Prevalensi Tumor Orbita Di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009 - 2011

(1)

PREVALENSI TUMOR ORBITA

DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2009 - 2011

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister Dalam Bidang Kesehatan Mata

Oleh :

Ruly Hidayat

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK


(2)

PREVALENSI TUMOR ORBITA

DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2009 - 2011

Oleh :

Ruly Hidayat

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN 2012


(3)

Medan, Juli 2012

Tesis dengan judul

PREVALENSI TUMOR ORBITA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2009-2011

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing

Ketua

Nip. 19450714 196902 1 001 dr. Suratmin, Sp. M (K)

Anggota

Nip. 130521828

Prof. dr. H. Aslim. D Sihotang, SpM (KVR)

Diketahui oleh

Ketua Program Magister Klinik

Prof dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA(K)


(4)

KATA PENGANTAR DENGAN NAMA ALLAH

YANG MAHA PENGASIH DAN PENYAYANG

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya serta memberikan bimbingan, petunjuk dan kekuatan lahir dan bathin sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dengan judul “KARAKTERISTIK PENDERITA MIOPA DI POLIKLINIK REPRAKSI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011.”

Penulisan tesis ini merupakan tahap akhir dari serangkaian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata pada Fakultas Kedokteran Universtias Sumatera Utara di Medan.

Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pembimbing saya dr. Suratmin, SpM(K) dan Drs, H. Abdul Djalil Amri Arma, M. Kes., yang telah banyak memberi masukan dan bantuan selama penulisan ini.

Rasa penghargaan dan terima kasihyang tak terhingga saya snapaikan kepada yang terhormat guru-guru saya atas pengajaran, bimbingan, kritik dan saran yang telah saya terima selama menempuh pendidikan magister ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan sejawat peserta Program Magister Keokteran Klinik Ilmu Kesehatan Mata, pada PPDS, para perawat SMF Mata RSUP H. Adam Malik Medan yang setiap hari mendampingi dan saling mengingatkan saya selama menempuh pendidikan magiser ini.


(5)

Kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, TKP PPDS, Pimpinan RSUP H. Adam Malik Medan, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan magister ini.

Kepada kedua orangtua saya dr. H. Chairul Bahri, A.D. Sp.M. dan ibunda Hj. Hidayat yang sangat saya cintai dan sayangi yang telah membesarkan, mendidik dan mendukung serta memberikan semangat dan doanya kepada saya dalam menjalani pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.

Kepada istri tercinta Herlina Waty, A.Md terima kasih atas segala penegrtian, kesabaran dan dukungannya yang telah diberikan selama ini. Kepada anakku Harits Raihan, Haykal Ridho dan Raniah Humaira.

Kepada semua pihak yang tidak tertulis disini, yang telah banyak membantu saya baik moril maupun materil selama saya menempuh pendidikan kehalian ini, tiada kata yang saya ucapkan selain ucapan terima kasih setulus-tulusnya. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.

Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, namun saya berharap hasil karya saya ini dapat memberi manfaat sekecil apapun manfaatnya dapat memberi arti dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Medan, Juli 2012 Penulis


(6)

ABSTRAK

Pendahuluan : Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Tumor terdiri dari primer, sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya, atau metastase. Angka kejadian tumor mata terhitung kecil yaitu hanya 1 % diantara penyakit keganasan lainnya.

Tujuan Penelitian : Mengetahui angka tumor orbita di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2009 – 2011.

Metode : Suatu penelitian retrospektif yang bersifat non – eksperimental. Populasi penelitian sebanyak 213 kasus dan besar sampel adalah 64 kasus.

Hasil Penelitian : Prevalensi tumor orbita dijumpai paling tinggi pada kelompok usia 15-30 tahun yaitu 31 orang dari 64 orang atau 48,4 %, tumor orbita banyak diderita oleh perempuan yaitu 34 orang atau 53,1 % sedangkan laki-laki 30 orang atau 46,9 %, sebagian besar penderita yang diperiksa sukunya dalah suku batak berjumlah 29 orang (45,3 %), bahwa penderita tumor orbita banyak terdapat pada tingkat pendidikan sekolah dasar yaitu 19 orang ( 29,7 %), distribusi unilateral merupakan persentasi tertinggi sebanyak 60 orang (93,7 %), tumor sekunder adalah jenis tumor yang terbanyak yaitu 49 orang (76,6 %) dan tindakan ekstraksi tumor adalah tindakan operasi yang paling sering dilakukan yaitu 35 orang (54,7 %).

Kesimpulan : Bagi pihak RSUP H. Adam Malik Medan agar perlu dilakukan penyuluhan untuk deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap penderita tumor orbita.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2.Rumusan Masalah ……… 3

1.3.Tujuan Penelitian……….. 3

1.4. Manfaat Penelitian……….. 4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ………. 5

2.1. Kerangka Teori ……….. 5

BAB III KERANGKA KOSEPSIONAL DAN DEFENISI OPERASIONAL 25 3.1. Kerangka Konsepsional………. 25

3.2. Defenisi Operasional ………. 26

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ………. 27

4.1. Desain Penelitian ……… 27

4.2. Tempat dan Waktu ……….. 27

4.3. Populasi dan Sampel……….. 27

4.4. Kriteria inklusi dan eksklusi……… 27

4.5. Identifikasi variabel ……….. 28

4.6. Cara Kerja ………. 28

4.7. Analisa Data ……… 28

4.8. Pertimbangan Etika ……… 29

4.9. Prosedur Kerja ……… 29


(8)

BAB VI. PEMBAHASAN DAN DISKUSI ………. 35

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 37


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel.1 Distribusi sampel berdasarkan usia 30

Tabel.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin 31 Tabel.3 Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan 31

Tabel.4 Distribusi sampel berdasarkan suku 32

Tabel.5 Distribusi sampel berdasarkan lateralitas 32 Tabel.6 Distribusi sampel berdasarkan jenis tumor 33 Tabel.7 Distribusi sampel berdasarkan jenis operasi 33


(10)

ABSTRAK

Pendahuluan : Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Tumor terdiri dari primer, sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya, atau metastase. Angka kejadian tumor mata terhitung kecil yaitu hanya 1 % diantara penyakit keganasan lainnya.

Tujuan Penelitian : Mengetahui angka tumor orbita di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2009 – 2011.

Metode : Suatu penelitian retrospektif yang bersifat non – eksperimental. Populasi penelitian sebanyak 213 kasus dan besar sampel adalah 64 kasus.

Hasil Penelitian : Prevalensi tumor orbita dijumpai paling tinggi pada kelompok usia 15-30 tahun yaitu 31 orang dari 64 orang atau 48,4 %, tumor orbita banyak diderita oleh perempuan yaitu 34 orang atau 53,1 % sedangkan laki-laki 30 orang atau 46,9 %, sebagian besar penderita yang diperiksa sukunya dalah suku batak berjumlah 29 orang (45,3 %), bahwa penderita tumor orbita banyak terdapat pada tingkat pendidikan sekolah dasar yaitu 19 orang ( 29,7 %), distribusi unilateral merupakan persentasi tertinggi sebanyak 60 orang (93,7 %), tumor sekunder adalah jenis tumor yang terbanyak yaitu 49 orang (76,6 %) dan tindakan ekstraksi tumor adalah tindakan operasi yang paling sering dilakukan yaitu 35 orang (54,7 %).

Kesimpulan : Bagi pihak RSUP H. Adam Malik Medan agar perlu dilakukan penyuluhan untuk deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap penderita tumor orbita.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Tumor orbita terdiri dari primer, sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya, atau metastasase. 1,2

Angka kejadian tumor mata terhitung kecil yaitu hanya 1% diantara penyakit keganasan lainnya. Angka kejadian tumor rendah, hemangioma dan limfoma yang paling sering terjadi. Tumor sekunder dari penyebaran serius lebih sering terj tumor padi dari padarimer. Namun dampak yang ditimbulkannya dapat sangat mengerikan. Hal ini disebabkan letak yang tidak menguntungkan sehingga mudah menyebar ke otak dan kematian tidak dapat dihindari lagi. 1,2,3

Bukan itu saja tidak jarang penderita harus menjalani tindakan bedah pengangkatan seluruh bola mata serta kelopak mata atas dan bawah, sehingga selain kebutaan, penampilan pasca bedah tentunya membawa dampak sosial yang cukup besar. Untuk itu penderita memilih resiko kematian dari pada harus buta dan berpenampilan buruk.

Hasil penelitian Moeloek dkk, jumlah keseluruhan pasien tumor orbita yang diterapi di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 0.59 kasus tumor.

4,5


(12)

Klasifikasi jenis tumor dipengaruhi oleh frekuensi dari jenis tumor orbita. Seperti contoh, hasil penelitian Reese menemukan limfoma maglima dan pseudotumor adalah jenis frekuensi didiagnosa yang paling banyak dari 230 kasus, dimana limfoma maglina (8.36%) dan psedotumor (1.15%). Namun, jika persentasi kedua tumor ini dikombinasi menduduki urutan jenis tumor yang paling banyak.

Reese melaporkan bahwa di klinik Mayo ditemukan frekuensi manigioma 6,8% dari 465 tumor orbita, sedangkan dia sendiri menemukan 3.1%, Mosa 5% dan Silva 6.5%. hederson menempatkan ke 5 dari jenis-jenis tumor orbita yang terbanyak.

6

6

Hampir semua kepustakaan menyabutkan bahwa maningioma baik di rongga orbita maupun intrakranial lbih banyak diderita oleh wanita. Craig dan Gegele menemukan 79% penderita wanita, Duke Elder 75%, Hederson 72% dan Reese 71%. Mengapa penderita wanita lebih banyak dari pada wanita tidak diketahui sebabnya. Uhlein dan Weyan memikirkan kemungkinan pengaruh faktor hormonal. 6

Frekuensi terbanyak pada dewasa muda dibandingkan anak-anak usia lanjut. Tipe tumor orbita yang paling sering pada dewasa adalah tumor jinak seperti tumor vaskular, tumor tulang,tumor jaringan syaraf, 1 tumor sekunder (berasal dari jaringn yang berdekatan, seperti sinus).4

Provinsi Sumatra Utara mempunyai jumlah penduduk 11.476.272 jiwa memiliki 46 rumah sakit dan 402 puskesmas, diperkirakan memiliki angka prevalensi tumor orbita yang lebih kecil dari prevalensi tumor orbita secara nasional. Hal ini


(13)

mendorong penulis untuk melakukan penelitian prevalensi tumor orbita khususnya di Rumah Sakit H. Adam Malik periode Januari – Desember.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berapa jumlah penderita tumor orbita yang ke RSUP. H. Adam Malik Medan Periode 2009-2011.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum

• Untuk mendapatkan angka tumor orbita di RSUP. H. Adam Malik Medan periode 2009-2011.

Tujuan khusus

• Untuk mengetahui kejadian tumor orbita berdasarkan umur di RSUP. H. Adam Malik Medan periode 2009 – 2011.

• Untuk mengetahui kejadian tumor berdasarkan jenis kelamin di RSUP. H. Adam Malik Medan periode 2009 – 2011.

• Untuk mengetahui kejadian tumor orbita berdasarkan suku di RSUP. H. Adam Malik Medan periode 2009 – 2011.

• Untuk mengtahui terjdinya tumor orbita secara uniteral dan libelateral pada penderita tumor orbita di RSUP. H. Adam Malik Medan periode 2009 – 2011. • Untuk mengetahui jenis tumor orbita yang terjadi pada penderita di RSUP. H.


(14)

• Untuk mengetahui jenis operasi yang dilakukan pada penderita tumor orbita di RSUP. H. Adam Malik Medan periode 2009 – 2011.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Dengan penelitian ini dapat dibut pemetaan tentang tumor orbita di RSUP. H. Adam Malik Medan dan diharapkan dapat sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya.

2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dilakukan dini dan penanganan yang tepat terhadap penderita tumor orbita di RSUP. H. Adam Malik Mean.


(15)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 KERANGKA TEORI 2.1.1 DEFENISI :

Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Tumor orbita terdiri dari primer, sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya, atau metastase. 1,2

2.1.2 ANATOMI TUMOR ORBITA

Rongga orbita mempunyai volume 30 cc, dengan ukuran lebar 40 mm, panajang 35 mm, tinggi 45 mm. Dinding orbita terdiri dari 7 macam tulang, yaitu etmoid, frontal,lakrimal, maksila, palatum, sfenoid, dan zigomatik.

Rongga orbita dibagi atas 4 bidang yaitu :

1,2,7,8

1. Atap orbita terdiri dari tulang frontal dan sfenoid ala parva. Daerah atap orbita berdekatan dengan fosa kranii anterior dan sinus frontal.

2. Dinding lateral, terdiri dari tulang zigomatik, frontal dan sfenoid alamagn, berdekatan dengan fosa kranii tengan fosa pterigopalatinus.

3. Dinding medial, terdiri dari tulang edmoid, frontal, lakriamal dan sfenoid berdekatan dengan sinus edmoid, sfenoid dan kavum nasi.

4. Dasar orbita terdiri dari tulang maksila, palatum dan zigomatik, berdekatan dengan sinus maksila dan rongga – rongga tulang palatum.


(16)

Tulang tengkorak membentuk dinding orbita, selain itu didalamnya juga terdapat apertura seperti foramina etmoidal, fisura orbita superior, fisura orbita interior, kanal optik, dan tempat- tempat tersebut dilalui oleh saraf –saraf kranial arteri dan vena.

Jaringan lunak yang terdapat dirongga orbita adalah : 8

1. Periorbita, jaringan perios yang meliputi tulang orbita. Periorbita pada kanla optik bersatu dengan durameter yang meliputi saraf optik di anterior bersatu dengan septum orbita.

2. Saraf optik, atau saraf ke II kranial yang diselubungi oleh piamater, araknoid, durameter seperti selubung otak.

3. Otot ekstra okular. Setiap bola mata mempunyai enam buah otot ekstra okular yang juga diselubungi oleh fasia. Ligamen dan jaringan ikat.

4. Jaringan lemak. Hampir sebagian besar rongga orbita berisi jaringan lemak. 5. Kelenjar lakrimal berfungsi mengeluarkan air mata dan sebagian terletak

dirongga orbita.

Jelas terlihat bahwa rongga orbita berisi berbagai macam jaringan sehingga masing-masing jaringan mempunyai kemungkinan untuk tumbuh menjadi berbagai jenis tumor.

2.1.3 PEMERIKSAAN TUMOR ORBITA

6,8

Oleh karena letaknya yang tertutup rapat, maka sulit menemukan tumor orbita pada stadium dini. Gejala yang paling sering ditujukan oleh tumor dibelakang bola mata adalah terdorongnya mata keluar sehingga tampak menonjol (proptosis). Proptosis tidak selalu disebabkan oleh adanya tumor mata, tetapi


(17)

dapat disebabkan oleh penyakit lain, misalnya proses inflamasi atau kelainan pembuluh darah. Proptosis dapat mengindikasikan lokasi massa. Axial displacement disebabkan oleh lesi-lesi retrobulbar seperti hemagioma, glioma, menigioma, metastase, arterivena malformasi dan lesi lainnya di dalam muscle cone. Non axial displacement disebabkan oleh lesi – lesi yang terletak di luar muscle cone. Superior displacement disebabkan oleh tumor sinus maxillaris yang mendesak lantai orbita dan mendorong bola mata keatas. Inferomedial displacement dapat dihasilkan dari kista dermoid dan tumor – tumor kelenjar lakrimal. Nyeri juga dapat dikeluhkan oleh penderita yang merupakan gejala dari invasi karsinoma nasofagerial atau lesi –lesi matastatik.

Terkadang disebabkan oleh lokasi tumor, sulit untuk menegakkan diagnosa hanya berdasarkan pemeriksaan klinis saja. Sehingga membutuhkan pemeriksaan tambahan sebagai penunjang dalam menegakkan diagnosa.

1,9

2

Untuk pemeriksaan klinis secara lengkap diperlukan tahap – tahap pemeriksaan sebbagai berikut :

A. Tahap Pemeriksaan Medis

Tahap pemeriksaan dibagi 3 yaitu :

1. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit dalam membantu menduga penyebab proptosis. Hal ini penting karena proptosis dapat disebabkan oleh ateri – vena malformasi, penyakit infeksi, tiroid dan tumor. Sebaiknya pemeriksaan ini sudah


(18)

Untuk dapat membedakan ke empat penyakit – penyakit yang disebutkan diatas dapat dibuat anamnesis :

1.1 Arteri vena malformasi : adanya riwayat trauma dan penambahan proptosis bila penderita dalam posisi membungkuk.

4,6,11,12

1.2 Penyakit infeksi : proptosis terjadinya secara tiba-tiba, adanya tanda-tanda infenksi lainnya seperti panas badan yang meningkat dan adanya riwayat penyakit sinusitis atau abses gigi.

1.3 Penyakit tiroid : adanya tanda- tanda penyakit tiroid seperti tremor, gelisah yang berlebihan, berkeringat banyak dan adanya penglihatan ganda.

Bila dari pernyataan – pernyataan ini tidak dapat dijawab, maka riwayat penyakit bisa diarahkan ke penyakit tumor dan dapt dilanjutkan dengan pencarian perkiraan jenis tumor.

1.4 Tumor Retrobulbar

- Lama terjadinya proptosis, karena umumnya proptosis dapat terjadi lebih pada tumor jinak, sedangkan tumor ganas proptosi terjadi lebih cepat.

- Umur penderita saat terjadinya tumor, karena umur dapat menentukan jenis tumor yaitu tumor anak –anak dan tumor dewasa. - Tajam penglihatan penderita yang menurun bersamaan dengan

terjadinya proptosis, dapat diduga tumor terletak di daerah apeks, atau saraf optik, sedangkan bila tidak bersamaan dengan terjadinya proptosis kemungkinan letak tumor diluar daerah ini.


(19)

- Adanya tanda –tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa sakit, atau berat badan menurun.

- Riwayat penyakit keganasan di organ lain, karena kemungkinan tumor diorbita merupakan metastasis.

2. Pemeriksaan mata

Pemeriksaan mata secara teliti sangant diperlukan antara lain 4

- Penilaian penglihatan (visus)

:

- Penilaian struktur palpebra

- Pengamatan terhadap perubahan orbita seperti proptosis, palpasi massa atau pulsasi.

- Penilaian pergerakan dan posisi bola mata.

- Penilaian permukaan bola mata dan konjungtiva, tekanan bola matan dan kondisi bagian bola mata khususnya nervus optikus.

3. Pemeriksaan orbita

- Pengukuran proptosis : untuk mengetahui adanya derajat proptosis dengan memperbadingkan ukuran kedua mata. Nilai penonjolan mata normal antara 12 – 20 mm dan beda penonjolan kedua mata tidak melebihi 2 mm. Bila penonjolan bola mata lebih dari 20 mm atau beda kedua mata lebih dari 3 mm ini merupakan keadaan patologi. Pengukuran dapat dilakukan dengan Hertel eksoftalmometer.

1,2,6,11

- Posisi proptosis : diperlukan karena letak dari tumor akan sesuai dengan macam jaringan yang berada di orbita. Ada dua arah


(20)

Kemungkinan jenis tumornya adalah glioma, maningioma atau hemangioma. Proptesis ekstresik harus dilihat dari arah terdorongnya bola mata untuk menduga kira – kira jenis tumornya, misalnya : arah inferemedial disebabkan oleh tumor yang berasal dari kelenjar lakrimal atau kista dermoid. Arah inferetemporal disebabkan oleh tumor dermoid, mukokel sinus etmoid atau sinus frontal atau meningkokel. Arah superior disebabkan oleh tumor berasal dari antrum maksila.

- Proptosis bilateral atau uniteral : bisa membantu dalam memperkirakan jenis tumor.

- Palpasi : pada atumor yang teraba sebaiknya dinilai konsistensinya kistik atau solid, pergerakan dari dasar, adanya rasa sakit pada penekanan dan halus dan benjolannya permukaan tumor. Dapat memperkirakan terdapatnya massa pada anterior orbita, khususnya pembesaran kelenjar lakrimal. Peningkatan tahanan retrobulbar merupakan abnormalitas yang spesifik. Dapat oleh karena tumor retrobulbar merupakan abnormalitas yang difus seperti pada Thyroid – assosiated Orbytopathy (TAO). Sebaiknya dilakukan palpasi kelenjar limfatik regional.

- Auskultasi : auskultasi dengan stetoskop terhadap bola mata atau tulang mastoid untuk mendeteksi adanya bruit pada kasus – kasus fistula kavernosa carotid.

B. Tahap Pemeriksaan Diagnostik Penunjang 1. Pemeriksaan Primer


(21)

Plain film radiography digunakan dalam mengevaluasi pasien – pasien dengan kelainan orbita. Begitu juga Computed Tomography (CT) bermanfaat untuk memepelajari anatonomi dan penilaian dari tulang. Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangar efektif dalam menilai perubahan jaringan lunak, khususnya lesi-lesi yang mempengaruhi nervus optikus atau struktur intrakranial. Ultrasonography (USG) dapat sangat membantu dalam beberapa kasus.

2. Pemeriksaan Sekunder

1,9,11,12

Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi yang spesifik meliputi venography dan arteriography. Jarang dilakukan tetapi sangat berguna dalam kasus – kasus tertentu.

3. Pemeriksaan Patologi

1,2,9,19

Diagnosa pasti dari kebanyakan lesi –lesi orbita tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan histopatologi dimana dapat berupa fine – needle aspiration biopsy(FNAB, Incisional biopsy, excisional biopsy. 2

4. Pemeriksaan Laboratorium

Penetapan jenis tumor sangat penting dan ini dicari dengan berbagai jalan dan sedapat mungkin menghindar pembedahan. Pada mata, pembedaan sering merupakan suatu tindakan eksploratif. Hal ini disebabkan sukarnya atau belum didapatnya diagnosa jenis tumor. Untuk menghindari pembedahan eksploratif ini dilakukan pemeriksaan


(22)

laboratorium juga dilakuakan dalam rangka menyeleksi abnormalitas fungsi tiroid dan penyakit – penyakit lainnya.

Diagnosa tidak selamanya berdasarkan biopsi, khususnya bila lokasi tumor tidak diketahui secara pasti. Diagnosa dapat dibuat dengan bantuan USG. Metode diagnostik diatas tidak harus dilakukan seluruh pada setiap kasus tetapi tergantung pada indikasi klinis dan status sosial pasien.

1,3,11

C. Tahap Konsultasi Antar Disiplin 2,3,11

Orbita merupakan bagian dari kranial dan sangat berdekatan dengan organ lainnya, sehingga disiplin bedah saraf dan Telinga – Hidung - Tenggorok sangat diperlukan. Banyak tumor mata merupakan bagian ini atau sebaliknya. Selain itu, tumor organ lainnya, seperti karsinoma serviks, paru – paru, payudara, tiroid ataupun limfoma maglima sering bermetastasi di orbita. Jelas dibidang penyakit tumor. Meskipun bidang keahlian kedokteran berlainan, namun penanganan penyakit tumor mata tidak dapat dipisahkan dari kerjasama dengan bidang kedokteran lainnya. 6,13

2.1.4 KLASIFIKASI TUMOR ORBITA

Tumor orbita jarang terjadi. Tumor orbita terbagi menjadi 3 yaitu : tumor primer, sekunder, dan metastasi.

A. Tumor primer terjadi dari struktur orbita yang bervariasi :

1. Tumor divalopmental : dermoid, epidermoid, lipodermoid dan teratoma 2. Tumor vaskular : hemagioma dan limfangioma


(23)

3. Tumor jaringan adipose : liposarcoma

4. Tumor jaringan : fibroma, fibrokarsoma, dan fibromatosis.

5. Tumor asseous dan kartilage : osteoma, kondroma, osteoblastoma, sarkoma osteogenik sesudah irradiasi, displasia fibrous dari tulang dan sarkoma Ewing’s.

6. Tumor miomatous : Rabdomioma, leomyoma dan rabdomiosarkama 7. Tumor saraf optik : glioma dan meningioma

8. Tumor glandula lakrimal : benign mixed tumor, malignant mixed tumor dan tumor limfoid.

9. Tumor jaringan limfositik : limfoma benign dan maligna 10.Histiocytosis – X

B. Tumor sekuder, merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya C. Tumor metastasis tumor yang berasal dari penyebaran tumor primer.

A. Tumor Orbita Primer • Tumor Developmental

- Dermoid

Dermoid merupakan tumor yang umum terdapat pada anak-anak tetapi terdapat juga pada orang dewasa. Lokasi kista dermoid biasanya berada diorbita superotemporal, tetapi dapat juga berada ditempat lain, yaitu didaerah superonasal. 1,2,6,9,13


(24)

dianterior septum orbita. Kadang- kadang terdapat pedikel dibelakang septum dan melekat dengan perioseteum orbita. Hal ini menyababkan kelainan pada tulang (fosa lakrimal, dan dapat terlihat secara radiologis. Pada pengangkatan tumor dilanjurkan agar membuang pedikel tersebut guna mencegah kekambuhan. Secara mikroskopis, tumor berbentuk padat bercampur dengan komponen kista, berisi materi seperti keju. Pada gambar histologis dinding kista terdiri dari epitel skuamosa berlapis, dan kista berisi kelenjar keringat, folikel rambut dan kelenjar sibasea. Lumen dari kista berisi dari sisa –sisa keratin dan rambut. Sering terjadi ruptur pada kista dan dapat menyebabkan inflamasi. 1,2,3,6,9,13

- Epidermoid

Epidermoid sama dengan dermoid, hanya tidak berisi kelenjar –kelenjar. Kadang – kadang sulit untuk membedakan secara histologis epidermoid yang berasal dari kongenital atau akibat trauma masuknya epidermis kedalam jaringan. Dalam hal ini diperlukan anamnesis yang baik.

- Teratoma

2,3,13

Teratoma berbeda dengan derdoid dalam strukturnya. Tumor tidak hanya berisi jaringan ektoderm saja, tetapi juga mesoderm. Biasanya tumor berbentuk kista dengan eksoftalmos yang luar biasa besarnya. Tumor sudah ada saat kelahiran. Pembedahan eksentrasi kadang-kadang masih dapat dilakukan pengangkatan tumor dengan tetap membiarkan bola mata di rongga orbita.


(25)

• Tumor Vaskular - Hamangioma

Hemangioma termasuk yang banyak terdapat di orbita dan merupakan tumor primer yang jinak. Hemangioma dibagi dalam 2 tipe, kapiler dan kavernosa.

Hemangioma kapiler 2,6

Hamangioma kapiler merupakan tumor jinak. Penampakannya berupa modul merah, di palbebra disebut strawberry birthmark. Tumor cenderung membesar pada bulan – bulan pertama setelah kelahiran, dengan cara infiltratif ke jaringan sekitarnya. Tumor dapat meluas, multipel sampai mengenai daerah kepala dan leher. Perjalanan penyakit hemangioma kapiler tumbuh dengan pesat menjelang enam bulan kehidupan dan mengecil setelah anak berumur 1 tahun. Pertumbuhan hemangioma lebih sesuai dikatakan sebagai pertumbuhan hemartroma dari pada pertumbuhan neoplasma. Involusi sempurna, 30% akan terjadi pada umur 3 tahun, 60% pada umur 4 tahun, 76% pada umur 7 tahun.

Bila tumor hanya mengenai daerah orbita tanpa lesi di palpabra, maka persangkaan terhadap hemangioma didapat dari warna kebiru –biruan yang terjadi di palpebra atau konjungtiva. Pada perabaan tumor akan terasa lunak seperti busa. Daerah predileksi sering terjadi di daerah superonasal.

1,2,6,13

Gambaran mikroskopis tumor terbentuk nodul padat berisi sel proliferasi sel 2,6


(26)

Pengobatan hanya dilakukan atas indikasi disfungsi okular atau deformitas kosmetik yang terlalu luar. Pengobatan steroid dapat dilakukan untuk mengurangi besarnya tumor. Radiasi dengan dosis rendah dikatakan cukup berhasil mengobati hemangioma. Tindakan pembedahan, injeksi zat sklerosing, krioterapi hendaknya dibatasi sedapat mungkin.

Hemangioma kavernosa

3,6,13

Hemangioma kavernosa adalah tumor yang terjadi pada masa dewasa, dan penampakan klinis jarang pada masa kanak- kanak. Tumor terdiri dari rongga –rongga dengan ukuran yang sangat bervariasi. Rongga tersebut dibatasi oleh septa, berukuran cukup tebal dengan dinding dilapisi sel endotel. Pertumbuhan slowly prograsif. Tumor berkapsul tidak mempunyai sifat regresi. Lokasi tumor sering terdapat didaerah intrakonal retrobulbar. Diagnosa dapat dibuat dengan diagnostik penunjang A dab B scan ultrasonografi dan CT scan. Arteriografy dan venograpi tidak menunjang, karena lesi terisolasi dari jaringan vaskular. Pengobatan dengan pembedahan. Biasanya tumor sangat mudah ditaksir karena tumor berkapsul. Perubahan sel menjadi tumor ganas sangat jarang terjadi.

- Limfangioma

2,3,6

Limfangioma diorbita frekuensinya lebih sedikit dari hemangioma, tetapi pertumbuhannya sangat ekstensif. Pada anak –anak pertumbuhan tumor ini lebih buruk karena seringnya terjadi infeksi sekunder. Gambaran histologi limfangioma memperlihatkan dinding yang tipis, limfoid dengan beberapa folikel limfa banyak didapat di antara dinding rongg. Pada tumor ini sering


(27)

terjadi pendarahan kedalam rongga, sehingga sukar membedakannya dari hemangioma.

• Tumor Myomatous 6

- Rabdomiosarkoma

Tumor ini merupakan tumor ganas yang sering didapati pada anak –anak. Pertumbuhan tumor sangat cepat menimbulkan proptosis. Biasanya massa teraba didaerah kuadran nasal atas. Tindakan biopsi sebaiknya segera dilakukan untuk membuat diagnosis. Diagnosis dapat dibantu dengan ultrasonografi, CT scan atau tomografi. Kadang – kadang biopsi sukar dilakukan, walaupun demikian diagnosis sering diketahui pada waktu pencarian metastasis dengan pemeriksaan aspirasi sum –sum tulang. Gambaran mikroskopik dibagi dalam 3 kategori : embrional, alveolar, pleomorfik.

Pengobatan rabdomiosarkoma adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi, dan sitostatika. Kombinasi antara radiasi sebesar 5000 – 6000 rad, dengan sitostatika dan eksenterasi, menunjukkan angka keberhasilan yang lebih baik dari pada angka keberhasilan yang dicapai oleh pembedahan eksenterasi saja.

6,13

• Tumor Saraf

6

Glioma dan maningioma berasal dari saraf optik, neurilemmoma dan neurofibroma berasal dari saraf perifer. Nonkromafin paraglioma atau tumor


(28)

badan korotis, granular sel mioblastoma, alveolar softpart sarcoma, diduga berasal dari saraf, sangat jarang ditemukan.

- Neurofibroma

6,13

Neurofibroma adalah jenis tumor saraf yang terbanyak ditemukan. Tumor ini merupakan priliferasi endoneural matriks dengan dominasi dari sel schwann, yang berada diselubung saraf. Neurofibroma tipe fleksiforn tumbuh infiltratif dan dapat terjadi pada penyakit von recklinghausen. Biasanya tipe ini dimulai pada masa anak –anak, pengangkatannya sangat sukar. Disamping dilakukan eksenterasi, sebaiknya vermiform cords diangkat, karena tumor ini dapat kambuh lagi. Neurofibroma yang berbentuk soliter biasanya bila terjadi pada ornag dewasa maka prognosisnya lebih baik. Tumor ini berkapsul, pengangkatannya tidak menyebabkan masalah karena dapat diangkat intoto.

- Glioma

2,3,6,13

Glioma biasanya ditemui pada anak-anak pada dekade pertama pada kehidupannya. Kurang lebih seperempat dari penderita glioma disertai penyakit neurofibroma. Gejala klinisnya memperlihatkan bahwa pada penderita terdapat proptoss, kelainan saraf optik, cafe aulait spot yang ganda di tubuh. Gejala ini sangat karateristik untuk penyakit glioma. 6

Diagnosa dapat dibuat dengan CT scan X – ray standart. Penggunaan USG akan memperlihatkan hilangya gambar saraf optik yang karateristik. Gambar CT scan akan memperlihatkan pembesaran saraf optik. Dengan X –ray standar kadang – kadang terlihat pembesaran kanal optik. Bila terdapat


(29)

pembesaran kanal sebaiknya dilanjutkan dengan foto tomografi untuk menilai kemungkinan ekstensi ke intrakranial.

Gambaran mikroskopis glioma memperlihatkan tumor berisi sel astrosit dengan diferensiasi baik. Pertumbuhan tumor ini invasif dan apabila disertai penyakit neurofibromatosis, tumore dapat berproliferasi sampai ruangsubaraknoid. Glioma tanpa neurofibroma biasanya hanya tumbuh disekitar saraf mata. Pada anak –anak tumor tidak bergenerasi ganas, keganasan pada glioma hanya terjadi pada orang dewasa. Pengobatan masih kontroversial. Hal ini disebabkan masih adanya dugaan bahwa tumor merupakan suatu pertumbuhan hemartoma. Oleh ophthalmology basic and Clinial Science Course American Academic of Opththalmology dikemukakan pengobatan glioma sebagai berikut :

2,12

1. Dapat dilakukan pembedahan. Untuk pemeriksaan histologik biobsi dapat dilakukan melalui medial bola mata dengan disinsersi rektus medial. Pembedahan orbitotomi lateral dilakukan bila ingin mengangkat satu segmen saraf optik.

1,2,6,12

2. Dilakukan operasi intrakranial bila tumor berada tumor berada di intrakranial, kanal optik, atau bila ingin memperoleh lapang operasi yang luas.

3. Diberikan radiasi bila tumor tidak mungkin untuk diangkat lagi atau pertumbuhannya sangat angresif.


(30)

Tumor berasal dari sel meningiotelial lapisan araknoid. Lapisan araknoid ini berada dirongga orbita, dan merupakan pembungkus serabut saraf optik. Maningioma intra orbita yang berasal dari selubung saraf optik disebut maningioma primer intra orbita, sedangkan yang berasal dari invasi intrakranial disebut maningioma sekunder intra orbita.

Selain meningioma primer dan sekunder primer dan sekunder di dapat juga meningioma ektopik. Meningioma merupakan tumor yang tumbuh lambat progresif, umumnya terjadi pada wanita dewasa muda. Meningioma mempunyai sifat keganasan lokal, tidak bermetastasis. Selain dari pada itu meningioma mempunyai sifat menjalar melalui lubang – lubang kranial sehingga tumor dapat memasuki daerah intrakranial atau sebaliknya meningioma intrakranial dapat memasuki intraorbita. Foto orbita dapat dilakukan secara rutin, tetapi kadang –kadang tidak memberikan gambar yang karateristik. Dengan USG gambar saraf optik akibat tumor yang mengelilingi saraf tersebut menjadi tidak karateristik lagi. Dan sebaiknya diperiksa dengan CT scan.

2,6,13

Terapi adalah pembedahan, tetapi sukar menghindari komplikasi trauma saraf optik. Sebaliknya bila fungsi saraf optik dipertahankan tanpa melakukan pengangkatan tumor secara total pada saat operasi, kemungkinan tumor akan tumbuh kembali. Angka keberhasilan tergantung dari pengangkatan adekuat.

6,9,11

6,9

• Histiocytosis –X

Penyakit ini mempunyai karateristik proliferasi idiopatik abnormal dari histiositik dengan pembentukan granuloma. Penyakit primer cenderung pada


(31)

anak-anak dengan melibatkan orbita terdapat pada 20 % kasus. Histiocytosis –X dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

1. Hand – Schuller – Christian disease. Penyakit kronik disebarkan dari Histiocytosis yang melibatkan jaringan dan tulang. Ditandai dengan proptosis, diabetes insipidus dan kerusakan / cacat pada tulang tengkorak. 2. Letterer – Siwe disease. Bentuk sistemik dari histiocytosis – Xdi tandai

dengan penyebaran kejaringan lunak dan viscera dengan atau tanpa melibatkan perubahan tulang.

3. Eosinophilic granuloma. Ditandai oleh granuloma soliter atau multipel melibatkna tulang. Penyakit ini biasanya terjadi pada dewasa muda.

B. Tumor Orbita Sekunder

Tumor yang berasal dari kelopak mata karsinoma sela basa, sel skuamosa dan kelenjar sebasea dapat menyebar secara lokal kedalam orbita anterior. Tumor yang berasal dari hidung dan sinus paranasal, tumor ini sering melibatkan orbita (50%). Tumor nasofaring, tersering dari sinus maksilaris, tumor ini melibatkan orbita. 30% kasus tumor menunjukkan gejala proptosis. Dan meningioma menginvasi orbita posterior.

C. Tumor Orbita Metastase

1,2,3,9

Tumor – tumor metastase mencapai orbita melalui penyebaran hematogen, karena orbita tidak memiliki saluran limfe. Metastase biasanya berasal dari payudara pada wanita dan paru pada pria. Pada anak –anak tumor metastase


(32)

pendarahan periokular spontan, sewaktu tumor yang tumbuh cepat mengalami nekrois. Tumor –tumor metastase jauh lebih sering terdapat dikoroid dari pada didalam orbita, mungkin karena sifat pasokan darahnya. Banyak tumor metastase di orbita respon terhadap radiasi dan komoterapi. Tumor kecil yang terlokalisasi dan simtomatik kadang –kadang dapat di eksisi secara total maupun parsial. Neuroblastoma pada anak berusia kurang dari 11 bulan memiliki prognosis yang relatif baik. Ornag dewasa yang mengalami tumor metastase diorbita memiliki usia harapan hidup yang sangat sempit. 1,2,3

2.1.5 PENGOBATAN

Terapi medis disesuaikan dengan diagnosis yang diperoleh dengan biopsi atau eksisi. Situasi tertentu tidak memerlukan biopsi atau eksisi untuk memulai perawatan. Kondisi seperti selulitis orbita sering diperlukan secara medis dengan berbagai atimikro agen. Intervensi badah diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan atau memburuk klinis terbukti pada pemeriksaan. Pseudotumor biasanya ditangani secara medis dengan steroid sistemik. Hemangioma kapiler juga dapat diobati dengan non surgical, seperti suntikan steroid.

Pengobatan yang diberikan pada tumor tidaklah sama, tergantung dari jenis tumor dan stadium saat tumor ditemukan.

7

Terdapat lima sirgical space dalam cavum orbita yaitu :

a. Subperiorbital surgical space (subperiosteral)%, antara tulang dan periorbita 1,2

b. Extraconal surgical space (peripheral), terletak antara periorbita dan muscle cone


(33)

c. Intraconal surgical space (central), terletak didalam musclle cone

d. Episcleral seruang intrakranial surgical space (sub – teon) teletak antara kapsul tenon dan bola mata

e. Subarachnoid surgical space, terletak antara nervur optus dan nerve sheath

Insisi untuk mencapai surgical space tersebut melalui orbitotomi anterior dan orbitotomi lateral. Lesi orbita dapat meliputi lebih dari satu ruang sehingga membutuhkan kombinasi dari beberapa pendekatan. 2,9,10 Ekssentrasi dapat dipertimbangkan di dalam penanganan tumor yang meluas dari sinus, wajah, palpebra, konjungtiva atau runag intrakranial. 9


(34)

BAB III

KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1KERANGKA KONSEPSIONAL

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen – elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang, tinjauan kepustakaan yang ada, maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut :

KERANGKA KONSEP

JENIS KELAMIN

SUKU

TUMOR ORBITA UMUR

LATERALITAS JENIS TUMOR


(35)

3.2 DEFENISI OPERASIONAL

• Tumor orbita adalah tumor yang terletak dirongga orbita, Tumor orbita terdiri dari primer, sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya, atau metastase.

• Umur adalah semua usia penderita tumor orbita • Jenis kelamin adalah laki –laki atau perempuan • Suku adalah suku penderita tumor orbita

• Latelaritas adalah unilateral (satu mata) atau bilateral (kedua mata)

• Jenis operasi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan terhadap penderita. • Rekam medis adalah mata dari penderita dan bukti tertulis tindakan – tindakan


(36)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah sesuatu penelitian Retrospektif yang bersifat deskriftif non – eksperimental.

4.2TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di RUSP. H. Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan selama periode 2009-2011.

4.3POPULASI DAN SAMPEL

A.POPULASI

Populasi penelitian adalah semua penderita tumor orbita yang berobat ke poli mata berdasarkan data rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan.

B. SAMPEL

Besar sampel ditentukan dengan metode consecutive sampling yaitu semua subjek yang datang sesuai dengan populasi diatas dan memenuhi kriteria inklusi yang ditentukan dalam pemilihan sampel pada penelitian ini selama periode waktu 2009-2011.

4.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria inklusi :

• Semua penderita tumor orbi Kriteria eksklusi:


(37)

• Dijumpai kelainan yang mirip dengan tumor orbita

4.5. IDENTIFIKASI VARIABEL

Penelitian ini memiliki 2 variabel penelitian : 1. Variabel terikat :

• Tumor orbita 2. Variabel bebas

•Umur

•Jenis kelamin •Suku

•Jenis tumor orbita •Lateralitas

•Jenis operasi

4.6. CARA KERJA

Dilakukan penelitian retrospektif melalui data sekunder yaitu rekam medik khusus penderita tumor orbita yang berobat ke RS. H. Adam Malik Medan dari tahun 2009 – 2011. Data yang dikumpul meliputi umur, jenis kelamin, jenis tumor orbitas , lateralitas dan jenis operasi.

4.7ANALISIS DATA

Analisa data dilakukan secara Deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabulasi data.


(38)

Usulan penelitian ini dahulu disetujui oleh rapat bagian ilmu Kesehatan Mata FK - USU /RS H. Adam Malik Medan. Penelitian ini kemudian diajukan untuk di setujui oleh rapat komite etika PPKRM Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

4.9PROSEDUR KERJA

POPULASI

SAMPEL KRITERIA INKLUSI

REKAM MEDIS

KATARAK KONGENITAL

PREVALENSI

UMUR

JENIS KELAMIN

SUKU

JENIS TUMOR ORBITA

LATELARITAS


(39)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yang dilakukan dengan pengambilan data sekunder di rekam medis RS H.Adam Malik Medan periode tahun 2009 – 2011 dengan jumlah pasien tumor sebanyak 213 orang, sedangkan jumlah pasien tumor orbita sebanyak 64 orang. Jumlah seluruh pasien yang berobat ke RS. H. Adam Malik Medan adalah 2.135.

5.1. Data Sampel

1. Usia

Tabel 1 Distribusi sampel berdasarkan

UMUR (TAHUN)

JUMLAH %

15-30 31-45 46-60 >60 Jumlah

31 12 11 10 64

48,4 18,7 17,2 15,7 100.0

Dari tabel di atas distribusi sampel berdasarkan usia, didapatkan jumlah sampel terbanyak pada usia 15-30 tahun yaitu 31 orang (48,4%).


(40)

2. Jenis Kelamin

Tabel 2 Distribusi sampel berdarkan jenis kelamin

JENIS KELAMIN N %

Perempuan Laki-laki Jumlah 34 30 64 53,1 46,9 100,0

Didapatkan sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 30 orang (46,9%) dan perempuan sebanyak 34 orang (53,1%). Maka dari data ini didapatlah jumlah sampel perempuan lebih banyak dibanding jumlah sampel laki-laki.

3. Tingkat Pendidikan

Tabel 3 Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan

PENDIDIKAN N %

Tidak sekolah SD

SLTP SLTA

Akademi / perguruan tinggi

14 19 13 14 4 21,9 29,7 20,3 21,9 6,2

Jumlah 64 100,0

Dari tabel 3 terlihat bahwa sampel yang tidak sekolah sebesar 14 orang (21,9%) dan sebagian besar tingkat pendidikan SD yaitu 19 orang (29,7%), sedangkan yang mempunyai jenjang pendidikan sampai akademi / perguruan tinggi sebesar 4 orang (6,2%).


(41)

4. Suku

Tabel 4 Distribusi sampel berdasarkan suku

SUKU N %

Batak Karo Melayu Aceh Jawa Mandailing 29 20 1 2 9 3 45,3 31,3 1,6 3,1 14,1 4,6

Jumlah 64 100.0

Dari tabel 4 didapat sampel terbanyak adalah suku Batak sebesar 29 orang (45,3%) sedangkan sedangkan urutan kedua adalah suku Karo sebesar 20 orang (31,3%).

5. Lateralitas

Tabel 5 Distribusi sampel berdasarkan lateralitas

LATERALITAS N %

Unilateral Bilateral 60 4 93,7 6,3

Jumlah 64 100.0

Dari tabel 5 didapat sampel terbanyak adalah unilateral sebesar 60 orang (93,7%) sedangkan yang bilateral sebanyak 4 orang (6,3%).


(42)

LATERALITAS N % Primer Sekunder Metatase 10 49 5 15,6 76,6 7,8

Jumlah 64 100.0

Dari tabel 6 didapat sampel terbanyak adalah tumor sekunder yaitu 49 orang (76,6 %) sedangkan yang paling adalah tumor metastase sebanyak 5 orang (7,8%).

7. Jenis operasi

Tabel 7 Distribusi sampel berdasarkan jenis operasi

JENIS OPERASI N %

Tidak dioperasi Eksentrasi Eviscerasi Enukleasi Wide insisi Ekstraksi 8 16 0 0 5 35 12,5 25,0 0 0 7,8 54,7

Jumlah 64 100.0

Dari tabel 7 didapat sampel terbanyak adalah operasi ekstraksi tumor yaitu sebesar 35 orang (54,7 %) sedangkan yang tidak dilakukan operasi sebanyak 8 orang (12,5 %).


(43)

BAB VI

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Dari hasil penelitian didapatkan persentase yang menderita tumor orbita adalah 1,5 % . Estimasi untuk penderita tumor orbita yang mendapat pelayanan rumah sakit sesungguhnya terdapat pada interval 1,41 % sampai dengan 1,84 % pada confidence Interval (CI) 95 %. Maka dijabaran sebagai berikut :

- Berdasarkan tabel 1 prevalensi tumor orbita dijumpai paling tinggi pada kelompok usia 15-30 tahun yaitu 31 orang dari 64 orang (48,4 %) kemudian diikuti kelompok umur 31-45 tahun yaitu 12 orang (18,7%). Frekuensi tumor orbita terbanyak pada dewasa dibanding anak-anak dan usia lanjut seperti tumor vaskular, tumor tulang, tumor jaringan syaraf dan tumor sekunder (berasal dari jaringan yang berdekatan seperti sinus). Hal ini disebabkan pasien yang datang dengan diagnosa tumor orbita rata-rata berumur pada kelompok usia tersebut. Penyebab pasti mengapa pada kelompok usia ini sering terjadi belum diketahui, diduga berkaitan dengan faktor hormonal dan lokasi tumor itu sendiri.

- Dari tabel 2 prevalensi tumor orbita pada perempuan yaitu 53,1 % dan laki-laki 46,9 %. Maka dari data ini didapatlah sampe wanita lebih banyak dibanding laki-laki. Hampir semua kepustakaan menyebutkan bahwa tumor orbita maupun intrakranial lebih banyak diderita oleh wanita. Craig dan Gogele menemukan 79% penderita wanita, Duke Elder 75 %, Henderson 72 % dan Reese 71%. Mengapa penerita wanita lebih banyak daripada pria tidak diketahui penyebabnya.


(44)

- Dari tabel 3 terlihat bahwa sampel yang tidak sekolah sebesar 14 orang (21,9 %) dan sebagian besar tingkat pendidikan SD yaitu 19 orang (29,7 %). Sedangkan yang mempunyai jenjang pendidikan sampai akademi / perguruan tinggi sebesar 4 orang (6,2 %). Dari sini terlihat bahwa rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan kekurangpahaman seseorang terhadap kesehatan khususnya kesehatan mata.a

- Dari tabel 4 dapat terlihat bahwa suku yang terbanyak dalam sampel adalah suku batak diikuti suku karo dan suku lainnya. Hal ini kemungkinan karena pasien yang datang ke poli mata RSU H. Adam Malik Medan sebagian besar adalah suku batak.

- Dari tabel 5 didapat sampel terbanyak adalah unilateral sebesar 60 orang (93,7 %) sedangkan yang bilateral sebanyak 4 orang (6,3 %).

- Dari tabel 6 didapat sampel terbanyak adalah tumor sekunder adalah sebesar 30 orang (46,9 %) sedangkan yang paling sedikit adalah tumor metastase sebesar 5 orang (7,8 %). Hal ini sesuai dengan angka kejadian tumor primer rendah, hemangioma dan limfoma yang paling sering terjadi. Tumor sekunder dari penyebaran sinus lebih sering terjadi daripada tumor primer.

- Dari tabel 7 didapat sampel terbanyak adalah operasi ekstraksi tumor yaitu 35 orang (54,7 %) sedangkan yang tidak dilakukan operasi sebanyak 8 orang (12,5 %). Tidak dilakukan operasi karena pasien tidak datang kembali ke poli mata dengan alasan tidak bersedia menjalani operasi atau pasien memilih pengobatan tempat lain.


(45)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

- Dari hasil penelitian didapatkan persentase yang menderita tumor orbita adalah 1.5%. Estimasi untuk penderita tumor orbita yang mendapat pelayanan rumah sakit sesungguhnya terdapat pada interval 1.41% sampai dengan 1.84% pada Confidence Interval (CI) 95%

- Dari hasil penelitian didapat sampel terbanyak adalah tumor sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya. Ini menunjukkan bahwa pasien tumor yang datang ke RSUP. H. Adam Malik Medan sudah dalam stadium lanjut. Sehingga tindakan operasipun banyak dilakukan sesuai indikasi klinis.

SARAN

- Perlu dilakukan penyuluhan untuk deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap penderita tumor orbita

- Tumor-tumor sekunder memerlukan kerjasama dengan disiplin ilmu departmen lainnya, untuk itu perlu adanya kamunikasi aktif dan terkoordinasi

- Perlu Sarana dan Prasarana Kesehatan yang lebih lengkap dan efektif di Rumah Sakit Daerah atau Kabupaten untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Mata, terutama pada penanganan yang cepat dan tepat untuk penderita tumor orbita.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

1. America Academy of Ophthalmology, Ophtalmic Pathology and Intraocular Tumors, Section 4, Chapter 14, 2008-2009, page : 219-236

2. Khurana AK, Disease of The Orbit, Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition, page : 377-382

3. Vaughan DG. Orbita, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Bab 13, 2000, hal 261-270 4. Lye C, Orbital Diseases and Approach to Orbital Surgery, Clinical

Ophthalmology (An Asian Perspective), Chapter 7, 2005, page : 501-514

5. Fuji K, Unilateral exopthalmos due to orbital metastatic from contralateral intraokular tumor, http://emedicine.medscape.com

6. Moeloek NF, Usman TA, Pandangan Umum dan Penatalaksanaan Tumor Orbita, Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, 1999, hal 1-187

7. Mercendetti M, Cohen JA, Orbital Tumor, emedicine.medscape.com,

8. American Academy of Ophthalmology, Fundamentals and Principles of Ophthalmology, Section 2, Chapther 1, 2005-2006, page 1-13

9. American Academy of Ophthalmology, Orbit, Eyelids and Lacrimal System, Part 1, Section 7, Chapther 1, Chapther 2, Chapther 7, 2008-2009, page : 3-21, 2335, 109-117

10.Jordan DR. Orbital Bones Surgical Anatomy of The Ocular Adnexa (Ophthalmology Monograph), Chapther 2, 1996, page : 33-48


(47)

11.Kunimoto DY, The Wills Eye Manual. Fourth Edition, Chapther 7, 2004, page 126-139

12.Kanski JJ, Clinical Ophthalmology, Sixth Edition, Chapther 6, 2008, page : 165-204

13.Langston PD, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, Fifth Edition, Chapther 4, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2002, hal 61-63


(1)

LATERALITAS N % Primer Sekunder Metatase 10 49 5 15,6 76,6 7,8

Jumlah 64 100.0

Dari tabel 6 didapat sampel terbanyak adalah tumor sekunder yaitu 49 orang (76,6 %) sedangkan yang paling adalah tumor metastase sebanyak 5 orang (7,8%).

7. Jenis operasi

Tabel 7 Distribusi sampel berdasarkan jenis operasi

JENIS OPERASI N %

Tidak dioperasi Eksentrasi Eviscerasi Enukleasi Wide insisi Ekstraksi 8 16 0 0 5 35 12,5 25,0 0 0 7,8 54,7

Jumlah 64 100.0

Dari tabel 7 didapat sampel terbanyak adalah operasi ekstraksi tumor yaitu sebesar 35 orang (54,7 %) sedangkan yang tidak dilakukan operasi sebanyak 8 orang (12,5 %).


(2)

BAB VI

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Dari hasil penelitian didapatkan persentase yang menderita tumor orbita adalah 1,5 % . Estimasi untuk penderita tumor orbita yang mendapat pelayanan rumah sakit sesungguhnya terdapat pada interval 1,41 % sampai dengan 1,84 % pada confidence Interval (CI) 95 %. Maka dijabaran sebagai berikut :

- Berdasarkan tabel 1 prevalensi tumor orbita dijumpai paling tinggi pada kelompok usia 15-30 tahun yaitu 31 orang dari 64 orang (48,4 %) kemudian diikuti kelompok umur 31-45 tahun yaitu 12 orang (18,7%). Frekuensi tumor orbita terbanyak pada dewasa dibanding anak-anak dan usia lanjut seperti tumor vaskular, tumor tulang, tumor jaringan syaraf dan tumor sekunder (berasal dari jaringan yang berdekatan seperti sinus). Hal ini disebabkan pasien yang datang dengan diagnosa tumor orbita rata-rata berumur pada kelompok usia tersebut. Penyebab pasti mengapa pada kelompok usia ini sering terjadi belum diketahui, diduga berkaitan dengan faktor hormonal dan lokasi tumor itu sendiri.

- Dari tabel 2 prevalensi tumor orbita pada perempuan yaitu 53,1 % dan laki-laki 46,9 %. Maka dari data ini didapatlah sampe wanita lebih banyak dibanding laki-laki. Hampir semua kepustakaan menyebutkan bahwa tumor orbita maupun intrakranial lebih banyak diderita oleh wanita. Craig dan Gogele menemukan 79% penderita wanita, Duke Elder 75 %, Henderson 72 % dan Reese 71%. Mengapa penerita wanita lebih banyak daripada pria tidak diketahui penyebabnya.


(3)

- Dari tabel 3 terlihat bahwa sampel yang tidak sekolah sebesar 14 orang (21,9 %) dan sebagian besar tingkat pendidikan SD yaitu 19 orang (29,7 %). Sedangkan yang mempunyai jenjang pendidikan sampai akademi / perguruan tinggi sebesar 4 orang (6,2 %). Dari sini terlihat bahwa rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan kekurangpahaman seseorang terhadap kesehatan khususnya kesehatan mata.a

- Dari tabel 4 dapat terlihat bahwa suku yang terbanyak dalam sampel adalah suku batak diikuti suku karo dan suku lainnya. Hal ini kemungkinan karena pasien yang datang ke poli mata RSU H. Adam Malik Medan sebagian besar adalah suku batak.

- Dari tabel 5 didapat sampel terbanyak adalah unilateral sebesar 60 orang (93,7 %) sedangkan yang bilateral sebanyak 4 orang (6,3 %).

- Dari tabel 6 didapat sampel terbanyak adalah tumor sekunder adalah sebesar 30 orang (46,9 %) sedangkan yang paling sedikit adalah tumor metastase sebesar 5 orang (7,8 %). Hal ini sesuai dengan angka kejadian tumor primer rendah, hemangioma dan limfoma yang paling sering terjadi. Tumor sekunder dari penyebaran sinus lebih sering terjadi daripada tumor primer.

- Dari tabel 7 didapat sampel terbanyak adalah operasi ekstraksi tumor yaitu 35 orang (54,7 %) sedangkan yang tidak dilakukan operasi sebanyak 8 orang (12,5 %). Tidak dilakukan operasi karena pasien tidak datang kembali ke poli mata dengan alasan tidak bersedia menjalani operasi atau pasien memilih pengobatan tempat lain.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

- Dari hasil penelitian didapatkan persentase yang menderita tumor orbita adalah 1.5%. Estimasi untuk penderita tumor orbita yang mendapat pelayanan rumah sakit sesungguhnya terdapat pada interval 1.41% sampai dengan 1.84% pada

Confidence Interval (CI) 95%

- Dari hasil penelitian didapat sampel terbanyak adalah tumor sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya. Ini menunjukkan bahwa pasien tumor yang datang ke RSUP. H. Adam Malik Medan sudah dalam stadium lanjut. Sehingga tindakan operasipun banyak dilakukan sesuai indikasi klinis.

SARAN

- Perlu dilakukan penyuluhan untuk deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap penderita tumor orbita

- Tumor-tumor sekunder memerlukan kerjasama dengan disiplin ilmu departmen lainnya, untuk itu perlu adanya kamunikasi aktif dan terkoordinasi

- Perlu Sarana dan Prasarana Kesehatan yang lebih lengkap dan efektif di Rumah Sakit Daerah atau Kabupaten untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Mata, terutama pada penanganan yang cepat dan tepat untuk penderita tumor orbita.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. America Academy of Ophthalmology, Ophtalmic Pathology and Intraocular Tumors, Section 4, Chapter 14, 2008-2009, page : 219-236

2. Khurana AK, Disease of The Orbit, Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition, page : 377-382

3. Vaughan DG. Orbita, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Bab 13, 2000, hal 261-270 4. Lye C, Orbital Diseases and Approach to Orbital Surgery, Clinical

Ophthalmology (An Asian Perspective), Chapter 7, 2005, page : 501-514

5. Fuji K, Unilateral exopthalmos due to orbital metastatic from contralateral intraokular tumor, http://emedicine.medscape.com

6. Moeloek NF, Usman TA, Pandangan Umum dan Penatalaksanaan Tumor Orbita, Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, 1999, hal 1-187

7. Mercendetti M, Cohen JA, Orbital Tumor, emedicine.medscape.com,

8. American Academy of Ophthalmology, Fundamentals and Principles of Ophthalmology, Section 2, Chapther 1, 2005-2006, page 1-13

9. American Academy of Ophthalmology, Orbit, Eyelids and Lacrimal System, Part 1, Section 7, Chapther 1, Chapther 2, Chapther 7, 2008-2009, page : 3-21, 2335, 109-117

10.Jordan DR. Orbital Bones Surgical Anatomy of The Ocular Adnexa (Ophthalmology Monograph), Chapther 2, 1996, page : 33-48


(6)

11.Kunimoto DY, The Wills Eye Manual. Fourth Edition, Chapther 7, 2004, page 126-139

12.Kanski JJ, Clinical Ophthalmology, Sixth Edition, Chapther 6, 2008, page : 165-204

13.Langston PD, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, Fifth Edition, Chapther 4, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2002, hal 61-63