PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK ATAS
TANAH

MAKALAH
Oleh
Yurisal Deviton Aesong
Manado, 2012
(aesongyurisal@yahoo.com)/085240771214

A. PENDAHULUAN
Konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah negara hukum yang
mengandung makna dalam penyelenggaraan pemerintahan dan bernegara
didasarkan atas hukum. Penegasan bahwa Indonesia ialah negara hukum tampat
nyata ketika dilakukan amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan
bahwa “negara Indonesia ialah negara hukum. Makna yang paling esensi dari
negara hukum ialah segala hubungan antara negara dan masyarakat atau antara
sesama anggota masyarakat dilandasi oleh aturan hukum baik tertulis maupun
tidak tertulis (Azhary 1995).
Sangat strategisnya obyek tanah bagi bangsa Indonesia, maka hal ini diatur
dalam Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945) Pasal 33 Ayat (3) yang mengatur bahwa “bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Pasal 4 Undang–undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok–pokok Agraria (UUPA) menyatakan,
bahwa atas dasar menguasai dari Negara tersebut ditentukan adanya macam1

macam hak atas permukaan bumi yaitu tanah, yang dapat diberikan dan dipunyai
oleh orang–orang. Tanah yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang–orang
dengan hak–hak yang disediakan oleh UUPA, yaitu untuk digunakan atau
dimanfaatkan, diberikan dan dimilikinya tanah dengan hak–hak tersebut tidak
akan bermakna, jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai
permukaan bumi saja.
Berbicara tentang masalah tanah, jika ditinjau dari hukum adat merupakan
suatu hal yang cukup esensiil dalam kehidupan manusia. Menurut Suyono
Wignjodipuro ada dua hal pokok yang menyebabkan tanah mempunyai
kedudukan penting, yaitu karena sifatnya yakni merupakan satu-satunya benda
kekayaan yang bagaimanapun keadaannya masih tetap bersifat tetap atau kadangkadang bahkan menguntungkan. Kedua karena fakta bahwa bahwa tanah itu
merupakan tempat tinggal persekutuannya, merupakan penghitungan bagi warga
persekutuan, merupakan tempat warga dikebumikan, dan juga merupakan tempat
tinggal para roh dan dayang-dayang leluhur persekutuan (Surojo 1968). Hal

senada juga disampaikan oleh Maria S.W. Sumardjono bahwa karena sifatnya
yang langka dan terbatas, serta merupakan kebutuhan dasar setiap manusia inilah
maka pada hakekatnya masalah tanah merupakan masalah yang sangat menyentuh
keadilan, tetapi tidak selalu mudah untuk merancang suatu kebijakan pertanahan
yang dirasakan adil untuk semua pihak (Sumardjono 2005).
Era globalisasi dan liberalisasi perekonomian dewasa ini, maka peranan
tanah bagi berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim
maupun untuk kegiatan bisnis. Sehubungan dengan hal tersebut akan meningkat
2

pula kebutuhan akan dukungan berupa kepastian hukum di bidang pertanahan.
Pemberian kepastian hukum di bidang pertanahan ini, memerlukan tersedianya
perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara
konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya. Selain itu, dalam
rangka menghadapi berbagai kasus nyata diperlukan pula terselenggaranya
kegiatan pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas
tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya,
dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon
kreditur, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang
menjadi obyek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah

untuk melaksanakan kebijakan pertanahan.
Berkaitan dengan itu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan untuk
diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum
dimaksud. Penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendafataran Tanah
(Abdullah 2008).
Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, A.P. Parlindungan dalam
Supriadi mengatakan bahwa “dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka
kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, di zaman
informasi ini maka kantor pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah
memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang
3

tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan
negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat
memutuskan sesuatu yang diperlukan di mana terlibat tanah, yaitu data fisik dan
yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat
terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan

atas sebidang tanah/bangunan yang ada, sehingga untuk itu perlulah tertib
administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar (Supriadi 2008).
B. PERUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari uraian latar belakang penulisan maka penulis membatasi
permasalahan dengan perumusan sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah?
2. Bagaimana kepastian hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah?
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis
normatif) dengan mendasarkan pada sumber data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder dan tersier (Soekanto&Mamudji 2004). Metodologi
penelitian hukum pada pokoknya mencakup uraian – uraian tentang metode yang
digunakan, tipe penelitian yang akan dilakukan, metode pengumpulan data, serta
pengelohan data dan analisis data.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini
yaitu melalui studi kepustakaan/studi dokumen yang didasarkan pada data
sekunder/ sumber sekunder dengan cara mengkaji ketentuan–ketentuan hukum
positif maupun asas–asas hukum umum, dalam hubungannya dengan masalah4

masalah yang diteliti. Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan oleh

penulis dalam penelitian ini ialah teknik analisis data kualitatif, yakni suatu uraian
tentang cara-cara analisis berupa kegiatan mengumpulkan data kemudian diedit
dahulu untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya
kualitatif.
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Tentang Teori Perlindungan Hukum dan Pendaftaran Hak
Atas Tanah
Teori perlindungan hukum berdasarkan UUD 1945 terdapat dalam Alinea
ke empat Pemukaan UUU 1945 yang menyebutkan bahwa “melindungi segenap
bangsa dan seluruh tupah darah Indonesia”. Secara teoritik, aline ke empat
pembukaan UUD 1945 telah menentukan suatu teori perlindungan hukum bagi
segenap bangsa Indonesia termasuk perlindungan hukum terhadap pemegang hak
atas tanah (pemegang sertifikat hak atas tanah). Teoeri perlindungan hukum yang
terdapat dalam alinea ke empat pembukaan UUD 1945 tersebut tepat digunakan
karena adanya unsur :
a. Perlindungan hukum yang ditujukan kepada segenap bangsa Indonesia
dan teritorium, diantaranya ialah pemegang hak atas tanah yang
sebenarnya serta lingkungannya, melalui penerbitan sertifikat hak tas
tanah santun lingkungan yang berkepastian hukum secara yuridis.
b. Perlindungan yang bertujuan untuk pertahanan keamanan dan ketertiban

nasional, melalui penerbitan sertifikat hak tas tanah santun lingkungan
dengan asas publisitas positif dan pengadaan dana pertanggungan hak atas
5

tanah serta sesuai dengan advis planning yang berkeadilan secara materiil
dan bermanfaat secara preventif.
c. Perlindunga melalui peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan hak atas
tanah dan pengadaan dana pertanggungan yang secara materiil yang
bersifat lahiriyah.
d. Perlindungan melalui penciptaan rasa ketenangan dan kenyamanan bagi
pemegang sertifikat hak tas tanah dan lingkungannya dalam mencari
kebahagiaan hidup di akhirat secara spiritual yang bersifat rohaniah
(Syafruddin 2004).
Teori perlindungan hukum responsif menurut Philip Selznick dan Philippe
Nonet merupakan jawaban tepat untuk kebijakan bidang pertanahan yang selama
ini pragmatis, tegasnya agar relevan dalam pemberian perlindungan hukum
terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah dan lingkungannya, dengan kriteria
hukum yaitu :
a. Mempunyai tujuan yang obyektif.
Perlindungan hukum responsif bagi pemegang sertifikat hak atas tanah

danlingkungannya menghendaki tujuan yang obyektif yang hendak
dicapai yakni sertifikat hak atas tanah yang berkepastian hukum,
berkeadilan dan bermanfaat.
b. Mempunyai legalitas yang otoritatif.
Perlindungan hukum responsif bagi pemegang sertifikat hak atas tanah
dan lingkungannya menghendaki legalitas yang otoritatif dalam perolehan
sertifikat hak atas tanah melalui prosedur formil dan materiil dalam
6

pencapaian kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan yang substantif
berdasarkan kewenangan aturan hukum Badan Pertanahan Nasional
(BPN).
c. Mempunyai integritas yang adaptif yang dalam setiap putusan kegiatan
pendaftaran tanah melibatkan sebanyak mungkin tampungan aspirasi
masyarakat,

misalnya

melalui


penggunaan

asas

terbuka,

asas

musyawarah, asas contradictoir dilimitatie dan sekaligus bertanggung
jawab

melalui

pengadaan

dana

pertanggungan

hak


atas

tanah

(Selznick&Nonet 1978).
2. Tinjauan Tentang Hak Penguasaan Atas Tanah
Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum seperti yang dikemukakan
oleh Fitzgerald dalam Satjipto Rahardjo yaitu hak itu diletakkan kepada seseorang
yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai
orang yang memiliki title/identitas atas barang yang menjadi sasaran dari hak.
Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban.
Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif. Hak yang ada pada
seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission) atau tidak
melakukan (omission) sesuatu perbuatan. Ini bisa disebut sebagai isi dari Hak.
Commision atau omission menyangkut sesusatu yang bisa disebut sebagai obyek

dari hak. Setap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa
tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya (Rahardjo
1996).

Hak perorangan atas tanah terdiri dari :
7

a. Hak atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang memberi wewenang
bagi subjeknya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya. Hak atas
tanah terdiri atas :
1) Hak atas tanah orisinal atau primer, yaitu hak atas tanah yang bersumber
pada Hak Bangsa Indonesia dan yang diberikan oleh Negara dengan cara
memperolehnya melalui permohonan hak. Hak atas tanah yang termasuk
hak primer antara lain :
a) Hak Milik.
b) Hak Guna Bangunan.
c) Hak Guna Usaha.
d) Hak Pakai.
e) Hak Pengelolaan.
2) Hak atas tanah derivatif atau sekunder, yaitu hak atas tanah yang tidak
langsung bersumber kepada Hak Bangsa Indonesia dan diberikan pemilik
tanah dengan cara memperolehnya melalui perjanjian pemberian hak
antara pemilik tanah dengan calon pemegang hak yang bersangkutan. Hak
atas tanah yang termasuk dalam hal ini, yaitu:

a) Hak Guna Bangunan.
b) Hak Pakai.
c) Hak Sewa.
d) Hak Usaha Bagi Hasil.
e) Hak Gadai.
f) Hak Menumpang.
8

b. Hak Jaminan atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang tidak
memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah
yang dikuasainya tetapi memberikan wewenang untuk menjual lelang tanah
tersebut apabila pemilik tanah tersebut (debitur) melakukan wanprestasi.
Hak-hak jaminan atas tanah menurut hukum tanah nasional yaitu Hak
Tanggungan yang diatur dengan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah (Hutagalung dkk 2012).
E. PEMBAHASAN
1. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah
Teori perlindungan hukum menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Kesatua Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) alinea-4
menyebutkan bahwa “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia”. Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa “yang menjadi
permasalahan tanah saat ini justru bukan lagi masalah bagaimana si miskin
memperoleh tanah, namun yang menjadi masalah ialah bagaimana si pemilik
tanah dapat mempertahankan hak miliknya (hak atas tanah tersebut)”, pada saat
ini persoalan tanah telah berubah sifatnya, yang terlibat dalam persoalan tanah
bukan lagi pemilik tanah desa melawan buruh tani, tetapi antara pemilik modal
besar melawan pemilik tanah setempat, baik yang ada di desa maupun di kota, dan
antara pemerintah dan pemilik tanah di desa dan di kota”. (Soetrisno 1995)
Negara patut melindungi pemegang sertifikat hak atas tanah karena adanya
iktikad baik pemegangnya dan adanya keputusan negara menerbitkan sertifikat
9

sebagai bukti hak atas tanah yang tidak patut dibatalkan negara tanpa santunan,
untuk itu perlu adanya aturan hukum administrasi negara dan pelaksanaannya
yang sah, benar dan tepat sehingga perlindungan hukum patut diberikan kepada
pemegang sertifikat hak atas tanah. Terwujudnya kepastian hukum dalam
pendaftaran tanah tidak lepas dari faktor kekurangan dalam substansi aturan
pertanahan, disinkronisasi peraturan yang ada. Secara normatif, kepastian hukum
memerlukan tersedianya perangkat aturan perundang-undangan yang secara
operasional mampu mendukung pelaksanaannya. Secara empiris, keberadaan
peraturan-peraturan itu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber
daya pendukungnya.
Upaya pemerintah untuk memberikan suatu bentuk jaminan akan adanya
kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi seseorang ialah dengan
dilakukannya suatu pendaftaran hak atas tanah sebagaimana rumusan pasal 19
Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokokpokok Agraria. Adanya kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi setiap orang
secara tegas dinyatakan dalam pasal 19 ayat 1 bahwa untuk menjamin kepastian
hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia yang disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftara Tanah. Indonesia sebagai Negara hukum berkepentingan
mengatur perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah yang
berkepastian hukum, bermanfaat, dan berkeadilan dengan cara merespon
kebutuhan serta keinginan pemegang hak atas tanah dalam kehidupan masyarakat
secara transparan, tanpa tipu daya, intimidasi atau diskriminasi, dimana semua
10

orang ialah sama di hadapan hukum dan atas perlindungan hukum yang sama
tanpa diskriminasi apapun (Simamora 2011).
Hak-hak subyek hukum atas suatu bidang tanah dengan alai bukti berupa
suatu sertipikat harus dilindungi mengingat sertifikat hak atas tanah merupakan
bukti tertulis yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang, oleh karenanya
menurut Pasal 164 HIR dan Pasal 1866 KUH Perdata merupakan bukti otentik
yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna, dalam Pasal 32 avat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ditentukan dengan tegas bahwa sertipikat
merupakan Surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
2. Kepastian Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah
Menurut Maria S.W. Sumardjono bahwa hukum menghendaki kepastian.
Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan kepastian siapa pemegang hak milik
atau hak-hak lain atas sebidang tanah. Di dalam realitasnya, pemegang sertifikat
atas tanah belum merasa aman akan kepastian haknya, bahkan sikap keraguraguan yang seringkali muncul dengan banyaknya gugatan yang menuntut
pembatalan sertifikat tanah melalui pengadilan (Sumardjono 2001), dan menurut
Muchtar Wahid, berpendapat bahwa sertifikat tanah sebagai produk pendaftaran
yang memenuhi aturan hukum normatif, belum menjamin kepastian hukum dari
sudut pandang sosiologi hukum

(Wahid 2008), yang dimaksud oleh beliau

kepastian hukum dari sudut pandang sosiologi hukum itu ialah realitas sosial yang
terjadi di masyarakat, dengan memperhatikan kemampuan pemerintah, maka
pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan secara bertahap.

11

Sebagai langkah awal dilakukan pengukuran desa demi desa untuk
memenuhi ketersediaan peta dasar pendaftaran tanah yang memuat titik – titik
dasar tehnik dan unsur-unsur geografis serta batas fiksik bidang-bidang tanah,
pada wilayah yang belum dilakukan secara sistematik, peta dasar pendaftraan
tanah sangat diperlukan untuk mengidentifikasi dan menentapkan letak tanah
yang akan didaftarkan secara sporadik, dan selanjutnya menjadi dasar untuk
pembuatan peta pendaftaran. Sehubungan dengan pemberian kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah, baik mengenai subjek maupun objeknya, maka
pemerintah mengharuskan dilakukan pengumuman mengenai hak –hak atas tanah,
yang meliputi :
1. Pengumuman mengenai subjek yang menjadi pemegang hak yang dikenal
dengan sebagai asas publisitas dengan maksud agar masyarakat luas dapat
mengetahui tentang subjek dan objek atas satu bidang tanah. Adapun
implementasi dari asas publisitas ini yaitu dengan mengadakan pendaftaran
tanah.
2. Penetapan mengenai letak, batas-batas, dan luas bidang–bidang tanah yang
dipunyai seseorang atas sesuatu hak atas tanah, dikenal sebagai asas
spesialitas dan implementasinya ialah dengan mengadakan Kadaster,
dengan demikian, maka seseorang yang hendak membeli suatu hak atas
tanah tidak perlu melakukan penyelidikan sendiri, karena keterangan
mengenai subyek dan objek atas suaru bidang tanah dapat diperoleh dengan
mudah pada instansi pemerintah yang ditugaskan menyelenggarakan
Pendaftaran Tanah. (Pena Rifai)
12

F. PENUTUP
1. Perlindungan bagi pemegang hak atas tanah yang secara yuridis formal
merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia, namun demikian
tindakan untuk menindak setiap pihak yang melakukan pendudukan atas
tanah oleh pihak tertentu secara tidak sah harus dilakukan dengan hati-hati
agar tidak menimbulkan konflik sosial, ataupun konflik antara warga
dengan Pemerintah.
2. Sertifikat hak atas tanah sebagai bukti hak yang merupakan perwujudan
dari proses pendaftaran tanah yang dapat memberikan kepastian hukum
dan perlindungan hukum bagi pemegangnya, yang dilindungi dengan
diadakannya pendaftaran tanah yaitu pemegang sertifikat hak atas tanah,
karena dengan dilakukannya pendaftaran tanah berarti akan tercipta
kepastian hukum, kepastian hak serta tertib administrasi pertanahan
sehingga semua pihak terlidungi dengan baik, baik pemegang sertifikat,
pemegang hak atas tanah , pihak ketiga yang memperoleh hak atas tanah
maupun pemerintah sebagai penyelenggara negara.

DAFTAR PUSTAKA
Azhary, Negara Hukum Indonesia : Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsurunsurnya , Penerbit UI Press, Jakarta, 1995.
Arie S. Hutagalung, Suparjo Sujadi, Hendriani Parwitasari, Marliesa Qadarani,
Ida Nurlinda, Hukum Pertanahan di Belanda dan Di Indonesia, Seri
Penyusunan Bangunan Negara Hukum, Penerbit Pustaka Larasan, Edisi
Pertama, Denpasar, 2012.
Bachrul Amiq, Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010.
13

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2001.
Chairul Anam Abdullah, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah
Dalam Hal Terdapat Sertifikat Ganda Di Kabupaten Tangerang Propinsi
Banten, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2008.
Loekman Soetrisno, Menuju Masyarakat Partisipatif, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 1995.
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan
Implementasi, Buku Kompas, Jakarta, 2005.

Antara

Regulasi

dan

Moris L. Cohen, Sinopsis Penelitian Ilmu Hukum, Cet.1, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995.
Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah , Penerbit
Republika, Jakarta, 2008.
Pena Rifai, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah
(Suatu Kajian Terhadap Asas Itikad Baik/Kebenaran dan Asas Nemo Plus
Juris), Diakses dari http://pena-rifai.blogspot.com/2011/06/perlindunganhukum-terhadap-pemegang.html, pada tanggal 15 Januari 2013.
Philip Selznick dan Philippe Nonet, Law Socienty In Transition , Terjemahan
Zainal Abadin Siagian 2001, Medan 1978.
Romelda Proniastra Simamora, Problematika Yang Terjadi Dalam Mewujudkan
Perlindungan Dan Kepastian Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas
Tanah, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011.
Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Penerbit CV. Haji
Masagung, Jakarta, 1968.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Penerbit P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Supriadi, Hukum Agraria , Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet ke - 3, UI Press, Jakarta,
1986.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Penerbit CV. Alvabeta, Bandung,
2005.
14

Syafruddin, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah
:Studi Kasus Terhadap Hak Atas Tanah Terdaftar Yang Berpotensi Hapus
Di Kota Medan, Tesis, Program Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara,
Medan, 2004.
Tim Penyusun, Bahan Ajar Hukum Agraria , Fakultas Hukum Universitas Sam
Ratulangi, Manado, 2007.
Tim Pengajar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2007.

15