Komunikasi Kelompok Kecil Dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun)

(1)

KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL DAN MOTIVASI KERJA

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil

terhadap Motivasi Kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang

Medan Maimun)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

SORAYA HARTINA

100922034

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya

terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

\

Soraya Hartina 100922034


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Soraya Hartina

NIM : 100922034

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL DAN

MOTIVASI KERJA (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji :

Penguji :

Penguji Utama :


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, sebab hanya karena ridho, rahmat, hidayah-Nya lah, peneliti mampu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi syarat memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak menghadapi kesulitan namun peneliti bersyukur dan berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan dukungan serta bantuan. Maka, dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua tercinta, Karlina dan Hamdani terima kasih untuk doa, cinta, dan kasih sayang, serta kedua abang Ben Hardi dan Asept Setiaji yang menjadi bagian dalam keluarga.

2. Ibu Dra. Rusni, M.A selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan berbagi ilmu yang sangat berharga.

3. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.

4. Seluruh Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun yang telah bersedia dalam mengisi kuesioner penelitian.

5. Kak Hanim yang telah membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi. 6. Teman-teman ekstensi komunikasi 2010.

7. Rizki Akbar yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat untuk terus mendorong peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya tulisan ini belum mencapai kesempurnaan, Peneliti bersedia untuk diberikan saran maupun kritik yang bertujuan membangun penelitian agar lebih baik lagi. Terima kasih.

Medan,


(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Soraya Hartina

NIM : 100922034

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-Ekslusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL DAN MOTIVASI KERJA (Studi korelasional tentang pengaruh komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun).

Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmediakan/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan 3 Juli 2013


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Kelompok Kecil dan Motivasi Kerja. Sebuah studi korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Metode yang digunakan adalah metode korelasional yakni untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, seberapa erat hubungan dan berarti tidaknya hubungan antara komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun yang berjumlah 25 orang. Dalam pengambilan sampel digunakan rumus Arikunto yang mana apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan total sampling, artinya keseluruhan populasi dijadikan sampel yang berjumlah 25 orang. Adapun teknik pengumpulan dara menggunakan Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research) dengan instrumen kuesioner, wawancara dan observasi. Teknik analisa data yang digunakandalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Orde Correlation Coeficien) oleh Spearman. perhitungan menggunakan piranti lunak Statistical Product and System Solution

(SPSS) versi 13.0, dan menggunakan skala Guilford. Untuk menguji tingkat signifikasi pengaruh variabel X terhadap variabel Y, serta untuk mengetahui besar kuatnya kekuatan pengaruh variabel X terhadap variabel Y juga menggunakan piranti lunak SPSS versi 13.0. Hasil penelitian menunjukkan bahawa, terdapat hubungan positif dan signifikansi antara Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun.


(7)

DAFTAR ISI HALAMAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah I.2 Pembatasan Masalah I.3 Rumusan Masalah I.4 Tujuan Penelitian I.5 Manfaat Penelitian BAB II URAIAN TEORITIS

II.1 Kerangka Teori

II.1.1 Komunikasi Organisasi

II.1.2 Format Interaksi Komunikasi Organisasi II.1.3 Komunikasi Kelompok Kecil

II.1.4 Motivasi Kerja II.2 Kerangka Konsep II.3 Variabel Penelitian II.4 Devenisi Operasional II.5 Hipotesis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

III.1.1 Sejarah Berdirinya Tupperware

III.1.2 Visi, Misi, dan Nilai Utama Tupperware III.1.3 Struktur Organisasi Tupperware

III.1.4 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tupperware III.2 Metodologi Penelitian

III.2.1 Lokasi Penelitian III.3 Populasi dan Sampel III.4 Teknik Pengumpulan Data III.5 Teknik Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisis Tabel Tunggal


(8)

IV.2 Analisis Tabel Silang IV.3 Analisis Korelasional IV.4 Uji Hipotesis

IV.5 Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan

V.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Lembar Catatan Bimbingan Skripsi 2. Kuesioner Penelitian

3. Tabel Front Cobol

4. Tabel Data Mentah Kegiatan Komunikasi Kelompok Kecil (X) dan Motivasi Kerja (Y)

5. Surat Izin Penelitian 6. Surat Balasan Penelitian 7. Biodata Penulis


(9)

DAFTAR TABEL 1 Jenis Kelamin

2 Usia

3 Pendidikan 4 Lama Bekerja

5 Pertemuan Antara Sesama Karyawan yang dilaksanakan oleh PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun

6 Frekuensi Pertemuan Ramah Tama h

7 Intensitas Keikutsertaan dalam Pertemuan Ramah Tamah

8 Pertemuan Ramah Tamah Membantu Kedekatan Antara Karyawan 9 Personaliti Kelompok Kerja diantara Masing-masing Kelompok 10 Hubungan Antara reka kerja didalam kelompok

11 Kesediaan Rekan Kerja dalam Menyelesaikan Masalah Pekerjaan 12 Komitmen terhadap Tugas

13 Jumlah Anggota Kelompok dalam Melaksanakan Pekerjaan

14 Pemagian Kelompok Kerja di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun

15 Norma Kelompok Sesama Anggota

16 Rasa Saling Tergantung dalam Menyelesaikan Pekerjaan 17 Hubungan Kerja dengan Rekan Kerja

18 Keterlibatan dalam Proses Pengambilan Keputusan 19 Pemahaman tentang Tujuan Perusahaan

20 Instruksi dan Informasi yang diterima 21 Penghargaan atas Hasil Kerja


(10)

23 Promosi Jabatan bagi Karyawan yang Berprestasi 24 Pujian dan Motivasi dari Pemimpin

25 Kesempatan Pelatihan dan Pengembangan Diri 26 Kesempatan dalam Mengembangkan Karir 27 Perolehan Imbalan

28 Hubungan antara Rekan Kerja di dalam kelompok terhadao Penghargaan atas Hasil Kerja

29 Hubungan Komitmen terhadap Tugas dalam Perolehan Imbalan

30 Korelasi antara Hubungan kerja didalam kelompok terhadap Penghargaan terhadap Hasil Kerja


(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Proses Motivasi Individu 2 Jenjang Kebutuhan Maslow


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Kelompok Kecil dan Motivasi Kerja. Sebuah studi korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Metode yang digunakan adalah metode korelasional yakni untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, seberapa erat hubungan dan berarti tidaknya hubungan antara komunikasi kelompok kecil terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun yang berjumlah 25 orang. Dalam pengambilan sampel digunakan rumus Arikunto yang mana apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan total sampling, artinya keseluruhan populasi dijadikan sampel yang berjumlah 25 orang. Adapun teknik pengumpulan dara menggunakan Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research) dengan instrumen kuesioner, wawancara dan observasi. Teknik analisa data yang digunakandalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Orde Correlation Coeficien) oleh Spearman. perhitungan menggunakan piranti lunak Statistical Product and System Solution

(SPSS) versi 13.0, dan menggunakan skala Guilford. Untuk menguji tingkat signifikasi pengaruh variabel X terhadap variabel Y, serta untuk mengetahui besar kuatnya kekuatan pengaruh variabel X terhadap variabel Y juga menggunakan piranti lunak SPSS versi 13.0. Hasil penelitian menunjukkan bahawa, terdapat hubungan positif dan signifikansi antara Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia sehari-hari. Artinya, memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri, begitu juga halnya bagi suatu organisasi. Dalam mencapai suatu organisasi yang efektif, salah satu faktor penentu dan sangat diperlukan adalah proses komunikasi. Proses komunikasi tersebut bertujuan untuk mengubah sikap, mengubah opini/pandangan, mengubah prilaku, dan mengubah masyarakat (Purba, 2006:37).

Proses komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan antara manusia baik secara kelompok/lembaga maupun secara individual dari suatu pihak kepada pihak lain. Dalam proses penyampaian pesan terebut juga mengandung arti adanya pembagian pesan (sharing of information) yang cenderung mengarah kepencapaian titik tertentu sampai disepakatinya makna suatu pesan antar pihak-pihak yang terlibat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi itu merupakan proses penyampaian pesan yang berupa lambang-lambang yang bermakna yang disampaikan oleh komunikator dan ditujukan kepada komunikan sebagai sasaran kamunikasi.

Komunikasi penting dalam suatu organisasi, hal ini sering dilontarkan oleh mereka yang concern terhadap fenomena komunikasi maupun mereka yang tertarik pada gejala-gejala komunikasi keorganisasian. Dalam kenyataan masalah-masalah


(14)

bahkan boleh dikatakan organisasi tanpa komunikasi ibarat sebuah sepeda motor yang di dalamnya terdapat rangkaian alat-alat otomotif yang terpaksa tidak berfungsi karena tidak adanya aliran fungsi antar satu bagian dengan bagian yang lain. Menuru Condrad terdapat 3 (tiga) fungsi komunikasi organisasi, yaitu sebagai berikut:

1. Fungsi komando - Ada dua tipe komunikasi yang membentuk fungsi komando, yaitu;

a. Pengarahan atau direction yang terlaksana melalui instruksi dan publikasi. Fungsi pengarahan dalam bentuk persuasif dan pengaruh. b. Feed Back (fungsi umpan balik) yang menunjukkan siapa yang

sudah mengikuti apa yang diperintahkan.

2. Fungsi relasi – Komunikasi organisasi juga bertujuan untuk memenuhi fungsi relasional. Tujuannya menciptakan relasi kerja bagi pengikatan produksi organisasi.

3. Funsi mengelola suasana yang tidak pasti – Komunikasi organisasi berfungsi mendorong para pegawai untuk memilih keputusan yang komplikatif dalam organisasi (dalam Liliweri, 2004: 67)

Di dalam suatu kelompok/organisasi selalu ada pemimpin kelompok yaitu orang yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku dan keyakinan kelompok. Seorang pemimpin tugas mengarahkan diri pada tercapainya tujuan kelompok. Seorang pemimpin sosial berusaha mempertahankan keselarasan dan semangat kelompok agar tetap tinggi. Orang yang menjadi pemimpin cenderung memiliki keunggulan dalam kemampuan-kemampuan yang membantu kelompok mencapai tujuannya, terampil sosial atau sangat termotivasi untuk menjadi pemimpin menurut model kontigensi Fielder, keberhasilan seorang pemimpin tergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan (berorientasi tugas atau berorientasi hubungan) dengan sifat situasi (Sears, 1985:143).

Setiap organisasi terdiri dari pemimpin dan anggota karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah


(15)

atau komunikasi timbal balik yang bertujuan untuk menciptakan saling pengertian dan dukungan bagi tercapainya sebuah tujuan organisasi. Diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi menyelesaikan tugas bersama dengan orang lain secara kooperatif, membina keutuhan dan kekompakan kelompok, tidak mendikte atau mendominasi kelompok, dan mau menerima pendapat orang lain. Hubungan yang terjadi dalam organisasi/kelompok merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan. Dalam mencapai hubungan tersebut, masing-masing individu tersebut membentuk sebuah kelompok atau di dalam organisasi, kelompok-kelompok dibentuk berdasarkan pembaian kerja yang sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Mulyana, 2005:74). Pada hakekatnya kelompok terdiri dari dua atau lebih individu yang saling bergantung dan berinteraksi antara satu dengan lain dan dengan tujuan menjalankan suatu aktivitas untuk mencapai tujuan dari kesepakatan. Dengan defenisi itu, kelompok sangat berbeda prinsipnya dengan kumpulan individu yang menyaksikan pertandingan sepak bola atau yang sedang menunggu bis di halte, karena kedua kumpulan individu tersebut tidak mempunyai tujuan, tidak berinteraksi dan tidak mempunyai sasaran (Lubis, 2007:112).

Suatu survey yang dilakukan oleh harver Business Review, menemukan bahwa komposisi yang terdiri dari 5 orang, paling efektif dalam tugas-tugas intelektual, analisis, dan informasi penilaian, dan pembuatan keputusan berkenaan dengan tindakan administratif yang tepat (dalam Muhammad, 2007:186). Perwujudan kelompok di dalam organisasi disebabkan oleh beberapa masalah termasuk untuk menyempurnakan tugas, menyelesaikan masalah yang bersifat


(16)

atasan. Kelompok juga terwujud atas sebab-sebab sosial, yaitu keinginan untuk bergaul dengan setiap anggota di dalam kepentingan status dan kekuasaan, dan untuk kepuasan diri apabila berada di dalam ruang lingkup kelompok tersebut (Lubis, 2007:112).

Dalam kelompok sendiri, ada beberapa kata kunci yang penting untuk dipegang dalam memahami bagaimana sebuah kelompok bekerja, diantaranya adalah status, peranan, kekohesifan, ukuran, dan norma. Selain dihadapkan pada ragam status dan peranan yang berbeda, sebuah kelompok secara praktis menumbuhkan norma-norma tertentu sebagai jaringan pengikat yang menjaga kohesifitas sebuah kelompok, dengan ukuran-ukuran tertentu sebagai nilainya (Robbins, 2001:362).

Michael Burgoon mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat (dalam Wiryanto, 2005:56). Menurut Effendi (1993:75), komunikasi kelompok (group communication) berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Kedua defenisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki sususan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. Sekelompok orang yang menjadi komunikan dalam jumlah sedikit disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication), sedangkan jika jumlahnya banyak dinamakan komunikasi kelompok besar (large group communication).

Dengan adanya komunikasi kelompok, setiap individu atau kelompok bukan saja dapat berinteraksi, memahami dan bertukar-tukar pesan antar satu dengan lainnya, tetapi juga dapat mewujudkan kerjasama yang berkesinambungan dikalangan anggota kelompok. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain dalam sebuah kelompok, setiap anggota kelompok itu harus ikut serta


(17)

dalam kegiatan mempengaruhi dan dipengaruhi. Semangat timbal balik ini merupakan hal penting bagi integritas suatu kelompok kecil.

PT Tupperware merupakan salah satu perusahaan yang melibatkan kelompok untuk mencapai tujuan perusahaan melalui kelompok tugas/kerja sesuai dengan pembagian tugas setiap anggota kelompok. Dalam berorganisasi, komunikasi kelompok dapat menghasilkan informasi dan pengetahuan yang lebih lengkap. Dan berangkat dari situ pulalah, maka komunikasi kelompok amat penting peranannya dalam konteks organisasi, agar tidak terjadi ketunggalan arah komando yang sifatnya diktatrian dan absolute, yang kemudian menihilkan hakikat berorganisasi itu sendiri. Adanya pengarahan yang terlaksana melalui instruksi atasan dan pemberian feedback dari bawahan, merupakan bentuk fungsi komando dalam kelompok kerja PT Tupperware. Dalam kelompok ini juga tercipta suasana komunikasi yang interaktif antar sesama anggotanya, seperti dalam hal pemilihan keputusan ataupun diskusi, sehingga menciptakan relasi kerja bagi pengikatan produksi organisasi. Akan tetapi, di sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa ikatan-ikatan kohesif yang terjadi dalam sebuah kelompok memaksakan individu-individu di dalamnya untuk mengikuti tekanan dan tuntutan konformitas dalam kelompok. Tekanan ini biasa pula ditimbulkan karena dalam satu kelompok sendiri terdapat beberapa kepentingan yang bersifat mayoritas, yang secara otomatis “menyatukan” seluruh kelompok dalam satu tujuan tertentu, yang memiliki akses tanggung jawab ganda bagi minoritas yang tak terwadahi, selaku individu dan selaku bagian kelompok tersebut (Robbins, 2001:384).

Dalam penelitian ini, peneliti memilih PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa PT Tupperware adalah perusahaan multinasional yang memproduksi serta memasarkan produk plastik berkualitas untuk keperluan rumah tangga, dengan karakteristik “caring and sharing”, manajemen yang tersebar, dengan semangat kewirausahaan yang tinggi. Terutama semangat kewirausahaan yang secara nyata menarik minat para ibu rumah tangga. Pada PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun


(18)

Memulai dengan menjadi member, kemudian ikut mempromosi, memperkenalkan, serta memasarkan produk, yang berawal hanya mengisi waktu luang, hingga akhirnya terjun serius didalamnya. Keseriusan semangat wirausaha itu akhirnya membawa para ibu rumah tangga menjadi bagian dari PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun, dengan memiliki ruang lingkup kerja yang meliputi kelompok inti dalam pelaksanaan tujuan perusahaan.

Pengamatan awal peneliti terhadap komunikasi kelompok di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun adalah bahwa aktifitas dan interaksi yang terjadi dalam komunikasi kelompok di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun memiliki pengaruh dalam motivasi kerja setiap anggota kelompok yang ada. Namun sejauhmana komunikasi kelompok kecil tersebut berpengaruh terhadap motivasi kerja setiap anggota kelompok. Hal ini menjadi penyebab ketertarikan peneliti untuk mengetahui komunikasi kelompok terhadap motivasi kerja karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Di sini terjadi pembagian ruang kerja yang terpisah-pisah pada tempat dan kondisi yang berbeda.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan mengetahui lebih dalam mengenai Sejauhmana Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Karyawan di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Mimun.

I.2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelititan yang telalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu bersifat mencari atau menjelaskan hubungan dan menguji hipotesis.

2. Komunikasi kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi kelompok kecil yang dilakukan di antara kelompok kerja yang ada di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun.


(19)

3. Objek penelitian ini adalah seluruh pegawai inti yang bergabung dalam kelompok kerja di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. 4. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012.

I.3. Rumusan Masalah

Perumusan masalah ini bertujuan untuk upaya membatasi penelititan agar lebih terarah dan tidak terlalu luas namun tetap dalam fokus yang diharapkan dan yang telah ditentukan. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka

rumusan masalah penelititan ini adalah sebagai berikut: “Sejauhmana Komunikasi Kelompok Kecil berpengaruh terhadap Motivasi Kerja Pegawai di PT Tupperware Indonesia Cabang medan Maimun?”

I.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian, yang akan menguraikan apa yang akan dicapai, dan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi kelompok yang dilakukan oleh pegawai di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun.

2. Untuk mengetahui motivasi kerja para pegawai di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun.

3. Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi kelompok yang berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun.

I.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan memperkaya bahan referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan di lingkungan FISIP USU khususnya bagi Departemen Ilmu Komunikasi. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan


(20)

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.


(21)

BAB II

URAIAN TEORITIS II.1. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan untuk memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39). Wilbur Scrhramn menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi dan daripadanya proposisi bila dihasilkan dan diuji secara ilmiah dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai prilaku (dalam Effendi, 2003:241).

Dengan adanya kerangka teori maka akan mempunyai landasan untuk menentukan tujuan dan arah penelitian. Untuk memberikan kejelasan pada penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa kerangka teori yang berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah Komunikasi Organisasi, Format Interaksi Komunikasi Organisasi, Komunikasi Kelompok Kecil, dan Motivasi Kerja.

II.1.1) Komunikasi Organisasi

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Pentingnya komunikasi tidaklah dapat dipungkiri begitu juga dengan halnya organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya, kurangnya atau tidak adanya komunikasi organisasi dapat macet atau berantakan. Di dalam sebuah organisasi, komunikasi merupakan aktivitas yang menghubungkan antarmanusia dan antarkelompok dalam organisasi tersebut.

Reeding dan Sanborn mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang temasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia,


(22)

kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program (dalam Muhammad, 2007:65).

Di dalam organisasi (baik itu organisasi bisnis maupun organisasi non bisnis), komunikasi ibarat aliran darah kehidupan. Tanpa adanya komunikasi maka organisasi tidak dapat bergerak dan melaksanakan aktivitasnya. Oleh akrena itu komunikasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan organisasi agar memberikan manfaat optimal bagi organisasi (baik itu organisasi bisnis maupun organisasi non bisnis).

Komunikasi organisasi adalah suatu disiplin studi yang dapat mengambil sejumlah arah yang sah dan bermanfaat. Jadi, komunikasi organisasi sebagai landasan kuat bagi karier dalam manajemen, pengembangan sumber daya manusia, dan komunikasi perusahaan, dan tugas-tugas lain yang berorientasikan manusia dalam organisasi (Mulyana, 2005:25). Komunikasi organisasi dapat didefenisikan sebagai pertunjukan dan panfsiran pesan diantar unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara satu dnegn yang lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi kapanpun juga, setidak-tidaknya ada satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukkan pesan (Pace dan Don F, 2005:31).

Organsiasi juga merupakan suatu kelompok yang mempunyai difrensiasi peranan, atau kelompok yang sepakat untuk mematuhi seperangkat norma-norma. Kata Pauce dan Faules, istilah organisasi sosial merajuk kepada pola-pola interaksi sosial, frekuensi dan lamanya kontak antara orang-orang; kecenderungan mengawali kontak; arah pengaruh antara orang-orang; derajat kerja sama; perasaan tertarik, yang teramati dan perilaku sosial orang-orang yang disebabkan oleh situasi


(23)

sosial mereka alih-alih oleh karakteristik fisiologi atau psikologi mereka sebagai individu (dalam Liliweri, 2004:1).

Menurut Goldhaber (1986) komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan menukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang sering berubah-ubah. Komunikasi orgisasi mempunyai peranan penting dalam memadukan fungsi-fungsi manajemen dalam suatu perusahaan yaitu:

1) Menetapkan dan menyebarluaskan tujuan perusahaan.

2) Menyusun rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3) Melakukan pengorganisasian terhadap sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dengan cara efektif.

4) Memimpin, mengarahkan, memotivasi dan menciptakan iklim yang menimbulkan keinginan orang untuk memberi kontribusi.

5) Mengendalikan prestasi (dalam Purba, 2006:112-113)

Menurut Muhammad (2007: 74-80), untuk melihat komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi dapat digunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan makro, mikro dan individual. Masing-masing dari pendekatan ini akan dijelaskan berikut ini:

1. Pendekatan makro, dalam pendekatan makro organisasi dipandang sebagai suatu struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam berinteraksi ini organisasi melakukan aktivitas tertentu seperti memproses informasi dari lingkungan, mengadakan identifikasi, melakukan integrasi dan menentukan tujuan organisasi.

2. Pendekatan mikro, pendekatan ini terutama memfokuskan kepada komunikasi dalam unit dan subunit pada suatu organisasi. Komunikasi yang diperlukan pada tingkat ini adalah komunikasi antara anggota kelompok, komunikasi untuk pemberian orientasi dan latihan, komunikasi untuk melibatkan anggota kelompok dalam tugas


(24)

dalam mensupervisi dan pengarahan pekerjaan dan komunikasi untuk mengetahui rasa kepuasan kerja dalam organisasi.

3. Pendekatan individual, pendekatan ini berpusat pada tingkah laku komunikasi individual dalam organisasi. Semua tugas-tugas yang telah diuraikan pada kedua pendekatan yang tedahulu akhirnya diselesaikan oleh komunikasi individual satu sama lainnya. Komunikasi individual ini ada beberapa bentuknya di antaranya berbicara dalam kelompok kerja, mengunjungi dan berinteraksi dalam rapat, menulis dan mengonsep surat, memperdebatkan suatu usulan dan sebagainya.

Melalui pendekatan komunikasi organisasi, interaksi yang terjadi di dalam sebuah organisasi dapat dilihat. Maka komunikasi merupakan unsur penting bagi ekstensi organisasi khususnya dalam komunikasi antar anggota kelompok dalam membahas tugas kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.

Dalam penelitian ini, yang akan dilihat lebih lanjut adalah pendekatan mikro pada komunikasi organisasi kelompok kecil karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Penelitian akan berfokus pada komunikasi yang terjadi di dalam unit dan subunit masing-masing anggota karyawan.

1) Jaringan Komunikasi Formal

Organisasi adalah komposisi sejumlah orang-orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu. Diantara orang-orang ini saling terjadi pertukaran pesan, pertukaran pesan itu melalui jalan tertentu yang dinamakan jaringan komunikasi. Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya misalnya mungkin hanya di antara dua orang, 3 atau lebih dan mungkin juga diantara keseluruhan orang dalam organisasi. Bentuk struktur dan jaringan itupun juga akan berbeda-beda (Muhammad, 2007:102).

Bila pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan maka pesan itu menurut jaringan komunikasi formal. Pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas atau dari tingkat yang sama atau secara horizontal.


(25)

Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi yaitu (Muhamamd, 2007:108).

a) “Downward communication” atau komunikasi kepada bawahan. b) “Upward communication” atau komunikasi kepada atasan. c) “Horizontal communication” atau komunikasi horizontal.

a) Komunikasi ke Bawah

Menurut Lewis (1987) komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubahbsikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan (dalam Muhammad, 2007:108).

Secara umum, Muhammad (2007:108-109) menyebutkan bahwa komunikasi ke bawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe yaitu:

1) Instruksi Tugas

Instruksi tugas/pekerjaan yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan itu bervariasi bisa berupa perintah langsung, diskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya. 2) Rasional

Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi arau objektif organisasi. Kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pipmpinan mengenai bawahannya. Bila pimpinan menganggap bawahannya pemalas, atau hanya mau bekerja bila dipaksa maka pimpinan memberikan pesan yang bersifat rasional ini sedikit. Tetapi bila pimpinan


(26)

menganggap bawahannya orang yang dapat memotivasi diri sendiri dan produktif, maka biasanya diberikan pesan rasional yang banyak.

3) Ideologi

Pesan mengenai ideologi ini adalah merupakan perluasan dari pesan rasional. Pada pesan rasional penekanannya ada pada penjelasan tugas dan kaitannya dengan perspektif organisasi. Sedangkan pada pesan-pesan ideologi sebaliknya mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas dan motivasi.

4) Informasi

Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan praktik-praktik organisa, peraturan-peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan, dan data lain yang tidak berhubungan dengan intruksi dan rasional. Misalnya buku handbook dari karyawan adalah contoh dari pesan informasi.

5) Balikan

Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah pembayaran gaji karyawan yang telah siap melakukan pekerjaannya atau apabila tidak ada informasi dari atasan yang mengkritik pekerjaannya, berarti pekerjannya sudah memuaskan. Tetapi apabila hasil pekerjaannya karyawan kurang baik balikannya mungkin berupa kritikan atau peringatan terhadap karyawan tersebut.

Semua bentuk komunikasi ke bawah tersebut dipengaruhi oleh struktur hierarki dalam organisasi. Pesan kebawah cenderung bertambah karena pesan itu bergerak melalui tingkatan hierarki secara berturut turut. Yang perlu diperhatikan oleh juga ketika pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah, pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan.


(27)

Katz dan Kahn (1966) menambahkan, ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan kepada bawahan yaitu:

1) Informasi bagaimana melakukan pekerjaan

2) Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan 3) Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi 4) Informasi mengenai kinerja pegawai, dan

5) Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).

(dalam Pace dan Don F, 2005:185) :

Menurut Liliweri (2004:86) dalam hal informasi yang dikomunikasikan ke bawah ada beberapa hal masalah yang harus diperhatikan kebawah antara lain yaitu:

1) Kekurangsadaran beberapa manajer tidak tahu persis tentang tipe komunikasi atas-bawah itu lalu memberikan instruksi secara alamiah saja, banyak fungsi tidak dijelaskan dengan rinci, umpan balik yang tidak dikehendaki terjadi namun acapkali didiamkan saja.

2) Pesan yang tidak lengkap dan tidak jelas.

3) Kelebihan pesan sehingga membuat orang bingung.

4) Transmisi serial, pesan melewati banyak bagian yang tidak memiliki persepsi yang sama terhadap pesan.

Karena adanya gangguan dalam penyampaian pesan dari atasan kepada bawahan maka pimpinan perlu memperhatikan cara-cara penyampaian pesan yang efektif. Davis (1976) memberikan saran-saran dalam hal itu sebagai berikut:

1) Pimpinan hendaklah sanggup memberikan informasi kepada karyawan apabila dibutuhkan mereka. Jika pimpinan tidak mempunyai informasi yang dibutuhkan mereka dan perlu mengatakan terus terang dan berjanji akan mencarikannya.


(28)

2) Pimpinan hendaklah membagi informasi yang dibutuhkan okeh karyawan. Pimpinan hendaklah membantu karyawan merasakan bahwa diberi informasi.

3) Pimpinan hendaklah mengembangkan suatu perencanaan komunikasi, sehingga karyawan dapat mengetahui informasi yang dapat diharapkannya untuk diperoleh berkenaan dengan tindakan-tindakan pengelolaan yang mempengaruhi mereka.

4) pimpinan hendaklah berusaha membentuk kepercayaan di antara pengirim dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada komunikasi yang terbuka yang akan mempermudah adanya persetujuan diperlukan anatara bawahan dan atasan (dalam Muhammad, 2007:112)

b) Komunikasi ke Atas

Pentingnya komunikasi ke atas disebabkan beberapa alasan, menurut Sharma (1979) aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembaharuan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya. Sedangkan menurut Planty dan Machaver (1952) komunikasi ke atas menambahkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi (dalam Pace dan Don F, 2005:190).

Menurut Pace (1989) komunikasi ke atas mempunyai beberapa fungsi atau nilai tertentu, fungsinya sebagai berikut:

1) Dengan adanya komunikasi ke atas supervisor dapat mengetahui kapan bawahannya siap untuk diberi informasi dari mereka dan bagaimana baiknya mereka menerima apa yang disampaikan karyawan.

2) Arus komunikasi ke atas memberi informasi yang berharga bagi pembuatan keputusan.


(29)

3) Komunikasi ke atas memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dengan jalan memberikan kesempatan untuk menanyakan pertanyaan, mengajukan ide-ide dan saran-saran tentang jalannya organisasi.

4) Komunikasi ke atas membolehkan, bahkan mendorong desas desus muncul dan membiarkan supervisor mengetahuinya.

5) Komunikasi ke atas menjadikan supervisor dapat menentukan apakah bawahan menangkap arti seperti yang dimaksudkan dari arus informasi yang ke bawah.

6) Komunikasi ke atas membantu karyawan mengatasi masalah-masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dalam tugas-tufasnya dan organisasi (dalam Muhammad, 2007:117).

Smith (1986), mengatakan komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan departemennya atau organisasinya (dalam Muhammad, 2007:117).

Kebanyakan dari hasil-hasil analisis penelitian mengenai komunikasi ke atas mengatakan bahwa supervisor dan pimpinan haruslah mendapatkan informasi dari bawahannya mengenai hal-hal berikut:

1) Apa yang dilakukan bawahan, perkerjaannya, hasil yang dicapainya, kemajuan mereka dan rencana masa yang akan datang.

2) Menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang tidak terpecahkan yang mungkin memerlukan bantuan tertentu.

3) Menwarkan saran-saran atau ide-ide bagi penyempurnaan unitnya amsing-masing atau organisasi secara keseluruhan.

4) Menyatakan bagaimana pikiran dan perasaan mereka mengenai pekerjaannya, teman sekerjanya dan organisasi (Muhammad, 2007:118).


(30)

Adapun hal-hal yang seharusnya disampaikan oleh karyawan kepada atasannya seperti yang disebutkan di atas tidaklah selalu menjadi kenyataan. Banyak kesulitan untuk mendapatkan informasi tersebut. Sharma mentakan bahwa kesulitan itu mungkin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah sebagai berikut:

1) Kecenderungan karyawan untuk menyembunyikan perasaan dan pikirannya. Hasil studi memperlihatkan bahwa karyawan merasa bahwa mereka akan mendapat kesukaran bila menyatakan apa yang sebenarnya menurut pikiran mereka. Karena itu cara yang terbaik adalah mengikuti saja apa yang disampaikan supervisornya.

2) Perasaan karyawan bahwa pimpinan dan supervisor tidak tertarik kepada masalah mereka. Karyawan sering melaporkan bahwa pimpinan mereka tidak perhatian terhadap masalah-masalah mereka. Pimpinan dapat saja tidak berespons terhadap masalah karyawan dan bahkan menahan beberapa komuniaksi ke atas, karena akan membaut pemimpin kurang baik menurut pandangan atasan yang lebih tinggi.

3) Kurangnya reward atau penghargaan terhadap karyawan yang berkomunikasi ke atas. Seringkali supervisor pimpinan tidak memberikan penghargaan yang nyata kepada karyawan untuk memelihara keterbukaan komunikasi ke atas.

4) Perasaan karyawan bahwa supervisor dan pimpinan tidak dapat menerima dan berespons terhadap apa yang dikatakan oleh karyawan. Supervisor terlalu sibuk untuk mendengarkan atau karyawan susah untuk mendengarkan atau karyawan susah menemuinya (dalam Muhammad, 2007:118).

Kombinasi dari perasaan-perasaan dan kepercayaan tersebut menjadikan penghalang yang kuat untuk menyatakan ide-ide, pendapat-pendapat atau informasi oleh bawahan kepada atasan. Disamping sulitnya mendapatkan komunikasi ke atas, komunikasi yang disampaikan itupun belum tentu efektif, karena dipengaruhi oleh


(31)

faktor-faktor lain. Muhammad (2007:119) menyebutkan di antara faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1) Komunikasi ke atas lebih mungkin digunakan oleh pembuat keputusan pengelolaan, apabila pesan itu disampaikan tepat pda waktunya.

2) Komunikasi ke atas yang bersifat positif, lebih mungkin digunakan oleh pembuat komunikasi yang bersifat negatif.

3) Komunikasi ke atas lebih mungkin diterima, jika pesan itu mendukung kebijaksanaan yang baru.

4) Komunikasi ke atas mungkin akan lebih efektif, jika komunikasi itu langsung kepada penerima yang dapat berbuat mengenai hal itu.

5) Komunikasi ke atas akan lebih efektif, apabila komunikasi itu mempunyai daya tarik secara intuitif bagi penerima. Pedan sari bawahan lebih siap diterima jika mereka setuju.

Komunikasi ke atas merupakan sumber informasi yang penting dalam membuat keputusan, karena dengan adanya komunikasi ini pimpinan dapat mengetahui bagaimana pendapat bawahan mengenai atasan, mengenai pekerjaan mereka, mengenai teman-temannya yang sama dan mengenai organisasi. Karena pentingnya komunikasi tersebut maka organisasi perlu memprogramnya.

Seperti telah dikatakan di atas bahwa komunikasi ke atas ini penting untuk pembuatan keputusan maka agar komunikasi ini berjalan lancar dan memberikan informasi seperti yang diharapkan maka perlu diprogramkan secara khusus. Untuk menyusun program ini ada prinsip-prinsip yang perlu dipedomani oleh pimpinan. Prinsip-prinsip tersebut menurut Planty dan Mchaver (Pace, 1989) adalah sebagai berikut:

1) Program komunikasi ke atas yang efektif harus direncanakan. 2) Progran komunikasi ke atas berlangsung terus menerus. 3) Program ke atas yang efektif menggunakan saluran yang rutin.

4) Program komunikasi ke atas yang efektif, menekankan kesensitifan dan penerimaan ide-ide yang menyenangkan dari level yang lebih rendah.


(32)

5) Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan pendengar yang objektif.

6) Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan pengambilan tindakan berespons terhadap masalah.

7) Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan bermacam-macam media dan metode untuk memajukan arus informasi (dalam Muhammad, 2007:120-121).

c) Komunikasi Horizontal

Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan diantara orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi. Pesan yang mengalir menurut fungsi dalam organisasi diarahkan secara horizontal. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi. Muhammad (2007:121-122) menyebutkan bahwa komunikasi horizontal mempunyai tujuan sebagai berikut:

1) Mengkoordinasikan tugas-tugas. Kepala-kepala bagian dalam suatu organisasi kadang-kadang perlu mengadakan rapat atau pertemuan, untuk mendiskusikan bagaimana tiap-tiap bagian memberikan kontribusi dalam mencapai organisasi.

2) Saling membagi informasi untuk perencanaan dan aktivitas-aktivitas. Ide dari banyak orang biasanya akan lebih baik dari pada ide satu orang. Oleh akrena itu komunikasi horizontal sangatlah diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik. Dalam merancang suatu program latihan atau program dengan masyarakat , anggota-anggota dari bagian perlu saling membagi informasi untuk membuat perencanaan apa yang akan mereka lakukan.

3) Memecahkan masalah yang timbul diantara orang-orang yang berada dalam tingkat yang sama. Dengan adanya keterlibatan dalam


(33)

memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dari moral karyawan.

4) Menyelesaikan konflik di antara anggota yang ada dalam bagian organisasi dan juga antara bagian dengan bagian lainnya. Penyelesaian konflik ini penting bagi perkembangan sosial dan emosional dari anggota dan juga akan menciptakan iklim organisasi yang baik.

5) Menjamin pemahaman yang sama. Bila perubahan dalam suatu organisasi diusulkan, maka perlu ada pemahaman yang sama antara unit-unit organisasi atau anggota unit-unit organisasi tentang perubahan itu. Untuk itu mungkin suatu unit dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk mencari kesepakatan terhadap perubahan tersebut.

6) Mengembangkan sokongan interpersonal. Karena sebagian besar dari waktu kerja karyawan berinteraksi dengan temannya maka mereka memperoleh sokongan hubungan interpersonal dari temannya. Hal ini akan memperkuat hubungan di antara sesama karyawan dan akan membantu kekompakan dalam kerja kelompok. Interaksi ini akan mengembngkan rasa sosial dan emosional karyawan.

Bentuk yang paling umum dari komunikasi horizontal adalah kontak interpersonal yang mungkin terjadi dalam berbagai tipe. Di antaranya bentuk yang seringkali terjadi adalah rapat-rapat komite, interaksi informal pada waktu jam istirahat, percakapan telepon, memo dan nota, aktivitas sosial, dan kelompok mutu.

Hubungan sesama karyawan di tempat kerja perlu diciptakan agar iklim kerja dalam organisasi menjadi kondusif. Pimpinan, manajer, ataupun karyawan perlu memahami bahwa mereka memiliki peran dalam menciptakan situasi yang penuh dengan pengelolaan emosi secara efektif. Memiliki keterampilan dan cara berkomunikasi yang baik dan efektif dan produktif dapat menciptakan hubungan yang baik pula dan akan mudah dalam mencapai tujuan organisasi.

Agar tercipta hubungan yang baik dan harmonis dalam organisasi, maka dapat dilakukan hal-hal seperti menciptakan lingkungan kerja yang mendukung


(34)

yang tidak menimbulkan pertentangan antar karyawan, menghilangkan bias prasangka terhadap karyawan satu sama lain, meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosional karyawan dan bagaimana mereka berhubungan dalam kerjasama pekerjaan, memilih orang yang sesuai untuk peran dalam tim yang memiliki kemampuan profesional dan kecerdasan emosional baik, memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi, membersihkan perusahaan dari pengaruh negatif, menyusun nilai inti dan standar prilaku yang bisa diterima oleh karyawan satu sama lain, menciptakan suasana saling memperhatikan dan memotivasi kreativitas, dan pengembangan mentalitas dan pelayanan sepenuh hati dalam hubungan karyawan satu sama lain da dengan konsumen.

Setiap karyawan harus dapat membangun dan mengelola hubungan kerja yang baik satu sama lain, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan karyawan dalam sebuah organisasi dalam mengelola hubungan yang baik, seperti pengaturan waktu, tahu posisi diri, adanya kecocokan, menjaga keharmonisan, pengendalian desakan dalam diri, memahami dampak kata-kata atau tindakan diri pada diri orang lain, jangan mengatur orang lain sampai diri sendiri dapat diatur dengan baik, tidak mengumbar kemarahan kepada yang lain, dan bersikap bijaksana

II.1.2) Format Interaksi Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi terjadi di dalam organisasi maupun antar organisasi, bersifat formal maupun informal. Semakin bersifat formal, semakin terstruktur pesan yang disampaikan. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi: komunikasi ke atas, ke bawah, maupun horizontal. Sedangkan komunikasi informal adalah yang terjadi di luar struktur organisasi. Karenanya, komunikasi organisasi melibatkan komunikasi kelompok, komunikasi antarpribadi, komunikasi intrapribadi dan terkadang komunikasi public juga muncul didalamnya (Vardiansyah, 2004:32-33).

Berdasarkan jumlah interaksi yang terjadi dalam komunikasi organisasi, komunikasi tersebut dapat dibedakan atas 3 kategori yaitu:


(35)

1. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui belikannya. Komunikasi interpersonal yang efektif telah lama dikenal sebagai salah satu dasar untuk berhasilnya suatu organisasi. Karena itu adalah perlu bagi seorang pimpinan untuk mengetahui konsep-konsep dasar dari komunikasi agar dapat membantu dalam mengelola organisasi dengan efektif.

2. Komunikasi Kelompok Kecil

Menurut Shaw (1976) ada enam cara untuk mengidentifikasi suatu kelompok. Berdasarkan hal itu kita dapat mengatakan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka. Jika salah satu dari komponen ini hilang, individu yang terikat tidaklah berkomunikasi dalam kelompok kecil.

3. Komunikasi Publik

Yang dimaksud dengan komunikasi publik adalah pertukaran pesan dengan sejumlah orang yang berada dalam organisasi atau yang di luar organisasi, secara tatap muka atau melalui media. Tetapi dalam bagian ini yang akan dibicarakan hanyalah kontak tatap muka di antara organisasi dan lingkungan eksternalnya dan di antara satu orang anggota organisasi dengan sejumlah besar anggota organisasi yang sama. Brooks menguraikan tipe komunikasi publik ini sebagai monological karena hanya seorang yang biasanya terlibat dalam mengirimkan pesan kepada publik. (Muhammad, 2007: 159-197).

Dari ketiga kategori komunikasi tersebut, maka penelitan ini memilih kategori komunikasi kelompok kecil yang terjadi pada pegawai PT tupperware


(36)

individu yang saling mempengaruhi dan berinteraksi untuk beberapa tujuan demi kepuasan satu sama lain.

II.1.3) Komunikasi Kelompok Kecil

Komunikasi kelompok kecil (small/micro group communication) ialah komunikasi yang ditujukan kepada kognisi komunikan dan prosesnya berlangsung secara dialogis. Dalam komunikasi kelompok kecil komunikator menunjukkan pesannya kepada benak atau fikiran komunikan, misalnya kuliah, ceramah, rapat dsb. Oleh sebab itu logika sangat berperan penting, komunikan akan dapat menilai logis tindakannya uraian komunikator. Cirri komunikasi kelompok kecil antara lain prosesnya berlangsung secara dialogis, tidak linear melainkan sirkular, umpan balik (feedback) terjadi secara verbal dan komunikan dapat menanggapi uraian komunikator, bisa bertanya jika tidak mengerti, dan dapat menyanggah jika tidak setuju.

Dalam kehidupan sehari-hari begitu banyak jenis komunikasi kelompok kecil antara lain, seperti telah disinggung di atas: rapat (rapat kerja, rapat pimpinan, rapat mingguan) kuliah, ceramah, brifing, penataran, lokakarya, diskusi panel, forum, symposium, seminar, konferensi kongres, curah saran (brainstorming) dan lain-lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi kelompok kecil, diantaranya adalah variabel yang berhubungan dengan input kelompok dan proses transformasi kelompok. Muhammad (2007:188-195) menyebutkan beberapa di antara factor kunci tersebut sebagai berikut ini:

a. Peranan berdasarkan fungsi. Brune dan Sheats merinci tugas dalam komunikasi kelompok yang berkenaan dengan tugas-tugas dan pemeliharaan.

b. Kepemimpinan.

c. Jaringan dan ekologi kelompok.

d. Pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. e. Kepatuhan akan norma kelompok.


(37)

Di dalam organiasasi sering ditemui adanya komunikasi dalam kelompok-kelompok kecil, seperti dalam rapat-rapat, konferensi, dan komunikasi dalam kelompok kerja. Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa kebanyakan organisasi menggunakan kelompok-kelompok dalam pekerjaannya sehari-hari. Menurut tilman (dalam Muhammad, 2007:181), kelompok adalah bagian integral dari semua organisasi. Rata-rata anggota pimpinan tingkah menengah dan atas menghabiskan seperempat atau sepertiga dari waktu kerja mereka sehari-hari untuk berdiskusi. Ini tidak termasuk aktivitas sosial dan aktivitas lainnya dalam masyarakat. Ratia-rata dari pimpinan tingkat atas menghabiskan 60% dari waktunya dengan berkomunikasi dan mayoritas dari kegiatan itu adalah berdiskusi. Karena diskusi kelompok kecil dan rapat-rapat dalam berbagai bentuk kelihatan lazim dalam semua aspek masyarakat dan khususnya organisasi, adalah bermanfaat untuk mempelajari komunikasi kelompok kecil tersebut.

Menurut Shaw (1976) ada enam cara untuk mengidentifikasi suatu kelompok. Berdasarkan hal itu kita dapat mengatakan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka. Jika salah satu dari komponen ini hilang, individu yang terlibat tidaklah berkomunikasi dalam kelompok kecil ( dalam Muhammad, 2007:182).

Komunikasi kelompok kecil mungkin dapat digunakan untuk bermacam-macam tugas atau untuk memecahkan masalah. Tapi dari semua tujuan itu dapat dikategorikan atas dua kategori yaitu untuk tujuan personal dan tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan.

1) Tujuan Personal

Alasan orang untuk mengikuti kelompok dapat dibedakan atas empat kategori utama yaitu hubungan sosial, penyaluran, kelompok terapi dan belajar. Berikut empat kategori utama tersebut, antara lain:


(38)

b. Penyaluran. Penyaluran ini dilakukan dalam suasana yang mendukung adanya pertukaran pikiran atau pertengkaran sengit dalam diskusi keluarga, dimana keterbukaan diri adalah tepat.

c. Kelompok terapi, biasanya digunakan untuk membantu orang menghilangkan sikap-sikap mereka, atau tingkah laku dalam beberapa aspek kehidupan mereka.

d. Belajar. Alasan umum orang mengikuti kelompok kecil adalah belajar dari orang lain. Belajar terjadi dalam bermacam-macam setting. Asumsi yang mendasari belajar kelompok adalah ide dari dua arah.

2. Tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan

Komunikasi kelompok kecil sering digunakan untuk menyelesaikan dua tugas utama yaitu pembuatan keputusan dan pemcehan masalah.

a. Pembuatan keputusan, biasanya dilakukan oleh orang-orang yang berkumpul bersama-sama dalam kelompok untuk membuat keputusan mengenai sesuatu. Mendiskusikan alternatif dengan orang lain membantu orang memutuskan nama pilihan terbaik untuk kelompok. b. Pemecahan masalah yang mereka usahakaan penyelesaiannya

mencakup bagaimana menyempurnakan produksi, bagaimana menyempurnakan hubungan yang kurang baik (Muhammad, 2007:182-184)

.

Adapun beberapa dari karakteristik kelompok kecil yang membuatnya unik dari bermacam-macam konteks komunikasi lainnya. Berikut beberapa karakteristik kelompok kecil tersebut, yaitu:

1. Mempermudah pertemuan ramah tamah, dapat dilakukan untuk menyalurkan energi yang mungkin tidak dapat disalurkan bila orang itu sendiri.


(39)

2. Personaliti kelompok adalah bila sekelompok orang datang bersama maka mereka membentuk identitas diri yang menjadikan personaliti kelompok.

3. Kekompakan, yaitu daya tarikan anggota kelompok satu sama lain dan keinginan mereka untuk bersatu.

4. Komitmen terhadap tugas. Aktivitas individu lainnya dalam kelompok yang dekat hubungannya dengan komitmen adalah motivasi.

5. Besarnya kelompok kelihatannya cukup sederhana tapi besarnya kelompok itu mempunyai beberapa pencabangan penting dalam kelompok.

6. Norma kelompok, adalah aturan dan pedoman yang digunakan oleh sekelompok itu sendiri, maupun beberapa faktor eksternal di luar kelompok.

7. Saling bergantung satu sama lain. Yang paling penting adalah anggota kelompok bergantung satu sama lain untuk beebrapa tingkatan tertentu, dan paling kurang pada seorang lainnya (Muhammad, 2007:185-188).

II.1.4) Motivasi Kerja

Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mampu bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Oleh karena itu, dorongan individu dalam konteks pekerjaan menimbulkan sebuah perilaku dan upaya untuk mencapai kebutuhan individualnya yang disebut dengan motivasi kerja. Berikut ini adalah pengertian-pengertian motivasi ekrja menurut para ahli, diantaranya yaitu:

1) Siagian (2002) mengemukakan defenisi motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.


(40)

2) Samsudin (2005) memberikan perngertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan.

3) Danim (2004), motivasi kerja adalah dorongan yang muncul pada diri individu untuk secara sadar melakukan perkerjaan yang dihadapi.

4) Drd. Malayu S.P. Hasibuan memberikan defenisi bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau berkerja sama, berkerja efektif dan terintegritas dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. 5) Wayne F.Cascio mengemukakan perngertian motivasi sebagai suatu

kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (misalnya: rasa lapar, haus dan bermasyarakat).

6) Stephen P. Robbins mendefenisikan motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.

7) Wahjono (2010) mendefenisikan motivasi sebagai kesediaan individu untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual.

Berdasarkan pengertian diatas, maka motivasi merupakan respon karyawan terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul dari dalam diri karyawan agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan uang dikehendaki oleh akryawan tercapai. Pencapaian tujuan tersebut dapat berupa uang, keselamatan, penghargaan, dan lain-lain. Dengan demikian, kekayaan, rasa aman (keselamatan), status, dan segala macam tujuan lain hanya merupakan hiasan semata-mata untuk mencapai tujuan akhir setipa orang, yaitu menjadi dirinya sendiri.


(41)

1) Tujuan Pemberian Motivasi kerja

Mulai dari adanya manusia dimuka bumi, motivasi tersebut sudah ada bertumbuh secara beriringan dengan pertumbuhannya (selama manusia hidup). Keterkaitan dengan para pekerja dan organisasi, pada masa sekarang ini motivasi tersebut sudah menjadi suatu hal yang sudah tidak asing lagi, dan karenanya menjadi perhatian dari para pimpinan dalam hal mengelola sumber daya manusia yang dijadikan aset penting bagi organisasi.

Oleh karena itu, pimpinan organisasi harus berusaha keras mempengaruhi motiasi seluruh individu organisasi agar mereka memiliki motivasi kerja. Dengan demikian, pencapaian kinerja organisasi dapat dicapai secara maksimal. Untuk memahami lebih baik bagaimana proses motivasi dapat diperhatikan pada gambar di bawah ini:

GAMBAR 1

PROSES MOTIVASI INDIVIDU

n

Sumber: Mangkunegara. 2008. Perilaku dan Budaya Organisasi. Hal: 18

Disamping itu juga terdapat bebrapa hal yang dapat dijadikan alat pemotivasian karyawan atau perkerja sehingga mereka dapat terdorong dan semangat dalam melaksanakan pekerjaannya. Hasibuan (2005:98) mengatakan bahwa terdapat beberapa asas-asas motivasi dalam memotivasi kerja karyawan diantaranya adalah:

Karyawan Kebutuhan yang tidak dipenuhi Kebutuhan yang tidak dipenuhi

dinilai kembali oleh karyawan

Mencari Jalan untuk memenuhi kebutuhan

Imbalan atau hukuman Perilaku yang berorientasi

pada tujuan Hasil karya (Evaluasi dari tujuan


(42)

1) Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.

2) Asas komunikasi, yaitu menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang dihadapi.

3) Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapai.

4) Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.

5) Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan. 6) Asas perhatian timbal balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai

tujuan dengan baik, maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Kepemimpinan dan motivasi merupakan dua hal yang berbeda, meski memiliki tautan dalam konteks kerja dan interaksi antar manusia organisasional. Keith Davis (dalam Danim, 2004:18) mengemukakan bahwa tanpa kepemimpinan, organisasi hanya melahirkan perilaku yang kacau, tidak teratur, dan tidak akan dapat melahirkan perilaku bertujuan. Kepemimpinan adalah faktor manusiawi yang mengikat suatu kelompok bersama dan memberinya motivasi menuju tujuan-tujuan tertentu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut tujuan pemberian motivasi kerja kepada karyawan sebagai anggota kelompok kerja (Hasibuan, 2005:97), antara lain:


(43)

1) Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan 2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 3) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan 5) Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan 6) Mengefektifkan pengadaan karyawan

7) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 8) Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan

9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 10)Meningkatkan efesiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

2) Teori Motivasi

Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi. Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hirarki teori kebutuhan dan teori dua faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.

Ada beberapa teori motivasi yang dibuat oleh beberapa ahli, yaitu: a) Teori Hierarki Kebutuhan (Jenjang Kebutuhan Maslow)

Abraham Maslow (dalam Thoha, 1996:193) telah mengembangkan suatu konsep teori motivasi yang dikenal dengan hirarki kebutuhan (hierachy of needs). Menurut Maslow, nampaknya ada semacam hirarki yang mengatur dengan sendirinya kebutuhan-kebutuhan manusia ini. Dalam proses pemenuhan kebutuhan, perilaku individu akan didominasi dan ditentukan oleh jenis kebutuhan yang belum terpenuhi. Perilaku pada dasarnya dimotivasi oleh suatu keinginan mencapai tujuan. Kebutuhan yang telah terpenuhi akan berkurang dalam kekuatannya dan biasanya tidak memotivasi individu tersebut untuk mencari tujuan guna memenuhinya.

Maslow, 1970, (dalam Wahjono, 2010:81) menghipotesiskan bahwa di dalam diri manusia terdapat lima kebutuhan yang berjenjang. Mulai dari kebutuhan


(44)

makanan, minum dan seks. Kebutuhan akan keamanan dan rasa aman, kebutuhan akan sosial, kebutuhan akan penghargaan, sampai pada kebutuhan tertinggi yang dimiliki manusia yaitu kebutuhan akan aktualisasi. Hanya akan timbul kebutuhan yang diatasnya manakala kebutuhan di bawahnya telah terpuaskan, begitu seterusnya sampai pada jenjang tertinggi yaitu aktualisasi diri.

Berikut selengkapnya terlihat pada gambar di bawah ini bahwa Maslow mengemukakakn kebutuhan manusia dalam organisasi terdiri dari lima macam kebutuhan yang tingkatannya digambarkan sebagai berikut:


(45)

Kebutuhan Aktualisasi Diri & pemenuhan Diri (Self actualization needs)

Teoritis: penggunaan potensi diri, pertumbuhan, dan pengembangan diri.

Terapan: menyelesaikan penugasan yang bersifat menantang, melakukan pekerjaan kreatif, pengembangan keterampilan.

Kebutuhan Harga Diri (esteem needs)

Teoritis: status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasim apresiasim kehormatan diri,l dan penghargaan.

Terapan: Kekuasaan, ego, promosi, hadiah, status symbol, pengakuan, jabatan, penghargaan.

Kebutuhan Sosial (social needs)

Teoritis: cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dalam kelompok, kekeluargaan, asosiasi.

Terapan: kelompok kerja formal dan informal, kegiatan yang disponsori perusahaan, acara-acara peringatan.

Kebutuhan Keamanan dan rasa Aman (safety and security needs)

Teoritis: perlindungan dan stabilitas

Terapan: pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, rencana senioritas serikat kerja, tabungan, uang pesangon, jaminan pensiun, asuransi, sistem penanganan keluhan.

Kebutuhan Fisiologi (phisiological needs)

Teoritis: makan, minum, perumahan, seks, istirahat.

Terapan: ruang istirahat, istirahat makan siang, udara bersih untuk bernafas, air untuk minum, liburan, cuti, balas jasa dan jaminan sosial, periode istirahat on the job.

Gambar 2

Jenjang Kebutuhan Maslow


(46)

b) Teori Dua Faktor Herzberg

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.

Faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Menurut Herzberg faktor

hygienis/extrinsicfactor akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Menurut Robbins (dalam Wahjono, 2010:84), teori Herzberg ini juga sering disebut teori motivasi-higiene. Kebutuhan motivator berkaitan dengan kesempatan untuk maju, promosi jabatan, pengakuan, tanggung jawab dan pekerjaan itu sendiri yang mempengaruhi kepuasan kerja. Sedang higiene faktor adalah hal-hal yang mempengaruhi kepuasan kerja yang terdiri dari supervisor, kondisi kerja, gaji, hubungan interpersonal dan kebijakan perusahaan.

Pemahaman yang benar tentang hal-hal yang merupakan faktor pemotivasi dan hal-hal yang merupakan faktor pemeliharaan sangat diperlukan untuk dapat memotivasi karyawan dengan benar. Herzberg mengatakan gaji dan upah bukanlah pemotivator melainkan pemelihara, oleh karena itu janganlah memotivasi karyawan dengan gaji. Seseorang yang dinaikkan gajinya mungkin akan bekerja lebih giat


(47)

sebagai tanda termotivasi tetapi tidak dalam jangka panjang. Manakala merasa gajinya secara relatif “kurang” maka karyawan menjadi tidak puas.

Sehingga gaji hanyalah satu faktor higiene yang memelihara kepuasan karyawan, dalam arti manakala gajinya dibayarkan tepat waktu, sesuai dengan pengorbanan yang diberikan karyawan, sesuai dengan kemampuan perusahaan, sesuai dengan standar kemampuan karyawan, maka gaji tersebut akan memelihara kepuasan karyawan. Berbeda dengan kesempatan untuk maju dan pemberian tanggung jawab, menurut Herzberg merupakan faktor pemotivasi. Kesempatan untuk maju akan membuat karyawan akan terpuaskan. Pemberian tanggung jawab yang lebih besar atau pemberian pekerjaan yang lebih beragam akan memotivasi karyawan karena dengan itu karyawan akan mendapat pemerkayaan tugas ( job-enrichment) sehingga merasa penting dan berarti.

Selain ketiga teori ini, masih ada beberapa teori motivasi, seperti teori motivasi ekspentasi, teori motivasi harapan, teori motivasi klasik, teori kebutuhan ERG Aderfe, teori evaluasi kognitif, teori penentuan tujuan, teori penguatan, dan teori keadilan.

II.2 Kerangka Konsep

Kerangka merupakan hasil pemikiran yang rasional yang merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesis. Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995: 33).

Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam meperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995: 40).

Adapun konsep-konsep yang diteliti dalam penelitian ini adalah: a. Variabel Bebas ( X )


(48)

adanya variabel yang lain (Nawawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi Kelompok.

b. Variabel Terikat ( Y )

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas dan bukan karena variabel lain (Nawawi, 1995:57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Motivasi Kerja.

c. Karakteristik Responden

Karakteristik responden adalah nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang yang dapat membedakannya dengan orang lain, seperti usia, jenis kelamin, pendidikan dan sebagainya.

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut:

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y) Komunikasi Kelompok Motivasi Kerja


(49)

II.3 Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian. Adapun operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

No Variabel Teoritis Variabel Operasional

1. Variabel Bebas (X)

Komunikasi Kelompok Kecil

a. Adanya Interaksi b. Peranan dalam anggota c. Menyadari adanya tujuan

perusahaan

d. Keterikatan sesama anggota 2. Variabel Terikat (Y)

Motivasi Kerja

a. Faktor Intrinsik b. Faktor Ekstrinsik 3. Karakteristik Responden a. Jenis kelamin

b. Usia

c. Lama bekerja d. pendidikan

II.4. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiaah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun,2001:46). Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi kelompok kecil, terdiri dari:

a. Adanya interaksi, didalamnya mencakup komunikasi upward

(komunikasi dari bawahan kepada atasan), downward (komunikasi dari atasan kepada bawahan)., dan horizontal (komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi).


(50)

b. Memiliki peranan sebagai anggota kelompok, dimana masing-masing anggota mengambil peranannya sendiri dan dapat saling mempengaruhi satu sama lain.

c. Menyadari adanya tujuan perusahaan, dengan saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan perusahaan.

d. Keterikatan sesama anggota, dengan daya tarikan anggota kelompok satu sama lain dan keinginan mereka untuk bersatu. Yang paling penting adalah anggota kelompok bergantung satu sama lain untuk beberapa tingkatan tertentu.

2. Motivasi Kerja, terdiri:

a. Faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang.

b. Faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

3. Karakteristik responden terdiri dari:

a. Jenis kelamin : laki-laki atau perempuan.

b. Usia : umur reponden.

c. Pendidikan : latar belakang tingkatan sekolah terakhir responden.


(51)

II.5. Hipotesis

Hipotesis ialah pernyataan atau jawaban sementara terhadap rumusan penelitian yang dikemukakan. Menurut pendapat Champion (Kriyanto, 2007:28) hipotesis dapat dikatakan sebagai “statement of theory in testable form”, atau “tentative statement about reality”. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis pernyataan yang menjembatani teori. Perumusan hipotesis berguna memfokuskan masalah; mengidentifikasi data-data yang relevan yang dikumpulkan.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat hubungan antara Komunikasi Kelompok Kecil dengan

Motivasi Kerja KaryawanPT. Tupparware Indonesia Cabang Medan Maimun .

Ha : Terdapat hubungan antara Komunikasi kelompok Kecil dengan Motivasi Kerja Karyawan PT. Tupperware Cabang Medan Maimun. .


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III.1.1) Sejarah Berdirinya Tupperware

Tahun 1938, Mr. Earl Tupper, seorang ahli kimia dari Amerika Serikat berusia 31 tahun mendirikan perusahaan Tupper Plastic Company dan pabrik pertamanya di Farnumsville, Massachussets, USA. Produk plastik dengan merk

Tupper Plastic ini mulai dijual tahun 1946 melalui toko dan katalog. Namun penjualan kurang sukses karena keistimewaan produk Tupperwareyaitu “seal” atau tutupnya yang kedap udara dan kedap cairan ini tidak diketahui konsumen karena tidak ada penjelasan tentang itu.

Keadaan berubah ketika seorang wanita bernama Brownie Wise memperkenalkan cara penjualan produk Tupperware melalui Party Plan/Home Party atau peragaan dirumah rumah, yang terbukti lebih sukses dan efektif karena disertai penjelasan mengenai keistimewaan dan manfaat dari tiap produk. Sehingga mulai saat itu penjualan Tupperwaredilakukan dari rumah ke rumah secara direct selling.

Dalam usianya yang lebih dari setengah abad, saat ini Tupperware telah menjadi salah satu perusahaan terkemuka didunia dibidang wadah plastik untuk penyimpanan maupun penyajian yang berkualitas tinggi. Dengan kantor pusat di Orlando, Florida (US), saat ini Tupperwaretelah dipasarkan hampir di 100 negara di dunia dan mempunyai lebih dari 200 item produk. Tupperware mempunyai filosofi sederhana yang digunakan sebagai dasar untuk sukses, yaitu tergantung pada people, product, dan party plan/home party.

Tupperware mulai dikenal masyarakat Indonesia sekitar tahun 1978. Namun belum dapat berkembang luas, karena belum memiliki kantor perwakilan dan distributor resmi Tupperwaredi Indonesia. Selain itu, cara penjualan yang unik dalam sistem single level membuat masyarakat ragu-ragu untuk mencoba bisnis yang menjanjikan ini. Setelah beberapa kali gagal mencari rekanan, tahun 1990


(53)

kantor pusat Tupperwaredari Orlando, datang ke Jakarta untuk menyeleksi tujuh calon rekanan. Akhirnya pada 11 Juni 1991 diadakanlah Home Party Tupperware pertama di Indonesia. Inilah cikal bakal bisnis Tupperware yang begitu hebat di Indonesia.

Dapat dikatakan tahun 1991-1994 merupakan masa peletakan pondasi bagi Tupperware Indonesia, dan tahun 1995 perlahan-lahan Tupperware bangkit dan berkembang pesat pada periode berikutnya. Saat ini Tupperware Indonesia telah menjadi anggota APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) dan diwakili oleh PT. Imawi Benjaya yang telah berganti nama manjadi PT. Cahaya Prestasi Indonesia. Perusahaan inilah yang menjadi distributor nasional sekaligus penerima lisensi produk Tupperware di Indonesia dimana telah memiliki kurang lebih 91 distributor resmi yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. PT. Cahaya Prestasi Indonesia mensuplai produk untuk seluruh distributor Tupperwaredi Indonesia dan menjadi perusahaan pusat yang mengkoordinasi penjualan produk serta kegiatan perusahaan distributor agar sesuai ketentuan yang berlaku.

III.1.2) Visi, Misi, dan Nilai Utama Tupperware

Untuk dapat bertahan dalam persaingan bisnis yang kian hari semakin ketat. Tupperware menetapkan visi, misi dan nilai utama perusahaan sebagai pedoman dalam mewujudkan cita-cita perusahaan. Visi, misi dan nilai utama perusahaan ini juga berfungsi untuk menyatukan persepsi seluruh pimpinan karyawan dan konsultan dalam menjalankan roda perusahaan.

a. Visi Tupeprware

VisiTupperware adalah menjadi Company of Choice dan Brand of Choice. b. Misi Tupperware

Misi Tupperware adalah merubah hidup lebih banyak orang menjadi lebih baiklagi.

c. Nilai Utama Tupperware

People, product, dan party plan/home party” merupakan nilai fundamental utama dari Tupperware. Mempercayai nilai-nilai ini akan yakin berhasil dalam


(54)

KAM (Key Account Manager)

Operation Supervisor

Warehouse Supervisor

Cashier/Customer Service/Marketing

Supervisor

Staf Gudang

Delivery Room staff

Customer Service

Cashier Marketing

bisnis yang kompetitif serta menjadikan hidup banyak orang menjadi lebih baik lagi.

III.1.3) Struktur Organisasi Tupperware

Struktur organisasi dapat terbentuk karena adanya kelompok manusia yang bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok yang sudah ditetapkan. Organisasi juga termasuk dalam salah satu fungsi manajemen. Agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik, maka perlu dibuat mekanisme dan struktur pembagian tugas dan wewenang serta pengaturan hubungan dari setiap unit kerja.

Struktur organisasi PT Tupperware Cabang Medan Maimun berbentuk garis dan staf yang ramping karena tidak melakukan kegiatan produksi dan hanya mempekerjakan orang dalam bidang administratif.

Gambar 3


(55)

Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian pada PT Tupperware cabang Medan Maimun adalah Sebagai berikut:

1) KAM (Key Account Manager)

a. Memimpin dan mengelola cabang sesuai dengan pedoman dan pengarahan yang digariskan kantor pusat.

b. Membawahi, mengawasi dan mengkoordinasikan semua bagian lainnya yang terdapat pada kantor cabang.

c. Bertanggung jawab dan memberikan laporan berkala berupa data dan informasi lainnya mengenai kegiatan operasional perusahaan ke pusat. d. Memotivasi sales force Tupperware untuk meningkatkan penjualan 2) Operation Supervisor

a. Melaksanakan program penjualan sesuai dengan rencana/program yang telah disusun dan menilai pelaksanaannya untuk meningkatkan penjualan produk. b. Menyusun dan membuat laporan bulanan mengenai perkembangan penjualan

perusahaan.

3) Warehouse Supervisor

a. Bertanggung jawab terhadap gudang dan mengelola orang-orang yang di gudang.

b. Membuat laporan bulanan mengenai persediaan barang di gudang kepada KAM (Key Account Manager).

c. Bertanggung jawab atas penerimaan barang-barang yang dikirim dari kantor pusat.

d. Menerima laporan penerimaan dan pengeluaran barang-barang, dan berita acara apabila barang kurang diterima.

4) Cashier/Customer Service Supervisor

a. Bertanggung jawab dan mengelola cashier.

b. Bertanggung jawab dan mengelola customer service. c. Bertanggung jawab dan mengelola marketing. 5) Cashier, Staf Gudang dan Customer Service


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian (data, fakta, informasi objektif) dapat diambil beberapa bagian penting yang merupakan kesimpulan dari penelitian adalah sebagai berikut.

1. Karakteristik Komunikasi Kelompok Kecil terdapat pada kelompok-kelompok kecil di PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pertemuan ramah tamah antara karyawan yang sering dilaksanakan oleh PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Pertemuan tersebut biasanya dilaksanakan seperti employee gathering, familiy gathering, dan share house yang selalu dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Personaliti kelompok kerja di antara masing-masing kelompok saling bekerja sama sehingga karyawan memiliki kekompakan yang sesungguhnya penting dalam suatu kelompok sebagai suatu wujud keinginan untuk bekerja secara timbal balik. Selain itu, setiap karyawan memiliki komitmen terhadap tugas yang dibebankan oleh perusahaan, walaupun komitmen yang dibentuk oleh masing-masing individu didasarkan pada alasan dan keinginan tertentu. Dengan rutinitas PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun yang begitu padat, jumlah anggota kelompok pada setiap kelompok kerja pun sudah efektif. Perusahaan telah membuat aturan dan pedoman yang digunakan sesuai dengan tugas, wewenang serta pengaturan hubungan dengan setiap unit kelompok kerja. Interaksi pada setiap unit kelompok tidak dapat dipungkiri, setiap anggota kelompok merasa tergantung dalam menyelesaikan pekerjaan yang dihadapi. Hal ini disebabkan oleh mobilitas perusahaan yang sangat tinggi setiap


(2)

pekerjaan. Akhirnya, peniliti menyimpulkan bahwa PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun memiliki komunikasi yang efektif dan positif dalam setiap interaksi diantara unit kelompok kecil.

2. Motivasi kerja yang terdapat dalam PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun dilihat dari karyawan yang sangat mengharapkan pemberian promosi jabatan dapat terealisasi, perolehan imbalan yang sesuai diberikan sebagai wujud kesesuaian atas ahasil kerja maksimal, suasana dan kondisi lingkungan kerja yang mendukung, pelatihan dan pengembangan diri yang ditawarkan oleh perusahaan bago karyawan yang berprestasi guna mengembangkan potensi dan keterampilan karyawan dengan mengadakan workshop, seminar, pengajaran dari profesionalnya, dll. Karyawan menganggap hal tersebut menjadi faktor kebutuhan manusia dalam pencapaian keinginannya sehingga dapat memotivasi mereka untuk bekerja keras.

3. Pada perhitungan koefisien korelasi Spearman Rho maka diperoleh hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun. Sehingga hasil penelitian yang di dapat adalah bahwa terdapat hubungan anatara Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun, dimana hubungan yang diperoleh merupakan hubungan yang cukup berarti (signifikan).

V.2 SARAN

Adapun saran-saran yang hendak disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya perusahaan memberikan kesempatan yang sama pada karyawan untuk pengembangkan karir. Hal ini juga menguntungkan perusahaan karena mampu menciptakan sumber daya yang berkualitas.


(3)

2. Perusahaan sebaiknya segera merealisasikan kesempatan dalam promosi jabatan yang ditawarkan kepada karyawan.

3. Reward yang pantas bagi karyawan yang berprestasi, kenaikan gaji berkala yang pantas bagi karyawan dan selalu menjaga keharmonisan dan kekompakan antar sesama karyawan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Anoraga, Pandji & Sri Suyati. 1995. Prilaku Keorganisasian. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Ardana, Komang, dkk. 2008. Prilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.

Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Djatmiko, Yayat Hayati. (2005). Prilaku Organisasi. Bandung: CV Alfabeta.

Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Golberg, Alvin A. & Carl E. Learson. 1985. Komunikasi Kelompok, diterjemahkan oleh

Koesdarini S & Gery R. Yusuf. Jakarta: Universitas Indonesia.

Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi:Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia.

Yogyakarta: BPFE.

Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo.

Hasibuan, Drs. H. Malayu S.P. 2005. Motivasi & Organisasi: Dasar Peningkatan Produktivitas.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media


(5)

Lubis, Suwardi. 2007. Sistem Komunikasi Indonesia. Medan: Bartong Jaya. Liliweri, Alo. 2004. Wacana Komunikasi Organisasi. Bandung: Mandar Maju. Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu. 2005. Prilaku dan Budaya Organisasi.

Bandung: Refika Aditama.

Muhammad, Arni. 2007. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Pace, Wayne R and Don F. Faules. Editor: Dedy Mulyana. 2005. Komunikasi Organisasi:

Strategi meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Purba, Amir, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Medan: Pustaka Bangsa Press.\

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan.

Jakarta: Penerbit

PT. Raja Grafindo Persada.

Robbins, Stephen P., & Judge, Timothy A. 2001. Prilaku Organisasi: Organizational Behavior.

Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Thoha, Miftah. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja


(6)

Sears, David O., Jonathan L. Freedman & L. Anne Peplau. 1985. Psikologi Sosial, diterjemahkan

Oleh Micheal Adryanto. Jakarta: Erlangga.

Siagian, S.P. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sumber Lain:


Dokumen yang terkait

Komunikasi Kelompok Dan Motivasi Pengembangan Diri (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Motivasi Pengembangan Diri pada Member MLM CNI di PO DC-369 Kota Pematang Siantar)

5 141 126

Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Karyawan PT Oriflame Medan

14 127 155

Komunikasi Kelompoko Kecil dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Consultant PT Oriflame Medan)

0 0 26

Komunikasi Kelompoko Kecil dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Consultant PT Oriflame Medan)

0 0 3

Komunikasi Kelompoko Kecil dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Consultant PT Oriflame Medan)

0 0 39

Komunikasi Kelompoko Kecil dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Consultant PT Oriflame Medan)

0 0 10

Komunikasi Kelompoko Kecil dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Consultant PT Oriflame Medan)

0 0 2

Komunikasi Kelompoko Kecil dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi Kerja Consultant PT Oriflame Medan)

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah - Komunikasi Kelompok Kecil Dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun)

0 0 8

Komunikasi Kelompok Kecil Dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun)

0 1 11