ISU EXTREMITAS FUNDAMENTALISME DAN RADIK

EXTREMITAS FUNDAMENTALISME DAN
RADIKALISME

ANTHONY
160414011

UNIVERSITAS SURABAYA

BAB I
PENDAHULUAN

I.

Pengertian Fundamentalisme
Secara etimologi fundamentalisme berasal dari kata fundamental yang berarti halhal yang mendasar atau asas-asas. Sebagai sebuah gerakan (komunitas) keagamaan,
fundamentalis dipahami sebagai penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan
reaksioner, yang memiliki doktrin untuk kembali kepada ajaran agama yang asli seperti
tersurat dalam kitab suci. Gagasan dan posisi umat beragama yang mengacu pada istilah
“fundamentalisme” tampaknya masih perlu dielaborasi lebih jauh.
Dalam pandangan Gellner, gagasan dasar fundamentalisme adalah bahwa suatu
agama tertentu dipegang kokoh dalam bentuk literal (harfiah) dan bulat, tanpa kompromi,

pelunakan, re-interpretasi dan tanpa pengurangan. Hal senada dikemukakan oleh David
Ray Griffin, dalam bukunya God and Religion in the Modern World. Dapat disebutkan
bahwa fundamentalisme adalah sebuah aliran atau faham yang berpegang teguh pada
dasar-dasar agama secara ketat melalui penafsiran terhadap kitab suci secara rigid dan
literalis. Dalam pandangan Habermas fundamentalis adalah sebagai gerakan keagamaan
yang memberikan porsi sangat terbatas terhadap akal pikiran (rasio), ketika memberikan
interpretasi dan pemahaman terhadap teks-teks keagamaan.
Dengan demikian, fundamentalisme dapat disebut sebuah gerakan dalam sebuah
aliran atau paham keagamaan yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini
sebagai dasar-dasar atau asas-asas. Selain dalam persoalan agama, fundamentalisme
terjadi juga pada bidang yang lainnya, seperti fundamentalisme politik, ekonomi dan
lainnya. Hanya saja, belakangan, istilah fundamentalisme lebih banyak dan sangat
populer dilekatkan pada persoalan keagamaan.

II.

Pengertian Radikalisme
Sedangkan ‘radikalisme’ berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar ;
(radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada
kata “akar” atau mengakar. Perubahan radikal berarti perubahan yang mengakar, karena

hal itu menyangkut penggantian dasar-dasar yang berubah tadi. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, radikal diartikan sebagai secara menyeluruh, habis-habisan, amat
keras menuntut perubahan, dan maju dalam berpikir atau bertindak. Islam radikal
mengandung makna kelompok Islam yang memiliki keyakinan ideologis tinggi dan
fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang
sedang berlangsung.

iii

Dengan demikian, radikalisme dapat dipahami sebagai paham keagamaan yang
mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar, fanatik keagamaanya cukup tinggi,
tidak jarang penganut paham ini menggunakan kekerasan dalam mengaktualisasikan
paham keagamaan yang dianut dan diyakininya. Kaum radikalis menginginkan adanya
perubahan atau pembaruan sosial-keagamaan secara mendasar dengan sistem atau tata
nilai baru yang diyakininya. Radikalisme tidak saja berupa paham atau ideologi
keagamaan yang bersifat wacana dan pemikiran, pada batas-batas tertentu paham ini
dapat menjelma dalam bentuk gerakan dan aksi-aksi di lapangan.
III.

Kesimpulan Pengertian

Berdasarkan uraian di atas dapat disebutkan bahwa fundamentalisme lebih
merupakan sebuah keyakinan untuk kembali pada fondasi dan dasar-dasar agama. Hal
yang sama dilekatkan pula pada istilah radikalisme. Maknanya bisa positif atau negatif.
Ekses negatif yang diakibatkan dari pandangan yang fundamentalis adalah sikap
kekerasan dan anarkis. Penyandingan kekerasan dengan radikalisme disebabkan, gejala
dalam realitas sosial yang sering nampak. Kelompok radikal sering menggunakan caracara kekerasan dalam mencapai tujuan-tujuan mereka. Kendati kelompok radikal tidak
identik dengan kekerasan. Oleh karena, radikalisme tidak semata-mata pada gerakan atau
aksi-aksi, tetapi ia dapat pula dalam bentuk pemikiran atau keyaknan terhadap suatu
ideologi. Dalam konteks tertentu, dapat disebutkan bahwa fundamentalisme merupakan
spirit pemikiran dan gerakan bagi radikalisme agama.

iv

BAB II
PEMBAHASAN

I.

Tragedi Norwegia (22 Juni 2011)
Penembakan membabi-buta terhadap ratusan orang di Utoeya, Norwegia,

yang menewaskan sedikitnya 92 orang jelas adalah perbuatan yang tidak bisa
dibenarkan dari sudut pandang manapun. Peristiwa itu adalah teror untuk semua
orang, bukan hanya di Norwegia saja.
Bahkan, tragedi penembakan tersebut bisa kita sebut sebagai bencana
kemanusiaan. Betapa tidak, setelah mengebom kompleks kantor perdana menteri di
Oslo, si pelaku dengan dingin memberondongkan tembakan ke arah ratusan orang
yang sedang berkumpul pada acara perkemahan musim panas yang digelar Partai
Buruh. Pelaku tindakan gila tersebut diidentifikasi bernama Anders Behring Breivik,
seorang yang terindikasi berpandangan ekstrem kanan dan mengaku Kristen
fundamentalis.
Tragedi Norwegia mengingatkan pada tragedi pengeboman Oklahoma pada
1995. Bukan saja karena modusnya sama, yakni membeli beberapa ton pupuk yang
kemudian diracik menjadi bom. Namun, juga karena si pelaku juga dikungkung oleh
pemahaman sempit yang antitoleransi dan fobia terhadap ancaman-ancaman ideologis
semu. Belajar dari tragedi tersebut, menyemai pemahaman dan sikap toleran, inklusif,
dan cinta damai adalah pekerjaan rumah semua pihak untuk menangkal terorisme.

II.

Tragedi Bom Mariot (5 Agustus 2003)

Pada 5 Agustus 2003, terjadi tragedi kemanusiaan dengan pengeboman di
hotel JW Marriot, Kuningan, Jakarta. Saat itu, pengeboman terjadi pada pukul 12.45
WIB, yang berasal dari bom bunuh diri dengan menggunakan mobil Toyota Kijang
bernomor polisi B 7426 ZN yang dikemudikan oleh Asmar Latin Sani dan
mengakibatkan 12 orang tewas dan mencederai 150 orang. Akibat peristiwa itu, Hotel
JW Marriott ditutup selama lima minggu dan beroperasi kembali tanggal 8 September
2003.
Selang, enam tahun kemudian tragedi serupa terjadi di JW Marriot, pada 17
Juli 2009. Hanya saja kali ini, bom dilakukan dengan cara bom bunuh diri yang
artinya menunjukkan bahwa teroris masih terus bergentayangan.

v

III.

Tragedi Bom Bali I dan II (12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005)

IV.

Kerusuhan Mei 1998


V.

Pembahasan
Fenomena kekerasan di atas mengindikasikan bahwa gerakan “radikalisme
agama” menjadi sebuah kekuatan yang laten, muncul tiba-tiba dan berbahaya.
Kekerasan atas nama agama menyebabkan pada situasi di mana agama kini sedang
mengalami pengujian sejarah secara kritis. Bandul pendulum agama tergantung pada
persepsi dan perilaku penganutnya yang akan mengarahkan pada dua sisi, yaitu
“humanisasi” atau justru malah sebaliknya, “dehumanisasi”.
Fenomena kekerasan sudah sangat lama terjadi. Kekerasan sering dijadikan
alat ampuh untuk memenuhi keinginan beberapa individu atau kelompok terhadap
masalah yang begitu kompleks. Dan ternyata kekerasan juga menghinggapi pada
agama-agama.
Radikalisme agama menjadi pembicaraan yang tidak pernah berhenti selama
satu dekade ini. Bentuk-bentuk radikalisme yang berujung pada anarkisme, kekerasan
dan bahkan terorisme memberi stigma kepada agama-agama yang dipeluk oleh
terorisme. Dalam hal ini Frans Magnis Suseno (Jawa Pos, 2002:1) menyatakan,
“Siapa pun perlu menyadari bahwa sebutan teroris memang tidak terkait dengan
ajaran suatu agama, tetapi menyangkut prilaku keras oleh person atau kelompok.

Karena itu, cap teroris hanya bisa terhapus dengan prilaku nyata yang penuh toleran”.
Terminologi “radikalisme” memang dapat saja beragam, tetapi secara
essensial adanya pertentangan yang tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan oleh
kelompok agama tertentu di satu pihak dengan tatanan nilai yang berlaku saat itu.
Adanya pertentangan yang tajam itu menyebabkan konsep radikalisme selalu
dikaitkan dengan sikap dan tindakan yang radikal, yang kemudian dikonotasikan
dengan kekerasan secara fisik.

vi

BAB III
KESIMPULAN

Kekerasan bukanlah merupakan sebuah tawaran yang bijak untuk
menyikapi polarisasi dunia akibat tamparan hebat modernitas. Setiap agama
memiliki banyak kerangka pemikiran untuk mewujudkan perdamaian di muka
bumi. Hanya saja, eksplorasi atas makna-makna perdamaian dalam Islam telah
dicemari oleh beberapa perilaku kekerasan oleh gerakan radikal. Tugas kaum
agamawan adalah bagaimana menawarkan solusi atas kekerasan ini agar ada
pernyataan bahwa kekerasan bukanlah ajaran agama.

Karena kekerasan itu akibat dari modernitas, maka Peter L. Berger (2003)
menawarkan dua strategi untuk merespon modernitas dan sekularisasi ini, yaitu
“revolusi agama” (religious revolution) dan “subkultur agama” (religion
subcultures). Yang pertama adalah bagaimana kaum agamawan mampu merubah
masyarakat secara keseluruhan dan menghadirkan model agama yang modern.
Dan yang kedua adalah bagaimana upaya kita untuk mencegah pengaruhpengaruh luar agar tidak mudah masuk ke dalam agama.
Solusi yang bisa ditawarkan dalam menyikapi fenomena radikalisme
agama antara lain: pertama, menampilkan agama sebagai ajaran universal yang
memberikan arahan bagi terciptanya perdamaian di muka bumi. Kedua, perlu ada
upaya penggalangan aksi untuk menolak sikap kekerasan dan terorisme. Aksi ini
melibatkan seluruh kelompok-kelompok dalam agama-agama yang tidak
menghendaki hal demikian. Terorisme dan kekerasan adalah bentuk pelecehan
atas nama agama dan kemanusiaan.

vii

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA



Fundamentalisme - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas



Qardhawi, Yusuf, Islam Ekstrem (analisa dan pemecahannya), Mizan, Bandung, 1993



Karel A, Steen Brink, Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19, Bulan
Bintang, Jakarta, 1984



Azra, Azyumardi, Memahami Gejala Fundamentalisme. Jurnal Ulumul Qur'an. Edisi 17
Dec 2000



Chulsum, Umi dan Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko,
2006.




Dephan, Terorisme. Artikel pada www.balitbangdephan.com. Didownload pada 25
September 2007.



Karyono, Ribut, Fundamentalisme Dalam Kristen – Islam . Yogyakarta: Kalika Press,
2003.



Kompasonline.com edisi Jumat, 02 Maret 2007.



Kompas edisi 2-9-2003




Penulis, Mencegah Fundamentalis-radikalis. Artikel internet pada www.isamkui.co.id
didownload pada 27 September 2007.

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN JUDUL

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I

PENDAHULUAN

iii

Pengertian Fundamentalisme
Pengertian Radikalisme
Kesimpulan Pengertian
BAB II

PEMBAHASAN

v

Tragedi Norwegia
Tragedi Bom Marriot
Tragedi Bom Bali I dan II
Kerusuhan Mei 1998
Pembahasan
BAB III

KESIMPULAN

vii

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

viii

ii