BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Startegi Partai Aceh Terhadap Pemenangan Pasangan dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf Pada Pemilukada Aceh 2012

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) bagi sebuah negara yang

  menganut paham demokrasi sejatinya merupakan kebutuhan yang tidak terelakkan. Sebagaimana dikatakan oleh Huntington (1995), demokrasi adalah suatu sistem politik dimana para pembuat keputusan kolektif tertinggi dalam sistem ini dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala. Karena itu, pemilu tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan pemerintahakan keabsahan kekuasaannya, juga yang terpenting adalah sebagai sarana bagi rakyat untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan mereka dalam kehidupan berbangsa

1 Indonesia sebagai negara penganut demokrasi, juga sudah tentu

  melaksanakan Pemilu sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Pemilu adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung,umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

   Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Didalam Pemilu, hak- 1 hak dan aspirasi rakyat dapat disalurkan secara langsung dan bebas.

  Ibramsyah Amirudin, Kedudukan KPU dalam Struktur Kenegaraan Republik Indonesia Pasca 2 Amandemen UUD 1945. 2008. Yogyakarta: Laksbang Mediatama.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, hal. 105.

  Pelaksanaan Pemilu di Indonesia tidak terbatas hanya dalam penentuan pemimpin negara saja. Tetapi Pemilu juga diperuntukkan bagi warga negara untuk memilih secara langsung wakilnya di daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dilaksanakanlah Pemilukada (Pemilihan Umum Kepala Daerah).

  Pemilukada merupakan sebuah proses perwujudan demokrasi di tingkatan daerah dalam rangka memilih kepala daerah secara langsung oleh warganya untuk mencari sosok pemimpin seperti apa yang mereka inginkan. Aturan mengenai pemilihan kepala daerah pertama kali diatur dalam Undang-undang RI No. 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat 1 yang mengatakan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara

   demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.

   dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”.

  Undang-undang ini kemudian direvisi berbagai penjelasan teknisnya dalam PP Nomor 6 tahun 2005. Maka sejak tahun 2005 pelaksanaan Pemilukada pertama

   kali dilaksanakan di Indonesia.

  Berdeda dengan provinsi lain di Indonesia, Pemilukada di Aceh tidak hanya diikuti oleh partai politik nasional saja, tetapi juga partai politik lokal. Hal ini disebabkan adanya aturan/regulasi mengenai Pemilukada untuk daerah Aceh

  3 4 Undang-undang Otonomi Daerah, Bandung: Fokusmedia, 2008 hal. 46-47. 5 Ibid, hal. 47.

  Joko J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Semarang: LP3M Universitas Wahid Hasyim, 2005, hal. 120. yang diatur dalam Undang-undang RI No. 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan

6 Aceh pasal 67 ayat 1 yaitu:

  Pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) diajukan oleh :

  a. partai politik atau gabungan partai politik;

  b. partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal;

  c. gabungan partai politik dan partai politik lokal; dan/atau d. perseorangan.

  Kondisi kekhususan ini tidak terlepas dari kondisi Aceh sebagai daerah yang dilanda konflik. Setelah hampir 39 tahun konflik antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka, pada tanggal 15 Juni 2005 terjalin perjanjian damai antara kedua belah pihak yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinski, Finlandia. Nota kesepahaman tersebut memuat 6 (enam) pasal utama. undang tentang penyelenggaraan Pemerintahan Aceh, tentang partisipasi politik yang didalamnya memuat tentang pengaturan pembentukan partai politik lokal (Partai Lokal), tentang ekonomi yang menyebutkan bahwa Aceh berhak menguasai 70 % hasil dari semua cadangan sumber daya alam yang ada di wilayah Aceh, tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur perumusan kembali hukum-hukum di Aceh berdasarkan prinsip-prinsip universal HAM sebagaimana tercantum dalam konvenan internasional PBB mengenai hak sipil,

6 Undang-undang No 11 tentang Pemerintahan Aceh, diakses melalui

  akses pada tanggal 01 Agustus 2012 pukul 14.10 WIB.

  

  politik ekonomi, sosial dan budaya. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan damai tersebut, maka pada tanggal 1 Agustus 2006 ditandatanganilah Undang-undang No. 11 tentang Pemerintahan Aceh oleh Presiden RI.

  Merujuk pada aturan diatas, maka dalam Pemilukada di Aceh diperbolehkan keikutsertaan partai lokal. Keikutsertaan partai lokal pada Pemilukada Aceh ini menunjukkan perbedaan yang cukup menonjol dengan pemilukada di daerah lainnya, dimana di daerah lain tidak ada aturan yang memperbolehkan keikutertaan partai lokal dalam pelaksanaan Pemilukada.

  Meskipun demikian, pada pelaksanaan Pemilukada Aceh tahun 2006, pencalonan calon gubernur-wakil gubernur dari partai lokal belum dapat diikutsertakan, karena proses verifikasi partai politik lokal baru akan dilaksanakan bersamaan dengan verifikasi partai politik nasional untuk menghadapi Pemilu kehadiran calon independen. Dimana pemenangnya pada saat itu adalah calon independen itu sendiri, yakni pasangan calon gubernur Aceh Drh. Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar, S.Ag yang kemudian menjadi Gubernur-Wakil Gubernur Aceh Periode 2007-20012.

  Keikutsertaan partai lokal di Aceh baru diperbolehkan pada Pemilukada tahun 2012 baru-baru ini. Pemilukada ini diikuti oleh 5 (lima) pasangan calon gubernur-wakil gubernur Aceh yang berasal dari gabungan partai politik nasional, partai politik lokal dan dari pasangan calon independen bahkan gubernur 7 incumbent juga ikut serta.

  Partai politik lokal di Aceh diakses melalu diakses pada tanggal 07 Agustus 2012 pukul 12.16 WIB.

  Tabel 1.1

Nama Pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh pada Pemilukada

Tahun 2012

  No Urut Nama Calon Jalur

  1. Tgk. Ahmad Tajuddin – Ir. Suriansyah Perseorangan

  2. Drh. Irwandi Yusuf – Muhyan Yunan Perseorangan

  3. Prof. Darni Daud – DR. Ahmad Fauzi Perseorangan

  4. Muhammad Nazar, S.Ag – Ir. Nova Iriansyah PD, PPP, SIRA

  5. Dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf Partai Aceh

  Sumber:

  Namun dalam pelaksanaannya, Pemilukada Provinsi Aceh ini tidak terlalu berjalan dengan mulus. Jadwal pelaksanaan Pemilukada yang semula ditetapkan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dilangsungkan pada tanggal 16 Februari 2012, sempat mengalami penundaan. Kondisi keamanan Aceh yang pada saat itu dinilai kurang kondusif menjadi latar belakang pengunduran pelaksanaan pesta demokrasi Aceh tersebut. Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian memutuskan pelaksanaan Pemilukada Aceh dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 9 April 2012.

  Setelah melalui proses panjang, Pemilukada Aceh yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2012 ini dimenangkan oleh pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dari yang diusung oleh Partai Aceh dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf. Pasangan yang mengusung tagline ZIKIR (ZaIni dan muzakKIR) tersebut, mendominasi hampir seluruh wilayah Aceh dengan total perolehan suara

  1,327,695 (55.78%). Berikut data yang penulis himpun dari Data Center KIP Aceh:

  Tabel 1.2

Hasil Akhir Pemilukada Aceh 2012

No

  Jumlah Suara/ Nama Calon Urut Persentase

  1. Tgk. Ahmad Tajuddin – Ir. Suriansyah 79,330 (3,33%)

  2. Drh. Irwandi Yusuf – Muhyan Yunan 694,515 (29,18%)

  3. Prof. Darni Daud – DR. Ahmad Fauzi 96,767 (4,07 %)

  4. Muhammad Nazar, S.Ag – Ir. Nova Iriansyah 182,079 (7,65%)

  5. Dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf 1,327,695 (55.78%)

  Sumber: Data Centre KIP Aceh

  Hasil perolehan ini menunjukkan suatu keunikan, dimana pemenang Pemilukada kali ini berasal dari partai politik lokal yang sejatinya adalah “pendatang baru” dalam pesta demokrasi daerah di Aceh dan merupakan partai lokal satu-satunya di Indonesia. Apalagi pesaing mereka adalah incumbent yang pada Pemilukada terdahulu merupakan calon gubernur yang diusung oleh GAM (cikal bakal Partai Aceh).

  Padahal jika dicermati, dalam Pemilukada yang dilaksanakan di Indonesia, biasanya terdapat kecenderungan incumbent terpilih kembali (menang). Beberapa contoh misalnya dalam rentang tahun 2005-2007, di Jawa Tengah, dari 10 kabupaten/kota di mana incumbent ikut Pilkada, 7 daerah (Kabupaten Kebumen, Kota Semarang dan Kabupaten Kendal, Kabupaten Purbalingga, Blora, Sukoharjo, dan Kota Magelang) dimenangkan incumbent, tiga incumbent kalah (Kota Solo, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Rembang). Begitu juga di Banten, pada tiga Pilkada yang semuanya diikuti calon incumbent, dua daerah dimenangkan calon incumbent (Kota Cilegon dan Kabupaten Pandeglang), satu

  incumbent kalah (Kabupaten Serang). Kemenangan incumbent biasanya

   dipengaruhi oleh faktor popularitas selama masa ia menjabat .

  Apalagi beberapa survei yang dilakukan sebelum terlaksananya Pemilukada menunjukkan incumbent lebih poluler di masyarakat Aceh. Salah satunya survei yang diangkat oleh portal berita Waspada Online dalam berita berjudul “Hasil Survey, Irwandi Yusuf Teratas”, menunjukkan popularitas calon

   incumbent ini masih teratas .

  Namun, fenomena yang terjadi pada Pemilukada Aceh 2012 ini, pasangan ZIKIR yang diusung oleh Partai Aceh mampu mengalahkan incumbent yang terbukti populer. Bahkan di Kabupaten Bireuen, yang merupakan tempat kelahiran juga mampu memenangkan Pemilukada dengan perolehan hasil diatas 50%. Berangkat dari kondisi tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana strategi politik yang diterapkan oleh Partai Aceh untuk memenangkan pasangan dr. Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf pada Pemilukada Aceh tahun 2012.

I.2 Rumusan Masalah

8 Lili Romli, Kecenderungan Pilihan Masyarakat Dalam Pilkada, pada jurnal poelitik vol. 1 no. 1, hal 4,

  9 diakses melaluakses tanggal 13 Desember 2012 pukul 13.30 WIB.

  Survey pemilukada Aceh 2012, diakses melalu diakses tanggal 13 Desember 2012 pukul 13.30 WIB.

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Strategi apakah yang digunakan oleh Partai Aceh untuk memenangkan pasangan dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf pada Pemilukada Aceh Tahun 2012”?

I.3 Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis strategi yang digunakan oleh

  Partai Aceh untuk memenangkan pasangan dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf pada Pemilukada Aceh tahun 2012.

2. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas strategi yang digunakan oleh Partai Aceh.

I.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis penelitian ini berfungsi untuk menambah khazanah keilmuan civitas akademik FISIP USU secara umum dan secara khusus untuk departemen Ilmu Politik FISIP USU.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pihak yang diteliti agar menjadi masukan yang positif.

I.5 Kerangka Teori

1.5.1 Partai Politik Lokal

  Partai politik adalah institusi yang dianggap penting dalam sistem demokrasi modern. Partai politik memainkan peran sentral dalam menjaga pluralisme ekspresi politik dan menjamin adanya partisipasi politik, sekaligus juga

  

  persaingan politik . Pada dasarnya partai politik lokal memiliki definisi yang sama dengan partai politik secara umum. Yaitu merupakan sekumpulan orang yang secara terorganisir membentuk sebuah lembaga yang bertujuan merebut

   kekuasaan politik secara sah untuk bisa menjalankan program-programnya.

  Selain itu, R. H. Soltau juga mendefinisikan partai politik sebagai berikut “A

  

group of citizen more or less organized, who act as a political unit and who buy

the use of their voting power, aim to control the government and carry out their

  bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaan untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan

   umum mereka.

  Hanya saja partai politik lokal dapat dipahami sebagai partai politik yang basis aktivitas politiknya berada di suatu wilayah provinsi tertentu saja.

  10 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, 11 Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, hal. 43.

  

Fadillah Putra, Partai Politik dan Kebijakan Publik: Analisis Terhadap Kongruensi Janji Politik Partai

dengan Realisasi Produk Kebijakan Publik di Indonesia 1999-2003 , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 12 9.

  Miriam Budiharjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal. 160. Kepentingan yang menjadi program utama partai itupun adalah kepentingan yang

   bersifat lokal.

  Menurut UU PA No. 11 Tahun 2006, Partai politik lokal adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan anggota DPRA/DPRK, Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati,

   dan walikota/wakil walikota.

  Tidak berbeda juga dengan partai politik secara umum, partai politik lokal

  

  juga memiliki fungsi sebagai berikut: a.

  Fungsi Artikulasi Kepentingan Adalah suatu proses peng-input-an berbagai kebutuhan, tuntutan lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntunan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan publik.

  b.

  Fungsi Agregasi Kepentingan Merupakan cara bagaimana tuntunan-tuntunan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik. Agregasi kepentingan 13 dijalankan dalam “sistem politik yang tidak memperbolehkan

  http://ilhamendra.wordpress.com/2008/05/29/gagasan-pembentukan-partai-politik-lokal-di-indonesia/ 14 diakses pada tanggal 15 September 2012 pukul 12.35 WIB. 15 Undang-Undang No. 11 tentang Pemerintahan Aceh Tahun 2006.

  Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Fajar, 2004, hal: 86-103. persaingan partai secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di tingkat atas, mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai kebutuhan dari rakyat dan konsumen.

  c.

  Fungsi Sosialisasi Politik Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut oleh suatu negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau dengan kata lain untuk membentuk suatu sikap dan keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui proses yang berlangsung tanpa henti.

  d.

  Fungsi Rekrutmen Politik Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen jabatan-jabatan administratif maupun politik. Salah satu tugas pokok dalam rekrutmen politik ini adalah bagaimana partai-partai politik yang ada dapat menyediakan kader-kadernya yang berkualitas untuk duduk di lembaga legislatif dan eksekutif.

  e.

  Fungsi Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, yakni mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. Media-media massa banyak berperan sebagai alat komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik. La Palombara dan Weiner (1996) mengidentifikasi empat karakteristik dasar yang menjadi ciri khas organisasi yang dikategorikan sebagai partai politik.

  Oleh karena itu, partai politik lokal juga harus memenuhi keempat kriteria

  

  tersebut. Keempat karakteristik dasar dari partai politik adalah sebagai berikut : 1.

  Organisasi Jangka Panjang.

  Organisasi partai politik harus bersifat jangka panjang, diharapkan dapat terus hadir meskipun pendirinya sudah tidak ada lagi. Partai politik bukan sekadar gabungan dari para pendukung yang setia dengan pemimpin yang kharismatik. Partai politik hanya akan berfungsi dengan baik sebagai organisasi ketika ada sistem dan prosedur yang mengatur aktivitas organisasi, dan ada mekanisme suksesi yang dapat menjamin keberlangsungan partai politik untuk jangka waktu yang lama. Struktur Organisasi.

  Partai politik hanya akan dapat menjalankan fungsi politiknya apabila didukung oleh struktur organisasi, mulai dari tingkat lokal, sampai nasional, dan ada pola interaksi yang teratur di antara keduanya. Partai politik kemudian dilihat sebagai organisasi yang meliputi suatu wilayah teritorial serta dikelola secara prosedural dan sistematis. Struktur organisasi partai politik yang sistematis dapat menjamin aliran informasi dari bawah ke atas maupun dari atas ke bawah, sehingga nantinya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi kontrol dan koordinasi.

  3. 16 Tujuan Berkuasa.

  Firmanzah (2008), op cit., hal 67.

  Partai politik didirikan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, baik di level lokal maupun nasional. Siapa yang memimpin negara, propinsi atau kabupaten? Pertanyaan-pertanyaa inilah yang melatarbelakangi hadirnya partai politik. ini pula yang membedakan partai politik dengan bentuk kelompok dan grup lain yang terdapat dalam masyarakat seperti perserikatan, asosiasi dan ikatan.

4. Dukungan Publik.

  Dukungan publik yang luas adalah cara untuk mendapatkan kekuasaan. Partai politik perlu mendapatkan dukungan luas dari masyarakat. Dukungan inilah yang menjadi sumber legitimasi untuk berkuasa. Karakteristik ini menunjukkan bahwa partai politik harus mampu diterima oleh mayoritas masyarakat dan sanggup memobilisasi yang didapatkan oleh suatu partai politik, semakin besar juga legitimasi yang diperolehnya.

1.5.2. Strategi Politik

  Partai politik membutuhkan strategi yang bersifat jangka panjang maupun jangka menengah untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi partai dapat dibedakan dalam beberapa hal. Pertama, strategi yang terkait dengan penggalangan dan mobilisasi massa dalam pembentukan opini publik ataupun selama periode pemilihan umum. Strategi ini penting dilakukan untuk memenangkan perolehan suara yang mendukung kemenangan suatu partai politik ataupun kandidat yang diusungnya. Melalui pemenangan suara, suatu partai politik ataupun kandidatnya akan dapat mengarahkan kebijakan politik di negara bersangkutan agar sesuai dengan cita-citanya, sehingga bentuk dan struktur mesyarakat yang ideal yang diinginkan akan dapat diwujudkan.

  Kedua, strategi partai politik untuk berkoalisi dengan partai lain. Cara ini dimungkinkan sejauh partai yang diajak berkoalisi itu konsisten dengan ideologi partai politik yang mengajak berkoalisi dan tidak hanya mengejar tujuan praktis, yaitu memenangkan pemilu. Pemilihan partai yang akan diajak berkoalisi perlu

   mempertimbangkan image yang akan ditangkap oleh masyarakat luas .

  Ketiga, strategi partai politik dalam mengembangkan dan memberdayakan organisasi partai politik secara keseluruhan, mulai dari strategi penggalan dana, pemberdayaan anggota dan kaderisasi, penyempurnaan mekanisme pemilihan membutuhkan strategi umum untuk bisa terus-menerus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, seperti peraturan pemerintah, lawan politik, masyarakat,

   LSM, pers dan media, serta kecenderungan-kecenderungan di level global .

  Selain itu, menurut Peter Schröder dalam bukunya yang berjudul Strategi Politik, pada dasarnya strategi dibagi menjadi dua yaitu strategi ofensif dan

   defensif.

  17 18 Ibid, hal. 109. 19 Ibid, hal. 110.

  Peter Schröder, Strategi Politik, Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung, 2004, hal. 104.

1.5.2.1 Strategi Ofensif

  Yang termasuk strategi ofensif adalah strategi memperluas pasar dan strategi menembus pasar. Pada dasarnya semua strategi ofensif yang diterapkan saat kampanye pemilu harus menampilkan perbedaan yang jelas dan menarik antara kita dan partai-partai pesaing yang ingin kita ambil alih pemilihnya. Dalam strategi ofensif yang digunakan untuk mengimplementasikan politik, yang harus dijual atau ditampilkan adalah perbedaan terhadap keadaan yang berlaku saat itu serta keuntungan-keuntungan yang dapat diharapkan daripadanya. Strategi Ofensif terbagi dua: a.

  Strategi Perluasan Pasar Dalam kampanye Pemilu, strategi perluasan pasar yang disamping para pemilih yang telah ada. Oleh karena itu harus ada penawaran baru atau penawaran yang lebih baik bagi para pemilih yang selama ini memilih partai pesaing. Jadi yang dibahas disini adalah strategi persaingan yang faktual, dimana berbagai partai bertarung untuk kelompok pemilih dalam sebuah kompetisi.

  Strategi semacam ini perlu dipersiapkan melalui sebuah kampanye pengantar, untuk menjelaskan kepada publik tentang penawaran baru apa saja dan penawaran mana saja yang lebih baik, dibandingkan dengan partai-partai lainnya. Untuk merumuskan penawaran baru ini, adalah bijak dengan memanfaatkan perubahan nilai atau perubahan struktur yang terjadi di dalam masyarakat. Perluasan pasar tidak mungkin dicapi dengan tema yang tidak laku

   dijual.

  Sebuah kampanye untuk memperluas pasar juga senantiasa memberikan kemungkinan untuk menarik anggota baru. Oleh karena itu, organisasi harus dipersiapkan untuk menghadapi

   kelompok target baru ini.

  b.

  Strategi Menembus Pasar Strategi menembus pasar bukan menyangkut ditariknya pemilik lawan atau warga yang selama ini tidak aktif dengan memberikan penawaran yang lebih baik atau baru, melainkan sebagian yang dimiliki dalam kelompok target dimana keberhasilan telah diraih sebelumnya. Tujuan yang dimiliki adalah misalnya, diperolehnya hasil yang lebih baik dalam sebuah kelompok target (misalkan dahulu 30%, sekarang 50%). Hal ini menyangkut pemasaran program yang dimiliki secara lebih baik dan peningkatan intensitas keselarasan antara program dan individu, seperti halnya

   memperbesar tekanan terhadap kelompok-kelompok target.

  20 21 Ibid, hal. 105. 22 Ibid, hal.106.

  Ibid, hal. 106-107.

1.5.2.2 Strategi Defensif

  Beda halnya dengan strategi ofensif yang lebih fokus pada perluasan wilayah kekuasaan, startegi defensif merupakan strategi untuk mempertahankan pemilih tetap suatu partai dan menjaganya dari pengaruh-pengaruh partai lain/oposisi dalam usaha meraih simpati massa. Strategi defensif ini sebenarnya terbagi dua yaitu strategi mempertahankan pasar dan menyerahkan pasar. Namun menurut peneliti hanya strategi mempertahankan pasarlah yang relavan dengan penelitian ini. Oleh karena itu yang akan diuraikan dibawah ini adalah strategi mempertahankan pasar.

  Startegi mempertahankan pasar merupakan strategi yang khas untuk mempertahankan mayoritas pemerintah. Dalam kasus semacam ini, partai akan memelihara pemilih tetap mereka dan memperkuat pemahaman para pemilih oposisi yang menyerang, partai pemerintah akan berusaha mengaburkan perbedaan yang ada dan membuat perbedaan tersebut tidak dapat dikenali lagi. Untuk itu mereka menggunakan berbagai rincian strategi yang berbeda. Partai yang ingin mempertahankan pasar, akan mengambil sikap yang bertentangan dari partai-partai yang menerapkan strategi ofensif. Apabila yang satu ingin menonjolkan perbedaan yang ada guna memberikan sebuah penawaran yang menarik, maka partai-partai yang menerapkan strategi defensif justru ingin agar

   perbedaan yang ada tidak dikenali.

23 Ibid, hal. 107.

1.5.3 Kampanye

  Jika kita berbicara mengenai Strategi politik dalam Pemilu, tentunya kampanye merupakan salah satu instrumen penting dalam mengimplementasikan strategi teresebut. Roger dan Storey mendefinisikan kampanye sebagai ”serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan

  

efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan

   pada kurun waktu tertentu ”.

  Charles U Larson membagi jenis kampanye ke dalam tiga ketegori yakni:

  product-oriented campaigns (kampanye yang berorientasi pada produk),

candidate-oriented campaigns (kampanye yang berorientasi pada kandidat) dan

ideologcaally or cause oriented campaigns (kampanye yang berorientasi pada

  

  tujuan-tujuan yang bersifat khusus). Diantara ketiga jenis tersebut yang (kampanye yang berorientasi pada calon).

  Kampanye yang berorientasi pada calon umunya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Karena itu jenis kampanye ini dapat pula disebut

  

political campaigns (kampanye politik). Tujuannya adalah antara lain adalah

  untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan oleh partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang

   diperebutkan lewat proses pemilihan umum.

  24 Roger dan Storey dalam Drs. Antar Venus, Manajemen Kampanye:Panduan Teoritisdan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi. Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 25 2009, hal. 7. 26 Ibid, hal. 11.

  Ibid.

  Kampanye berusaha untuk mengarahkan pilihan masyarakat jatuh pada sang calon yang diusung. Untuk meraih suara yang signifikan maka para kandidat perlu melakukan beberapa teknik kampanye berikut ini.

  1. Model kampanye sepanjang usia. Asumsinya adalah menjadi orang baik, sehingga orang tersebut akan dipercaya ketika membutuhkan dukungan

2. Kampanye mengemukakan citra sosial dan figur diri di depan publik.

  Dengan demikian publik akan mengerti karakter orang tersebut dan jika perlu sampai sedetil-detilnya

  3. Praktik kampanye yang dilakukan dengan menyampaikan gagasan dari orang ke orang atau dari rumah ke rumah (door to door). Startegi kampanye ini dianggap efektif karena calon pemilih dapat melihat dan menilai secara langsung dengan sosok calon pemimpin yang akan

I.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Maksudnya adalah penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menggambarkan, atupun melukiskan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, dan sifat-sifat hubungan antarfenomena yang diselidiki. Kemudian analisa data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan elite ataupun petinggi Partai Aceh dan tokoh masyarakat setempat.

  Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah aktor atau pelaksana strategi (pengurus Partai Aceh) dan tokoh masyarakat Aceh sebagai objek dan pengamat strategi. Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan startegi Partai Aceh dalam memenangkan pasangan ZIKIR. Data hasil wawancara tersebut kemudian disajikan dan dianalisis.

1.6.2 Jenis Penelitian

  Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah menelaah bagaimana mendekati persoalan secara fenomenologis, artinya

  

  ucapan, isyarat, pengalaman dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Jary dan Jary (1987), penelitian kualitatif adalah sebagai setiap penelitian dimana peneliti mencurahkan kemampuan sebagai pewawancara atau pengamat yang empatis untuk mengumpulkan data yang unik tentang permasalahan yang ditelitinya. Jenis penelitian ini penulis pilih karena melalui jenis penelitian ini, penulis dapat mengamati secara langsung sebagai pengamat untuk menjawab pertanyaan dari penelitian ini.

27 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Prenada Media, 2005, hal. 228.

  1.6.3 Lokasi Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Aceh di Kota Banda Aceh.

  1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

  Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Wawancara

  • Wawancara ini dilakukan oleh penulis dengan mewancarai secara mendalam beberapa elite ataupun petinggi DPA Partai Aceh dan tokoh masyarakat Aceh. Menurut Richard (1996), ada beberapa kelebihan dalam mewawancarai kelompok elite. Kelebihannya adalah mereka mungkin membantu menginterpretasikan dokumen dan laporan (terutama jika kita mewawancarai mereka memberi informasi yang mungkin tidak dicatat; dan mereka dapat membantu membangun jaringan kontak dan akses ke elite lain (yakni, mereka

   bertindak sebagai snowball sampling) .

  • Teknik pengumpulan data studi pustaka ini digunakan untuk menganalisis dan memperkuat argumen/fakta dilapangan atau membantah dari apa yang terjadi dilapangan. Bahan yang dijadikan studi pustaka dalan penelitian ini adalah buku, literatur, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
  • 28 penelitian ini dan juga referensi lain baik dari internet maupun media cetak.

      Studi Pustaka

      Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 109.

    1.6.5 Teknik Analisa Data

      Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif maka ada beberapa tahapan yang akan dilakukan penulis untuk penelitian ini. Tahapan pertama adalah mencoba mengumpulkan data-data yang masih mentah dari beberapa sumber dan mencoba menelusurinya lebih jauh untuk dapat disajikan dalam penelitian. Penyajian data yang dimaksud adalah melakukan proses penyusunan data yang telah dikumpulkan tadi untuk menjadi kenyataan. Data yang diperoleh dari sumber-sumber yang berbeda ini kemudian akan diklasifikasikan berdasarkan pokok permasalahan masing-masing. Langkah yang terakhir adalah mencoba menarik kesimpulan dari data yang ada dengan bersandarkan pada studi pustaka yang telah dikumpulkan.

    I.7 Sistematika Penulisan

      BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.

      BAB II : PROFIL DAN PROSES PEMILUKADA ACEH Bab ini menggambarkan bagaimana kondisi geografis di lokasi penelitian, yaitu Provinsi Aceh. Bab ini juga menguraikan mengenai tahapan-tahapan pemilukada di Aceh dan profil dari pasangan calon gubernur – wakil gubernur Aceh yang diusung oleh partai Aceh yaitu Dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf.

      BAB III : ANALISIS STRATEGI POLITIK PARTAI ACEH Pada bab ini memuat data-data yang penulis peroleh dari hasil wawancara. Kemudian dianalisis dengan bersandarkan pada landasan teori untuk mengetahui strategi pemenangan Partai Aceh pada Pemilukada Aceh tahun 2012. BAB IV : KESIMPULAN Pada bab yang terakhir ini berisikan kesimpulan dan saran dari apa yang telah peneliti lakukan.