Pengenalan tentang Panggilan Pelayanan b

Pengenalan tentang Panggilan Pelayanan berdasarkan Yesaya 6:1-13 (Eksegesa dan Implikasinya)

Oleh: Peniel Maiaweng

PENDAHULUAN

Relasi seorang hamba Tuhan dengan Allah sangat dipengaruhi oleh apa yang diketahui 1 tentang Allah. Pengenalannya tentang Allah yang dilayaninya tidak hanya menjadi dasar pengetahuan teologi dan memperkaya pemahamannya tentang Allah, tetapi juga berpengaruh

pada kehidupan pelayanannya. 2

Bagi seorang hamba Tuhan, mempercayai Allah sebagai realitas tertinggi dan meyakini otoritas kuasa-Nya akan menjadi dasar untuk membangun fondasi pelayanan sesuai dengan panggilan yang Allah telah nyatakan kepadanya, sehingga dalam pelayanannya, ia pun akan

bersandar kepada kemahakuasaan Allah untuk menggapai seluruh sasaran pelayanannya. 3 Pengenalan seorang hamba tentang Allah memiliki berbagai implikasi dalam kehidupan sehari-hari dan berdampak langsung dalam praktek hidupnya, 4 karena akan mempengaruhi pandangannya tentang dirinya, orang lain, dan lingkungan di sekitarnya. 5 Seorang hamba Tuhan akan memperlakukan dirinya, orang lain, dan lingkungan pelayanan didasarkan pada pengenalan tentang sikap Allah terhadap dirinya, orang lain, dan lingkungan pelayanannya.

A. W. Tozer menyatakan bahwa banyak kesalahan dalam doktrin dan kegagalan dalam menerapkan praktek hidup Kristen dan pelayanan berpangkal pada pandangan yang salah tentang Allah. 6 Dengan demikian, jika seorang hamba Tuhan mengenal Allah secara benar, maka ia akan memperlakukan dirinya, orang lain, dan lingkungan pelayanan secara benar. Sebaliknya, jika ia mengenal Allah secara salah, maka ia pun akan memperlakukan dirinya, orang lain, dan lingkungan di mana ia berada secara salah pula.

Panggilan Yesaya dalam Yesaya 6:1-13 menolong para hamba Tuhan untuk mengenal secara benar Tuhan yang memanggilnya, dirinya sebagai pribadi yang dipanggil oleh Tuhan, dan pelayanan yang dipercayakan kepadanya, agar ia pun dapat melaksanakan pelayanan secara benar sesuai dengan yang diinginkan TUHAN baginya.

EKSEGESA YESAYA 6:1-13

Latar Belakang

Umumnya, informasi tentang panggilan para nabi disampaikan pada awal kitab, namun panggilan Yesaya dicamtumkan pada pasal 6 dari kitab Yesaya. 7 Penempatan panggilan Yesaya demikian memiliki peranan penting dalam pasal 1-12 karena panggilan Yesaya ditempatkan di tengah-tengah nubuat tentang penghukuman dan pemulihan yang akan dialami

1 Gregory A. Boyd, God of the Possible: A Biblical Introduction to the Open View of God (Grand Rapids, Michigan: Baker Books, 2008), 92-93.

2 A. W. Tozer, Mengenal yang Maha Kudus (Bandung: Kalam Hidup, n.d.), 10; dan Charles Ryrie, Teologi Dasar , Buku 1 (Yogyakarta: ANDI, 1991), 10.

3 Ide pernyataan ini didasarkan pada konsep Warren and Ruth Myers, Experiencing God’s Attributes: A Personally Enriching, Application-Centered Study and Meditation on the Person of God (Colorado

Springs: NAVPRESS, 1982).

4 Clark Pinnock, Richard Rice, John Sanders, William Hasker, David Basinger, The Opennes of God: A Biblical Challenge to the Traditional Undertstanding of God (Downers Grove, Illinois: InterVarsity

Press, 1994), 8.

5 Warren and Ruth Myers, Experiencing God’s Attributes, 5.

6 A. W. Tozer, Mengenal yang Maha Kudus (Bandung: Kalam Hidup, n.d.), 10.

7 Apabila dibandingkan dengan nabi-nabi besar yang lain, yaitu Yeremia (Yer. 1:4-19) dan Yehezkiel (ps. 1-3), panggilan mereka dinyatakan pada permulaan kitab, tetapi Yesaya terdapat pada pasal 6.

Penempatan demikian dalam kitab Yesaya menimbulkan penafsiran Penempatan demikian dalam kitab Yesaya menimbulkan penafsiran

Struktur

Isi penglihatan ini terdiri dari tiga bagian, yaitu penyataan diri Tuhan (ay. 1-4); penyataan diri Yesaya (ay. 5-7); dan penyataan panggilan pelayanan (ay. 8-13). Pada bagian awal (ay. 1-4), Yesaya menyebutkan bahwa penglihatan yang dialaminya adalah pada tahun kematian raja Uzia. Pada tahun ini, Yesaya melihat Tuhan dengan kebesaran dan keagunan takhta-Nya dengan jubah-Nya yang memenuhi Bait Suci (ay. 1). Selain itu, Yesaya juga melihat serafim yang menyanyikan pujian tentang kekudusan, kemahakuasaan, dan kemuliaan TUHAN (2-4)

Pada bagian tengah (ay. 5-7), Yesaya menjelaskan tentang pengakuan kenajisan dirinya dan bangsanya di hadapan TUHAN (ay. 5) dan pelayanan yang dilaksanakannya bagi Yesaya, yaitu penghapusan kesalahan dan pengampunan segala dosanya (ay. 6-7).

Pada bagian akhir (ay. 8-13), Yesaya menginformasikan percakapan antara Tuhan dan dirinya mengenai panggilan yang diterimanya. Panggilan ini dimulai dengan penawaran yang disampaikan oleh Tuhan kepada Yesaya (ay. 8a) dan respon/kesiapan Yesaya terhadap panggilan tersebut (ay. 8b). Panggilan tersebut dilanjutkan dengan penyampaian bentuk- bentuk pelayanan yang akan dilaksanakannya, sikap orang-orang yang akan dihadapinya, dan hasil dari pelayanan yang dilaksanakannya (ay. 9-13).

Adapun kerangka Yesaya 6:1-13 adalah sebagai berikut:

A. Penyataan diri Tuhan (ay. 1-4)

1. Tahun kematian raja Uzia (ay. 1a).

2. Penglihatan tentang Tuhan (ay. 1b)

3. Penglihatan tentang serafim (ay. 2-4)

a. Keberadaan Serafim (ay. 2)

b. Pujian Serafim tentang TUHAN (ay. 3)

c. Dampak Pujian Serafim (ay. 4)

B. Penyataan diri Yesaya

1. Pengakuan tentang Kenajisan oleh Yesaya (ay. 5)

2. Penyucian dan penebusan (ay. 6-7).

C. Penyataan Panggilan Pelayanan (ay. 8-13).

1. Penawaran tentang Panggilan Pelayanan (ay. 8a).

2. Respon terhadap Panggilan Pelayanan (ay. 8b)

3. Isi Panggilan Pelayanan (ay. 9-13)

a. Pelayanan tentang Ketertutupan (ay. 9-10)

b. Pelayanan tentang Pemusnahan (ay. 11-13a)

c. Pelayanan tentang Pemulihan (ay. 13b)

Interpretasi

Penyataan tentang Tuhan (ay. 1-4)

Panggilan pelayanan yang dialami oleh Yesaya dimulai dari penyataan diri Tuhan kepadanya pada tahun kematian raja Uzia. Yesaya mengalami secara langsung pertemuannya dengan Tuhan sebelum ia menerima panggilan pelayanan. Pertemuannya dengan Tuhan membuatnya mengenal siapa yang Tuhan yang memanggilnya sebelum ia menyatakan kesiapannya untuk memenuhi panggilan tersebut. Tuhan yang memanggilnya adalah Tuhan yang bertakhta di Bait-Nya, Ia adalah kudus adanya, Ia adalah Tuhan bala tentara, dan seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya.

8 Willem A. VanGemeren, Penginterpretasian Kitab Para Nabi (Surabaya: Momentum, 2007), 273.

Tahun Kematian Raja Uzia (ay. 1a)

Penglihatan yang dialami oleh Yesaya dimulai dengan penyebutan tentang waktu dan peristiwa pada saat itu, “Dalam tahun matinya raja Uzia ....”

Pada masa hidupnya, raja Uzia memerintah selama kurang lebih lima puluh tahun. Awal kepemimpinannya, raja Uzia melakukan yang benar di mata TUHAN (II Raja 15:3) dan TUHAN membuatnya berhasil (II Taw. 26:4-5). Yehuda mengalami keberhasilan ekonomi (II Taw. 26:6-15). Namun setelah ia merasa bahwa kekuasaannya telah kokoh, ia menjadi sombong. Ia membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan yang seharusnya dilakukan oleh para imam (II Taw. 26:16-18). Akhirnya, TUHAN menulahkan kusta pada tubuhnya (II Taw. 26:19-20). Ia dikucilkan dari rumah TUHAN dan tinggal di rumah pengasingan hingga kematiannya (II Taw. 26:21).

Penyebutan nama raja Uzia menggambarkan kehidupan bangsa Yehuda yang sama dengan kehidupan raja Uzia. Kedua-duanya telah berubah menjadi tidak setia kepada TUHAN Allahnya (II Taw. 26:16; bdg. Yes. 1:21). Uzia menjadi tinggi hati dan mengambil hak pelayanan para imam (II Taw. 26:16-18). Yehuda hidup seperti orang sundal karena ketidaksetiaannya, seperti pembunuh karena ketidakadilan dan ketidakbenaran dalam kehidupan sosial (Yes. 1:21), dan sebagai pemberontak karena telah meninggalkan TUHAN (Yes. 1:28).

Menurut Bullock, tahun kematian Uzia menjadi tanda berakhirnya kemakmuran dan kedamaian di Yehuda. 9 Pada masa ini, pasukan Asyur mengupayakan kekuasaan atas Yehuda 10 sehingga orang-orang Yehuda dihantui perasaan takut dan kecewa.

Ini berarti bahwa pada tahun matinya raja Uzia, Yehuda berada dalam ancaman secara politik dari bangsa Asyur yang akan menguasainya dan tidak mungkin bagi Yehuda untuk menghindarinya.

Penglihatan tentang Tuhan (ay. 1b)

Dalam tahun matinya raja Uzia, Yesaya menyebutkan penglihatan yang dialaminya, “ …

bahwa aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan yang diagungkan, dan ujung

jubah-Nya memenuhi Bait Suci.” Kata “melihat” diterjemahkan dari kata ha'r' ha'r' ha'r' ha'r' (ra’a) yang berarti

melihat atau mengamati secara sadar. 11 ha'r ha'r'''' ha'r ha'r ( ra’a) juga memiliki makna menilai secara

benar berdasarkan pengamatan yang cermat dan teliti (bdg. Kej. 1:4, 10, 12, 18, 20, 25, 31). Ini berarti bahwa Yesaya berada dalam keadaan sadar secara fisik ketika ia mengamati 12 penglihatan yang dialaminya.

Penglihatan tersebut bukanlah hayalan atau mimpi, tetapi sebuah fakta bahwa Tuhan-lah yang dilihat oleh Yesaya. Dalam Perjanjian Lama ditegaskan bahwa tidak seorang pun yang memandang Allah akan hidup (Kel. 33:20). Orang-orang Israel percaya bahwa melihat Allah berarti mengalami kematian (Kej. 32:30; Kel. 19:21; Ul. 18:16; Hakim 6:22-23; 13:22). Dalam Yesaya 6:2, para seraf yang berada dekat Tuhan pun harus menutup muka mereka di hadapan Tuhan (Yes. 6:2),

namun Yesaya diijinkan oleh Tuhan untuk mengalaminya. 13

9 Hassel C. Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2009), 171.

10 Achim Teschner, Rangkaian Visi Mutiara Kitab Yesaya (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2001), 38-39.

11 Strong’s Concordance, s.v., “ ha'r' ha'r' ha'r' ha'r' .” Kata adalah kata ha'r' ha'r' ha'r' ha'r' yang digunakan ketika Allah melihat dan mengevaluasi segala yang diciptakan-Nya adalah baik.

12 “How the Soveregin LORD God Prepares His Servants Isaiah 6:1-13” oleh Allen Ross, http://www.bible.org/seriespage/how-sovereign-lod-god-prepares-his-servants-isaiah-61-13 diakses pada

tanggal 8 Januari 2012. Dalam Perjanjian Lama, terdapat beberapa kemiripan bentuk panggilan yang dialami oleh Yesaya, seperti Musa dalam Keluaran 3:1-17, Mikha dalam I Raja 22: 19-22, Yeremia dalam Yeremia 1:4-10, dan Yehezkiel dalam Yehezkiel 1- 3. Respon mereka adalah memuja, merendahkan diri di hadapan Allah.

13 Rick Love, Old Testament II: Lecture Notes (Manila: Alliance Biblical Seminary, January 1998), n.p.

Dalam Yoh. 1:18 disebut bahwa tidak seorang pun pernah melihat Allah, tetapi dalam Yoh. 12:40-41, Yohanes mengakui pengalaman yang dialami oleh Yesaya dan berkata bahwa Yesaya melihat kemuliaan

“Tuhan” yang menyatakan diri kepada Yesaya adalah yn"doa yn"doa yn"doa yn"doa ]]]] (Adonay) yang berarti

“Tuan segala tuan” yang menyatakan kekuasaan tertinggi hanya dimiliki oleh Tuhan. Adonay juga berarti “Tuan atas segala sesuatu,” yang menyatakan Tuhan memiliki segala yang ada di 14 bumi dan di sorga (bdg. 6:3). Dalam penglihatan yang dialami oleh Yesaya menunjukkan bahwa Tuhan yang dilihat Yesaya adalah Raja di atas segala raja yang melebihi Uzia dan raja- raja Yehuda lainnya. Tuhan tidak hanya berkuasa di Yehuda, tetapi di bumi dan di surga. Ia adalah Raja yang patut disembah. Ia yang memiliki Yehuda dan Yerusalem. Ia telah menyatakan diri kepada Yesaya sebagai Allah yang menghampiri umat-Nya, sehingga walaupun Yesaya hidup di bawah kekuasaan raja Uzia dan raja-raja Yehuda lainnya, tetapi yang patut untuk ia taati, sembah, dan layani adalah Tuhan telah menyatakan diri kepadanya.

Penyataan diri Allah dengan sebutan yn"doa yn"doa yn"doa yn"doa ] (Adonay) menunjukkan bahwa Allah sebenarnya terpisah dari manusia karena kesucian-Nya, tetapi Ia juga dekat dengan manusia

untuk menyatakan anugerah-Nya. Hal ini dibuktikan dengan Allah menyatakan diri kepada Yesaya sebagai orang yang najis bibir (6:5) untuk mengampuni, menyucikan, dan mengutusnya kepada bangsa Yehuda (6:7-8).

Tuhan yang dilihat Yesaya sedang “…duduk di atas takhta yang tinggi dan yang

diagungkan.” Kata “duduk” diterjemahkan dari kata bveyO bveyO bveyO bveyO (yoshev kata kerja qal partisipel

berasal dari

bv;y" 15 bv;y" bv;y" bv;y" - yashav), berarti yang duduk, yang diam, atau yang tinggal. Dengan

demikian, duduk atau berada di takhta adalah sifat atau peri keadaan Allah, yang menurut kodratnya, Ia adalah Raja yang bertakhta dan takhta-Nya adalah tempat yang pantas bagi-Nya dan bagian dari diri-Nya.

Takhta Tuhan yang disebut Yesaya adalah “yang tinggi dan yang diagungkan” Kata

“yang tinggi” (partisipel aktif ~r" ~r" ~r" ~r" - ram berasal dari ~Wr ~Wr ~Wr ~Wr - rum) dan kata “yang diagungkan”

(partisip pasif

aF'_nI 16 aF'_nI aF'_nI aF'_nI berasal dari af'n af'n af'n af'n " nasa). Kedua kata tersebut menunjukkan bahwa

takhta yang tinggi dan yang diagungkan bukan menyatakan ukuran, tetapi sifat, yang mana, kebesaran dan keagungan adalah keadaan takhta Tuhan. Kebesaran dan keagungan takhta Tuhan bukanlah sesuatu yang ditambahkan kepadanya, atau dapat menjadi bertambah dan berkurang, tetapi memang demikian adanya.

Keberadaan takhta yang demikian menunjukkan bahwa kebesaran dan keagungan tidak hanya terdapat pada diri Tuhan, tetapi juga pada takhta-Nya, sehingga sudah sepantasnya Tuhan yang adalah Raja raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan bertakhta di takhta-Nya yang agung dan mulia. Jika dibandingkan dengan raja-raja Yehuda (seperti Uzia, Yotam, Ahaz, Hizkia, dan raja-raja bangsa-bangsa lain), maka tidak seorang pun raja yang memiliki kebesaran dan kemuliaan dengan takhtanya yang demikian, selain Tuhan yang telah menyatakan diri kepada Yesaya.

Tuhan yang duduk di takhta yang tinggi dan diagungkan, “ … dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci.” Dalam Perjanjian Lama, hanya para imam yang menggunakan jubah untuk melayani di Kemah Suci (Kel. 28:33-34). Penglihatan tentang Tuhan yang berada di Bait Suci dengan mengenakan jubah seperti yang biasa dikenakan oleh para imam menunjukkan bahwa Bait-Nya adalah tempat Ia berdiam dan Ia bertindak sebagai Imam untuk melayani umat-Nya.

Tuhan adalah Pribadi yang agung, besar, dan mulia, tetapi Ia juga adalah Pribadi yang dekat dengan manusia untuk melayani manusia. Keberadaan Tuhan di Bait Suci dengan

Yesus. Tokoh-tokoh lain dalam PL yang diijinkan hidup adalah Musa, Harun, Nadab, Abihu, dan 70 tua- tua (Kel. 24:9-11). Dalam PL, beberapa orang memiliki pengalaman yang mirip dengan Yesaya, seperti Hagar (Kej. 16:7-13), Yakub (Kej. 32:30), Gideon (Hakim 6:22-23), dan Manoah serta isterinya (Hakim 13:22-23), yang mana mereka diijinkan melihat TUHAN. Ini berarti bahwa hanya oleh anugerah Allah, mereka yang telah melihat Allah diijinkan untuk hidup, yang mana.

14 Teschner, 2001, 39.

15 John Joseph Owen, Analytical Key to the Old Testament: Volume 4 Isaiah-Malachi (Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 2002), 18.

16 Ibid. kata kerja partisip adalah kata kerja yang disifatkan. Dalam kitab Yesaya, kata dalam bentuk pasif beberapa dikenakan kepada Allah, seperti “Tuhan ditinggikan” (2:2); “Hamba TUHAN akan

dimuliakan dan ditinggikan” (52:13), “Allah ditinggikan dan tinggal dalam tempat yang tinggi” (57:15).

pakaian keimaman-Nya menunjukkan bahwa Ia menyatakan diri sebagai Imam yang mendamaikan umat-Nya dengan diri-Nya sendiri (bdg. Ibr. 10:19-21 yang menjelaskan keberadaan Yesus sebagai Imam Besar).

Penglihatan tentang raja Uzia dan Tuhan dalam ayat 1 menyatakan suatu perbandingan antara Tuhan dan Uzia. Uzia adalah raja yang tidak setia kepada TUHAN, tetapi TUHAN setia kepada umat-Nya. Uzia adalah raja Yehuda yang telah mati, tetapi Tuhan adalah Raja yang hidup adanya. Uzia tidak selamanya memiliki posisi sebagai raja yang bertakhta di Yerusalem, tetapi Tuhan bertakhta selamanya di bait-Nya karena itulah hakikat diri-Nya. Takhta kerajaan Yehuda berada dalam ancaman, tetapi takhta Tuhan tetap kokoh sesuai dengan kemahakuasaan dan kekekalan-Nya. Uzia telah mati dan tidak lagi memimpin orang- orang Yehuda, bahkan para imam tidak melaksanakan tanggung jawab mereka secara benar, tetapi Tuhan menyatakan diri dalam bait-Nya sebagai Imam untuk melayani umat-Nya.

Penglihatan tentang Serafim (ay. 2-4)

Keberadaan Serafim (ay. 2)

17 “Para seraf yang berdiri di (sebelah) atas-Nya memiliki enam sayap, enam sayap untuk setiap Seraf, dengan dua menutup mukanya, dan dengan dua menutup kakinya, dan dengan dua untuk terbang.”

Para seraf adalah makhluk sorgawi yang bersama-sama dengan Allah. Dalam bentuk kata kerja, “ @r'f' @r'f' @r'f' @r'f' -saraf” berarti “membakar” atau dalam bentuk kata sifat “seraf” berarti “yang membakar.” Bentuk kata benda “seraf” juga menunjuk kepada ular (Bil. 21:6, 8; Ul. 8:15; Yes.

14:29; 30:6). Berdasarkan arti tersebut, ada yang menganggap bahwa konsep Yesaya tentang para seraf adalah ular yang terbang, tetapi umumnya, para seraf dianggap seperti jenis 18 malaikat yang bersama dengan Tuhan.

Posisinya yang berada di sebelah atas Tuhan menunjukkan bahwa mereka sedang melayang-layang dekat Tuhan atau mereka sedang

membumbung tinggi di atas takhta. 19

Seraf memiliki enam sayap. Menurut Widyapranawa, keenam sayap yang dimiliki oleh para seraf menunjukkan mobilitas, gerak cepat, dan senantiasa siap sedia untuk melaksanakan 20 tanggung jawab mereka dengan semangat yang bernyala-nyala.

Dua digunakan untuk menutup muka. Para seraf menunjukkan rasa hotmat terhadap Allah di dalam kemuliaan-Nya, atau para seraf mengagumi kemuliaan ilahi, 21 dan mereka pun tidak tahan untuk melihat kemuliaan TUHAN secara langsung. Dua sayap digunakan untuk menutup kaki. Ini menunjukkan kerendahan hati para seraf di hadapan Allah bahwa tidak ada yang pantas dari bagian tubuh mereka untuk berhadapan langsung dengan Allah dalam kekudusan-Nya (bdg.

6:3, 5); 22 dan dua sayap digunakan untuk terbang.

Pujian Serafim tentang TUHAN (ay. 3-4)

“Dan seorang berseru kepada yang lain dan berkata: Kudus, kudus, kudus TUHAN balatentara, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya” (ay. 3). Para seraf bukanlah manusia dan bukanlah binatang, tetapi makhluk sorgawi yang berada di hadirat Tuhan untuk menyatakan kekudusan TUHAN dan melayani manusia. Yesaya melihat para seraf sedang berbicara satu dengan yang lain, yang mana isi pembicaraan mereka adalah pujian tentang kekudusan dan kemulian TUHAN. Nama yang Allah yang disebut oleh

17 Penyebutan serafim adalah bentuk jamak dan seraf adalah bentuk tunggal, tidak hanya menyatakan keberadaannya, tetapi juga sifatnya berdasarkan namanya, yaitu membakar atau menyucikan.

18 Rick Love, 1999, n.d. Keberadaan serafim mirip dengan keribum (Yeh. 10:15) atau empat makhluk hidup dalam Wahyu 4:8, yang memiliki enam sayap dan yang menyatakan “Kudus, Kudus, Kudus, Tuhan

Allah semesta alam.”

19 Ibid.

20 S. H. Widyapranawa, Tafsiran Yesaya 1 – 12 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1973), 98.

21 Ibid.

22 Umumnya para penafsir memiliki pandangan demikian tentang sayap serafim yang digunakan untuk menutupi tubuhnya.

para seraf, TUHAN ( hw"hy hw"hy hw"hy hw"hy>>>> - YHWH) adalah nama yang kudus yang tidak boleh diucapkan sembarangan oleh manusia (bdg. Kel. 20:7). Nama ini disebut oleh para seraf hanya ketika

mereka menyatakan kekudusan TUHAN (bdg. Wah. 4:8). Kekudusan TUHAN dalam pujian para seraf disebut sebanyak tiga kali. Dalam bahasa Ibrani, bentuk penyebutan tiga kali berturut-turut untuk satu sifat berarti menyatakan yang paling unggul dan paling kuat melebihi yang lain (bdg. Yer. 7:4; 22:29; Yeh. 21:32). 23 Pengulangan demikian juga berarti, “Kekudusan TUHAN adalah benar-benar mutlak dan inilah yang merupakan hakekat Tuhan, Dia adalah Yang Kudus di surga, dalam alam semesta dan di 24 bumi (bdg. 40:25).”

Dengan demikian, pernyataan tentang kekudusan TUHAN yang disampaikan oleh para seraf adalah deklarasi yang menyatakan betapa kudusnya TUHAN dan kekudusan-Nya tidak dimiliki oleh siapa pun selain pada diri-Nya sendiri.

Nama Tuhan yang kekudusannya dinyatakan oleh para seraf adalah TUHAN

balatentara ( tAab'c. hw"hy tAab'c. hw"hy tAab'c. hw"hy tAab'c. hw"hy > - YHWH [Adonay] tsevaot). Kata “tsevaot” berarti tentara atau bala

tentara, perang atau peperangan, tuan rumah, dan pelayanan. 25 Ini berarti bahwa TUHAN yang kekudusan-Nya dinyatakan oleh para seraf adalah Tuan di atas segala tuan yang memiliki dan melayani umat-Nya dengan segala yang dimiliki-Nya. Bahkan, dalam menghadapi musuh dan tantangan yang dialami umat-Nya, TUHAN-lah yang berperang bagi umat-Nya karena Ia adalah Allah segala tentara dan tidak ada angkatan perang apa pun yang dapat bertahan melawan- Nya. Dalam konteks kitab Yesaya, Allah berperang melawan umat-Nya karena dosa dan kejahatan mereka (1:24, 28; 3:24); berperang melawan musuh umat-Nya; dan Allah pun berpihak pada Yesaya dalam pelayanannya sebagai nabi untuk berperang melawan Yehuda untuk menghasilkan tunas yang kudus (6:13).

“Seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya” 26 menunjukkan bahwa, pada satu sisi, TUHAN terpisah dari manusia karena kekudusan-Nya dan Ia berperang melawan umat-Nya karena dosa yang mereka hidupi, tetapi pada sisi lain, TUHAN membuka diri untuk menyatakan kemuliaan-Nya, bukan hanya di Bait Suci dan bukan pula hanya bagi orang-orang Yehuda, tetapi seluruh bumi (bdg. Kel. 33:17-23; Yeh. 1:28; bdg. Bil. 14:21; Yes. 11:9; Hab. 2:14). Hal ini sejalan dengan yang dimaksud Rick Love, kemuliaan TUHAN menyatakan manifestasi diri-

Nya kepada manusia tidak hanya pada tempat tertentu, tetapi seluruh bumi. 27 Kemuliaan TUHAN adalah kuasa yang dinamis yang nantinya akan membaharui bumi sehingga seluruh 28 bumi penuh kemuliaan-Nya.

Kemuliaan adalah milik TUHAN yang hakiki dan hanya ada pada diri-Nya, tetapi kemuliaan yang hanya ada pada diri-Nya dinyatakan secara terbuka di seluruh bumi agar semua manusia dapat mengenal-Nya.

Ada penafsir yang berpendapat bahwa sebelum peristiwa ini, Yesaya hanya melihat kemuliaan dan keagungan pemerintahan kerajaan Uzia, tetapi setelah Yesaya mengalami 29 penglihatan ini, Yesaya sadar bahwa kemuliaan dunia adalah kemuliaan yang fana. Kekuasaan Uzia yang menjadi kebanggaan Yehuda tidak sebanding dengan kemuliaan dan keagungan yang dimiliki oleh TUHAN, karena kemuliaan-Nya, bukan hanya dinyatakan di Yehuda dan Yerusalem, tetapi memenuhi seluruh bumi.

Dampak Pujian Serafim (ay. 4)

23 Rick Love, 1999, n.p. Para penafsir yang lain berpendapat bahwa tiga kali penyebutan tentang kekudusan TUHAN menyatakan keberadaan Allah Tritunggal. Jika dilihat dari konteks Yohanes 12:41,

rasul Yohanes menyebutkan bahwa Yesaya telah melihat kemuliaan Yesus dan telah berkata-kata tentang Dia.

24 Dalam Perjanjian Lama, kekudusan TUHAN juga menyatakan bahwa TUHAN murka terhadap dosa dan kenajisan dan menghukum umat-Nya yang hidup dalam dosa dan kenajisan. Pada sisi lain,

keberadaan TUHAN menyatakan keberadaan-Nya sebagai Penyelamat dan perskutuan-Nya dengan manusia. S. H. Widyapranawa, Tafsiran Yesaya 1 – 12 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1973), 99.

25 Strong’s Concordance, s.v., “ tAab'c.... tAab'c tAab'c tAab'c ”; NIV: “the LORD almighty”; KJV/NAS: “the LORD of hosts”; NLT: “the LORD of Heaven’s”.

26 LXX: “... seluruh bumi adalah penuh kemuliaan-Nya”; bdg. Bil. 14:21; Yes. 11:9; Hab. 2:14.

27 Rick Love, 1999, n.p.

28 S. H. Widyapranawa, 1973, 99.

29 W. S. Lasor, D. A. Hubbard, F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 273-274.

Akibat dari seruan yang disampaikan para seraf, “Maka bergoyang ambang pintu karena suara yang berseru dan rumah itu dipenuhi asap.” Penglihatan yang dialami oleh Yesaya seperti yang dialami oleh Musa (bdg. Kel. 19:18). 30 Ambang pintu Bait Suci yang bergoyang menunjukkan bahwa kuasa TUHAN dimanifestasikan dalam bentuk fisik, dan rumah yang dipenuhi dengan asap menunjukkan kehadiran-Nya dalam Bait-Nya yang Suci (bdg. Kel. 31 13:21; 14:19; 40:34; I Raja 8:10; Yes. 4:5).

Penyataan Diri Yesaya (ay. 5-7)

Setelah Yesaya mengetahui kekudusan, kemahakuasaan, dan kemuliaan TUHAN, ia menyadari bahwa ia tidak pantas berhadapan dengan TUHAN. Ia berpikir bahwa ia pasti mengalami hal buruk karena ia dan bangsanya dalam keadaan najis dan sedang berhadapan dengan TUHAN yang kudus dan yang berperang melawan umat-Nya karena kenajisan mereka. Namun Yesaya mengalami anugerah TUHAN. Kesalahannya dihapuskan dan dosanya ditebus oleh TUHAN sebelum ia dinyatakan layak menerima panggilan TUHAN.

Pengakuan tentang Kenajisan (ay. 5)

Dengan penampakkan demikian, Yesaya sadar bahwa ia berada dalam keadaan nyaris mati, celaka, dan takut. Yesaya sadar bahwa ketakutan yang dialaminya disebabkan oleh ketidaksempurnaannya secara moral di hadapan Allah sehingga ia pun mengakui dosanya dan dosa bangsanya. “Lalu aku berkata: Celaka aku, aku dibinasakan, sebab aku orang (yang) najis bibir dan hidup di tengah-tengah bangsa (yang) najis bibir, bahwa aku telah melihat Raja, TUHAN balatentara.”

Yesaya dan bangsanya tidak dapat menyanyikan kekudusan TUHAN seperti yang dilakukan para seraf, karena mereka adalah orang-orang yang najis bibir. Walaupun Yesaya dan bangsa Israel dapat memenuhi segala peraturan seremonial untuk beribadah dalam Bait Allah di Yerusalem, tetapi mereka masih belum layak untuk berhadapan dengan Allah yang

kudus. 32 Karena itulah, Yesaya mengalami ketakutan dan merasa tidak layak berada di hadapan Tuhan. “Celaka” adalah salah satu kata yang sering digunakan oleh Yesaya untuk menegur Yehuda yang berada di ambang kehancuran (1:4; 3:11; 5:8, 11, 18, 20, 21, 22; 6:5; 10:1; 24:16; 28:1; 29:1, 15; 30:1; 31:1; 33:1; 45:9, 10).

Seruan “celaka” yang disebutkan oleh Yesaya dalam 6:5 bukan dinyatakan kepada orang lain, tetapi dimulai dari dirinya sendiri. Yesaya sadar bahwa ajalnya telah tiba karena ia telah melihat TUHAN. Yesaya tidak membela diri dan memohon kemurahan dari Allah, tetapi ia

berada dalam keadaan tanpa pengharapan. 33 Perkataan Yesaya demikian menunjukkan bahwa ia memahami perkataan dan pengalaman Musa serta bangsa Israel ketika berhadapan dengan kemuliaan Allah (Kel. 33:20).

Yesaya juga berkata, “... aku binasa ...,” menyatakan ketidakpantasan Yesaya untuk hidup di hadapan Allah. Kata “binasa” diterjemahkan dari kata “ ytiymed>nI - nidmeti” adalah

bentuk nifal dari kata “

- damah”, yang berarti dihancurkan atau dilenyapkan. hmd 34 Dalam

Perjanjian Lama, kata ini digunakan hanya untuk menjelaskan hal-hal yang dihilangkan dan dilenyapkan (bdg. Hosea 10:7, 15). Perkataan “binasa” yang disampaikan Yesaya menggabarkan keberadaan Yesaya seperti sebuah kota yang dihancurkan dan dilenyapkan, tetapi juga sebagai gambaran tentang kehancuran yang akan dialami oleh Yehuda dan

30 Pada waktu TUHAN menyatakan diri di kaki gunung Sinai, TUHAN menyatakan diri dalam api, yang asapnya membumbung tinggi dan seluruh gunug gemetar (Kel. 19:18).

31 Rick Love, 1999, n.p.

32 S. H. Widyapranawa, 1973, 99.

33 Rick Love, 1999, n.p.

34 Hosea 10:7, “Samaria akan dihancurkan ....” dan Hosea 10:15, “Pada waktu fajar akan dilenyapkan sama sekali raja Israel.”

Yerusalem (6:11-13a). 35 Kemungkinan lain, Yesaya berkata demikian tentang dirinya karena mungkin ia melihat para seraf yang sedang menyanyikan kekudusan tetapi ia tidak dapat terlibat di dalamnya. Mungkin juga karena Yesaya adalah seorang nabi yang bentuk pelayanannya adalah pelayanan verbal sehingga mulutnya harus disucikan untuk pemberitaan

firman Allah. 36 Kata “najis” diterjemahkan dari kata “ amej' – tame,” yang awal penggunaannya dalam

Perjanjian Lama ditujukan kepada korban binatang yang tidak pantas untuk dipersembahkan kepada Allah. 37 Kata ini berarti ketidaklayakan untuk diterima di hadirat Allah karena keadaan fisik yang sudah terkontaminasi oleh hal yang najis. Pengenaannya kepada bangsa Yehuda, kata tame lebih banyak digunakan tentang kenajisan secara ritual daripada ketidaktaatan moral

terhadap Taurat. 38 Dalam pelayanan para nabi, mereka berupaya untuk memulihkan kembali hubungan antara peribadatan di Bait Allah dan ketaatan dalam kehidupan sehari-hari. 39 Dalam penglihatan yang dialami oleh Yesaya, ia menyadari bahwa Allah adalah Pribadi yang kudus yang terpisah darinya dan bangsanya, bukan karena mereka melalaikan peribadatan, tetapi karena keberadaan Allah yang sempurna secara moral yang menghukum umat-Nya yang najis

di hadapan-Nya. 40 Yehuda disebut sebagai bangsa yang najis bibir. Hal ini sesuai dengan keadaan orang- orang Yehuda. Ada di antara mereka yang bangun pagi-pagi langsung minum mimuman keras (5:11); terdapat orang-orang yang jago minum minuman keras (5:22); dalam pemutusan perkara, terdapat perkataan yang membenarkan orang fasik dan memungkiri orang benar (5:23); dan setiap mulut berbicara bebal (9:16).

Berdasarkan pertakaan Yesaya, diketahui bahwa ia tidak merasa bahwa ia lebih baik dari orang-orang sebangsanya. Ia tidak berbeda dengan orang-orang Yehuda (“...sebab aku orang (yang) najis bibir dan hidup di tengah-tengah bangsa (yang) najis bibir ....”). Yesaya merasa bahwa ia dan bangsanya tidak layak untuk diterima di hadapan TUHAN dan mereka berada dalam keadaan nyaris celaka.

Penyucian dan Penebusan (ay. 6-7)

Ketika menyadari bahwa ia nyaris celaka dan mengaku kenajisannya, “Maka salah satu dari para seraf itu terbang kepadaku dan di tangannya (terdapat) bara yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah” (ay. 6).

Dalam Bait Suci terdapat altar pembakaran ukupan (Kel. 30:1, 6-8; Im. 16:;13-13) dan mezbah korban bakaran (Kel. 27:1-8; 38:1-7) yang menunjukkan bahwa di Bait suci terdapat bara yang digunakan untuk pembakaran ukupan dan korban.

Bara dibawa oleh salah satu dari para seraf dengan menggunakan sepit. Tidak ada indikasi bahwa seraf dapat membuat bara menjadi najis dan tidak indikasi yang menunjukkan bahwa seraf menjaga dirinya dari bara agar tidak terbakar sehingga harus menggunakan 41 sepit.

Juga tidak ada indikasi bahwa bara yang dibawa oleh seraf yang menyebabkan kesakitan apabila disentuhkan pada mulut. Informasi yang diketahui adalah bahwa seraf adalah makhluk sorgawi yang dipercayakan TUHAN untuk melaksanakan penyucian dan pengampunan.

Hal tersebut nampak dari perbuatan dan perkataan salah satu dari seraf yang terbang mendapatkan Yesaya, “Ia menyentuhkan pada mulutku dan berkata: Sesungguhnya, ini telah menyentuh bibirmu, dan menghapuskan kejahatanmu, dan dosamu telah ditebus” (ay. 7).

35 “The “Easy” Way to Preach/Teach this Passage” by Dr. William R. Long terdapat pada http://www.drbilllong.com/Lectionary/Is6.html diakses pada tanggal 8 Januari 2012.

36 Rick Love, 1999, n.p.

37 Tame lebih banyak ditemukan dalam kitab Imamat yang pada awalnya dijumpai sebagai istilah liturgi dan ritual di Bait Allah.

38 W. S. Lasor, D. A. Hubbard, F. W. Bush, 1994, 276.

39 Ibid.

40 Ibid., 276-277.

41 Rick Love, 1999, n.p.

Kata “sesungguhnya” menyatakan bukti pembenaran tentang perlakuan seraf terhadap Yesaya dan segala konsekuensi yang terjadi para dirinya. Bara yang disentuh pada bibir Yesaya tidak menimbulkan kebakaran pada mulutnya,

tetapi yang terjadi adalah penghapusan kejahatan ( !wO[' - avon, menekankan pelanggaran dan penghukuman) 42 dan penebusan dosa ( aj'x; - khata, menekankan ketidaksucian dan

ketidaklayakan yang berakibat buruk). 43

Kata “menghapuskan” diterjemahkan dari kata “ 44 rWs rWs rWs -sur” (yang berarti berbalik

rWs

kepada, mengesampingkan, meninggalkan), 45

menunjukkan bahwa kesalahan Yesaya telah dihapus dan penghukuman tidak dialaminya lagi.

Sentuhan bara juga menyatakan TUHAN-lah yang menebus ( rp;K' rp;K' rp;K' rp;K' -kaphar) Yesaya dari segala dosanya. TUHAN-lah yang menutupi segala dosanya, dengan cara, bara yang

disentuhkan oleh seraf ke mulut Yesaya. Dosa yang dimiliki oleh Yesaya tidak diperhitungkan lagi oleh TUHAN dan ia pun tidak mengalami akibat buruknya. Hal ini sejalan dengan konsep dalam Taurat bahwa pembakaran lemak bertujuan untuk mengadakan pendamaian sehingga memperoleh pengampunan (Im. 4:26, 35) dan firman yang disampaikan oleh TUHAN kepada

Musa dan Harun untuk mendamaikan orang Israel dengan TUHAN (Bil. 16:46-47). 46 Pelayanan penghapusan kesalahan dan penebusan dosa hanya dapat terjadi setelah Yesaya mengakui dosanya. Sentuhan bara yang dilakukan oleh seraf bukanlah api penghukuman dan pemusnahan, tetapi api penyucian untuk menyucikannya dari segala kejahatan dan menebusnya dari segala dosa (bdg. Bil. 31:22, 23; Mal. 3:2; bandingkan pengajaran PB dalam I Kor. 3:13-15).

Bibir menjadi fokus penyucian yang dilakukan oleh Allah melalui para seraf. Hal ini sesuai dengan pengakuan dosa yang disampaikan oleh Yesaya ketika ia mendengar pujian tentang kesucian Allah yang dinyanyikan oleh para seraf, “... aku ini seorang yang najis bibir ....”

Penyataan Panggilan Pelayanan (ay. 8-13)

Yesaya hanya layak menerima panggilan TUHAN setelah ia mengalami perjumpaan dengan TUHAN dan dikuduskan oleh TUHAN. Inilah proses panggilan pelayanan sebelum Yesaya ditawarkan oleh TUHAN tentang pelayanan yang akan dilaksanakannya. Dalam panggilan ini, TUHAN tidak memaksa Yesaya, tetapi proses yang dialami oleh Yesaya membuat Yesaya menyatakan diri untuk memenuhi panggilan yang dinyatakan kepadanya, sehingga walaupun pelayanan yang akan dihadapinya adalah pelayanan yang berat baginya, tetapi ia siap untuk melaksanakannya dengan sepenuh hati.

Penawaran Panggilan Pelayanan (ay. 8a)

Setelah Yesaya disucikan dan ditebus dari kesalahan dan dosanya, Tuhan langsung

menyatakan panggilan kepadanya, “Siapa akan Kuutus dan siapa akan pergi untuk Kami ( Wnl'_ Wnl'_ Wnl'_ Wnl'_---- %l,yE 47 %l,yE %l,yE %l,yE )))) -yelek lanu).”

Penyataan diri “Kami” yang dikatakan Tuhan menunjuk kepada orang pertama jamak. Ada yang menafsirkan bahwa “Kami” menyatakan kejamakan diri Allah (Kej. 1:26; 3:22; 11:7). Ada juga yang berpendapat bahwa kejamakan diri Allah memiliki kaitan dengan pengulangan kata kudus sebanyak tiga kali dalam ayat 3 (bdg. Yoh. 12:41, “Yesaya ... melihat kemuliaan Dia

42 Strong’s Concordance, s.v., “ !wO[' .”

43 Ibid., s.v., “ aj'x; .”

44 w>w>w>w> particle conjunction rws rws rws rws verb qal waw consec perfect 3rd person masculine singular.

45 Strong’s Concordance, s.v., “ rWs rWs rWs rWs ”.

46 Rick Love, 1999, n.p. W. S. Lasor, D. A. Hubbard, F. W. Bush, 1994, 279.

47 LAI TB menerjemahkannya dengan menggunakan orang pertama tunggal, “Siapa yang akan Kuutus dan siapa yang mau pergi untuk Aku?”

[Yesus] dan berkata-kata tentang Dia”). 48 Berdasarkan konteks, oknum-oknum yang dihadapi oleh Yesaya adalah Tuhan yang duduk di takhta yang menjulang tinggi dan para seraf yang menyanyikan kekudusan Tuhan serta yang menguduskan dirinya (bdg. I Raja 22:19).

Kata “utus” ( xl;v' - salakh) mengekspresikan pengesahan ilahi dan dimampukan untuk misi yang dipercayakan kepada orang yang menerima panggilan. Jika Tuhan tidak mengutus

Yesaya, maka tidak ada kuasa yang dimilikinya. 49 Otoritas pelayanan Yesaya berada pada Allah dan panggilan yang dinyatakan kepada Yesaya bukan hanya suatu penawaran, tetapi juga disertai dengan kuasa yang memampukannya untuk melayani.

Pertanyaan yang disampaikan Tuhan bukanlah pertanyaan atau penawaran yang secara langsung dinyatakan kepada Yesaya. Pertanyaan ini seolah-olah ditanyakan kepada banyak orang dan memberikan kesempatan kepada siapa yang menginginkan pengutusan ini, sehingga pertanyaannya, “Siapa akan Kuutus dan siapa akan pergi untuk kami,” karena TUHAN hanya berhadapan dengan Yesaya. Jika pertanyaan ditujukan secara langsung kepada Yesaya, maka pertanyaannya adalah, “Yesaya, bolehkah engkau akan Kuutus dan bolehkah engkau pergi untuk Kami?”, tetapi pertanyaan yang disampaikan Tuhan adalah pertanyaan pilihan, “Siapa ...?”

Dengan demikian pertanyaan yang disampaikan Tuhan adalah cara Tuhan untuk menguji respon, kesungguhan, kesiapan, dan kerelaan Yesaya terhadap panggilan yang dinyatakan kepadanya. Ini berarti bahwa Yesaya pergi bukan karena kehendaknya, tetapi kehendak Tuhan. Namun kehendak Tuhan didasarkan pada keputusan dan kerelaannya untuk memenuhi panggilan tersebut. Pada sisi lain, kehadirannya di tengah-tengah orang Yehuda dalam pelayanan yang dilaksanakannya menyatakan kehadiran TUHAN. Ini menjadi jaminan bagi Yesaya bahwa ia tidak melayani seorang diri. Tuhan ada bersamanya walaupun tantangan yang dihadapinya adalah berat baginya.

Respon terhadap Panggilan Pelayanan (ay. 8b)

Respon Yesaya, “Maka jawabku: Sesungguhnya, utuslah aku!” Jawaban yang disampaikan Yesaya tidak menunjukkan tawar-menawar antara Yesaya dengan Tuhan, dan Yesaya pun tidak meminta penjelasan dan keterangan lebih lanjut tentang panggilannya, tetapi

ia secara spontan mengadakan kesediaannya untuk mengikuti panggilan Tuhan. 50

Kata “sesungguhnya” diterjemahkan dari kata “ ynIn>hi ynIn>hi ynIn>hi ynIn>hi -hineni” adalah kata yang selalu digunakan dalam kitab nabi-nabi ketika para nabi ingin menyampaikan nubuat dan penglihatan yang mereka alami kepada orang-orang Israel. Kata ini digunakan untuk menyatakan bahwa apa yang telah mereka terima dari Allah adalah benar dan harus didengar. Dalam Yesaya pasal 6, kata “sesungguhnya” digunakan oleh Yesaya bukan untuk pemberitaan yang disampaikan kepada bangsa Yehuda, tetapi menyatakan keseriusan, kesungguhan, dan

kebenaran dirinya dalam memenuhi panggilan yang telah dinyatakan Tuhan kepadanya. Dengan perkataan lain, jawaban yang disampaikan Yesaya sebagai harga mati baginya untuk memenuhi panggilan tersebut.

Pekataan “utus aku” yang disampaikan Yesaya kepada Tuhan adalah perkataan yang mengiakan panggilan Tuhan, tetapi juga disertai dengan permohonan pemberian kuasa untuk pergi melayani orang-orang Yehuda. Nampaknya Yesaya diberikan tugas yang berat dan sukar dimengerti pelayanan yang akan dilaksanakannya, bahkan sepertinya mengalami kegagalan pemberitaan, tetapi ia siap untuk melaksanakannya, dengan mengatakan, “Ini aku, utuslah

aku!” 51

48 Rick Love, 1999, n.p. Memang harus diakui bahwa jika yang menyatakan pergi adalah satu orang, maka yang mengutus adalah satu orang pula. Namun teks menunjukkan bahwa yang dihadapi oleh

Yesaya hanya Tuhan dan para seraf.

49 “How the Soveregin LORD God Prepares His Servants Isaiah 6:1-13” oleh Allen Ross, http://www.bible.org/seriespage/how-sovereign-lod-god-prepares-his-servants-isaiah-61-13 diakses pada

tanggal 8 Januari 2012.

50 S. H. Widyapranawa, 1973, 101.

51 “A Bitter Memory: Isiah’s Commission in Isaiah 6:1-13” by A. Joseph Everson, SBL Formnation of the Book of Isaiah Group (Thousand Oaks: Calfornia Lutheran University, n.d.), 11.

Penunjukkan Tuhan terhadap Yesaya merupakan penunjukkan peperangan terhadap Yehuda, yang mana Yesaya akan berhadapan dengan orang yang tidak mendengar dan tidak berubah, tetapi Allah yang menyertai dia adalah Allah yang berada di medan pertempuran yang akan akan berperang baginya dalam pelayanan yang dilaksanakannya. Menurut tradisi, akhir hidup Yesaya adalah ia diikat pada sebuah pohon dan digergaji bersama pohon itu pada masa pemerintahaan Manasye sebagai raja Yehuda.

Isi Panggilan Pelayanan (ay. 9-13)

Pelayanan tentang Ketertutupan (ay. 9-10)

Setelah Yesaya menyatakan kesungguhan kesiapannya untuk diutus, “Lalu Ia berfirman: Pergilah! Engkau berkata kepada bangsa ini, Dengar sungguh-sungguh, tetapi tidak mengerti! Lihat sungguh-sungguh, tetapi tidak mengetahui. Buatlah hati bangsa ini menjadi keras dan telinganya berat mendengar dan matanya menjadi buta, supaya tidak melihat dengan matanya dan tidak mendengar dengan telinganya dan tidak mengerti dengan hatinya lalu berbalik dan sembuh!” (ay. 9-10). Yesaya dipanggil untuk melaksanakan tugas yang sulit dan berat kepada bangsanya.

Perintah “pergi!” (ay. 9) adalah tipe panggilan dan tugas pelayanan (bdg. Kel. 3:10; Yer. 1:7). Terjemahan yang diusulkan adalah, “Terus mendengar, tetapi tidak mengerti, terus melihat, tetapi tidak memahami.” Penglihatan rohani, pendengaran rohani dan perasaan rohani dijauhkan dari Yehuda; mata mereka menjadi buta, telinga mereka menjadi tuli; dan hati 52 mereka menjadi tertutup tanpa kesadaran.

Yehuda yang adalah umat-Ku atau umat-Nya, tidak lagi dianggap demikian. Dalam ayat 9 dan 10, firman bukan lagi dialamatkan kepada umat-Ku, tetapi kepada “umat ini” (bdg. 1:3; 2:6; 3:12, 15; 5:13, 25) sebagai bangsa yang najis bibir (6:5). Nampaknya Allah sedang

membuat jarak dengan umat-Nya sendiri dengan memanggilnya “umat ini.” 53 Yesaya dipanggil untuk melayani tanpa menghasilkan buah karena Allah akan menghakimi umat ini dan mereka akan mengeraskan hati mereka terhadap pesan-pesan yang disampaikan Yesaya. Pada

akhirnya, kekerasan hati mereka akan membawa mereka kepada penghakiman. 54 Bagi orang-orang Yehuda, hati mereka sebagai pusat akal budi menjadi tebal berlemak, artinya tidak dapat bekerja dengan bebas dan layak, dan hal itu mendatangkan kegelapan pikiran dan kebodohan. Telinga mereka menjadi berat mendengar dan mengakibatkan sikap durhaka. Mata mereka akan melekat tertutup yang menyebabkan mereka hidup dalam kegelapan dan buta terhadap segala pekerjaan Tuhan, dan akhirnya, mereka akan mengalami

hukuman Tuhan. 55 Ini menunjukkan bahwa panggilan yang dinyatakan TUHAN kepada Yesaya bukan panggilan untuk menghasilkan pertobatan, tetapi pelayanan yang menghasilkan ketertutupan Yehuda terhadap kebenaran.

Pelayanan tentang Pemusnahan (ay. 11-13a)

“Berapa lama ya TUHAN?” (ay. 11a). Pertanyaan ini bukanlah sebuah tangisan/ratapan dan bukan pula tentang isi berita yang akan disampaikan Yesaya, tetapi mengacu pada “berapa lama” waktu yang ditentukan oleh TUHAN bagi Yehuda untuk tetap berkeras hati dan Yesaya mengalaminya demikian dalam pelayanannya. Dalam Perjanjian Lama, pertanyaan seperti ini adalah pertanyaan ratapan yang disampaikan kepada Allah (bdg.

52 Dalam Perjanjian Baru, Yesaya 6 dikutip lima kali (Mat. 13:14-15; Mark. 4:12; Luk. 8:10; Yoh. 12:40; Kisah 28:26-27). Dalam kitab-kitab Injil, Yesus mengingatkan pendengar-Nya tentang ketidakmampuan

mereka untuk memahami firman Allah seperti yang telah disampaikan Yesaya. Dalam kitab Kisah Para Rasul, Paulus mengingatkan pendengarnya tentang ketidakmampuan mereka untuk mendengar perkataannya, seperti yang dinubuatkan dan dialami oleh Yesaya. A. Joseph Everson, A Bitter Memory: Isaiah’s Commission in Isaiah 6:1-13 (Thousand Oaks, CA: California Lutheran University, n.d.), 9-10.

53 Rick Love, 1999, n.p.

54 Ibid.

55 Ibid. S. H. Widyapranawa, 1973, 102.

Mzr. 6:4; 13:2, 3; 35:17). 56 Ini menunjukkan bahwa Yesaya menyadari perkataan TUHAN yang disampaikan kepadanya tentang keadaan orang-orang yang akan dihadapinya dan ia siap melaksanakan pelayanannya sesuai dengan kondisi yang telah dinyatakan TUHAN kepadanya.

Pertanyaan Yesaya dijawab oleh TUHAN dalam ayat 11b-13a, “Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi, tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia dan tanah menjadi sunyi dan sepi. TUHAN akan menyingkirkan jauh-jauh, sehingga hampir seluruh negeri menjadi kosong. Dan jika di situ masih tinggal sepersepuluh dari mereka, mereka harus sekali lagi ditimpa kebinasaan ....”

Pengutusan Yesaya adalah menyatakan hukuman atas bangsa Yehuda yang tidak mau bertobat dan terus-merenus mengeraskan hatinya. Tidak ada kemungkinan lain bagi bangsa

yang demikian, selain kehancuran, kematian, dan pembuangan. 57

Dalam ayat 11b-12 menunjukkan bahwa penghancuran akan terjadi secara total. Jika masih ada sepersepuluh yang selamat dari kematian atau penawanan, maka sisanya akan dihakimi sekali lagi (bdg. Yes. 9:11b, 16b). TUHAN sedang berbicara tentang penghukuman yang akan dialami oleh Yehuda berkaitan dengan kekuasaan politik yang dimiliki oleh Asyur (10:27-34) dan Babel (39:5-7) atas Yehuda. Hukuman yang akan dialami Yehuda bersifat menyeluruh, yaitu kepada orang-orang dan kota yang didiaminya, sehingga kotanya menjadi kosong dan hanya meninggalkan mereka yang disebut “tunas yang kudus.”

Pelayanan tentang Pemulihan (ay. 13b)

“... namun keadaannya akan seperti beringin atau pohon jawi-jawi yang tunggulnya tinggal berdiri pada waktu ditebang. Dan dari tunggul itulah akan keluar tunas yang kudus.” Yesaya tidak dipanggil untuk menghasilkan sedikit orang jahat, tetapi menghasilkan sedikit orang suci. 58 Mereka yang tersisa akan menjadi seperti pohon atau sebuah tunas (pohon yang memiliki kemampuan untuk tumbuh lagi dari akar walaupaun sudah dipotong). Mereka yang tertinggal penghakiman akan disebut suci. 59 Mereka yang tertinggal setelah penghakiman disebut suci. Kata yang “suci” digunakan untuk menggambarkan sisa-sisa dalam 6:13 memiliki kata yang sama dengan “kudus, kudus, kudus Tuhan bala tentara” dalam 6:3.

Ini menunjukkan bahwa berita yang disampaikan Yesaya memiliki makna penghukuman, tetapi sikap Allah yang dinyatakan dalam firman-Nya menyatakan keselamatan bagi benih yang tersisa, yang mana benih yang tersisa adalah benih yang suci. Panggilan pelayanan Yesaya diakhiri dengan keselamatan yang disiapkan bagi mereka yang tersisa dari penghancuran dan pembuangan. Respon untuk dipulihkan tidak datang secara umum dari bangsa Yehuda, tetapi dari individu-individu tertentu.

Firman dalam ayat 11-13 memiliki kesejajaran dengan sifat Allah yang dinyatakan dalam ayat 3. Allah adalah Allah yang kudus, tetapi Ia menyatakan kemuliaan-Nya di seluruh bumi. Allah menghukum umat-Nya karena kekerasan hati dan kebutaan rohani mereka, tetapi Allah menyelamatkan orang-orang yang kudus yang tersisa dari penghancuran dan pembuangan. Merekalah orang-orang yang dipertahankan Allah untuk mengalami keselamatan dan hidup dari-Nya (bdg. 10:20-27a; 11:22-26).

Dalam kaitannya dengan pelayanan dalam ayat 9-10, tiga kata penting yang menjadi penekanan dalam bagian ini, yaitu tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak mengetahui, akan dipulihkan oleh TUHAN. Dalam konteks kitab yesaya, Tuhan akan membuat orang-orang tuli akan mendengar dan orang buta melihat (29:18; 35:5; 42:18-25). Kesalahan mereka akan diampuni dan TUHAN sendiri akan menggembalakan mereka (40:1-11). TUHAN yang akan menjadi Juruselamat orang-orang Yehuda dan mereka akan menjadi saksinya (43:8-13).

Dengan demikian, perkataan-perkataan Yesaya mengacu kepada kebenaran dan keadilan serta penghukuman dan pengharapan. Perkataan pengharapan tidak hanya terdapat

56 http:://hwallace.unitingchurch.org.au/WebOTcomments/EpiphanyC/Epiphany5.html diakses pada tanggal 8 Januari 2012.

57 S. H. Widyapranawa, 1973, 102-103.

58 “How the Soveregin LORD God Prepares His Servants Isaiah 6:1-13” oleh Allen Ross, http://www.bible.org/seriespage/how-sovereign-lod-god-prepares-his-servants-isaiah-61-13 diakses pada

tanggal 8 Januari 2012.

59 Frase ini tidak dijumpai dalam LXX, tetapi dilihat dalam 1Qisa a , Targum Aramik dan Peshitta. “Mereka yang tertinggal setelah penghakiman akan disebut suci.” 59 Frase ini tidak dijumpai dalam LXX, tetapi dilihat dalam 1Qisa a , Targum Aramik dan Peshitta. “Mereka yang tertinggal setelah penghakiman akan disebut suci.”

IMPLIKASI

Langkah pertama dalam memenuhi panggilan pelayanan seorang hamba Tuhan adalah penyataan diri Tuhan kepadanya tentang siapa Tuhan yang memanggilnya. Perjumpaannya dengan Tuhan akan menolongnya untuk mengenal Tuhan secara benar dan menjamin dirinya untuk memenuhi panggilan yang diterimanya. Perjumpaannya dengan Tuhan ditandai dengan pengakuan terhadap kebesaran, kekudusan, dan kemahakuasaan Tuhan. Pengakuan terntang keberadaan Tuhan disertai dengan pengakuan dosa dan ketidaklayakannya di hadapan Allah. Ia merasa bahwa ia memerlukan anugerah Tuhan untuk mengampuni dan menyucikannya dari segala dosa dan kejahatannya. Setelah ia mengalaminya, ia tidak akan memaksa diri untuk menerima panggilan Allah, tetapi ia dengan rela memenuhi panggilan yang dinyatakan kepadanya dan siap untuk melaksanakan pelayanan dalam bentuk apa pun yang dipercayakan kepadanya. Beberapa implikasi penting dari Yesaya 6:1-13 adalah:

Pengajaran tentang Allah

Pertama. Pada tahun matinya raja Uzia, Yesaya melihat Tuhan bertakhta di takhtanya yang menjulang dan kemuliaan-Nya memenuhi bumi. Ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan pelayanan seorang hamba Tuhan, kekuasaan-kekusaan yang berada di sekitarnya memiliki batas waktu tertentu dan dapat berakhir, tetapi TUHAN tetap berada di takhta-Nya 60 yang kekal, agung, dan mulia, dan tidak tergantikan oleh siapa pun.

Keberadaan TUHAN yang demikian menjamin seorang hamba Tuhan untuk melayani dengan setia, karena Tuhan yang memanggilnya adalah Tuhan yang selalu eksis, setia, dan selalu menyatakan diri kepada hamba-hamba-Nya.

Kedua. Penglihatan yang dialami oleh Yesaya tentang pertemuannya dengan Tuhan menunjukkan bahwa, bagi seorang hamba Tuhan, penyembahan bukan hanya sekadar beribadah, tetapi berada di hadirat-Nya dan mengalami kehadiran-Nya. Penyembahan juga terjadi bukan bergantung pada sebuah bentuk dan seni dalam beribadah yang dilakukan oleh seorang hamba Tuhan, tetapi karena imannya kepada Allah dan kedekatan hatinya dengan

Allah yang dilayaninya. 61 Kedekatannya dengan Tuhan, bukan diukur dari pelayanan- pelayanan yang dilaksanakannya, tetapi karena kesetiaannya dalam bersekutu dengan Tuhan secara pribadi (bdg. Luk. 10:38-42).

Ketiga. Kekudusan TUHAN dalam pujian para seraf yang didengar oleh Yesaya menunjukkan keutamaan diri-Nya yang dinyatakan kepada manusia. Ini berarti bahwa kekudusan Tuhan harus menjadi prioritas utama kehidupan seorang hamba Tuhan. Ia hanya layak bersekutu dengan Allah dan melaksanakan pelayanan yang dipercayakan kepadanya apabila ia didapati kudus karena telah dikuduskan oleh Allah.

Keempat. Tuhan menyatakan diri kepada Yesaya dalam Bait Suci-Nya harus menjadi perhatian seorang hamba Tuhan dalam semua tata ibadah yang dilaksanakannya, bahwa di balik dari segala bentuk ibadah yang nampak secara lahiriah yang dilaksanakannya, ia berhadapan dengan Allah yang kudus dan mulia. Allah-lah yang harus menjadi subyek penyembahan karena kehidupan, kekudusan, keselamatan, kemuliaan, dan kekuasaan hanya bermula dan ada pada Allah (Wah. 11:17; 19:1); dan Allah harus menjadi fokus dalam penyembahan karena segala puji, hormat, dan kemuliaan hanya diberikan kepada Allah (Wah. 5:13), bukan pada orang-orang yang terlibat di dalamnya dan bukan pula pada tata ibadah yang digunakan dalam penyembahan (bdg. Wah. 4:23-24).

60 “How to Deal with Tragedy,” Jim Hammond from Isaiah 6:1-8 http://www.vvchristianchurch.net/Sermons/B2S3.htm diakses pada tanggal 8 Januari 2012.