ANALISIS DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENU-BENUA KOTA KENDARI TAHUN 2017

ANALISIS DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENU-BENUA KOTA KENDARI TAHUN 2017

Rifka Ekariyani Darwis 1 Ruslan Majid 2 Ainurafiq 3

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo 123

rifkaekariyani@gmail.com 1 rus.majid@yahoo.com 2 izainurafiq@gmail.com 3

ABSTRAK

Gizi kurang adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Balita yang mengalami gizi kurang memiliki tingkat morbiditas lebih tinggi dari berbagai penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan riwayat BBLR, riwayat pemberian ASI eksklusif, riwayat penyakit infeksi, pendapatan ekonomi keluarga dan pola asuh makan terhadap kejadian gizi kurang pada balita usia 12-

59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari 2017. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian epidemiologi analitik observasional dengan desain case control dan prosedur non matching. Populasi dalam penelitian ini 2.427 balita dengan jumlah sampel sebanyak 40 kasus dan 40 kontrol, pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 7 kali lebih besar menderita gizi kurang dibandingkan balita dengan riwayat BBLN (OR= 7,400; 95%CI= 1,939 – 28,245; P-value = 0,003). Tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian ASI eksklusif, riwayat penyakit infeksi, pendapatan ekonomi keluarga dan pola asuh makan dengan kejadian gizi kurang. Bagi ibu yang memiliki anak balita dengan berat badan lahir rendah, kedepannya pada saat hamil agar mengkonsumsi makanan yang bergizi sehingga ibu tidak berisiko kekurangan energi kronik (KEK) karena berisiko melahirkan anak BBLR dengan pertumbuhan yang terhambat.

Kata kunci : balita, gizi kurang, determinan

ABSTRACT

Underweight is a major nutritional problem which will have an impact on social and economic life of society. Under-five children who are underweight have a higher morbidity of various diseases. The study aimed to determine the correlation between history of low birth weight, history of exclusive breastfeeding, history of infectious diseases, family’s income and parenting in feeding towards underweight in under-five children aged 12-59 months in Working Area of Local Government Clinic of Benu-Benua, Municipality of Kendari in 2017. The study using observational analytic epidemiology by case control design and non-matching procedure. The population in this study was 2,427 under-five children with the samples as many as 40 cases and 40 controls, the sampling using purposive sampling technique. The results showed that under-five children with history of low birth weight had 7 times greater risk of underweight compared to under-five children with history of normal birth weight (OR= 7,400; 95%CI= 1,939 – 28,245; P-value = 0,003). There were no significant correlation between history of exclusive breastfeeding, history of infectious diseases, family’s income and parenting in feeding with underweight. For mothers who have under-five children with low birth weight, in the future during pregnancy in order to consume nutritional foods so the mothers are not at risk of chronic energy deficiency (CED) because at risk to having low birth weight children with uninterrupted growth.

Keywords: under-five children, underweight, determinant

PENDAHULUAN

156 juta anak-anak di bawah usia 5 tahun Saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi

yang pertumbuhannya terhambat karena mereka ganda yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Gizi kurang

kronis kekurangan gizi, dan 50 juta anak-anak yang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya

terkena dampak oleh mengancam jiwa malnutrisi ketersediaan pangan, kurang baiknya kualitas

akut. Hal ini dapat disebabkan oleh makan terlalu lingkungan atau sanitasi, kurangnya pengetahuan

sedikit makanan, terlalu banyak makanan, kombinasi masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan

makanan yang salah atau makanan yang tidak atau kesehatan serta adanya daerah miskin gizi. Gizi lebih

sedikit nilai gizi, serta makanan yang terkontaminasi disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan

mikroba penyebab penyakit. Hasil makanan terlalu masyarakat tertentu disertai kurangnya pengetahuan

sedikit kekurangan gizi, yang dapat menghambat tentang menu seimbang dan kesehatan. Dalam hal

pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dan ini, masalah gizi banyak terjadi pada anak balita. 1 bahkan membunuh mereka, sering diperparah

Pada usia balita terjadi pertumbuhan dan dengan penyakit infeksi dan perawatan anak miskin. 5 perkembangan

RISKESDAS tahun 2007 kesempurnaan

prevalensi status gizi buruk balita di Indonesia pertumbuhan dan perkembangan pada balita akan

sebesar 5,45% dan gizi kurang sebanyak 13,01%. mempengaruhi ketahanan fisik dan kecerdasan

Pada RISKESDAS tahun 2013 prevalensi status gizi sehingga dapat memberikan dampak terhadap

buruk balita di Indonesia sebesar 5,76% dan gizi kehidupan

kurang sebanyak 13,97%. Hal ini menunjukan terjadi Digambarkan

pada masa

sedikit peningkatan jumlah prevalensi balita dengan permasalahan gizi pada balita tidak ditanggulangi

status gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia tahun akan menyebabkan generasi yang hilang (lost

2007-2013. Akan tetapi prevalensi gizi kurang di generation), yaitu suatu keadaan yang berbahaya

Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan bagi kelangsungan suatu bangsa. 2 dengan standar yang ditetapkan World Health

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi Organization (WHO) sebesar 10%. 6 utama pada balita di Indonesia. Prevalensi yang

Sebanyak 33 propinsi di Indonesia, propinsi tinggi banyak terdapat pada anak-anak di bawah

Sulawesi Tenggara menempati urutan ke 13 dari 19 umur 5 tahun (balita). Anak balita merupakan

propinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang di kelompok umur yang rawan gizi. Kelompok ini yang

atas angka prevalensi nasional yakni sebesar 24% merupakan kelompok umur yang paling sering terjadi

setelah Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi status gizi kurang. Balita merupakan salah satu

Barat, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, kelompok rawan gizi yang perlu mendapatkan

Aceh, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi perhatian

Selatan, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah. 7 menyebabkan hilangnya masa hidup sehat pada

Data status gizi balita di Propinsi Sulawesi balita. Dampak yang lebih serius dari kekurangan zat

Tenggara pada tahun 2013, berdasarkan BB/U gizi adalah terjadinya gizi buruk yang mengakibatkan

terdapat kasus gizi buruk sebanyak 6,58%, gizi kurang tingginya angka kesakitan dan kematian. 3 sebanyak 24%, gizi baik sebanyak 66,91%, dan gizi

Pada tahun 2012, WHO memperkirakan lebih sebanyak 10,29%. Berdasarkan TB/U terdapat bahwa anak-anak yang kekurangan gizi sejumlah

20,81% balita dengan status sangat pendek, 17,02% 181,92 juta (32%) di negara yang sedang

balita dengan status pendek dan 62,23% balita berkembang. Jumlah penderita kurang gizi di dunia

Adapun status gizi mencapai 104 anak di bawah usia 5 tahun, dan

berdasarkan BB/TB terdapat 6,24% balita dengan keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari

kategori sangat kurus, 9,65% balita dengan kategori seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia.

kurus, 66,16% dengan kategori normal dan 18,17% Pada tahun 2013, WHO melaporkan bahwa 99 juta

balita masuk kategori gemuk. 8 anak di bawah usia 5 tahun menderita kurang gizi di

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dunia diantaranya 67% terdapat di Asia dan 29% di

dari Dinas Kesehatan Kota Kendari, menunjukkan Afrika. Pada tahun 2013 terdapat 6,34 juta kematian

bahwa permasalahan gizi buruk pada balita dalam anak usia dibawah 5 tahun atau hampir 17 ribu

kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami perubahan kematian setiap harinya. Penyebab kematian anak

dimana pada tahun 2011 persentase gizi buruk usia dibawah 5 tahun tersebut 83% diakibatkan oleh

1,28%, pada tahun 2012 turun menjadi 0,62%, pada penyakit infeksi, pada masa neonatal atau status

tahun 2013 turun menjadi 0,18%, pada tahun 2014 gizi. 4

turun menjadi 0,16% dan pada tahun 2015 naik menjadi 0,17%. Sementara itu untuk balita gizi turun menjadi 0,16% dan pada tahun 2015 naik menjadi 0,17%. Sementara itu untuk balita gizi

penyakit infeksi, pendapatan ekonomi keluarga dan sebanyak 0,84%, pada tahun 2014 0,93% dan pada

makan. Analisis data dilakukan tahun 2015 sebanyak 1,26%. Berdasarkan data

pola

asuh

menggunakan komputer dengan program Microsoft sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota

Excel dan SPSS. Analisis univariat dilakukan untuk Kendari Tahun 2015 menunjukkan bahwa diantara 15

mendeskripsikan distribusi frekuensi masing-masing puskesmas yang bernaung di bawah wilayah kerja

variabel penelitian. Analisis bivariat dilakukan untuk Dinas Kesehatan Kota Kendari, kasus gizi kurang

melihat hubungan variabel penelitian dengan tertinggi terdapat pada balita di wilayah kerja

kejadian gizi kurang.

Puskesmas Benu-Benua. 9 Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di

HASIL

wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua pada tahun

Tabel 1. Umur Responden

2012 dari 2.674 balita, 70 kasus (2,67%) diantaranya

Persentase

No.

Umur (bulan)

Jumlah (n)

mengalami gizi kurang dan 16 kasus (0,59%) balita

mengalami gizi buruk dan mengalami peningkatan

31 38,8 pada tahun 2013 yakni dari 2.465 balita, 82 kasus

1 12-23

23 28,8 (3,34%) diantaranya mengalami gizi kurang dan 22

2 24-35

14 17,5 kasus (0,89%) diantaranya mengalami gizi buruk.

3 36-47

12 15 Pada tahun 2014 dari 2.256 balita insidensi kasus gizi

kurang terdapat 83 kasus (3,67%) dan insidensi kasus

Sumber : Data Primer

gizi buruk terdapat 9 kasus (0,39%). Pada tahun 2015 Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa dari 2.636 balita insidensi kasus gizi kurang terdapat

dari 80 balita, usia yang paling banyak yaitu balita

67 kasus (2,54%) dan insidensi kasus gizi buruk berusia 12-23 bulan berjumlah 31 balita (38,7%), terdapat 7 kasus (0,26%) dari 2.427 balita insidensi

sedangkan yang paling sedikit adalah balita yang kasus gizi kurang terdapat 56 kasus (2,30%) dan

berusia 48-59 bulan berjumlah 12 orang (15%).

insidensi kasus gizi buruk terdapat 5 kasus (0,20%). 10 Tabel 2. Jenis Kelamin

Berdasarkan uraian tersebut dimana jumlah

Jenis

Jumlah Persentase

kasus gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Benu-

Benua masih tinggi, maka peneliti tertarik untuk

32 40 melakukan penelitian

1 Laki-laki

48 60 Determinan yang Berhubungan dengan Kejadian Gizi

dengan judul

Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan Di Wilayah Kerja

Sumber : Data Primer

Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun 2017”. Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa dari 80 balita, berdasarkan jenis kelamin yang

METODE

paling banyak yaitu berjenis kelamin perempuan Penelitian

sebanyak 48 orang (60%), dan laki-laki sebanyak 32 penelitian epidemiologi analitik observasional dengan

orang (40%).

desain case control study dengan prosedur non-

Tabel 3. Status Responden

matching yaitu membandingkan antara kelompok

Status

Jumlah Persentase

kasus dengan kelompok kontrol berdasarkan status

paparannya di masa lalu.

Penelitian ini telah

40 50 dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai

1 Kasus

40 50 Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari. Populasi dalam

Januari 2017 yang bertempat di wilayah kerja

penelitian ini adalah semua balita usia 12-59 bulan

Sumber : Data Primer

yang tercatat pada buku registrasi di Puskesmas Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa Benu-Benua selama bulan Januari hingga Oktober

dari 80 balita yang mengalami gizi kurang (kasus)

pada tahun 2016 sebanyak 2.427 balita . Teknik adalah sebanyak 40 orang (50%) dan balita yang gizi pengambilan sampel menggunakan teknik purposive

baik (kontrol) adalah sebanyak 40 orang (50%). sampling. Sampel untuk setiap kasus dan kontrol

Tabel 4. Berat Badan Lahir Rendah

sebanyak 40 orang, sampel ini diperoleh dari

Status Berat Badan

Jumlah Persentase

No.

perhitungan berdasarkan rumus Lameshow. Variabel

Lahir Balita

(n) (%)

terikat yaitu kejadian gizi kurang pada balita usia 12-

1 BBLR

62 77,5 tahun 2017 sedangkan Variabel bebas yaitu BBLR,

59 bulan di wilayah kerja puskesmas Benu-Benua

2 BBLN

Total

Berdasarkan tabel 4, menunjukkan bahwa

Tabel 9. Risiko Berat Badan Lahir Rendah Terhadap

dari 80 balita, jumlah balita dengan Berat Badan Lahir

Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di

Rendah (BBLR) gram sebanyak 18 balita (22,5%).

Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari

Sedangkan balita yang memiliki Berat Badan Lahir

Tahun 2017

Normal (BBLN) sebanyak 62 balita (77.5%).

Kasus

Kontrol Jumlah

Tabel 5. Riwayat Pemberian ASI Ekslusif

Pemberian ASI

1 Tidak ASI eksklusif

2 ASI ekslklusif

OR=7,400; 95%CI=1,939 – 28,245; P-value=0,003 Total

Sumber : Data Primer

Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 9, menunjukkan bahwa dari Berdasarkan tabel 5, menunjukkan bahwa dari

40 balita pada kelompok kasus, terdapat 15 balita

80 balita, jumlah balita yang tidak mendapatkan ASI (37,5%) yang memiliki riwayat BBLR dan 25 balita ekslusif sebanyak 46 balita (57,5%). Sedangkan balita

(62,5%) yang memiliki riwayat BBLN. Sedangkan dari yang mendapatkan ASI ekslusif sebanyak 34 balita

40 balita pada kelompok kontrol terdapat 3 balita (42,5%).

(7,5%) yang memiliki riwayat BBLR dan 37 balita

Tabel 6. Riwayat Menderita Penyakit Infeksi

(92,5%) yang memiliki riwayat BBLN.

Riwayat Menderita Jumlah

Persentas

No.

Hasil analisis hubungan antara riwayat berat

badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang Menderita penyakit

Penyakit Infeksi

(n)

e (%)

menggunakan uji chi square menunjukkan nilai p

infeksi (0,003) < α (0,05) sehingga disimpulkan ada Tidak menderita

hubungan yang signifikan antara riwayat berat badan

penyakit infeksi lahir rendah dengan kejadian gizi kurang pada balita

usia 12-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu- Sumber : Data Primer

Total

Benua tahun 2017.

Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa dari Hasil analisis risiko riwayat berat badan lahir

80 balita, yang menderita penyakit infeksi dalam 1 rendah terhadap kejadian gizi kurang diperoleh nilai bulan terakhir sebanyak 60 balita (75%). Sedangkan

OR sebesar 7,400. Artinya balita dengan berat badan yang tidak menderita penyakit infeksi dalam 1 bulan

lahir rendah mempunyai risiko mengalami gizi kurang terakhir sebanyak 20 balita (25%).

7 kali lebih besar dibandingkan dengan balita dengan

Tabel 7. Pendapatan Ekonomi Keluarga

berat badan lahir normal. Karena rentang nilai lower

Pendapatan Ekonomi Jumla Persentas

limit (batas bawah) OR = 1,939 dan upper limit (batas

No. Keluarga Balita

h (n)

e (%)

atas) OR = 28,245 pada interval kepercayaan (CI) =

1 < 2.080.000 (Rendah)

95% tidak mencakup nilai satu, maka besar risiko

2 ≥ 2.080.000 (Tinggi)

tersebut bermakna. Dengan demikian berat badan

lahir rendah merupakan faktor risiko kejadian gizi Sumber : Data Primer

Total

kurang pada balita usia 12-59 bulan di wilayah kerja Berdasarkan tabel 7, menunjukkan bahwa dari

puskesmas Benu-Benua Kota Kendari tahun 2017.

80 balita yang memiliki pendapatan ekonomi

Tabel 10. Risiko Riwayat Pemberian ASI Ekslusif

keluarga tinggi sejumlah

29 balita

Terhadap Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-

Sedangkan, pendapatan ekonomi keluarga rendah

59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua

sejumlah 51 balita (63,8%).

Kota Kendari Tahun 2017

Tabel 8. Pola Asuh Makan

Kasus

Kontrol Jumlah

ASI Ekslusif

Status Pola Asuh

Jumlah

Persentase

No. Makan Balita

(n)

Tidak ASI

ASI Ekslusif

40 100 40 100 80 100 Sumber : Data Primer

OR=1,875; 95%CI = 0,757– 4,558; P-value = 0,258

Berdasarkan tabel 8, menunjukkan bahwa dari

Sumber : Data Primer

80 balita, yang status pola asuh makan cukup Berdasarkan tabel 10, menunjukkan bahwa sejumlah 50 balita (62,5%) dan status pola asuh

dari 40 balita pada kelompok kasus terdapat 26 balita makan kurang sejumlah 30 balita (37,5%).

(65%) yang tidak diberikan ASI ekslusif dan 14 balita

(35%) yang diberikan ASI Ekslusif. Sedangkan dari 40 12-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua balita pada kelompok kontrol, terdapat 20 balita

tahun 2017.

(50%), yang tidak diberikan ASI ekslusif dan 20 balita Hasil analisis risiko riwayat penyakit infeksi (50%) yang diberikan ASI ekslusif.

terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR sebesar Hasil analisis hubungan antara riwayat

0,765 dengan rentang nilai lower limit (batas bawah) pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian gizi kurang

OR = 0,277 dan upper limit (batas atas) OR = 2,114 menggunakan uji chi square menunjukkan p (0,258) >

pada interval kepercayaan (CI) = 95% mencakup nilai α (0,05) sehingga disimpulkan tidak ada hubungan

satu, maka besar risiko tersebut tidak bermakna. Jika yang signifikan antara riwayat pemberian ASI ekslusif

OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI mencakup nilai dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-59

1 maka variabel penelitian bukan merupakan faktor bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua tahun

risiko. Dengan demikian riwayat menderita penyakit 2017.

infeksi bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi Hasil analisis risiko riwayat pemberian ASI

kurang pada balita usia 12-59 bulan di wilayah kerja Ekslusif terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR

puskesmas Benu-Benua Kota Kendari tahun 2017. sebesar 1,841 dengan rentang nilai lower limit (batas

Tabel 12. Risiko Pendapatan Ekonomi Keluarga

bawah) OR = 0,757 dan upper limit (batas atas) OR =

Terhadap Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-

4,558 pada interval kepercayaan (CI) = 95%

59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua

mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut tidak

Kota Kendari Tahun 2017

bermakna. Jika OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI

Kontrol Jumlah mencakup nilai 1 maka variabel penelitian bukan

Pendapata

Kasus

N % n % merupakan faktor risiko. Dengan demikian riwayat

n Ekonomi

51 63,8 pemberian ASI ekslusif bukan merupakan faktor

Rendah

29 36,2 risiko kejadian gizi kurang pada balita usia 12-59

Tinggi

80 100 bulan di wilayah kerja puskesmas Benu-Benua Kota

Jumlah

OR=2,714; 95%CI = 1,053– 6,999; P-value = 0,063

Kendari tahun 2017.

Sumber : Data Primer

Tabel 11. Risiko Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap

Berdasarkan tabel 12, menunjukkan bahwa

Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di

dari 40 balita pada kelompok kasus, terdapat 30

Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun 2017

balita (75%) yang berpendapatan ekonomi rendah dan 10 balita (25%) yang berpendapat ekonomi

Penyakit Kasus

Kontrol

Jumlah

tinggi. Sedangkan dari 40 balita pada kelompok Infeksi

21 balita (52,5%) yang Menderita 29 72,5

kontrol,

terdapat

60 75 berpendapatan ekonomi rendah dan 19 balita Penyakit

(47,5%) yang berpendapatan ekonomi tinggi. Infeksi

Hasil analisis hubungan antara pendapatan Tidak

20 25 ekonomi keluarga dengan kejadian gizi kurang Menderita

menggunakan uji chi square menunjukkan p (0,063) > Penyakit α 0,05 sehingga disimpulkan tidak ada hubungan Infeksi yang signifikan antara pendapatan ekonomi keluarga Jumlah

dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-59

bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua tahun Sumber : Data Primer

OR=0,765; 95%CI = 0,277– 2,114; P-value = 0,796

Berdasarkan tabel 11, menunjukkan bahwa Hasil analisis risiko pendapatan ekonomi dari 40 balita pada kelompok kasus, terdapat 29

keluarga terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR balita (72,5%) yang menderita penyakit infeksi dan 11

sebesar 2,714 dengan rentang nilai lower limit (batas balita (27,5%) yang tidak menderita penyakit infeksi.

bawah) OR = 1,053 dan upper limit (batas atas) OR = Sedangkan dari 40 balita pada kelompok kontrol

6,999 pada interval kepercayaan (CI) = 95% terdapat 31 balita (77,5%) yang menderita penyakit

mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut tidak infeksi dan 9 (22,5%) yang tidak menderita penyakit

bermakna. Jika OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI infeksi.

mencakup nilai 1 maka variabel penelitian bukan Hasil analisis hubungan antara riwayat

merupakan faktor risiko. Dengan demikian riwayat menderita penyakit infeksi dengan kejadian gizi

pendapatan ekonomi keluarga bukan merupakan kurang menggunakan uji chi square menunjukkan p

faktor risiko kejadian gizi kurang pada balita usia 12- (0,796) > α (0,05) sehingga disimpulkan tidak ada

59 bulan di wilayah kerja puskesmas Benu-Benua hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit

Kota Kendari tahun 2017.

infeksi dengan kejadian gizi kurang pada balita usia

Tabel 13. Risiko Pola Asuh Makan Terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40

Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di

balita pada kelompok kasus, terdapat 37,5% yang

Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari

memiliki riwayat BBLR dan 62,5% yang memiliki

Tahun 2017

riwayat BBLN. Sedangkan dari 40 balita pada Pola Asuh

kelompok kontrol terdapat 7,5% yang memiliki Makan

riwayat BBLR dan 92,5% yang memiliki riwayat BBLN Kurang

(lihat tabel 19). Dengan demikian secara deskriptif Cukup

dapat dijelaskan bahwa pada kelompok kasus, Jumlah

proporsi balita yang memiliki riwayat BBLR relatif

OR=1,909; 95%CI = 0,761– 4,788; P-value = 0,248

lebih banyak (yakni, mencapai 37,5% dari total kasus) dibandingkan pada kelompok kontrol (yang hanya

Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 13, menunjukkan bahwa

7,5% dari total kontrol). Sebaliknya, pada kelompok dari 40 balita pada kelompok kasus terdapat 18 balita

kontrol, proporsi balita yang memiliki riwayat BBLN (75%) yang mendapatkan pola asuh makan yang

relatif lebih banyak (yakni, mencapai 92,5% dari total kontrol) dibandingkan pada kelompok kasus (yang

kurang dan 22 balita (25%) yang mendapatkan polas hanya 62,5% dari total kasus). Sehingga, balita pada asuh makan yang cukup. Sedangkan dari 40 balita kelompok kasus cenderung memiliki riwayat BBLR, pada kelompok kontrol terdapat 12 balita (52,5%)

yang mendapatkan pola asuh makan yang kurang dan sedangkan balita pada kelompok kontrol cenderung

28 balita (47.5%) yang mendapatkan pola asuh

memiliki riwayat BBLN.

Hasil analisis hubungan antara riwayat berat makan yang cukup. badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang Hasil analisis hubungan antara pola asuh

makan dengan kejadian gizi kurang menggunakan uji menggunakan uji chi square menunjukkan nilai p chi square menunjukkan p (0,248) > α (0,05) sehingga

(0,003) < α (0,05). Hasil analisis risiko riwayat berat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan

badan lahir rendah terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR sebesar 7,400. Artinya balita dengan

antara pola asuh makan dengan kejadian gizi kurang berat badan lahir rendah mempunyai risiko pada balita usia 12-59 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Benu-Benua tahun 2017.

7 kali lebih besar Hasil analisis risiko pola asuh makan balita

mengalami

gizi kurang

dibandingkan dengan balita dengan berat badan lahir normal, karena rentang nilai lower limit (batas

terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR sebesar bawah) OR = 1,939 dan upper limit (batas atas) OR = 1,909 dengan rentang nilai lower limit (batas bawah) 28,245 pada interval kepercayaan (CI) = 95% tidak OR = 0,761 dan upper limit (batas atas) OR = 4,788

pada interval kepercayaan (CI) = 95% mencakup nilai mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut satu, maka besar risiko tersebut tidak bermakna. Jika

bermakna.

OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI mencakup nilai Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa pada kelompok kasus terdapat responden dengan

1 maka variabel penelitian bukan merupakan faktor berat badan lahir normal tetapi mengalami gizi risiko. Dengan demikian pola asuh makan balita

bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi kurang kurang, Hal ini dikarenakan ada faktor lain yang pada balita usia 12-59 bulan di wilayah kerja

secara langsung mempengaruhi status gizi seperti

sosial ekonomi keluarga, penyakit infeksi dan tingkat puskesmas Benu-Benua Kota Kendari tahun 2017

konsumsi zat gizi.

Pada kelompok kontrol, lebih banyak responden

DISKUSI

memiliki berat badan lahir normal. Namun

Risiko Berat Badan Lahir Rendah Terhadap Kejadian

kenyataan, terdapat responden dengan berat badan

Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di Wilayah

lahir rendah tetapi tidak mengalami gizi kurang. Hal

Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun

ini dapat disebabkan oleh pola asuh anak yang

mendapatkan zat gizi yang baik. Sehingga balita akan Berat Badan Lahir Rendah didefenisikan oleh

tumbuh layaknya balita lain yang memiliki berat WHO sebagai berat lahir <2500 gr. Berat lahir

badan normal.

ditentukan oleh dua proses yaitu lama kehamilan dan Bayi lahir dengan berat lahir rendah akan laju pertumbuahn janin. Bayi baru lahir dapat

berisiko tinggi pada morbiditas, kematian, penyakit memiliki berat lahir <2500 gr karena lahir dini

infeksi, kekurangan berat badan dan stunting diawal (kelahiran premature) atau lahir kecil untuk usia

periode neonatal sampai masa kanak-kanak. Di kehamilan. Berat lahir juga indikator potensial untuk

negara berkembang, bayi dengan berat lahir rendah pertumbuhan bayi, respon terhadap rangsangan,

lebih cenderung mengalami retardasi pertumbuhan lingkungan, dan untuk bayi bertahan hidup. 12 intrauteri yang terjadi karena buruknya gizi ibu dan lebih cenderung mengalami retardasi pertumbuhan lingkungan, dan untuk bayi bertahan hidup. 12 intrauteri yang terjadi karena buruknya gizi ibu dan

Dampak dari bayi yang memiliki berat lahir Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian rendah akan berlangsung antar generasi yang satu ke

lainnya yang menyebutkan bahwa berat badan lahir generasi selanjutnya. Anak yang BBLR kedepannya

rendah berhubungan secara signifikan dengan gizi akan memiliki ukuran antropometri yang kurang di

kurang pada balita (p<0,05) dengan OR sebesar masa dewasa. Teori lain menyebutkan bahwa ibu

dengan gizi kurang sejak awal sampai dengan akhir

Risiko Riwayat Pemberian ASI Ekslusif Terhadap

kehamilan akan melahirkan BBLR, yang kedepannya

Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di

akan menjadi anak yang mengalami masalah gizi.

Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari

Bayi yang berat lahir rendah yang diiringi dengan

Tahun 2017

konsumsi makanan yang tidak adekuat, pelayanan ASI eksklusif adalah bayi hanya menerima ASI kesehatan yang tidak layak, dan sering terjadi infeksi

dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan pada anak selama masa pertumbuhan menyebabkan

ASI dari ibu, tanpa penambahan cairan atau makanan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan

padat lain, kecuali sirup yang berisi vitamin, menghasilkan anak yang kurang gizi.

suplemen mineral atau obat. ASI diberikan secara Gizi kurang dapat terjadi apabila BBLR jangka

eksklusif 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan panjang. Pada BBLR zat anti kekebalan kurang

tetap diberikan setelah 6 bulan berdampingan sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit

dengan makanan tambahan hingga umur 2 tahun terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan

atau lebih. 18

balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan

balita pada kelompok kasus, terdapat 65% yang tidak dapat menyebabkan gizi kurang.

diberikan ASI ekslusif dan 17% yang diberikan ASI Balita mengalami gizi kurang, disebabkan

ekslusif. Sedangkan dari 40 balita pada kelompok karena pada saat didalam kandungan anak sudah

kontrol terdapat 50% yang tidak diberikan ASI mengalami

ekslusif dan 50% yang diberikan ASI ekslusif (lihat pertumbuhan yang terhambat saat masih didalam

tabel 20). Dengan demikian secara deskriptif dapat kandungan (Intra Uterine Growth Retardation/IUGR).

dijelaskan bahwa pada kelompok kasus, proporsi IUGR ini disebabkan oleh kemiskinan, penyakit dan

balita yang tidak diberikan ASI ekslusif relatif lebih defisiensi zat gizi. Artinya ibu dengan dengan gizi

banyak (yakni, mencapai 65% dari total kasus) kurang sejak trimester awal sampai akhir kehamilan

dibandingkan pada kelompok kontrol (yang mencapai akan melahirkan BBLR, yang kedepannya anak akan

50% dari total kontrol). Sebaliknya, pada kelompok beresiko besar menggalami gangguan gizi seperti gizi

kontrol, proporsi balita yang diberikan ASI ekslusif kurang dan stunting. 14 relatif lebih banyak (yakni, mencapai 50% dari total

Berat lahir sangat tergantung pada status gizi kontrol) dibandingkan pada kelompok kasus (yang ibu selama kehamilan dan sebelum konsepsi. Berat

mencapai 35% dari total kasus). Sehingga, balita pada lahir juga menjadi indikator tidak langsung untuk

kelompok kasus cenderung tidak mendapatkan ASI mengevaluasi gizi ibu dan sampai titik tertentu, untuk

ekslusif, sedangkan balita pada kelompok kontrol memprediksi perkembangan masa depan anak. Anak-

memiliki proporsi yang sama besar antara balita yang anak dengan pertumbuhan terhambat berisiko

tidak diberikan ASI ekslusif dan yang diberikan ASI menjadi gemuk, sehingga menempatkan mereka

ekslusif.

pada peningkatan risiko mengembangkan penyakit Hasil analisis hubungan antara riwayat kronis di masa dewasa. 15 pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian gizi kurang Hal ini dapat disebabkan oleh peranan

menggunakan uji chi square mendapat p (0,258) > α hormon

(0,05). Hasil analisis risiko riwayat pemberian ASI penyimpanan dan keseimbangan energi. Leptin

leptin dan insulin

yang

mengatur

Ekslusif terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR memegang peran utama sebagai pengendali berat

sebesar 1,841 dengan rentang nilai lower limit (batas badan. Apabila asupan energi melebihi dari yang

bawah) = 0,757 dan upper limit (batas atas) = 4,558 dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat

pada interval kepercayaan (CI) = 95% mencakup nilai disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam

satu, maka besar risiko tersebut tidak bermakna. Jika peredaran darah sehingga terjadi penurunan nafsu

OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI mencakup nilai makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan

1 maka variabel penelitian bukan merupakan faktor energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan

risiko.

adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu responden mengatakan bahwa bayi diberikan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu responden mengatakan bahwa bayi diberikan

parasit. Jumlah imonoglobulin terbanyak terdapat susu ibu tidak keluar, ASI sedikit, bayi tidak mau

pada kolostrum (air susu yang pertama kali keluar), menyusui, nyeri hebat saat menyusui dan ibu sibuk

dimana persentase imonoglobulin ini akan menurun bekerja. Hal ini dikarenakan, pada masa kehamilan

seiring dengan waktu. Ibu yang terus memberikan ASI ibu kurang mengkonsumsi makanan bergizi yang

pada anaknya akan meningkatkan produksi ASI, dapat merangsang keluarnya ASI.

sehingga total imonoglobulin yang di terima bayi Pada kelompok kasus dan kontrol, jumlah

akan relatife sama dengan imonoglobulin yang balita yang tidak menerima ASI ekslusif selisihnya

terdapat pada kolostrum. Total imonoglobulin akan tidak jauh berbeda, hanya selisih 6 orang balita yang

meningkat selama periode ASI eksklusif. Pemberian lebih banyak pada kelompok kasus, dan juga jumlah

ASI memberikan kekebalan maksimal dan paling baik, balita yang menerima ASI ekslusif pada kelompok

tidak hanya pada awal kehidupan seseorang akan kasus dan kontrol juga selisihnya tidak jauh berbeda,

tetapi juga selama masa kanak-kanak dan masa hanya selisih 6 orang balita yang lebih banyak pada

dewasa.

kelompok kontrol, hal ini yang menyebabkan secara Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan statistik dinyatakan tidak ada hubungan yang

penelitian lainnya yang menyebutkan bahwa riwayat bermakna antara riwayat pemberian ASI ekslusif

pemberian ASI ekslusif berhubungan secara signifikan dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-59

dengan gizi kurang pada balita (p<0,05) dengan OR bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua Kota

sebesar 9,471. 17

Kendari than 2017. Hal ini dapat disebabkan oleh

Risiko Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian

balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif tetapi

Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di Wilayah

mendapatkan gizi yang baik oleh ibunya. Sehingga

Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun

tubuh balita tetap tumbuh normal.

adalah penyakit yang responden, 100% menyatakan pernah menyusui

Dari hasil wawancara yang dilakukan pada ibu

Penyakit

infeksi

disebabkan mikroorgnisme (bakteri, virus dan jamur). anaknya walaupun ada sebagian yang tidak mencapai

Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain. indikator ASI ekslusif yaitu selama 6 bulan pertama

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi kurang kehidupan bayi, dan 100% responden memberikan

diantaranya adalah faktor penyebab langsung yang pada bayinya ASI yang pertama kali keluar pada saat

meliputi asupan gizi dan penyakit infeksi. Balita yang bayi baru lahir yang disebut dengan kolostrum.

sering mendapat infeksi dalam waktu yang lama tidak Kolostrum mengandung zat kekebalan IgA

hanya berpengaruh terhadap berat badannya akan untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi

tetapi juga berdampak pada pertumbuhan linier. terutama diare. Kolostrum mengandung karbohidrat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 dan lemak rendah yang daapt memenuhi kebutuhan

balita pada kelompok kasus, terdapat 72,5% yang bayi. Selain itu juga banyak mengandung sel darah

menderita penyakit infeksi dan 27,5% yang tidak putih, melindungi terhadap infeksi, mengandung

menderita penyakit infeksi. Sedangkan dari 40 balita pencahar yang berguna untuk membersihkan

pada kelompok kontrol terdapat 77,5% yang mekonium

menderita penyakit infeksi dan 22,5% yang tidak kuning/ikterus. Kolostrum juga kaya akan vitamin A

dan membantu

mencegah

bayi

menderita penyakit infeksi (lihat tabel 21). Dengan sehingga dapat mengurai keparahan infeksi.

demikian secara deskriptif dapat dijelaskan bahwa Pentingnya pemberian ASI ekslusif bagi bayi

pada kelompok kasus, proporsi balita yang menderita karena ASI memiliki zat-zat gizi yang paling lengkap,

penyakit infeksi lebih sedikit (yakni, hanya 72,5% dari mudah dicerna dan diserap secara efektif oleh tubuh

total kasus) dibandingkan pada kelompok kontrol serta melindungi bayi terhadap infeksi. ASI adalah

(yang mencapai 77,5% dari total kontrol). Sebaliknya, cairan hidup yang mengandung sel-sel darah putih,

pada kelompok kontrol, proporsi balita yang tidak immunoglobulin, enzim dan hormone, serta protein

menderita penyakit infeksi relatif lebih sedikit (yakni, spesifik yang pasti cocok untuk bayi. ASI mengandung

hanya 22,5% dari total kontrol) dibandingkan pada AA dan DHA dengan proporsi yang sesuai kebutuhan

kelompok kasus (yang mencapai 27,5% dari total bayi, asam lemak esensial (Omega 3 dan 6), protein,

kasus). Sehingga, balita pada kelompok kasus multivitamin dan mineral lengkap mudah diserap

cenderung lebih banyak balita yang tidak menderita secara

penyakit infeksi, sedangkan balita pada kelompok kandungan mineral di ASI sama sekali tindak

kontrol cenderung menderita penyakit infeksi. mengganggu ginjal si bayi yang masih sangat lemah.

Hasil analisis hubungan antara riwayat ASI mengandung Antibodi atau Imonoglobulin

menderita penyakit infeksi dengan kejadian gizi utama yaitu IgA IgE dan IgM yang digunakan untuk

kurang menggunakan uji chi square mendapat p

(0,796) > α (0,05). Hasil analisis risiko riwayat penurunan karena terganggunya keadaan tubuh penyakit infeksi terhadap kejadian gizi kurang

membuat nafsu makan berkurang hal ini didukung diperoleh OR sebesar 0,765 dengan rentang nilai

dengan kebutuhan energi pada saat terkena infeksi lower limit (batas bawah) = 0,277 dan upper limit

bisa mencapai dua kali kebutuhan normal karena (batas atas) = 2,114 pada interval kepercayaan (CI) =

meningkatnya metabolisme basal, sehingga hal ini 95% mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut

menyebabkan deplesi otot dan glikogen hati yang tidak bermakna. Jika OR < 1 atau OR > 1 dan

berpengaruh pada penurunan berat badan, tetapi rentang CI mencakup nilai 1 maka variabel

jika sembuh dan balita memiliki nafsu makan yang penelitian bukan merupakan faktor risiko.

baik lagi dan ditunjang dengan pemberian makanan Berdasarkan hasil analisis statistik pada

yang gizi seimbang serta vitamin penambah nafsu kelompok kontrol jumlah balita yang menderita

makan bisa memperbaiki gizi balita sehingga balita penyakit infeksi memiliki proporsi yang lebih tinggi

yang tadinya sementara sakit dinyatakan dalam dibanding kelompok kasus, sedangkan proporsi balita

tetapi setelah sembuh yang tidak menderita penyakit infeksi lebih banyak

kategori gizi kurang

melakukan perbaikan gizi maka berat badan balita pada kelompok kontrol, hal ini menjelaskan bahwa

bisa kembali dikategorikan gizi baik. Berdasarkan penyakit infeksi tidak memiliki hubungan yang

data yang didapatkan balita-balita yang pernah bermakna dengan kejadian gizi kurang pada balita

menderita penyakit infeksi, mendapatkan pola asuh dikarenakan, balita-balita yang gizinya baik ternyata

makan yang cukup baik, hal ini mendukung perbaikan lebih banyak yang pernah menderita penyakit infeksi

gizi balita.

daripada balita yang gizinya kurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anak yang menderita sakit akan memperjelek

lainnya yang menyebutkan bahwa tidak ada keadaan gizi melalui gangguan asupan makanan dan

hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial.

infeksi dengan kejadian gizi kurang pada balita Penyakit infeksi menyebabkan penyerapan zat gizi

dengan p>0,05 sebesar 0,061. Tetapi, penelitian ini dari makanan juga terganggu, sehingga nafsu makan

tidak sejalan dengan penelitian lainnya yang hilang dan mendorong terjadinya gizi kurang atau gizi

menyebutkan ada hubungan yang signifikan antara buruk bahkan kematian. Makanan dan penyakit

riwayat penyakit infeksi dengan kejadian gizi kurang dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.

pada balita dengan p<0,05 sebesar 0,027. 19 Penyakit

infeksi pada

Risiko Pendapatan Ekonomi Keluarga Terhadap

mempengaruhi keadaan gizinya. Penyakit infeksi

Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di

dapat menjadi penyebab menurunnya intake

Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari

makanan, sedikitnya

keluarga adalah jumlah malabsorbsi dan demam berkepanjangan dapat

berkurangnya nutrient

akibat

muntah, diare

Pendapatan

penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga menyebabkan

yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsekuensinya adalah pertumbuhan dan sistem

bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. imunitas anak akan terganggu.

Pendapatan keluarga merupakan balas karya atau Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu

jasa atau imbalan yang diperoleh karena sumbangan responden apabila balita mengalami gejala sakit pada

yang diberikan dalam kegiatan produksi. Pendapatan awalnya difokuskan melakukan pengobatan sendiri

adalah tingkat kemampuan masyarakat dalam seperti membeli obat diwarung dan balita harus

membelanjakan pendapatannya dinilai berdasarkan istirahat yang cukup, tetapi apabila pada balita tidak

serta merupakan faktor yang kunjung membaik maka balita akan langsung di bawa

kebutuhannya

menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang ke puskesmas untuk memeriksakan keadaan, rata-

dikonsumsinya.

rata balita mengalami penyakit infeksi seperti diare Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 dan influenza hanya berlangsung 3-7 hari sedangkan

balita pada kelompok kasus, terdapat 75% yang penyakit seperti ISPA, demam tipoid dan DBD

memiliki pendapatan ekonomi rendah dan 25% yang biasanya lebih dari 1 minggu. Sikap orang tua balita

memiliki pendapatan ekonomi tinggi. Sedangkan dari yang cepat tanggap terhadap kondisi kesehatan

40 balita pada kelompok kontrol terdapat 52,5% yang anaknya mendukung agar penyakit tidak menggangu

memiliki pendapatan ekonomi rendah dan 47,5% kondisi berat badan yang akan mengalami penurunan

yang memiliki pendapatan ekonomi tinggi (lihat tabel setelah terkena infeksi dan paling tidak dapat

22). Dengan demikian secara deskriptif dapat mengurangi durasi sakit pada anak.

dijelaskan bahwa pada kelompok kasus, proporsi Apabila balita sedang mengalami sakit

balita yang berpendapatan ekonomi rendah relatif otomatis berat badan balita akan mengalami

lebih banyak (yakni, mencapai 75% dari total kasus) lebih banyak (yakni, mencapai 75% dari total kasus)

Semakin meningkat pendapatan biasanya semakin kontrol, proporsi balita yang memiliki pendapatan

berkurang persentase belanjaan untuk makanan. ekonomi tinggi relatif lebih banyak (yakni, mencapai

Meskipun secara teoritis pendapatan yang 47,5% dari total kontrol) dibandingkan pada

besar mampu memenuhi kebutuhan setiap anggota kelompok kasus (yang hanya 25% dari total kasus).

keluarga akan tetapi tidak menutup kemungkinan Sehingga, balita pada kelompok kasus cenderung

bahwa keluarga yang berpenghasilan rendah dapat memiliki pendapatan ekonomi rendah, sedangkan

mengkonsumsi makanan yang mempunyai nilai gizi balita pada kelompok kontrol cenderung memiliki

yang baik. Jika pemilihan makanan tidak sesuai pendapatan ekonomi tinggi.

dengan kebutuhan gizi seimbang maka akan Hasil analisis hubungan antara pendapatan

berdampak pada kelebihan gizi yang berlebih ekonomi keluarga dengan kejadian gizi kurang

cenderung berpotensi terkena penyakit-penyakit menggunakan uji chi square mendapat p (0,063) > α

tidak menular. Ada sebuah istilah yang menyatakan 0,05. Hasil analisis risiko pendapatan ekonomi

bahwa untuk sehat tak perlu mahal, status sosial keluarga terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR

ekonomi yang kurang sebenarnya dapat diatasi jika sebesar 2,714 dengan rentang nilai lower limit (batas

keluarga tersebut mampu menggunakan sumber bawah) = 1,053 dan upper limit (batas atas) = 6,999

daya yang terbatas, seperti kemampuan untuk pada interval kepercayaan (CI) = 95% mencakup nilai

memilih bahan yang murah tetapi bergizi dan satu, maka besar risiko tersebut tidak bermakna. Jika

distribusi makanan yang merata dalam keluarga. OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI mencakup nilai

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

1 maka variabel penelitian bukan merupakan faktor lainnya yang menyebutkan bahwa tidak ada risiko.

hubungan yang signifikan antara pendapatan Faktor pendapatan memiliki peranan yang

ekonomi keluarga dengan kejadian gizi kurang pada sangat besar dalam persoalan gizi dan kebiasaan

balita dengan p>0,05 sebesar 0,347. Dalam penelitian makan setempat. Ketersediaan pangan suatu

tersebut menyatakan bahwa tidak adanya hubungan keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan

antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita keluarga tersebut pendapatan merupakan rintangan

dapat disebabkan pendapatan tidak berpengaruh orang-orang yang tidak mampu membeli pangan

positif terhadap status gizi tidak secara langsung dalam jumlah yang diperlukan, namun keadaan yang

distribusi makanan, meningkat tidak dengan sendirinya menjadikan

pengetahuan dan keterampilan orang tua (pola kondisi yang menunjang bagi keadaan gizi yang

asuh), karena pendapatan hanya sebagai media memadai, lebih lanjut dikatakan bahwa tingkat

kebutuhan dalam pendapatan akan menentukan makanan apa yang

dalam

membelanjakan

mengkonsumsi kebutuhan pangan. 20 dibeli dengan uang tersebut. Pada umumnya jika

Tetapi, penelitian ini tidak sejalan dengan pendapatan naik jumlah dan jenis makanan

penelitian lainnya yang menyebutkan ada hubungan cenderung juga membaik. Pendapatan keluarga

yang signifikan antara pendapatan ekonomi keluarga sangat mempengaruhi terhadap konsumsi makanan

dengan kejadian gizi kurang pada balita dengan sehari-hari. Apabila pendapatan rendah maka

0,008. Dalam penelitian ini makanan yang dikonsumsi tidak mempertimbangkan

p<0,05 sebesar

menyatakan bahwa sebab utama gizi kurang pada nilai gizi, tetapi nilai materi lebih menjadi

anak balita adalah rendahnya penghasilan keluarga. pertimbangan.

Pada umumnya jika pendapatan naik jumlah dan Tidak adanya hubungan antara pendapatan

jenis makanan cenderung juga membaik. Pendapatan keluarga dengan status gizi balita dapat disebabkan

keluarga sangat mempengaruhi terhadap konsumsi pendapatan tidak berpengaruh positif terhadap

makanan sehari-hari. Apabila pendapatan rendah status gizi tidak secara langsung karena pendapatan

dikonsumsi tidak hanya

mempertimbangkan nilai gizi, tetapi nilai materi lebih kebutuhan dalam mengkonsumsi kebutuhan pangan.

sebagai media

dalam

membelanjakan

menjadi pertimbangan. 21

Jika pendapatannya baik akan tetapi daya beli untuk

Risiko Pola Asuh Makan Terhadap Kejadian Gizi

membelanjakan pangan lebih besar dibandingkan

Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di Wilayah

dengan non pangan maka tidak akan terjadinya

Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun

status gizi kurang, walaupun pengeluaran untuk

kebutuhan pangan lebih tinggi tetapi jika dari hasil Pola asuh makan balita adalah kemampuan keanekaragaman dan

keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan kurang, maka bisa terjadinya status gizi kurang.

komposisi makanananya

dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dengan Sebagian besar pendapatan akan dipakai atau

sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial yang sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 balita pada kelompok kasus, terdapat 45% yang memiliki pola asuh makan kurang dan 55% yang memiliki pola asuh makan cukup. Sedangkan dari 40 balita pada kelompok kontrol terdapat 30% yang memiliki pola asuh makan kurang dan 70% yang memiliki pola asuh makan cukup (lihat tabel 23). Dengan demikian secara deskriptif dapat dijelaskan bahwa pada kelompok kasus, proporsi balita yang memiliki pola asuh makan kurang relatif lebih banyak (yakni, mencapai 45% dari total kasus) dibandingkan pada kelompok kontrol (yang hanya 30% dari total kontrol). Sebaliknya,

pada kelompok kontrol,

proporsi balita yang memiliki pola asuh makan cukup relatif lebih banyak (yakni, mencapai 70% dari total kontrol) dibandingkan pada kelompok kasus (yang hanya 55% dari total kasus). Maka, balita pada kelompok kasus dan kontrol cenderung mendapatkan pola asuh makan yang cukup.