PEMETAAN DAN PARTISIPATIF SOLUSI PEMBANGUNAN

Pemetaan Partisipatif, Solusi Pembangunan Desa Kerangas Secara Berkelanjutan ....................................................................... (Tallo)

PEMETAAN PARTISIPATIF, SOLUSI PEMBANGUNAN DESA
KERENGAS SECARA BERKELANJUTAN
(Participatory Mapping Solution Village Development Kerengas in a Sustainable Way )
Amandus Jong Tallo
The Forest Trust Indonesia
Menara Duta, Lantai 5, Jl. HR. Rasuna Said Jakarta, Indonesia
E-mail: mandustallo@gmail.com

ABSTRAK
Upaya masyarakat dalam memetakan wilayahnya, terkendala akan alat dan metode pemetaan.
Kejelasan batas wilayah antar desa dan perusahaan belum dapat dipastikan secara spasial. Regulasi hukum
di Indonesia menuntut agar adanya kejelasan batas beserta luasan penggunaan lahan. Desa Kerengas
sebagai salah satu desa di area konsesi perusahaan sawit, belum memiliki batas desa dan peta-peta tematik
yang berkoordinat. Tujuan dari studi ini adalah memaparkan tahapan pemetaan partisipatif dalam upaya
menjawab tantangan lahan berkelanjutan di desa. Penelitian ini dilakukan di desa Kerangas, selama kurang
lebih dua tahun. Hasil dari penelitian ini adalah, melalui pemetaan partisipatif dapat menjadi jalan
pembangunan wilayah secara berkelanjutan di desa. Pemetaan partisipatif dapat menjadi kunci dalam
menjawab tantangan regulasi spasial, kawasan bernilai konservasi tinggi dan kajian tenurial.
Kata kunci: kerengas, peta, partisipatif


ABSTRACT
Community efforts in map the region, hampered will instrument and methods mapping. Clarity the
boundaries between village and the company has not been confirmed in terms. Regulations law in Indonesia
demanded the clarity and if the land use. Village kerengas as one village in the concession one of the palm,
do not have boundary village and thematic maps that have coordinate. The purpose of this study was
expose mapping participatory stage in an effort to answer the challenges of sustainable land in the village.
This research was conducted in the village Kerangas, for approximately two years.The result of this research
is, through participatory mapping can be a path of sustainable regional development in the village.
Participatory mapping can be a lock in the challenge spatial regulations, worth conservation area high and
tenurial study.
Keywords: kerengas, map, participatory

PENDAHULUAN
Ruang adalah sumberdaya lokal (local resources) yang mempunyai karakteristik spasial dan
lokasi tertentu sehingga berpotensi (memungkinkan) menyandang fungsi pemanfaatan ruang
tertentu disamping status lainnya. Masalah keruangan adalah kondisi ruang yang tetap, namun
aktivitas dan manusia terus bertambah. Menempatkan aktivitas yang tepat sesuai dengan
peruntukan lahan, sebagai satu bagian dari perencanana tata ruang. Perencanana sebagai
tindakan yang berorentasi pada masa depan, dengan bertitik tolak pada kondisi masa lalu dan

masa kini adalah serangkaian proses yang panjang dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada
guna mencapai tujuan. Ruang sendiri lebih mengarah pada hal fisik berupa ruang darat, laut dan
udara (Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 tahun 2007, yang selanjutnya disingkat UUPR).
Lebih lanjut dalam UUPR tata ruang merujuk pada struktur dan pola pemanfaatan ruang. Struktur
terdiri dari pusat-pusat kegiatan dihubungkan dengan sistem jaringan, sedangkan pola
pemanfataan ruang terdiri dari kawasan lindung dan budidaya.
Pandangan rencana tata ruang menurut UUPR, lebih difokuskan pada sistem perencanaan
teknokratik, menjadi tanggungjawab planner (perencana). Aspek-aspek sosial pembentuk ruang,
sering tidak diakomodir dalam setiap produk rencana tata ruang. Rencana tata ruang berpola
mekanis, sesungguhnya akan sangat bermanfaat jika berawal dari nilai-nilai sosial pembentuk
ruang.

139

Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016:139-148

Elemen terkecil dalam satuan ruang adalah lahan. Lahan merupakan sumberdaya yang
memiliki sifat permanen, terbatas dan memiliki nilai masa depan (harapan) yang sangat tinggi.
Permanen lahan berada pada lokasi yang pasti dan tidak ada satu bidang tapak lahan yang sama
persis. Terbatas merujuk pada kelangkaan. Harapan berarti tumpuan harapan dari berbagai

kepentingan dan keinginan baik dikuasai secara sah/legal maupun tidak sah menurut peraturan
perundangan yang berlaku.
Undang-undang Desa No. 6 Tahun 2014 mengamanatkan agar setiap wilayah memiliki
kejelasan batas dalam melakukkan pemetaan batas wilayah, harus melibatkan desa berbatas
sehingga mendapat consent (persetujuan), persetujuan tersebut akan dituangkan melalui berita
acara antar kedua belah desa dengan melampirkan daftar titik batas disertai dengan titik koordinat
patok wilayah. Kisruh batas desa sudah menjadi polemik diantara masyarakat tradisional, apalagi
jika desa tersebut berbatasan dengan usaha perkebunan kelapa sawit.
Prospek pengembangan industri kelapa sawit dengan daya dukung tanah di wilayah
Kalimantan sangat menjanjikan, namun belum didasari dengan sepenuhnya bahwa industri
tersebut merupakan industri dengan model investasi jangka panjang. Masyarakat penyerah lahan
masih memahami secara parsial, benefit yang akan diperoleh.
Gagal paham masyarakat tersebut dikarenakan kesalahan pada saat sosialisasi awal
pemenuhan area tanam yang sudah mendapatkan ijin lokasi dari pemerintah setempat. Sosialisasi
hanya dilakukan secara formalitas tanpa menganut asas FPIC (free, prior, inform, consent,
selanjutnya disingkat FPIC) atau lebih dikenal dengan persetujuan atas dasar informasi awal tanpa
paksaaan. Informasi yang diberikan hanya betuk iming-iming tanpa terdokumentasi dengan
lengkap.
Desa Kerengas ialah salah satu desa yang berbatas dengan ijin lokasi perkebunan sawit di
wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. Kejelasan batas wilayah dan penggunaan lahan di desa Kerengas

belum menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah setempat dalam menentukan arah
pembangunan wilayah ke depan. Bertolak dari hal tersebut maka masalah spasial dalam
mendelianasi area desa secara kartografis menjadi persoalan yang melatarbelakangi penguasaaan
dan pemanfaatan lahan desa. Tujuan dari tulisan ini lebih menfokuskan pada proses pemetaan
wilayah yang dilakukan secara partisipatif berdasarkan asas FPIC, penekanan pada proses sosial di
masyarakat dengan beberapa output baik peta desa (batas wilayah, tata guna lahan, kepemilikan
lahan, pola dan struktur ruang) serta proses penyusunan profil desa hingga pada proses konsultasi
publik yang dilakukan secara partisipatif.
Pelaksanaan kegiatan pengambilan keputusan dan pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat merupakan prinsip dasar dari partisipatif, penekanan pada ambil bagian atau turut
serta dalam berbagai proses kegiatan. Proses partisipatif sendiri memiliki derajat dimulai oleh
community leader (orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat yang dapat mendorong
penguatan kelompok). Community technology merupakan teknologi komunitas yang tepat guna
yang dimiliki oleh suatu komunitas atau organisasi untuk peranannya. Community fund yaitu
segala bentuk dana yang dapat dihimpun dari dan oleh masyarakat. Community material yaitu
sarana yang ada pada masyarakat yang berguna untuk pengembangan kelompok. Community
knowledge yaitu persepsi masyarakat berkaitan dengan usaha mereka, harapan terhadap
pelayanan ekonomi produktif, sejauh mana kepercayaan pada pelaku pelayanan ekonomi
produktif. Community decision making yaitu pelibatan anggota-anggota komunitas dalam proses
pengambilan keputusan. Community organizations, merupakan perkumpulan orang dalam

masyarakat yang mengelola kegiatan tertentu (UNICEF, 2007).
Pemetaan Partisipatif (participatory mapping) selanjutnya disingkat PM pada prinsipnya sama
dengan pemetaan pada umumnya yang sering dilakukan oleh instansi pemerintah. Perbedaannya
adalah pemetaan partisipatif dalam pengukurannya diikuti oleh banyak anggota suatu komunitas
masyarakat yang pada praktik pemetaan biasa dapat dilaksanakan dua orang saja. Perbedaan
yang lain adalah tentang tema, masyarakat akan menentukan sendiri tema yang dianggap
penting. Tema yang mungkin berbeda dengan peta biasa misalnya adalah: batas tanah adat/desa,
tempat-tempat suci, tempat-tempat pemacingan dan lain-lain. Peta tematik yang dibuat
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat terkadang pemetaan hanya dilakukan untuk
mengetahui batas desa dan batas lokasi usaha perusahaan, kadang hanya tanah adat, juga

140

Pemetaan partisipatif, Solusi pembangunan Desa Kerangas secara berkelanjutan........................................................................ (Tallo)

biasanya dilakukan peta infrastuktur serta peta lainnya. Menurut Jaringan Kerja Pemetaan
Partisipatif atau JKPP, pemetaan partisipatif adalah satu metode pemetaan yang menempatkan
masyarakat sebagai pelaku pemetaan di wilayahnya, sekaligus akan menjadi penentu perencanaan
pengembangan wilayah mereka sendiri(JKPP, 2005).
Rupa bumi dalam bidang datar dengan skala dan koordinat tersebut ialah definisi dari peta.

Merujuk pada definisi peta, dalam masyarakt tradisional memahami peta hanya sebatas sketsa
atau denah atau istilah lain dalam masyarakat, padahal peta berkoordinat akan sangat membantu
dalam menentukan posisi vicinal suatu objek atau kenampakan. Proses pemetaan partisipatif akan
lebih menarik jika didukung oleh prinsip FPIC.
Keempat elemen dari Free (bebas), Prior (awal), Inform (terinformasikan), Consent
(persetujuan) dapat dibahasakan sebagai persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan.
Springer dan Renata (2014) menjabarkan empat prinsip tersebut meliputi; prinsip pertama adalah
bebas, informasi yang diberikan harus terlepas dari intimidasi atau paksaaan dari pihak manapun
serta kebebasan menerima dan menolak menerima dan menolak setiap proyek harus diutamakan.
Kedua, prinsip awal artinya dilakukan sebelum proyek dilaksanakan untuk menghormati terhadap
proses konsultasi dan konsensus. Ketiga, kelengkapan informasi harus tersampaikan kepada para
pihak, baik objek kegiatan maupun wilayah terdampak disamping itu juga harus utuh dan mudah
dipahami oleh masyarakat (transfer of information must be understanding to community).
Keempat, keterbukaan informasi membutuhkan waktu untuk disetujui oleh masyarakat secara
bertahap, menurut kententuan lokal perlu dipahami consent is not consultation.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan menggali informasi dari
masyarakat terkait dengan studi spasial di Desa Kerengas. Pendekatan fenomenologis dilakukan
dengan mengamati semua pengalaman yang dibatasi terkait dengan masalah sumberdaya spasial

desa. Kegiatan penelitian yang dilakukan hanya sebagai fasilitator ke masyarakat, bukan sebagai
mentoring dalam melakukan penelitian dengan keterlibatan separuh.
Sumber data yang dipakai adalah data primer dan sekunder. Data primer berupa observasi
lapangan dan wawancara mendalam dengan masyarakat dan tokoh adat setempat, para kepala
desa dan ketua adat desa berbatas, kaum perempuan, pemuda dan tokoh masyarakat lain. Data
sekunder meliputi sejarah Desa Kerengas dan desa berbatas lainnya (Desa Mantan, Desa Menapar,
Desa Kenerak, Desa Jongkong dan Desa Emperiang), dokumen RPJM Desa Kerangas, dokumen
adat dan dokumen-dokumen desa lainnya. Proses lapangan dimulai sejak pertengahan februari
hingga akhir oktober 2015. Perlengkapan yang digunakan berupa voice recording, GPS (global
positioning system), kamera digital bergeotagging, flagging tape, alat perintis dan alat tulis.
Proses pengolahan titik koordinat menjadi peta dilakukan setiap hari, dimana titik GPS dirubah
menjadi shapefile (.shp), kemudian melakukan pengolahan data menggunakan software Arcgis
9.3, pada proses ini bersifat verifikasi baik secara harian maupun akhir, dimana masyarakat juga
hadir dalam kegiatan ini mengamati proses transfer data hingga digitasi menjadi peta. Proses akhir
adalah konsultasi publik dengan mengundang masyarakat dan stakholder lain guna mendengarkan
peta hasil pengukuran dan profil desa yang disusun.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Kerengas merupakan salah satu desa di Kecamatan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu.
Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu dikenali dengan kabupaten konservasi, salah satu area konservasi

yang terkenal adalah Taman Nasional Danau Sentarum. Wilayah Kapuas hulu adalah daerah hulu
Sungai Kapuas (sungai terbesar di Kalimantan Barat). Wilayah Desa Kerangas berbatasan langsung
dengan salah satu anak perusahaan sawit. Konsesi kelapa sawit di bagian barat Kapuas Hulu
disajikan pada Gambar 1.
Batas-batas wilayah desa Kerengas, disebelah utara berbatasan dengan Desa Mantan
Kecamatan Suhaid, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Emperiang Kecamatan Seberuang,
sebelah timur berbatasan dengan Desa Menapar Kecamatan Suhaid, sebelah barat berbatasan
dengan Desa Kenerak Kecamatan Semitau. Desa Kerengas memiliki topografi yang berbukit

141

Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016:139-148

dengan kemiringan lahan hingga 45%. Luas Desa Kerengas mencapai 2.837,4 ha seperti yang
disajikan pada Gambar 2.

Sumber: FPP, 2014
Gambar 1. Konsesi Kelapa Sawit di Bagian Barat Kapuas Hulu.

Sumber: Dokumentasi Desa Kerengas, 2016

Gambar 2. Peta Batas Desa Kerengas.

Terbagi atas dua dusun, yakni Dusun Kerangas dan Dusun Caram, desa ini memiliki tingkat
pemerintah terendah hingga RT. Masing-masing dusun memiliki 1 RT dan 1 RW. Letak Desa
Kerengas dari Ibukota Kecamatan (Suhaid) adalah 32 km, dengan jarak tempuh ±1 jam. Pada
musim penghujan, jarak tempuh akan lebih lama dibandingkan pada musim kemarau karena akses
jalan yang rusak. Jumlah penduduk Desa Kerengas adalah 376 jiwa dalam 111 KK. Proporsi lakilaki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, mayoritas memeluk agama Katholik, dan dalam
kesehariannya melakukan pergerakan di dalam maupun ke luar desa (ekonomi, kesehatan dan
pendidikan).
Kata Kerengas diambil dari bahasa kampung, yang memiliki arti sebagai daerah kritis atau
daerah tidak subur. Desa Kerengas memiliki sejarah yang membentuk perkembangan hingga saat
ini. Awalnya Desa Kerengas merupakan sebuah perkampungan yang dipimpin oleh Kepala
Kampung dan diduduki oleh masyarakat suku Dayak Suaid. Menamakan dirinya Dayak Suaid
karena mereka selalu bermukim dan mencari sumber lauk-pauk di sekitar Sungai Suhaid atau yang
disebut pula sebagai Sungai Batang Suhaid. Di Desa Kerengas, dikenal merupakan asal penduduk
asli atau tempat permukiman tertua suku Dayak Suaid. Hingga saat ini, bukti-bukti sejarah terkait
dengan hal tersebut ditunjukkan dengan adanya lalau (pohon besar tempat bersaranganya lebah

142


Pemetaan partisipatif, Solusi pembangunan Desa Kerangas secara berkelanjutan........................................................................ (Tallo)

madu), tiang (pohon tembesuk yang ditempati oleh roh-roh leluhur) dan tembawang (bekas
permukiman penduduk) serta tempat-tempat bersejarah lainnya sebagai peninggalan suku Dayak
Suaid. Interaksi spasial ekonomi desa Kerengas mengarah pada Kecamatan Semitau, sedangkan
pemerintahan pada Desa Nanga Suhaid.
Proses pemeetaan di Desa Kerengas dapat dibagi menadi dua tahapan, yaitu pemetaan batas
wilayah dan pemetaan tematik.
a. Pemetaan batas wilayah
Penentuan batas merupakan hal pertama yang dilakukan. Kesepakatan di dalam desa, dan
desa-desa yang berbatasan menjadi kunci utama dalam proses ini. Batas wilayah adalah tanda
pemisah antar unit regional (wilayah) geografi yang bersebelahan. Secara fisik tanda pemisah
tersebut bisa berupa fenomena alam seperti sungai dan punggung bukit atau berupa tanda
buatan manusia seperti tugu/pilar dan jalan (Jones, 1945; Prescott, 1987). Penentuan batas
wilayah mengandung dua arti, yaitu penetapan dan penegasan. Permendagri (Peraturan
Menteri Dalam Negeri, No. 27 Tahun 2006), penetapan adalah proses penetapan batas desa
secara kartometrik di atas suatu peta dasar yang telah disepakati. Penegasan ialah proses
pelaksanaan di lapangan dengan memberikan tanda batas berdasarkan hasil penetapan.
Proses pertemuan hingga pelaksanaan pengukuran batas disajikan pada Gambar 3.


Sumber: Konstruksi Peneliti, 2016
Gambar 3. Proses Pertemuan hingga pelaksanaan Pengukuran Batas.

Proses komunikasi awal pada tahun 2014, dimana salah satu anggota tim TFT (The Forest
Trust) berdasarkan surat ijin dari kecamatan, dilakukan komunikasi intensif dari tim. Banyak
hal yang diperoleh baik penolakan hingga penerimaan baik dari warga desa, walaupun sudah
memiliki surat tertulis. Mempertemukan berbagai pihak dalam kegiatan komunikasi sangatlah
penting, sehingga masyarakat desa, menerima dan melakukan proses pengambilan titik batas
pada 21 Agustus 2014. Tim akhirnya berhasil mengambil koordinat batas desa, akan tetapi
Desa Kenerak belum sepakat terhadap wilayah batas desanya. Proses pengukuran batas desa
dengan kenerak, dilakukan pada pertengahan tahun 2015. Hasil dari pemetaan batas adalah
kesepakatan antar kedua belah pihak. Hasil tersebut melampirkan titik pengukuran dan peta
kesepakatan batas desa, anggota tim pemetaan, titik koordinat dan diketahui oleh camat
setempat.
b. Pemetaan Tematik
Peta tematik disini berupa peta tata guna lahan, peta indikatif pola kepemilikan lahan dan peta
pola ruang (lindung dan Budidaya). Kunci utuma peta-peta tersebut adalah peta tata guna
lahan. Sketsa desa menjadi peran utama dala proses ini. Peta batas adminstratif desa, belum
menggambarkan secara detail luasan penggunaan lahan di dalam desa. Luasan wilayah yang
sudah diketahui akan diklasifikasi menurut peruntukan lahan eksisting. Proses tersebut
merupakan lanjutan dari proses sebelumnya (penenetapan batas desa), namun dalam proses
ini tidak melibatkan pihak desa-desa berbatasan. Proses pertemuan dan sketsa desa kerengas
disajikan pada Gambar 4.

143

Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016:139-148

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015
Gambar 4. Proses Pertemuan dan Sketsa Desa Kerengas.

Peneliti melakukan komunikasi kembali bersama tim desa pada Februari 2015, hingga
mendapat kesepakatan untuk melakukan pertemuan dengan mendatangkan perwakilan
masyarakat desa. Proses penyampaian maksud dan tujuan, dan dilakukan proses pengecekan
ketersediaan ada atau tidaknya sketsa desa, jika belum maka dilakukan pembuatan sketsa desa.
Prinsip sketsa desa adalah mental map, dimana apa yang dingat oleh masyarakat, itulah yang
tergambar, dilengkapi dengan penanda fisik. Desa kerengas sudah memiliki sketsa desa dan
sangat membantu dalam proses pengukuran, dikarenakan sketsa desa adalah panduan wilayah
yang akan dipetakan. Proses pemetaan di Bukit Dodol disajikan pada Gambar 5.

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015
Gambar 5. Proses Pemetaan di Bukit Dodol.

Proses petemuan memang tidak mungkin berjalan dengan lancar, Dusun Caram belum ingin
wilayahnya dipetakan, namun dusun Kerangas bersedia melakukan pemetaan. Dua GPS dengan 2
tim selama 5 hari berjalan dengan lancar. Menelusuri bukit dodol, memasuki resam (rumput ilalang
dengan ketinggian diatas 5 m), terjebak dalam sawah dengan kedalaman lumpur 1 m, hingga sakit
di tengah hutan, dialami peneliti dengan gembira. Malam hari setelah pengukuran dilakukan
proses verifikasi harian dengan tim pemetaaan (perwakilan masyarakat yang paham akan lokasi
yang dipetakan) melakukan digitasi bersama. Proses verifikasi hasil pengukuran disajikan pada
Gambar 6.

144

Pemetaan partisipatif, Solusi pembangunan Desa Kerangas secara berkelanjutan........................................................................ (Tallo)

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015
Gambar 6. Proses Verifikasi Hasil Pengukuran.

Tujuan verifikasi adalah mengurangi kesalahan terminologi yang akan ditampilkan di peta, dan
mengetahui sejarah kawasan (seperti tembawang, hutan adat) yang sudah terpetakan.
Pelaksanaan verifikasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu verifikasi harian (dilaksanakan setiap hari,
setelah pengambilan koordinat pada hari tersebut) dan verifikasi akhir (dilakukan pada hari
terakhir, merangkum seluruh hasil pengambilan titik koordinat). Kegiatan tersebut dilakukan oleh
perwakilan tim pemetan desa dan tim pemetaan yang ditugaskan. Proses digitasi pemetaan
dilaksanakan pada tahap ini, dimana drafter didampingi oleh anggota tim pemetaan desa
mengolah data tersebut. Hasil Pengolahan pada Arc Gis kemudian dikomunikasikan dengan para
pihak sebelum pelaksanaan pra Konsultasi Publik. Peta tata guna lahan Desa Kerengas disajikan
pada Gambar 7.

Sumber: PM Desa Kerengas, 2015
Gambar 7. Peta Tata Guna Lahan Desa Kerengas.

Peta tata guna lahan, menggambarkan seluruh pemanfaatan lahan yang ada di desa hasil
pengambilan titik koordinat. Penggunaan lahan di Desa Kerengas didominasi oleh kebun campuran
yang dimanfaatkan untuk area cadangan masyarakat. Penggunaan lahan desa kerengas disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Penggunaan Lahan Desa Kerengas.
Luasan (ha)
Dusun
Dusun
Kerangas
Caram

No.

Penggunaan Lahan

1

Tanah adat cadangan

382,40

220,80

2

Hutan

178,00

402,40

3

Pehantu/pemakaman

0,10

2,80

4

Permukiman

3,30

4,20

5

Sawah

174,70

56,30

6

Sawit

35,90

0

7

Tembawang

53,90

134

8

Kebun

648,50

539,90

1477,00

1360,40

Luas tiap dusun
Luas desa

2837,40

Sumber: Pemetaan Partisipatif Desa Kerengas, 2015
145

Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016:139-148

Hasil pengukuran tersebut, menunjukkan bahwa wilayah Desa Kerengas sudah memiliki
konsep ketahanan pangan. Ini dibuktikan dari hasil wawancara dengan berbagai tokoh masyarakat
desa, yang menerangkan bahwa lahan cadangan akan dikelola masyarakat menjadi area ladang
berpindah-pindah sesuai dengan kultur setempat. Wilayah yang diindikasikan sebagai area nilai
konservasi tinggi/NKT 5 (kawasan kebutuhan dasar masyarakat) sudah terpetakan juga NKT 6
sebagai identitas budaya sudah dipetakan. Peta indikatif pola kepemilikan lahan desa kerengas
disajikan pada Gambar 8.

Sumber: PM Desa Kerengas, 2015
Gambar 8. Peta Indikatif Pola Kepemilikan Lahan Desa Kerengas.

Draft peta tata guna lahan yang sudah jadi, menjadi dasar dalam pembuatan peta indikatif
kepemilikan lahan. Pentingnya peta tersebut adalah untuk memastikan wilayah tenurial, dimana
terdapat subjek (penguasa), objek (sasaran yang dikuasai) dan jenis hak (sistem penguasaan) di
dalam satuan spasial yang dikenal dengan desa. Disadari bahwa PM tidak langsung mendalami
tenurial, namun dengan peta tersebut dapat memastikan adanya sistem tenur dalam masyarakat
dan wilayahnya secara general. Peta indikatif pola ruang desa kerengas disajikan pada Gambar 9.

Sumber: PM Desa Kerengas, 2015
Gambar 9. Peta Indikatif Pola Ruang Desa Kerengas.

Peta Kawasan lindung dan budidaya juga dapat dibuat lewat peta tata guna lahan. Wilayah
lindung dalam terminologi regulasi masuk dalam kawasan budidaya. Tembawang (bekas rumah
yang ditinggalkan pada masa dulu) secara sistem regulasi masuk pada lahan cagar budaya, namun
menurut masyarakat wilayah tersebut adalah milik pribadi yang sudah diwariskan dan dikelola oleh
masyarakat. Wilayah sempadan sungai dan mata air area hutan desa masih dilindungi oleh
masyarakat desa Kerengas.
146

Pemetaan partisipatif, Solusi pembangunan Desa Kerangas secara berkelanjutan........................................................................ (Tallo)

c.

Konsultasi Publik
Tahapan terakhir dalam seluruh rangkaian kegiatan PM. Kegiatan ini dilakukan dengan
menghadirkan Pemerintah desa setempat, perwakilan kecamatan, desa-desa yang berbatasan,
masyarakat desa, anggota tim pemetaan desa, pihak perusaahan diwilayah konsesi (jika wilayah
desa berbatasan dengan perusahaan). Pembahasan dalam pertemuan ini menyangkut seluruh
proses PM sejak penetapan batas wilayah, proses pengambilan titik koordinat untuk tata guna
lahan, profil desa dan isu-isu desa dan rencana tindak lanjut. Pengesahan peta tata guna lahan,
hasil pemetaan partisipatif ditandatangai oleh penguruh desa setempat, ketua adat dan Badan
Pembangunan Desa (BPD) disaksikan oleh camat, perwakilan desa berbatasan dan seluruh warga
masyarakat desa. Kegiatan konsultasi publik pm desa kerengas disajikan pada Gambar 10.

Sumber: PM Desa Kerengas, 2015
Gambar 10. Kegiatan Konsultasi Publik PM Desa Kerengas.

Konsultasi publik ini dilakukan untuk mendapatkan tanggapan dan masukan atas hasil
kegiatan pemetaan yang telah dilakukan dari para stakeholder. Dalam acara ini desa mengundang
para stakeholder diantaranya: (i) perwakilan dari Pemerintah Kecamatan Suhaid, (ii) Perwakilan
dari Kepolisian Sektor Suhaid, (iii) Desa-desa yang berbatasan seperti Desa Mantan, Desa Kenerak,
Menapar (iv) perwakilan dari masyarakat seperti wakil tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh
pemuda, guru dan wakil PKK, (v) perwakilan perusahaan sawit. Kegiatan ini dilakukan pada
tanggal 28 Oktober 2015 di Gereja St. Agustinus Dusun Kerangas, pukul 09.00-14.00 dihadiri lebih
dari 50 orang peserta

KESIMPULAN
Pemetaan partisipatif adalah alat yang dapat membantu desa dalam menyusun rencana
pembagunan. Peranan fasilitator membantu desa dalam menyusun peta, bukan sebagai tim ahli
dalam pemetaan. Asas FPIC merupakan hal terpenting dalam mengambil consent dari masyarakat.
Output dalam PM terdiri dari peta dan profil desa. Tata guna lahan di Desa Kerangas didominasi
oleh kebun campur, dengan mayoritas kepemilikan pribadi, serta dominasi kawasan budidaya
desa. Struktur ruang desa terkonsentrasi di dusun Kerangas dengan interaksi ekonomi pada
kecamatan Semitau, sedangkan interaksi spasial pemerintahan pada desa Nanga Suhaid.
Hasil dari PM akan membantu desa menyusun tata ruang desa, yang terdiri dari struktur
ruang dan pola ruang. Informasi tenurial masyarakat adat suku dayak Suwait desa Kerengas juga
terpetakan, persebaran fasilitas desa terdokumentasi serta membantu desa dalam menyusun
Alokasi Dana Desa(ADD). Gambaran umum wilayah juga terupdate lewat dokumen profil desa,
menggambarkan seluruh potensi dan isu-isu strategis desa. Pemetaan Partisipatif tools menuju
desa berkelanjutan.

UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa hormat dan bangga setingginya dihaturkan kepada seluruh masyarakat Desa Kerengas,
yang bersedia menerima penulis dalam suka duka menampung dan memberi hidup bagi
pengembangan ilmu masyarakat desa. Tak lupa rasa terima kasih, disampaikan kepada Head of
147

Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016:139-148

Represntatif TFT Indonesia Bpk. Aris Priambodo, Manager Social team Bpk. Berdy Steven
Wohangara, yang telah mempercayakan penulis dalam mendalami aspek sosio spasial. Rekanrekan tim sosial; Yasril La Ery, Mainul Sofyan, Muhammad Aminuddin, Wyda Swestika Mayasari.
Tim Carbon TFT: Ario Bhirowo, tim Surveyor: Farid, Bambang, Novi, Cahya. Serta semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA
Jenny Springer dan Vanessa Retana. (2014).Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan dan
REDD+: Pedoman dan Sumber Daya. WWF. Indonesia
Jones,B.,S.(2000). Boundary Making, A Handbooks for Statesmen, Treaty Editors and Boundary
Commissioners.William S. Hein & Co.Inc., Buffalo. New York.
Marcus Colchester,dkk.(2014). Tinjauan Independen Atas Dampak Sosial Dari Kebijakan Konservasi Hutan
Golden Agri Resources Di Kabupaten Kapuas hulu, Kalimantan Barat . Forest Peoples Programme dan
TUK Indonesia. England and Indonesia.
RI (Republik Indonesia). (2007). Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembaran
Negara RI Tahun 2007, No.68. Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). (2014). Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lembaran Negara RI
Tahun 2014, No.7. Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jakarta.

148