KEPUASAN DALAM ORGANISASI Makalah ini di

KEPUASAN DALAM ORGANISASI
Makalah

ini disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester mata kuliah Keorganisasian
Dosen Pengampu : Bapak Saliman, M.Pd

Disusun :
R.M Adi Bambang Kusuma A

13416241022

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL A
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGEI YOGYAKARTA
2014

BAB I
Pendahuluan

A. latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung hidup berkelompok dan bekerja sama

satu sama lain. Keterbatasan kemampuan manusia untuk melaksanakan berbagai kegiatan atau
memenuhi kebutuhan kebutuhan hidupnya sendiri merupakan alasan utama mengapa manusia
saling berinteraksi dan bekerja sama satu sama lain, dalam hal ini bisa terjadi berkelompok
maupun berorganisasi. Dalam perkembangannya semakin banyak manfaat yang dapat diambil
dari kerja sama antar manusa dan memberikan peluang peluang besar bagi kelompok yang ada
untuk lebih mengembangkan diri. Kelompok kelompok kerjasama yang dimaksut diatas
adalah kelompok kelompok apapun bentuknya dan dalam berbagai bidang disebut organisasi.
Dalam sebuah organisasi terdapat unsur, struktur dan komponen pendukung yang
digunakan untuk memperkuat, menjalankan, dan mempertahankan sebuah organisasi. Salah
satu komponen organisasi ialah kepuasaan dalam organisasi. Maka dari itu seorang atasan
organisasi harus memimpin dan memperlakukan pegawai dengan baik untuk mengurangi
dampak negatif yang terjadi pada organisasi. Selain itu dari sesama anggota organisasi harus
lebih terbuka dengan yang lain karena dimungkinkan bahwa organisasi dapat beranggotakan
dari berbagai bidang dan lapisan masyarakat, yang dapat menimbulkan sebuah pertentangan
apabila terjadi sebuah masalah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kepuasan kerja?
2. Megapa kerja sangat penting dalam organisasi ?
3. Apa hubungan kepuasan kerja dengan kinerja organisasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kepuasan kerja.
2. Mengetahui pentingnya kepuasan kerja dalam organisasi.
3. Mengetahui hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja organisasi.

BAB II
Pembahasan

Salah satu gejala yang paling menyakinkan dari rusaknya kondisi suatu organisasi
adalah rendahnya kepuasan kerja (job satisfaction). Dalam bentuknya yang lebih kasar gejala
itu bersembunyi pada pemogokan liar , pengabaian pekerjaan atau mangkir , perlambanan kerja,
dan pergantian pegawai. Kepuasan Kerja (job satisfaction) mengacu kepada sikap individu
secara umum terhadap pekerjaanya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi
mempunyai sikap positif terhadap pekerjaanya; seseorang yang tidak puas dengan pekerjaanya
mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaan tersebut.
Faktor penting yang lebih banyak mendatangkan kepuasan kerja adalah pekerjaan yang
secara mentalitas memberi tantangan, penghargaan yang layak , kondisi kerja yang menunjang,
dan rekan yang mendukung. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan pekerjaan yang
memberi merberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan tugas tugas yang bervariasi, kebebasan, umpan balik tentang seberapa

baik mereka bekerja. Selain itu karyawan meninginkan sistem penggajian dan kebijakan
promosi mereka rasa wajar, tidak membingungkan, dan sejalan dengan harapan mereka. Bila
penggajian dianggap adil, berdasarkan tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan
standar masyarakat, kepuasan akan tercapai. Keriyawanpun menaruh perhatian terhadap
lingkungan kerja mereka baik dari segi kenyamanan pribadi maupun kemudahan untuk
melakukan pekerjaan dengan baik.
1. Teori Teori Kepuasan Kerja
a) Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)
Teori ini dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidak puasan terhadap
beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua niai; (1) pertentangan
yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang ia
terima, dan (2) pentingnya apa yang diinginkan bagi individu. Kepuasan kerja secara
keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasaan kerja dari setiap aspek
pekerjaan dikalikan dengan derjat pentingnya aspke pekerjaan bagi individu.

b) Model dari kepuasan Bidang / Bagian (Facet Satisfication)
Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dai Adams.
Menurut Lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka jika
jumlah dari bidang mereka presepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja
mereka sama dengan jumlah yang mereka presepsikan dari yang secara aktual mereka

terima. Menurut Lawler, jumlah dari bidang yang dipresepsikan orang sebagai sesuai
tergantung dari bagaimana orang mempresepsikan masukan kerja, ciri ciri pekerjaan
dan bagaimana mereka mempersepsikan masukan dan keluaran dari orang lain yang
dijadikan pembanding mereka.
c) Teori proses bertentangan
Teori proses bertentagan dari Landy memandang kepuasan kerja dari prespektif yang
berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini menekankan bahwa
orang ingin mempertahankan sutau keseimbangan emosional (Emotional Equilibrium).
Teori proses bertentangan mengasumsikan bahwa kondisi eemosional yang ekstrim
tidak memberikan kemaslahatan. Kepuasan atau ketidakpuasan kerja (dengan emosi
yang berhubungan) memacu makinisme fisiologikal dalam sistem pusat saraf yang
membuat aktif emosi bertentangan atau berlawanan. Teori ini menyatakan bahwa jika
orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan mereka mereka senang, sekaligus ada rasa
tidak senang (yang lebih lemah).
2. Hakikat Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau
tidaknya pekerjaan mereka. Teori lain mengatakan kepuasaan kerja adalah ukuran proses
pembangunan iklim manusia yang berkelanjutan dan suatu organisasi, ia membawa serta
seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk
harapan kerja. Kepuasan kerja menunjukan kesesuaian antara harapan seseorang uang timbul

dan imbalan yang disediakan pekerjaan, jadi kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori
keadilan, perjanjilan psikologis, dan motivasi
Kepuasan kerja pada dasarnya adalah “Security Feeling” (rasa aman) dan mempunyai
segi segi:


Segi Ekonomi (Gaji dan Jaminan Sosial)



Segi Sosial Psikologi : Kesempatan Maju, Kesempatan Mendapatkan
Penghargaan, berhubungan dengan masalah pengawasan, berhubungan dengan

pergaulan antara karyawan dengan karyawan dan antara karyawan dengan
atasannya
Kepuasan kerja umumnya mengacu pada sikap seorang pegawai. Kepuasan kerja
juga dapat mengacu pada tingkat yang umum didalam kelompok, seperti dalam
“kepuasan kerja departemen penjualan setiap saat tinggi”. Disamping itu masalah
moral sering kali mengacu pada sikap kelompok. Kepuasan kerja memiliki banyak
dimensi.

3. Faktor – Faktor Penentu Kepuasan Kerja
a) Ciri-ciri intrinsik pekerjaan
Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menetukan kepuasan
kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali
terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. Ada satu unsur yang dapat
dijumpai pada ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan diatas, yaitu tingkat tantangan mental.
Konsep dari tentangan yang sesuai merupakan konsep yang penting. Pekerjaan yang
menuntut kecakapan yang lebih tinggi daripada yang dimilki tenaga kerja atau tuntutan
pribadi yang tidak dapat dipenuhi tenaga kerja akan menimbulkan frustasi dan akhirnya
ketidakpuasan kerja.
b) Gaji Penghasilan, Imbalan yang dirasakan adil (Equittable Reward)
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari
gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja,
dan bagaimana gaji diberikan. Dengan menggunakan teori keadilan dari Adams
dilakukan berbagai penelitian dan salah satu hasilnya ialah bahwa orang yang menerima
gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami distress
atau ketidakpuasan. Kajian yang dilakukan dalam laboratorium mendukung hasil
tentang gaji yang terlalu kecil, namun hasil tentang gaji yang terlalu besar tidak jelas
meyakinkan. Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Uang
atau imbalan akan mempunyai dampak tehadap motivasi kerjanya jika besar imbalan

disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
c) Penyeliaan
Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga
kerja dengan penyediaan. Ia menemukan dua jenis dari hubungan atasan-bahwa: (1)
hubungan fungsional, mencerminkan sejauh mana penyedia membantu tenaga kerja,

untuk memuaskan niali-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja, (2) hubungan
keseluruhan, didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap
dasar dan nilai-nilai yang serupa. Penyeliaan merupakan salah satu faktor juga dari
kelompok faktor hygiene dari Herzberg. Namun jika cara penyediaan dilakukan oleh
atasan yamg memiliki ciri-ciri pemimpin yang transformasional maka tenaga kerja akan
meningkatkan motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
d) Rekan-rekan sejawat yang menunjang
Setiap pekerjaan dalam organisasi memiliki kaitannya dengan pekerjaan lain.
Terjadi diferensiasi pekerjaan mendatar dan tegak. Dalam perkembangan selanjutnya,
corak interaksi antarpekerjaan tumbuh berbeda-beda. Ada tenaga kerja yang dalam
menjalankan tugas pekerjaannya memperoleh masukannya dari tenaga kerja lain.
Hubungan yang ada antarpekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang
bercorak fungsional. Ada satuan kerja yang para tenaga kerjanya masing-masing
meiliki tugas yang apat mereka lakukan secara mandiri dikoordinasi oleh pimpinan

satuan kerja. Didalam kelompok kerja dimana para pekerjanya baru bekerja sebagai
satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat
tinggi mereka dapat dipenuhi, dan mempunyai dampak pada motivasi kerja merekan.
e) Kondisi kerja yang menunjang
Perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan
yang enak untuk digunakan, meja, kursi kerja yang dapat diatur tinggi-rendah, miringtegak duduknya. Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi. Dalam
kondisi kerja seperti ini kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga
kerja.
4. Pentingnya Kepuasan Kerja
a) Kepuasan kerja dan prestasi
Sebagian manajer berasumsi bahwa kepuasan yang tinggi selamanya akan
menimbulkan prestasi yang tinggi, tetapi asumsi ini tidak benar. Karyawan yang puas
boleh jadi adalah karyawan yang berproduksi tinggi, sedang, atau rendah, dan mereka
akan cenderung meneruskan tingkat prestasi yang menimbulkan kepuasan bagi mereka.
Hubungan kepuasan-prestasi lebih rumit ketimbang pernyataan sederhana bahwa
“kepuasan menimbulkan prestasi”. Prestasi menyumbang timbulnya kepuasan kerja
yang tinggi. Prestasi yang lebih baik secara khas menimbulkan imbalan ekonomi,
sosiologis, dan psikologis yang lebih tinggi. Apabila imbalan itu dipandang pantas dan

adil, maka timbul kepuasan yang lebih besar karena pegawai merasa bahwa mereka

menerima imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Sebaliknya, apabila imbalan itu
dipandang tidak sesuai dengan tingkat prestasinya, cenderung timbul ketidakpuasan.
b) Pergantian pegawai
Seperti yang dapat diduga, kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan
rendahnya tingkat pergantian pegawai, yaitu proporsi pegawai yang meninggalkan
organisasi. Para pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan
dengan majikan mereka. Pergantian pegawai cukup merugikan, terutama apibila tingkat
pergantian itu didalam beberapa bidang industri. Disamping kerugian langsung dan
tidak langsung bagi organisasi untuk mengganti karyawan, para pegawai tetap tinggal
mungkin akan merasa tidak puas karena harus berpisah dengan rekan kerja yang
bernilai dan timbulnya gangguan terhadap pola sosial yang telah dibina selama ini.
5. Mengukur Kepuasan Kerja
Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti
peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan oraganisasional, memenuhi standar kinerja,
menerima kondisi-kondisi kerja yang acap kali kurang ideal, dan lain-lain. Ini berarti bahwa
penilaian seorang karyawan tentang seerapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan
merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan.
Untuk mengukur kepuasan karyawan dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu:
a) penilaian tunggal, secara umum sekedar meminta individu untuk merespon satu
pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puaskah diri

Anda dengan pekerjaan Anda?”. Kemudian, para responden menjawab dengan cara
melingkari sebuah angka antara 1 dan 5 yang cocok dengan jawaban dari “sangat puas”
sampai “sangat tidak puas”.
b) Pendekatan penyajian akhir aspek pekerjaan, pendekatan ini mengidentifikasi elemenelemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang
setiap elemen. Faktor-faktor khusus yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan,
pengawasan, bayatan saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan-rekan
kerja. Faktor-faktor ini dinilai berdasarkan skala standar dan kemudian dijumlahkan
untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja secara keseluruhan.
6. Penyebab Kepuasan Kerja

Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan
jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri hampir selalu
merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi
secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan, variasi, kemerdakaan,
dan kendali memuaskan sebagian besar karyawan. Dengan perkataan lain, sebagian besar
individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat daripada
kerja yang dapat diramalkan dan rutin.
Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga
memainkan sebuah peran. Sebagai contoh, beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai
hampir segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang

tamaknya sangat hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai
kepribadian negatif (sebagai contoh, mereka cenderung galak, kritis, dan negatif) biasanya
kurang puas dengan pekerjaan mereka.
7. Profil Karyawan Yang Puas
Kepuasan kerja berkaitan dengan sejumlah variabel yang memungkinkan para manajer
untuk tidak memperkirakan kelompok yang lebih cenderung mengalami masalah
ketidakpuasan. Sebagian variabel itu adalah variabel pegawai, dan variabel lingkungan
kerja.
a) Usia
Ketika para karyawan makin bertambah lanjut usianya mereka cenderung
sedikit lebih puas dengan pekerjaan mereka. Sebaliknya, para karyawan yang lebih
muda, cenderung kurang puas karena berpengharapan lebih tinggi, kurang
penyesuaian, dan berbagai sebab lain.
b) Tingkat pekerjaan
Orang-orang dengan pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi cenderung merasa
puas dengan pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji dan kondisi
kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk
menggunakan kemampuan mereka sepenuhnya, oleh karena itu mereka memiliki
alasan yang baik untuk merasa lebih puas. Dengan demikian, manajer dan tenaga
ahli biasanya merasa lebih puas ketimbang karyawan terampil yang cenderung lebih
puas dibandingkan dengan para karyawan yang kurang dan tidak terampil.
c) Ukuran organisasi

Ukuran organisasi sering kali berlawanan dengan kepuasan kerja. Pada saat
organisasi semakin membesar, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila tidak diambil tidakan perbaikan
untuk mengimbangi kecenderungan itu. Tanpa adanya perbaikan itu, organisasi
besar cenderung kurang memperhatikan aspek manusia dan mengganggu proses
suportif, seperti komunikasi, koordinasi, dan partisipasi. Kecenderungan hubungan
ukuran organisasi dengan kepuasan kerja itu dpat diatasi dengan tindakan perbaikan
untuk mempertahankan daya tanggap yang dimiliki perusahaan ketika masih
berukuran kecil. Sekalipun demikian, tidak selalu berarti bahwa perusahaan besar
menghadapi masalah kepuasan kerja dikalangan para pegawainya.
8. Manfaat Telaah Kepuasan Kerja
Survei kepuasan kerja dapat membuahkan hasil positif, netral, atau negatif. Apabila
direncanakan dan dilakukan dengan baik, survei ini biasanya akan menghasilkan sejumlah
maslahat yang penting, seperti hal-hal berikut:
a) Kepuasan kerja umum
Salah satu maslahat survei tersebut adalah pimpinan memperoleh indikasi
tentang tingkat kepuasan umumnya dalam perusahaan. Survei itu juga
menunjukkan hal-hal yang menimbulkan kepuasan dan ketidak puasan secara
spesifik, dan kelompok pegawai tertentu. Dengan kata lain, survei itu
mengungkapkan bagaimana perasaan pegawai tentang pekerjaan mereka, bagian
kerja yang menimbulkan perasaan itu, departemen yang sangat berpengaruh dan
perasaan siapa saja yang terlibat.
b) Komunikasi
Maslahat lain adalah timbulnya komunikasi yang berharga melalui kepuasan
kerja. Komunikasi mengalir ke semua arah pada saat orang-orang merencanakan,
melaksanakan, dan membahas hasil survey itu. Komunikasi keatas sangat
bermanfaat apabila pegawai didorong untuk mengomentari hal-hal yang ada dalam
pikiran mereka, daripada sekedar menjawab pertanyaan tentang berbagai topik yang
penting bagi pimpinan.
c) Membaiknya sikap
Manfaat lain yang sering tidak terduga adalah membaikna sikap. Bagi sebagian
orang, survei itu merupakan katup pengaman, penyaluran emosi dan kesempatan

untuk mengeluarkan uneg-uneg. Bagi yang lain, survei itu merupakan ungkapan
perhatian pimpinan terhadap kesejahteraan pegawai, sehingga ada alasan bagi
pegawai untuk merasa lebih baik terhadap pimpinan.
d) Kebutuhan pelatihan
Survei kepuasan kerja merupakan sarana yang berguna untuk menentukan
kebutuhan pelatihan tertentu. Biasanya pegawai diberikan kesempatan untuk
mengungkapkan perasaan tentang seberapa baik penyelia mereka melaksanakan
bagian-bagian tertentu.
e) Maslahat bagi serikat kerja
Survei itu juga dapat menimbulkan masklahat bagi serikat pekerja. Seperti yang
dijelaskan oleh seorang pengurus serikat kerja, baik pimpinan perusahaan maupun
serikat pekerja sering kali bertikai tentang hal-hal yang diinginkan pegawai, tapi
tidak satu pun yang benar-benar mengetahuinya. Serikat pekerja jarang sekali
menentang diadakannya survei, dan adakalanya mereka mendukung hal itu apabila
mengetahui bahwa serikat pekerja juga memperoleh peluang untuk berbagi data.
f) Perencanaan dan pemantauan perubahan
Para manajer yang waspada menyadari perlunya mengkaji reaksi pegawai
terhadap perubahan kebijaksanaan dan program yang penting. Survei pendahuluan
bermanfaat untuk mendidentifikasi berbagai masalah yang mungkin timbul, dan
mendorong para manajer untuk mengubah rencana awal mereka. Survei lanjutan
memungkinkan pimpinan untuk menilai tanggapan aktual terhadap perubahan dan
menelaah keberhasilan dan kegagalannya.
9. Dampak Dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
Dampak perilaku dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja telah banyak diteliti dan dikaji.
Berikut beberapa hasil penelitian tentang dampak kepuasan :
a) Dampak terhadap produktivitas
Pada mulanya orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan
menikkan kepuasan kerja. Hasil penelitian tidak mendukung pandangan ini.
Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Vroom yang
mempelajari sejumlah besar hasil penelitian melaporkan bahwa korelasi mediannya
hanyalah 0,14. Kenyataan ini sebagian dapat dijelaskan dengan mengatakan bahwa
produktivitas dipengaruhi oleh nbanyak faktor-faktor moderator disamping

kepuasan kerja. Akhir-akhir ini terdapat pandangan bahwa kepuasan kerja mungkin
merupakan akibat, dan ukuran merupakan sebab dari produktvitas. Lawlet dan
Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari
kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mepersepsikan bahwa ganjaran intrinsik
(miaslnya rasa telah mencapai sesuatu) dan ganjaran ekstrinsik (misalnya gaji) yang
diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk-kerja yang
unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik
berasosiasi dengan unjuk-kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan
berkolerasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.
b) Dampak terhadap ketidakhadiran (absenteisme) dan keluarnya tenaga kerja
(turnover)
Porter dan Steers berkesimpulan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja
merupakan jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran
lebih spontan sifatnya dan degan demikian kurang mungkin mencerminkan
ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan.
Perilaku ini karena akan mempunyai akibat-akibat ekonomis yang besar, maka
lebih besar kemungkinannya ia berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Dari
penelitian ini ditemukan tidak adanya hubungan antara ketidakhadiran dengan
kepuasan kerja. Steers dan Rhodes mengembangkan model dari pengaruh terhadap
kehadiran. Mereka meliat adanya dua faktor pada perlaku hadir, yaitu motivasi
untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk
hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja dalam kombinasi dengan tekan-tekanan
internal dan eksternal untuk datang pada pekerjaan. Menurut Robbins (1998)
ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja dapat diungkapan kedalam berbagai macam
cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat meegluh,
membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari
tanggung jawab pekerjaan mereka.
c) Dampak terhadap kesehatan
Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan
kesehatan fisik dan mental. Dari satu kajian longitudinal disimpulkan bahwa
ukuran-ukuran dari kepuasan kerja merupakan peraal yang baik bagi longevity atau
panjang umur atau rentang kehidupan. Salah satu temuan yang penting dari kajian
yang dilakukan oleh Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja,
ialah bahwa untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa

pekerjaan mereka menuntut pengguanaan efektif dari kecakapan-kecakapan mereka
berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Skor-skor ini juga berkaitan
dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari jabatan. Meskipun jelas bahwa
kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak
jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fisik dan mental dan
kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan
kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari satu dapat
meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat
yang negatif juga pada yang lain.
10. Hasil Kepuasan kerja
Kepuasan kerja bergantung ada tingkat hasil intrinsik dan ekstrinsik dan bagaimana
pemegang pekerjaan memandang hasil tersebut. Hasil ini memiliki nilai yang berbeda bagi
masing-masing orang. Bagi beberapa orang, pekerjaan yang menantang dan bertanggung
jawab mungkin memiliki nilai netral atau bahkan negatif karena bergantung pada
pendidikan dan pengalaman mereka dimasa lalu yang berkenaan dngan pekerjaan yang
menyediakan hasil intrinsik. Bagi orang lain, hasil pekerjaaan semacam itu mungkin
memiliki nilai positif yang tinggi. Kepentingan yang masing-masing orang berikan kapeda
hasil pekerjaannya berbeda-beda. Perbedaan itu sendiri akan menciptakan tingkat kepuasan
kerja yang bberbeda untuk konten pekerjaan yang intinya sama. Sebagai contoh, suatu
perusahaan, menerapkan sistem manajemen yang bermaksud untuk menyediakan banyak
kesempatan bagi karyawan untuk melatih pertimbangan dan membuat keputusan,
menemukan bahwa banyak individu tidak mampu atau tidak mau bekerja untuk hal tersebut.
Perusahaan tersebut, W. L Gore & Associates, telah manjadi subjek minat yang minat yang
cukup besar bagi mereka yang memperhatikan pemberdayaan karyawan.
Perbedaan individu yang penting lainnya meliputi keterlibatan pekerjaan dan komitmen
terhadap organisasi. Masing-masing orang berbeda dalam hal: (1) pekerjaan merupakan
minat utama mereka dalam kehidupan, (2) mereka secara aktif berpatispasi dalam
pekerjaan, (3) mereka mepersepsikan pekerjaan sebagai inti dari harga diri dan (4) mereka
mepersepsikan pekerjaan sebagi hal yang konsisten dengan konsep diri. orang yang tidak
terlibat dalam pekerjaan atau organisasi yang mempekerjakan mereka tidak dapat
diharapkan untuk menghasilkan kepuasan yang sama seperti orang orang yang terlibat.
Variable ini mempengaruhi fakta fakta bahwa dua pekerja dapat melaporkan tingkat

kepuasan yang berbeda untuk tingkat kinerja yang sama. Satu perbedaan individual terakhir
adalah keadilan yang dipersepsikan dari hal yang dipertimbangkan pekerja sebagai
penghargaan yang adil. Jika hasil dipersepsikan sebagai tidak adil ketika dibanding dengan
hasil lain dalam pekerjaan serupa yang memerlukan usaha yang serupa, pekerja akan
mengalami ketidakpuasan dan mencari cara utuk mengembalikan keadilan, baik dengan
mencari penghargaan yang lebih besar (terutama ekstrinsik) atau dengan mengurangi usaha.
Oleh karena itu, kita melihat kinerja pekerjaan melibatkan banyak hasil potensial.
Beberapa hasil marupakan naili primer bagi organisasi-hasil objektif, misalnya. Hasil
lainnya (seperti kepuasan kerja) merupakan hal yang paling penting bagi individu. Kinerja
pekerjaan tidak diragukan lagi merupakan sebuah variabel kompleks yang bergantung pada
interaksi dari sejumlah faktor. Manager dapat membuat rasionalisasi persoalan dengan
memahami implikasi motivasi dalam pekerjaan melalui aplikasi dari jabatan.

BAB III
Penutup

Kesimpulan
Gerakan hubungan manusia yang menekankan pada hubungan antar pribadi yang baik,
kepuasan kerja dan kepentingan kelompok kelompok informal memberikan stimulan awal
yang penting untuk pengkajian sikap kerja dan hubungannya dengan perilaku manusia dalam
organisasi. Kepuasan Kerja (job satisfaction) mengacu kepada sikap individu secara umum
terhadap pekerjaanya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap
positif terhadap pekerjaanya; seseorang yang tidak puas dengan pekerjaanya mempunyai sikap
negatif terhadap pekerjaan tersebut. Selain itu kepuasan kerja pun dapat mempengaruhi dalam
berbagai aspek, seperti ekonomi dari produksi; pemasaran; psikologi dan budaya pekerja
maupun atasan itu sendiri.

Daftar Pustaka

Robbins, Stephen. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Sunyoto Munandar, Ashar. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta:
Universitas Indonesia
Usman, Husaini. 1998. Organisasi: Teori, Praktek, Penelitian dan Kasus. Bandung:
CV. Alfabeta
Davis. 1985. Perilaku Dalam Organisasi. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Gania, Gina. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga
Moeheriono. 2012. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Muhammad, Arni. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Muhyadi. 1989. Organisasi (Teori, Struktur dan Proses). Yogyakarta: departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Rivai, Veithzal. 2011. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada