara menggunakan konsep bisnis ini. Menurut Majalah Info Franchise Indonesia, omset bisnis waralaba di Indonesia pada tahun 2010 telah berada di angka lebih kurang Rp 114 triliun dengan jumlah tenaga kerja terserap lebih dari 700.000 orang. Hal ini meningkat pesat jika dibandingkan dengan omset pada tahun 2008 yang masih di angka Rp 81 triliun dengan jumlah tenaga kerja terserap lebih kurang 500.000 orang. Jumlah tersebut masih diprediksikan akan meningkat pada tahun – tahun mendatang.

Berdasarkan penelitian dalam Franchise (2009), industri waralaba nasional dikelompokkan menjadi delapan kelompok besar yaitu makanan dan minuman (food beverage), ritel dan minimarket, agen properti, kurir dan ekspedisi, pendidikan, kesehatan dan kecantikan, pakaian dan perhiasan (fashion accessories) serta otomotif. Salah satu kategori ritel yang memiliki pasar potensial besar dan menjanjikan di Indonesia adalah kategori printer dan tinta (Bataviase.2010). Menurut hasil survey IDC (International Data Corporation) yang merupakan lembaga survei industri independen, memprediksi bahwa pertumbuhan penjualan printer di Indonesia sepanjang 2011 akan meningkat 15% dibandingkan tahun 2010 dari 2,3 juta unit printer laserjet dan inkjet diprediksi menjadi 2,8 juta unit printer (Affandi, 2011). Dengan prediksi tersebut bisa dipastikan pertumbuhan industri ritel kategori printer dan tinta akan semakin berkembang dengan pesat.

Beberapa usaha pada ritel kategori printer dan tinta yang memiliki potensi untuk berkembang, khususnya di daerah Solo dan sekitarnya , yaitu Aston Printer

commit to user

Center, Flash Mandiri, CV. Image Printer dan lainnya. Perkembangan usaha tersebut dapat melalui dua cara yaitu dengan pola konvensional yaitu membuka cabang ataupun dengan cara waralaba. Seorang pengusaha yang ingin memperluas usahanya dengan membuka cabang sangat tergantung dari modal yang dimilikinya. Dengan menggunakan pola cabang, seorang pengusaha tidak perlu membayar sejumlah biaya terhadap pihak lain serta reputasi usahanya dapat dijaga dengan baik karena operasional usahanya ditangani secara langsung. Berbeda halnya jika menggunakan pola bisnis waralaba dimana salah satu keunggulannya adalah perluasan usaha yang semakin cepat dengan menggunakan modal dari penerima waralaba dan resiko yang ditanggung oleh penerima waralaba. Penerima waralaba akan membayar sejumlah fee kepada pemberi waralaba dan sebagai wujud tanggungjawabnya, pemberi waralaba akan memberikan bantuan berupa dokumen operasional serta monitoring yang berkelanjutan. Namun perlu diperhatikan bahwa pola bisnis waralaba juga memiliki kelemahan dimana dimungkinkan terjadinya kualitas layanan penerima waralaba yang buruk sehingga berpengaruh terhadap reputasi merek pemberi waralaba. Hal ini dapat dikarenakan kurangnya seleksi calon penerima waralaba serta kurangnya dukungan dan monitoring dari pemberi waralaba (Franchise, 2009).

Kesuksesan usaha melalui bisnis waralaba dikarenakan sistem dan konsep bisnis yang diterapkan sudah teruji dan memiliki tingkat erorr yang kecil yang sudah terbukti memberikan keuntungan. Dilihat dari sisi pewaralaba model bisnis ini akan membantu mereka dalam mengembangkan usahanya karena mereka tidak memerlukan biaya yang besar dalam membuka cabang. Keuntungannya adalah pewaralaba mendapatkan royalti atas pemakaian merek dan sistem usahanya. Sedangkan bagi pihak terwaralaba memudahkan mereka jika ingin memiliki bisnis yang langsung memberikan keuntungan secara cepat tanpa membutuhkan waktu yang lama (Franchise,2009)

Bentuk sukses usaha ritel kategori printer dan tinta di Indonesia yang dibuka dengan pola waralaba adalah Veneta System, Acaciana, dan Gold Ink. Ketiga perusahaan ini sukses memperluas jaringan usahanya dengan pola waralaba yang tersebar di puluhan tempat di Indonesia. Veneta System yang membuka usaha

commit to user

sejak tahun 2003 kini telah memiliki 147 outlet terwaralaba yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu Acaciana yang telah berdiri sejak tahun 1997 kini telah memiliki 13 outlet terwaralaba yang tersebar di Indonesia. Sedangkan Gold Ink yang berdiri sejak tahun 2007 kini memiiki lebih dari 11 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia. (Franchise, 2009)

Menurut Anang Sukandar, Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), peluang bisnis dari usaha kecil yang berpotensi menjadi waralaba cukup besar dengan pertumbuhan mencapai 12% per tahun. Namun, usaha kecil tersebut masih kesulitan berkembang karena keterbatasan kemampuan dalam berwirausaha baik menyangkut kompetensi dalam pengelolaan usaha, kemampuan berinovasi, dan mengembangkan kreativitas serta masih rendahnya keuletan dalam berusaha. (Bataviase, 2010). Kesulitan tersebut banyak disebabkan oleh tidak adanya manajemen yang baik. Sebuah manajemen yang baik harus dimiliki oleh setiap pengusaha sebagai syarat jika ingin mewaralabakan usahanya karena dapat membantu pengusaha yang ingin sukses dalam bidang waralaba (Franchise,2009).

Dalam penelitian ini dirancang sebuah sistem manajemen waralaba yang dikhususkan pada usaha ritel kategori printer dan tinta. Dalam menyusun sistem manajemen waralaba digunakan metode functional benchmarking yang tidak membatasi diri pada perbandingan terhadap pesaing langsung sehingga dapat melakukan investigasi pada perusahaan – perusahaan yang unggul dalam industri yang tidak sejenis. Metode benchmarking digunakan dalam penelitian ini karena dengan metode ini dapat dilihat bagaimana usaha yang telah sukses dalam menjalankan bisnis waralabanya sehingga dapat mengadopsi best practice untuk meraih sasaran yang diinginkan. Hasil dari benchmarking menghasilkan sebuah best practice yang digunakan dalam penyusunan sistem manajemen waralaba.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang suatu sistem manajemen waralaba pada usaha ritel kategori printer dan tinta.

commit to user

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :

1. Menghasilkan sebuah best practice untuk perancangan sistem manajemen waralaba.

2. Menghasilkan sebuah sistem manajemen waralaba yang dapat diterapkan untuk semua ritel kategori printer dan tinta.

3. Mengimplementasikan sistem manajemen waralaba yang telah dibuat untuk Aston Printer Center.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Memudahkan pemilik usaha ritel jika ingin membuka cabang baru melalui sistem waralaba.

2. Mengetahui prosedur mewaralabakan suatu usaha.

1.5 Batasan Masalah

Agar pembahasan lebih terarah, penelitian dilakukan dengan pembatasan sebagai berikut :

1. Sistem yang dirancang digunakan untuk pihak pemberi waralaba (pewaralaba).

2. Implementasi sistem dilakukan pada Aston Printer Center.

3. Benchmarking dilakukan sampai tahap integrasi.

1.6 Asumsi Penelitian

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Visi dan misi untuk semua ritel kategori printer dan tinta dianggap sama.

2. Selama kegiatan penelitian, tidak ada perubahan visi dan misi perusahaan.

3. Hasil dari benchmarking yang dilakukan cukup dijadikan sebagai sumber referensi.

commit to user

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan, sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori-teori yang dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis. Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan, pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis.

BAB IV : PERANCANGAN SISTEM MANAJEMEN WARALABA

Bab ini berisi perancangan sistem manajemen waralaba yang dimulai dengan benchmarking pada tiga perusahaan. Dari hasil benchmarking didapatkan best practice yang nantinya digunakan sebagai dasar dalam perancangan sistem manajemen waralaba.

BAB V : PEMBUATAN DAN ANALISIS PROSPEKTUS PENAWARAN

Bab ini berisi pengimplementasian sistem yang telah dirancang dengan membuat sebuah prospektus penawaran untuk Aston Printer Center. Kemudian dilakukan analisis terhadap prospektus tersebut.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian.

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat teori-teori relevan dan mendukung analisis serta pemecahan masalah yang terdapat pada penelitian ini.

2.1. Waralaba

Definisi waralaba menurut Amir Karamoy (Konsultan Waralaba) yang dimuat dalam Andy (2009) adalah : “Waralaba adalah suatu pola kemitraan usaha antara perusahaan yang memiliki merek dagang dikenal dan sistem manajemen, keuangan dan pemasaran yang telah mantap, disebut pewaralaba, dengan perusahaan atau individu yang memanfaatkan atau menggunakan merek dan sistem milik pewaralaba, disebut terwaralaba. Pewaralaba wajib memberikan bantuan teknis, manajemen dan pemasaran kepada terwaralaba dan sebagai imbal baliknya, terwaralaba membayar sejumlah biaya (fee) kepada pewaralaba. Hubungan kemitraan usaha antara kedua pihak dikukuhkan dalam suatu perjanjian lisensi atau waralaba” Sedangkan menurut Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 12/M-

DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, definisi waralaba yaitu :

“Franchise (waralaba) adalah perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan / atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba.” Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa waralaba merupakan

suatu pembelian merek dagang yang biasanya sudah dikenal oleh masyarakat luas. Calon pembeli waralaba bisa berupa individu maupun perusahaan, tergantung dari persetujuan pihak pewaralaba. Pihak terwaralaba wajib membayar sejumlah biaya

commit to user

tertentu kepada pewaralaba yang telah disepakati bersama dari awal kontrak, serta mematuhi peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pewaralaba.

Menurut Franchise (2009), waralaba pada hakikatnya memiliki beberapa elemen sebagai berikut:

1. Pewaralaba Pewaralaba yaitu pihak pemilik/produsen dari barang atau jasa yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran barang atau jasanya.

2. Terwaralaba Terwaralaba yaitu pihak yang menerima hak eksklusif dari pihak pewaralaba untuk kemudian mengembangkan merek usahanya di beberapa wilayah.

3. Master Franchise Master franchise yaitu penerimaan hak eksklusif dari seorang terwaralaba untuk mengembangkan merek usahanya dalam suatu negara dengan lingkup besar.

4. Elemen – elemen biaya waralaba Elemen biaya ini muncul sebagai akibat dari bentuk kompensasi atas sebuah hubungan yang terjadi. Biasanya elemen biaya ini yang menetapkan adalah pewaralaba dan menjadi kewajiban dari seorang terwaralaba untuk melaksanakannya. Adapun elemen – elemen biaya tersebut yaitu, franchise fee, royalty fee, dan advertising fee. Menurut Widjaja (2001) dalam bentuknya sebagai bisnis, waralaba memiliki

dua jenis kegiatan (Handrata dan Raharja, 2008) :

1. Waralaba Produk dan Merek Dagangan (Product/Trade Mark Franchising) Waralaba produk dan merek dagang adalah bentuk waralaba yang paling sederhana. Dalam waralaba produk dan merek dagang, pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang disertai dengan pemberian ijin untuk menggunakan merek dagang milik pemberi waralaba. Pemberian ijin penggunaan merek dagang tersebut diberikan dalam rangka penjualan produk yang diwaralabakan tersebut. Atas pemberian izin penggunaan merek dagang tersebut biasanya pemberi waralaba memperoleh suatu bentuk pembayaran

commit to user

franchise fee dan selanjutnya pemberi waralaba memperoleh keuntungan (yang sering juga disebut dengan royalti berjalan) melalui penjualan produk yang diwaralabakan kepada penerima waralaba. Dalam bentuk yang sangat sederhana ini, waralaba produk dan merek dagang seringkali mengambil bentuk keagenan, distributor atau lisensi penjualan.

2. Waralaba Format Bisnis (Bussiness Format Franchising) Agak berbeda dengan waralaba produk dan merek dagang, waralaba format bisnis menurut pengertian yang diberikan oleh Martin Mandelson dalam Franchising: Petunjuk Praktis bagi Pewaralaba dan Terwaralaba, waralaba format bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba) kepada pihak lain (penerima waralaba), lisensi tersebut memberi hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang/nama dagang pemberi waralaba, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Mandelson (2004), ada sekurangnya sembilan alasan dasar mengapa

pengusaha memilih untuk mewaralabakan usahanya. Alasan-alasan tersebut adalah (Handrata dan Raharja, 2008) :

1. Pengembangan jaringan usaha secara cepat begitu juga penetrasi pasarnya, maksudnya disini pemberi waralaba dapat dengan mudah mengeksploitasi teritorial pasarnya.

2. Modal sepenuhnya berasal dari penerima waralaba; jadi modal yang diperlukan pihak pemberi waralaba menjadi tidak terlalu besar untuk menjadikan usahanya besar.

3. Pemberi waralaba menerima persentase atas penghasilan penerima waralaba tanpa menanggung kerugian penerima waralaba.

4. Penerima waralaba membentuk sendiri manajemen operasional usahanya.

5. Penerima waralaba membayar seluruh biaya pelatihan yang diselenggarakan oleh pemberi waralaba. Ini berarti pemberi waralaba dapat memperoleh penghasilan lebih dari kegiatan pelatihannya tersebut.

commit to user

6. Waralaba membentuk sistemnya sendiri sebagai pencari laba.

7. Rasio keuangan ekuitas yang positif, karena tidak mengeluarkan modal yang besar.

8. Pemberi waralaba memperoleh penghasilan dari hasil penjualan dan bukan keuntungan penerima waralaba.

9. Pewaralaba tidak perlu terlalu terlibat langsung setiap hari atau memantau jalannya usaha yang dilakukan terwaralaba.

2.1.1. Pemberi Waralaba (Pewaralaba)

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 pasal 1, pemberi waralaba (pewaralaba) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba. Menurut Widjaja (2002), keuntungan dan kerugian bagi pemberi waralaba antara lain (Handrata dan Raharja, 2008):

1. Keuntungan bagi pemberi waralaba. Adapun keuntungan bagi pemberi waralaba antara lain:

a. Waralaba dapat menghasilkan keuntungan yang memadai tanpa perlu terlibat dengan resiko modal yang tinggi maupun dengan masalah – masalah detail sehari-hari yang timbul dari pengelolaan dan manajemen outlet eceran yang kecil. Semua kegiatan administrasi dan pengelolaan jalannya bisnis serta produk yang diwaralabakan akan diselenggarakan sepenuhnya oleh penerima waralaba.

b. Tidak ada kebutuhan untuk menyuntik sejumlah besar modal untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan yang besar. Masing-masing outlet yang terbuka memanfaatkan sendiri sumber daya keuangan yang disediakan oleh setiap penerima waralaba.

c. Organisasi pemberi waralaba mempunyai kemampuan untuk memperluas jaringan secara lebih cepat pada tingkat nasional dan tentunya pun internasional dengan menggunakan modal yang resikonya seminimal mungkin.

commit to user

d. Pemberi waralaba akan lebih mudah untuk melakukan eksploitasi wilayah yang belum masuk dalam lingkungan organisasinya.

e. Pemberi waralaba hanya akan mempunyai permasalahan staff yang lebih sedikit karena ia tidak terlibat dalam masalah staff pada masing- masing pemilik outlet. Setiap karyawan pada outlet bisnis penerima waralaba menjadi tanggung jawab penerima waralaba sepenuhnya.

f. Penerima waralaba akan mengkonsentrasikan diri secara lebih optimum pada bisnis yang diwaralabakan tersebut, oleh karena mereka adalah pemilik bisnis itu sendiri.

g. Pemberi waralaba cenderung untuk tidak memiliki aset outlet dagang sendiri. Tanggung jawab bagi aset tersebut diserahkan pada penerima waralaba yang memilikinya.

h. Seorang pemberi waralaba yang melibatkan bisnisnya dalam kegiatan manufaktur/pedagang besar bisa mendapatkan distribusi yang lebih luas dan kepastian bahwa ia mempunyai outlet untuk produknya.

i. Tipe-tipe skema waralaba tertentu mampu menangani penerima waralaba secara nasional. Pemberi waralaba, dalam skala yang besar lebih dapat bernegosiasi dengan pihak-pihak yang sangat menaruh perhatian dan mempunyai sejumlah pabrik, kantor, gudang, depot, atau tempat-tempat lain diseluruh negeri, dan mengatur masing-masing waralaba lokal untuk menangani pekerjaan yang muncul di perusahaan- perusahaan di wilayah waralabanya. Hal ini mengefisiensi waktu para penerima waralaba. Selain itu tidak semua penerima waralaba memiliki kemampuan atau kapasitas untuk bernegosiasi atau pengaturan jasa mengenai hal tersebut. Dengan pengkoordinasian keseluruh kegiatan dibawah satu pemberi waralaba, masing-masing penerima waralaba dapat menjamin bahwa kelompok nasional yang besar tanpa perlu menimbulkan pertentangan atau benturan kepentingan (conflict interest) di antara sesama penerima waralaba.

commit to user

2. Kerugian bagi pemberi waralaba Adapun kerugian bagi pemberi waralaba antara lain:

a. Ada kemungkinan kekurangpercayaan diantara pemberi waralaba dan penerima waralaba yang berasal dari ketidakseimbangan antara penerima waralaba individu dalam organisasi penerima waralaba dengan pihak-pihak yang harus dihubunginya dalam organisasi waralaba. Hal ini harus dihindari bagi seorang pemberi waralaba.

b. Ada kemungkinan dengan jumlah investasi yang sangat besar, suatu unit perusahaan yang dimiliki dan dikerjakan sendiri dapat memberikan keuntungan lebih besar dari keuntungan pemberi waralaba.

c. Jika penerima waralaba membayar fee sebagai presentase dari penjualan kotor, ada kemungkinan penerima waralaba akan bertindak secara tidak terbuka dalam menunjukkan penghasilan kotornya.

d. Kemungkinan terdapat kesulitan-kesulitan dalam rekrutmen orang- orang yang cocok sebagai penerima waralaba untuk bisnis tertentu.

Selain kelebihan dan kekurangan bagi seorang pemberi waralaba, terdapat masalah-masalah yang potensial bagi penerima waralaba, diantaranya :

1. Adanya kemungkinan terwaralaba menurunkan reputasi nama atau merek pewaralaba akibat kegagalannya memenuhi standar tertentu.

2. Adanya kemungkinan pelayanan masing-masing terwaralaba berbeda-beda sehingga mempengaruhi loyalitas pelanggan.

3. Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat diantara sesama terwaralaba yang ikut merugikan pewaralaba.

2.1.2. Penerima Waralaba (Terwaralaba)

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 Pasal 1, penerima waralaba (terwaralaba) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba.

commit to user

Menurut Widjaja (2002), terdapat keuntungan dan kerugian serta hak dan kewaiban bagi penerima waralaba,yaitu (Handrata dan Raharja, 2008) :

1. Keuntungan penerima waralaba. Adapun keuntungan bagi penerima waralaba antara lain:

a. Penerima waralaba dapat mengatasi kurangnya pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus yang dimiliki melalui program pelatihan yang terstruktur dari pemberi waralaba (support).

b. Penerima waralaba mendapat keuntungan dan aktivitas iklan dari promosi pemberi waralaba pada tingkat nasional dan atau internasional.

c. Penerima waralaba mendapatkan keuntungan dan daya beli yang besar dari kemampuan negosiasi yang dilakukan pemberi waralaba atas seluruh penerima waralaba dan jejaringnya.

d. Penerima waralaba mendapat pengetahuan khusus dan berkemampuan tinggi serta berpengalaman, organisasi dan manajemen kantor pusat pemberi waralaba, walaupun dia tetap mandiri dalam bisnisnya sendiri.

2. Kerugian penerima waralaba. Adapun kerugian bagi penerima waralaba antara lain:

a. Penerima waralaba harus membayar pemberi waralaba atas jasa yang didapatkannya dan untuk penggunaan sistem waralaba yaitu dengan dan dalam bentuk franchise fee pendahuluan atau uang waralaba terus menerus.

b. Pemberi waralaba mungkin membuat kesalahan dalam kebijakan kebijakannya. Dia mungkin mengambil keputusan yang berkaitan dengan inovasi bisnis yang berakhir pada kegagalan dan hal ini mungkin dapat mempengaruhi aktivitas penerima waralaba.

c. Reputasi, citra merek dan bisnis yang diwaralabakan mungkin menjadi turun, karena alasan-alasan yang mungkin berada di luar kontrol baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba.

3. Kewajiban penerima waralaba. Adapun kewajiban bagi penerima waralaba antara lain:

a. Melaksanakan seluruh prosedur yang diberikan oleh pemberi waralaba guna melaksanakan Hak atas Kekayaan Intelektual

commit to user

b. Memberikan kekuasaan bagi pemberi waralaba untuk melakukan pengawasan maupun inspeksi berkala ataupun secara tiba-tiba, guna memastikan bahwa penerima lisensi telah melaksanakan waralaba yang diberikan dengan baik.

c. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan khusus dan pemberi waralaba.

d. Membeli barang modal tertentu ataupun barang-barang tertentu lainnya dalam rangka pelaksanaan waralaba dan pemberi waralaba.

e. Menjaga kerahasiaan Hak atas Kekayaan Intelektual.

f. Tidak memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual.

g. Melakukan pendaftaran waralaba.

h. Tidak melakukan kegiatan sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual.

i. Melakukan pembayaran royalti dalam bentuk, jenis dan jumlah yang telah disepakati bersama

4. Hak penerima waralaba. Hak bagi seorang penerima waralaba, antara lain :

a. Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual;

b. Memperoleh bantuan dan pemberi waralaba atas segala macam cara pemanfaatan dan atau penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual penemuan atau ciri khas usaha.

Selain hal – hal diatas, terdapat masalah-masalah yang potensial menghadang penerima waralaba, diantaranya (Handrata dan Raharja, 2008) :

1. Terjadi kejenuhan pasar karena terlalu banyak terwaralaba dengan merek atau produk yang sama di wilayah tertentu.

2. Adanya hasrat pewaralaba yang berlebihan untuk memperluas waralabanya sehingga penghasilan potensial, ketrampilan managerial dan inisiatif yang diperoleh para terwaralaba berkurang.

commit to user

3. Pembatalan sepihak oleh pewaralaba bisa diberlakukan terhadap terwaralaba yang dipandang gagal memenuhi kesepakatan.

4. Pada beberapa industri jangka waktu pemberlakuan waralaba terlalu singkat.

5. Sebagian besar kontrak menyebutkan bahwa royalti yang harus dibayar terwaralaba hanya berdasarkan gross sales (penjualan bruto) tanpa memperhitungkan laba terwaralaba.

2.1.3. Franchise Fee

Franchise fee merupakan biaya awal waralaba dimana biaya ini harus dibayar di awal sebelum gerai waralaba beroperasi. Biaya ini dibayarkan untuk lisensi atau hak penggunaan merek yang diwaralabakan selama jangka waktu waralaba dan juga untuk hak menggunakan/meminjam pedoman operasional selama jangka waktu tertentu. Besarnya franchise fee ini tergantung kebijaksanaan pewaralaba, tetapi biaya ini penting untuk diketahui komposisinya. Biasanya franchise fee mempunyai komposisi seperti berikut ini (Franchise, 2009) :

1. Survei lokasi.

2. Desain layout.

3. Inventori awal, termasuk stock barang yang dibutuhkan.

4. Sourcing (pencarian supplier) untuk initial inventory dan stock barang.

5. Bimbingan dan diskusi untuk menyusun business plan.

6. Rekrutmen dan/ atau seleksi para pegawai.

7. Sepervisi dan eksekusi launching.

2.1.4 Royalty Fee

Royalty fee merupakan biaya yang harus dibayar setelah gerai waralaba mulai beroperasi. Pada umumnya pewaralaba yang menetapkan kapan jadwal pembayaran royalti tersebut. Metode penetapan fee ini beragam, namun umumnya berupa prosentase terhadap setiap penghasilan yang diterima terwaralaba, dengan mengecualikan unsur pajak bila ada. Terdapat pewaralaba yang menetapkan royalti progresif yang mirip dengan pajak penghasilan waib pajak abadi (PPh 21), juga terdapat pula yang menetapkan flat royalty dimana nilai royalti tetap tidak peduli berapa pun penghasilan sang terwaralaba (Franchise, 2009).

commit to user

Royalty fee tersebut digunakan untuk beberapa hal seperti berikut ini (Franchise, 2009) :

1. Kelangsungan operasional pewaralaba dalam kaitannya dengan bimbingan berkesinambungan bagi para terwaralaba.

2. Pelaksanaan audit waralaba dan evaluasi bisnis yang keduanya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bimbingan berkesinambungan.

3. Penelitian dan pengembangan

4. Pengelolaan merek dagang dan strategi pemasaran

2.1.5 Advertising Fee

Advertising Fee ini merupakan biaya yang digunakan untuk membiayai keperluan pengelolaan merek dan strategi dana. Sehingga untuk kepentingan ini dana tersebut biasanya tidak diambilkan dari royalty fee namun diambil dari dana iuran dan advertising fee ini (Franchise, 2009).

2.1.6 Jenis Waralaba

Menurut Pedoman Pelaksanaan Keterkaitan Kemitraan di Bidang Industri Kecil, terdapat tiga tipe atau jenis waralaba, yaitu (Pontoan dan Sutanto, 2008):

1. Product Franchise Pada tipe ini, pewaralaba menghasilkan atau memproduksi suatu produk atau

jasa yang dipasarkan oleh terwaralaba. Dalam tipe ini terwaralaba menyediakan atau membentuk gerai untuk memasarkan produk yang dihasilkan pewaralaba. Contoh: keagenan sepatu, pabrik sepatu X menghasilkan atau memproduksi sepatu, lalu terwaralaba membuat gerai untuk memasarkan sepatu-sepatu tersebut sesuai dengan petunjuk pewaralaba.

2. Business Opportunity Ventures Pada tipe ini, terwaralaba mendistribusikan produk atau jasa yang dihasilkan

pewaralaba. Dalam pendistribusian produk atau jasa tersebut, terwaralaba mengikuti sistem yang ditetapkan pewaralaba akan tetapi tidak menggunakan merek dagang pewaralaba. Contoh: dealer kendaraan bermotor A (mobil atau sepeda motor) menjual produk dari pabrik tertentu, di dalam memasarkan produk

commit to user

tidak menggunakan nama dan merek dagang pewaralaba tetapi mematuhi sistem yang ditetapkan oleh pewaralaba.

3. Business Format Franchising Pada tipe ini, terwaralaba diberi lisensi untuk memasarkan produk atau jasa

milik pewaralaba sesuai dengan produk atau jasa milik pewaralaba sesuai dengan sistem yang ditetapkan dan menggunakan merek dagang atau nama perusahaan pewaralaba. Contoh: real estate, fast food, hotel.

Menurut International Franchise Association (IFA) berkedudukan di Washington DC yang merupakan organisasi waralaba internasional yang beranggotakan negara-negara di dunia, ada empat jenis waralaba yang mendasar yang biasa digunakan di Amerika Serikat, yaitu (Pontoan dan Sutanto, 2008) :

1. Product Franchise Pada tipe ini produsen menggunakan produk waralaba untuk mengatur

bagaimana cara pedagang eceran menjual produk yang dihasilkan oleh produsen. Produsen memberikan hak kepada pemilik toko untuk mendistribusikan barang- barang milik pabrik dan mengijinkan pemilik toko untuk menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik toko harus membayar biaya atau membeli persediaan minimum sebagai timbal balik dari hak-hak ini. Contohnya, toko ban yang menjual produk dari pewaralaba, menggunakan nama dagang, serta metode pemasaran yang ditetapkan oleh pewaralaba.

2. Manufacturing Franchise Pada tipe ini, waralaba memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek pewaralaba. Jenis waralaba ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman.

3. Business Oportunity Ventures Pada tipe ini, secara khusus mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan

mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai timbal baliknya pemilik bisnis harus membayarkan suatu biaya atau prestasi sebagai kompensasinya. Contohnya, pengusahaan mesin-mesin penjualan otomatis atau distributor.

commit to user

4. Business Format Franchising Pada tipe ini, bentuk waralaba inilah yang paling populer di dalam praktek.

Melalui pendekatan ini, perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti untuk mengoperasikan bisnis bagi pemilik bisnis dengan menggunakan nama dan merek dagang dari perusahaan. Umumnya perusahaan menyediakan sejumlah bantuan tertentu bagi pemilik bisnis membayar sejumlah biaya atau royalti. Kadang-kadang, perusahaan juga mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli persediaan dari perusahaan.

2.1.7 Perjanjian Waralaba

Menurut Rachmadi (2007) ada beberapa aspek dasar atau kunci yang seharusnya ditekankan dalam perjanjian waralaba. Pada umumnya, pewaralaba merupakan pihak yang aktif dalam pembuatan perjanjian waralaba karena lebih mengetahui kondisi bisnis. Sebagai calon terwaralaba sebaiknya ikut mengupayakan agar perjanjian mencakup semua masalah yang mungkin timbul. Perjanjian harus adil dan harus melindungi pihak terwaralaba dan isi perjanjian tersebut perlu mencakup beberapa hal, diantaranya (Pontoan dan Sutanto, 2008) :

A. Recitals (Pembukaan) Pembukaan perjanjian warlaba pada intinya harus berisi tentang adanya kesepakatan hubungan kontraktual. Informasi ini mencakup latar belakang pengembangan dan hak kepemilikan dari pewaralaba yang akan dilisensikan kepada terwaralaba. Seorang terwaralaba berkewajiban untuk mengoperasikan format bisnis secara ketat sesuai dengan manual operasi dan standar pengendalian kualitas yang diberikan oleh pewaralaba.

B. Status Hukum Terwaralaba Status hukum yang dimaksud disini menekankan hubungan legal antara seorang pewaralaba dan terwaralaba serta mengonfirmasi bahwa semua pihak tidak bertindak dalam hubungan pegawai – pemberi kerja, prinsipal, dan agen, mitra umum, atau status lainnya

C. Hak yang diberikan Dalam sebuah perjanjian, seorang pewaralaba memberikan hak kepada terwaralaba untuk menggunakan kekayaan intelektual yang dikembangkan oleh

commit to user

pewaralaba. Sebagai contoh hak yang diberikan mencakup sejumlah trademark, service marks, tradedress (sign age, desain counter, seragam, desain fitur), manual operasi, program pelatihan awal, program pendukung, dan on going training, bantuan teknis, dan akses ke sumber daya, serta hak untuk membuat atau mendistribusikan produk pewaralaba.

D. Cakupan Wilayah Cakupan wilayah yang dimaksud meliputi batasan wilayah yang ditentukan oleh apa, radius, jalan, kota, ataukah negara. Dan juga termasuk kesepakatan apakah pewaralaba mempunyai hak untuk membuka cabang sendiri di wilayah tersebut atau menambah terwaralaba lagi.

E. Pemilihan Lokasi Usaha Penentuan lokasi usaha harus turut serta dijadikan perhatian dalam

penyusunan perjanjian waralaba. Terwaralaba bebas memilih lokasi dan kemudian dimintakan persetujuan kepada pewaralaba. Ada beberapa pewaralaba yang memberikan bantuan nyata dalam pemilihan lokasi, dalam bentuk studi pemasaran dan demografis, negosiasi sewa dengan pemilik lahan, dan sebagainya.

F. Jasa yang diberikan oleh pewaralaba Jasa yang diberikan oleh pewaralaba berupa layanan pra pembukaan yang

biasanya mencakup penggunaan manual operasi, rekruitmen dan latihan pegawai, standar akuntansi dan sistem pembukuan, spesifikasi inventori dan peralatan, standar konstruksi, rencana desain gedung dan interior, serta dukungan iklan dan promosi grand opening. Layanan pasca pembukaan meliputi dukungan lapangan dan trouble shooting, R&D produk baru, pengembangan kampanye promosi iklan nasional, dan lain-lain.

G. Pasokan produk Pada waralaba tertentu, pewaralaba memproduksi beberapa jenis produk atau bahkan mengharuskan terwaralaba untuk membelinya sehingga harus dipastikan bahwa dalam perjanjian produk atau bahan tersebut akan dipasok tepat waktu dan berkualitas tinggi pada harga yang wajar.

commit to user

H. Besarnya Fee, Royalty, dan Pembayaran Lain yang terkait dengan Pewaralaba dan Pelaporannya Franchise fee dibayarkan secara berkala begitu perjanjian waralaba

dilakukan. Ini merupakan kompensasi atas pemberian waralaba, lisensi merek dan rahasia dagang, pelatihan dan dukungan pra pembukaan, serta dukungan bahan baku awal. Kategori pembayaran kedua yaitu royalti dari penjualan brutto. Kategori ketiga adalah pembayaran fee untuk dana kerjasama iklan/promosi nasional demi efisiensi dan konsistensi upaya pemasaran. Pembayaran fee yang lain juga berupa penjualan produk/bahan baku, biaya audit dan inspeksi, dan lain- lain.

I. Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas dalam sebuah perjanjian waralaba harus mencakup

sistem jaminan kendali dan konsistensi kualitas. Beberapa bentuk batasan dalam produk terwaralaba seperti komposisi, bahan baku, dan perlengkapan yang harus memenuhi panduan dan spesifikasi prosedur operasi. J. Asuransi, Penanganan Catatan, dan Kewajiban Lain dari Terwaralaba

Terdapat berbagai resiko yang mungkin terjadi yang tidak dapat ditanggung sendiri oleh seorang terwaralaba serta perlu diasuransikan, seperti banjir, kebakaran, perlindungan atas mesin dan kendaraan, perlindungan dari bahaya teroris, dan lain-lain. Pewaralaba biasanya mengikat terwaralaba dengan berbagai kewajiban, seperti memberikan laporan keuangan, menjaga standar kualitas pegawai dan pemasok, meng-upgrade peralatan atau fasilitas yang ada, menyediakan produk atau fasilitas sesuai standar pewaralaba, dan lain-lain. K. Perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual

Dalam sebuah perjanjian waralaba, seorang calon terwaralaba harus memahami bahwa pewaralaba akan berusaha mencegah penyalahgunaan dan penyebarluasan rahasia dagang yang dilisensikan termasuk penggunaan manual operasi untuk pihak lain, terutama pesaing. L. Penghentian Perjanjian Waralaba

Dalam perjanjian waralaba ada beberapa kemungkinan penyebab yang bisa terjadi karena terwaralaba menyalahi standar kendali mutu, dan lain-lain.

commit to user

M. Pengalihan Waralaba Dalam perjanjian waralaba, perlu dicantumkan pemberian ijin kepada pembeli baru, pelatihan pembeli baru, pembayaran biaya pengambilalihan lisensi dan pelatihan kepada pewaralaba.

2.1.8 Panduan Operasi Manual Waralaba

Menurut Franchise (2009), panduan operasi manual merupakan hal penting sebelum sebuah bisnis waralaba dijual. Adapun penjelasan dari operasi manual tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Panduan Operasi Manual Waralaba

No Bagian

Sejarah Pewaralaba Organisasi Pewaralaba Hak dan Kewajiban Pewaralaba Hak dan Kewajiban Terwaralaba

2 Tahapan Operasional

Tahapan Operasional dari bisnis yang harus diikuti Terwaralaba

3 Panduan & Pra Pembukaan

Desain Interior Outlet Bentuk bangunan Izin Usaha Asuransi Legalitas Order Barang Tim Manajemen Aplikasi untuk lisensi,izin,pemeliharaan Evaluasi Negoisasi

4 Kebijakan