MAKALAH ANALISIS KASUS DUGAAN MAKAR PADA

MAKALAH ANALISIS KASUS DUGAAN MAKAR PADA
BEBERAPA AKTIVIS DAN TOKOH NEGARA DALAM
PERSPEKTIF HAM DAN FUNGSI NEGARA

Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Ilmu Negara
Disusun Oleh:
Davi Judha Darmawan - 110110160272

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJAJARAN

2016

DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi……………………………………………….. ……
BAB

BAB

BAB


1

I

PENDAHULUAN

A.
B.
C.

Latar Belakang………………………...........
Rumusan Masalah……………………………
Tujuan………………………………………..

II

PEMBAHASAN

A.

B.

Kasus Dugaan Makar dan Hak Asasi Manusia...
Hubungan antara Kebebasan Berpendapat dengan
Teori Fungsi Negara……………………………

3

KESIMPULAN

8

III

Daftar Pustaka…………………………………………………….

2
2
2


6

9

BAB I

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada Jumat (2/12) pagi jelang aksi demonstrasi bela Islam di Monas,
aparat kepolisian Polda Metro Jaya menahan sejumlah tokoh dengan dugaan
melakukan perbuatan makar. Beberapa tokoh yang ditahan aparat kepolisian
antara lain Kivlan Zein, Adityawarman, Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, Firza
Husein, Eko, Alvin, Rachmawati Soekarnoputri, dan Sri Bintang Pamungkas.
Hampir semua nama yang ditahan oleh aparat kepolisian Polda Metro Jaya
adalah tokoh-tokoh yang secara konsisten mengkritik pemerintahan Jokowi
sejak tahun 2014. Adapun Sri Bintang Pamungkas ditahan dan dijerat pasal
makar dengan bukti memiliki surat ajakan menggelar Sidang Istimewa MPR

untuk memakzulkan presiden, Ahmad Dhani ditahan karena orasinya yang
dianggap menghina presiden, sementara Rachmawati Soekarnoputri ditahan
karena terlibat mobilisasi massa dalam unjuk rasa di Monas. Para aktivis dan
tokoh yang ditahan telah dilepaskan setelah menjalani pemeriksaan selama 1x24
jam. Sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia,
penangkapan para aktivis terduga pemufakatan makar dilihat sebagai manifestasi
dari sifat represif negara terhadap kebebasan berpendapat. Berbagai kritik
dilontarkan terutama kepada Kapolri Tito Karnavian dan institusi kepolisian atas
tindakan yang terkesan tergesa-gesa dan tanpa bukti kuat untuk menahan para
tersangka.
B. Rumusan Masalah
1. Apa korelasi antara kasus dugaan makar dengan Hak Asasi Manusia?
2. Apakah ada batasan dalam kebebasan berpendapat dan berekspresi di
Indonesia?
3. Apa relasi antara kebebasan berpendapat dengan fungsi negara?
C. Tujuan
1. Memahami kasus dugaan makar dalam perspektif Hak Asasi Manusia
terutama dalam kebebasan berpendapat.
2. Memahami batasan dalam kebebasan berpendapat dan berekspresi di
Indonesia.

3. Memahami relasi antara kebebasan berpendapat dengan fungsi negara.
BAB II
PEMBAHASAN

2

A. Kasus Dugaan Makar dan Hak Asasi Manusia
1. Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia merupakan hak fundamental yang dimiliki
setiap manusia dan berlaku secara universal di seluruh dunia. Hak asasi
manusia adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan bukan pemberian dari
manusia

atau

lembaga

negara1.


Hak

asasi

manusia

dijamin

keberadaannya baik dalam konvensi internasional maupun dalam
konstitusi masing-masing negara. Konvensi internasional yang menjamin
keberadaan hak asasi manusia ialah Universal Declaration of Human
Rights yang diproklamasikan oleh United Nations General Assembly di
Paris, Perancis pada tanggal 10 Desember 1948. Hak asasi manusia juga
diatur dalam konstitusi Indonesia yakni pada Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28A hingga 28J.
Penjaminan atas hak-hak asasi manusia lahir dari berbagai
persoalan dan masalah yang muncul akibat konflik dan tirani otoritas.
Contoh konkrit dari sebab-sebab diatas adalah Revolusi Perancis pada
tahun 1789 yang menghasilkan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga
Negara (Perancis: Déclaration des droits de l'homme et du citoyen).

Revolusi Perancis dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat yang berada
pada titik terendahnya dibawah kekuasaan Raja Louis XVI. Krisis
finansial akibat keterlibatan Perancis dalam berbagai perang besar
dibarengi sistem kasta yang merugikan rakyat kecil membuka mata
masyarakat Perancis akan keadaan negaranya dan pelanggaran atas hakhaknya. Dengan para pejuang revolusi yang diilhami pemikiranpemikiran liberal dari berbagai tokoh pada masa Abad Pencerahan,
mereka berhasil membebaskan Perancis dari sistem monarki absolut dan
aristokrasi serta menasbihkan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga
Negara untuk menjamin hak-hak asasi bagi masyarakat Perancis.
Meskipun penjaminan hak-hak asasi manusia telah dilakukan
sejak masa lalu di berbagai negara, belum ada suatu hukum internasional
yang mengikat dan menjamin hak asasi manusia secara universal hingga
1 Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm. 110.

3

tahun 19452.

Setelah Perang Dunia II usai, terungkaplah berbagai


kejahatan perang yang dilakukan oleh pihak Axis seperti kamp
konsentrasi dan eksperimen terhadap manusia yang tentu melanggar hakhak asasi manusia. Didorong oleh keinginan untuk menciptakan keadaan
dunia yang lebih stabil dan aman, negara-negara adidaya dan dibantu
oleh negara lain berhasil merumuskan dan mendeklarasikan Universal
Declaration of Human Rights pada tahun 1948. Walaupun Universal
Declaration of Human Rights tersebut tidak mengikat bagi negara-negara
yang ikut menandatanganinya, namun diharapkan agar negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut mencantumkannya dalam UndangUndang Dasarnya atau perundangan lainnya, sehingga berlakulah dalam
negara tersebut.3
Hak asasi manusia pun telah dijamin keberadaannya oleh para
perumus dasar dan konstitusi negara Indonesia. Pada pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 terdapat pernyataan mengenai hak asasi
manusia yang dinyatakan sebagai berikut:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sebagai
negara berdaulat menentang adanya penjajahan karena hal tersebut
bertentangan dengan hak asasi manusia yang seharusnya dilindungi oleh
negara.

Perwujudan perlindungan hak asasi manusia dalam konstitusi
negara Indonesia ada pada UUD NRI 1945 Pasal 28A hingga 28J yang
secara khusus membahas mengenai hak-hak asasi manusia yang
dilindungi oleh negara dan juga membahas mengenai batasan yang
dimiliki oleh warga dalam menjalankan hak dan kebebasannya. Hal
tersebut tercantum dalam UUD NRI 1945 Pasal 28J Ayat 2 yang
berbunyi:

2 David P. Forsythe, Encyclopedia of Human Rights, Volume 1, New York: Oxford University Press,
2009, hlm. xviii.
3 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983, hlm. 311.

4

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,

keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
2. Korelasi antara Kasus Dugaan Makar dan Hak Asasi Manusia
Korelasi antara kasus dugaan makar terhadap beberapa aktivis
dan hak asasi manusia terletak pada kebebasan berpendapat dan
berekspresi, yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin
keberadaannya dalam Article 19 Universal Declaration of Human
Rights4 dan UUD NRI 1945 Pasal 28 dan 28E. Kebebasan berpendapat
merupakan kebebasan sentral dalam sebuah masyarakat demokrasi 5.
Sebagai konkretisasi dari perlindungan kebebasan berpendapat di
Indonesia, pada tanggal 26 Oktober 1998 berlaku UU No. 9 Tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.
Secara garis besar, ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam UU
No. 9 Tahun 1998 dapat dikategorikan ke dalam beberapa bagian, yakni6:
a. Ketentuan-ketentuan yang memuat pembatasan.
b. Ketentuan-ketentuan
yang
memuat
bentuk-bentuk
penyampaian pendapat di muka umum.
c. Ketentuan-ketentuan yang berkenaan


dengan

muatan

pemberitahuan.
d. Ketentuan lain.
Bentuk perbuatan

aktivis

terduga

yang

dilakukan

para

pemufakatan makar adalah mobilisasi massa, orasi, dan penyuaraan aksi
yang notabene merupakan manifestasi dari kebebasan berpendapat. Aksi
tersebut dilatarbelakangi oleh kekecewaan para aktivis terhadap
pemerintahan Joko Widodo dan menggunakan momentum aksi damai
yang ada untuk menjalankan aksi mereka. Namun, dengan tindakan
4 Article 19 Universal Declaration of Human Rights: Everyone has the right to freedom of opinion and
expression; this right includes freedom 56 to hold opinions without interference and to seek, receive and
impart information and ideas through any media and regardless of frontiers.
5 Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hlm. 110.
6 Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, Jakarta:
Penerbit P. T. Alumni, 2006, hlm. 190.

5

aparat kepolisian yang menahan para aktivis terduga pemufakatan makar
tanpa bukti yang cukup kuat, menunjukkan bahwa negara masih bersikap
represif terhadap kebebasan berpendapat warganya, terutama dengan
berbagai pendapat yang mengkritik pemerintah. Tentu hal ini sangat
disayangkan, karena pemerintah yang seharusnya memberi kebebasan
berpendapat kepada warganya, malah menekan kebebasan tersebut bila
bersinggungan dengan kepentingan pemerintah. Dengan menekan
kebebasan berpendapat, maka negara juga telah gagal melindungi hak
asasi manusia yang dimiliki oleh warga negaranya.
B. Hubungan antara Kebebasan Berpendapat dengan Teori Fungsi Negara
Negara sebagai organisasi kekuasaan dan penyelenggara kegiatan
kenegaraan wajib untuk melindungi hak-hak asasi warga negaranya, termasuk
hak untuk memiliki kebebasan berpendapat dan berekspresi. Menurut Miriam
Budiardjo, setiap negara, terlepas dari ideologinya, menyelenggarakan beberapa
minimum fungsi yang mutlak perlu, yaitu7:
1. Melaksanakan penertiban (law and order).
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan.
4. Menegakkan keadilan.
Bila merujuk pada fungsi negara diatas, penjaminan kebebasan berpendapat
oleh negara selaras dengan fungsi negara untuk menegakkan keadilan, karena
dengan dijaminnya kebebasan berpendapat oleh negara, negara mampu bersikap
adil kepada rakyatnya dengan memberi kesempatan sebesar-besarnya untuk
menyatakan pendapat. Hal ini juga menunjukkan negara sebagai pejunjung
tinggi hak asasi manusia dan juga demokrasi.
Dalam kasus dugaan pemufakatan makar, negara mengambil tindakan untuk
menangkap 10 orang aktivis karena dikhawatirkan aksi mereka akan
menimbulkan kericuhan dan ketidakstabilan di dalam pemerintahan. Makar
merupakan suatu kejahatan luar biasa bagi negara dan dalam kasus ini negara
memenuhi fungsinya sebagai pelaksana dan penjaga ketertiban (law and order)
dengan menangkap 10 aktivis tersebut. Namun, banyak kalangan menilai bahwa
tindakan Polda Metro Jaya sebagai representasi negara untuk menangkap ke-10
7 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 55-56.

6

aktivis tersebut atas dugaan pemufakatan makar merupakan suatu tindakan yang
gegabah dan represif. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa bukti yang
didapatkan aparat kepolisian dianggap tidak cukup kuat untuk memutuskan
bahwa para aktivis yang ditangkap memiliki rencana untuk melakukan makar.
Dalam hal ini negara telah gagal memenuhi fungsinya sebagai penegak keadilan,
dimana para aktivis yang ingin menyuarakan kritiknya atas pemerintah
dibungkam dengan tuduhan pemufakatan makar. Kasus ini menambah panjang
daftar kasus yang menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi kebebasan
berpendapat dan berekspresi masyarakat di Indonesia.

BAB III
KESIMPULAN
Kasus penangkapan 10 orang aktivis atas tuduhan pemufakatan makar
merupakan kasus yang menarik untuk dikaji karena dapat dianalisis dari berbagai
perspektif, dua diantaranya adalah perspektif hak asasi manusia dan juga fungsi negara.
Hubungan antara kasus tuduhan pemufakatan makar dengan hak asasi manusia terletak
pada hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak kebebasan berpendapat dan
berekspresi telah diatur dalam UUD NRI 1945 Pasal 28 dan 28E serta Undang-Undang
No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.
Negara sebagai penjamin hak asasi manusia warga negaranya, termasuk hak kebebasan
berpendapat dan berekspresi, seharusnya mampu menjaga dan melindungi hak-hak
warganya. Namun, dalam hal ini negara telah gagal melindungi hak para aktivis untuk
berpendapat dengan menangkap mereka atas tuduhan makar tanpa bukti yang kuat.
Kritik terhadap pemerintah merupakan opini yang seharusnya diterima oleh pemerintah
dan bukannya dibungkam.
Dalam perspektif fungsi negara, negara dalam menangkap para aktivis atas
tuduhan makar telah memenuhi fungsi negara sebagai pelaksana dan penjaga ketertiban.

7

Makar merupakan kejahatan luar biasa yang mampu menciptakan instabilitas di dalam
negara dan pemerintah bersikap preventif dengan menangkap para aktivis yang diduga
terlibat pemufakatan makar. Namun, pemerintah gagal mewujudkan fungsi negara
sebagai penegak keadilan karena penangkapan aktivis tersebut dianggap tidak adil
akibat tidak ada bukti yang kuat atas dugaan makar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen, Instrumen Internasional Pokok Hak
Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di
Indonesia, Jakarta: Penerbit P. T. Alumni, 2006.
Forsythe, P. David, Encyclopedia of Human Rights, Volume 1, New York: Oxford
University Press, 2009.
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983.
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010..

Article 19 Universal Declaration of Human Rights, Paris, 1948.

8

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25