PREFORMULASI DAN UJI TOKSISITAS AKUT MgAl HIDROTALSIT HASIL SINTESIS DARI BRINE WATER SEBAGAI SEDIAAN ANTASIDA
SEBAGAI SEDIAAN ANTASIDA
Disusun oleh : Muriah Dwi Budiarti
M0307057
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PREFORMULASI DAN UJI TOKSISITAS AKUT Mg/Al HIDROTALSIT HASIL SINTESIS DARI BRINE WATER SEBAGAI SEDIAAN ANTASIDA” ini adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juli 2012
Muriah Dwi Budiarti
HIDROTALSIT HASIL SINTESIS DARI BRINE WATER SEBAGAI SEDIAAN ANTASIDA MURIAH DWI BUDIARTI
Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang preformulasi dan uji toksisitas akut Mg/Al hidrotalsit dari brine water sebagai sediaan antasida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi kimia fisika, kapasitas penetralan asam dan potensi toksisitas akut dari Mg/Al hidrotalsit. Mg/Al hidrotalsit dengan anion karbonat disintesis dengan perbandingan mol Mg/Al = 2 ꞉1 pada temperatur 70 ºC, pH 10 selama 1 jam.
Karakterisasi material hasil sintesis menggunakan XRD menunjukkan basal spacing d 003 7,78 Å yang merupakan Mg/Al hidrotalsit dengan anion antar lapis karbonat. Hasil karakterisasi FTIR yang menunjukkan adanya gugus hidroksil pada bilangan gelombang sekitar 3471 cm -1 dan gugus karbonat pada 1369 cm -1 . Puncak endotermis TG/DTA menunjukkan pelepasan gugus hidroksil pada suhu 235 ºC dan gugus karbonat pada suhu 420 ºC. Luas permukaan 43,104
m 2 /g dengan rata-rata jari pori 85,841 Å. Hasil penelitian menunjukkan berat jenis nyata 1,09 g/mL, berat jenis benar 1,82 g/mL, berat jenis mampat 1,49 g/mL, porositas 40%, kompresibilitas 27,15%, faktor hausner 1,37, kelarutan dari pH 1 sampai pH 3 yaitu 45,2%; 9,3%; 7,8%; dan kadar air 16,01%. Uji kapasitas
penetralan asam pada tiga fraksi H 1 (100 mesh), H 2 (150 mesh), H 3 (180 mesh) diperoleh 7,33; 8,20; 8,15 mEq. Uji toksisitas akut menunjukkan harga LC 50 >
1000 µg/mL, menandakan Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis tidak bersifat toksik.
Kata kunci ꞉ Mg/Al hidrotalsit, brine water, preformulasi, antasida, kapasitas penetralan asam (KPA), toksisitas.
TOXICITY OF Mg/Al HYDROTALCITE FROM BRINE WATER AS ANTACID DOSAGE MURIAH DWI BUDIARTI
Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty
Sebelas Maret University
ABSTRACT
The research of preformulation and determination acute toxicity Mg/Al hydrotalcite from brine water and its potential as material antacid dosage has done. This research aims to synthesize Mg/Al hydrotalcite from brine water and do a characterization chemical physic to determine the characteristic of Mg/Al hydrotalcite as antacid dosage. Mg/Al hydrotalcite with carbonate anion synthesized with mole ratio of Mg/Al = 2/1 at a temperature of 70 ºC, pH 10 for 1 hour.
Characteristic of material synthesized with XRD showed basal spacing
d 003 7,78 Å which indicate of Mg/Al hydrotalcite with interlayer carbonate anion. While the presence of functional group is verified by FTIR indicated hydroxyl groups at wave number 3471 cm -1 and the carbonate group at 1369 cm -1 . Endothermic of TG/DTA showed the release of the hydroxyl group at 235 ºC and
carbonate at 420 ºC. surface area of Mg/Al hydrotalcite as 43.104 m 2 /g with pore
radius 85.841 Å. Preformulation showed true density 1.82 g/mL, bulk density 1.09 g/mL, tapped density 1.49 g/mL, porosity 40%, hausner factor 1.37, compressibility 27.15%, moisture content 16.01% and solubility at pH 1= 45.2%, pH 2 = 9.3%, pH 3 = 7.8%. Acid Neutralizing Capacity (ANC) test on three
fraction H 1 (100 mesh), H 2 (150 mesh), H 3 (180 mesh) showed 7.33, 8.20, 8.15 mEq. Determination acute toxicity showed value LC 50 > 1000 µg/mL indicating that Mg/Al hydrotalcite has not toxic.
Key words ꞉ Mg/Al hydrotalcite, brine water, preformulation, antacid, acid neutralizing capacity, toxicity
“ Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar” (Q.S. Al Baqoroh : 153)
“Kita dilahirkan dengan otak yang dilindungi oleh tulang tengkorak. Meski tampak sangat miskin, tapi sesungguhnya kita kaya karena tidak ada seorangpun yang dapat mencuri otak kita” (Author Unknown)
“Tidak ada seorangpun dapat kembali ke masa lalu untuk membuat suatu awal yang baru. Namun, setiap orang dapat memulai saat ini untuk membuat suatu akhir yang baru” (Author Unknown)
“Dan setangkai daun yang terjatuh pun sudah tertulis dalam takdir-Nya, maka percayalah bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah yang terbaik meskipun bukan yang terindah”
(Author Unknown)
“Jarak paling dekat antara problem dengan solusi adalah sejauh jarak
antara lutut dengan lantai untuk bersujud” (Author Unkown)
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamiin, segala puji bagi Allah SWT untuk setiap langkah yang telah terlampaui. Karya kecilku ini adalah sebuah
persembahan sederhana untuk :
Bapak & Ibu tercinta
Yang tak pernah lelah mencurahkan kasih sayang, do’a dan segala perjuangan mulia yang tanpa pamrih. Semoga aku bisa seperti yang Bapak Ibu harapkan. Amiin.
Keluarga kecilku
Suamiku yang selalu membuatku tersenyum bahagia dan memberiku semangat saatku lelah, untuk Brilliandika Rafa Kharismaputra yang selalu aku cintai dan aku banggakan.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugrah yang tak pernah berhenti. Segala pujian kepadaNya yang telah mengaruniakan keselamatan kepada kita hingga akhir jaman.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali bantuan, bimbingan, arahan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Ari Handoko, Ph.D., Dekan FMIPA UNS Surakarta.
2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, Msi., Ketua Jurusan Kimia FMIPA serta pembimbing I atas bantuan, arahan dan kesabarannya dalam membimbing penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi FMIPA UNS dan sebagai pembimbing II .
4. Bapak I.F. Nurcahyo, MSi., Dosen Pembimbing Akademik dan Ketua Laboratorium Kimia Dasar.
5. Seluruh Dosen di Jurusan Kimia, FMIPA UNS yang ikut membantu dalam menyusun skripsi ini.
6. Semua teman-teman kimia, dan pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang membangun bagi kesempurnaan laporan penelitian ini. Penulis berharap semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Juli 2012
Muriah Dwi Budiarti
impulan ..................................................................................................
B. ......................................................................................................... Sar an ...........................................................................................................
49 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan komposisi kimia air laut dan brine water ................
7 Tabel 2. Gugus fungsi Mg/Al hidrotalsit ....................................................
13 Tabel 3. Nilai refleksi bidang Mg/Al hidrotalsit .........................................
33 Tabel 4. Tabulasi gugus fungsi Mg/Al hidrotalsit .......................................
34 Tabel 5. Data analisa luas permukaan Mg/Al hidrotalsit ............................
36 Tabel 6. Preformulasi Mg/Al hidrotalsit sediaan farmasi ............................
Tabel 7. Pengaruh variasi konsentrasi Mg/Al hidrotalsit terhadap
larva Artemia Salina Leach ......................................................................
45 Tabel 8. Nilai KPA Mg/Al hidrotalsit ........................................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur skematis senyawa serupa hidrotalsit ............................
8 Gambar 2. Struktur skematis senyawa hidrotalsit .......................................
Gambar 3. Difraktogram XRD Mg/Al hidrotalsit komersial
(Sharma et al., 2008) ...........................................................................
12 Gambar 4. Termogram Mg/Al hidrotalsit (Yang et al., 2007)......................
14 Gambar 5. Morfologi nauplius ...................................................................
Gambar 6. Difraktogam Mg/Al hidrotalsit (a) hasil sintesis
(b) bahan baku farmasi ........................................................................
Gambar 7. Spektra FTIR Mg/Al hidrotalsit (a) hasil sintesis
(b) farmasi bahan baku farmasi.............................................................
35 Gambar 8. Termogram TG/DTA Mg/Al hidrotalsit bahan baku farmasi .....
38 Gambar 9. Termogram TG/DTA Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis ...............
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil AAS brine water ........................................................
57 Lampiran 2. Hasil AAS starting solution ................................................
58 Lampiran 3. Perhitungan sintesis Mg/Al hidrotalsit ................................
59 Lampiran 4. Skema pengendapan ion kalsium dari brine water ...............
61 Lampiran 5. Skema sintesis hidrotalsit dari brine water ..........................
62 Lampiran 6. Skema aplikasi Mg/Al hidrotalsit ........................................
63 Lampiran 7. Penentuan berat jenis nyata .................................................
65 Lampiran 8. Penentuan berat jenis benar .................................................
66 Lampiran 9. Penentuan berat jenis mampat .............................................
67 Lampiran 10. Penentuan porositas ..........................................................
68 Lampiran 11. Penentuan faktor hausner ..................................................
68 Lampiran 12. Penentuan kompresibilitas ................................................
69 Lampiran 13. Penentuan kadar air ...........................................................
69 Lampiran 14. Kelarutan ..........................................................................
70 Lampiran 15. Data JCPDS Mg/Al hidrotalsit ..........................................
Lampiran 16. Perbandingan harga d sampel Mg/Al hidrotalsit bahan baku
farmasi dengan data JCPDS Mg/Al hidrotalsit ..............................
Lampiran 17. Perbandingan harga d sampel Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis
dengan data JCPDS Mg/Al hidrotalsit ..........................................
Lampiran 18. Spektra FTIR Mg/Al hidrotalsit bahan baku farmasi .....................
Lampiran 19. Spektra FTIR Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis ...............................
78 Lampiran 21. Data luas area permukaan Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis .................................................................................
81 Lampiran 22. Termogram TG/DTA Mg/Al hidrotalsit bahan baku farmasi..................................................................................
84 Lampiran 23. Termogram TG/DTA Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis ..................................................................................
85
Lampiran 24. Perhitungan kapasitas penetralan asam KPA .................................
86
Lampiran 25. Spesifikasi Artemia Salina Leach .................................................
87
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Kegunaan air dalam proses industri sangat banyak selain sebagai bahan baku pada industri air minum dan pemutar turbin pada pembangkit listrik, juga sebagai alat bantu utama dalam kerja pada proses industri. PLTU dapat mengolah air laut menjadi air baku produksi. Setiap PLTU dalam operasionalnya akan banyak menggunakan air proses yang bersih (service water) dan air demin (demin water). Dalam memenuhi kebutuhan air yang relatif besar ini, PLTU menyediakan unit desalinasi. Dalam proses desalinasi, komposisi kimia air laut (sebelum desalinasi) dan komposisi brine water adalah sama, perbedaanya hanya pada konsentrasi dari komposisi kimia air laut dan brine water (Heraldy, 2012).
Usaha pemanfaatan kandungan logam alkali tanah berkonsentrasi tinggi yang terdapat dalam brine water belum banyak dilakukan. Berdasarkan penelitian (Kameda et al., 2000) brine water dapat disintesis menjadi hidrotalsit sehingga diperoleh produk yang lebih bermanfaat. Kelompok penelitian (Kameda et al., 2000) telah berhasil membuat hidrotalsit dari magnesium yang berasal dari laut. Dalam pembuatan Mg/Al hidrotalsit tersebut, Kameda menggunakan air laut
buatan (artificial seawater) yang mengandung senyawa utama NaCl, Na 2 SO 4 ,
MgCl 2 dan CaCl 2 . Hidrotalsit terdiri dari tumpukan lapisan-lapisan hidroksida dari magnesium dan aluminium yang bermuatan positif sehingga membutuhkan anion diantara lapisan tersebut (anion interlayer) untuk menyeimbangkan muatannya MgCl 2 dan CaCl 2 . Hidrotalsit terdiri dari tumpukan lapisan-lapisan hidroksida dari magnesium dan aluminium yang bermuatan positif sehingga membutuhkan anion diantara lapisan tersebut (anion interlayer) untuk menyeimbangkan muatannya
Mg 6 Al l2 (OH) 16 (CO 3 ).4H 2 O yang merupakan turunan dari senyawa brucite Mg(OH) 2 . Senyawa tersebut terdiri dari penata lapisan berbentuk heksagonal dengan sisi oktahedral yang diisi oleh kation magnesium untuk setiap 2 lapis hidroksida. Struktur oktahedral Mg 2+ dan Al 3+ yang sisinya saling berbagi akan membentuk lembaran-lembaran (sheets) yang tak terbatas. Lembaran-lembaran ini akan bertumpuk satu sama lain dan terikat dengan ikatan yang lemah melalui ikatan hidrogen (Vaccari, 1998; Kovanda et al., 2005). Lapisan-lapisan ini kemudian akan menjadi positif sehingga diperlukan anion-anion penyeimbang di daerah antarlapis.
Mg/Al hidrotalsit telah dikenal sebagai salah satu mineral yang menarik, prospektif dan menjanjikan karena dapat disintesis dengan mudah serta berguna dalam berbagai aplikasi (Tong et al., 2003). Senyawa hidrotalsit sekarang ini telah banyak dikembangkan karena potensi yang dimilikinya baik untuk adsorben (Wright, 2002; Heraldy et al., 2011), penukar ion (Miyata, 1983), sebagai katalis (Kishore and Kannan, 2002; 2004), bahan penstabil untuk formulasi obat-obatan dan kosmetika (Xu et al., 2001) dan bahan pengontrol keluarnya bahan aktif dalam obat (drug release control) (Ambrogi et al., 2001; Nakayama et al., 2003).
Sebagai bahan baku obat dalam industri farmasi (Hussein et al., 2009), maka hidrotalsit hasil sintesis harus melewati berbagai macam pengujian antara lain uji preformulasi meliputi pengujian berat jenis nyata, berat jenis mampat, berat jenis benar, kelarutan, penentuan pH, kadar air (Anonim, 1995); Uji toksisitas akut terhadap larva Artemia Salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (Meyer, 1982; Carballo et al., 2002); dan uji penentuan kapasitas penetralan asam (Gunawan, 2008; Sari, 2012). Pengujian tersebut dibandingkan dengan hidrotalsit bahan baku farmasi.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah 1. Identifikasi Masalah
Rasio mol Mg/Al secara khas berada pada kisaran antara 2,0 sampai 3,7 (Kameda et al., 2000). Menurut Heraldy (2010) kemurnian senyawa Mg/Al hidrotalsit akan semakin tinggi dengan semakin berkurangnya nilai rasio mol Mg/Al. Kemudian berdasarkan penelitian sebelumnya, kondisi optimum untuk sintesis Mg/Al hidrotalsit dicapai dengan rasio Mg/Al = 2,0 (Prasasti, 2008).
Beberapa faktor dalam sintesis hidrotalsit dapat mempengaruhi hasil sintesis seperti suhu, waktu maupun pH pada saat sintesis (Oh et al., 2002). Menurut de Roy (2001), Mg/Al hidrotalsit terkristalisasi dengan baik pada pH 8- 10,5 sementara Kameda (2000) yang telah membuat Mg/Al hidrotalsit dari magnesium yang berasal dari air laut tiruan (artificial seawater) memperoleh kondisi optimum pada pemanasan suhu 60 o
C, pH 10 selama 1 jam. Kemudian
Savitri (2008) pada sintesis Mg/Al hidrotalsit memperoleh kondisi optimum pada pH 10,5 dan temperatur sintesis 70 ºC.
Dalam membuat suatu bahan menjadi sediaan farmasi diperlukan tahap- tahap proses yang meliputi preformulasi, formulasi dan proses pengontrolan. Sebagai tahapan awal (preformulasi), dapat dilakukan karakterisasi kimia fisika terhadap bahan sediaan farmasi untuk mengetahui karakteristik bahan tersebut sebagai sediaan farmasi sehingga dapat digunakan pertimbangan formulator dalam merancang formulasi obat untuk mencapai hasil yang diinginkan (Ogungbenle, 2009).
Dalam menentukan efektivitas sediaan antasida dilakukan uji kapasitas penetralan asam (KPA), dengan berbagai variasi distribusi ukuran partikel. Toksisitas terdiri dari tiga macam yaitu toksisitas akut, toksisitas subakut atau subkronis dan toksisitas kronis. Uji toksisitas akut menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST), dimana larva Artemia salina Leach sebagai hewan ujinya.
Sintesis dan karakterisasi hidrotalsit dari brine water dan kemampuannya sebagai sediaan antasida masalah dibatasi untuk:
a. Brine water diperoleh dari PLTU Tanjung Jati B, Jepara, Jawa Tengah
yang merupakan limbah hasil dari proses desalinasi.
b. Melakukan sintesis senyawa Mg/Al hidrotalsit dari brine water, proses
sintesis dilakukan pada pH ± 10 dan temperatur ± 70 ˚C.
c. Melakukan pengendapan ion Ca 2+ karena memiliki pengaruh besar
sebagai pengotor pada sintesis Mg/Al hidrotalsit.
d. Rasio mol yang digunakan dalam sintesis Mg/Al hidrotalsit dari brine
water adalah 2:1
e. Preformulasi Mg/Al hidrotalsit sebagai bahan sediaan farmasi meliputi beberapa pengujian yaitu pemerian, berat jenis nyata, berat jenis benar, berat jenis mampat, pH, kadar air dan kelarutan.
f. Kriteria inklusi larva Artemia salina berumur 48 jam, dengan waktu pengujian selama 24 jam dan kriteria eksklusi larva tidak menunjukkan pergerakan selama beberapa detik saat pengamatan.
g. Rentang distribusi partikel yang digunakan adalah H 1 (100 mesh), H 2
(150 mesh), H 3 (180 mesh).
h. Uji preformulasi dan kapasitas penetralan asam Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis dibandingkan dengan Mg/Al hidrotalsit bahan baku farmasi.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana hasil karakterisasi dan preformulasi Mg/Al hidrotalsit hasil
sintesis dan Mg/Al hidrotalsit bahan baku farmasi?
b. Bagaimana perbandingan nilai Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis dengan Mg/Al hidrotalsit bahan baku farmasi? b. Bagaimana perbandingan nilai Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis dengan Mg/Al hidrotalsit bahan baku farmasi?
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui bagaimana hasil karakterisasi dan preformulasi Mg/Al
Hidrotalsit hasil sintesis dan Mg/Al hidrotalsit bahan baku farmasi.
b. Mengetahui perbandingan nilai Kapasitas Penetralan Asam Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis dengan Mg/Al hidrotalsit bahan baku farmasi.
c. Mengetahui apakah kandungan senyawa Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis mempunyai potensi toksisitas akut terhadap larva Artemia Salina Leach
D. Manfaat Penelitian
a. Segi teoritis, diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang hidrotalsit dalam bidang farmasi dan bidang lain, serta referensi bagi penelitian selanjutnya.
b. Segi praktis, memberikan informasi mengenai potensi hidrotalsit sebagai bahan sediaan farmasi dan sebagai alternatif pemanfaatan limbah hasil proses desalinasi.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Brine water
Brine water merupakan air dengan larutan garam jenuh, air ini diperoleh dari hasil samping desalinasi air laut. Desalinasi adalah proses yang menghilangkan kadar garam berlebih dalam air (laut) untuk mendapatkan air yang layak konsumsi. Dalam memenuhi kebutuhan air yang relatif besar ini, PLTU menyediakan unit desalinasi. Dalam proses desalinasi, komposisi kimia air laut (sebelum desalinasi) dan komposisi brine water adalah sama, perbedaanya hanya pada konsentrasi dari komposisi kimia air laut dan brine water (Heraldy, 2012).
Komposisi kimia brine water hasil desalinasi tergantung komposisi kimia air lautnya. Dalam 1000 gram air laut, selain dengan jumlah sebanyak 965 gram (96,5%), mengandung juga beberapa komponen garam-garam terlarut (salinitas) sebanyak 35 gram (3,5%). Lebih dari 99% adanya salinitas ini karena keberadaan enam ion utama dalam air laut, yaitu: ion klorida (Cl - ), ion natrium (Na + ), ion
sulfat (SO 4 2- ), ion magnesium (Mg 2+ ), ion kalsium (Ca 2+ ) dan ion kalium (K + ). (Anderson, 2003) Komposisi kimia air laut tiruan (artificial seawater) hampir sama dengan komposisi kimia air laut murni (natural seawater). Formula yang dikemukakan oleh Lyman dan Fleming (1940) adalah salah satu formula yang paling sering digunakan dalam penggunaan air laut tiruan. Sintesis brine water tiruan dibuat sulfat (SO 4 2- ), ion magnesium (Mg 2+ ), ion kalsium (Ca 2+ ) dan ion kalium (K + ). (Anderson, 2003) Komposisi kimia air laut tiruan (artificial seawater) hampir sama dengan komposisi kimia air laut murni (natural seawater). Formula yang dikemukakan oleh Lyman dan Fleming (1940) adalah salah satu formula yang paling sering digunakan dalam penggunaan air laut tiruan. Sintesis brine water tiruan dibuat
Sintesis hidrotalsit dari brine water telah dilakukan Kameda dan kelompok penelitiannya (2000) membuat Mg/Al HTLc yang berasal dari brine water tiruan (artificial seawater). Sintesis ini diawali dengan membuat larutan awal (starting solution) dengan cara menghilangkan ion kalsium terlebih dahulu. Menurut Kameda apabila ion kalsium dalam air laut tidak dihilangkan terlebih dahulu, ion kalsium akan mengendap bersama hidrotalsit sebagai pengotor. Berikut perbandingan komposisi kimia antara air laut dengan brine water yang tercantum pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Perbandingan Komposisi Kimia Air Laut Dan Brine Water
(Heraldy et. al., 2011)
Ion
Komposisi kimia (mgL -1 ) Air laut
Brine Water
Kalium (K + ) Natrium
Klorida (Cl - )
Sulfat (SO 4 2- )
a) Struktur dan Sifat Hidrotalsit a) Struktur dan Sifat Hidrotalsit
[Mg 2+ 1-x Al 3+ x (OH) 2 ] b+ [A n- ] b/n .mH 2 O dimana M 2+ dan M 3+ adalah kation divalen dan trivalen yang menyusun sisi oktahedral pada lapisan hidroksidanya. Nilai x pada umumnya berkisar antara 0,17 hingga 0,33. Simbol A n- merupakan anion yang mengisi interlayer yang disebabkan oleh adanya muatan positif pada permukaan hidrotalsit. Muatan positif pada permukaan ini ditimbulkan oleh adanya substitusi anion divalen oleh anion trivalen yang sering disebut sebagai substitusi isomorphous.
Muatan pada permukaan dinyatakan sebagai b dan m sebagai jumlah molekul air pada interlayernya (Hickey et al., 2000). Struktur senyawa hidrotalsit dapat dilihat dalam Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Struktur skematis senyawa serupa hidrotalsit
(Palmer et al., 2009)
Menurut Jaubertie (2006) material hidrotalsit yang dikenal luas adalah Mg 6 Al l2 (OH) 16 (CO 3 ).4H 2 O yang merupakan turunan dari senyawa brucite Mg(OH) 2 . Senyawa tersebut terdiri dari penata lapisan berbentuk heksagonal dengan sisi oktahedral yang diisi oleh kation magnesium untuk setiap 2 lapis hidroksida. Struktur oktahedral Mg 2+ dan Al 3+ yang sisinya saling berbagi akan membentuk lembaran-lembaran (sheets) yang tak terbatas. Lembaran- lembaran ini akan bertumpuk satu sama lain dan terikat dengan ikatan yang lemah melalui ikatan hidrogen (Vaccari, 1998; Kovanda et al., 2005).
anion penyeimbang di daerah antarlapis untuk menghasilkan muatan listrik yang netral. Gambar skematis struktur lapisan hidroksida dalam senyawa hidrotalsit yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur lapisan hidroksida senyawa hidrotalsit (Palmer et al., 2009)
Kation divalen dan trivalen yang digunakan dalam pembuatan hidrotalsit tidak terbatas pada satu macam kation saja. Kation divalen (M 2+ ) yang digunakan dapat berupa Mg 2+ , Mn 2+ , Fe 2+ , Co 2+ , Ni 2+ , Cu 2+ , Zn 2+ , dan kation trivalen (M 3+ ) dapat berupa Al 3+ , Cr 3+ , Mn 3+ , Fe 3+ , Co 3+ , La 3+ , dan
Ce 3+ . Oleh karena itu, sangat mungkin untuk mensintesis hidrotalsit yang terdiri dari tiga atau lebih kation pada bidang lapisnya. Pemasukan anion-anion lain (halida, anion kompleks, anion organik, dan lain-lain) juga sangat mungkin terjadi. Di samping itu anion yang terdapat pada bidang lapis hidrotalsit juga dapat tergantikan oleh anion-anion lain. Kemudahan anion penyeimbang dalam interlayer hidrotalsit untuk dipertukarkan dengan anion lain maka memungkinkan hidrotalsit sebagai penukar ion.
Anion dan air terletak secara acak pada daerah interlayer dan bebas bergerak dengan memutus ikatan hidrogen dan membentuk kembali ikatan hidrogen yang lain seperti pada air sehingga mudah dipertukarkan tanpa
merusak struktur hidrotasit. Pada hidrotalsit dengan CO 3 2- sebagai anion penyeimbang, gugus hidroksi dapat berikatan dengan CO 3 2- secara langsung atau melalui perantara air dengan membentuk jembatan hidrogen (Cavani et al., 1991)
Keistimewaan hidrotalsit tidak hanya pada kemampuannya sebagai penukar ion dan luas permukaannya yang tinggi, namun juga karena sifat Keistimewaan hidrotalsit tidak hanya pada kemampuannya sebagai penukar ion dan luas permukaannya yang tinggi, namun juga karena sifat
b) Metode Sintesis Hidrotalsit
Hidrotalsit secara alami dapat terbentuk di alam, akan tetapi jarang ditemukan. Untungnya, hidrotalsit dapat disintesis dengan mudah di dalam skala laboratorium (Wright, 2002). Ada beberapa metode dalam sintesis hidrotalsit yang telah dikembangkan sesuai dengan tujuannya. Metode yang paling umum digunakan adalah metode kopresipitasi. Pada metode ini, campuran larutan yang mengandung kation divalen dan kation trivalen yang ditambahkan anion ke dalamnya digunakan sebagai prekursor. Anion antarlapisnya bisa ditambahkan secara langsung.
Metode kopresipitasi ini dilakukan dengan cara mengendapkan kedua logam atau lebih dan memisahkan endapannya dibawah kondisi lewat jenuh (Trifiro dan Vaccari, 1996). Kondisi lewat jenuh dapat dicapai dengan mengontrol pH larutan. Pengaturan pH untuk menentukan kopresipitasi kation-kation logam yang berbeda dapat dilakukan dengan cara titrasi.
Metode titrasi dapat dilakukan melalui peningkatan pH (penambahan suatu larutan basa kedalam campuran larutan garam) atau melalui penurunan pH (penambahan suatu campuran larutan garam kepada larutan basa). Kelemahan metode ini adalah sering terbentuknya fasa padatan lain disamping pembentukan fasa padatan hidrotalsit sendiri, terkait dengan adanya pengendapan terlebih dahulu logam hidroksida yang kelarutannya lebih rendah daripada pengendapan hidrotalsit.
c) Aplikasi Hidrotalsit
Hidrotalsit telah banyak dikembangkan dan diaplikasikan dalam berbagai bidang diantaranya sebagai adsorben, penukar ion, stabilizer, katalis dan pengemban katalis dan sebagainya (Kloprogge et al., 2004).
digunakan sebagai bahan penstabil (stabilizer) untuk formulasi obat-obatan dan kosmetika (Xu et al., 2001; Ooishi et al., 1993; Ueno and Kubota, 1987) serta sebagai bahan pengontrol keluarnya bahan aktif dalam obat (drug release control) (Ambrogi et al., 2001, 2002, 2003 ; Nakayama et al., 2003). Kemudian Roto (2007) telah mempelajari bahwa layered double hydroxides (LDH) merupakan material host untuk bahan UV aktif p-aminobenzoic acid (PABA). LDH yang terinterkalasi senyawa aktif p-aminobenzoic acid (PABA) menghasilkan kombinasi senyawa LDH-PABA. Material tersebut memiliki kemampuan yang tinggi sebagai sun protection factor (SPF) yang melindungi kulit akibat pengaruh radiasi sinar UV dari sinar matahari. Menurut Carretero and Pozo (2010), hidrotalsit adalah salah satu dari 30 mineral yang biasa digunakan sebagai eksipien dan bahan aktif.
3. Karakterisasi dan Analisis Hidrotalsit
a) Analisis logam dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al., 2000).
Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %). Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %). Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga
b) Analisis Struktur Dengan X-Ray Difractometer (XRD)
Dalam mengetahui kritalinitas suatu zat padat, instrumen yang biasa digunakan adalah X-Ray difraction (XRD). Setiap kristal mempunyai harga d maka jenis kristalnya dapat diketahui. Referensi harga d dan intensitas suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint Commite on Power Difraction Standars (JCPDS) yang bersumber dari International Centre For Difraction
Data (West, 1992). Hidrotalsit dengan anion antar lapis berupa CO 3 2- dicirikan oleh harga d sekitar 7,80 Å. Perincian ini disebutkan pula dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Kloprogge (2002).
Penelitian Rhee dan Kang (2002) mendapatkan Mg/Al hidrotalsit dengan rasio 4, 3, dan 2 dengan nilai d 7,90; 7,82; 7,65 Å. Nilai d menurun dengan meningkatnya kandungan Al. Penelitian Alnavis (2010) pada difraktogram XRD memiliki tinggi puncak dengan intensitas tertinggi yaitu pada harga 2 Ѳ sebesar 11,66˚; 23,45˚; dan 34,57˚ yang merupakan karakter pada senyawa hidrotalsit. Profil difraktogram dari senyawa hidrotalsit ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Difraktogram XRD Mg/Al hidrotalsit komersial
(Sharma et al., 2008)
Menurut Sharma (2008) Kristalinitas menurun dengan meningkatnya rasio mol Mg/Al. Presentase kandungan senyawa dalam sampel diketahui dengan membandingkan intensitas puncak difraksi karena intensitas tersebut sebanding dengan fraksi senyawa dalam sampel (Willard et al., 1988).
c) Analisis Gugus Fungsi Dengan Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR)
Spektrofotometri Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75–1.000 µm atau pada Bilangan Gelombang 13.000–10 cm -1 . Para ahli kimia telah memetakan ribuan spektrum infra merah dan menentukan panjang gelombang absorbsi masing-masing gugus fungsi.
Johnson dan Glasser (2003) telah melaporkan adanya puncak-puncak yang khas dari vibrasi gugus-gugus fungsi pada senyawa hidrotalsit. Puncak pada bilangan gelombang 3400 cm -1 menunjukkan vibrasi ulur OH, 1400 cm -1
menunjukkan vibrasi ulur asimetris CO 3 , 800 cm -1 menunjukkan deformasi luar bidang CO 3 , sementara pada bilangan gelombang 600-400 cm -1 menunjukkan vibrasi ulur M-Al-O dan vibrasi ulur serta tekuk dari M-O dengan M adalah logam. Referensi gugus-gugus fungsi yang ada dalam senyawa hidrotalsit dapat dilihat pada Tabel 2 :
Tabel 2. Gugus-gugus fungsi Mg/Al hidrotalsit Gugus Fungsi
Bilangan Gelombang (cm -1 )
Uluran OH dan M-O
3400-3500 a,b
Tekukan OH
1650 d
Uluran simetris O=C-O
1385 a,c
Uluran asimetris O=C-O
1500,5 c
Tekukan O=C-O
650 a
Uluran Mg-O dan Al-O
400-600 a (2 puncak)
Sumber : a Kannan (1995) dalam Johnson and Glasser (2003),
b Bhaumik, et. al. (2004), c Di Cosimo, et. al. (1998), d Yang et. al. (2007)
Analisis termal adalah pengukuran sifat fisika dan kimia sebagai fungsi temperatur (Skoog et al., 1997). Ada dua teknik utama dalam analisis yaitu Thermogravimetric Analyzer (TG) yang secara otomatis mencatat perubahan sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu dan Differential Thermal Analyzer (DTA) yang mengukur perbedaan temperatur antara sampel dan material pembanding inert sebagai fungsi temperatur. Oleh karena itu, DTA mendeteksi perubahan pada kandungan panasnya. Dalam prakteknya analisis termal ini meliputi entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisisen ekspansi termal.
Peristiwa yang terjadi dalam sampel yaitu eksotermis dan endotermis. Kedua peristiwa ini ditampilkan dalam bentuk termogram differensial sebagai puncak maksimum dan minimum. Puncak maksimum menunjukkan peristiwa eksotermis dimana panas akan dilepaskan oleh sampel. Puncak minimum menunjukan peristiwa endotermis dimana terjadi penyerapan panas oleh sampel.
Gambar 4. Termogram Hidrotalsit (Yang et al., 2007) Dalam termogram pada Gambar 4 puncak endotermis pada suhu sekitar 80 ºC sampai 250 ºC mengindikasikan tahap dehidrasi, kemudian pada suhu 260 ºC sampai 600 ºC berhubungan dengan tahap dehidroksilasi dan reaksi dekabonasi (Yang et al., 2007). Termogram hidrotalsit mempunyai Gambar 4. Termogram Hidrotalsit (Yang et al., 2007) Dalam termogram pada Gambar 4 puncak endotermis pada suhu sekitar 80 ºC sampai 250 ºC mengindikasikan tahap dehidrasi, kemudian pada suhu 260 ºC sampai 600 ºC berhubungan dengan tahap dehidroksilasi dan reaksi dekabonasi (Yang et al., 2007). Termogram hidrotalsit mempunyai
e) Analisis Luas Permukaan Dengan Surface Area Analyzer (SAA)
Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat utama dalam karakterisasi material. Alat ini khususnya berfungsi untuk menentukan luas permukaan material, distribusi pori dari material dan isotherm adsorpsi suatu gas pada suatu bahan.
Alat ini prinsip kerjanya menggunakan mekanisme adsorpsi gas, umumnya nitrogen, argon dan helium, pada permukaan suatu bahan padat yang akan dikarakterisasi pada suhu konstan biasanya suhu didih dari gas tersebut. Alat tersebut pada dasarnya hanya mengukur jumlah gas yang dapat diserap oleh suatu permukaan padatan pada tekanan dan suhu tertentu. Secara sederhana, jika kita mengetahui berapa volume gas spesifik yang dapat diserap oleh suatu permukaan padatan pada suhu dan tekanan tertentu dan kita mengetahui secara teoritis luas permukaan dari satu molekul gas yang diserap, maka luas permukaan total padatan tersebut dapat dihitung.
4. Preformulasi Mg/Al Hidrotalsit
Preformulasi bahan sediaan farmasi bertujuan untuk mengetahui data-data karakteristik bahan obat yang dapat dijadikan pertimbangan formulator dalam merancang formulasi obat untuk mencapai hasil yang diinginkan (Ogungbenle, 2009). Preformulasi tersebut antara lain ꞉
a. Berat Jenis
Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara massa bahan (g) terhadap volumenya (mL), sehingga satuan berat jenis gram per milliliter (g/mL) . Menurut Wicaksono (2010) dengan mengetahui berat jenis maka dapat mengetahui karakterisasi dari sifat alir suatu material. Karakterisasi sifat Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara massa bahan (g) terhadap volumenya (mL), sehingga satuan berat jenis gram per milliliter (g/mL) . Menurut Wicaksono (2010) dengan mengetahui berat jenis maka dapat mengetahui karakterisasi dari sifat alir suatu material. Karakterisasi sifat
b. Sifat Alir
Secara umum, untuk partikel yang ekidimensional (teratur), semakin besar diameter maka sifat alir semakin baik. Sifat alir terbaik terjadi pada diameter optimum partikel. Pada umumnya semakin bulat maka sifat alir semakin baik. Semakin tidak beraturan maka sifat alir semakin buruk. Tekstur semakin halus maka semakin kecil gaya gesek antar partikel sehingga semakin mudah mengalir, dan sebaliknya. Semakin besar porositas maka semakin kecil kontak antar partikel maka kecepatan alir akan semakin baik. Pada kondisi kandungan lembab yang tinggi ikatan antar partikel akan lebih kuat, karena luas kontak antar permukaan serbuk naik. Apabila gaya tarik antar partikel serbuk semakin kuat, maka serbuk akan semakin sukar mengalir (Martin et al., 1993). Sifat alir dari suatu serbuk dan granulat dapat diperbaiki dengan penambahan bahan pelincir yang dapat menurunkan gesekan partikel (Voigt, 1994).
c. pH
Reaksi penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H + ) atau basa (OH - ) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi (Ansel, 1989). Hidrotalsit sebagai sediaan antasida bersifat basa Reaksi penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H + ) atau basa (OH - ) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi (Ansel, 1989). Hidrotalsit sebagai sediaan antasida bersifat basa
d. Kadar Air
Pengukuran kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan, dimana nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurniaan dan kontaminasi. Salah satu cara untuk mengetahui kadar air suatu bahan padat adalah dengan perhitungan menggunakan data berdasarkan bobot keringnya. Angka hasil perhitungan ini dianggap sebagai kadar air atau kandungan lembab.
e. Kelarutan
Dalam bidang farmasi, pengetahuan mengenai kecepatan disolusi atau kelarutan sangat diperlukan untuk membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian (Ansel, 1989). Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya dan proses pelarutannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasi sediaannya. Salah satu sifat zat aktif yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan, karena pada umumnya zat baru diabsorpsi setelah terlarut dalam cairan saluraan cerna (Martin et al., 1993).
5. Uji Toksisitas
Toksisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan. Toksisitas merupakan suatu sifat relatif dari zat kimia dan sejauh menyangkut diri manusia secara langsung atau tidak langsung. Toksisitas selalu menunjukkan ke suatu efek berbahaya atas mekanisme biologi tertentu. Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam membandingkan suatu zat kimia lebih toksik dari zat kimia lainnya. Perbandingan antara zat kimia seperti itu sangat tidak informatif, kecuali jika pernyataan itu melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga Toksisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan. Toksisitas merupakan suatu sifat relatif dari zat kimia dan sejauh menyangkut diri manusia secara langsung atau tidak langsung. Toksisitas selalu menunjukkan ke suatu efek berbahaya atas mekanisme biologi tertentu. Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam membandingkan suatu zat kimia lebih toksik dari zat kimia lainnya. Perbandingan antara zat kimia seperti itu sangat tidak informatif, kecuali jika pernyataan itu melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga
Dalam meneliti berbagai macam efek yang berhubungan dengan masa inkubasi, uji toksikologi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Uji Toksisitas Akut. Uji ini dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi dalam masa inkubasi dengan waktu yang singkat 24 jam, kecuali pada kasus tertentu selama 7-14 hari.
2. Uji Toksisitas Subkronis atau Subakut, dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji tersebut secara berulang-ulang terhadap hewan uji selama kurang dari 3 bulan.
3. Uji Toksisitas Kronis, dilakukan dengan memberikan zat kimia secara berulang-ulang pada hewan uji selama lebih dari 3 bulan atau sebagian besar dari hidupnya. Kematian merupakan salah satu diantara beberapa kriteria toksisitas. Salah
satu caranya ialah menggunakan senyawa dengan dosis maksimal, kemudian kematian hewan uji dicatat. Angka kematian hewan dihitung sebagai sebagai
harga median Lethal Dose (LD 50 ) atau median Lethal Concentration (LC 50 ). Penggolongan toksisitas atas dasar jumlah besarnya zat kimia yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya. Suatu contoh penggolongan tersebut yaitu:
1) Luar biasa toksik (1 mg/Kg atau kurang).
2) Sangat toksik (1-59 mg/Kg).
3) Cukup (50-500 mg/Kg).
4) Sedikit (0,5-5 g/Kg).
5) Praktis tidak toksik (5-15 g/Kg).
6) Relatif kurang berbahaya lebih dari 15 g/Kg Penggolongan ini hanya berlaku untuk harga LD 50 pada hewan percobaan
untuk harga LC 50 hanya dibedakan menjadi:
1) Toksik (LC 50 < 1000 μg/mL)
Artemia Salina Leach
Artemia adalah sejenis udang primitif, hewan ini digunakan sebagai uji dalam metode BST. Pada mulanya Artemia salina Leach ini mempunyai nama spesies Cancer Salinus Linnaeus. Kemudian pada tahun 1819 diubah menjadi Artemia salina oleh Leach. Artemia diperdagangkan dalam bentuk telur istirahat yang disebut dengan kista, berbentuk bulat-bulatan kecil berdiameter antara 200- 350 mikron dengan warna kelabu kecoklatan.
Artemia yang baru menetas disebut nauplius. Nauplius yang baru menetas berwarna orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron, dan berat 0.002 mg. Ukuran-ukuran tersebut sangat bervariasi tergantung strainnya.
Artemia banyak ditemukan didanau-danau yang kadar garamnya sangat tinggi sehingga disebut juga dengan brine shrimp. Pertumbuhan biomassa artemia yang baik membutuhkan kadar garam antara 30-50 permil pada kisaran suhu 25-
30 ºC. Akan tetapi kista yang kering sangat tahan terhadap suhu ekstrem dari -273 ºC hingga 100 ºC.
Gambar 5. Morfologi Nauplius (Isnansetyo, 1995 dalam Mutia, 2010 ) Artemia termasuk hewan euroksibion yaitu hewan yang mempunyai kisaran toleransi yang lebar akan kandungan oksigen, pada kandungan oksigen 1 mg/L Artemia masih dapat bertahan. Artemia bersifat omnivora atau pemakan segala. Makanannya berupa plankton, detritus, dan partikel-partikel halus yang Gambar 5. Morfologi Nauplius (Isnansetyo, 1995 dalam Mutia, 2010 ) Artemia termasuk hewan euroksibion yaitu hewan yang mempunyai kisaran toleransi yang lebar akan kandungan oksigen, pada kandungan oksigen 1 mg/L Artemia masih dapat bertahan. Artemia bersifat omnivora atau pemakan segala. Makanannya berupa plankton, detritus, dan partikel-partikel halus yang
Artemia menjadi dewasa setelah umur 14 hari. Artemia dewasa ini biasa menghasilkan telur sebanyak 50-300 butir setiap 4-5 hari sekali. Apalagi bila kondisi lingkungan memungkinkan untuk melakukan perkawinan ovovivipar. Perkembangbiakan secara ovovivipar ini biasa menghasilkan individu baru dalam waktu yang relatif lebih cepat sehingga jumlah nauplius yang dihasilkan seoleh setiap induk bisa lebih banyak. Umur maksimal Artemia sekitar 6 bulan, tetapi karena Artemia dapat melakukan perkembangbiakan dengan dua cara, maka memungkinkan organisme ini bertahan hidup sepanjang masa. Dalam keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, induk Artemia mungkin mati, tetapi siste atau telur yang dihasilkan dari perkawinan akan berkembang sebagai generasi penerus (Mutia, 2010)
6. Metode Brine Shrimp Lethaly Test
Metode uji Brine Shrimp lethaly Test (BST) diperkenalkan oleh Meyer pada tahun 1982 yang digunakan untuk memantau adanya aktifitas farmakologi (terutama anti kanker). Metode ini menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai hewan coba. Uji toksisitas dengan metode BST ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat setelah pemberian dosis uji. Prosedurnya dengan menentukan nilai LC 50 dari aktivitas komponen aktif senyawa terhadap larva Artemia salina Leach.
Metode BST ini mempunyai keunggulan: waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, praktis, tidak memerlukan teknik aseptis, tidak memerlukan perawatan khusus, menggunakan sampel relatif sedikit, tidak memerlukan serum hewan, hasil uji berkorelasi baik dengan beberapa metode uji sitotoksik. Prinsip Metode BST ini mempunyai keunggulan: waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, praktis, tidak memerlukan teknik aseptis, tidak memerlukan perawatan khusus, menggunakan sampel relatif sedikit, tidak memerlukan serum hewan, hasil uji berkorelasi baik dengan beberapa metode uji sitotoksik. Prinsip
7. Kapasitas Penetralan Asam
Secara alami lambung memproduksi suatu asam yang disebut asam klorida (HCl) yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan protein. Asam ini secara alami mengakibatkan kondisi isi perut menjadi asam, yakni antara kisaran PH 2-3. Apabila kadar asam yang dihasilkan oleh lambung terlalu banyak maka mekanisme perlindungan ini tidak terlalu kuat terhadap kerja asam lambung sehingga mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tersebut dan menghasilkan gejala seperti rasa sakit pada perut dan ulu hati terasa terbakar.
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga efektifitasnya bergantung pada kapasitas penetralan dari antasida tersebut. Kapasitas Penetralan Asam (dalam miliequivalen) adalah mEq HCl yang dibutuhkan untuk mempertahankan suspensi antasida pada pH 3,5 selama 10 menit secara in vitro. Peningkatan pH cairan gastric dari 1,3 ke 2,3 terjadi penetralan sebesar 90% dan peningkatan ke pH 3,3 terjadi penetralan sebesar 99% asam lambung. Antasida dapat meningkatkan pH cairan lambung sampai pH 4, dan menghambat aktifitas proteolitik dari pepsin. Antasida tidak melapisi dinding mukosa namun memiliki efek adstringen. Secara kimia antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung membentuk garam dan air.
Beberapa jenis antasida tersebut memiliki perbedaan terutama dalam efek menetralkan asam lambung, istilah yang dipakai untuk menjelaskan hal ini adalah ANC (antacid neutralizing capacity). ANC disajikan dalam bentuk perbandingan mEq, dan FDA mengklasifikasikan per dosis antasida harus punya efek menetralkan asam sebesar ≥ 5 mEq per dosisnya.
B. Kerangka Pemikiran
Hidrotalsit jarang ditemukan di alam akan tetapi mempunyai potensi untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut. Sintesis hidrotalsit sangat mungkin dilakukan dengan cara mengupayakan terjadinya tumpukan lapisan campuran Hidrotalsit jarang ditemukan di alam akan tetapi mempunyai potensi untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut. Sintesis hidrotalsit sangat mungkin dilakukan dengan cara mengupayakan terjadinya tumpukan lapisan campuran