PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN LIMA KOMPONEN

PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN
LIMA KOMPONEN DALAM KEGIATAN
PENDIDIKAN

Penyusun :
1. Fatimah Sinar Mustika
2. Hayin Maulidatul Latifah
3. Aprisilia Herdiapradita
4. Hani Kurniawati

Pendidikan Fisika Bilingual
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
1

Universitas Negeri Jakarta
2014

2

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pengantar Ilmu
Pendidikan dengan judul “Lima Komponen dalam Pendidikan” dengan baik
tanpa adanya kendala apapun yang berarti.
Tugas makalah “Lima Komponen dalam Pendidikan” ini kami susun untuk
memenuhi

salah

satu

tugas

pada

mata

kuliah


Pengantar

Ilmu

Pendidikan.Tujuan lain penyusunan tugas ini adalah supaya para pembaca
dapat memahami tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan setiap
orang.
Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam

penyelesaian

makalah

ini.

Yang

utama


kami

mengucapkan

terimakasih kepada Ibu Vina Serevina selaku Dosen Pengantar Ilmu
Pendidikan. Terima kasih juga kepada seluruh teman-teman yang telah
memberikan masukan demi kesempurnaan makalah yang kami buat.
Tiada gading yang tak bisa retak, demikian pula makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu kami mohon atas saran dan kritikannya dari
para pembaca guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua orang yang membacanya dan semoga amal-amal
baik kami selalu dicatat di sisi Allah SWT.

Jakarta, 9 Maret 2014

3

Penulis

4


DAFTAR ISI
JUDUL.............................................................................................
.........................................1
KATA
PENGANTAR....................................................................................
...............................2
DAFTAR
ISI..................................................................................................
............................3
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................
.................5
A. Latar
Belakang......................................................................
.......................5
B. Rumusan
Masalah.......................................................................
................5
C. Tujuan.........................................................................

...............................6

Bab II

PEMBAHASAN
A.

Pengertian

Komponen

Pendidikan

.................................................................7
B.

Komponen

..................................................................................7
5


Pendidikan

1.

Tujuan Pendidikan
a.

Arti

Pentingnya

Tujuan

Pendidikan

..................................7
b.

Tujuan


Pendidikan

Menurut

Lavengeld ............................8
c.

Perbedaan Macam-macam Tujuan Pendidikan

.................9
2.

Peserta didik
a. Definisi

Peserta

didik


........................................................14
b. Ciri-ciri

Peserta

didik

........................................................14
c. Pembagian

Peserta

didik

..................................................15
3.

Pendidik
a. Definisi


Pendidik

..............................................................1
7
b. Kewibawaan

Pendidik

......................................................18
4.

Alat Pendidikan
a. Definisi

Alat

Pendidikan

....................................................19
b. Macam-macam


Alat

Pendidikan

.......................................20
c. Tindakan Pendidikan Sebagai Alat Pendidikan
...................20
d. Dasar

Pertimbangan

Pendidikan.......21
5.

Lingkungan Pendidikan

6

dan


Penggunaan

alat

a. Pengertian

Lingkungan

Pendidikan

...................................25
b. Fungsi

Lingkungan

Pendidikan

..........................................25
c. Penggolongan Lingkungan Pendidikan Menurut
Ki

Hajar

Dewantara

.................................................................
......26
C. Hubungan

timbal

balik

antara

komponen

pendidikan

..................................30

Bab III

PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................
..........................31

DAFTAR

PUSTAKA

..................................................................................................
.........32

7

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan

potensi

dirinya

untuk

memiliki

kekuatan

spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi
pengajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi
lebih

mendalam

yaitu

pemberian

pengetahuan,

pertimbangan

dan

kebijaksanaan.
Pendidikan

adalah

proses

pengubahan

sikap

dan

tata

laku

seseorang/kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup
yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya
Dalam proses pendidikan sangat diperlukan komponen-komponen
pendidikan. Komponen itu sendiri berarti bagian dari suatu sistem yang
memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk
mencapai sebuah tujuan. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari
sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya proses
pendidikan.

B.

Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian dari komponen pendidikan?
b. Apa saja macam-macam komponen pendidikan?

8

c. Bagaimana hubungan timbal balik antar komponen pendidikan?
d. Apa hakikat anak sebagai subyek didik?
e. Bagaimanakah seorang Pendidik itu?
f. Apa saja tujuan dari Pendidikan?
g. Bagaimana

alat-alat

Pendidikan

dapat

digunakan

dalam

proses

pembelajaran?
h. Mengapa Lingkungan Pendidikan berperan dalam keberlangsungan
pendidikan?

C.

Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari komponen pendidikan.
b. Mengetahui macam-macam komponen pendidikan.
c. Mengetahui hubungan timbal balik antar komponen pendidikan.
d. Mengetahui hakikat anak sebagai subyek didik.
e. Mengetahui bagaimanakah seorang pendidik itu.
f. Mengetahui tujuan dari pendidikan.
g. Mengetahui bagaimana alat-alat pendidikan dapat digunakan dalam
proses pembelajaran.
h. Mengetahui alasan mengapa lingkungan pendidikan berperan dalam
keberlangsungan pendidikan.

9

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komponen Pendikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komponen berarti bagian
dari keseluruhan. Kata keseluruhan disini berarti sistem. Komponen
pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang
menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan. Bahkan
dapat

dikatakan

bahwa

untuk

berlangsungnya

proses

pendidikan

diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.

B. Komponen Pendidikan
Komponen-komponen pendidikan yang diperlukan keberadaannya
agar terjadi proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik ada
lima, yaitu:
1) Tujuan Pendidikan
2) Peserta didik
3) Pendidik
4) Alat Pendidikan
5) Lingkungan Pendidikan

1. Tujuan Pendidikan
a. Arti Pentingnya Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
segenap kegiatan pendidikan, yang berfungsi memberikan arah kepada
segenap kegiatan pendidikan. Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan
pendidikan

menduduki

posisi

penting

di

antara

komponen-komponen

pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa segenap komponen dari seluruh
10

kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan
untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian, maka kegiatankegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang,
tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah terjadinya. (Umar
Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 37).
Menurut Robert F. Mager (1975) dalam kata pengantar bukunya
Preparing Instructional Objectives, mengemukakan bahwa suatu pernyataan
yang jelas tentang tujuan pendidikan akan merupakan dasar pokok bagi
pemilihan
serta

metode

pemilihan

dan
alat-alat

bahan

pengajaran

untuk

menilai apakah

pengajaran itu telag berhasil. Hal ini

menunjukkan

betapa pentingnya masalah tujuan

itu

pendidikan

(Purwanto,

dan

pengajaran

dalam

1995: 38).

(kiri) Robert F. Mager, (kanan) buku Preparing Instructional Objectives (Sumber: www.google.com).

Sehubungan dengan fungsi tujuan yang demikian penting itu, maka
menjadi keharusan bagi pendidik untuk memahaminya. Kekurangpahaman
pendidik terhadap tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahan di
dalam melaksanakan pendidikan (Umar Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 37).
b. Tujuan Pendidikan Menurut Lavengeld
Menurut M.J. Langeveld (1980), tujuan umum pendidikan adalah
kedewasaan

atau

manusia

dewasa
11

,

yaitu

manusia

yang

mampu

menentukan dirinya sendiri secara mandiri atas tanggung jawab sendiri.
Pergaulan antara anak dan anak tidak mengandung kemungkinan untuk
munculnya situasi pendidikan. Hal ini bukan berarti bahwa pergaulan mereka
tidak berpengaruh bagi perkembangan pribadi anak melainkan pergaulan
mereka tidak akan terdapat hubungan berdasarkan kesimpulan. Pendek kata
pendidikan tidak mungkin berlangsung dalam pergaulan anak dan anak.
Demikian halnya bahwa pendidikan tidak berlangsung dalam pergaulan
orang dewasa dengan orang dewasa. Dalam pergaulan orang dewasa
mungkin terdapat pengaruh positiv bagi perkembangan pribadi kedua belah
pihak yang bergaul, namun demikina hal itu bukanlah pendidikan melainkan
disebut bildung, artinya suatu upaya pembinaan diri atas tanggung jawab
sendiri (M.J.Langeveld, 1980:104).
Pendidikan
yang
anak

diberikan
yang

tidak

bimbingan/pertolongan

oleh

orang

dewasa

kepada

sedang

tumbuh untuk mencapai

dengan

tujuan agar anak cukup

melaksanakan

tugas hidupnya sehingga

kedewasaannya
cakap

adalah

perlu

bimbingan

berpendapat

bahwa

lagi.

Langeveld

setelah anak itu dewasa

dan cukup cakap mengatasi masalah-masalah hidupnya, anak tidak perlu
dibimbing atau ditolong lagi. Jadi tujuan pendidikan menurut Langeveld
adalah untuk mengantarkan anak menjadi dewasa dan mampu memecahkan
kesulitan atau hambatan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

M.J. Langeveld (Sumber: www.google.com).

12

c. Perbedaan Macam-Macam Tujuan Pendidikan
Di dalam bukunya Beknopte Theoritische Paedagogiek, Langeveld
mengutarakan macam-macam tujuan pendidikan sebagai berikut:

(Sumber: www.google.com)

1)Tujuan Umum
Tujuan umum disebut juga tujuan sempurna, tujuan terakhir, atau
tujuan bulat. Tujuan umum ialah tujuan di dalam pendidikan yang
seharusnya menjadi tujuan orangtua atau pendidik lain, yang telah
ditetapkan oleh pendidik dan selalu dihubungkan dengan kenyataankenyataan yang terdapat pada anak didik itu sendiri dan dihubungkan
dengan syarat-syarat dan alat-alat untuk mencapai tujuan umum itu
(Purwanto, 1995: 20).
2)Tujuan-Tujuan Tak Sempurna
Yang dimaksud dengan tujuan tak sempurna atau tak lengkap ini ialah
tujuan-tujuan mengenai segi-segi kepribadian manusia yang tertentu yang
hendak
segi
yang

dicapai
yang

dengan

pendidikan itu, yaitu segi-

berhubungan

tertentu,

dengan

seperti

nilai-nilai

keindahan,

hidup

kesusilaan,

keagamaan, kemasyarakatan,

dan seksual. Oleh karena

itu,

mengatakan,

pendidikan

kesusilaan,

pendidikan

kita

keindahan,

dapat

juga

pendidikan

13

kemasyarakatan, pendidikan intelektual, dan lain-lain yang masing-masing
seginya (Purwanto, 1995: 21).
3)Tujuan-Tujuan Sementara
Tujuan

sementara

merupakan

tempat-tempat

pemberhentian

sementara pada jalan yang menuju ke tujuan akhir, seperti anak-anak dilatih
untuk belajar kebersihan, belajar berbicara, belajar berbelanja, dan belajar
bermain-main bersama teman-temannya (Purwanto, 1995: 21).

(Sumber: www.google.com)

Umpamanya, kita melatih anak belajar berbicara sampai anak itu
sekarang dapat berbicara. Dalam hal ini tujuan kita telah tercapai (tujuan
sementara), yaitu anak dapat berbicara. Tetapi, tidak hanya sampai di situ
tujuan kita. Anak kita ajar berbicara agar anak itu dapat berbicara dengan
baik dan sopan santun terhadap sesama manusia, agar ia berbuat susila
(tujuan tak lengkap), dan seterusnya. Tujuan sementara ini merupakan
tingkatan-tingkatan untuk

menuju

kepada

tujuan

mencapai

tujuan-

tujuan sementara itu di

dalam

praktik

harus

memperhatikan

jalannya

umum.
mengingat

Untuk
dan

perkembangan

pada anak. Untuk

itu maka perlu adanya psikologi perkembangan (Purwanto, 1995: 22).
4) Tujuan-Tujuan Perantara
Tujuan perantara ialah tujuan yang merupakan alat untuk mencapai
tujuan-tujuan lainnya. Jadi merupakan tujuan perantara antara tujuan yang
telah tercapai ke tujuan lainnya yang belum tercapai, misalnya untuk bisa
14

memahami buku (textbook) yang berbahasa asing (Inggris, Jerman), perlulah
pertama

kali

belajar

bahasa

Inggris/Jerman

tersebut.

Faham

bahasa

Inggris/Jerman tersebut berarti tujuan perantara tercapai. Untuk mencapai
tujuan berikutnya yaitu untuk memahami buku atau textbook yang
berbahasa asing tadi (Meilanie, 2013: 57).
5) Tujuan Insidental
Tujuan ini hanya sebagai kejadian-kejadian yang merupakan saat-saat
yang terlepas pada jalan yang menuju kepada tujuan umum. Contoh,
seorang ayah memanggil anaknya dengan tujuan anak mencapai kepatuhan.
Ayah itu menuntut supaya perintahnya ditaati. Tetapi, dalam situasi lain
mungkin si ayah itu mempunyai tujuan lain. Contoh, ayah memanggil
anaknya untuk makan bersama-sama. Ayah ingin perintahnya dituruti
namun ia juga ingin agar anaknya mempunyai kebiasaan tetap untuk makan
bersama-sama keluarga sehingga dengan demikian bermaksud pula untuk
memperkuat rasa sama-sama terikat dalam ikatan keluarga (Purwanto,
1995: 22).

(Sumber: www.google.com)

d. Hierarki Tujuan dalam Pendidikan
Berdasarkan
tujuan

pendidikan

perbedaan

itu,

dapat

kita

bedakan dan susun

menurut

hierarkinya sebagai

berikut:

1) Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan pendidikan yang berlaku untuk seluruh
lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu negara. Tujuan umum
pendidikan yang berlaku di Indonesia disebut tujuan pendidikan nasional

15

yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Purwanto, 1995:40).
Di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bab II pasal 4 dikemukakan: "Pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan

berbudi

pekerti

luhur,

memiliki

pengetahuan

dan

keterampilan,

kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan" (Purwanto, 1995:
36).
Tujuan umum atau tujuan pendidikan nasional tersebut merupakan
dasar dan pedoman bagi penyusun kurikulum untuk semua lembaga
pendidikan yang ada di Indonesia, dari jenjang Taman Kanak-Kanak sampai
perguruan tinggi (Purwanto, 1995: 40).
2) Tujuan Institusional
Tujuan institusional ialah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut
jenis dan tingkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing. Tujuan
institusional ini tercantum di dalam kurikulum sekolah/lembaga pendidikan
yang menggambarkan yang harus dicapai setelah selesai belajar di sekolah
itu. Dengan demikian, tujuan institusional SMA tidak sama dengan STM dan
sebagainya (Purwanto, 1995: 41).
3) Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler ialah tujuan kurikulum sekolah yang telah diperinci
menurut bidang studi atau mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.
Jadi, tujuan kurikuler ialah tujuan tiap-tiap mata pelajaran untuk suatu
sekolah tertentu. Meskipun tujuan institusional sekolah yang sejenis adalah
sama, tiap bidang studi atau mata pelajaran mempunyai tujuan masingmasing yang berbeda. Namun demikian, tidak boleh dilupakan baik tujuan
tiap mata pelajaran maupun tujuan institusional, keduanya merupakan
16

penjabaran dari tujuan umum. Dengan kata lain, tujuan kurikuler tiap mata
pelajaran tidak boleh menyimpang dari tujuan institusional lembaga
pendidikan yang bersangkutan dan tujuan institusional itu sendiri tidak boleh
bertentangan dengan tujuan umum dan tujuan nasional (Purwanto, 1995:
41).
4)Tujuan Instruksional
Tujuan Instruksional ialah tujuan pokok bahasan atau subpokok bahasan
(topik-topik
instruksional

atau

subtopik)

biasanya

yang

dibedakan

akan

diajarkan

menjadi

dua

oleh

guru.

Tujuan

macam, yaitu Tujuan

Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Umumnya
TIU dari tiap-tiap pokok bahasan telah dirumuskan di dalam kurikulum
sekolah khususnya di dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Sedangkan TIK adalah tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai
oleh siswa pada akhir tiap jam pelajaran. TIK dibuat/dirumuskan oleh guru
sendiri dan dicantumkan di dalam program satuan pelajaran (Satpel).
Perumusan TIK tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan TIU dari
pokok bahasan yang akan diajarkan (Purwanto, 1995: 42).
Dengan

merumuskan

tujuan

instruksional

terutama

TIK

sebelum

mengajarkan suatu pokok bahasan, guru dapat membayangkan hasil tingkah
laku (behavioral objectives) apa yang seharusnya dicapai atau dikuasai siswa
setelah mengalami proses belajar-mengajar tertentu. Di samping itu, dengan
merumuskan TIK, guru dapat menetapkan/memilih materi atau bahan
pelajaran, metode mengajar, kegiatan belajar, serta alat evaluasi belajar
mana

yang

relevan

untuk

mencapai

(Purwanto, 1995: 42).

17

tujuan

yang

telah

dirumuskan

Hierarki tujuan dalam pendidikan (Umar Tirtarahardja & La Sulo, 2008: 40)

2. Peserta Didik
a. Definisi Peserta Didik
Menurut Tholib (2009:38), pada hakikatnya siswa atau murid
adalah orang yang sedang belajar. Seorang siswa/ murid /

pelajar

menginginkan agar mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan
sebagainya. Siswa adalah orang yang menghendaki dan berusaha (belajar)
agar

mendapatkan

(experience)

dan

kepribadian

yang

untuk

bekal

kehidupannya

ilmu

pengetahuan,

keterampilan,

pengalaman
baik,

agar

berbahagia
(sukses)di
dunia dan di

akhirat

kelak.

seorang anak yang sedang belajar (kiri), untuk meraih kesuksesan (kanan)

18

b. Ciri-ciri Peserta didik
Menurut Umar T. dan Lasulo (1994: 52), ciri khas peserta didik yang
perlu dipahami oleh pendidik ada empat ciri-ciri, yaitu:
1) Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga
merupakan insan yang unik.
Anak

sejak

lahir

dikembangkan

telah

dan

memiliki

potensi-potensi

diaktualisasikan.

Untuk

yang
itu,

ingin

mereka

membutuhkan bantuan dan bimbingan.
2) Individu yang sedang berkembang
Perkembangan disini berarti perubahan yang terjadi dalam diri
peserta didik secara wajar, baik ditunjukan kepada diri sendiri
maupun ke arah penyesuaian dengan lingkungan.
3) Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan
manusiawi
Dalam

proses

perkembangannya

peserta

didik

membutuhkan

bantuan dan bimbingan.
4) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri
Individu ini diartikan “orang seorang tidak bergantung dari orang
lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri
sendiri dan tidak dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan
keinginan sendiri.”
Untuk itu peserta didik harus dipandang secara filosofis yaitu menerima
kehadiran keakuannya, ke individuannya, sebagaimana mestinya ia ada
(eksistensinya). Jika kita mengerti dasar pendidikan untuk peserta didik ini,
proses pendidikan akan dapat berjalan wajar.
c. Pembagian Peserta didik

19

Peserta didik perlu di bagi menjadi beberapa jenis sehingga proses
pendidikan akan lebih mudah di laksanakan:
1) Peserta didik menurut tahap perkembangan umur
Menurut Abu Ahmadi, (2003:42) Peserta didik membagian peserta didik
menurut perkembangan dan umur adalah:
0 – 7 tahun

= masa kanak-kanak

7 – 14 tahun

= masa sekolah

14 – 21 tahun

= pubertas

masa kanak-kanak (kiri), masa sekolah (tengah), masa pubertas (kanan)

Pada masa ke masa ini peserta didik mempunyai sifat-sifat yang
berbeda. Masa sekolah untuk peserta didik adalah masa pendidikan formal,
tekananannya disini disamping guru sebagai orang tua kedua, maka orang
tuanya sendiri masih harus tetap memperhatikan pendidikan anaknya.
Masa akhir usia 12 tahun para pendidik harus tanggap bahwa peserta
didik mulai mengalami perubahan pada tubuh. Pada masa ini peserta didik
memasuki masa kritis dimana pendidik harus lebih memperhatikan dan
memberi pengertian yang wajar dalam pembelajaran.
Sedangkan masa puberitas sendiri masih dapat dikatagorikan lagi
menurut Agus Sujanto, (1980:270-271) menjadi:
masa pra pubertas

: wanita 12-13 tahun

laki-laki 13-14 tahun
masa pubertas

: wanita 13-18 tahun
laki-laki 14-18 tahun

masa adolesen

: wanita 18-21 tahun
20

laki-laki 19-23 tahun
Abu Ahmadi (2003:44) mengatakan bahwa dalam ketiga masa ini,
pendidik harus tanggap dalam hal melaksanakan pendidikan khususnya
karena anak didik mulai menginjak masa dewasa. Pendidik hendaknya
mengetahui apa yang disebut dengan kedewasaan itu, sebab pada
hakekatnya pendidiklah yang mendewasakan anak. Kedewasaan adalah jika
peserta didik sudah bertanggung jawab atas keadaan dirinya baik secara
psikologis, paedagogis, dan sosialogis serta biologis.
2) Peserta didik menurut status dan tingkat kemampuan
Menurut Sam Isbani dan kawan-kawan (1981:15) status dan
kemampuan dasar peserta didik dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Berkelainan sosial
a. anak nakal / delinquent
b. anak

yang

menyendiri

/

menjauhkan

masyarakat
2. Berkelainan jasmaniah
a. anak timpang
b. anak berkelainan penglihatan
c. anak berkelainan pendengaran
d. anak berkelainan bicara
e. anak kerdil
3. Berkelainan mental
a. tingkat kecerdasan rendah
b. tingkat kecerdasan tinggi

21

diri

dari

anak berkelainan sosial (kiri), anak berkelainan jasmaniah (tengah), anak berkelainan mental (kanan)

3. Pendidik
a. Definisi Pendidik
Yang dimaksud dengan pendidik ialah orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Menurut Abu
Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2003:48), agar proses pendidikan dapat berjalan
baik dan lancar maka seorang pendidik mempunyai ciri-ciri utama yaitu
memiliki wibawa atau kewibawaan.

seorang pendidik

22

b. Kewibawaan Pendidik
Hal yang penting untuk diperhatikan ialah persoalan kewibawaan:
1) Definisi Kewibawaan
Kewibawaan adalah suatu pengaruh positif normatif yang diberikan
kepada

orang

bersangkutan

lain

atau

anak

didik

dengan

dapat mengembangkan dirinya

tujuan

agar

yang

seoptimal mungkin.

Berbeda dengan kekuasaan, jika kekuasaan itu timbul bukan dari dalam
pribadinya tetapi atas pemilihan dan pengangkatan atasan dari sesuatu
yang dijabatnya.
2) Timbulnya Kewibawaan
Kewibawaan hanya akan timbul oleh mereka yang sudah dewasa.
Dewasa disini berarti dewasa rohani yang ditopang kedewasaan
jasmani. Kedewasaan jasmani tercapai bila individu telah mencapai
puncak perkembangan jasmani yang optimal, dan kedewasaan rohani
tercapai bila individu telah memiliki cita-cita dan pandangan hidup yang
tetap.
Orang

dewasa

adalah

orang

yang

mampu

mempertanggungjawabkan segenap aktivitas yang bertalian dengan
statusnya. Ia mampu untuk menyatukan diri dengan norma-norma
hidup yang meragukan dalam hidupnya. Pendidik ialah pendukung
norma-norma tersebut dan mentransformasikan norma-norma atau
kewibawan itu terhadap peserta didik.
3) Tiga sendi Kewibawaan
Ada 3 sendi kewibawaan yang menurut M. J. Langeveld harus dibina
(1955:42-44) yaitu kepercayaan, kasih sayang, dan kemampuan.
a) Kepercayaan
Pendidik harus percaya bahwa dirinya bisa mendidik dan juga
harus percaya bahwa peserta didik dapat dididik.
23

b) Kasih sayang
Kasih sayang mengandung dua makna yakni penyerahan diri
kepada yang disayangi dan pengendalian terhadap yang disayangi.
Dengan adanya sifat penyerahan diri maka para pendidik timbul
kesediaan untuk berkorban yang dalam bentuk konkretnya berupa
pengabdian dalam kerja.
c) Kemampuan
Kemampuan mendidik dapat dikembangkan melalui beberapa
cara,

antara

lain

pengkajian

terhadap

ilmu

pengetahuan,

kependidikan, mengambil manfaat dari pengalaman kerja, dan lainlain.

Ada

beberapa

hal

yang

perlu

diperhatikan

dalam

pentransformasian (pengoperan) kewibawaan dari pendidik ke
peserta didik:
1. Untuk dapat mengikuti kewibawaan maka peserta didik harus
mengerti tentang kewibawaan. Hal ini dapat diperoleh
dengan pergaulan dengan pendidik.
2. Pendidik

harus

menyadari

bahwa

ia

hanyalah

sekadar

penghantar kewibawaan dan dirinya bukan kewibawaan itu
sendiri. Pendidik secara berangsur-angsur harus melepaskan
diri dari ikatannya dengan peserta didik. Dikatan mendidik
adalah membimbing untuk melepaskan.

4. Alat Pendidikan
a. Definisi Alat Pendidikan
Perbuatan

mendidik

berlangsung

dengan

menggunakan

alat-alat

pendidikan. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja
dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Faktorfaktor

pendidikan

lainnya

seperti

24

pendidik,

anak

didik,

lingkungan

pendidikan, dan tujua pendidikan dapat menjadi alat pendidikan bilamana
digunakan dan direncanakan dalam perbuatan atau tindakan mendidik.
Contohnya, jika seorang ayah mencat dindingrumahnya menjadi putih
bersih demi kenyamanan kehidpan keluarganya maka ia menyediakan
lingkungan pendidikan (keluarga). Dan jika ayah tadi menggunakannya pula
untuk menasehati anaknya agar membiasakan diri menjaga kebersihan,
maka ia menyediakan alat pendidikan (memberi nasehat merupakan alat
pendidikan, dan dinding tembok putih merupakan alat bantu pendidikan).
Jadi alat pendidikan menurut Lavengeld (Tahlain, 1996: 50) adalah
suatu perbuatan atau situasi yang sengaja diadakan untuk mencapai suatu
tujuan pendidikan.

b. Macam Alat Pendidikan (Tahlain, 1996: 52)
Berdasarkan batasan di atas nampak bahwa alat pendidikan terikat erat
dengan tidakan atau perbuatan mendidik. Dalam bertindak tidak jarang
terjadi bahwa pemdidikan menggunakan pula alat pendidikan pembantu
(alat bantu).
Pembagian macam alat pendidikan dapat ditinjau dari segi wujudnya,
yaitu berupa:
a.

Perbuatan

mendidik

(sering

disebut

software)

mencakup

nasehat, teladan, larangan, perintah, pujian, teguran, ancaman, dan
hukuma.

25

b.

Benda-benda sebagai alat bantu (sering disebut hardware)

mencakup meja-kursi belajar, papan tulis, penghapus, kapur tulis, buku,

peta, dan lainnya.
Ruangn kelas (hardware)
c. Tindakan pendidikan sebagai alat pendidikan
Tindakan pendidikan yang merupakan alat pendidikan dapat ditinjau
berdasarkan tiga sudut pandangnya, yaitu:( Tahlain, 1996: 53)
1) Pengaruh tindakan terhadap tingkah laku anak didik
 Yang bersifat positif, mendorong anak didik untuk melakukan serta
meneruskan tingkah laku tertentu, sepertiteladan, perintah, pujian, dan
hadiah.
 Yang bersifat mengekang, mendorong anak didik untuk menjauhi serta
menghentikan tingkah laku tertentu seperti larangan, teguran, ancaman,
dan hukuman.
2) Akibat tindakan terhadap perasaan anak didik:
 Menyenangkan anak didik, seperti pujian dan hadiah.

26

 Tidak menyenangkan anak didik atau menyebabkan anak didik
menderita seperti teguran, ancaman, dan hukuman.
3)Bersifat melindungi anak didik:
 Mencegah atau mengarahkan, seperti perintah, teladan, larangan.
 Memperbaiki, seperti teguran, ancaman, dan hukuman.
Pembagian

semacam

ini

bermaksud

membantu

pendidik

(calon

pendidik) memahai fungsi serta akibat yang akan timbul dari penggunaan
masing-masing alat pendidikan tersebut.

d. Dasar Pertimbangan dan Penggunaan Alat Pendidikan
Berdasarkan pada analisis faktor pendidikan makan akan dikemukakan
berbagai pertimbangan mengenai alat pendidikan yang baik.
1)

Alat Pendidikan yang Baik
Sebuah

alat

pendidikan

yang

akan

digunakan,

dikatakan

baik

berdasarkan pertimbangan berikut: ( Tahlain, 1996: 53-54)
a) Alat tersebut sesuai atau cocok dalam pencapaian tujuan pendidikan
tertentu.
b) Pendidik

memahami

peranan

alat

tersebut

dan

cakap

dalam

menggunakannya. Jika memerlukan alat bantu, pendidik dapat memilih
kapan tersedia atau membuat sendiri apabila belum tersedia.
c) Anak didik mampu menerima penggunaan alat pendidikan itu sesuai
dengan keadaan dirinya (jenis kelamin, bakat, sifat, usia, kemampuan),
sebab anak didiklah yang akan menerima dan mengolah pengaruh
pendidikan dari alat pendidikan trsebut demi pencapaian kedewasaan
dirinya.
d) Alat pendidikan itu dapat membawa hasil yang diharapkan dan tidak
menimbulkan akibat yang merugikan anak didik.
27

2)

Penggunaan Alat Pendidikan ( Tahlain, 1996: 54-57)
Penggunaan alat pendidikan berupa tindakan pendidikan nampak dalam

bentuk tindakan yang bersumber pada kewibawaan pendidik, yaitu:
a) Teladan
Teladan adalah tindakan pendidik yang disengaja untk ditiru oleh anak
didik. Teladan merupakan alat pendidikan yag utama, sebab terikat erat
dalam pergaulan dan berlangsung secara wajar. Meskipun demikian,
pendidik perlu memberi tahu kepada anak didik tingkah laku mana yang
dapat ditiru dan mana yang tidak dapat ditiru. Teladan bermaksud
membiasakan anak didik mencapai tujuan tertentu.
Contohnya, guru berpakain bersih agar anak didik menirunya. Guru
dapat memberitahuakan bahwa hal itu perlu ditiru oleh anak didik.
Ada bahaya bahwa anak didik meniru tingkah laku guru yang belum
pantas bagi anak-anak. Misalnya, siswa SD mulai merokok. Guru harus
secara bijaksana menjelaskan alasannya mengapa anak didik harus meniru
atau tidak harus meniru, agar anak didik tidak merasa dipaksa.
b) Perintah
Perintah ialah tindakan pendidik menyuruh anak didik melakukan
sesuatu yang diharapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Perintah ini lahir
dari pemahaman pendidik terhadap keadaan anak didik dan niat untuk
membantu anak didik. Perintah mungkin merupakan kelanjutan dari teladan
yang tidak atau belum dituruti oleh anak didik.
Usahakan agar anak didik menerima perintah secara positif, bukan
karena merasa dipaksa, melainkan karena alasan rasional.
c) Larangan
Larangan merupakan tindakan pendidik menyuruh anak didik tidak
melakukan atau menghindari tingkah laku tertentu demi tercapainya tujuan
pendidikan tertentu. Larangan ini mungkin merupakan kelanjutan dari
tingkah laku orang dewasayang ditiru oleh anak-anak. Usahakan agar alasan
larangan diketahui dan diterima oleh anak didik.
28

Contohnya, guru melarang siswa merokok. Larangan diberikan karena
tingkah lakunitu tidak pantas dan juga merugikan anak.
d) Pujian dan Hadiah
Pujian dan hadiah ialah tindakan pendidik yang berfungsi memperkuat
penguasaan tujuan pendidikan tertentu yang dicapai oleh anak didik.
Tindakan ini merupakan pengakuan setuju terhadapap yang telah dilakukan
dan dicapai oleh anak didik. Pujian dan hadiah harus diberikan pada saat
yang tepat, yaitu segera sesudah anak didik berhasil (jangan menunda).
Jangan diberikan sebagai janji, karena akan dijadikan sebagai tujuan
kegiatan (hal ini merupakan penyimpangan).
e) Teguran
Teguran merupakan tindakan pendidik untuk mengoreksi pencapaian
tujuan pendidikan oleh anak didik. Biasanya teguan digunakan apabila anak
didik bertingkah laku tidak atau kurang sesuai dengan perintah atau
larangan. Teguran perlu disertai dengan usaha menyadarkan anak didik
akan ketidaktepatan tingkah lakunya dan akibatnya, agar ia menerima
teguran itu dengan rela hati.

teguran
f) Ancaman
Ancaman adalah ( Tahlain, 1996: 53-54) tindakan pendidik engoreksi
secara keras tingkah laku anak didik yang tidak diharapkan, dan disertai
perjanjian jika diulang lagi akan diberi hukuman. Ancaman merupakan
29

kelanjutan dari teguran. Ancaman lazimnya menimbulkan ketakutan, dan
menimbulkan kemungkinan anak didik menerima karena mngerti, atau anak
didik menerima karena takut atau anak didik menolak karena tidk ingin
dipaksa. Usahakan agar ancaman digunakan pada saat yang tepat, misalnya
pelanggaran berulang kalidan cukup berat, dan jangan membiasakan diri
untuk selalu menggunakan alat ini.
g) Hukuman
Hukuman merupakan alat pendidikan yang istimewa karena membuat
anak didik menderita. Hukuman adalah tindakan pendidik terhadap anak
didik karena melakukan kesalahan, dan dilakukan agar anak didik tidak lagi
melakukannya. Berat ringannya hukuman bergantung pada tujuan yang
hendak dicapai dan keadaan anak didik. Bentuk hukuman berupa hukuman
badan,

hukuman

perasaan

(diejek,

dipermalukan,

dimaki),

hukuman

intelektual. Sebaiknya jangan menggunakan hukuman badan dan hukuman
perasaan karena dapat mengganggu hubungan kasih sayang antara
pendidik dan anak didik. Baiasakan diri menggunakan hukuman intelektual,
artinya anak didik diberi kegiatan tertentu sebagai hukuman berdasarkan
alasan bahwa kegiatan itu akan langsung membawanya ke perbaikan hasil
belajarnya.

Hukuman fisik

hukuman perasaan

hukuman

intelektual
Contohnya, mahasiswa A tidak melakukan tugas rumah berulang kali.
Ia perlu mendapat hukuman yang berujuan agar ia rajin belajar dan
memperoleh kemampuan akademik. Mahasiswa itu diberitahu bahwa ia

30

harus melakukan tugas rumah. Lalu dosen menentukan ugas yang sesuai
baginya.
Ada berbagai dasar pandangan mengenai pemberian hukuman ini,
antara lain agar:
1. Anak didik memperbaiki perbuatannya,
2. Anak didik mengganti kerugian akibat perbuatannnya,
3. Masyarakat

atau

orang

lain

dilindungi

sehingga

tidak

meniru

perbuatan yang salah,
4. Anak didik takut mengulangi perbuatan yang salah,
5. Anak didik belajar dari pengalaman (hukuman alam). Pandangan ini
sebenarnya kurang sesuai bagi pendidikan, karena sebenarnya bukan
hukuman sebagai alat melainkan akibat perbuatan.
Semua

jenis

alat

pendidikan

tersebut

harus

digunakan

demi

kepentingan anak didik, yaitu perkembangannya menuju pribadi dewasa
susila. Pendidik menggunakan alat pendidikan dengan dasar kasih sayang
terhadap anak didik, bukan atas dasar dendam dan sakit hati. Pendidik
merupakan faktor pendidikan yang sekaligus mengintegrasikan diri dengan
alat pendidikan. Karena itu, pendidik perlu memahami alat pendidikan dan
membiasakan diri menggunakannya.

31

5. Lingkungan Pendidikan
a. Pengertian Lingkungan Pendidikan
Manusia dewasa (pendidik) dan manusia belum dewasa (anak didik)
bersama-sama hidup dalam suatu kesatuan hidup tertentu di dalam suatu
alam lingkungan sekitar (milieu). Lingkungan sekitar (milieu) mencakup :
a. tempat (lingkungan fisik) : keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan
alam;
b. kebudayaan (lingkungan budaya) : dengan warisan budaya tertentu :
bahasa,

seni,

ekonomi,

ilmu

pengetahuan,

pandangan

hidup,

keagamaan ;
c. kelompok hidup bersama (lingkungan sosial/masyarakat) : keluarga,
kelompok bermain, desa, perkumpulan.
Lingkungan sekitar mempengaruhi perkembangan anak. Lingkungan
sekitar yang dengan sengaja

digunakan sebagai alat dalam proses

pendidikan (pakaian, keadaan rumah, alat permainan, buku-buku, alat
peraga, dan lainnya), dinamakan lingkungan pendidikan. (Tahlain, 1996: 3940)

b. Fungsi Lingkungan Pendidikan
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta
didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial,
dan budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia,
agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal. Penataan lingkungan
pendidikan itu terutama dimaksudkan agar proses pendidikan dapat
berkembang efisien dan efektif. Seperti diketahui, proses pertumbuhaan dan
perkembangan manusia sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya
akan berlangsung secara ilmiah dengan konsekuensi bahwa tumbuh
kembang itu mungkin berlangsung lambat dan menyimpang dari tujuan
32

pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai usaha sadar untuk
mengatur dan mengendalikan lingkungan itu sedemikian rupa agar dapat
diperoleh peluang pencapaian tujuan secara optimal, dan dalam waktu serta
dengan daya/dana yang seminimal mungkin. Dengan demikian diharapkan
mutu sumber daya manusia makin lama semakin meningkat. Hal itu hanya
dapat diwujudkan apabila setiap lingkunganpendidikan tersebut dapat
melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. (Tirtarahardja & La Sula,
2000: 164)

c.

Penggolongan

Lingkungan

Pendidikan

Menurut

Ki

Hajar

Dewantara
Jika dilihat dari segi anak didik nampak bahwa anak didik secara tetap
hidup di dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami
pendidikan. Lingkungan-lingkungan itu menurut Ki Hajar Dewantara (Tri
Pusat Pendidikan) ialah (a) lingkungan keluarga, (b) lingkungan sekolah, dan
(c) lingkungan organisasi pemuda. (Tahlain, 1996 : 41)
A. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lembaga sosial resmi (ingat Undang-Undang
Perkawinan). Anggota keluarga adalah ayah, ibu, dan anak-anak. Ikatan
keluarga ialah cinta kasih suami istri, yang melahirkan anak-anak. Orang tua
bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi anak dan mendidik
anak agar anak tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan
kesatuan hidup bersama yang pertama dikenal oleh anak, dan karena itu

33

disebut primary community (lingkungan pendidikan utama). (Tahlain, 1996 :

41)
Lingkungan keluarga
Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan
tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan orang-seorang
(pendidikan individual) maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat
pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan
pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanakkanak tapi juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai
penuntun, sebagai pengajar, dan sebagai pemberi contoh. Pada umumnya
kewajiban ibu bapak itu sudah berjalan dengan sendirinya sebagai suatu
tradisi. Bukan hanya ibu bapak yang beradab dan berpengetahuan saja yang
dapat melakukan kewajiban mendidik anak-anaknya, akan tetapi rakyat desa
pun melakukan hal ini. Mereka senantiasa melakukan usaha yang sebaikbaiknya untuk kemajuan anak-anaknya. (Tirtarahardja & La Sula, 2000 : 170171)
B. Lingkungan sekolah

34

Sekolah merupakan lembaga sosial formal yang didirikan berdasarkan
UU negara sebagai tempat / lingkungan pendidikan. Sekolah di satu pihak
mewakili negara dan di pihak lain mewakili orang tua/masyarakat setempat.
Di dalam kehidupan bersekolah anak meneruskan pendidikan yang sudah
diterima olehnya di dalm keluarga, dan berusaha mengembangkan dirinya
sebagai warga negara yang baik sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang
menjadi pandangan hidup bangsa negara.

Upacara Bendera hari Senin

Lingkungan sekolah merupakan lingkungan pendidikan utama yang
kedua.

Siswa-siwi,

guru,

administrator,

konselor

hidup

bersama

dan

melaksanakan pendidikan secara teratur dan berencana. (Tahlain, 1996 : 4142)
C. Lingkungan organisasi pemuda
Organisasi pemuda, baik yang informal seperti kelompok bermain,
kelompok sebaya, yang dibentuk oleh anak-anak atau pemuda di dalam
lingkungan tempat tinggal mereka dan dibimbing oleh orang dewasa,
maupun yang formal diusahakan oleh pemerintah atau lembaga swasta lain,
memberikan

kesempatan

kepada
35

anak-anak

dan

pemuda

untuk

mengembangkan

kesadaran

sosial,

kecakapan

sosial

dalam

bergaul,

keterampilan dan pengetahuan.

Penghijauan yang dilakukan anggota karang taruna
Dalam GBHN 1983 ditegaskan:
“Pengembangan wadah-wadah pembinaan generasi muda seperti
organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan organisasi mahasiswa di
lingkungan perguruan tinggi, organisasi fungsional pemuda seperti
antara lain KNPI, Pramuka, Karang Taruna, organisasi olahraga, dan
lainnya perlu ditingkatkan secara terarah dan teratur. Untuk itu perlu
selalu dipelihara suasana yang sehat agar kreativitas dan tanggung
jawab semakin berkembang serta diusahakan bertambahnya fasilitas
dan sarana yang memungkinkan peningkatan dan pengembangan
kegiatan generasi muda.”
Di dalam lingkungan organisasi pemuda, anak dan pemuda mengalami
pendidikan juga. Organisasi pemuda merupakan lingkungan pendidikan
utama yang ketiga. (Tahlain, 1996 :42)
d.

Penggolongan

Lingkungan

Pendidikan

Menurut

Pola

Pengelolaannya
Jika pada uraian di atas dibedakan lingkungan pendidikan menjadi
lingkungan keluarga, sekolah, dan organisasi pemuda, maka pada bahasan
36

kali ini dibedakan lingkungan pendidikan

menurut pola pengelolaannya.

Penggolongan lingkungan pendidikan menurut pola pengelolaannya. Philip H.
Coombs membedakan bentuk pengelolaan pendidikan menjadi tiga bagian,
yaitu (a) pendidikan informal, (b) pendidikan formal, dan (c) pendidikan
nonformal. (Tahlain, 1996 : 43)

1) Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dari
pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seseorang lahir
atau mati, di dalam keluarga, dalam pekerjaan, atau pergaulan sehari-hari.
Proses pendidikan ini berlangsung seumur hidup dan secara paling wajar.
(Tahlain, 1996 : 43)
Ciri-ciri proses pendidikan informal :
 tidak diselenggarakan secara khusus;
 medan (lingkungan) pendidikannya tidak diadakan dengan maksud
khusus menyelenggarakan pendidikan;
 tidak diprogramkan secara tertentu;
 tidak ada waktu belajar tertentu;
 metodenya tidak formal;
 tidak ada evaluasi yang sistematis;
 tidak diselenggarakan oleh pemerintah.

37

Keluarga yang sedang menonton tayangan TV berkualitas
2) Pendidikan formal
Pendidikan formal yang kita kenal dengan pendidikan sekolah ialah
pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis,
bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai
dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi). Pendidikan di sekolah
merupakan proses yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk
membina warga negara yang baik, masa depan kaum muda dan nagsa
negara. (Tahlain, 1996 : 43-44)
Ciri-ciri proses pendidikan formal :
 diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang
memiliki hubungan hirarkis;
 usia siswa (anak didik) di suatu jenjang relatif homogen;
 waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan
yang harus diselesaikan;
 isi pendidikan (materi) lebih banyak yang bersifat akademis dan
umum;
 mutu pendidikan sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap
kebutuhan di masa yang akan datang.

38

Kegiatan belajar mengajar formal di dalam kelas
3) Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal, sering disebut pula pendidikan luar sekolah, ialah
pendidikan yang diperoleh seseorang secara teratur, terarah, disengaja,
tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. Pendidikan nonformal
bersifat fungsional dan praktis yang bertujuan meningkatkan kemampuan
dan keterampilan lkerja peserta didik yang berguna bagi usaha perbaikan
taraf hidup mereka. (Tahlain, 1996 : 44)
Ciri-ciri proses pendidikan nonformal :
 diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah;
 peserta umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah;
 tidak mengenal jenjang dan program pendidikan untuk jangka waktu
pendek;
 peserta tidak perlu homogen;
 ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis;
 isi pendidikan bersifat praktis dan khusus.
 Keterampilan

sangat

ditekankan

kebutuhan meningkatkan taraf hidup.

39

sebagai

jawaban

terhadap

Kursus menjahit merupakan contoh pendidikan nonformal
C. Hubungan timbal balik antara komponen pendidikan
Komponen-komponen Pendidikan yang telah disebutkan diatas
merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan
agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Bila terjadi kesalahan dalam dalam
salah satu komponen tersebut, maka tujuan pendidikan pun tidak akan
dapat dicapai secara maksimal.

40

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari

pembahasan

diatas

dapat

disimpulkan

bahwa

komponen-

komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan meliputi :
tujuan

pendidikan,

peserta

didik,

pendidik,

metode

pendidikan,

isi

pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Keseluruhan komponen-komponen
tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

41

DAFTAR PUSTAKA

Sumber
Ahmadi, A., & Uhbiyati, N. (2003). Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rieka Cipta.
Isbani, S., & dkk. (1981). Pendidikan Anak Luar Biasa. Surakarta: FIP UNS
Sebelas Maret.
Kasan, T. (2009). Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Studio Press.
Langeveld, M. J. (1980). Pedagogik Teoritis Sistematis. (terjemahan).
Bandung: Jenmars.
Meilanie, S. M. (2013). Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: FIP Universitas
Negeri Jakarta.
Purwanto, M. Ngalim. (1995). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Sujanto, A. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Aksara Baru.
Tanlain, Wens, dkk.(1996).Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan.Jakarta:PT Gramedia
Pustaka Utama
Umar T. & Lasulo (1994). Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Dikti Langeveld
/ Terjemahan (1971), Pdagogik Teoritis / Sistematis, Jakarta: FIP IKIP

42