PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM P (1)

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN
KURIKULUM PTK
Landasan Filosofi
Eksitensialisme: pendidikan kejuruan harus mengembangkan
eksistensi manusia, bukan merampasnya.

a. Aliran Eksistensialisme
Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum,
eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan
tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat
manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren
Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul
Tillich
Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu.
Realitas : hakekat manusia subyektif; Kesadaran
diri : Kreatifitas; subyektifitas pengalaman;
tindakan kongkrit;

Rasionalisme ;
pendidikan vokasi;
tindakan bebas;


Tugas Berat : Menjadikan diri eksis yang unik

Eksistensialisme berpandangan pendidikan vokasi/kejuruan mengembangkan
eksistensi manusia, bukan merampasnya. Pragmatisme berpandangan bahwa
philosophy pendidikan kejuruan adalah ”Matching”: what job was need and what was
needed to do the job. Pendidikan kejuruan/vokasi harus Real-word situation,
contextual and experience.
Philosophy eksistensialisme menyatakan setiap individu manusia membentuk makna
kehidupannya sendiri-sendiri. Memilih jalan hidupnya sendiri-sendiri. Realitas
kehidupan bersifat subjektif. Manusia selalu akan menemukan dirinya dalam dunia,
kontek utamanya adalah kesadaran diri siapakah aku. Soren Kierkegaard menulis
alam manusia dan identitas manusia berbeda bergantung pada tata nilai dan keyakinan
yang mereka pegang/anut. Tugas paling berat bagi setiap orang menurutnya adalah
menjadikan dirinya eksis sebagai individu yang unik bermakna (personal growth).
Jean Paul Sartre meyakini individu menciptakan hakikat dirinya sendiri melalui
pilihan dan tindakan secara bebas. Profesi dengan segala tindakan dan akibatnya
adalah pilihan.
Dalam philosophy jawa perlu tatas, tutus, titis, titi lan wibawa (mendasar, totalitas,
satu visi, ketelitian dalam memandang hidup). Kemudian Friedrich Neitzsche dengan


prinsip fundamentalnya menyatakan bahwa setiap manusia memiliki kehendak untuk
berkuasa (will to power). Menurutnya ada dua jenis nilai dalam kehidupan manusia
yaitu nilai yang diciptakan oleh golongan lemah (“moralitas budak”) dengan
menjunjung tinggi keutamaan-keutamaan semacam belas kasih, cinta altruism,
kelemah lembutan, serta nilai golongan kuat (“moralitas tuan”) dengan keutamaan
semacam kekuatan dan keberanian.
Esensialisme : pendidikan kejuruan harus mengkaitkan dirinya
dengan system sistem yang lain (ekonomi, ketenagakerjaan,
politik, social dan moral).

b. Esensialisme
Essensialisme merupakan aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan filsafat
idealisme dan realisme secara eklektis. Esesensialisme modern dalam pendidikan
adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari
gerakan Progresisvisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan
budaya/sosial. Menurut Esesensialisme, nilai-nilai yang tertanam dalam warisan
budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur
dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, dan di dalamnya
telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan

waktu.
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang
mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh
idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam
semesta tempat manusia berada. Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif
yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan
segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat
bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati
oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.
Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya
dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah.
Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar
intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william
C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.

Aliran idealisme :
pengetahuan hubungan
dunia kecil dan dunia besar

Aliran Realisme : pengetahuan

kesatuan stimulus dan
tanggapan;

Aliran Esensialisme : pendidikan harus bertumpu nilai-nilai teruji sepanjang
masa(liberal arts) spt bahasa, gramatika, sastra, filsafat, ilmu alam,
matematika, sejarah dan seni; kritik terhadap progresivisme

Menurut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan
tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul
karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar.
Ciri-ciri Filsafat Pendidikan Esesensialisme, yang disarikan oleh William C. Bagley
adalah sebagai berikut :
1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar
awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam jiwa.
2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa adalah
melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus
pada spesies manusia.
3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplinkan diri harus menjadi tujuan
pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut. Di kalangan individu maupun bangsa, kebebasan yang

sesungguhnya selalu merupakan sesuatu yang dicapai melalui perjuangan, tidak
pernah merupakan pemberian.
4) Esesensialisme menawarkan teori yang kokoh kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
Apabila terdapat sebuah pertanyaan di masa lampau tentang jenis teori pendidikan
yang diperlukan sejumlah kecil masyarakat demokrasi di dunia, maka pertanyaan
tersebut tidak ada lagi pada hari ini.
Tokoh filsafat ini Bagley (1874-1946), William C. Bagley lahir di Detroit. Ia
memasuki Universitas Negeri Michigan, danUniversitas Wisconsin, dan menerima
gelar Doktor dari Universitas Cornell tahun 1900. setelah mengajar di sekolah umum
dan sekolah guru di Illinois dan mengajar di Universitas Illinois, dalam tahun 1917 ia
mengajar di Sekolah Tinggi Guru (Teachers College) di Universitas Columbia selama
lebih dari 20 tahun, dan pensiun dalam tahun 1940. Dalam perjalanan karirnya, ia

menyunting Jurnal Asosiasi Pendidikan Nasional (Journal of the Nationa Education
Assiation), dan penerbitan berkala serta menjabat sebagai Presiden Dewan Nasional
(NEA’s Naitional Council of Education).
Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang
telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa. Esensialisme
adalah suatu filsafat dalam aliran pendidikan konservatif yang pada mulanya

dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah.
Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar
intelektual dan moral di antara kaum muda.Aliran pendidikan esensialisme secara
umum menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan
kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia
atau realitas.
Esesensialisme merupakan gerakan pendidikan yang bertumpu pada mazhab filsafat
idealisme dan realisme. Meskipun kaum Idealisme dan kaum Realis berbeda
pandangan filsafatnya, mereka sepaham bahwa:
a. hakikat yang mereka anut memberi makna pendidikan bahwa anak harus
menggunakan kebebasannya, dan ia memerlukan disiplin orang dewasa untuk
membantu dirinya sebelum dia sendiri dapat mendisiplinkan dirinya; dan
b. Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan
hidupnya mengandung makna pendidikan bahwa generasi muda perlu belajar untuk
mengembangkan diri setinggi-tingginya dan kesejahteraan sosial.
Mazab ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih, yang pokok-pokok, yang
hakiki ( essensial ), yaitu liberal arts. Yang termasuk the liberal arts adalah bahasa,
gramatika, kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman, matematika, sejarah dan seni.
Esensialisme berpandangan pendidikan kejuruan/vokasi harus mengkaitkan dirinya
dengan sistem-sistem lainnya seperti sistem ekonomi, politik, sosial, religi dan

moral. Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela
yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung
oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam
semesta tempat manusia berada.
Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang
diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai
pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan
nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah
tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilainilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang
korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans.

Pragmatism, yaitu pandangan yang melihat bahwa pendidik
dan siswa unsur penting dalam proses pembelajaran.

c. Aliran Pragmatisme
Aliran filsafat ini disebut juga instrumentalisme atau eksperimentalisme. Disebut
instrumentalisme karena memandang bahwa tujuan pendidikan bukanlah
terminal, akan tetapi alat atau instrumen untuk mencapai tujuan berikutnya. Dan
dikatakan eksperimentalisme karena untuk membuktikan kebenaran digunakan
metode eksperimen. Tokoh aliran filsafat ini antara lain John Dewey dan Williams

James.
Pragmatisme adalah salah satu aliran filsafat yang anti metafisika. Kenyataan yang
sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan
ini berubah (becoming), hakikat segala sesuatu adalah perubahan itu sendiri.
Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikis dan sosial.
Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak dewasa dan tak berdaya, tanpa dibekali
dengan bahasa, keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan atau norma-norma sosial.
Hal ini mengandung arti bahwa setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur
mencapai kemampuan-kemampuan biologis, psikologis, dan sosial. Sesuai dengan
pandangannya tentang hakikat realitas, manusia dipandang sebagai mahluk yang
dinamis, tumbuh dan berkembang. Anak dipandang sebagai individu yang aktif.
Realitas fisik; perubahan
(becoming); evolusi biologis,
psikis dan social; individu aktif;

Pengetahuan hipotetis, tergantung
kegunaan dalam kehidupan dan
praktek; kebenaran relative;

Tidak ada nilai absolute; etika pragmatis : empiris, relative, particular, dalam

proses; pendidikan sbg proses reorganisasi dan rekontruksi pengalaman untuk
meningkatkan efisiensi untuk memajukan kehidupan masyarakat;
mengembangkan kehidupan demokratis

Hakikat pengetahuan menurut pragmatisme terus berkembang. Pengetahuan
bersifat hipotetis dan relatif yang kebenarannya tergantung pada kegunaannya dalam
kehidupan dan praktek. Pengetahuan adalah instrumen untuk bertindak
sedangkan dalam membahas hakikat nilai pragmatisme menyatakan bahwa tidak ada
nilai yang berlaku secara universal atau absolut. Etika tidak diturunkan dari hukum
tertinggi yang bersumber dari zat supernatural. Standar tingkah laku
perseorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman
hidup. Etika pragmatisme memiliki karakteristik: empiris, relatif, partikular
(khusus), dan ada dalam proses.

Pendidikan diartikan sebagai proses reorganisasi dan rekonstruksi (penyusunan
kembali) pengalaman sehingga dapat menambah efisiensi individu dalam interaksinya
dengan lingkungan dan dengan demikian mempunyai nilai sosial untuk memajukan
kehidupan masyarakat.
Tokoh aliran Pragmatisme antara lain John Dewey dan Williams James. Dewey
dalam bukunya Democracy and Education menekankan pentingnya pendidikan karena

berdasarkan tiga pokok pemikiran, yaiti (1) pendidikan merupakan kebutuhan untuk
hidup, (2) pendidikan sebagai pertumbuhan, dan (3) pendidikan sebagai fungsi sosial.
Yang menyebabkan pendidikan sebagai kebutuhan untuk hidup, adalah karena adanya
anggapan bahwa selain pendidikan sebagai alat, melainkan juga berfungsi sebagai
pembaharu hidup atau renewal of life. Hidup itu selalu berubah, selalu menuju kepada
pembaharuan. Hidup itu ialah a self renewing process through action
upon environment.
Pendidikan sebagai agen pertumbuhan terjadi bilamana mampu mengembangkan
potensi anak yang tersembunyi
yang disebut potensialitas pertumbuhan.
Pendidikan berfungsi membantu anak untuk mengaktualisasikan potensipotensi yang tersembunyi tersebut. Pendidikan memiliki fungsi sosial jika
mampu mengembangkan jiwa sosial pada anak karena sebagai individu anak
juga sebagai mahluk sosial yang selalu berinteraksi dengan individu lainnya. Oleh
karena itu dalam hal ini pendidikan harus mampu memfasilitasi anak dalam
melakukan proses sosialisasi sehingga dapat menjadi warga masyarakat yang
diharapkan.
Di samping pandangan di atas, sesuai dengan pandangannya tentang hakikat
realitas yang terus mengalir, berubah, berkembang, Dewey mengemukakan bahwa
pendidikan berarti perkembangan sejak lahir hingga menjelang kematian.
Jadi pendidikan itu juga berarti kehidupan, dengan lain perkataan, pendidikan adalah

hidup itu sendiri. Bagi Dewey, education is growth, development, and life. Artinya
proses pendidikan tidak mempunyai tujuan di luar dirinya tetatpi terdapat dalam
pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan bersifat kontinu, reorganisasi dan
rekonstruksi, dan pengubahan pengalaman hidup. Pragmatisme tidak mengenal
adanya tujuan umum atau tujuan akhir pendidikan, yang ada hanyalah
tujuan instrumental karena tercapainya tujuan yang satu adalah alat untuk
mencapai tujuan berikutnya.
Setiap fase perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak. Masa pemuda dan
masa dewasa, semuanya adalah fase pendidikan, semua yang dipelajari pada fasefase tersebut mempunyai arti sebagai pengalaman belajar, pengalaman pendidikan.
Dalam arti yang luas pendidikan menurut pragmatisme dapat dikatakan bahwa
pendidikan adalah segala bentuk pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan hidup dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup
yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang.

Menurut Dewey, pendidikan yang benar hanya akan muncul dengan menggali
keunggulan-keunggulan anak yang timbul dari tuntutan situasi sosial di mana dia
menemukan dirinya sendiri. Melalui tuntutan sosial ini anak dirangsang untuk mampu
bertindak sebagai anggota suatu unit sosial tertentu. Beberapa pandangan
Dewey tentang pendidikan dapat dirangkum sebagai berikut.
1) Insting dan potensi-potensi anak menjadi titik tolak untuk semua pendidikan.
2) Pendidikan adalah proses hidup itu sendiri dan bukan persiapan untuk hidup.
3) Sebagai lembaga sosial, sekolah harus menyajikan kehidupan nyata dan penting
bagi anak sebagaimana yang terdapat di dalam rumah, di lingkungan sekitar, atau di
lingkungan masyarakat luas. (Dewey dalam Krogh, 1994).
Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencapai suatu kehidupan yang demokratis.
Demokrasi bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup bersama,
sebagai way of life, pengalaman bersama dan komunikasi bersama. Dewey
mengemukakan beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang baik sebagai berikut.
1) Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan berdasarkan kegiatan dan kebutuhan
intrinsik peserta didik.
2) Tujuan pendidikan harus mampu menimbulkan suatu metode yang dapat
mempersatukan aktifitas pengajaran yang sedang berlangsung.
3) Pendidik harus tetap menjaga jangan sampai ada tujuan umum dan tujuan akhir.
Untuk mengetahui bagaimanakah proses belajar terjadi pada anak didik, kita lihat
bagaimana syarat-syarat untuk pertumbuhan.
Pendidikan sama dengan pertumbuhan. Syarat pertumbuhan adalah adanya
kebelumdewasaan atau kebelum matangan (immaturity), yang berarti kemampuan
untuk berkembang. Immaturity tidak berarti negatif tetapi positif, yaitu kemampuan,
kecakapan, dan kekuatan untuk tumbuh. Ini menunjukkan bahwa anak didik adalah
hidup, ia memiliki semangat untuk berbuat. Pertumbuhan bukan sesuatu yang harus
kita berikan, akan tetapi sesuatu yang harus mereka lakukan sendiri. Ada dua sifat
immaturity, yakni kebergantungan dan plastisitas. Kebergantungan berarti
kemampuan untuk menyatakan hubungan sosial dan ini akan menyebabkan
individu itu matang dalam hubungan sosial. Sebagai hasilnya, akan tumbuh
kemampuan interdependensi atau saling kebergantungan antara anggota
masyarakat yang satu dengan yang lain. Plastisitas mengandung pengertian
kemampuan untuk berubah. Plastisitas berarti juga habitat yaitu kecakapan
menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan, bersifat aktif
mengubah lingkungan.
Dalam proses belajar, Dewey menekankan pentingnya prinsip learning by doing atau
belajar dengan bekerja, belajar melalui praktek, karena belajar dengan bekerja adalah
dua kegiatan yang tidak dapat dipisahklan seperti halnya pendidikan dengan
kehidupan atau seperti halnya anak dengan masyarakat. Learning by doing ini berlaku
bagi semua tingkatan usia anak. Kapankah proses belajar itu dimulai dan

kapankah berakhir. Sesuai dengan pandangan Dewey, bahwa pendidikan adalah
pertumbuhan itu sendiri, maka proses belajar pun berlangsung terus-menerus sejak
lahir dan berakhir pada saat kematian. Pendidikan adalah pengalaman, yaitu suatu
proses yang berlangsung secara terus- menerus. Terdapat hubungan yang erat antara
proses belajar, pengalaman dan berpikir.
Pengalaman itu bersifat aktif dan pasif. Pengalaman yang bersifat aktif berarti
berusaha, mencoba dan mengubah, sedangkan pengalaman pasif berarti menerima dan
mengikuti saja. Kalau kita mengalami sesuatu maka kita berbuat, sedangkan
kalau mengikuti sesuatu kita memperoleh akibat atau hasil belajar. Belajar dari
pengalaman adalah menghubungkan pengalaman kita dengan pengalaman masa lalu
dan yang akan datang. Belajar dari pengalaman berarti mempergunakan daya pikir
reflektif (reflective thinking) dalam pengalaman kita.
Pengalaman yang efektif adalah pengalaman yang reflektif. Ada lima langkah berpikir
reflektif menurut Dewey (1994), sebagai berikut.
1) merasakan adanya keraguan, kebingungan yang menimbulkan masalah,
2) mengadakan interpretasi tentatif (merumuskan hipotesis),
3) mengadakan penelitian atau pengumpulan data yang cermat,
4) memperoleh hasil dari pengujian hipotesis tentatif, dan
5) hasil pembuktian sebagai sesuatu yang dijadikan dasar untuk berbuat
Metode berpikir reflektif atau problem solving yang dikemukakan di atas
merupakan metode mengajar utama yang disarankan Dewey. Langkah pertama
dan kedua bersumber dari berpikir deduktif, sedangkan langkah ketiga dan keempat
merupakan tahap berpikir induktif. Dengan demikian dari langkah kesatu
sampai dengan langkah keempat terdapat gabungan berpikir deduktif dan
induktif yang kemudian hasil gabungan berpikir itu harus diuji kembali dalam
implementasi. Pengujian terakhir inilah yang paling menentukan karena
kebenaran pragmatis ditentukan dalam realitas hidup manusia yang sebenarnya.
Pragmatisme tidak menolak metode mengajar lain selain problem solving sepanjang
metode tersebut relevan dan dapat menimbulkan aktivitas serta inisiatif anak. Dengan
demikian metode mengajar harus bersifat fleksibel. Dalam penyusunan bahan ajar
menurut Dewey hendaknya memperhatikan syarat- syarat sebagai berikut: (1) bahan
ajar hendaknya kongkrit, dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan,
dipersiapkan secara sistematis dan mendetil, (2) pengetahuan yang telah diperoleh
sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti yang
memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru dan kegiatan yang lebih menyeluruh.
Bahan ajar harus berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji serta minatminat dan kebutuhan-kebutuhan anak. Hal yang terakhir memberikan implikasi bahwa
sekolah perlu membuat kurikulum darurat untuk memenuhi minat dan kebutuhan
anak. Bahan-bahan pelajaran bagi anak didik tidak bisa semata-mata diambil dari

buku-buku pelajaran yang diklasifikasikan dalam bentuk disiplin ilmu yang
ketat, akan tetapi harus bersifat interdisipliner, berisikan kemungkinankemungkinan, harus mendorong anak untuk bergiat dan berbuat, dan memberikan
rangsangan kepada anak untuk bereksperimen. Bahan pelajaran harus merupakan
kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah (problem).
Peranan pendidik menurut pragmatisme bukanlah sebagai instruktur yang
mendominasi kegiatan pembelajaran, akan tetapi sebagai fasilitator. Secara rinci
peranan pendidik menurut pragmatisme adalah sebagai berikut.
1) Pendidik tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai
dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
2) Pendidik hendaknya menciptakan suatu situasi, sehingga anak merasakan adanya
suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul minat untukmemecahkan masalah
tersebut,
3) Untuk membangkitkan minat anak, hendaknya guru mengenal kemampuan serta
minat masing-masing atau peserta didik.
4) Pendidik hendaknya dapat menciptakan siatusi yang menimbulkan kerja sama
dalam belajar, antara murid dengan murid begitu pula natara guru dengan murid.
Lembaga pendidikan mempunyai fungsi-fungsi khusus sebagai berikut.
1) Menyediakan lingkungan yang disederhanakan. Tidak mungkin kita memasuk-kan
seluruh peradaban manusia yang sangat kompleks ke dalam sekolah. Demikian
pula, anak didik tidak mungkin dapat memahami seluruh masyarakat yang sangat
kompleks. Itulah sebabnya lembaga pendidikan merupakan masyarakat atau
lingkungan hidup manusia yang disederhanakan
2) Membentuk masyarakat yang akan datang yang lebih baik. Anak didik tidak
belajar dari masa lampau tetapi belajar dari masa sekarang untuk memperbaiki
masa yang akan datang.
3) Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di
dalam lingkungan. Lembaga pendidikan memberi kesempatan kepada setiap
individu/ anak didik untuk memperluas lingkungan hidupnya.

Aliran esensialisme

Aliran eksistensialisme

Aliran Pragmatisme = eksperimentalisme = instrumentalisme

Undang-undang yang melandasi penyelenggaraan PTK :

Pengaturan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan di Indonesia
Indonesia memiliki pengklasifikasian VET (vocational education dan
training) yang agak unik dan sedikit berbeda dengan yang diterapkan di negara lain.
Secara keseluruhan, jenis-jenis pendidikan di Indonesia diatur dalam UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 15. Pasal ini berbunyi: “Jenis
pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus.” Ada 3 jenis pendidikan yang masuk kedalam kategori PTK
(pendidikan teknologi dan kejuruan) yaitu kejuruan, profesi dan vokasi.
Pendidikan Kejuruan didefinisikan sebagai pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Pendidikan Profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian
khusus. Pendidikan Vokasi adalah pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta
didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara
dengan program sarjana. Berikut bagan pendidikan vokasi di Indonesia. Lihat juga
tulisan lainnya tentang pembagian peran Kemdikbud dan Kemnakertrans,

Peran Kementerian Pendidikan
Secara organisasional, ruang lingkup operasional dari kesemua jenis pendidikan
dibawah Kemdikbud ada di Dirjen Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah)
untuk pendidikan umum & kejuruan. Kemudian Dirjen Dikti (Pendidikan Tinggi)
menangani pendidikan akademik, profesi dan vokasi.
Pendidikan kejuruan mencakup institusi SMK dan MAK, serta ada juga SMK 4 tahun
dan community college. Pendidikan profesi adalah kegiatan yang dijalankan

perguruan tinggi dengan organisasi profesi seperti kedokteran, hukum, akuntan, dll
dalam mencetak tenaga profesi berbasis S1. Untuk pendidikan vokasi dijalankan oleh
perguruan tinggi termasuk politeknik pada jenjang D1, D2, D3 dan D4, hingga SP1
dan SP2 (singkatan dari Spesialis yang setara S2 dan S3).
Kemudian dalam UU Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan vokasional juga
mencakup pendidikan nonformal berupa pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
Lembaga kursus dan lembaga pelatihan masuk dalam kategori ini dan dibawah
pengaturan Kementerian Pendidikan.
Masih dalam UU Sisdiknas, diatur juga mengenai pendidikan kedinasan yang
merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga
pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan
calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan ini diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan
nonformal.

Peran Kementerian Tenaga Kerja

Kementerian Tenaga Kerja mengemban amanat UU Ketenagakerjaan tahun 2003 yang
mengatur tentang pelatihan kerja dan pemagangan, dua hal yang sangat erat kaitannya
dengan VET. Jadi Kementerian Pendidikan mengatur masalah "education" dan
Kementerian Tenaga Kerja mengatur masalah "training", kesemuanya bersifat
vocational atau berorientasi pada "pekerjaan".
Indonesia telah memiliki PP 31/2006 tentang Pelatihan Tenaga Kerja. Pelatihan kerja
diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga pelatihan
kerja swasta. Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat
kerja. Lembaga pelatihan kerja pemerintah termasuk bidang yang diatur dibawah
Kementerian Tenaga Kerja. Lembaga yang menyelenggarakan pelatihan kerja ini
seperti BLK (Balai Latihan Kerja) baik milik pemerintah maupun swasta serta kursuskursus yang sebagian bersifat vokasional atau mempersiapkan peserta didik/latih
untuk bekerja pada bidang tertentu.
Kemudian, pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan. Dalam
UU Ketenagakerjaan, definisi pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja
yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan
bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau
pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa
di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian

tertentu. Pemagangan dapat dilaksanakan di perusahaan sendiri atau di tempat
penyelenggaraan pelatihan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar
wilayah Indonesia.
Yang menarik, pemagangan ini diatur cukup rinci dalam UU Ketenagakerjaan, namun
tidak diatur dalam UU Sisdiknas. Padahal pemagangan adalah metode pembelajaran
mutlak yang harus diterapkan dan diatur sebaik-baiknya dalam VET.
Daerah Abu-Abu (Grey Area)
Walau tampak jelas di tataran perundang-undangan, namun masih banyak hal yang
masuk grey area dalam pengelolaan VET di Indonesia. Ada banyak contoh yang perlu
diperhatikan, misalnya dimana setiap kementerian juga memiliki institusi pendidikan
dan pelatihan sendiri. Ini membuat kompleks persoalan pendidikan dan pelatihan
vokasional di negeri kita. Contoh seperti Kemdagri, Kemkeu, TNI, dll yang memiliki
institusi pendidikan dan pelatihan sendiri, baik yang teritegrasi dengan sistem
pendidikan nasional, maupun yang berdiri sendiri. Hal ini diatur oleh UU Sisdiknas,
namun turunan peraturannya diatur lagi oleh masing-masing sektor.
Dalam UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa untuk memberikan saran dan
pertimbangan dalam penetapan kebijakan serta melakukan koordinasi pelatihan kerja
dan pemagangan dibentuk lembaga koordinasi pelatihan kerja nasional. Pembentukan,
keanggotaan, dan tata kerja lembaga koordinasi pelatihan kerja diatur dengan
Keputusan Presiden. Namun dimana keterlibatan peran bidang pre-service
(Kementerian Pendidikan) dalam lembaga koordinasi ini?
Potensi masalah berikutnya adalah pada standar kompetensi dan sertifikasi
kompetensi. UU Sisdiknas menyebut tentang standar kompetensi lulusan uji
kompetensi dan sertifikasi kompetensi yang diatur oleh satuan pendidikan yang
terakreditasi atau lembaga sertifikasi. UU Ketenagakerjaan mengatur tentang standar
kompetensi nasional yang diatur oleh BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).
BNSP sendiri diatur oleh PP 23/2004. Lalu dimana keterkaitan keduanya? Siapakah
yang menentukan standar kompetensi? Bagaimana prosesnya?
Bagaimana koordinasi semua kegiatan ini? Bagaimana menjamin adanya sinkronisasi
terhadap tujuan nasional dalam pembangunan SDM bangsa? Siapa saja pihak-pihak
yang bertanggung jawab?
Masih banyak PR yang harus dikerjakan, ini tugas kita semua.
Update:
Pemerintah mengeluarkan Perpres 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI). KKNI adalah suatu kerangka penjenjangan kualifikasi
kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara

bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka
pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai
sektor. KKNI terdiri atas 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari jenjang 1
(satu) sebagai jenjang terendah sampai dengan jenjang 9 (sembilan) sebagai jenjang
tertinggi.
Karena Perpres ini hanya "keragka", maka masih terlalu dini untuk bisa menilai
apakah KKNI ini akan dapat sedikit mengurai benang yang mulai kusut dalam
pendidikan dan pelatihan vokasional Indonesia? Perlu adanya regulasi yang lebih
detail untuk dapat dioperasionalkan di lapangan dan mudah pelaksanaan enforcement
kelak.
Berikut skema rancangan KKNI (dari Dikti.org), klik gambar untuk memperbesar.

Berikut skema keterkaitan antara dunia pendidikan dengan KKNI (dari Dikti.org),
klik gambar untuk memperbesar.

Berikut skema pencapaian level KKNI melalui berbagai jalur (dari PII.or.id), klik
gambar untuk memperbesar.

Ringkasan :
Eksistensialisme berpandangan pendidikan vokasi/kejuruan mengembangkan
eksistensi manusia, bukan merampasnya. Pragmatisme berpandangan bahwa
philosophy pendidikan kejuruan adalah ”Matching”: what job was need and what was
needed to do the job. Pendidikan kejuruan/vokasi harus Real-word situation,
contextual and experience, dan Aliran Esensialisme dimana pendidikan harus
bertumpu pada nilai-nilai teruji sepanjang masa(liberal arts) spt bahasa, gramatika,
sastra, filsafat, ilmu alam, matematika, sejarah dan seni; kritik terhadap
progresivisme.
Mengutip dari pernyataan diatas bahwa pragmatisme merupakan philosophy
yang paling efektif untuk education-for-work. Karena philosophy pragmatisme
menyeimbangkan philosophy esensialisme dan eksistensialisme. Disamping itu
philosophy lainnya yang mendasari pendidikan kejuruan/vokasi adalah philosophy
humanisme dalam kaitannya dengan personal growth dan philosophy progressive
dalam kaitannya dengan reformasi sosial. Philosophy esensialisme merupakan akar
dari idealisme dan realisme. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang
membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung
esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak
Secara keseluruhan, jenis-jenis pendidikan di Indonesia diatur dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 15. Pasal ini berbunyi:
“Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus.”
Dari

pernyataan

di

atas,

maka

peran

guru

adalah

memberikan

dorongan kepada peserta didik untuk bekerja bersama-sama, menyelidiki dan
mengamati sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan sendiri sesuai dengan minat
yang ada pada dirinya. Melalui cara ini anak akan belajar dengan bekerja. Lembaga
pendidikan merupakan suatu lingkungan khusus, bagian dari lingkungan manusia
yang mempunyai peranan dan fungsi khusus sebagai berikut. Lembaga pendidikan
khususnya sekolah dipandang sebagai sebuah mikrokosmos dari masyarakat yang
lebih luas. Di sini para siswa dapat mengkaji masalah-masalah sosial yang pada
umumnya sering dihadapi masyarakat. Sekolah harus menjadi laboratorium
belajar yang hidup dan suatu model kerja demokrasi.

Sumber :
http://www.scribd.com/doc/45080023/Kolaborasi-Teori-Dalam-PendidikanPragmatisme
http://1ptk.blogspot.com/2011/11/pengaturan-pendidikan-teknologi-dan.html