Peran Keluarga Dalam Meningkatkan Kesehatan Jiwa Lansia Di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung

(1)

PERAN KELUARGA DALAM MENINGKATKAN

KESEHATAN JIWA LANSIA DI KELURAHAN SIDOREJO

KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

SKRIPSI Oleh Silvia Fithriyani

071101003

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Jiwa Lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung

Nama : Silvia Fithriyani Nim : 071101003

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011

Abstrak

Peran keluarga merupakan tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Data menunjukkan di Indonesia terjadi peningkatan yang konsisten jumlah lansia. Peningkatan jumlah penduduk lansia akan diikuti dengan meningkatnya permasalah kesehatan seperti masalah kesehatan indera pendengaran dan penglihatan, kesehatan jiwa dan sebagainya. Salah satu resiko tinggi yang rentan terkena gangguan jiwa adalah lansia, hal ini disebabkan karena proses penuaan, fungsi fisik menurun, perubahan psikososial, finansial menurun, dan menurunnya nilai kekerabatan. Untuk itu peran keluarga sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia. Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk melihat tingkat dan gambaran peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia yang dilakukan pada tanggal 16 Januari-17 Februari. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengisian kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner peran keluarga. Jumlah populasi adalah 762 orang, dan sampel yang diambil sebanyak 76 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik non probability sampling dengan cara convinience sampling. Hasil penelitian didapatkan 17 orang atau (22,4%) yang berperan cukup dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia dan 59 orang atau (77,6%) yang berperan baik dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji lebih dalam lagi tenteng peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia dengan sampel yang lebih banyak dan representatif yaitu dengan menggunakan teknik probability sampling yaitu dengan cara simple random sampling.


(3)

Title : The Role of Families in Improving Mental Health of Elderly Sidorejo Village Medan Tembung District

Name : Silvia Fithriyani Nim : 071101003 Faculty : Nursing Year : 2011

Abstrac

The role of the family is a specific behavior that is expected by someone in the family context. The data show an increase in Indonesia, a consistent number of elderly. Increased number of senior citizens will be followed by increasing health problems such as health problems senses of hearing and vision, mental health and so on. One of the high risk that mental disorders are susceptible to the elderly, this was due to aging, decreased physical function, psychosocial changes, financial decline, and the declining value of kinship. For the role of the family is needed in improving the mental health of the elderly. This research was descriptive which aims to see the picture of the level and family roles in improving the mental health of older adults conducted on January 16 to February 17. Data collection methods used are filling a questionnaire consisting of demographic data questionnaire and the questionnaire the role of the family. The population is 762 people, and samples taken as many as 76 respondents were selected using non probability sampling technique in a way convinience sampling. The study found 17 people or (22.4%) who plays enough in improving mental health and 59 elderly persons or (77.6%) that play a role both in improving the mental health of the elderly. For further research is expected to examine more deeply the role of family tenteng in improving mental health of older adults with a sample more representative by using probability sampling technique that is by simple random sampling.


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugrah dan karunia, serta salam dan salawat kepada Rasulallah SAW beserta keluarga dan sahabat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Jiwa Lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU. 2. Ibu Erniyati, S.Kep. MNS selaku Pembantu Dekan Satu Fakultas Keperawatan

USU dan sebagai penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

3. Bapak Iwan Rusdi, S,Kp. MNS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang berharga untuk penyelesaian skripsi ini. 4. Ibu Siti Zahara Nst, S.Kp. MNS dan Ibu Lutfiani, S.Kep Ns, selaku dosen

penguji skripsi.

5. Kepada seluruh dosen staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Keperawatan USU yang memberikan bantuan dan kelancaran selama proses penyelesaian skripsi.


(5)

6. Kepala Lurah dan kepala lingkungan kelurahan Sidorejo yang telah memberi izin penelitian dan informasi bagi penulis.

7. Teristimewa kepada orangtuaku tercinta, Papa Zubir,S.Pd dan mama Zasteri, yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil serta selalu mendoakan yang terbaik sehingga ananda bisa menyelesaikan skripsi ini. 8. Abang Toni dan Uni Desi serta ponakanku tersayang Yoza, Naufan yang selalu

memberikan perhatian, nasehat, doa dan dukungan kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat terbaikku, Pelangi, Rahmi, Maya, Arif, Febri dan Pipit yang selalu membantu dan mendukung dalam perkuliahanku, terima kasih atas kritik, saran, dan segala canda tawa kalian semua.

10.Rekan - rekan Fakultas Keperawatan stambuk 2007,Amel, Istik, Novri, Marli, dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

11.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap, semoga Allah memberikan balasan atas segala bantuan yang telah diberikan hingga tersusunnya skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk sempurnanya skripsi ini.

Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2011


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman judul ... i

Halaman pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Prakata ...v

Daftar isi ... vii

Daftar skema ...x

Daftar tabel ... xi

Bab 1. Pendahuluan 1.Latar belakang ...1

2.Tujuan penelitian ...3

3.Pertanyaan penelitian ...4

4.Manfaat penelitian ...4

Bab 2. Tinjauan putaka 1. Konsep keluarga ...5

1.1. Definisi keluarga ...5

1.2. Karakteritik keluarga ...5

1.3. Tipe keluarga ...6

1.4. Fungsi keluarga ...8

1.5. Peran keluarga ...9

1.6. Peran keluarga dalam meningkatkan keehatan jiwa lansia ...10

2. Konsep lansia ...13

2.1. Definisi lansia...13

2.2. Proses menua ...14

2.3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ...14

2.4. Dampak perubahan dan kemunduran pada lansia ...17

3. Konsep kesehatan jiwa ...18

3.1. Definisi kesehatan jiwa ...18

3.2. Kriteria sehat jiwa ...19

3.3. Faktor-faktor predisposisi sehat-sakit jiwa ...20

3.4 Kesehatan jiwa lansia ...22


(7)

Bab 3. Kerangka penelitian

1. Kerangka konseptual ...25

2. Definisi konseptual...26

3. Definisi operasional ...26

Bab 4. Metodologi penelitian 1. Desain penelitian ...28

2. Populasi, sample dan teknik sampling ...28

2.1 Populasi ...28

2.2 Sampel ...28

2.3 Teknik sampling ...28

3. Lokasi dan waktu penelitian...29

4. Pertimbangan etik...29

5. Instrumen penelitian ...30

6. Uji validitas instrumen ...31

7. Uji reliabilitas instrumen ...32

7. Pengumpulan data ...32

8. Analisa data ... 33

Bab 5. Hasil dan pembahasan 1. Hasil penelitian... 34

1.1. Data demografi responden...34

1.2. Gambaran peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia ...36

1.3. Tingkat peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa Lansia ...42

2. Pembahasan ...43

2.1. Peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia ...43

2.2. Tingkat peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa Lansia ...50

Bab 6. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ...53

2. Saran ...53

2.1. Untuk pendidikan keperawatan ...53

2.2. Untuk praktek keperawatan ...54


(8)

Daftar pustaka ...55

Lampiran – lampiran 1. Inform consen...58

2. Kuesioner ...59

3. Jadwal tentatif penelitian...62

4. Surat izin penelitian...63

5. Lembar konsul ...68

6. Hasil data responden ...70


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel:

1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi

Responden ...35 2. Distribusi frekuensi dan presentase Peran Keluarga dalam Menciptakan Lingkungan yang Sehat Jiwa Bagi Lansia ...36 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga dalam Mencintai, Menghargai dan Mempercayai Lansia ...37 4. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga untuk Saling

Terbuka dan Tidak Diskriminasi pada Lansia ...38 5. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga dalam Memberi

Pujian pada Lansia ...39 6. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga dalam Menunjukan empati serta member bantuan kepada lansia yang

mengalami perubahan akibat proses menua ...40 7. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga ddalam mengajak lansia untuk membina hubungan dengan anggota masyarakat lainnya ...41 8. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga dalam Menyediakan Waktu untuk Kebersamaan dengan Lansia: berekreasi dengan lansia ...42 9. Distribusi frekuensi dan persentase tingkat peran keluarga dalam


(11)

Judul : Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Jiwa Lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung

Nama : Silvia Fithriyani Nim : 071101003

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011

Abstrak

Peran keluarga merupakan tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Data menunjukkan di Indonesia terjadi peningkatan yang konsisten jumlah lansia. Peningkatan jumlah penduduk lansia akan diikuti dengan meningkatnya permasalah kesehatan seperti masalah kesehatan indera pendengaran dan penglihatan, kesehatan jiwa dan sebagainya. Salah satu resiko tinggi yang rentan terkena gangguan jiwa adalah lansia, hal ini disebabkan karena proses penuaan, fungsi fisik menurun, perubahan psikososial, finansial menurun, dan menurunnya nilai kekerabatan. Untuk itu peran keluarga sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia. Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk melihat tingkat dan gambaran peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia yang dilakukan pada tanggal 16 Januari-17 Februari. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengisian kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi dan kuesioner peran keluarga. Jumlah populasi adalah 762 orang, dan sampel yang diambil sebanyak 76 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik non probability sampling dengan cara convinience sampling. Hasil penelitian didapatkan 17 orang atau (22,4%) yang berperan cukup dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia dan 59 orang atau (77,6%) yang berperan baik dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji lebih dalam lagi tenteng peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia dengan sampel yang lebih banyak dan representatif yaitu dengan menggunakan teknik probability sampling yaitu dengan cara simple random sampling.


(12)

Title : The Role of Families in Improving Mental Health of Elderly Sidorejo Village Medan Tembung District

Name : Silvia Fithriyani Nim : 071101003 Faculty : Nursing Year : 2011

Abstrac

The role of the family is a specific behavior that is expected by someone in the family context. The data show an increase in Indonesia, a consistent number of elderly. Increased number of senior citizens will be followed by increasing health problems such as health problems senses of hearing and vision, mental health and so on. One of the high risk that mental disorders are susceptible to the elderly, this was due to aging, decreased physical function, psychosocial changes, financial decline, and the declining value of kinship. For the role of the family is needed in improving the mental health of the elderly. This research was descriptive which aims to see the picture of the level and family roles in improving the mental health of older adults conducted on January 16 to February 17. Data collection methods used are filling a questionnaire consisting of demographic data questionnaire and the questionnaire the role of the family. The population is 762 people, and samples taken as many as 76 respondents were selected using non probability sampling technique in a way convinience sampling. The study found 17 people or (22.4%) who plays enough in improving mental health and 59 elderly persons or (77.6%) that play a role both in improving the mental health of the elderly. For further research is expected to examine more deeply the role of family tenteng in improving mental health of older adults with a sample more representative by using probability sampling technique that is by simple random sampling.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan mengakibatkan meningkatnya usia harapan hidup, karena pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas hidup termasuk usia lanjut (Wiarsiah,1999). Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia permulaan tua yang pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi biologis, mental dan sosial.

Data menunjukkan di Indonesia terjadi peningkatan yang konsisten jumlah lansia. Pada tahun 2000 terdapat 14,4 juta lansia atau 7,18 %, tahun 2005 jumlah ini meningkat menjadi 17,6 juta atau 8,48 %. Pada tahun 2010 jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia meningkat sebesar 24 juta jiwa atau 9,77 %, dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lansia meningkat mencapai 28,8 juta atau 11,31% dari total jumlah penduduk. (Depkes, 2008). Sedangkan di kota Medan jumlah lansia adalah 125.559 orang (Pemkomedan, 2008).

Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut akan diikuti meningkatnya permasalah kesehatan seperti masalah kesehatan indera pendengaran dan penglihatan, kesehatan jiwa dan sebagainya (Depkes, 2008). Di Indonesia jumlah pasien gangguan jiwa semakin meningkat, salah satu resiko tinggi yang terkena gangguan jiwa adalah lansia. Hal ini disebabkan karena proses penuaan, fungsi fisik menurun, perubahan psikososial, finansial menurun, dan menurunnya nilai kekerabatan.


(14)

Perubahan menjadi tua adalah perubahan alami yang akan dilalui oleh setiap orang saat memasuki usia lanjut. Selama proses ini akan terjadi penurunan sejumlah sel-sel tubuh baik bentuk maupun jumlahnya, yang tentunya berpengaruh pada fungsi organ-organ tubuh lainnya. Perubahan juga terjadi dalam aspek sosial berupa kehilangan pekerjaan, pensiun, kehilangan pasangan dan terpisah dengan anak. Selain itu juga terjadi perubahan kejiwaan berupa daya ingat yang menurun, cepat lupa, mudah sedih, mudah tersinggung, mudah frustasi, merasa kesepian, dan takut kemandirian hilang (Nugroho,1999).

Selama ini program kesehatan hanya berfokus pada kesehatan fisik sementara kesehatan jiwa terabaikan (Depkes, 2005), survey masyarakat menunjukkan bahwa 10 persen penduduk di atas 65 tahun membutuhkan bantuan psikiatri, dan meningkat 25 persen pada penduduk di atas 75 tahun. Menurut Depkes (2005) kesehatan jiwa lansia adalah perasaan sehat dan bahagia yang dialami lansia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan sehingga lansia dapat berpikir dan melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan lansia.

Kesehatan jiwa tidak didapat dengan sendirinya tapi diperlukan supaya untuk meningkatkan derajat kesehatan jiwa. Salah satu sistem pendukung kesehatan jiwa lansia adalah keluarga karena keluarga adalah masyarakat yang terdekat dengan lansia (Stanley, 2006). Oleh karena itu proses penuaan dan perubahan pada lansia menimbulkan beberapa masalah kesehatan yang secara


(15)

langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan keluarga seperti masalah emosi, fisik, interpersonal, dan pekerjaan bagi anggota keluarga. Untuk itu peran keluarga sangat dibutuhkan untuk mencapai masa tua yang sukses (Wiarsih, 1999) .

Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Menurut Suliswati (2005), ada beberapa peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia yaitu menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi lansia, mencintai, menghargai dan mempercayai lansia, saling terbuka dan tidak deskriminasi pada lansia, memberi pujian pada lansia untuk membina hubungan dengan anggota masyarakat lainnya, dan menyediakan waktu untuk kebersamaan dengan lansia, berekreasi dengan lansia.

Kelurahan Sidorejo memiliki jumlah lansia yang cukup banyak, dari survey awal didapat jumlah lansia sebanyak 762 orang, dan dari pengamatan peneliti di kelurahan ini juga banyak lansia yang tidak bekerja dan hanya tinggal dirumah saja. Selain itu kelurahan ini juga mudah terjangkau oleh peneliti dalam pengambilan sampel. Oleh karena itu peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian tentang peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo kecamatan Medan Tembung.

2. Tujuan Penilitian

2.1 Untuk mengidentifikasi gambaran peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo.


(16)

2.2 Untuk mengidentifikasi tingkat peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo.

3. Pertanyaan Penilitian

3.1 Bagaimana gambaran peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo.?

3.2 Bagaimana tingkat peran keluaga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo?

4. Manfaan Penlilitian

4.1 Pelayanan keperawatan

Penilitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi kepada petugas kesehatan di masyarakat tentang peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo, sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada masyarakat, keluarga dan lansia.

4.2 Penilitian keperawatan

Penilitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi untuk penilitian yang akan datang dalam ruang lingkup yang sama.

4.3 Pendidikan keperawatan

Hasil penilitian ini diharapkan dapat menjadi ilmu pengetahuan tambahan kepada pendidikan keperawatan khususnya keperawatan keluarga dan keperawatan gerontik.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Keluarga

1.1 Pengertian Keluarga

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Sedangkan menurut Friedman (1998) keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (suprajitno, 2004).

1.2 Karekteristik Keluarga

Menurut karakteristik keluarga terdiri dari :

a. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi.

b. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.


(18)

c. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari.

d. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.

1.3 Tipe Keluarga

Menurut Sri Setyowati (2007) ada 2 tipe keluarga yaitu:

1. Tipe keluarga tradisional

a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung atau angkat).

b. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek, nenek, keponakan, paman, bibi.

c. Keluarga ”Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa anak.

d. Single Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.


(19)

e. Single Adult, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).

2. Tipe keluarga non tradisinal

a. The unmarriedteenege: keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan anak tanpa nikah.

b. The stepparent family: Keluarga dengan orang tua tiri.

c. Commune family: beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama: sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.

d. The non marital heteroseksual cohibiting family: Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

e. Gay and Lesbian family: Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagai suami – istri (marital partners).

f. Cohibiting couple: Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.

g. Group-marriage family: Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga bersama yang paling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anaknya.


(20)

h. Group network family: keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.

i. Foster family: keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.

g. Gang: sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

1.4 Fungsi Keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Suprajitno (2004) adalah sebagai berikut:

1. Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.

2. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socializationl placement fumction) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk


(21)

berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

3. Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4. fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan pengahsilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan (the health care function), yaitu fugsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memilki produktifitas tinggi. Fugsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

1.5 Peran Keluarga

Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan (Friedman, 1998). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyrakat (Setiadi, 2008).


(22)

Menururut Friedman (1998) keluarga memiliki peran-peran formal dan informal. Peran normal yang standar terdapat dalam keluarga seperi pencari nafkah, ibu rumah tangga, tukang perbaiki rumah, sopir, pengasuh anak, manajer keuangan, dan tukang masak. Nye dan Gecas (1976) telah mengidentifikasi enam peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagia suami-ayah dan istri-ibu: yaitu peran sebagai provider (penyedia), peran sebagi pengatur rumah tangga, peran perawatan anak, peran sosialisasi anak, peran rekreasi, peran persaudaraan (kinship) (memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal), peran terapetik, peran seksual.

Peran-peran informal mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalau didasarkan pada usia, jenis kelamin dan lebih didasarkan pada atribut-atribut personalitas/kepribadian anggota keluarga individual. Peran-peran informal ini tidak hanya menghasilkan stabilitas keluarga tetapi juga ada beberapa yang bersifat merusak kesejahteraan keluarga. Adapun peran informal keluarga antara lain sebagai pendorong yaitu memuji, setuju dengan menerima konstribusi dari orang lain, pengharmonisan, iniator-kontributor, pendamai, penghalang, dominator, penyalah, pengikut, pencari pengakuan, martir, keras hati, sahabat, kambing hitam keluarga, distraktor dan orang yang tidak relevan, koordinator keluarga, penghubung keluarga dan saksi.

1.6Peran Keluaga dalam Meningkatkan Kesehatan Jiwa Lansia

Menurut Suliswati (2005) ada 7 peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia yaitu:


(23)

1. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi lansia.

Lansia membutuhkan lingkungan fisik dan psikolois yang nyaman. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa adalah menciptakan suasana yang menyenangkan yaitu hubungan ynag harmonis (saling pengertian anatara generasi muda pada lansia) (Mubarak, 2006). Lingkungan yang sehat jiwa juga berarti lingkungan yang mendukung lansia untuk memaksimalkan kemampuannya, serta lingkungan yang mencintai dan menghargai lansia dan membantu lansia dalam menghadapi proses penuaannya. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman dapat juga dilakukan dengan cara menata ruangan dengan warna lembut, jika diperlukan ada musik yang lembut dan pelan (Wiarsih, 1999).

2. Mencintai, menghargai dan mempercayai lansia

Kemunduran yang dialami lansia membuat lansia menjadi rendah diri, untuk itu keluarga perlu memperhatikan dan menghargai kekuatan dan kemampuan lansia. Tunjukkan rasa cinta kepada lansia dengan berbicara secara teratur, kontak mata dan sentuhan serta menceritakan kehidupan masa lalu lansia yang menyenangkan serta bertutur kata yang tidak menyakiti perasaan lansia dan tunjukkan pula rasa hormat pada lansia. Mempercayai lansia dapat dilakukan dengan memberikan tanggung jaawab pada lansia untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya (Wiarsih, 1999).

3. Saling terbuka dan tidak diskriminasi kepada lansia

Tidak diskriminasi maksudnya tidak mengucilkan atau mengkotakkan lansia tetapi tetap mengaangap sebagai bagian integral dari satu anggota keluarga dan masyarakat yang hak dan kewajibannya dinilai atas dasar kemampuan dan


(24)

kondisi secara keterbatasannya. Memberikan peluang dan kesempatan untuk bekerja mencari nafkah atau melakukan kegiatan-kegiatan secara suka rela serta berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat sesuai keinginan dan kemampuannya. Melibatkan lansia dalam acara keluarga dan membina komunikasi saling terbuka dalam keluarga.

4. Memberi pujian pada lansia untuk segala perbuatannya yang baik daripada menghukumnya pada waktu membuat kesalahan.

Memberi pujian pada lansia atas perbuatan baik yang telah dilakukannya dapat meningkatkan harga diri lansia. Sebaliknya memberikan hukuman pada lansia membuat lansia merasa rendah diri, merasa tidak dihargai dan berlanjut ke stress seterusnya depresi.

5. Menunjukkan empati serta memberi bantuan kepada lansia yang mengalami perubahan akibat proses menua.

Sejalan hilangnya kontak sosial lansia, stimulasi mental dan harga diri mereka juga mengalam penurunan. Lansia membutuhkan seseorang yang memahami proses penuaan normal dan proses penyakit di usia lanjut (Stanley, 2006). Menunjukkan empati berarti ikut merasakan apa yang diraskan oleh lansia seperti merangsang atau melatih proses pikir dengan mengajak lansia mendiskusikan topik/cerita yang menarik bagi lansia dengan suara lembut dan jelas sambil menyentuh lansia bila perlu. Membantu untuk menyiapkan makanan dan minuman yang meningkatkan selera makan, misalnya dihidangkan hangat, lembut dan sesuai dengan keinginan lansia. Selanjutnya membantu lansia dalam


(25)

melakukan perawatan diri, misalnya makan, mandi dan sebagainya (Wiarsih, 1999).

6. Mengajak lansia untuk mebina hubungan dengan anggota masyarakat lainnya. Pemeliharaan kondisi mental yang sehat dapat dilakukan dengan ikut serta dalam kegiatan yang produktif dan tetap ikut dalam kegiatan sosial masyarakat serta tidak menarik diri dari semua kegiatan (Depkes, 2005). Melibatkan dalam kegiatan masyarakat contohnya kegiatan perkumpulan lansia/karang werdha, dan berbagai kegiatan yang diadakan dilingkungan masyarakat baik yang bersifat keagamaan, sosial maupun kegiatan khusus yang ditujukan untuk lansia (posyandu lansia, senam lansia dan lain-lain).

7. Menyediakan waktu untuk kebersamaan dengan lansia seperti berekreasi dengan lansia untuk menghilangkan ketegangan dalam keluarga.

Rekreasi keluarga penting untuk memperkokoh dan memperbaharui ikatan keluarga, dan bersenang-senang bersama, sharing perasaan, mengurangi ketegangan, memperbaiki perasaan anggota keluarga tentang keluarga mereka (Friedman, 1998). Rekreasi adalah salah satu kebutuhan fundamental lansia, dimana melalui rekreasi lansia dapat menjumpai, mengalami kebahagiaan hidupnya. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah, atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.


(26)

Rekreasi pada lansia juga berguna untuk menjaga kondisi fisiknya supaya tetap sehat dan bersemangat.

2. Konsep Lansia 2.1Definisi Lansia

Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai 60 tahun keatas. Menurut Watson (2003) mengidentifikasi lanjut usia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental. Sedangkan menurut Herlock (1999) Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu ynag penuh manfaat.

2.2 Proses Menua

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melewati tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis dan psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut yang memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,


(27)

penglihatan mulai memburuk, gerakan lambat dan figure tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).

2.3Perubahan-Perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia

Constantinides (1994) dalam Nugroho (2008) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Selain itu Nugroho (2008) menyatakan terdapat banyak perubahan yang terjadi pada lanjut usia mencakup perubahan-perubahan fisik, mental, psikososial, dan perkembangan spiritual.

2.3.1 Perubahan-Perubahan Fisik

Perubahan fisik terjadi pada sel yaitu sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurang jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler. Sistem persarafan terjadi penurunan berat otak sebesar 10-20% mengakibatkan berkurangnnya kemampuan saraf pada semua organ. Terjadi penurunan dalam sistem penglihatan dan terjadi penurunan dalam sistem kardiovaskuler seperti penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya elastisitas pembuluh darah. Selain itu juga terjadi penurunan pada sistem pengaturan, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem refroduksi, sistem perkemihan, sistem endokrin, sistem integument dan sistem muskuloskeletal.


(28)

2.3.2 Perubahan-Perubahan Mental

Kuntjoro (2002) mengatakan bahwa pada lansia dapat timbul gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deterosiasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental mencakup penurunan mental mencakup penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikosial, perubahan dalam peran sosial di masyarakat.

1. Penurunan kondisi fisik seperti yang telah dijelaskan diatas.

2. Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, dan vaginitis, baru selesai operasi, kekurangan gizi, penggunaan obat-obat tertentu, faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal, dan disfungsi seksual.

3. Perubahan aspek psikososial akan dijelaskan pada perubahan-perubahan psikosial.

4. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam


(29)

kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.

5. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat, lansia sebaiknya selalu diajak untuk melakukan aktivitas dan memiliki peranan di masyarakat, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dn kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, dan merengek-rengek bila bertemu dengan orang lain.

2.3.3 Perubahan-Perubahan Psikososial

Menurut Nugroho (2008) pada lansia yang dulunya bekerja dan mengalami pensiun akan mengalami kehilnagn finansial, status, teman, dan kegiatan. Seorang lansia juga merasakan atau sadar akan kematian, mengalami penyakit kronis dan ketidakmampuan, terjadi rangkaian dari kehilangan, serta hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik.

Kuntjoro (2002) mengatakan pada umumnya setelah oramg memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi semakin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang


(30)

berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia akan mengalami perubahan-perubahan psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia yaitu sebagai berikut:

a. Tipe kepribadian konstruktif (Construction personality), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

b. Tipe kepribadian mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya. c. Tipe kepribadian bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah

memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

d. Tipe kepribadian kritik diri (Self Hate personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

2.4 Dampak Perubahan dan Kemunduran pada Lansia

Perubahan dan kemunduran yang terjadi akan memberikan dampak terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki usia lanjut.


(31)

Kemunduran fisik yang terjadi pada lansia memberikan kesimpulan bahwa kecantikan atau ketampanan yang mereka miliki mulai hilang, ini berarti kehilangan daya tarik bagi diri lansia (Nugroho, 2008).

Selain itu yang menjadi permasalahan pada lansia di Indonesia meliputi ketergantungan, sistem nilai kekerabatan yang berubah, sumber pendapatan lansia yang menurun, dan masalah kesehatan dan pemberdayaan pola hidup sehat, serta masalah psikologi dan kesehatan mental dan spiritual. Pada lansia permasalahan psikologis terutama muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul akibat dari proses menua. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan tidak enak yang harus dihadapi lansia. Perubahan-perubahan yang terjadi hendaknya dapat diantisipasi dan diketahui sejak dini sebagai dari persiapan masa tua dan hidup di masa tua. Mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, biasanya merupakan gejala menjadi tua yang amat wajar. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa merupakan benteng yang ampuh untuk melindungi diri dari ancaman di masa tua (Harna, 2007).

3. Konsep Kesehatan Jiwa

3.1Definisi Kesehatan Jiwa

Menurut Undang-undang No 3 ahun 1996 yang dimaksud dengan Kesehatan Jiwa adalah adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan


(32)

fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehtan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain (Suliswati, 2005). Menurut fadhilah Supari (2005) kesehatn jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain dan senang menjadi bagian dari suatu kelompok.

3.2Kriteria Sehat Jiwa:

Kriteria Sehat Jiwa Menurut WHO dalam Rusmun (2001) adalah: a. Dapat menyesuaikan diri secara kostruktif pada kenyataan. b. Memperoleh kepuasan dari usahanya.

c. Merasa lebih puas memberi daripada menerima.

d. Hubungan antar manusia, saling menolong dan memuaskan

e. Menerima kekecewaan sebagai pelajaran, untuk memperbaiki yang akan datang.

f. Mengarahkan rasa bermusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan kostruktif.


(33)

Kriteria Sehat Jiwa Menrut Abraham Maslow dalam Rasmun (2001) adalah: a. Memilik persepsi yang akurat terhadap realitas.

b. Menerima diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. c. Spontan, sederhana dan wajar.

Kriteria Sehat Jiwa Menurut Maria Jahoda dalam Iyus, Yosep (2008) adalah: a. Sikap positif terhadap diri sendiri.

b. Tumbuh kembang dan aktualisasi diri. c. Integrasi (keseimbangan/keutuhan). d. Otonomi

e. Persepsi realitas

f. Environmental mastery (kecakapan dalam adaptasi dengan lingkungan).

Untuk mencapai jiwa yang sehat diperlukan usaha dan waktu untuk mengembangkan dan membinanya. Jiwa yang sehat dikembangkan sejak masa bayi hingga dewasa, dalam berbagai tahapan perkembangan. Pengaruh lingkunagn terutama keluarga sangat penting dalam membuna jiwa yang sehat. Salah satu cara untuk mencapai jiwa yang sehat adalah dengan penilaian diri yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya yang berkaitan erat dengan cara berpikir, cara berperan, dan cara bertindak (dani A, 2008).


(34)

3.3Faktor-Faktor Predisposisi Sehat-sakit Jiwa

3.3.1Biologis

a. Latar belakang genetika.

Penulusuran gen-gen yang menyebabkan penyakit jiwa merupakan hal yang sulit dilakukan hingga saat ini, satu-satunya gen yang mempunyai hubungan dengan beberapa penyakit mental yang menyebabkan perkembangan penyakit alzeimer pada sekitar 10% orang dengan kelainan ini. Informasi terakhir tentang penyebaran penyakit mental terutama berdasarkan atas penyelidikan tentang sifat keturunan manusia. Ada tiga jenis kajian tentang hal ini: kajian adopsi, yang membandingkan sifat antar anggota keluarga biologis dengan anggota keluarga adopsi atau kelompok kontrol lain.

b. Status gizi.

Berhubungan dengan perkembangan dan pertumbuhan awal dari jaringan otak yang tidak sempurna meskipun tidak secara jelas disebutkan sebagai penyebab langsung gangguan psikiatrik.

c. Sensitifitas biologi.

Psikomunologi merupakan bidang yang relatif baru yang menggali pengaruh psikologis terhadap pengendali sistem syaraf dari responsif imun. Bukti-bukti pendukung bahwa stressor psikososial dapat mengganggu respon imun yang bersifat sementara, tetapi peran otoimun terhadap gangguan psikiatri tidak jelas terbukti. Namun demikian stress diakui sebagai kunci penting untuk memahami perkembangan dan perjalanan berbagai penyakit (Rasmun, 2001).


(35)

a. Intelegensia kemampuan individu dalam menyelesaikan konflik diri dengan menggunakan berbagai upaya koping yang sesuai untuk mengurangi tegangan menuju keseimbangan kontinum.

b. Kemampuan bahasa, individu dapat mengurangi ketegangan psikis dengan kemampuannya menguraikan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan. c. Pengalaman masa lalu, bagi individu kesehatan dapat dihubungkan dengan

pengalaman masa lalu yang menyenangkan ataupun menyakitkan misalnya peristiwa kehilangan.

d. Konsep diri, bagaimana kesesuaian pandang/persepsi terhadap diri, yang meliputi gambaran diri, peran diri, ideal diri, harga diri, dan identitas diri. e. Motivasi, bagaimana motivasi diri dalam menghadapi tantangan dan dinamika

hidup apakah motivasi tinggi-motivasi rendah.

f. Faktor lainnya yang memengaruhi sehat sakit mental adalah: sosio kultural, usia, pendidikan, penghasilan, pekerjaan, kedudukan sosial, dan latar belakang budaya (Rasmun,2001).

3.4Kesehatan Jiwa Lansia

Kesehatan jiwa lansia adalah kemampuan diri lansia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan sehingga lansia dapat merasa berpikir dan melakukan kegiatan sesuai kemampuan lansia. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah kesehatan fisik dan psikologis, kepribadian, sistem pendukung sosial, sumber-sumber ekonomi dan gaya hidup/kebiasaan hidup (Wiarsih,1999).


(36)

3.5Masalah Umum Kesehatan Jiwa Lansia

3.5.1Gangguan Proses Pikir a. Daya ingat menurun.

Disebabakan oleh gagnguan organik otak atau depresi. Dengan bertambahnya usia, kurangnya daya ingat terhadap kejadian baru lebih sering terjadi dibandingkan daya ingat untuk kejadian lama. Banyak faktor mempengaruhi perubahan daya ingat, diantaranya: sress atau krisis, depresi, perasaan tidak dihargai, kurangnya perhatian pada kejadian baru, gangguan cerebrovaskuler yang mempengaruhi fungsi cerebral, penyimpangan sensori atau isolasi sosial. Gangguan daya ingat untuk kejadian baru kemungkinan akibat dari menurunnya fugsi penglihatan dan pendengaran. Tanda-tandanya: sering mengulang pembicaraan, lupa meletakkan sesuatu, tidak dapat mengingat nama, tempat, dan waktu.

b. Kebingungan.

Kebingungan digunakan untuk menggambarkan perilaku lansia termasuk kurang perhatian dan menurunya daya ingat, bicara kurang sesuai, kurang mampu melakukan aktifitas sehari-hari. Penyebab: kondisi fisik dan kejiwaan terutama proses pikir. Tanda-tandanya, diantaranya kurang mampu melakukan perhitungan sederhana.

c. Curiga.

Curiga adalah reaksi lansia pada kehilangan, perasaan diasingkan, dan kesepian. Penyebabnya adalah penyimpangan sensori, isolasi sosial, atau efek samping dari pengobatan. Tanda-tandanya; merasa terancam oleh orang-orang


(37)

tertentu (contoh: oleh keluarga, teman, dan tetangga), takut terhadap waktu-waktu tertentu, misalnya malam hari, takut pada lingkungan baru misalnya rumah, ruangan, atau lingkungan yang menyebabkan rasa takut dan cemas (Wiarsih, 1999).

3.5.2Gangguan Perasaan

Perasaan kehilangan yang berlebih. Terjadi terutama jika kehilangan orang-orang yang berarti. Tanda-tandanya lansia dengan reaksi kehilangan: kehilangan berat badan atau nafsu makan, merasa kelelahan, acuh tak acuh, merasa tak mampu melakukan aktifitas, merasa kesepian, sedih dan mudah tersinggung (Wiarsih, 1999).

3.5.3Gangguan Fisik/Somatik Tanpa Penyebab yang Jelas a. Gangguan pola hidup.

Penyebabnya: kurang olagraga, terbatasnya pergerakan, efek samping obat-obatan. Tanda-tandanya: sering terbangun saat tidur, tidak dapat tidur, kurang tidur, gelisah.

b. Gangguan makan dan minum.

Penyebab: nafsu makan menurun, lupa makan, rasa kecap berkurang. Tanda-tandanya: tidak merasakan nikmatnya makan dan minum (Wiarsih,1999). 3.5.4Gangguan Perilaku

a. Isolasi sosial.

Kehilangan tau ketakutan yang multiple/berlebih dapat menyebabkan isolasi sosial. Kehilangan/kedudukan yang berkepanjangan terutama setelah kehilangan pasangan hidup, anak, teman dekat membuat lansia menjadi enggan


(38)

berhubungan dengan orang lain. Tandanya: jarang melakukan kontak sosial, malas melakukan kegiatan rutinitas atau aktifitas sehari-hari.

b. Kurangnya perawatan diri.

Sakit kronik adalah salah satu aspek penyebab dari ketidakmampuan dalam merawat diri. Tanda-tandanya: tidak mampu memenuhi ebutuhan dasar, seperti: makan, BAB/BAK , mandi, dll (Wiarsih,1999).


(39)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual pada penelitian ini didasarkan pada teori yang diuraikan oleh Suliswati (2005) dimana peran keluarga sesuai dengan fungsi keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia agar lansia bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri, dapat menyesuiakan diri terhadap perubahan yang terjadi. Sehingga peran keluarga dalam kesehatan jiwa lansia sangat diperlukan.

Peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia:

1. Menciptakan lingkungan yang sehat bagi jiwa lansia 2. Mencintai, menghargai dan mempercayai lansia 3. Saling terbuka dan tidak diskriminasi

4. Memberi pujian bagi lansia

5. Menunjukkan empati serta memberi bantuan kepada lansia yang mengalami perubahan akibat proses menua

6. Mengajak lansia untuk membina hubungan dengan anggota masyarakat lainnya

7. Menyediakan waktu untuk kebersamaan dengan

Kesehatan Jiwa lansia


(40)

Skema 1. Kerangka konseptual peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo.

2. Definisi Konseptual

Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan (Friedman, 1998). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyrakat (Setiadi, 2008).

3. Definisi Operasional

Peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di Sidorejo adalah semua hal yang dilakukan oleh anggota keluarga seperti:

a. Untuk menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi lansia dilakukan dengan menciptakan lingkungan yang nyaman, aman dan harmonis serta mendukung kemampuan dan hobi lansia.

Lingkungan yang sehat jiwa juga berarti lingkungan yang mendukung lansia untuk memaksimalkan kemampuannya, serta lingkungan yang mencintai dan menghargai lansia dan membantu lansia dalam menghadapi proses penuaannya.


(41)

b. Mencintai, menghargai dan mempercayai lansia yaitu dengan cara memperhatikan dan menghargai kekuatan dan kemampuan lansia dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari serta berbicara dengan teratur pada lansia. Kemunduran yang dialami lansia membuat lansia menjadi rendah diri, untuk itu keluarga perlu memperhatikan dan menghargai kekuatan dan kemampuan lansia.

c. Saling terbuka dan tidak diskriminasi kepada lansia seperti menganggap lansia sebagai anggota keluarga yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anggota keluarga lainnya, dan membina komunikasi terbuka dengan lansia.

Tidak diskriminasi maksudnya tidak mengucilkan atau mengkotakkan lansia tetapi tetap mengaangap sebagai bagian integral dari satu anggota keluarga dan masyarakat yang hak dan kewajibannya dinilai atas dasar kemampuan dan kondisi secara keterbatasannya.

d. Memberi pujian kepada lansia, seperti ketika lansia melakukan pekerjaan dengan baik, dan menegur lansia dengan kata-kata yang baik dan sopan jika lansia melakukan kesalahan.

e. Menunjukkan empati serta memberi bantuan kepada lansia yang menglami perubahan akibat proses menua seperti mendengar keluhan lansia, mengajak lansia bercerita pengalaman masa lalunya, dan membantu lansia dalam mengatasi keterbatasnannya dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.


(42)

f. Mengajak lansia untuk membina hubungan dengan anggota masyarakat lainnya, seperti mendukung lansia untuk mengikuti kegiatan keagamaan dan sosial di masyarakat.

g. Menyediakan waktu untuk kebersamaan dengan lansia: seperti berekreasi dan mengajak lansia berkumpul dengan anggota keluarga lainnya.

Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari. Rekreasi pada lansia juga berguna untuk menjaga kondisi fisiknya supaya tetap sehat dan bersemangat.


(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif. Melalui metode ini peneliti ingin melihat gambaran dan tingkat peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo.

2. Populasi sampel dan teknik sampling 2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dari lansia yang tinggal di kelurahan Sidorejo. Dari hasil survey awal di kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung didapat jumlah populasi nya adalah 762 orang.

2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi. Jumlah sampel yang diambil 10-20% tergantung pada kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana. Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti mengambil 10% dari jumlah lansia yang ada di kelurahan Sidorejo sehingga diperoleh 76 orang.

2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling atau teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan teknik non probability sampling jenis convenience sampling yaitu subjek


(44)

yang dijadikan sampel karena kebetulan dijumpai ditempat dan waktu secara bersamaan pada saat pengumpulan data. Namun peneliti mempunyai kriteria tertentu dalam menetapkan subjek penelitian, adapun kriteria tersebut adalah: keluarga yang menjadi responden adalah keluarga yang tinggal serumah dan ikut merawat lansia, bersedia menjadi responden dan dapat berbahasa Indonesia.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di kelurahan Sidorejo. Dengan alasan peneliti memilih tempat ini karena kelurahan Sidorejo memiliki jumlah lansia yang cukup banyak. Dari pengamatan peneliti di kelurahan ini juga banyak lansia yang tidak bekerja dan hanya tinggal dirumah saja. Kelurahan ini juga terjangkau oleh peneliti dalam pengambilan sampel. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 16 Januari-17 Februari 2011.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti dinyatakan lulus dalam ujian proposal. Penelitian selanjutnya dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara selanjutnya mengirim surat permohonan untuk mendapat izin dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan. Srat izin dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan dikirim ke Kecamatan Medan Tembung, setelah mendapat izin dari Kecamatan Medan Tembung peneliti mengirimkan surat tersebut ke kelurahan Sidorejo.

Setelah mendapat izin dari lurah Sidorejo peneliti akan mengumpulkan data, lembar persetujuan akan diberikan kepada calon responden yang diteliti. Peneliti akan memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud,


(45)

tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilakukan kepada calon responden. Selanjutnya peneliti akan menanyakan kesediaan untuk menjadi responden.

5. Insrtumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner yang disusun dari tinjauan pustaka. Pada bagian awal instrument peneliti berisi data demografi responden yang meliputi umur, jenis kelamin, agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, hubungan kekerabatan dengan lansia. Instrumen kedua berisi kuesioner untuk mengukur peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia. Kuesioner ini dibuat sendiri oleh peneliti dan sebelum digunakan dikonsulkan dengan dosen pembimbing skripsi dan akan diuji validitas dan reabilitasnya terlebih dahulu.

Kuesioner ini terdiri dari 25 pernyataan dengan mengacu pada peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia yaitu menciptakan lingkungan yang sehat bagi jiwa lansia sebanyak 3 pertanyaan (1-3), mencintai menghargai dan mempercayai lansia sebanyak 4 pertanyaan (4-7), saling terbuka dan tidak diskriminasi sebanyak 4 pertanyaan (8-11), memberi pujian bagi lansia sebanyak 2 pertanyaan (12-13), menunjukkan empati serta memberi bantuan kepada lansia yang mengalami perubahan akibat proes menua sebanyak 7 pertanyaan (14-20), mengajak lansia untuk membina hubungan dengan anggota masyarkat lainnya sebanyak 3 pertanyaan (21-23), menyediakan waktu untuk kebersamaan dengan lansia: berekreasi dengan lansia sebanyak 2 pertanyaan (24-25). Jenis pertanyaan dalam instrumen yaitu pernyataan positif, dengan pilihan jawaban tidak pernah dilakukan, kadang-kadang dilakukan, dan selalu dilakukan.


(46)

Penilain peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia dilihat dari hasil skor yang didapat adalah tidak pernah dilakukan (Skor 1), kadang-kadang dilakukan (skor 2), dan selalu dilakukan (Skor 3). Total skor yang diperoleh terendah 1 dan tertinggi 75, semakin tinggi skor maka semakin baik peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia. Peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia dikategorikan berdasarkan rumus statistilk menurut Sudjana (1992), yaitu:

Rentang P =

Banyak kelas

Dimana P menyatakan panjang kelas dengan rentang 75 dan 3 kategori untuk peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia yaitu baik, cukup, dan kurang maka didapatkan panjang kelas sebesar 3. Maka kategori peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia adalah sebagia berikut: ≤25 adalah kurang, 26-50 adalah cukup, dan 51-75 adalah baik.

6. Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2006). Uji validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrument untuk mengukur apa yang diukur (Notoatmojo, 2005). Uji validitas isi telah dilakukan oleh Bapak Iwan Rusdi S,Kp.MNS dosen bagian keperawatan Gerontik USU. Dilakukan dengan cara mengajukan kuesioner dan proposal penelitian kepada penguji validitas


(47)

kemudian dikoreksi. Setelah dikoreksi pertanyaan yang tidak valid diganti sesuai dengan hasil diskusi dengan penguji validitas.

7. Uji Reliabilitas Instrumen

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Instrumen yang reliabel akan dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya atau benar sesuai kenyataannya sehingga walaupun data diambil berulang-ulang, hasilnya akan tetap sama. Uji reliabilitas dilakukan terhadap keseluruhan hasil penelitian yang sesuai dengan kriteria penelitian. Hasil yang didapatkan di analisa melalui program komputerisasi dengan menggunakan formula cronbach’s alpha pada setiap item kuesioner peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung yang diharapkan hasil koefisien lebih dari 0,70 (Polit & Hungler, 1995).

Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo kecamatan Medan Tembung terhadap 10 orang adalah 0,843. Jadi kuesioner yang digunakan sudah reliable.

8. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti menerima surat izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dari badan penelitian dan pengembangan kota Medan, dan kecamatan Medan Tembung dan kemudian permohonan izin penelitian yang diperoleh dan dikirim ke kelurahan Sidorejo. Pengambilan data


(48)

yang dilakukan peneliti adalah dengan cara mengunjungi rumah-rumah penduduk di kelurahan Sidorejo dan jika ada keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang sudah lansia, dan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti maka peneliti akan menjadikan keluarga tersebut sebagai responden.

9. Analisa Data.

Setelah semua data dikumpul, kemudian peneliti memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Dilanjutkan dengan analisa data melalui beberapa tahap yang dimulai dengan editing untuk memeriksa data, kemudian data yang sesuai diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data. Selanjutnya data diolah dengan program komputerisasi SPSS.

Pengolahan data dengan statistik deskriptif yang terdiri dari frekuensi dan persentase untuk melihat gambaran peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo kecamatan Medan Tembung. Data demografi ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase. Untuk melihat gambaran peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dan perentase. Untuk melihat tingkat peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia hail analisa data juga ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dan persentase, sebelumnya dicari skor total dari semua jawaban responden.


(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil penelitian

Pada bab ini dibahas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan selama satu bulan yaitu dari bulan 16 Januari-17 Februari 2011 dengan jumlah responden sebanyak 76 orang. Penyajian analisa data dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan deskripsi data demografi dan data peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo, Kecamatan Medan Tembung. Penyajian analisa data tersebut sekaligus memberikan gambaran dan menentukan tingkat peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di kelurahan Sidorejo, Kecamatan Medan Tembung.

1.1Data Demografi Responden

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden sebagian besar berusia usia 18-28 tahun, sebanyak 31 orang (40,8%), dengan usia minimum 19 tahun dan maksimum 54 tahun. Berdasarkan agama mayoritas responden beragama Islam sebanyak 56 orang (73,7%). Berdasarkan variasi suku bangsa responden terbanyak yaitu suku Batak sebanyak 37 orang (48,7 %). Berdasarkan pendidikan responden mayoritas bependidikan Sarjana 37 orang (48,7%). Berdasarkan pekerjaan responden mayoritas bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 25 orang (32,9%). Sebagian besar responden mempunyai penghasilan keluarga perbulan diatas Rp.1.000.000 – Rp.2.000.000 adal 39 orang (51,3%). Berdasarkan hubungan kekerabatan dengan lansia responden terbanyak adalah anak kandung


(50)

yaitu 55 orang (72,4%).Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden (n=76)

Karakteristik demografi Frekuensi Persentase

Usia

18-28 Tahun 31 40,8

29-38 Tahun 23 30,3

39-48 Tahun 19 25,0

49-59 Tahun 3 3,9

Agama

Islam 56 73,7

Kristen 18 23,7

Hindu 2 2,6

Suku

Melayu 5 6,6

Batak 37 48,7

Jawa 29 38,2

Minang 3 3,9

Dan lain-lain 2 2,6

Pendidikan

SD 5 6,6

SMP 3 3,9

SMA 27 35,5

Sarjana 37 48,7

Dan lain-lain 4 5,3

Pekerjaan

PNS 12 15,8

BUMN 3 3,9

Wiraswasta 25 32,9

Karyawan 11 14,5

Ibu Rumah Tangga 22 28,9

Dan lain-lain 3 3,9

Penghasilan keluarga

< Rp. 1.000.000 18 23,7

Rp. 1.000.000-2.000.0000 39 51,3

>Rp. 2.000.000 19 25,0

Hubungan kekerabatan dengan lansia

Anak kandung 55 72,4

Cucu 9 11,8

Menantu 8 10,5

Saudara 3 3,9

Keponakan 1 1,3


(51)

1.2.Gambaran Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Jiwa Lansia di kelurahan Sidorejo, Kecamatan Medan Tembung

1.2.1 Peran Keluarga dalam Menciptakan Lingkungan yang Sehat Jiwa Bagi Lansia

Penelitian yang dilakukan terhadap 76 orang responden keluarga lansia yang berada kelurahan Sidorejo, Kecamatan Medan Tembung yang menggambarkan peran keluarga dalam menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi lansia, tindakan yang paling sering dilakukan oleh keluarga adalah menciptakan lingkungan yang nyaman dan harmonis di rumah karena ada 69 orang (90,8%) yang menjawab selalu melaksanakan tindakan tersebut, dan tidak satu orang pun yang menjawab tidak pernah melakukan tindakan tersebut. Sementara peran yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mendukung lansia untuk mengembangkan hobinya yaitu hanya 44 orang (57,9%) yang melaksanakan tindakan tersebut.

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan presentase Peran Keluarga dalam Menciptakan Lingkungan yang Sehat Jiwa Bagi Lansia (n=76)

Pernyataan SL KK TD

n(%) n(%) n(%)

1.Keluarga menciptakan lingkungan 69(90,8) 7(9,2) 0 yang nyaman dan harmonis di rumah

2.Keluarga mendukung lansia dalam 44(57,9) 27(35,3) 5(6,6) mengembangkan hobinya

3.Keluarga menata ruangan di rumah dengan memperhatikan keamanan dan


(52)

1.2.2. Peran Keluarga dalam Mencintai, Menghargai dan Mempercayai lansia

Penelitian yang dilakukan terhadap 76 orang responden keluarga lansia yang berada dikelurahan Sidorejo, Kecamatan Medan Tembung yang menggambarkan peran keluarga dalam mencintai menghargai dan mempercayai lansia ada 63 responden (82,9%) yang selalu memperhatikan kemampuan lansia dalam melaksanankan aktivitas sehari-hari, tindakan ini yang paling sering dilakukan oleh keluarga. Sementara itu tindakan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah memberikan kepercayaan pada lansia untuk melakukan pekerjaan sehari-hari sesuai dengan kemampuannya seperti mencuci piring, membersihkan rumah dan halaman,memasak dan lain-lain yaitu hanya 32 orang (42,1%) yang mengatakan selalu melaksanakan tindakan tersebut.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga dalam Mencintai, Menghargai dan Mempercayai Lansia (n=76)

Pernyataan SL KK TD

n(%) n(%) n(%) 4. Saya memperhatikan kemampuan lansia 63(82,9) 11(14,5) 2(2,6) dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari

5. Saya mengucapkan terima kasih kepada 44(57,9) 29(38,2) 3(3,9) pekerjaan rumah

6. Saya berbicara dengan lansia secara 56(73,7) 19(25) 1(1,3) Teratur dengan kontak mata dan

sentuhan serta dengan suara yang jelas

7. Saya memberikan kepercayaaan 32(42,1) 34(44,7) 10(13,2) lansia untuk melakukan pekerjaan

sehari-hari sesuai dengan kemampuannya seperti mencuci piring,membersihkan rumah dan halaman, memasak dll


(53)

1.2.3 Peran Keluarga untuk Slaing Terbuka dan Tidak Diskriminasi pada Lansia

Penelitian yang dilakukan terhadap 76 orang responden keluarga lansia yang berada dikelurahan Sidorejo, Kecamatan Medan Tembung yang menggambarkan peran keluarga untuk saling terbuka dan tidak diskriminasi pada lansia, tindakan yang paling sering dilakukan oleh keluarga adalah menganggap lansia sebagai anggota keluarga yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anggota keluarga lainnya yaitu ada 68 orang (89,5%) yang selalu melaksanakan tindakan tersebut. Tindakan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mendukung lansia berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat sesuai dengan keinginan dan kemampuannya yaitu hanya 55 orang (58,7%) yang menjawab selalu melaksanakan tindakan tersebut

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga untuk Saling Terbuka dan Tidak Diskriminasi pada Lansia (n=76)

Pernyataan SL KK TD

n(%) n(%) n(%) 8. Keluarga menganggap lansia sebagai 68(89,5) 7(9,2) 1(1,3) anggota keluarga yang mempunyai hak

dan kewajibanyang sama dengan anggota keluarga lainnya

9. Keluarga mendukung lansia berpatisipasi 55(58,7) 19(25) 2(2,6) dalam kegiatan di masyarakat sesuai

keinginan dan kemampuannya

10. Keluarga melibatkan lansia dalam 61(80,3) 15(19,7) 0 acara keluarga

11. Keluarga membina komunikasi saling 62(81,6) 14(18,4) 0 terbuka dengan lansia dalam keluarga


(54)

1.2.4 Peran Keluarga dalam Memberi Pujian pada Lansia

Penelitian yang dilakukan terhadap 76 orang responden keluarga lansia yang berada dikelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung yang menggambarkan peran keluarga dalam memberi pujian pada lansia ada 66 orang (86,8%) yang selalu menegur lansia dengan kata-kata yang baik dan sopan jika lansia melakukan kesalahan dan ada 40 orang (52,6%) yang memberikan pujian pada lansia ketika lansia melakukan pekerjaan dengan baik.

Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga dalam Memberi Pujian pada Lansia (N=76)

Pernyataan SL KK TD

n(%) n(%) n(%) 12. Keluarga memberi pujian pada 40(52,6) 33(43,4) 3(3,9) lansia Jika lansia melakukan pekerjaan

dengan baik

13. Jika lansia melakukan kesalahan 66(86,8) 7(9,2) 3(3,9) keluarga menegurnya dengan kata-kata

yang baik dan sopan

1.2.5 Peran Keluarga dalam Menunjukan Empati serta Memberi Bantuan kepada Lansia yang Mengalami Perubahan Akibat Proses Menua

Penelitian yang dilakukan terhadap 76 orang responden keluarga lansia yang berada dikelurahan Sidorejo kecamatan Medan Tembung yang menggambarkan peran keluarga dalam menunjukan empati serta memberi bantuan kepada lansia yang mengalami perubahan akibat proses menua, yaitu tindakan yang paling banyak dilakukan oleh jika lansia mengeluh sakit keluarga akan


(55)

membawa lansia ke pelayanan kesehatan terdekat dengan segera yaitu ada 70 orang (92,1%) yang selalu melaksanakan tindakan tersebut, sementara itu tindakan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mengusahakan membuat jadwal harian yang tetap, misalnya waktu untuk makan, mandi, istirahat dll yaitu hanya 19 orang (25, %) yang mengatakan selalu melaksanakan tindakan tersebut.

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga dalam Menunjukan empati serta member bantuan kepada lansia yang mengalami perubahan akibat proses menua (n=76)

Pernyataan SL KK TD

14. Keluarga mendengar keluhan-keluhan 60(78,9) 16(21,1) 0 lansia dengan penuh perhatian

15. Keluarga mengajak lansia untuk 36(39,1) 39(51,3) 1(1,3) menceritakan pengalaman masa lalunya

yang mengesankan dirinya

16.Keluarga membantu menyiapkan 39(51,3) 32(42,1) 5(6,6) makanan dan minuman yang

meningkatkan selera makan lansia

17. Jika lansia membutuhan bantuan 60(78,9) 14(18,4) 2(2,6) dalam melakukan perawatan diri,

misalnya makan,mandi, berdandan dsb keluarga akan bersedia membantu

18. Keluarga membuat jadwal 19(25) 36(47,4) 21(27,6) Harian yang tetap, misalnya waktu

untuk makan, mandi,istirahat dll

19. Keluarga membantu lansia 29(38,2) 30(39,5) 17(22,4) mengingat waktu dan tanggal dengan

memasang jam dinding dan kelender dengan tulisan yang jelas dan benar

20. Jika lansia mengeluh sakit leluarga 70(92,1) 5(6,6) 1(1,3) akan membawa lansia ke pelayanan


(56)

1.2.5 Peran Keluarga dalam Mengajak Lansia untuk Membina Hubungan dengan Anggota Masyarakat lainnya

Penelitian yang dilakukan terhadap 76 orang responden keluarga lansia yang berada dikelurahan Sidorejo kecamatan Medan Tembung yang menggambarkan peran keluarga dalam mengajak lansia untuk membina hubungan dengan anggota masyarakat lainnya, tindakan yang paling sering dilakukan oleh keluarga adalah mendukung lansia untuk mengikuti kegiatan keagamaan yaitu ada 73 orang (96,1%) yang mengatakan selalu melaksanakan tindakan tersebut, dan tindakan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah menganjurkan lansia mengikuti kegiatan perkumpulan lansia seperti posyandu lansia, senam lansia dan kegiatan lansia lainnya yaitu hanya 29 orang (38,2%) yang mengatakan selalu melaksanakan tindakan tersebut.

Tabel 7. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga ddalam mengajak lansia untuk membina hubungan dengan anggota masyarakat lainnya (n=76)

Pernyataan SL KK TD

n(%) n(%) n(%)

21. Keluarga mendukung lansia untuk 73(96,1) 3(3,9) 0 mengikuti kegiatan keagamaan

22. Keluarga mengajak lansia untuk 29(38,2) 45(59,2) 2(2,6) menghadiri undangan acara pernikahan,

syukuran, dll dilingkungan masyarakat

23. Keluarga menganjurkan lansia 46(60,5) 16(21,1) 14(18,4) mengikuti kegiatan perkumpulan lansia

seperti posyandulansia, senam lansia dan kegiatan lainnya


(57)

1.2.6 Peran Keluarga dalam Menyediakan Waktu untuk Kebersamaan dengan Lansia: berekreasi dengan lansia

Penelitian yang dilakukan terhadap 76 orang responden keluarga lansia yang berada dikelurahan Sidorejo kecamatan Medan Tembung yang menggambarkan peran keluarga dalam menyediakan waktu untuk kebersamaan dengan lansia: berekreasi dengan lansia yaitu tindakan yang paling sering dilakukan oleh keluarga adalah keluarga meluangkan waktu untuk berkumpul dengan lansia dan anggota keluarga lainnya ada 50 orang (65,8%) yang mengatakan selalu melakukan tindakan tersebut. Tindakan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mengajak lansia untuk rekreasi atau jalan-jalan yaitu hanya 20 orang (26,3%) yang mengatakan selalu melaksanakan tindakan tersebut.

Tabel 8. Distribusi frekuensi dan persentase Peran Keluarga dalam Menyediakan Waktu untuk Kebersamaan dengan Lansia: berekreasi dengan lansia (n=76)

Pernyataan SL KK TD

n(%) n(%) n(%) 24. keluarga meluangkan waktu untuk 50(65,8) 26(34,2) 0 berkumpul dengan lansia dan anggota

keluarga lainnya

25. Keluarga mengajak lansia untuk 20(26,3) 45(59,2) 11(14,5) rekreasi atau jalan-jalan

1.3 Tingkat Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Jiwa Lansia

Hasil penelitian dari 76 responden didapat 59 orang (77,6%)yang mempunyai peran yang baik dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia, dan


(58)

hanya 17 orang (22,4%) yang mempunyai peran yang cukup dalam meningkatkan kesehatan jiwa, sementara itu tidak ada satu responden pun yang kurang berperan dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia terbukti tidak ada responden yang mempunyai skor total kecil dari 25. Untuk itu dapat disimpulkan peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia dikelurahan Sidorejo kecamatan Medan Tembung adalah baik.

Tabel 9. Distribusi frekuensi dan persentase tingkat peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia (n=76)

Pernyataan frekuensi persentase(%)

1. Peran kurang (skor total <25) 0 0 2. Peran cukup (skor total 26-50) 17 22,4 3. Peran baik (skor total 51-75) 59 77,6

2. Pembahasan

2.1Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Jiwa Lansia

2.1.1 Peran Keluarga dalam Menciptakan Lingkungan yang Sehat Jiwa Bagi Lansia

Hasil penelitian didapatkan sebagian responden mengunakan peran keluarga yang menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi lansia. Tindakan yang paling sering dilakukan oleh keluarga adalah menciptakan lingkungan yang nyaman dan harmonis di rumah karena ada 69 orang (90,8%) yang menjawab selalu melaksanakan tindakan tersebut, dan tidak satu orang pun yang menjawab tidak pernah melakukan tindakan tersebut. Keluarga adalah masyarakat terdekat dengan lansia yang selalu berada di rumah dengan lansia (Stanley, 2006), yang


(59)

memiliki fungsi cinta dan kasih didalam keluarga, dan mempunyai kewajiban untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dirumah (Suprajitno, 2004).

Dari hasil penelitian juga menunjukkan sebagian besar responden yaitu 55 orang (72,4%) merupakan anak kandung dari lansia yang mencintai orang tuanya dan selalu berusaha menciptakan lingkungan yang nyaman dan harmonis dirumah. Hasil studi Tachman yang dikutip dalam (Adi 1999) terhadap perawatan orang lansia menunjukkan bahwa tempat yang baik bagi orang lansia adalah tempat tinggalnya sendiri dengan anggota keluarga lainnya. Perawatan yang dilakukan oleh anak sendiri diduga lebih memberikan rasa nyaman dan aman, karena mereka lebih toleran terhadapnya dibandingkan kerabat atau orang lain. Ini menunjukkan bahwa sistem nilai budaya yang menjunjung tinggi pengabdian terhadap orang tua, masih ada di masyarakat Indonesia.

Sementara peran yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mendukung lansia untuk mengembangkan hobinya yaitu hanya 44 orang (57,9%) yang melaksanakan tindakan tersebut. Disini peneliti berpendapat bahwa keluarga membatasi kegiatan lansia dan menganjurkan lansia untuk tidak banyak melakukan kegiatan diluar rumah, hal ini terkait dengan budaya dimasyarakat yang masih beranggapan bahwa lansia cukup banyak istirahat dirumah saja dan ditambah lagi mayoritas responden bekerja sehingga tidak cukup waktu untuk selalu memperhatikan kemampuan yang dimiliki lansia.


(60)

2.1.2 Peran Keluarga dalam mencintai menghargai dan mempercayai lansia

Hasil penelitian menunnjukkan bahwa responden juga menggunakan peran keluarga dalam mencintai menghargai dan mempercayai lansia. Ada 63 responden (82,9%) yang selalu memperhatikan kemampuan lansia dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari, tindakan ini yang paling sering dilakukan oleh keluarga, dan tindakan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah memberikan kepercayaan pada lansia untuk melakukan pekerjaan sehari-hari sesuai dengan kemampuannya seperti mencuci piring, membersihkan rumah dan halaman, termasuk memasak dan lain-lain. Menurut peneliti hal ini dikarenakan budaya di dalam masyarakat yang menganggap bahwa lansia dibatasi untuk bekerja karena kemampuannya yang sudah menurun, lansia cukup istirahat saja dirumah.

2.1.3 Peran Keluarga untuk Saling Terbuka dan Tidak Diskriminasi pada Lansia

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden menggunakan peran keluarga untuk saling terbuka dan tidak diskriminasi pada lansia dengan baik. Tindakan yang paling sering dilakukan oleh keluarga adalah menganggap lansia sebagia anggota keluarga yang mempunyai hak dan kewajiban yang dsama dengan anggota keluarga lainnya yaitu ada 68 orang (89,5%) yang selalu melaksanakan tindakan tersebut. Hal ini terkait juga dengan sebagian besar responden adalah bersuku Batak, yang merupakan salah satu suku yang mempunyai tingkat solidaritas yang tinggi, memiliki rasa persaudaraan yang kuat dan sangat menghargai orang tua. Lansia juga merupakan kelompok sosial yang dihormati dan dihargai. Sikap dan


(61)

perlakuan terhadap lansia dinyatakan secara simbolik dalam upacara adat, perkawinan, maupun dalam acara keluarga (Swasono, 1989).

Tindakan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mendukung lansia berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat sesuai keinginan dan kemampuannya yaitu hanya 55 orang (72,4%) yang menjawab selalu melaksanakan tindakan tersebut. Menurut peneliti hal ini dikarenakan budaya didalam masyarakat yang membatasi lansia untuk bekerja diluar rumah, banyak orang yang beranggapan bahwa untuk membuktikan bakti kepada orang tua yaitu dengan memberinya kesenangan dihari tua dengan tidak memperbolehkan lansia untuk bekerja, cukup istirahat dirumah saja. Selain itu juga masih sedikitnya peluang kerja yang layak untuk lansia, dan masih sedikit program pemerintah yang bertujuan untuk membantu lansia potensial dimasyarakat (Nugroho, 2000).

2.1.4Peran Keluarga dalam Memberi Pujian pada Lansia

Dari hasil penelitian didapatkan responden menggunakan peran keluarga dalam memberi pujian pada lansia dengan baik, hal ini terlihat ada 66 orang (86,8%) responden yang selalu menegur lansia dengan kata-kata yang baik dan sopan jika lansia melakukan kesalahan, dan ada 40 orang (52,6%) yang selalu memberi pujian pada lansia jika lansia melakukan pekerjaan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiarsih (1999) bahwa memberi pujian pada lansia atas perbuatan baik yang telah dilakukannya dapat meningkatkan harga diri lansia. Sebaliknya memberi hukuman pada lansia membuat lansia merasa rendah diri, merasa tak dihargai dan berlanjut ke stress seterusnya depresi.


(62)

Disini peneliti melihat bahwa sebagian besar responden juga beragama Islam yaitu 56 orang (73,7%) seperti di dalam kitab suci Al-quran surat Al-Isra ayat 23 yang artinya “ hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” Dengan tegas telah diatur dalam kitab suci Al-quran bahwa merupakan kewajiban untuk berkata baik kepada orang tua dan merupakan dosa besar berkata kasar dan melukai perasaan orang tua apalagi sampai melawan dan durhaka kepada orang tua yang sudah berusia lanjut.

2.1.5 Peran Keluarga dalam Menunjukan Empati serta Memberi Bantuan kepada Lansia yang Mengalami Perubahan Akibat Proses Menua

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden menggunakan peran keluarga dalam menunjukan empati serta memberi bantuan kepada lansia yang mengalami perubahan akibat proses menua dengan baik tindakan yang paling banyak dilakukan oleh keluarga adalah jika lansia mengeluh sakit keluarga akan membawa lansia ke perlayanan kesehtan dengan segera yaitu ada 70 orang (92,1%) yang selalu melaksanakan tindakan tersebut.

Disini peneliti melihat bahwa keluarga sudah semakin paham akan kebutuhan lansia dan proses penurunan kemampuan akibat bertambahnya usia, hal


(63)

ini terkait dengan mayoritas resposden berpendidikan sarjana atau sedang kuliah di perguruan tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Muzaham (1995) yang menyatakan bahwa pendidikan formal pada dasarnya akan memberikan kemampuan pada seseorang untuk berpikir rasional dan objektif dalam menghadapi masalah hidup dan akan berdampak timbulnya suatu proses pengembangan dan pematangan pribadi. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan semakin tinggi tingkat pengetahuannya.

Sementara itu tindakan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mengusahakan membuat jadwal harian yang tetap, misalnya waktu untuk makan, mandi, istirahat dan lain-lain yaitu hanya 19 orang (25%) yang mengatakan selalu melaksanakan tindakan tersebut. Menurut asumsi peneliti bahwa keluarga tidak terlalu memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh lansia dirumah dan tidak berusaha untuk mengaturnya, karena banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar dihari tuanya sehingga mereka cenderung melakukan aktifitas dan tidak tergantung kepada orang lain atau keluarganya.

2.1.6 Peran Keluarga dalam Mengajak Lansia untuk Membina Hubungan dengan Anggota Masyarakat lainnya

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan keluarga melaksanakan peran keluarga dalam mengajak lansia untuk membina hubungan dengan anggota masyarakat lainnya dengan baik. Tindakan yang paling sering dilakukan oleh keluarga adalah mendukung lansia untuk mengikuti kegiatan keagamaan yaitu ada 73 orang (96,1%) yang mengatakan selalu melaksanakan tindakan tersebut. Disini


(1)

f13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 3 3.9 3.9 3.9

kadang-kadang 7 9.2 9.2 13.2

selalu dilakukan 66 86.8 86.8 100.0

Total 76 100.0 100.0

f14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kadang-kadang 16 21.1 21.1 21.1

selalu dilakukan 60 78.9 78.9 100.0

Total 76 100.0 100.0

f15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 1 1.3 1.3 1.3

kadang-kadang 39 51.3 51.3 52.6

selalu dilakukan 36 47.4 47.4 100.0

Total 76 100.0 100.0

f16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 5 6.6 6.6 6.6

kadang-kadang 32 42.1 42.1 48.7

selalu dilakukan 39 51.3 51.3 100.0

Total 76 100.0 100.0

f17

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 2 2.6 2.6 2.6

kadang-kadang 14 18.4 18.4 21.1

selalu dilakukan 60 78.9 78.9 100.0


(2)

f18

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 21 27.6 27.6 27.6

kadang-kadang 36 47.4 47.4 75.0

selalu dilakukan 19 25.0 25.0 100.0

Total 76 100.0 100.0

f19

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 17 22.4 22.4 22.4

kadang-kadang 30 39.5 39.5 61.8

selalu dilakukan 29 38.2 38.2 100.0

Total 76 100.0 100.0

f20

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 1 1.3 1.3 1.3

kadang-kadang 5 6.6 6.6 7.9

selalu dilakukan 70 92.1 92.1 100.0

Total 76 100.0 100.0

f21

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kadang-kadang 3 3.9 3.9 3.9

selalu dilakukan 73 96.1 96.1 100.0

Total 76 100.0 100.0

f22

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 2 2.6 2.6 2.6

kadang-kadang 45 59.2 59.2 61.8

selalu dilakukan 29 38.2 38.2 100.0


(3)

f23

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 14 18.4 18.4 18.4

kadang-kadang 16 21.1 21.1 39.5

selalu dilakukan 46 60.5 60.5 100.0

Total 76 100.0 100.0

f24

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kadang-kadang 26 34.2 34.2 34.2

selalu dilakukan 50 65.8 65.8 100.0

Total 76 100.0 100.0

f25

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak dilakukan 11 14.5 14.5 14.5

kadang-kadang 45 59.2 59.2 73.7

selalu dilakukan 20 26.3 26.3 100.0


(4)

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

f1 76 2.00 3.00 2.9079 .29110

f2 76 1.00 3.00 2.5132 .62168

f3 76 1.00 3.00 2.8158 .42302

f4 76 1.00 3.00 2.8026 .46245

f5 76 1.00 3.00 2.5395 .57598

f6 76 1.00 3.00 2.7237 .47885

f7 76 1.00 3.00 2.2895 .68927

f8 76 1.00 3.00 2.8816 .36395

f9 76 1.00 3.00 2.6974 .51691

f10 76 2.00 3.00 2.8026 .40066

f11 76 2.00 3.00 2.8158 .39023

f12 76 1.00 3.00 2.4868 .57720

f13 76 1.00 3.00 2.8289 .47295

f14 76 2.00 3.00 2.7895 .41039

f15 76 1.00 3.00 2.4605 .52766

f16 76 1.00 3.00 2.4474 .61956

f17 76 1.00 3.00 2.7632 .48630

f18 76 1.00 3.00 1.9737 .72982

f19 76 1.00 3.00 2.1579 .76686

f20 76 1.00 3.00 2.9079 .33377

f21 76 2.00 3.00 2.9605 .19601

f22 76 1.00 3.00 2.3553 .53426

f23 76 1.00 3.00 2.4211 .78762

f24 76 2.00 3.00 2.6579 .47757

f25 76 1.00 3.00 2.1184 .63176

Valid N (listwise) 76

Frequencies

Statistics

Tingkatperan

N Valid 76

Missing 0

Mean 2.7763

Median 3.0000

Mode 3.00

Std. Deviation .41948

Variance .176


(5)

Tingkatperan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid peran cukup 17 22.4 22.4 22.4

peran baik 59 77.6 77.6 100.0


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Silvia Fithriyani

Tempat/Tanggal Lahir

: Kerinci, 30 April 1989

Agama

: Islam

Alamat

: Jln. Jamin Ginting. Padang Bulan. Gang Golf 4A

Riwayat Pendidikan

:

1.

SDN 107/III Dusun Baru (1995-2001)

2.

SLTPN 1 Keliling Danau (2001-2004)

3.

SMAN 1 Keliling Danau (2004-2007)

4.

S1 Keperawatan USU (2007- )