PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

HALAMAN OKTOBER ISSN: JPPP

Diterbitkan oleh: LEMBAGA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN JAWA TIMUR

JPPP JURNAL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN ISSN : 2540-9336 VOLUME 1, NOMOR 1, Oktober 2016

Terbit enam kali setahun pada bulan Pebruari, April, Juni, Agustus, Oktober, Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, studi literatur, dan gagasan dalam pembelajaran di kelas.

Ketua Penyunting

Agus Hariyanto

Penyunting Pelaksana

Budiono Abdul Mannan Trina Sutanti

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)

Safitri Wahyuni (Universitas Mulawarman Samarinda) Syamto Hendro (Universitas Adibuana Jakarta) Ahmad Jaelani (AKBID Ngudia Husada Madura) Albadrotus Saniyah (LPMP Jawa Timur) Sunaryo (STKIP PGRI Nganjuk) Handi Yunaidi (Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Nganjuk) Puji Harsono (SMP Negeri 7 Bojonegoro) Sri Setyowati (SMA Negeri 1 Bojonegoro)

Tata Usaha

Swika Sondha Febriseliska

Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran

Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran (LPPP) Jawa Timur Jl. Arjuno 536 Kertosono Nganjuk Jawa Timur Telepon 085850000784/085706068051, Email: jppp.jawatimur@gmail.com.

JURNAL PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN diterbitkan oleh Lembaga Pengembagan Pendidikan dan Pembelajaran Jawa Timur mulai Maret 2016. Penanggung jawab Direktur Lembaga Pengembagan Pendidikan dan Pembelajaran Jawa Timur, Agus Hariyanto.

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh media lain. Tulisan dikirim dalam bentuk artikel cetak dan softcopy dengan format tercantum pada bulanan dalam halaman belakang. Artikel yang masuk akan di-

review substansinya oleh mitra bestari dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya. Penulis bertanggung jawab terhadap tulisan yang dipublikasikan.

Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Gatot Prasodjo

SDN Mojowatesrejo Kemlagi Mojokerto Naskah diterima: 20/08/2016, Direvisi akhir: 5/9/2016, Disetujui: 15/9/2016 Abstrak: Tujuan pendidikan dari satuan pendidikan adalah

meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Secara umum tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas

II dengan pendekatan realistik dan meningkatan kualitas pembelajaran dikelas sekaligus menciptakan pembelajaran yang inovatif, kreatif, demokrasi dan menyenangkan. Kata Kunci: Pendekatan realistik, hasil belajar

Abstract: The educational objectives of the education unit is to improve intelligence, knowledge, personality, character and skills to live independently and to follow further education. The general objective of education is educating the nation and develop the whole person. This study aims to improve students' mathematics learning outcomes class

II with a realistic approach and improve the quality of learning in class while creating innovative learning, creative, democratic and fun. Keywords: Realistic approach, learning outcomes

PENDAHULUAN

Pembelajaran merupakan suatu proses belajar dan mengajar dengan segala interaksi di dalamnya. Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000:4).

Pengertian belajar menurut Tabrani Rusdyan belajar dalam arti yang luas ialah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian tehadap atau mengenai sikap dannilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau, lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi (Rusdyan, 1994:8). Menurut Slameto, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baur secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).

Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sustu kegiatan atau usaha yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang dengan tujuan untuk mengadakan perubahan berupa pengetahuan atau kecakapan baru yang dinyatakan dalam tingkah laku kearah yang lebih maju pada individu yang belajar tersebut. Dari sini tercermin bahwa belajar tidak semat-mata berorientasi pada proses, tetapi kualitas proses akan memberikan sumbangan dalam menentukan kualitas hasil yang dicapai.

Gatot Prasodjo, Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan ….

Pengertian matematika secara awam, sering diartikan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan angka. Matematika, adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil (Heruman, 2007:1).

Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki obyek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenarannya suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaita antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:5).

Pengertian matematika dalam kamus matematika adalah pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berkaitan; matematika seringkali dikelompokkan ke dalam tiga bidang : aljabar, analisis dan geometri (Kerami, 2003:158). Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan, matematika adalah ilmu yang melambangkan serangkaian makna yang berhubungan dengan bilangan.

Belajar matematika sebenarnya adalah untuk mendapatkan pengertian hubungan-hubungan dengan simbol-simbol dan konsep abstrak, kemudian mengaplikasikan konsep yang dihasilkan ke situai yang nyata atau real.Mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan atau simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di SD diutamakan agar siswa mengenal, memahami serta mahir menggunakan bilangan dalam kaitannya dengan praktek kehidupan sehari-hari.

Mengajar matematika mengandung makna aktivitas guru mengatur kelas denga sebaik-baiknya dan menciptakan kondisi yang kondusif sehingga murid dapat belajar matematika. Belajar disini berarti kegiatan yang dilakukan oleh murid secara aktif dan bertujuan.Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah pembelajaran yang penyajiannya didasarkan pada teori psikologi pembelajaran.

Realistic Mathematics Education (RME ) mulai diperkenalkan dan banyak dibicarakan oleh berbagai kalangan dalam dunia pendidikan matematika di Indonesia. RME merupakan suatu pendekatan baru dalam bidang pendidikan matematika, khususnya pembelajaran matematika. RME memiliki filsafat dasar yaitu matematika adalah aktifitas manusia dan tidak lagi dipandang sebagai pengetahuan siap pakai.

Soedjadi (2001: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu. Kata “Realita” dimaksudkan sebagai hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat dipahami lewat membayangkan. Sedangkan kata “lingkungan” dimaksudkan sebagai lingkungan tempat anak atau peserta didik atau siswa berada.

Marpung (2001: 4) menyebutkan bahwa pendekatan realistik bertolak dari masalah-masalah kontekstual, siswa aktif, guru beperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, guru membantu siswa membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam pembelajaran matematika realistik ditekankan pada keterkaitan antara kehidupan sehari-hari anak atau pengalaman anak dengan konsep-konsep matematika. Bila anak belajar matematika terpisah dari

3 Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

kehidupan sehari-hari, maka anak cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan konsep matematika. Selain itu anak harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide atau konsep matematika sebagai akibat dari pengalaman anak dalam berinteraksi dengan dunia nyata atau lingkungannya.

Inti dalam pembelajaran matematika realistik adalah guru memberikan masalah kontektual, menjelaskan masalah kontekstual. Siswa menyelesaikan masalah kontektual secara individu, berpasangan atau berkelompok dengan cara mereka sendiri. Guru memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan, petunjuk atau saran. Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara berkelompok, untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada diskusi kelas. Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur.

Kerangka pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik mempunyai dua kelebihan. Menuntut siswa dari keadaan yang sangat konkrit (melalui proses matematika horizontal, matematika dalam tingkat ini adalah matematika informal). Biasanya mereka (para siswa) dibimbing oleh masalah-masalah kontekstual. Dalam falsafat realistic, dunia nyata digunakan sebagai titik pangkal permulaan dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan matematika.

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan hasil belajar matematika siswa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistik.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Actio Research (CAR) . Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang didukung denga pendekatan kuantitatif. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas II SDN Mojowatesrejo Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang berjumlah 24 anak.

Desain Penelitian Tidakan Kelas (PTK) yang diterapkan dalam penelitian ini adalah menggunakan model spiral yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri dari empat langkah yaitu : Perencanaan ( planning ), Tindakan ( acting ), Pengamatan ( observing ), dan Refleksi ( reflecting ).

Dalam penelitian ini tes yang dilakukan adalah sebagai alat untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap materi yang dipelajari.Selain itu, untuk mengetahui peningkatan atau penurunan prestasi siswa dalam siklusnya.

Analisa data yang digunakan adalah analisis data secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data hasil tes, data hasil observasitentang proses pembelajaran, hasil pengisian lembar observasi untuk guru dan data tambahan sebagai pertimbangan.

Data yang diperoleh setelah dianalisis kemudian diambil kesimpulan apakah tujuan dari pembelajaran sudah tercapai atau belum.Jika belum, dilakukan tindakan selanjutnya dan juka sudah tercapai tujuan dari pembelajaran maka penelitian dihentikan.Analisis data hasil observasi minat siswa dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung persentase tiap indicator dari lembar observasi. Selanjutnya data kuantitatif tersebut ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif.

Data kuantitatif yang berupa skor hasil tes atau latihan soal siswa dianalisis dengan membuat tabulasi dan persentase. Data skor diolh dengan cara mengelompokkan atau menghitung jumlah nilai yang sama, persentase, dan skor rata-rata. Hasil analisis data skor hasil tes atau latihan soal disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Gatot Prasodjo, Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan ….

PEMBAHASAN

Hasil pelaksanaan pembelajaran yang diadakan pada siklus I, maka ditemukan hasil dari jumlah 24 siswa, yang memenuhi standar ketuntasan belajar hanya 6 siswa. Ini berarti hanya ada 25% persen siswa yang tuntas. Pembelajaran siklus I berarti harus diperbaiki karena belum memuhi standar yang ditentukan.

Gambar 1 Tingkat Ketuntasan siswa Siklus I

Hasil pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang diadakan pada siklus II, maka ditemukan hasil dari jumlah 24 siswa, yang memenuhi standar ketuntasan belajar hanya 11 siswa. Ini berarti ada peningkatan dibandingkan sebelumnya. Pembelajaran siklus II berarti harus diperbaiki karena belum memuhi standar yang ditentukan.

Gambar 2 Tingkat Ketuntasan siswa Siklus II

Hasil pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang diadakan pada siklus III, maka ditemukan hasil dari jumlah 24 siswa, yang memenuhi standar ketuntasan belajar 20 siswa. Siswa memenuhi standar ketuntasan belajar. Ini berarti ada peningkatan dibanding perbaikan pembelajaran sebelumnya.

5 Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

Setelah melakukan dan menyelesaikan tindakan pada setiap putaran atau siklus, peneliti mengadakan refleksi. Dari hasil penelitian dan pemantauan tersebut dapat dilihat hasil perkembagan kemampuan siswa dalam memahami matematika dengan menggunakan metode Realistik.

Gambar 3 Tingkat Ketuntasan Siswa Siklus III

Peneliti dalam kegiatan pembelajaran Siklus I tentang menentukan letak bilangan pada garis bilangan dicapai 6 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Sehingga perlu dilakukan perbaikan dalam Siklus II.

Perbaikan pembelajaran siklus II adalah pembelajaran dalam upaya membantu siswa agar dapat memahami konsep letak bilangan pada garis bilangan dengan menggunakan metode Realistik sehingga ditemukan 11 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Ini berarti ada peningkatan dibanding dengan pembelajaran sebelum diadakan perbaikan pembelajaran siklus I. Namun hasil tersebut belum memenuhi standar ketuntasan minimal yang ditetapkan. Oleh karena itu, perlu diadakan perbaikan pembelajaran siklus III.

Gambar 4 Kemajuan Ketuntasan Siswa Dari Siklus I, Siklus II dan Siklus III

Gatot Prasodjo, Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan ….

Penelitian dalam kegiatan perbaikan pembelajaran siklus III tentang menentukan letak bilangan pada garis bilangan dengan menggunakan metode pembelajaran realistik dan melakukan penguatan, sehingga hasil yang ditemukan 20 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Berdasarkan temuan maka perbaikan pembelajaran siklus III dinyatakan berhasil dan tidak perlu diadakan perbaikan pembelajaran lagi.

Perkembangan pada siklus pertama sampai siklus kedua cukup signifikan dan menyakinkan bahwa peningkatan perolehan nilai matematika selalu diikuti peningkatan prestasi ulangan harian.

Dari keseluruhan tindakan atau siklus yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa guru talah mampu meningkatkan prestasi belajar matematika siswa Kelas II SDN Mojowatesrejo, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto dalam mata pelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran realistik.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui penggunaan metode Realistik dapat meningkatkan ketuntasan dalam belajar, hal ini ditunjukkan dengan menigkatkanya hasil tes formatif siswa. Pada pembelajaran Siklus I hasilnya 6 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Pada perbaikan pembelajaran siklus II ditemukan 11 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Ini ada peningkatan sebesar 21%. Pada perbaikan pembelajaran siklus III hasil yang ditemukan 20 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Ini berarti ada peningkatan sebesar 38%.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian dengan menerapkan pendekatan matematika realistik supaya dapat mengembangkan penelitian ini lebih lanjut, yakni mencobakan pembelajaran di sekolah masing-masing dengan pendekatan dan metode ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsini. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bina Aksara. Asikin, Muhammad.2002. Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika

Melalui Pembelajaran Realistik . Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. Tahun VII. Edisi Khusus. 492-496.

Asri Budiningsih, C.2005. Belajar dan Pembelajaran . Jakarta: Rineka Cipta. Danim, Sudarwan. 1994. Media Komunikasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara Danim. 1992. Workshop Matematika, Jakarta : Dep Dik Bud. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi

Matematika, Jakarta : Depdiknas. Ratna Willis Dahar. 1996. Teori-teori Belajar . Jakarta: Erlangga. Sutarto Hadi . 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin: Tulip.

Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

PENERAPAN PENDEKATAN PRAGMATIK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

Hariyono

SDN Mojowatesrejo Kemlagi Mojokerto Naskah diterima: 20/08/2016, Direvisi akhir: 5/9/2016, Disetujui: 15/9/2016 Abstrak: Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat

penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui langkah-langkah pendekatan pragmatik sebagai upaya meningkatkan keterampilan berbicara siswa menggunakan bahasa Indonesia. Kata Kunci: Keterampilan Berbicara, Pendekatan Pragmatik

Abstract: One aspect of language skills a very important role in efforts to give birth to the next generation of intelligent, critical, creative, and cultural is speaking skills. By mastering the skills of speaking, learners will be able to express his thoughts and feelings intelligently context and circumstances at the time of speaking. Speaking skills will also be able to form a creative future generations so that they can give birth to speech or speech that is communicative, clear, coherent and easy to understand. This study aims to know the steps pragmatic approach as an effort to improve students' speaking skills using Indonesian. Keywords: Speaking Skills, Pragmatic Approach

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. (Depag, 2004:103).

Secara garis besar tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia adalah agar anak-anak dapat berbahasa Indonesia dengan baik, itu berarti agar anak-anak mampu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan baik menggunakan bahasa Indonesia.

Hariyono, Penerapan Pendekatan Pragmatik Untuk Meningkatkan Keterampilan ….

Sedangkan, ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakupi komponen-komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa berbicara adalah berkata; mencakup; berbahasa; atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dsb), atau berunding (Kridalaksana, 1996:144). Menurut Tarigan, berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyu-bunyi artikulasi terhadap kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sedangkan, sebagai bentuk atau wujudnya, berbicara dinyatakan sebagai suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak (Tarigan dan Guntur, 1998:13).

Keterampilan berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di MI/SD saat ini, arah pembinaan bahasa Indonesia di Sekolah dituangkan dalam tujuan pengajaran bahasa Indonesia yang secara eksplisit dinyatakan dalam kurikulum. Menurut Brown dan Yule yang kemudian dikutip oleh Nunan menyatakan, “keterampilan berbicara tidak dapat diperoleh secara begitu saja melainkan harus dipelajari dan dilatih” (Nunan, David, 1989:27).

Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah pendekatan pragmatik. Melalui pendekatan pragmatik, siswa diajak untuk berbicara dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip pemakaian bahasa secara komprehensif (Suyono, 1990:59).

Penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan mampu membawa siswa ke dalam situasi dan konteks

berbahasa yang sesungguhnya sehingga keterampilan berbicara mampu melakat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif. Yang tidak kalah penting, para siswa juga akan mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, mampu menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, serta mampu memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tapat dan kreatif untuk berbagai tujuan. Pendekatan pragmatik pada hakikatnya mengarah kepada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasa sesuai dengan faktor-faktor dalam tindakan komunikatif dengan memperhatikan prinsip-prinsip penggunaan bahasa secara tepat.

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana keterampilan berbicara siswa setelah menggunakan pendekatan pragmatik dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.

9 Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebab dalam melakukan tindakan kepada subyek penelitian, yang sangat diutamakan adalah mengungkap makna, yakni makna dan proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan motivasi, kegairahan dan prestasi belajar melalui tindakan yang dilakukan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian tindakan kelas tersebut merupakan penelitian kualitatif, meskipun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif, dimana uraiannya bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata. Lebih tepatnya, rancangan penelitian seperti itu dapat disebut penelitian deskriptif yang berorientasi pada pemecahan masalah, karena sesuai dengan aplikasi tugas guru dalam memecahkan masalah pembelajaran atau dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran. (Arikunto, 1993:309).

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus tindakan di dalam kelas, yaitu pra tindakan, siklus I, siklus II. Pada masing-masing siklus penelitian ini terdapat beberapa tahapan, yaitu tahap perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan/ implementasi tindakan, tahap observasi, dan tahap refleksi.

Langkah-langkah penelitian kelas mengacu pada model spiral dari Kammis dan Taggart. Pada model ini terdapat empat tahapan yang terdiri dari perencanaan ( planning ), pelaksanaan ( acting ), pengamatan ( observing ), refleksi ( reflecting ).

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Mojowatesrejo Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto. Banyaknya siswa yang menjadi subyek penelitian ini sebanyak 31 siswa.

Data yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan analisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif untuk memastikan bahwa dengan menggunakan pendekatan pragmatik dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Kriteria keberhasilan hasil belajar ditentukan dengan cara melihat adanya peningkatan persentase siswa yang tuntas belajar yaitu persentase siswa yang

tuntas pada siklus I lebih dari persentase siswa yang tuntas pada pra tindakan, dan presentase siswa yang tuntas pada siklus II lebih dari persentase siswa yang tuntas pada siklus I. Siswa dikatakan tuntas belajar jika mendapatkan skor >65. Selain terjadi peningkatan persentase siswa yang tuntas belajar, juga harus memenuhi kriteria ketuntasan belajar secara klasikal yaitu > 70% siswa harus tuntas belajar.

Kriteria keberhasilan proses ditentukan dengan menggunakan lembar observasi yang diisi oleh pengamat. Analisis data hasil observasi menggunakan analisis persentase. Skor yang diperoleh masing-masing indikator dijumlahkan dan hasilnya disebut jumlah skor. Selanjutnya dihitung persentase nilai rata-rata dengan cara membagi jumlah skor dengan skor maksimal yang dikalikan 100%. Pada pembelajaran ini terdapat 4 kriteria penilaian yaitu: sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang.

PEMBAHASAN

Tahap pra tindakan ini dilaksanakan, peneliti melakukan persiapan seperti menganalisis kurikulum untuk mengetahui standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan disampaikan, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran yang berupa contoh teks wawancara.

Hariyono, Penerapan Pendekatan Pragmatik Untuk Meningkatkan Keterampilan ….

Hasil tes adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran melalui tes lisan dan tertulis sebagai alat untuk mendapatkan data tersebut dan hasilnya dapat dilihat pada lampiran untuk tes tertulis dan tes lisan.

Pra-siklus, Nilai yang diperoleh siswa adalah bahwa dari 31 siswa yang mencapai nilai kurang dari atau di bawah standar minimal (kurang) sebanyak 9 siswa. Dan siswa yang memiliki nilai standar (cukup) sebanyak 15 siswa. Hal ini berarti kemampuan yang dimiliki siswa secara umum mencapai nilai standar minimum ke bawah dengan pencapaian nilai ketuntasan belajar siswa di kelas VI adalah 57%.

Siklus I, nilai hasil belajar berupa pemahaman tentang langkah-langkah melakukan wawancara sudah mengalami peningkatan dibandingkan pra-siklus. Dikatakan meningkat sebab dengan melihat perbandingan hasil rata-rata tes pra tindakan adalah 57,1 dengan daya serap sebesar 57,1%. Dengan hasil rata-rata tes pada siklus I menjadi 65,9%. Jelaslah bahwa ada peningkatan hasil siswa sebesar 8,8% pada materi pokok berwawancara dengan narasumber dan pelaporannya dengan pendekatan pragmatik.

Siklus II, nilai hasil belajar berupa pemahaman tentang langkah-langkah melakukan wawancara sudah mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan siklus I. Dikatakan meningkat karena pada tindakan belajar siklus I dari 21 siswa yang mencapai nilai di atas standar, meningkat menjadi 28 (91,5%) siswa. Sedangkan yang mencapai nilai standar minimal berkurang menjadi 3 (8,5%) siswa. Ini berarti siswa yang mencapai nilai di bawah standar minimum berkurang 7 siswa, dengan daya serap rata-rata kelas dari 57% pada siklus I meningkat menjadi 65% pada siklus II. Pada siklus II ada peningkatan lagi dari 10 siswa yang mencapai nilai di bawah standar minimum berkurang menjadi 3 siswa dan siswa yang mencapai nilai standar berkurang 7 siswa. Sedangkan siswa yang mencapai nilai di atas nilai standar minimum bertambah atau mengalami peningkatan menjadi 28 siswa dengan daya serap rata-rata kelas dari 65% pada siklus I menjadi 82% pada siklus

II,

maka jelaslah bahwa ada peningkatan hasil evaluasi siswa pada siklus II sebesar 17% pada materi pokok berwawancara dengan narasumber dan pelaporannya

dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Adapun distribusi keberhasilan siswa berdasarkan hasil penilaian tes lisan dalam keterampilan berbicara dapat dilihat pada tabel 5. Perbandingan hasil evaluasi tertulis pada pra-siklus, siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan Hasil Evaluasi Tertulis pada Pra Siklus, Siklus I dan II

Interval Pra Siklus

Siklus II Nilai

Siklus I

(%) Predikat 81-100

17 55,3% Sangat baik 61-80

Sangat baik

3 10,2% Sangat baik

11 36,2% Baik 41-60

2 6,4% Cukup 21-40

1 2,1% Kurang 1-20

Kurang Jumlah

Kurang

Kurang

11 Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

Siklus I, dari 31 siswa yang memiliki kemampuan berbicara di atas sebanyak

18 (57,2%) siswa. Sedangkan yang memiliki kemampuan di bawah standar sebanyak 13 (42,8%). Ini berarti masih banyak siswa yang memiliki kemampuan kurang dalam keterampilan berbicara. Untuk mengetahui banyaknya siswa yang berhasil selama mengikuti proses belajar pada pembelajaran berwawancara dengan narasumber dan pelaporannya pada siklus II adalah dengan evaluasi secara lisan dan tertulis, yang dapat dilihat pada tabel 4. Untuk tes tertulis, dan tabel 5 untuk tes lisan.

Siklus II, dari 31 siswa yang hadir memiliki kemampuan berbicara di atas nilai standar minimum sudah mengalami peningkatan sebanyak 23 siswa (74,5%). Sedangkan kemampuan berbicara di bawah standar sebanyak 8 siswa (25,5%). Hal ini berarti sudah banyak siswa yang memiliki kemampuan berbicara dengan baik. Pada perolehan rata-rata di siklus I adalah 51,5% sedangkan pada siklus II rata-rata kelasnya 74,3%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berbicara sebesar 22,8%. Perbandingan nilai tes lisan keterampilan berbicara siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan Nilai Tes Lisan Keterampilan Berbicara Siklus I dan Siklus II

Interval Nilai

Siklus II (f)

Siklus I

(%) Predikat 12-15

9 29,8% Sangat baik 10-12

Sangat baik

14 44,7% Baik 7-9

Baik

8 25,5% Cukup 4-6

Cukup

- Kurang 1-3

Kurang

- Sangat Kurang Jumlah

Sangat Kurang

31 100% Pembelajaran keterampilan berbicara dengan pendekatan pragmatik sangat

perlu diajarkan kepada siswa karena dalam kehidupan sehari hari manusia selalu berkomunikasi/berbicara dengan orang lain. Siswa harus mampu berbicara sesuai situasi (tempat dan waktu), dan sesuai konteks (dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara, dan lain-lain)). (Nababan, 987:70).

Keterampilan berbicara siswa kelas VI setelah pendekatan pragmatik diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan hasil belajar yang telah dicapai siswa sebagai berikut:

Pada siklus I menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan hasil belajar. Ini menunjukkan penguasaan tentang keterampilan berbicara dengan pendekatan pragmatik yang disampaikan guru telah berhasil.

Keterampilan berbicara siswa berdasarkan rata-rata kelas juga mengalami peningakatan dibandingkan dengan tes pra tindakan. Pada tes pra tindakan daya serap rata-rata kelas sebesar 51,1% dan mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 65,9%. Rata-rata kelas dengan penguasaan hasil belajar siswa pada siklus

I tergolong baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa.

Hariyono, Penerapan Pendekatan Pragmatik Untuk Meningkatkan Keterampilan ….

Keterampilan berbicara siswa pada siklus I, dan siklus II terdapat adanya peningkatan hasil yang lebih baik. Hal ini terbukti dengan pencapaian hasil belajar baik lisan maupun tertulis dan lembar pengamatan terhadap proses aktivitas guru dan siswa selama proses belajar mengajar.

Pembelajaran pada tindakan siklus II lebih menekankan pada penguasaan perbendaharaan kata, serta berbicara sesuai situasi dan konteks (siapa orang yang diajak berbicara, kapan, dimana, dalam peristiwa apa). Hal ini dilakukan guru dengan banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih menggunakan bahasa untuk berbicara. Dengan adanya pendekatan pragmatik ini mampu meningkatkan persentase peningkatan rata-rata kelas yang baik.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Penggunaan pendekatan pragmatik pada pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan berbicara siswa kelas VI di SDN Mojowatesrejo Kecamatan Kemlagi Kabupeten Mojokerto mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut berupa pemahaman konsep tentang situasi dan konteks saat berbicara secara klasikal, yaitu dari 57,1% pada pra tindakan menjadi 65,9% pada siklus I, dan 82,0% pada siklus

II. Hasil belajar yang berupa tes secara lisan pada siklus I diperoleh skor 51,5% dan menjadi 74,4% pada siklus II.

Saran

Saran-saran yang dapat diberikan pada akhir penelitian ini adalah hendaknya siswa mengembangkan potensi yang dimiliki melalui pengungkapan pikiran dan perasaan secara lisan dengan cara membiasakan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Kaswanti Purwo. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa : Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah . Jakarta: BSNP Brown, Gillian, dan George Yule. 1985. Discourse Analysis . Cambridge: Cambridge University Press Djogo Tarigan. 1990. Proses Belajar Mengajar Pragmatik . Bandung: Angkasa IKAPI. 2007. Aku Cinta Bahasa Indonesia Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .

Solo: PT Tiga Serangkai Kridalaksana. 1996. Kamus Sinonim Bahasa Indonesia . Ende-Flores: Nusa Indah Nababan. 1987. Ilmu Pragmatik Teori dan Penerapannya . Jakarta: Dep P & K Tarigan. Henry Guntur. 1988. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa

Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. (1986). Pengajaran Pragmatik Bandung: Penerbit Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. (1989a). Metodologi Pengajaran Bahasa : Suatu Penelitian

Kepustakaan. Jakarta: P2LPTK Depdikbud. Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka.

Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI UNSUR INSTRINSIK NASKAH DRAMA MELALUI PEMAHAMAN MAKNA KATA

Marmi Al Marmiani

SDN Kedungsari 2 Kemlagi Mojokerto Naskah diterima: 20/08/2016, Direvisi akhir: 5/9/2016, Disetujui: 15/9/2016 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi objektif

tentang peningkatan kemamuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama (tema, penokohan, setting, plot amanat). Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang berjumlah 14 siswa. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama (tema, penokohan, setting, plot, amanat) siswa kelas VI melalui pemahaman makna kata. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan memahami makna kata rata-rata nilainya adalah 6,5 untuk siklus I dan 7,5 pada siklus II. Sedangkan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama dipeorleh informasi rata-ratanya adalah sebesar 6,9 pada siklus I dan 8,00 pada siklus II. Kata Kunci: Naskah Drama, Unsur Instrinsik

Abstract: This study aimed to obtain a description on the increase ability appreciate the intrinsic elements of a play (theme, characterization, setting, plot, mandate). This type of research is a classroom action research. This type of research is descriptive quantitative research methods. Goal of this research is the students of class VI SDN Kedungsari 2 Kemlagi District of Mojokerto totaling 14 students. The results of the analysis of research data shows that there is an increased ability to appreciate the intrinsic elements of a play (theme, characterization, setting, plot, trustees) of sixth grade students through understanding the meaning of words. It can be seen from the ability to understand the meaning of the word is the average value of

6.5 to 7.5 in the first cycle and the second cycle. While the ability to appreciate the intrinsic elements of a play obtainable information is the average of 6.9 in the first cycle and 8.00 in the second cycle. Keywords: Script, Intrinsic Element

PENDAHULUAN

Drama dalam masyarakat kita sering disebut sandiwara. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa sandi artinya rahasia, sedangkan warah bermakna ajaran. Kata sandiwara bermakna ajaran yang disampaikan secara rahasia. Sandiwara dalam dunia pentas yang disampaikan itu mengandung ajaran moral bagi penonton. Penonton akan menemukan ajaran itu, secara tersirat dalam lakon drama. Kita ambil

Marmi Al Marmiani, Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Unsur Instrinsik ….

contoh bahwa orang yang berbuat kejahatan akan mendapatkan kehancuran atau balasan dari sang Maha Pencipta.

Berarti drama merupakan bagian dari kesusastraan yang mempunyai serangkaian kegiatan dan memiliki sifat-sifat social. Dan drama bagian dari karya sastra tidak mungkin terlepas dari masyarakat sebagai penikmatnya. Oleh karena itu kepada masyarakatlah seorang penulis naskah drama/sastrawan menyerahkan karya-karyanya. Kemudian karya itu dinikmati, dihargai, dihayati atau diapresiasi kemudian dipentaskan. Untuk dapat mengapresiasi sebuah naskah drama dengan baik diperlukan sejumlah pengertian dan teknik-teknik tertentu.

Apabila kita memperhatikan perkembangan karya sastra seperti naskah drama, akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terbukti dari kegemaran para siswa SD sampai perguruan tinggi, banyak yang mementaskan naskah drama baik itu di sekolah maupun di luar sekolah. Tetapi masih jarang yang mementaskan karyanya pada panggung umum,. Mereka hanya mementaskan karyanya pada acara-acara kesenian mereka sendiri.

Naskah drama/scenario salah satu bentuk karya sastra, dalam penampilannya diatas kertas, menggunakan bahasa sebagai media pemaparnya. Tetapi bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari. Ada juga penulis naskah yang menggunakan bahasa symbol. Hal ini membuat sutradara maupun actor harus menerjemahkan bahasa yang digunakan oleh penulis scenario supaya dapat dimengerti oleh penonton.

Hampir semua lakon drama bersumber pada kehidupan masyarakat/manusia. Karena lakon drama ini merupakan peristiwa ulang yang pernah terjadi pada kehiduan sehari-hari. Hanya penyajiannya yang berbeda dari peristiwa yang sebenarnya. Lakon drama dibuat sedemikian rupa supaya menarik penonton dan dinikmati keindahannya.

Bakdi Soemanto dalam bukunya kumpulan drama berpendapat bahwa naskah drama ialah karya sastra. Sebagai karya sastra, naskah drama adalah karya seni dengan media bahasa kata (2006:6)

Menurut Asul Wiyanto (2002:31) naskah drama adalah karangan yang berisi cerita lakon. Dalam naskah tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan para tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa naskah drama karangan sastra yang berbentuk cerita atau dialog yang menggambarkan konflik atau emosi dalam suasana yang terjadi pada naskah tersebut.

Unsure instrinsik pada naskah drama sebenarnya tidak jauh beda dengan unsure instrinsik karya sastra yang lain. Unsure intrinsic sebuah naskah drama dibentuk atas dua hal yaitu : Bagian struktur yang terdiri atas :a. kata, b. kalimat, c. dialog. Sedang lapis makna sebuah naskah drama terdiri atas : a. tema, b. penokohan, c. setting, d. amanat, e. plot.

Suatu drama tersusun atas unsure-unsur intrinsic, yakni tema, karakter, alur latar, titik pandang, dan dialog (Maryaeni, 1992:31). Untuk mendapatkan suatu hasil yang maksimal, maka sebelum pentas hendaknya naskah itu di apresiasi terlebih dahulu. Kegiatan mengapresiasi ini harus dilakukan oleh semua komponen yang terlibat dalam pertunjukan. Sebelum memulai kegiatan mengapresiasi hendaknya ada naskah drama yang dipilih untuk diapresiasi. Dengan memilih naskah terlebih dahulu, semua komponen yang akan terlihat dalam pertunjukan nanti punya ide yang sama atau untuk menyamakan persepsi dahulu pada saat akan mementaskan lakon drama atau bermain peran.

15 Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

Setelah menentuka naskah drama yang akan dimainkan, kegiatan selanjutnya adalah mengapresiasi naskah tersebut mulai dari tema, penokohan, setting, plot, bahasa, serta amanat yang terkandung dalam lakon drama tersebut.

memahami makna dalam menginterpretasikan sebuah naskah drama, penulis beranggapan bahwa hal ini perlu untuk diteliti. Dari penelitian ini penulis berusaha meningkatkan kemampuan mengapresiasi unsure intrinsic sebuah naskah drama melalui pemahaman makna kata.

Mengingat pentingnya

kemampuan

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif kuantitatif adalah suatu metode dalam penelitian yang mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran secara sistematis, factual, dan akurat mengenai data-data beserta hubungannya dengan dua variabel atau lebih.

Rancangan dalam penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/ meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000:5).

Siklus dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas model John Elliott

Subyek dalam bahasa penelitian adalah seluruh sumber data yang memungkinkan memberikan informasi yang berguna bagi masalah penelitian (Arikunto, 2006:130). Sesuai dengan judul, rumusan masalah, dan tujuan penelitian ini maka subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang berjumlah 14 siswa.

Untuk memperoleh data tentang bagaimana kemampuan memahami makna kata dan kemampuan mengapresiasi unsure instrinsik naskah drama, maka teknik

Marmi Al Marmiani, Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Unsur Instrinsik ….

pengumpulan data yang ditetapkan adalah melalui tes yang berbentuk subjektif dan objektif.

Tes objektif digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan memahami makna kata, sedangkan tes subjektif digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan mengapresiasi naskah drama dari unsure instrinsik.

Data yang terkumpul masih dalam bentuk niali/bahan mentah yang harus diolah dan diselesaikan. Untuk mengubah skor/nilai bahan mentah menjadi nilai matang dilakukan dengan menentukan nilai rata-rata.

PEMBAHASAN

Pada pembelajaran siklus pertama siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto diakhir pembelajaran diberikan tes untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengapresiasi unsure instrinsik naskah drama dengan pemahaman makna kata, yang disajikan Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan Kemampuan Memahami Makna Kata Siklus I dan Siklus II

Siklus I SIklus II Nilai (X)

FX

Frekuensi

FX Nilai (X)

Tabel 2 Perbandingan Distribusi Frekuensi Kemampuan Mengapresiasi Unsur Intrinsik Naskah Drama Siklus I dan Siklus II

Siklus I Siklus II Nilai (x)

Frekuensi

FX Frekuensi

FX Frekuensi

Tabel 3 Perbandingan Rata-Rata Kemampuan Memahami Makna Kata dan Kemampuan Mengapresiasi Unsur Intrinsik pada Siklus I dan Siklus II

Kemampuan Memahami Makna Kata Kemampuan Mengapresiasi Unsur Intrinsik Naskah Drama

Siklus I

Siklus II 6,5

Siklus II

Siklus I

8,0 Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan memahami makna kata

siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto,

17 Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

diperoleh informasi rata-rata nilainya adalah 6,5 untuk siklus I dan 7,5 pada siklus

II. Mean (rata-rata) tersebut selanjutnya dinyatakan dalam nilai kualitatif (nilai dalam kata-kata) dengan ketentuan sesuai dengan tabel konversi skor. Setelah memperhatikan analisis data tentang penghitungan mean dan tabel konversi skor tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kemampuan memahamai makna kata siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto pada siklus I adalah cukup sedangkan pada siklus II adalah baik. Data kemampuan memahamai makna kata siswa dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kemampuan Memahami Makna Kata Siklus I dan Siklus II Sedangkan penghitungan mean (rata-rata) kemampuan mengapresiasi

unsure intrinsic naskah drama siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto diperoleh informasi rata-ratanya adalah sebesar 6,9 pada siklus I dan 8,0 pada siklus II.

Gambar 2 Kemampuan Mengapresiasi Unsur Intrinsik Naskah Drama Siklus I dan Siklus II

Marmi Al Marmiani, Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Unsur Instrinsik ….

Setelah memperhatikan analisis data tentang penghitungan mean dan tabel konversi skor tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kemampuan mengapresiasi unsure intrinsic naskah drama siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto pada siklus I adalah termasuk baik, sedangkan pada siklus II termasuk kategori baik sekali, sehingga ada peningkatan. Data kemampuan mengapresiasi unsure intrinsic naskah drama dapat dilihat pada Gambar 2.

Dari uraian hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ada peningkatan kemampuan mengapresiasi unsure instrinsik naskah drama (tema, penokohan, setting, plot, amanat) siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto melalui pemahaman makna kata.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari deskrispi dan frekuensi pemahaman makna kata dan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto, maka dapat penulis simpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama (tema, penokohan, setting, plot, amanat) melalui pemahaman makna kata. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan memahami makna kata rata-rata nilainya adalah 6,5 untuk siklus I dan 7,5 pada siklus II. Sedangkan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama diperoleh informasi rata-ratanya adalah sebesar 6,9 pada siklus I dan 8,00 pada siklus II.

Saran

Karena kemampuan memahami makna kata sangat mempengaruhi kemampuan mengapresiasi naskah drama, hendaknya guru lebih banyak memberikan kosa kata atau kata-kata sulit yang menjadi kunci dala memahami naskah drama.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra . Bandung : Sinar Baru Aminuddin. 2003. Simantik Pengantar Studi Tentang Makna . Bandung : C.V Sinar

Baru Algesindo Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktik . Jakarta : Rineka Cipta Asmara dR,Adhy. 1979. Apresiasi Drama untuk S.L.A . Yogyakarta: C.V Nur Cahaya Chaer, Abdul. 2000. Pengantar Simantik Bahasa Indonesia . Jakarta : Rineka Cipta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta : Balai Pustaka Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra Sebuah Pengantar . Jakarta : PT. Gramedia pustaka utama Maryaeni. 1991. Apresiasi Drama Teater . Malang : IKIP Malang Maryaeni. 1992. Teori Drama . Malang : IKIP Malang Soemanto, Bakdi. 2006. Majalah Dinding Kumpulan Drama . Yogyakarta : Gama

Media Soejito. 1983. Kosa Kata Bahasa Indonesia . Malang Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Simantik. Bandung: Angkasa

Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 1, No. 1, Oktober 2016

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Nawaingsih