PENGARUH PENGGUNAAN AIR REBUSAN DAUN SIRIH (Piper betle Linn) SEBAGAI OBAT KUMUR TERHADAP PERUBAHAN pH SALIVA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

(Piper betle Linn) SEBAGAI OBAT KUMUR TERHADAP PERUBAHAN pH SALIVA SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Ula Firdausi G.0008179

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

Laporan Penelitian/ Skripsi dengan judul: Pengaruh Penggunaan Air Rebusan Daun Sirih (Piper betle Linn) sebagai Obat Kumur terhadap Perubahan pH Saliva

Ula Firdausi, G0008179, Tahun 2011

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari

, Tanggal

Desember 2011

Pembimbing Utama

Dr. Risya Cilmiaty AR, drg., M.Si., SpKG

NIP 19580710 198610 2 001

Penguji Utama

Widia Susanti, drg., M.Kes

NIP 19690216 200401 2 002

Pembimbing Pendamping

Dr. Pradipto Subiantoro, drg., SpBM

NIP 19570629 198403 1 003

Anggota Penguji

Vita Nirmala A., drg., SpPros., SpKG

NIP 19660827 199403 2 003

Tim Skripsi

Vicky Eko N. H.,dr.,M.Sc.,SpTHT-KL

NIP 19770914 200501 1001

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Desember 2011

Ula Firdausi NIM. G0008179

Ula Firdausi, G0008179, 2011. Pengaruh Penggunaan Air Rebusan Daun Sirih (Piper betle Linn) sebagai Obat Kumur terhadap Perubahan pH Saliva. Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) sebagai obat kumur terhadap perubahan pH saliva.

Metode Penelitian: penelitian eksperimental Randomized Controlled Trial, Juli 2011 di Laboratorium Biologi FMIPA UNS Surakarta. Subjek penelitian adalah mahasiswa Pendidikan Dokter FK UNS angkatan 2008 dengan kriteria: (1.) bersedia; (2.) pria atau wanita yang tidak dalam masa haid; (3.) usia 18 - 24 tahun; (4.) keadaan umum baik; (5.) tidak ada gigi berlubang, keluhan nyeri, radang, atau ulkus di rongga mulut; (6.) bukan pengguna fixed orthodontic; (7.) bukan perokok, (8.) selama 48 jam terakhir tidak menggunakan antibiotik, parasimpatomimetik, obat inhaler asma, anti-konvulsan, diuretik, antiemetik, antihistamin, dekongestan dan methampethamine, (9.) bukan penderita sjoergen syndrome , (10.) s edikitnya 1 tahun terakhir tidak menerima terapi radiasi kanker kepala leher, (11.) tidak menderita penyakit sistemik dan atau penyakit periodontal lain yang dapat mengganggu pemeriksaan. Secara simple random sampling didapatkan 24 subjek terbagi dalam 4 kelompok: (1.) Kontrol (-), tidak ada intervensi; (2.) Perlakuan 1, berkumur air rebusan daun Sirih (Piper betle L.)

25 %; (3) Perlakuan 2, berkumur air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) 50 %; (4.) Kontrol (+), menggunakan obat kumur merk Listerine. Pengukuran pH saliva dilakukan pre-test dan post-test menit ke 2, 6, dan 10. Analisis data dengan uji Kruskal Wallis dengan analisis post hoc Mann Whitney melalui program SPSS

17.0 for Windows.

Hasil Penelitian: (1) pH saliva terukur kedua kelompok Perlakuan meningkat secara bertahap saat pengukuran menit ke-6, lebih cepat dibandingkan Kontrol (-), (2) terdapat perbedaan yang bermakna pH saliva menit ke-6 antara kelompok Perlakuan 2 dengan Kontrol (-), (3) tidak ada perbedaan pH saliva akhir menit ke-

10 antara keempat kelompok.

Simpulan Penelitian: (1) Terdapat pengaruh penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) sebagai obat kumur terhadap perubahan pH saliva selama 6 menit pertama setelah diaplikasikan. (2) Penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) sebagai obat kumur mempercepat terjadinya peningkatan pH saliva setelah konsumsi karbohidrat.

Kata kunci : pH saliva, air rebusan daun Sirih (Piper betle L.), karies

Ula Firdausi, G0008179, 2011. The Effect of Boiled Water of Sirih’s Leaves (Piper betle Linn) as Mouthwash to the Salivary pH Change. Medical Faculty of

Sebelas Maret University Surakarta.

Objective: to know is there any effect the use of boiled water of sirih’s leaves (Piper betle L.) as mouthwash to the salivary pH Change.

Methods: experimental study with randomized Controlled Trial (RCT) design, conducted on July 2011 at Biological laboratory of Mathematics and Science Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. The subjects were the students of Medical Faculty of Sebelas Maret University class of 2008 by the criterias: (1.) available; (2.) men or women (who were not in menstrual period); (3.) between 18 - 24 years old; (4.) in good health condition; (5.) no caries, no inflammation, no pain, and no ulceration process among oral cavity; (6.) not a fixed orthodontic user; (7.) no smoker; (8.) during the last 48 hours not use: antibiotics, parasimpatomimetics, Asthma’s inhallation drugs, anti-convulsant, diuretics, anti- emetics, antihistamin, decongestant, methampethamine; (9.) not a Sjoergen Syndrome sufferer ; (10.) at least in the last 1 year period not accepting any radiation therapy of the head and neck cancer ; (11.) not suffering any systhemic diseases and or another periodontal diseases which could disturb the measurements. By simple random sampling were collected 24 samples which was divided into 4 groups: (1.) Control (-), no intervention; (2.) Treatment 1, gurgling boiled water of Sirih’s leaves (Piper betle L.) 25 %; (3.) Treatment 2, gurgling boiled water of Sirih’s leaves (Piper betle L.) 50 %; (4.) Control (+), using Listerine mouthwash solution. The measurement of salivary pH was done by pretest and postest in 2 nd , 6 th , and 10 th minute. The data analysis used Kruskal Wallis test by post hoc analysis Mann Whitney through SPSS 17.0 for Windows.

Results: (1.) salivary pH in both treatment groups has increased rapidly in the 6 th minute measurement; (2) there was significant differences of the 6 th minute measurement between Control (-) and Treatment 2, (3) there was no differences of terminal salivary pH between four groups in the 10 th minute measurement.

Conclusions: (1) There was significant effect in using boiled water of Sirih’s leaves (Piper betle L.) to the salivary pH change during the first 6 minute after aplication. (2) After consuming carbohidrate, using boiled water of Sirih’s leaves (Piper betle L.) salivary pH was increased faster than no treatment.

Key words: salivary pH, boiled water of Sirih’s leaves (Piper betle L.), caries

Alhamdulillah atas ridha Allah S.W.T akhirnya rangkaian penelitian skripsi “Pengaruh Penggunaan Air Rebusan Daun Sirih (Piper betle Linn) sebagai Obat Kumur terhadap Perubahan pH Saliva“ dapat diselesaikan. Penelitian singkat ini diselenggarakan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran dan didedikasikan sebagai pelengkap penelitian serupa dan diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi ilmu pengetahuan.

Dalam penyusunannya, skripsi ini telah mengajarkan dan membawa banyak hal baik dalam perjalanan hidup peneliti. Kesukarannya berbuah manis, dan pendakiannya membawa angin segar. Untuk itu perkenankan peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kebaikan hati beliau dan keluarga secara langsung maupun tidak langsung telah memudahkan dan menginspirasi penulis menuntaskan amanahnya di banyak tempat.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua beserta Tim Skripsi FK UNS (Mbak Eny dan Pak Nardi) atas bimbingannya.

3. Dr. Risya Cilmiaty AR, drg., M.Si., SpKG, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan memotivasi.

4. Dr. Pradipto Subiantoro, drg., SpBM selaku Pembimbing Pendamping yang telah memudahkan dan membawa solusi di saat genting.

5. Widia Susanti, drg., M.Kes, selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran dan motivasi untuk memperbaiki skripsi ini.

6. Vita Nirmala A., drg., SpPros., SpKG, selaku Anggota Penguji.

7. Bapak, Ibu, Mama, Papa, adik-adikku, Mas Nubli serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta doa untuk terselesaikannya skripsi ini.

8. Samsu, Teguh, Gilut Squad Panacea Squad sahabat sejati yang membersamai langsung dari dalam hati, selalu dan selamanya.

9. Saudara-saudariku seperjuangan di BEM FK UNS Kabinet Bersatu, Kabinet Bersinar dan seluruh organisasi mahasiswa di Fakultas atas bantuan dan kerjasama yang tidak akan terlupakan.

10. Teman-teman mahasiswa PD 2008 atas persahabatan, bantuan, keceriaan dan semangat yang selalu datang saat dibutuhkan.

11. Kaal, Kiil dan Zulaikha.

12. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Surakarta, 21 Desember 2011

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah kesehatan gigi dan mulut masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional tahun 2007, didapatkan bahwa prevalensi nasional penduduk yang mempunyai masalah gigi dan mulut adalah 23,4 % dan hanya terdapat 29,6 % di antaranya yang menerima perawatan dari tenaga kesehatan gigi. Keseluruhan perawatan gigi dan mulut yang diberikan antara lain adalah perawatan terhadap karies berupa penumpatan, pencabutan atau bedah gigi menempati peringkat kedua tertinggi yaitu sebesar 38,5 % (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2008).

Upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan berkumur. Berkumur dengan zat tertentu dapat merangsang laju aliran saliva secara mekanis dan kimiawi sehingga mampu mencegah karies melalui pembentukan pelapis email dan buffer saliva (Dawes, 2008) . Salah satu zat yang lazim digunakan masyarakat untuk berkumur adalah air rebusan daun Sirih (Piper betle L.).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa Sirih (Piper betle L.) memiliki efek bakterisid dan bakteriostatik terhadap Streptococcus mutans, bakteri yang berperan penting pada pembentukan karies (Astuti et al., 2007; Dhika et al.,

2007; Nalina et al., 2007). Sirih (Piper betle L.) mengandung chavichol, suatu derival fenol yang memiliki daya anti bakteri lima kali lebih kuat dari fenol sendiri (Pauli, 2002). Bersama dengan kandungan yang lain Sirih (Piper betle L.) mengintervensi bakteri dengan merusak struktur protein membran sel dan mengkondensasi nukleoid. Sirih (Piper betle L.) menunjukkan aktivitas bakteriostatik dengan mencegah perlekatan awal bakteri plak dan menghambat pembentukan glukan sehingga menciptakan lingkungan yang kurang kondusif bagi pertumbuhan bakteri (Nalina et al., 2007). Berkumur dengan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) juga menstimulasi laju aliran saliva secara mekanis dan kimiawi sehingga diharapkan mampu meningkatkan kapasistas buffer saliva. Keseluruhan aksinya tersebut bertujuan untuk mencegah pengasaman rongga mulut yang dapat mengakibatkan terlarutnya email, suatu awal terjadinya karies.

Sirih (Piper betle L.) merupakan tanaman perdu yang umum dijumpai di Indonesia. Efek bakterisid dan bakteriostatiknya telah banyak diteliti, namun potensinya sebagai obat kumur belum dijelaskan secara tuntas. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui efek langsung penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) sebagai obat kumur terhadap perubahan pH saliva dan manfaatnya bagi pencegahan karies yang murah dan aman.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) sebagai obat kumur terhadap perubahan pH saliva?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Dari penelitian ini dapat diketahui efektivitas penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) sebagai obat kumur yang murah bagi masyarakat dan bermanfaat bagi pencegahan karies.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L. ) pada perubahan pH saliva.

D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran dan penelitian lebih lanjut mengenai efek anti bakteri air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) dan penggunaannya dalam pencegahan karies gigi.

2. Aspek Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran dan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) sebagai obat kumur alternatif bagi masyarakat yang murah dan mudah digunakan.

A. Tinjauan Pustaka

1. Daun sirih (Piper betle L.)

Sirih (Piper betle L.) merupakan perdu asal India yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia dan lazim digunakan sebagai tanaman obat. Bagian tanaman yang digunakan umumnya adalah daun. Pemanfaatannya selain sebagai bahan antiseptik dan antimikroba juga untuk menghentikan pendarahan, sariawan, gatal dan sebagainya. Ekstrak daun Sirih juga digunakan sebagai obat kumur, obat batuk dan dipercaya dapat mengurangi bau nafas yang tidak sedap (Moeljanto et al., 2003).

a. Taksonomi

1) Klasifikasi ilmiah

P. Betle

Nama binomial

Piper betle L.

Nama latin

Piperbetie L.

Nama daerah

Sirih; Suruh

Gambar 1. Tanaman Sirih (Piper betle L.) (Moeljanto et al., 2003)

Tanaman Sirih (Piper betle L.) merupakan perdu yang hidup di tempat yang lembab, tumbuh merambat, batangnya berkayu, berbuku-buku, bersalur, dan berwarna hijau. Daunnya tunggal, bulat panjang, berwarna kuning kehijauan sampai hijau tua. Daun tua yang dipetik biasanya sudah selebar 10 cm dengan panjang 15 cm. Tanaman ini berbuah buni, bulat, berwarna hijau keabu-abuan (Moeljanto et al., 2003).

Sebanyak 30 % dari minyak atsiri terdiri dari derivat fenol, dengan bentuk khas yaitu chavichol yang memberikan aroma khas daun Sirih dan memiliki daya anti bakteri lima kali lebih kuat daripada fenol. Kandungan utamanya yang lain adalah derivat asam lemak dan asam lemak hidroksil. Kandungan daun Sirih yang lain yaitu eugenol, metil eugenol, karvakral, alil katekal, kalribetol, sineol, estragol, karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, tanin, gula, pati, dan asam amino (Moeljanto et al., 2003).

b. Aktivitas Anti bakteri Daun sirih (Piper betle L.)

Ekstrak daun Sirih (Piper betle L.) mengandung beberapa komponen utama yaitu asam lemak (3,77 % stearat dan 1,60 % palmitat), asam hydroxybenzeneasetat (3,96 %), dan ester asam lemak hidroksil (24,49 % stearat dan 14,71 % palmitat), 1,58 % myristic, dan hydroxychavicol , suatu derifat dari fenol dalam kadar yg paling dominan yakni sebesar 39,31 %. Hydrochavichol diketahui menunjukkan efek anti bakteri lima kali lebih kuat daripada fenol (Pauli, 2002). Kehadiran fenol yang merupakan senyawa toksik mengakibatkan struktur tiga dimensi protein terganggu dan terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Hal ini menyebabkan protein terdenaturasi. Deret asam amino Ekstrak daun Sirih (Piper betle L.) mengandung beberapa komponen utama yaitu asam lemak (3,77 % stearat dan 1,60 % palmitat), asam hydroxybenzeneasetat (3,96 %), dan ester asam lemak hidroksil (24,49 % stearat dan 14,71 % palmitat), 1,58 % myristic, dan hydroxychavicol , suatu derifat dari fenol dalam kadar yg paling dominan yakni sebesar 39,31 %. Hydrochavichol diketahui menunjukkan efek anti bakteri lima kali lebih kuat daripada fenol (Pauli, 2002). Kehadiran fenol yang merupakan senyawa toksik mengakibatkan struktur tiga dimensi protein terganggu dan terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Hal ini menyebabkan protein terdenaturasi. Deret asam amino

Asam lemak dapat berfungsi sebagai surfaktan anionic dan memilki efek anti bakteri dan anti fungal dalam pH rendah, dan secara selektif melawan bakteri gram positif dengan mempengaruhi struktur dan fungsi membran dan dinding sel bakteri. Mekanisme tersebut menjelaskan efek yang ditunjukkan oleh ekstrak Piper betle L. dalam mengurangi produksi asam dengan mempengaruhi ultastruktur Streptococcus mutans (bakterisid) (Marshall et al., 2000). Tampak pada pemberian ekstrak Piper betle L. material nukleoid Streptococcus mutans terkoagulasi menjadi benang padat dan destruksi membran plasma dan dinding dalam sel (Marshall et al., 2000).

Dalam kadar yang sama ditemukan bahwa pengurangan produksi asam sebanding dengan pengurangan laju pertumbuhan. Penghambatan produksi asam berkaitan dengan penghambatan proses glikolisis dan penghambatan proses glikolisis ini berarti juga menghambat produksi energi bakteri. Asam lemak berfungsi sebagai glikolitic enzyme yang merupakan salah satu faktor yang berkontribusi dalam efek bakteriostatik (Marshall et al., 2000).

Gugus hidrofobik dari asam lemak hidroksil menyebabkan gangguan struktur protein dan lemak membran sel. Hal ini menyebabkan dinding sel semakin permeabel sehingga mudah lisis.

Streptococcus sanguinis dan Actinomyces sp (Razak et al., 2003). Perlekatan koloni awal bakteri bertujuan mempersiapkan lingkungan yang lebih kondusif untuk perlekatan koloni selanjutnya. Ekstrak daun Sirih (Piper betle L.) juga menghambat aktivitas glucosyl transferase (GTF) (Nalita et al., 2006). Penghambatan tersebut akan berpengaruh pada pembentukan glukan dan pada akhirnya akan menciptakan lingkungan yang kurang kondusif bagi pertumbuhan Streptococcus mutans . Ekstrak daun Sirih (Piper betle L.) menunjukkan aktivitas anti

bakteri terhadap Streptococcus mutans dengan menghambat perlekatannya, menghambat pertumbuhannya, dan secara langsung berpengaruh pada ultrastruktur bakteri (Nalina et al., 2006).

2. Saliva

a. Produksi Saliva

Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor yaitu kelenjar parotis, submandibular dan sublingual. Saliva dihasilkan pula oleh kelenjar saliva minor yang duktusnya bermuara di seluruh mukosa mulut kecuali bagian dorsum lingua, anterior palatum durum, dan ginggivae (Dawes, 2007).

pelarut, anti bakteri, pengecapan dan pencernaan. Untuk dapat berfungsi dengan baik dibutuhkan volume dan kandungan saliva yang optimal

(Humprey et al., 2001; Angela, 2005; Dawes, 2008). Saliva berisi cairan crevicular gingival , leukosit, sel-sel epitel, mikroorganisme, sisa makanan, darah dan virus (Helmerhorst, 2007). Saliva juga mengandung protein, elektrolit dan small molecules. Konsentrasi kandungan saliva dipengaruhi oleh cadangan kelenjar, laju aliran, durasi stimulasi, ritme biologis, asal stimulasi, dan hormon (Dawes, 2004).

Salah satu fungsi penting saliva adalah perlindungan jaringan keras rongga mulut yaitu gigi. Gigi sering mengalami stres mekanis misalnya atrisi, abrasi dan erosi. Erosi pada permukaan gigi disebabkan oleh reaksi asam ekstrinsik. Asam ekstrinsik dapat berasal dari gastroesophageal reflux disorder , bulimia, minuman ringan yang ber-pH rendah, minuman olahraga, jus buah, wine, paparan uap asam di tempat kerja, aspirin, dan kolam renang yang tidak terklorinasi dengan baik (Zero, 2005).

Efek protektif saliva terhadap atrisi, abrasi dan erosi dicapai dengan pembentukan pelapis email. Pelapis email berfungsi sebagai lubrikan yang akan terus diperbarui dalam beberapa detik saat permukaan yang mengalami abrasi terpapar saliva (Dawes et al. , 2004)

Sebanyak 309 jenis protein telah teridentifikasi dalam saliva dan 130 di antaranya dibutuhkan dalam pembentukan pelapis email (Siqueira, Sebanyak 309 jenis protein telah teridentifikasi dalam saliva dan 130 di antaranya dibutuhkan dalam pembentukan pelapis email (Siqueira,

Mineral gigi tidak akan terlarut dalam saliva atau cairan plak, kecuali saliva ataupun plak mengalami pengasaman (Dawes, 2008). Salah satu cara saliva mempertahankan pH dan mencegah terjadinya pengasaman rongga mulut oleh produk bakteri adalah melalui buffer saliva. Komponen utama buffer saliva adalah bicarbonate, yang konsentrasinya berbanding lurus dengan laju aliran saliva dan hanya efektif pada laju aliran saliva yang tinggi. Agar terjadi peningkatan kapasitas buffer saliva maka dilakukan stimulasi laju aliran saliva. Stimulasi ini ditujukan pada kelenjar saliva mayor sebab sekresi kelenjar saliva minor tidak mengandung bikarbonat (Dawes, 2008).

Salah satu kandungan small molecules saliva adalah urea. Urea diuraikan oleh urease bakteri untuk membentuk amonia dan karbondioksida. Keberadaan amonia menyebabkan pH plak menjadi lebih tinggi daripada pada saliva tak terstimulasi (Dawes, 2008).

Konsentrasi elektrolit saliva berpengaruh pada fungsi protektif saliva terhadap jaringan keras dalam rongga mulut. Elektrolit utama pada saliva adalah natrium, kalium, kalsium, magnesium, chlorida, bicarbonate,

Konsentrasi kalsium dalam saliva lebih rendah dibandingkan plasma, sedangkan konsentrasi fosfatnya jauh lebih tinggi. Saliva juga sangat jenuh dengan hydroxyapatit, penyusun utama gigi. Supersaturasi saliva dibandingkan mineral gigi mengakibatkan sedikit saja perlunakan email akan diikuti dengan remineralisasi, khususnya bila terdapat fluoride (Zero, 2005). Melalui keseimbangan elektrolit ini pula saliva menjalankan fungsi lubrikasi mukosa oral. Selalu ada kecenderungan air dalam saliva diserap menembus mukosa oral sebab saliva lebih hipotonis dibandingkan plasma (Dawes, 2008).

c. Faktor yang Mempengaruhi pH Saliva

Email cenderung mengalami pelarutan saat pH saliva di sekelilingnya lebih rendah dari pH kritisnya (antara 5,5 - 6,5) (Dawes, 2003). Keadaan ini juga mungkin terjadi bila saturasi mineral saliva lebih rendah daripada saturasi mineral gigi (Dawes, 2003). Derajat keasaman (pH) saliva rata-rata adalah 6,8 (Roukema, 1993).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pH saliva di antaranya:

1) Irama circadian Pada keadaan istirahat atau segera setelah bangun, pH saliva meningkat dan kemudian turun kembali dengan cepat. Pada seperempat jam setelah makan (stimulasi mekanik), pH saliva juga tinggi dan turun kembali

2) Diet Diet kaya karbohidrat dapat menurunkan kapasitas buffer saliva, sedangkan diet kaya serat dan diet kaya protein mempunyai efek meningkatkan buffer saliva. Diet kaya karbohidrat meningkatkan metabolisme produksi asam oleh bakteri mulut, sedangkan protein sebagai sumber makanan bakteri, meningkatkan sekresi zat basa seperti amonia. Sepuluh menit setelah makan karbohidrat akan menghasilkan asam melalui proses glikolisis dan pH saliva akan menurun sampai mencapai pH kritis (5,5 - 5,2) dan untuk kembali normal dibutuhkan waktu 30 - 60 menit.

3) Perangsangan Laju Aliran Saliva Laju aliran saliva dipengaruhi berbagai faktor, yaitu derajat hidrasi tubuh, posisi tubuh, paparan cahaya, stimulasi, irama cicardian dan circannual, ukuran kelenjar, dan obat-obatan (Dawes, 2004). Saliva dapat distimulasi antara lain melalui rangsang mekanis, misalnya mengunyah makanan keras; k imiawi, oleh rangsang rasa seperti asam,

manis, asin, pahit, pedas; neuronal, melalui sistem saraf otonom; psikis, stres menghambat sekresi, ketegangan dan kemarahan dapat menstimulasi ;r angsang rasa sakit, radang, ginggivitis, dan protesa dapat menstimulasi. (Amerogen, 1991; Zero, 2005)

Dalam keadaan tidak terstimulasi aliran saliva 25 % Dalam keadaan tidak terstimulasi aliran saliva 25 %

Tanpa stimulasi, laju aliran saliva permenit sebanyak 0,3 - 0,4 mL dengan rentang nilai yang sangat lebar pada tiap orang. Selama tidur, laju aliran saliva sangat minimal, hingga dapat dikatakan tidak ada. Laju aliran saliva tak terstimulasi yang kurang dari 0,1 ml/menit dapat dikategorikan ke dalam keadaan hiposalivasi ( Zero, 2005) .

Selama pengunyahan makanan, laju aliran saliva berkisar antara 3,15 hingga 4,94 ml/menit dan penambahan 5 % citric acid melambungkannya hingga 7,07 ml/menit. Oleh sebab itu, stimulasi pengecapan jauh lebih efektif dibandingkan stimulasi saliva oleh pengunyahan saja ( Zero, 2005 ).

3. Karies

Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum. Karies ditandai dengan demineralisasi jaringan keras yang diikuti oleh kerusakan bahan organik gigi sehingga dapat menyebabkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan nyeri (Astuti, 2007). Demineralisasi adalah hilangnya sebagian atau seluruh mineral email karena larut dalam asam. Semakin rendah pH, semakin meningkatkan ion hidrogen yang merusak

bakteri. Karies adalah penyakit multifaktorial yang dipengaruhi bakteri kariogenik dan non-kariogenik, komponen saliva, dan diet karbohidrat yang dapat difermentasikan (sukrosa dan glukosa) (Astuti, 2007). Bakteri yang diketahui berperan penting dalam pembentukan karies adalah Streptococcus mutans . Bakteri ini menghasilkan bahan yang sangat asam dan memiliki kemampuan memproduksi glukan ekstraselular dari sukrosa yang dikatalis oleh glucosyl transferase (GTFs). Virulensinya berhubungan langsung dengan kemampuannya melekat dan menghasilkan produk asam dari proses glikolisis di dalam plak gigi.

Keterangan :

: Alur pengaruh daun Sirih (Piper betle L.) terhadap pH saliva

Chavichol

Daun Sirih (Piper betle L.)

Asam lemak

Denaturasi

protein membran

sel

Rangsang kimia berupa rasa pahit

Rangsang mekanis gerakan berkumur

Laju aliran saliva meningkat

Kapasitas buffer saliva meningkat

pH saliva meningkat

Kondensasi nukleoid

Menghambat

proses glikolisis

Menghambat pembentukan

glukan

Menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi pertumbuhan bakteri

Mecegah perlekatan bakteri awal plak

Asam lemak hidroksil

Menghambat produksi asam

Bakterisid terhadap Streptococcus mutans

Bakteriostatik terhadap Streptococcus mutans

sebagai obat kumur terhadap perubahan pH saliva.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan uji klinis acak terkontrol (Randomized Controlled Trial = RCT) (Murti, 2007).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2008 Universitas Sebelas Maret yang ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Bersedia menjadi subjek penelitian. 2. Laki laki atau perempuan yang tidak dalam masa haid. 3. Berusia antara 18 - 24 tahun (dewasa muda). 4. Keadaan umum baik. 5. Tidak ada gigi berlubang, tidak ada keluhan nyeri, radang, atau ulkus di rongga

mulut.

6. Bukan pengguna fixed orthodontic, sebab mengakibatkan akumulasi plak yang dapat meningkatkan jumlah dan perubahan komposisi mikroba (Carter, 2008).

7. Bukan perokok. Ditemukan bahwa aliran saliva lebih banyak pada perokok dibandingkan bukan perokok (Carter, 2008).

8. Selama 48 jam terakhir tidak sedang menggunakan obat yang mungkin dapat mengganggu hasil pemeriksaan (antibiotik dan parasimpatomimetik) dan yang dapat menyebabkan xerostomia (obat inhaler penderita asma, anti-konvulsan, diuretik, anti-emetik, antihistamin, dekongestan dan methampethamine).

9. Bukan penderita sjoergen syndrome . 10. Selama sedikitnya 1 tahun terakhir tidak menerima terapi radiasi kanker kepala leher. Faktor utama yang dapat menyebabkan penurunan laju aliran saliva adalah obat-obatan (khususnya multiple drug), sjoergen syndrome, dan radiasi kanker leher dan kepala (Turner, 2007).

11. Tidak menderita penyakit sistemik dan atau penyakit periodontal lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian misalnya diabetes melitus. Penderita penyakit sistemik seperti diabetes melitus (tipe 1) mengalami penurunan aliran saliva non-stimulasi sehingga kapasitas buffer saliva menurun dan pH salivanya rendah.

D. Besar Sampel dan Teknik Sampling

Pengambilan sampel dengan cara simple random sampling berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Di mana jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus Federer, yaitu:

Keterangan: k : jumlah kelompok n : jumlah sampel dalam tiap kelompok

(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) Dalam penelitian ini, subjek dibagi menjadi 4 kelompok sehingga berdasarkan rumus Federer didapatkan jumlah subjek masing-masing kelompok sebagai berikut:

(k-1) (n-1) ≥ 15 (4-1) (n-1) ≥ 15

3 (n-1) ≥ 15 3n ≥ 18

n ≥6 ó n≥6

Jadi, jumlah subjek untuk masing-masing kelompok pada penelitian ini minimal adalah 6 orang. Sehingga total subjek yang dibutuhkan adalah minimal 24 orang.

(k-1) (n-1) > 15

E. Rancangan Penelitian

Keterangan: S

: proses sampling secara random di antara populasi terjangkau berdasarkan kriteria. Subjek kemudian dibagi menjadi 4 kelompok:

K (-)

: kelompok Kontrol (-)

P1

: kelompok Perlakuan 1

P2

: kelompok Perlakuan 2

K (+)

: kelompok Kontrol (+)

Subjek datang ke Laboratorium tempat penelitian berombongan untuk pengambilan sampel saliva.

A : dengan panduan disclosing solution semua subjek diinstruksikan untuk menyikat gigi sebersih mungkin tanpa menggunakan pasta

K (-)

P1

K(+)

P2

B D1

D2

D(+)

gigi, kemudian menunggu 30 menit. B : pengambilan sampel saliva pre-test. C : subjek berkumur dengan larutan glukosa 10 % selama 20 detik. D1 : subjek berkumur dengan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.)

dengan konsentrasi 25 % selama 30 detik. D2 : subjek berkumur dengan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.)

dengan konsentrasi 50 % selama 30 detik. D (+) : subjek diinstruksikan berkumur dengan obat kumur standar yang beredar di pasaran merek Listerine selama 30 detik. O

: pengambilan sampel saliva post-test dilakukan 3x, yaitu menit ke-2,

menit ke-6, dan menit ke-10. E : analisis data dan penyusunan laporan akhir.

F. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) 2. Variabel Terikat

: derajat keasaman atau pH saliva.

3. Variabel luar a. Terkendali :

1) Waktu pengambilan saliva. 2) Cara pembuatan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.). 3) Rangsang mekanis dan kimiawi. 4) Umur 18 – 24 tahun.

5) Rangsang sakit. 6) Kebersihan mulut (plak gigi) 7) Cara penggunaan air rebusan.

b. Tak terkendali :

1) Kandungan air rebusan yang diaplikasikan. 2) Susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit dalam saliva. 3) Kekentalan saliva. 4) Kontaminasi udara pada air rebusan dan sampel saliva. 5) Diet

4. Variabel perancu (confounding factor) Variabel yang mungkin menjadi perancu dikendalikan dengan pembatasan kriteria pemilihan subjek dan metode penelitian.

G. Skala Variabel

1. Air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) : skala kategorikal 2. Derajat keasaman atau pH saliva.

: skala kontinyu

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas: Air Rebusan Daun Sirih (Piper betle L.)

Air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) adalah air hasil rebusan daun Sirih yang disaring dan dibuat dengan cara tertentu agar kandungannya tidak hilang. Penelitian ini menggunakan air rebusan dalam bentuk infusum dengan Air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) adalah air hasil rebusan daun Sirih yang disaring dan dibuat dengan cara tertentu agar kandungannya tidak hilang. Penelitian ini menggunakan air rebusan dalam bentuk infusum dengan

2. Variabel Terikat : pH Saliva

pH saliva adalah hasil pengukuran derajat keasaman sampel saliva dengan menggunakan alat dan cara tertentu. pH saliva menggambarkan seberapa asam cairan rongga mulut yang berkontak dengan jaringan keras yaitu gigi.

Pengukuran derajat keasaman atau pH saliva dimulai dengan pengumpulan sampel ke dalam tabung penampung dengan metode passive drolling . Selanjutnya pengukuran pH saliva dilakukan secara langsung (tanpa pengenceran) dengan pH meter Hanna dengan ketelitian 3 angka di belakang koma.

3. Variabel luar : a. Terkendali

1) Waktu pengambilan saliva Waktu pengambilan saliva disamakan untuk semua subjek antara pukul 09.00 - 16.00.

2) Cara pembuatan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) Air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) yang digunakan pada penelitian ini dibuat dengan metode dan takaran yang sama dan diaplikasikan sesegera mungkin setelah pembuatan agar tidak teroksidasi (ditandai dengan perubahan warna menjadi kecoklatan). Sebanyak 25 gram daun Sirih (Piper betle L.) yang sudah dicuci bersih dirajang dan dimasukkan ke dalam wadah bertutup berupa kaca, porselen, atau panci yang dicat dan ditambahkan air sebanyak 100 ml. Wadah ini kemudian dimasukkan ke dalam penangas air berupa wadah yang lebih besar yang berisi air yang sedang mendidih di atas kompor. Waktu 15 menit dihitung sejak panci kecil dimasukkan ke dalam air mendidih. Cara ini digunakan untuk mendapatkan infusum dengan konsentrasi 25 % dengan volume 100 ml. Jika volume yang didapat setelah pemanasan kurang dari 100 ml, dapat ditambahkan air panas. Sediaan kemudian diletakkan dalam pot penampung bertutup dan dibiarkan dingin dalam suhu ruangan.

3) Rangsang mekanis dan kimiawi Pada penelitian ini upaya menyamakan perangsangan saliva dilakukan dengan menggosok gigi sebelum tanpa pasta gigi dengan durasi yang sama dilanjutkan dengan berkumur dengan sirup gula dengan konsentrasi dan durasi yang sama.

4) Umur Umur subjek adalah 18 - 24 tahun (dewasa muda).

5) Rangsang sakit Subjek dipilih yang tidak ada gigi berlubang, tidak ada keluhan nyeri, radang, atau ulkus pada rongga mulut.

6) Kebersihan mulut (plak gigi) Pengecekan plak gigi dilakukan dengan menggunakan disclosing solution. Subjek diinstruksikan menyikat giginya sebersih mungkin dengan sikat gigi tanpa pasta gigi sampai tidak ada lagi plak yang tertinggal.

7) Cara penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) Penggunaan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) diseragamkan dengan cara dikumur dalam waktu 30 detik.

b. Tak terkendali

1) Kandungan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) yang diaplikasikan. 2) Susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit dalam saliva

Jumlah elektrolit dalam ludah berbeda pada masing-masing subjek dan hal ini dapat mempengaruhi perubahan pH saliva.

3) Kekentalan saliva Kekentalan (viskositas) saliva masing-masing subjek yang berbeda- beda mempengaruhi perubahan pH saliva.

4) Kontaminasi udara pada sampel saliva dan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.). Udara sering kali bercampur dengan zat organik dan anorganik dan dapat mempengaruhi pH saliva.

5) Diet Jenis dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi masing- masing subjek setiap hari.

I. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

a. Pot penampung air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) b. Pot penampung saliva c. Set penangas air d. Kompor e. Gelas ukur f. Baker glass g. Kapas dan tissue h. pH meter i. Jam tangan/Stopwacth

j. Sikat gigi k. Saringan l. Timbangan

2. Bahan

a. Saliva b. Air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) c. Aquadest/air distilasi d. Air larutan gula pasir 10 % e. Disclosing solution

J. Cara Kerja

1. Penjaringan subjek Penjaringan subjek yang sesuai kriteria dilakukan dengan metode simple random sampling dilanjutkan dengan wawancara. Dari daftar Nomor Induk Mahasiswa (NIM) angkatan 2008 dipilih 24 orang subjek menggunakan tabel random. Subjek yang memenuhi kriteria dibagi menjadi 4 kelompok secara random dan diminta datang pada waktu yang telah disepakati di laboratorium. 2. Persiapan laboratorium, bahan, dan alat. Dimulai dengan membuat infusum dengan dosis yang sesuai, perjanjian akses laboratorium dan pengecekan alat. 3. Kedatangan subjek ke lokasi. Subjek datang ke lokasi penelitian secara berombongan dan sesampainya di lokasi segera menerima penjelasan yang lebih rinci mengenai teknis jalannya penelitian dan dipastikan telah mengisi lembar persetujuan.

4. Persiapan subjek. Subjek diinstruksikan untuk menyikat gigi tanpa pasta gigi sampai bersih dan dicek menggunakan disclosing solution lalu menunggu selama 30 menit. Makan dan minum tidak diizinkan selama penelitian ini. 5. Pengambilan sampel saliva pre-test

Metode pengumpulan saliva yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode passive drool, yaitu dengan cara mengalirkan saliva secara pasif dari mulut ke dalam wadah kecil (Gambar 2). Metode ini adalah metode yang paling efektif, sering digunakan dan sangat direkomendasikan karena telah diterima oleh banyak peneliti (Haroen, 2002). Beberapa metode pengumpulan saliva yang lain misalnya spitting, suction dan absorben.

Subjek diminta untuk berdiri tegak lurus lantai, tenang dan berkumur dengan air distilasi sebanyak 5 ml selama 30 detik. Kepala harus sedikit menunduk, condong ke depan dan mulut harus tetap terbuka dan biarkan saliva mengalir pada pot penampung. Pada akhir pengumpulan saliva, sisa saliva pada mulut harus diludahkan ke dalam pot penampung (Haroen, 2002). Untuk menjaga akurasi alat pH meter, dilakukan dengan cara dicuci menggunakan akuades lalu dikeringkan memakai tissue.

Gambar 2. Pengumpulan sampel saliva metode passive droll (Haroen, 2002)

6. Aplikasi bahan baku glukosa. Subjek berkumur dengan larutan gula pasir 10 % selama 20 detik. 7. Pemberian perlakuan sesuai kelompok.

Kelompok Kontrol (-) : diam menunggu menutup mulut dan tidak

diintervensi apapun.

Kelompok Perlakuan 1 : subjek diinstruksikan berkumur dengan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) dengan konsentrasi 25 % selama 30 detik.

Kelompok Perlakuan 2 : subjek diinstruksikan berkumur dengan air rebusan daun Sirih (Piper betle L.) dengan konsentrasi 50 % selama 30 detik.

Kelompok Kontrol (+) : subjek diinstruksikan berkumur dengan obat kumur standar yang beredar di pasaran merek Listerine selama 30 detik.

8. Pengambilan sampel saliva post-test. Dilakukan tiga kali, yaitu menit ke-2, menit ke-6, dan menit ke-10.

9. Analisis data dan penyusunan laporan akhir.

K. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS 17.0 for Windows dengan uji Kruskal Wallis sebagai uji non-parametric yang sesuai dari uji parametric One Way ANOVA. Kemudian dilanjutkan dengan analisis post hoc dengan uji Mann Whitney.

A. Karakteristik Subjek

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret angkatan 2008 laki-laki dan perempuan yang memenuhi kriteria. Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19 - 29 Juli tahun 2011 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sebelas Maret. Subjek yang berhasil dikumpulkan berjumlah 33 orang, yang memenuhi kriteria 24 orang terbagi rata dalam 4 kelompok. Jumlah ini sudah memenuhi syarat jumlah sampel minimal, yakni 6 orang tiap kelompok.

Distribusi jenis kelamin subjek pada tiap kelompok disajikan dalam tabel

1. Tampak dalam tabel tersebut pada kelompok Kontrol (-) subjek laki-laki berjumlah dua orang; perempuan empat orang, pada kelompok Perlakuan 1 subjek laki-laki berjumlah tiga orang; perempuan tiga orang, kelompok Perlakuan 2 subjek laki-laki berjumlah empat orang; perempuan dua orang, dan pada kelompok Kontrol (+) subjek laki-laki berjumlah empat orang; perempuan dua orang. Jumlah keseluruhan subjek laki-laki pada penelitian ini adalah empat belas orang dan jumlah subjek perempuan dua puluh orang. Proporsi masing- masing jenis kelamin dalam tiap kelompok maupun total subjek tidak sama.

Kelompok Subjek

Jenis Kelamin

P= 10 L=14

Perbedaan distribusi jenis kelamin sebagaimana tampak dalam Tabel 1 tidak berpengaruh terhadap hasil pengukuran pH saliva. Hal ini sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 2 yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada pengukuran pH saliva pre-test antara kelompok jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Kelp

Jenis Kelamin

Nama

pH Pre-test

pH Pre-test

Rerata /kelp

Naf 7,009 7,086 Ira 6,739 Muh

Ten 7,241 6,647 Teg

p = 0,885 (p > 0,05)

B. Hasil Pengukuran

Pengkuran pH Saliva secara umum dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran pH saliva pre-test dan pengukuran pH saliva post-test. Pengukuran pH saliva post-test adalah pengukuran pH saliva setelah perlakuan dan dilakukan tiga kali yaitu pada menit ke-2, menit ke-6, dan menit ke-10.

Analisis data penelitian dilakukan pada rerata pH saliva tiap pengukuran pada masing-masing kelompok serta selisih perubahan pH saliva antarpengukuran.

Tabel 3. Data Hasil Pengukuran pH Saliva Kelompok Kontrol (-) No.

Subjek

Pengukuran Menit ke- Pre-test

Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Selisih pH Saliva Kelompok Kontrol (-)

No. Subjek

Selisih pH Saliva Menit ke-

0,300 -0,313 Min

-0,272 -1,111 Max

Ditampilkan dalam Tabel 3 dan Tabel 4 rerata hasil pengukuran pH saliva kelompok Kontrol (-) yang dilakukan saat pre-test, menit ke-2, dan menit ke-6 berturut-turut 6,796; 6,545; 6,405 mengalami rerata penurunan pH saliva sebesar 0,251 poin antara pre-test hingga menit ke-2 dan sebesar 0,140 poin antara menit ke-6 dan menit ke-10. Rerata pH saliva kemudian Ditampilkan dalam Tabel 3 dan Tabel 4 rerata hasil pengukuran pH saliva kelompok Kontrol (-) yang dilakukan saat pre-test, menit ke-2, dan menit ke-6 berturut-turut 6,796; 6,545; 6,405 mengalami rerata penurunan pH saliva sebesar 0,251 poin antara pre-test hingga menit ke-2 dan sebesar 0,140 poin antara menit ke-6 dan menit ke-10. Rerata pH saliva kemudian

Rerata pH Saliva

Gambar 3. Grafik Perubahan Rerata pH Saliva Kelompok Kontrol (-)

2. Hasil Pengukuran PH Saliva Kelompok Perlakuan 1

Tabel 5 dan Tabel 6 berikut ini menunjukkan adanya penurunan rerata hasil pengukuran pH saliva kelompok Perlakuan 1 sebesar 0,244 poin dari pre-test 7,075 menjadi 6,830 pada menit ke-2. Kemudian naik 0,075 poin pada pengukuran menit ke-6 dan ke-10 menjadi 6,906. Peningkatan ini terus terjadi antara menit ke-6 dan ke-10 sebesar 0,104 poin menjadi 7,010. Perubahan reata pH paling besar terjadi antara pre-test hingga menit ke-2 yakni sebesar 0,244 poin. Secara ringkas perubahan rerata pH saliva dari waktu ke waktu umtuk kelompok Perlakuan 1 dapat dilihat dalam gambar 4.

No. Subjek

Pengukuran Menit ke-

Tabel 6. Data Hasil Pengukuran Perubahan pH Saliva Kelompok Perlakuan 1

No. Subjek

Perubahan pH Saliva Menit ke-

-0,169 -0,065 Min

-0,438 -0,293 Max

Rerata pH saliva Rerata pH saliva

Tabel 7. Data Hasil Pengukuran pH Saliva Kelompok Perlakuan 2

No. Subjek

Pengukuran Menit ke-

Tabel 8. Data Hasil Pengukuran Perubahan pH Saliva Kelompok Perlakuan 2

No. Subjek

Perubahan pH Saliva Menit ke-

Pre-test

Pre-test

Pre-test –10

1. May

2. Nur

3. Sya

4. Afa

5. Kha

6. Tri

Mean

-0,051 Min

Rerata pH Saliva

Gambar 5. Grafik Perubahan Rerata pH Saliva Kelompok Perlakuan 2

4. Hasil Pengukuran pH Saliva Kelompok Kontrol (+)

Tabel 9. Data Hasil Pengukuran pH Saliva Kelompok Kontrol (+)

No. Subjek

Pengukuran Menit ke-

Pre-test

1. Yon

2. Muh

3. Ber

4. Dwi

5. Ten

6. Teg

Mean

Min

Max

No .

Subjek

Perubahan pH Saliva Menit ke-

Ditampilkan pada tabel 9 dan 10 terdapat peningkatan rerata pH saliva kelompok Kontrol (+) sebesar 0,295 poin dari 6,951 menjadi 7,246 antara pre-test hingga menit ke-2. Peningkatan terus terjadi hingga antara menit ke-

6 hingga menit ke-10, terjadi penurunan sebesar 0,086 poin. Didapatkan rerata perubahan pH saliva dari pre-test hingga menit ke-10 naik sebesar 0,210 poin. Secara sederhana perubahan pH saliva kelompok Kontrol (+) ditampilkan dalam Gambar 6.

Rerata pH Saliva

Gambar 6. Grafik Perubahan Rerata pH Saliva Kelompok Kontrol (+) Gambar 6. Grafik Perubahan Rerata pH Saliva Kelompok Kontrol (+)

Tabel 11. Ringkasan Hasil Analisis Statistik Pengukuran pH Saliva

Menit ke-

Kruskal Wallis

Mann Whitney

Pre- test

p = 0,199 tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,045 terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,262

tidak terdapat perbedaan

(p > 0,05)

p = 0,078

tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,016

terdapat perbedaan

yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,631

tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,150 tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,055 tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,01 terdapat

perbedaan yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,055

tidak terdapat perbedaan

(p > 0,05)

p = 0,010

terdapat perbedaan

yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,006

terdapat perbedaan

yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,873

tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,109 tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,150 tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

10 p = 0,054 tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

Tabel 11 menampilkan hasil uji Kruskal wallis untuk pengukuran pH saliva pre-test dan menit ke-10 dengan angka kemaknaan masing-masing p = 0,199 (p > 0,05) ; dan p = 0,054 (p > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa untuk pengukuran pH saliva periode waktu tersebut tidak terdapat perbedaan pH saliva yang bermakna antara keempat kelompok.

Tabel 11 juga menampilkan bahwa dari uji Kruskal wallis data pengukuran Tabel 11 juga menampilkan bahwa dari uji Kruskal wallis data pengukuran

Sebagaimana ditampilkan pada tabel 11 dari uji analisis post hoc hasil pengukuran pH saliva menit ke-6, didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok Kontrol (-) dan kelompok Perlakuan 2. Sebagai penguat kesahihan pengukuran didapatkan nilai kemaknaan p = 0,016 (p < 0,05) dan p = 0,006 (p < 0,05) untuk perbandingan hasil pengukuran kelompok Kontrol (-) dan Kontrol (+) menit ke-6 dan ke-10.

Tabel 12. Ringkasan Hasil Analisis Statistik Selisih pH Saliva

Perubahan pH Menit ke-

Kruskal

wallis

Mann Whitney

terdapat perbedaan

yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,873

tidak terdapat perbedaan

(p > 0,05)

p = 0,688

tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,006

terdapat perbedaan

yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,749

tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,055 tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,025 terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05)

2-6

P = 0,717 , tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

6 - 10

P = 0,374 , tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

0-6

p = 0,009

terdapat perbedaan

yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,025

terdapat perbedaan

yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,037

terdapat perbedaan

yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,522

tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,749

tidak terdapat perbedaan (p > 0,05)

p = 0,010 terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05)

p = 0,016 terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05) p = 0,016 terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05)

Ditampilkan dalam Tabel 12 didapatkan perbedaan bermakna dengan nilai p = 0,038 (p < 0,05) dan p = 0,009 (p < 0,05) untuk selisih pH saliva pre-test hingga menit ke-2 dan selisih pH total antara pre-test hingga menit ke-6.

Setelah dilakukan uji post hoc Mann Whitney untuk selisih pH saliva pre- test dan menit ke-2, didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok Kontrol (-) dan Kontrol (+) p = 0,006 (p < 0,05) serta antara kelompok Perlakuan

2 dan Kontrol (+) p = 0,025 (p < 0,05). Uji post hoc Mann Whitney untuk selisih pH saliva pre-test dan menit ke-

6, didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok Kontrol (-) dan Perlakuan

1 p = 0,025 (p < 0,05); Kontrol (-) dan Perlakuan 2 p = 0,037 (p < 0,05); Perlakuan 1 dan Kontrol (+) p = 0,01 (p < 0,05); serta dari Perlakuan 2 dan Kontrol (+) p = 0,015 (p < 0,05).

BAB V PEMBAHASAN

Daun Sirih (Piper betle L.) memiliki efek bakterisid dan bakteriostatik terhadap Streptococcus mutans (Marshall et al., 2000; Pauli, 2002; Nalina et al., 2006, Dhika

et al., 2007). Penggunaan daun Sirih (Piper betle L.) sebagai obat kumur selain