BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lensa 2.1.1. Anatomi Lensa - Prevalensi Katarak Akibat Trauma di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2010 - 2012

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lensa
2.1.1. Anatomi Lensa

Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa
memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan
posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior
10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan
ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa
135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun (Khurana,
2007).
Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior
iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di
sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal
yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata (Lang, 2000). Lensa tidak
memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat

zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
mengelilingi lensa secara sirkular (Khurana, 2007).

Gambar 2.1: Anatomi Lensa
(Sumber: Lang, 2000)

Universitas sumatera utara

6

2.1.2. Embriologi Lensa
Pada bulan pertama kehamilan permukaan ektoderm berinvaginasi ke
vesikel optik primitif yang terdiri atas neuroektoderm. Struktur ektoderm murni
ini akan berdiferensiasi menjadi tiga struktur, yakni serat geometrik sentral lensa,
permukaan anterior sel epithel, dan kapsul hyalin aselular. Arah pertumbuhan
struktur epithel yang normal adalah sentrifugal. Sel yang telah berkembang
sempurna akan bermigrasi ke permukaan dan mengelupas. Pertumbuhan serat
lensa primer membentuk nukleus embrionik. Di bagian ekuator, sel epithel akan
berdiferensiasi menjadi serat lensa dan membentuk nukleus fetus. Serat sekunder
yang baru ini akan menggantikan serat primer ke arah pertengahan lensa.

Pembentukan nukleus fetus yang mendekati nukleus embrionik akan sempurna
saat lahir. Laju pertumbuhan lensa fetus adalah 180 mg/tahun. Lensa fetus
berbentuk bulat sempurna (Lang, 2000).

2.1.3. Pertumbuhan Lensa
Lensa akan terus tumbuh dan membentuk serat lensa seumur hidup, tidak
ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa ditutupi oleh kapsul lensa.
Pembentukan serat lensa pada ekuator, yang akan terus berlanjut seumur hidup,
membentuk nukleus infantil selama dekade pertama dan kedua kehidupan serta
membentuk nukleus dewasa selama dekade ketiga. Arah pertumbuhan lensa yang
telah berkembang berlawanan dengan arah pertumbuhan embriologinya. Sel yang
termuda akan selalu berada di permukaan dan sel yang paling tua berada di pusat
lensa. Laju pertumbuhan lensa adalah 1,3 mg/tahun antara usia 10-90 tahun
(Khurana, 2007).

2.1.4. Histologi Lensa
Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:
1. Kapsul lensa

Universitas sumatera utara


7

Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 μm), homogen, refraktil, dan
kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini
merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14
μm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 μm). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi tidak.

2. Epitel subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan
terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa. Sel-sel
epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.

3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan

gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari
sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan
menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut
kristalin.

Gambar 2.2: Histologi Lensa
(Sumber: Junqueira, 2003)

Universitas sumatera utara

8

Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial
yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya
pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin. Sistem ini
penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh
dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau
memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang
yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan
berkontraksi, dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan

yang dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek
dapat dipertahankan (Junqueira dan Carneiro, 2004).

2.1.5. Fungsi Lensa
Lensa adalah salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi
memfokuskan cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki
kekuatan sebesar 10-20 dioptri tergantung dari kuat lemahnya akomodasi.

2.1.6. Komposisi Lensa
Lensa terdiri atas air sebanyak 65%, protein sebanyak 35% (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral
dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada dijaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh
darah, dan jaringan ikat (Vaughan, 2007).
Protein lensa dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelarutannya dalam
air, yaitu protein laut air (protein sitoplasmik) dan protein tidak larut air (protein
sitoskeletal). Fraksi protein larut air sebesar 80% dari seluruh protein lensa yang
terdiri atas kristalin. Kristalin adalah protein intraselular yang terdapat pada
epithelium dan membran plasma dari sel serat lensa. Kristalin terbagi atas kristalin

alpha (α), beta (β), dan gamma (γ). Akan tetapi, kristalin beta dan gamma adalah

Universitas sumatera utara

9

bagian dari famili yang sama sehingga sering disebut sebagai kristalin
betagamma.
Kristalin alpha merepresentasikan 32% dari protein lensa. Kristalin alpha
adalah protein dengan besar molekul yang paling besar yaitu sebesar 600-4000
kDa, bergantung pada kecenderungan subunitnya untuk beragregasi. Kristalin
alpha bukan merupakan suatu protein tersendiri, melainkan gabungan dari 4
subunit mayor dan 9 subunit minor. Setiap polipeptida subunit memiliki berat
molekul 20 kDa. Rantai ikatannya merupakan ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik. Kristalin alpha terlibat dalam transformasi sel epithel menjadi serat
lensa. Laju sintesis kristalin alpha tujuh kali lebih cepat di sel epitel dari pada di
serat kortikal, mengindikasikan penurunan laju sintesis setelah transformasi.
Kristalin beta dan gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan
struktur yang sama sehingga dapat dipertimbangkan sebagai satu famili protein.
Kristalin beta berkontribusi sebesar 55% dari protein larut air pada protein lensa.

Protein lensa yang tidak larut air dapat dibagi menjadi dua, yaitu protein
yang larut dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Fraksi yang larut dalam
urea terdiri atas protein sitoskeletal yang berfungsi sebagai rangka struktural sel
lensa. Fraksi yang tidak larut urea terdiri atas membran plasma serat lensa.
Major Intrinsic Protein (MIP) adalah protein yang menyusun plasma
membran sebesar 50%. MIP pertama sekali muncul di lensa ketika serat lensa
mulai memanjang dan dapat di jumpai di membran plasma di seluruh masa lensa.
MIP tidak dijumpai di sel epitel, maka dari itu MIP berhubungan dengan
diferensiasi sel menjadi serat lensa.
Seiring dengan meningkatnya usia, protein lensa menjadi tidak larut air
dan beragregasi membentuk partikel yang lebih besar yang mengaburkan cahaya.
Akibatnya lensa menjadi tidak tembus cahaya. Selain itu, seiring dengan
bertambahnya usia, maka makin banyak protein yang larut urea menjadi tidak
larut urea (American Academy of Ophthalmology, 2007).

Universitas sumatera utara

10

2.1.7. Metabolisme Lensa

Tujuan

utama

dari

metabolisme

lensa

adalah

mempertahankan

ketransparanan lensa. Lensa mendapatkan energi terutama melalui metabolisme
glukosa anaerobik. Komponen penting lain yang dibutuhkan lensa adalah bentuk
NADPH tereduksi yang didapatkan melalui jalur pentosa yang berfungsi sebagai
agen pereduksi dalam biosintesis asam lemak dan glutation. Metabolisme
berbagai zat di lensa adalah sebagai berikut:


1. Metabolisme gula
Glukosa memasuki lensa dari aqueous humor melalui difusi sederhana dan
difusi yang difasilitasi. Kira-kira 90-95% glukosa yang masuk ke lensa akan
difosforilasi oleh enzim hexokinase menjadi glukosa-6-fosfat. Hexokinase akan
tersaturasi oleh kadar glukosa normal pada lensa sehingga apabila kadar glukosa
normal telah dicapai, maka akan reaksi ini akan terhenti. Glukosa-6-fosfat yang
terbentuk ini akan digunakan di jalur glikolisis anaerob dan jalur pentosa fosfat.
Lensa tidak dilalui pembuluh darah sehingga kadar oksigen lensa sangat
rendah. Oleh karena itu, metabolisme utamanya berlangsung secara anaerob yaitu
glikolisis anaerob. Sebesar 70% ATP lensa dihasilkan melalui glikolisis anaerob.
Walaupun kira-kira hanya 3% dari glukosa masuk ke siklus Krebs, tetapi siklus ini
menghasilkan 25% dari seluruh ATP yang dibentuk di lensa.
Jalur lain yang memetabolisme glukosa-6-fosfat adalah jalur pentosa
fosfat. Kira-kira 5% dari seluruh glukosa lensa dimetabolisme oleh jalur ini dan
dapat distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa. Aktivitas jalur pentosa fosfat di
lensa lebih tinggi dibandingkan di jaringan lain untuk menghasilkan banyak
NADPH yang berfungsi untuk mereduksi glutation.
Jalur lain yang berperan dalam metabolisme glukosa di lensa adalah jalur
sorbitol. Ketika kadar glukosa meningkat, seperti pada keadaan hiperglikemik,
jalur sorbitol akan lebih aktif dari pada jalur glikolisis sehingga sorbitol akan

terakumulasi. Glukosa akan diubah menjadi sorbitol dengan bantuan enzim yang
berada di permukaan epitel yaitu aldosa reduktase. Lalu sorbitol akan
dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim poliol dehidrogenase. Enzim ini

Universitas sumatera utara

11

memiliki afinitas yang rendah, artinya sorbitol akan terakumulasi sebelum dapat
dimetabolisme, sehingga menyebabkan retensi sorbitol di lensa. Selanjutnya
sorbitol dan fruktosa menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan akan menarik
air sehingga lensa akan menggembung, sitoskeletal mengalami kerusakan, dan
lensa menjadi keruh.

2. Metabolisme protein
Konsentrasi protein lensa adalah konsentrasi protein yang tertinggi dari
seluruh jaringan tubuh. Sintesa protein lensa berlangsung seumur hidup. Sintesis
protein utama adalah protein kristalin dan Major Intrinsic Protein (MIP). Sintesa
protein hanya berlangsung di sel epitel dan di permukaan serabut kortikal.
Lensa protein dapat stabil dalam waktu yang panjang karena kebanyakan

enzim pendegradasi protein dalam keadaan normal dapat diinhibisi. Lensa dapat
mengontrol degradasi protein dengan menandai protein yang akan didegradasi
dengan ubiquitin. Proses ini berlangsung di lapisan epitelial dan membutuhkan
ATP. Lensa protein dirombak menjadi peptida oleh endopeptidase lalu dirombak
lagi menjadi asam amino oleh eksopeptidase. Endopeptidase diaktivasi oleh
megnesium dan kalsium dan bekerja optimal pada pH 7,5. Substrat utama enzim
ini adalah kristalin alpha. Contoh endopeptidase adalah calpain. Calpain dapat
diinhibisi oleh calpastatin. Calpastatin adalah merupakan inhibitor netral yang
konsentrasinya lebih tinggi daripada calpain.

3. Glutation
Glutation (L-γ-glutamil-L-sisteinglisin) dijumpai dalam konsentrasi yang
besar di lensa, terutama di lapisan epitelial. Fungsi glutation adalah
mempertahankan ketransparanan lensa dengan cara mencegah aggregasi kritalin
dan melindungi dari kerusakan oksidatif.
Glutation memiliki waktu paruh 1-2 hari dan didaur ulang pada siklus γglutamil. Sintesis dan degradasi glutation berlangsung dalam kecepatan yang
sama. Glutation disintesis dari L-glutamat, L-sistein, dan glisin dalam dua tahap
yang membutuhkan 11-12% ATP lensa. Glutation tereduksi juga didapatkan dari

Universitas sumatera utara

12

aqueous humor melalui transporter khusus. Pemecahan glutation mengeluarkan
asam amino yang akan didaur ulang untuk pembentukan glutation selanjutnya.

4. Mekanisme antioksidan
Lensa dapat mengalami kerusakan akibat radikal bebas seperti spesies
oksigen reaktif. Spesies oksigen reaktif adalah sebutan untuk sekelompok radikal
oksigen yang sangat reaktif, merusak lipid, protein, karbohidrat dan asam nukleat.
Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion superoksida (O2-), radikal bebas
hidroksil (OH+), radikal peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen
tunggal (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2).
Mekanisme kerusakan yang diakibatkan oleh spesies oksigen reaktif
adalah peroksidasi lipid membran membentuk malondialdehida, yang akan
membentuk ikatan silang antara protein dan lipid membran sehingga sel menjadi
rusak. Polimerisasi dan ikatan silang protein tersebut menyebabkan aggregasi
kristalin dan inaktivasi enzim-enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan
seperti katalase dan glutation reduktase.
Lensa memiliki beberapa enzim yang berfungsi untuk melindungi dari
radikal bebas seperti glutation peroksidase, katalase dan superoksida dismutase.
Mekanisme antioksidan pada lensa adalah dengan cara dismutasi radikal bebas
superoksida menjadi hidrogen peroksida dengan bantuan enzim superoksida
dismutase. Lalu hidrogen peroksida tersebut akan diubah menjadi molekul air dan
oksigen melalui bantuan enzim katalase. Selain itu, glutation tereduksi dapat
mendonorkan gugus hidrogennya pada hidrogen peroksida sehingga berubah
menjadi molekul air dengan bantuan enzim glutation peroksidase. Glutaion
tereduksi yang telah memberikan gugus hidrogennya akan membentuk glutation
teroksidasi yang tidak aktif, tetapi NADPH yang berasal dari jalur pentosa akan
mengubahnya kembali menjadi glutation tereduksi dengan bantuan enzim
glutation reduktase.

Universitas sumatera utara

13

Gambar 2.3: Mekanisme Antioksidan
(Sumber: Khurana, 2007)

5. Mekanisme Pengaturan Keseimbangan Cairan dan elektrolit
Aspek fisiologi yang terpenting dalam menjaga ketransparanan lensa
adalah pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Ketransparanan lensa
sangat bergantung pada komponen struktural dan makromolekular. Selain itu,
hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
Lensa mempunyai kadar kalium dan asam amino yang tinggi dibandingkan
aqueous dan vitreus dan memiliki kadar natrium dan klorida yang lebih rendah
dibandingkan sekitarnya. Keseimbangan elektrolit diatur oleh permeabilitas
membran dan pompa natrium dan kalium (Na-K-ATPase). Pompa ini berfungsi
memompa natrium keluar dan memompa kalium untuk masuk.
Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran di lensa di
sebut teori pompa bocor. Kalium dan asam amino ditransportasikan ke dalam
lensa secara aktif ke anterior lensa melalui epithelium. Lalu kalium dan asam
amino akan berdifusi melalui bagian posterior lensa. Sedangkan natrium masuk ke
dalam lensa di bagian posterior lensa secara difusi dan keluar melalui bagian
anterior lensa secara aktif.

Universitas sumatera utara

14

Gambar 2.4: Pertukaran Bahan Kimia pada Lensa
(Sumber: Khurana, 2007)

2.2. Katarak
2.2.1. Definisi Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi
akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009).

2.2.2. Epidemiologi Katarak
Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di seluruh
dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada delapan belas juta orang diseluruh
dunia dan diperkirakan akan mecapai angka empat puluh juta orang pada tahun
2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang menderita katarak, atau

Universitas sumatera utara

15

1 tiap 6 orang dengan usia di atas 40 tahun menderita katarak (American
Academy Ophthalmology, 2007).

2.2.3. Klasifikasi Katarak
Klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan morfologis dan berdasarkan
permulaan terjadinya katarak.

1. Klasifikasi berdasarkan morfologis
Berdasarkan morfologisnya, katarak dapat dibagi atas:
a. Katarak kapsular, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa, dapat berupa
katarak kapsular anterior dan katarak kapsular posterior. Katarak kapsular
dapat disebabkan oleh usia, uveitis yang berhubungan dengan sinekia posterior,
obat-obatan, radiasi, dan trauma.
b. Katarak subkapsular, adalah

katarak yang melibatkan bagian superfisial

korteks atau tepat di bawah kapsul lensa dapat berupa katarak subkapsular
anterior dan katarak subkapsular posterior. Katarak subkapsular posterior dapat
terjadi akibat usia, radiasi, konsumsi steroid, diabetes, myopia berat dan
degenerasi retina. Katarak subkapsular posterior dapat terjadi bersamaan
dengan katarak subkapsular posterior dan dapat disebabkan oleh jejas lokal,
iritasi, uveitis dan radiasi.
c. Katarak kortikal, adalah katarak yang melibatkan korteks lensa dan merupakan
katarak yang paling sering terjadi. Katarak kortikal disebabkan oleh usia dan
diabetes. Lapisan kortikal kurang padat dibandingkan nukleus sehingga lebih
mudah menjadi sangat terhidrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit, yang
secepatnya akan mengarah ke kerusakan serat korteks lensa.
d. Katarak nuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian

nukleus lensa.

Katarak nuklear disebabkan oleh faktor usia. Katarak nuklear merupakan
sklerosis normal yang berlebihan atau pengerasan dan penguningan nukleus
pada usia lanjut.

Universitas sumatera utara

16

e. Katarak supranuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian korteks lensa
yang paling dalam, tepat di atas nukleus lensa.
f. Katarak polar, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa dan superfisial
korteks lensa hanya di regio polar, dapat berupa katarak polar anterior dan
katarak polar posterior. Katarak polar biasanya terdapat pada katarak
kongenital atau karena trauma sekunder.
g. Katarak campuran, adalah keadaan di mana lebih dari satu tipe katarak muncul
bersamaan. Pada awalnya katarak biasanya muncul sebagai satu tipe saja tetapi
akan dapat menjadi katarak gabungan ketika bagian lensa yang lain juga
mengalami degenerasi. Katarak gabungan mengindikasikan katarak telah lanjut
dan perkembangannya harus lebih diperhatikan. Pasien dengan katarak
gabungan akan memiliki gejala penurunan visus (Khurana, 2007).

2. Klasifikasi berdasarkan permulaan terjadinya katarak
Berdasarkan permulaan terjadinya, katarak dapat dibagi atas:
a. Katarak kongenital, adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital sering
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit
rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus, hipoparatirodisme,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histopalsmosis. Penyakit lain yang
menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter
seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia,
lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Katarak kongenital
disebabkan kelainan pada pembentukan lensa sebelum proses kelahiran.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak kapsulolentikular di yaitu
katarak kapsular dan polaris atau katarak lentikular yaitu katarak kortikal atau
katarak nuklear. (Ilyas, 2009)
b. Katarak juvenil, adalah katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari
sembilan tahun dan lebih dari tiga bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti :

Universitas sumatera utara

17

a) Katarak metabolik seperti katarak diabetik, katarak galaktosemik, katarak
hopikalsemik, katarak defisiensi gizi, katarak aminoasiduria, penyakit
Wilson, dan katarak yang berhubungan dengan penyakit lain.
b) Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
c) Katarak traumatik
d) Katarak komplikata:
• Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
• Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
• Katarak anoksik
• Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol,
triparanol,

antikholinesterase,

klorpromazin,

miotik,

klorpromazin,

busulfan, dan besi).
• Lain-lain seperti kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan
kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,
khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.
• Katarak radiasi (Ilyas, 2009)
c. Katarak senil, adalah katarak semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Tipe utama pada katarak senilis adalah
katarak kortikal, katarak nuklear, dan katarak subkapsular posterior. Walaupn
katarak sering diawali oleh tipe yang murni tersebut, mereka akan matang
menjadi katarak campuran. Selanjutnya akan dibahas lebih mendetail mengenai
katarak senilis.

Universitas sumatera utara

18

2.2.4. Etiologi dan Faktor Resiko Katarak
1. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan juga.
Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan membentuk serat lensa
dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun
terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua
berada di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada tepat di
bawah kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun bertambah
berat, tebal, dan keras terutama bagian nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut
dengan nuklear sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein
lensa pun mengalami perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang dahulunya larut
air menjadi tidak larut air dan beragregasi membentuk protein dengan berat
molekul yang besar. Hal ini menyebabkan transparansi lensa berkurang sehingga
lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa
menjadi tidak tembus cahaya.

2. Radikal bebas
Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan (Murray, 2003). Radikal bebas dapat
merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel lensa. Radikal bebas
dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel itu sendiri, yaitu elektron monovalen
dari oksigen yang tereduksi saat reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom,
dan dari agen eksternal seperti energi radiasi. Contoh-contoh radikal oksigen
adalah anion superoksida (O2-), radikal bebas hidroksil (OH+), radikal peroksil
(ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O2), dan hidrogen
peroksida (H2O2).
Agen oksidatif tersebut dapat memindahkan atom hidrogen dari asam
lemak tak jenuh membran plasma membentuk asam lemak radikal dan
menyerang oksigen serta membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih
lanjut akan membentuk lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA).
MDA ini dapat menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein. Polimerisasi

Universitas sumatera utara

19

dan ikatan silang protein menyebabkan aggregasi kristalin dan inaktivasi enzimenzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase dan glutation
reduktase. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.

3. Radiasi ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa
karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki energi
foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen dari bentuk
triplet menjadi oksigen tunggal yang merupakan salah satu spesies oksigen reaktif.

4. Merokok
Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara merokok
dan penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998) menyatakan bahwa merokok
dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat berkompetisi
dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk
aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan
terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan
menimbulkan katarak. Disebutkan juga bahwa kadmium dapat mengendapkan
lensa sehingga timbul katarak. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh
Sulochana, Puntham, dan Ramakrishnan (2002). Bedanya bahwa kadmium juga
dapat mengganggu homeostasis zincum dan mangan pada enzim superoksida
dismutase.
Hasil penelitian El-Ghaffar, Azis, Mahmoud, dan Al-Balkini (2007)
menyatakan bahwa NO yang menyebabkan katarak dengan mekanisme NO
bereaksi secara cepat dengan anion superoksida untuk membentuk peroksinitrit
sehingga terjadi nitratasi residu tirosin dari protein lensa. Hal ini dapat memicu
peroksidasi lipid membentuk malondyaldehida. Malondyaldehida memiliki efek
inhibitor terhadap enzim antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase
sehingga terjadi oksidasi lensa lalu terjadi kekeruhan lensa dan akhirnya terbentuk
katarak.

Universitas sumatera utara

20

5. Defisiensi vitamin A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin dan beta karoten
Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang berfungsi
menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada lensa sehingga dapat mencegah
terjadinya katarak.

6. Dehidrasi
Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan pada
lensa. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi elektrolit pada lensa dapat
menyebabkan kekeruhan pada lensa.

7. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa
sehingga timbul katarak.

8. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai
sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa.

9. Obat-obatan seperti kortikosteroid
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya
katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah katarak
subkapsular.

10. Penyakit sistemik seperti diabetes
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa. Tingginya
kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol ini
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa sehingga lensa menjadi sangat
terhidrasi dan timbul katarak.

Universitas sumatera utara

21

11. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan percepatan
maturasi katarak.

12. Myopia
Pada penderita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan penurunan
kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan pada lensa
(American Academy of Ophtalmology, 2007).

2.2.5. Gejala dan tanda Katarak
Gejala dan tanda penyakit katarak adalah:
1. Penurunan tajam penglihatan
2. Peningkatan derajat myopia
3. Silau
4. Halo (melihat lingkaran disekitar lampu)
5. Diplopia monokuler (pada katarak nuklear)
6. Penurunan sensitivitas kontras
7. Titik hitam di depan mata

2.2.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Katarak
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa katarak adalah:
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Illuminasi oblik
3. Test bayangan iris
4. Pemeriksaan dengan menggunakan ophthalmoskop langsung
5. Pemeriksaan dengan menggunakan slit-lamp

Universitas sumatera utara

22

2.2.7. Stadium Katarak
Stadium pada katarak adalak katarak insipien, imatur, matur dan hipermatur.
1. Katarak insipien. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut:
a. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior
dan posterior (katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
b. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
c. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap
untuk waktu yang lama.
d. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi
hidrasi korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slit-lamp terlihat
vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

2. Katarak Imatur.
Katarak imatur ditandai dengan kekeruhan sebagian lensa dan belum
mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur volume lensa akan dapat
bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
sehingga terjadi glaukoma sekunder.

Universitas sumatera utara

23

3. Katarak matur.
Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion kalsium yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh
lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Kedalaman bilik mata
depan normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negatif.

4. Katarak Hipermatur.
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna
kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul
lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan
kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar.
Korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut katarak Morgagni (Ilyas, 2009).

2.3. Katarak Traumatik
2.3.1. Definisi
Katarak traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera
pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat
sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat
muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata.

Universitas sumatera utara

24

2.3.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap
tahunnya. Kurang lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang membutuhkan
perawatan komperhensif merupakan keadaan sekunder akibat trauma mata.
Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk buta monokular pada orang
kelompok usia di bawah 45 tahun. Setiap tahunnya diperkirakan 50.000 orang
tidak dapat membaca koran sebagai akibat trauma mata.
Dilihat dari jenis kelamin perbandingan tejadian katarak traumatik lakilaki dan perempuan adalah 4 : 1. National Eye Trauma System Study melaporkan
rata-rata usia penderita katarak traumatik adalah 28 tahun dari 648 kasus yang
berhubungan dengan trauma mata.

2.3.3. Patogenesis
a. Luka memar/ tumpul
Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai mata
dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Trauma yang disebabkan oleh benturan
dengan bola keras adalah salah satu contohnya. Kadang munculnya katarak dapat
tertunda sampai kurun waktu beberapa tahun. Bila ditemukan katarak unilateral,
maka harus dicurigai kemungkinan adanya riwayat trauma sebelumnya, namun
hubungan sebab dan akibat tersebut kadang cukup sulit untuk dibuktikan
dikarenakan tidak adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan mengenai
adanya trauma sebelumnya tersebut.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun
posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula
dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.

Universitas sumatera utara

25

Gambar 2.5. Cincin Vossius
Sumber : (American Academy of Ophthalmology, 2007).

b. Luka Perforasi
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk
terbentuknya katarak. Jika objek yang dapat menyebabkan perforasi (contoh :
gelas yang pecah) tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa biasanya tidak
memberikan dampak pada lensa, dan bila trauma tidak menimbulkan suatu luka
memar yang signifikan maka katarak tidak akan terbentuk. Hal ini tentunya juga
bergantung kepada penatalaksanaan luka kornea yang hati-hati dan pencegahan
terhadap infeksi, akan tetapi trauma-trauma seperti di atas dapat juga melibatkan
kapsul lensa, yang mengakibatkan keluarnya lensa mata ke bilik anterior. Urutan
dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia pasien. Saat kapsul lensa
pada anak ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik anterior dan
masa lensa biasanya secara berangsur-angsur akan diserap, jika tidak ditangani
dalam waktu kurang lebih 1 bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat
dengan jelas karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata tersebut hilang.
Keadaan

ini

merupakan

konsekuensi

yang

serius

dan

kadang

membutuhkan penggunaan lensa buatan intraokular. Bila ruptur lensa terjadi pada
dewasa, juga diikuti dengan reksi inflamasi seperti halnya pada anak namun

Universitas sumatera utara

26

tendensi untuk fibrosis jauh lebih tinggi, dan jaringan fribrosis opak yang
terbentuk tersebut dapat bertahan dan menghalangi pupil. Trauma tembus akan
menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup dengan
cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.
Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya
katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata.
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan
difagosit

makrofag

dengan

cepatnya,

yang

dapat

memberikan

bentuk

endoftalmitis fakoanalitik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan
menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan terbentuknya cincin
Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elschnig.

Gambar 2.6. Cincin Soemering
Sumber : (American Academy of Ophthalmology, 2007).

Universitas sumatera utara

27

Gambar 2.7. Mutiara Elschnig
Sumber : (American Academy of Ophthalmology, 2007).

c. Radiasi
Sinar yang terlihat cenderung tidak menyebabkan timbulnya katarak.
Ultraviolet juga mungkin tidak menyebabkan katarak karena sinar dengan
gelombang pendek tidak dapat melewati atmosfir. Sinar gelombang pendek (tidak
terlihat) ini dapat menyebabkan luka bakar kornea superfisial yang dramatis, yang
biasanya sembuh dalam 48 jam. Cedera ini ditandai dengan “snow blindness” dan
“welder flash”. Sinar infra merah yang berkepanjagan (prolong), juga dapat
menjadi penyebab katarak, ini dapat ditemui pada pekerja bahan-bahan kaca dan
pekerja baja, namun penggunaan kacamata pelindung dapat setidaknya
mengeliminasi sinar X ini dan sinar gamma yang juga dapat mengakibatkan
katarak. Katarak traumatik disebabkan oleh radiasi ini dapat ditemukan pada
pasien-pasien yang mendapat radioterapi (seluruh tubuh) leukemia, namun resiko
terjadinya hanya apabila terapi menggunakan sinar X.

Universitas sumatera utara

28

Seringnya, manifestasi awal dari katarak traumatik ini adalah kekeruhan
berbentuk roset (rosette cataract), biasanya pada daerah aksial yang melibatkan
kapsul posterior lensa. Pada beberapa kasus, trauma tumpul dapat berakibat
dislokasi dan pembentukan katarak pada lensa. Katarak traumatik ringan dapat
membaik dengan sendirinya (namun jarang ditemukan).

d. Kimia
Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak, selain
menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa yang
masuk mengenai mata menyebabkan peningkatan PH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut ataupun
perlahan-lahan. Trauma kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam, namun karena
trauma sam sukar masuk ke bagian dalam mata dibandingkan basa maka jarang
menyebabkan katarak.

2.3.4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan dapat juga dibantu dengan pemeriksaan penunjang :

a. Anamnesis
· Riwayat dan mekanisme trauma, apakah tajam atau tumpul
· Riwayat keadaan mata sebelumnya, apakah ada riwayat operasi, glakoma,
retinal detachment, penyakit mata karena gangguan metabolik.
· Riwayat penyakit lain, seperti diabetes, sickle cell, sindroma marfan,
homosistinuria, defisiensi sulfat oksidase.
· Keluhan mengenai penglihatan, seperti penurunan visus, pandangan ganda
pada satu mata atau kedua mata, nyeri pada mata.

b. Pemeriksaan fisik
· Visus, lapangan pandang, dan pupil

Universitas sumatera utara

29

· Kerusakan ekstraokular - fraktur tulang orbita, gangguan saraf traumatik.
· Tekanan intraokular - glaukoma sekunder, perdarahan retrobulbar.
· Bilik anterior - Hipema, iritis, iridodonesis, robekan sudut.
· Lensa - Subluksasi, dislokasi, integritas kapsular (anterior dan posterior), katarak
(luas dan tipe).
· Vitreus - ada atau tidaknya perdarahan, Presence or absence of hemorrhage,
perlepasan vitreus posterior.
· Fundus - Retinal detachment, ruptur khoroid, perdarahan pre intra dan sub retina,
kondisi saraf optik.

c. Pemeriksaan penunjang
· B-scan - jika pole posterior tidak dapat terlihat.
· A-scan - sebelum ekstraksi katarak
· CT scan orbita - adanya fraktur, benda asing, atau kelainan lain.

2.3.5. Penatalaksanaan Katarak Traumatik
Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung kepada saat terjadinya. Bila
terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra
okular

primer atau

sekunder. Apabila tidak terdapat penyulit maka dapat

ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma,
uveitis, dan lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uvetis
dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat
terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam
penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis, atau
salah letak lensa.
Harus diberikan antibiotik sistemik dan topikal serta kortikosteroid topical
dalam beberapa hari untuk memperkecil kemungkinan

infeksi dan uveitis.

Atropin sulfat 1%, 1 tetes 3 kali sehari, dianjurkan untuk menjaga pupil tetap
berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior. Katarak dapat

Universitas sumatera utara

30

dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah peradangan mereda.
Apabila terjadi glaukoma selama periode menunggu, bedah katarak jangan
ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Untuk mengeluarkan katarak
traumatik, biasanya digunakan teknik-teknik yang sama dengan yang digunakan
untuk mengeluarkan katarak kongenital, terutama pada pasien berusia kurang dari
30 tahun.

2.3.6. Penatalaksanaan bedah
Merencanakan pendekatan pembedahan sepenuhnya penting pada
kasuskasus katarak traumatik. Integritas kapsular preoperatif dan stabilitas zonular
harus diketahui/ diprediksi. Pada kasus dislokasi posterior tanpa glaukoma,
inflamasi, atau hambatan visual, pembedahan mungkin tidak diperlukan. Indikasin
untuk penatalaksanaan pembedahan pada kasus-kasus katarak traumatik adalah
sebagai berikut :
· Penurunan visus yang berat (unacceptable)
· Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian posterior.
· Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaukoma.
· Ruptur kapsul dengan edema lensa.
· Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan membutuhkan
tindakan bedah.

Fakoemulsifikasi standar dapat dilakukan bila kapsul lensa intak dan
dukungan zonular yang cukup. Ekstraksi katarak intrakapsular diperlukan pada
kasus-kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular yang ekstrim. Dislokasi
anterior lense ke bilik anterior merupakan keadaan emergensi yang harus segera
dilakukan tindakan (removal), karena dapat mengakibatkan terjadinya papillary
block glaucoma. Lesentomi dan vitrektomi pars plana dapat menjadi pilihan
terbaik pada kasus-kasus ruptur kapsul posterior, dislokasi posterior, atau
instabilitas zonular yang ekstrim.

Universitas sumatera utara

31

2.3.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
· Dislokasi lensa dan subluksasi sering ditemukan bersamaan dengan katarak
traumatik.
· Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti phakolitik, phakomorpik,
blok pupil, glaukoma sudut tertutup, uveitis, retinal detachment, rupture
koroid, hipema, perdarahan retrobulbar, neurophati optik traumatik.

2.3.8. Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat
terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma.

2.4. Trauma Mata
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat
juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat
atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering
menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Macam-macam bentuk trauma mata :
• Fisik atau Mekanik
1. Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2. Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan
pertukangan.

Universitas sumatera utara

32

3. Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma
tajam, terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya
peluru senapan angin, dan peluru karet.

• Khemis
1. Trauma Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih
lantai, kapur, lem (perekat).
2. cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.

• Fisis
1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.

Gejala
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma.
a. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai
tertinggalnya benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat
bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi,
tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak
beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan
infeksi jika tercemar oleh kuman
b. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,

Universitas sumatera utara

33

terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
c. Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat
daripada trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar
airmata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma
basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/
kornea secara perlahan-lahan.

Penanganan
Penderita secepatnya harus dikirim ke RS yang ada dokter spesialis mata.
Sebaiknya jangan lebih dari 6 jam setelah terjadi trauma untuk menghindari
terjadinya infeksi.
-

Trauma tumpul cukup dibebat dengan plester, jika ada beri salep mata
antibiotic

-

Trauma tajam dengan perlukaan dimata jangan memberi pengobatan
dalam bentuk apapun. Sebaiknya mata dibebat dengan plester. Pada
umumnya perlu dilakukan operasi segera dengan pembiusan umum maka
penderita langsung dipuasakan.

-

Trauma Khemis baik asam maupun basa sebaiknya secepatnya diguyur
dengan air mengalir sebanyak-banyaknya kemudian diberi salep mata dan
dibebat dengan plester secepatnya dikirm ke RS yang ada dokter spesialis
mata.

Universitas sumatera utara