ZAT WARNA HEWAN DAN TUMBUHAN
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN
ACARA II
LIPIDA DAN LIPASE
Disusun Oleh :
Ramah Sugihati
(H0915064)
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
ZAT WARNA PADA TUMBUHAN DAN HEWAN
A. TUJUAN
1. Mengetahui zat warna pada tumbuhan dan hewan.
2. Mengetahui pengaruh pH dan pemanasan terhadap perubahan zat
warna tumbuhan dan hewan.
B. TIJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu
dingin (22-24C) lembap dan cukup sinar matahari. Di Indonesia
kondisi seperti itu biasanya terdapat di daerah berketinggian antara
1.200-1.500 m dpl. Namun, saat ini wortel sudah dapat ditanam di
daerah berketinggian 600 mdpl. Jenis tanah yang disukai wortel yaitu
subur, gembur dan kaya humusdengan pH antara 5,5-6,5. Apabila
tanah kurang subur maka perlu dilakukan pemupukan yang intensif
sehingga dapat digunakan untuk menanam wortel. Wortel mengandung
pigmen warna betakaroten yang dapat membantu menycegah radikal
bebas masuk dalam tubuh. Wortel juga mengandung flavonoid
bernama
apigenin,
yang
memiliki
antibakteri,
antihistamin,
antiperadangan, antioksidan, antitumor dan unsur pelindung sinar
matahari, menurut basis data USDA (Underwood, 2008).
Bawang merah (Allium ascalonicum)berasal dari Asia Barat dan
dibudidayakan di Mesir 3.500 sebelum masehi. Tanaman inimerupakan
tanaman semusim dan memiliki umbi berlapis. Tanaman bawang
merah memiliki akar serabut dengan daun berbentuk silinder berongga.
Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang
membesar dan bersatu. Pangkal daunnya bersatu dan membentuk
batang yang membesar menjadi umbi berlapis. Bawang merah
mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa auksin dan giberelin
(Samadi, 2003).
Natrium bikarbonat (NaHCO3) merupakanbagian terbesar sumber
karbonat dengan kelarutan yang sangat baik dalam air, nonhigrokopis
serta tersedia secara komersil mulai dari bentuk bubuk sampai
granular. Natrium bikarbonat mampu menghasilkan 52% karbon
dioksida.
Bentuk
granular
dari
natrium
bikarbonat
sangat
menguntungkan, karena dengan bentuk granular tersebut campuran
bahan akan mudah dicetak menjadi tablet dan tablet yang dihasilkan
menjadi tidak mudah retak (Yeni, 2005).
Setelah hewan darat dipotong, daging masih lemas, liat, merah
cerah, cemerlang, dan bau hampir netral. Pada saat seperti ini daging
bermutu tinggi, tetapi jika dimasak teksturnya liat, sedangkan rasa dan
aromanya belum berkembang penuh sehingga kurang lezat. Selain itu,
dalam proses tersebut juga terjadi perubahan sifat protein daging dan
kemampuannya dalam mengikat air (Wibowo, 2000).
Daging termasuk maakanan yang mengandung protein.Protein
merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi tubuh,
mempunyai fungsi sebagai pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak
dan sebagai bahan bakar dalam tubuh manusia.Oleh sebab itu
kekurangan
protein
dapat
menyebabkan
gangguan
pada
manusia.Daging mudah rusak.Untuk penyimpanannya yang lama perlu
digunakan pengawet. Nitrat dan nitrit merupakan salah satu zat yang
digunakan dalam proses pengawetan daging untuk memperoleh warna
yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba (Husni, 2007).
2. Tinjauan Teori
Pangan merupakan kebutuhan paling dasar bagi manusia. Oleh
karena itu, ketersediaan pangan yang cukup, baik kualitas maupun
kuantitasnya, terus diupayakan oleh pemerintah antara lain melalui
program ketahanan pangan. Melalui program tersebut diharapkan
masyarakat dapat memperoleh pangan yang cukup, aman, bergizi,
sehat, dan halal untuk dikonsumsi (Djaafar, 2007).
Sayuran merupakan salah satu produk pertanian yang penting bagi
ketahanan pangan nasional. Selain pangsa pasarnya yang terus
meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan
domestik maupun ekspor, sebagian besar usaha tani sayuran di
Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif karena
efisien secara finansial dalam pemanfaatan sumber daya domestik.
Namun demikian, usaha tani sayuran sering dituding tidak ramah
lingkungan, antara lain karena potensi terjadinya erosi pada lahan
sayuran relatif tinggi (Dariah, 2000).
Anthosianin adalah pigmen yang bisa larut dalam air.Secara
kimiawi anthosianin bisa dikelompokan kedalam flavonoid dan
phenolic.Zat tersebut bisa ditemukan di berbagai tanaman yang ada di
darat.Anthosianin tidakditemukan di tanaman laut, hewan atau
mikroorganisme. Zat tersebut berperan dalam pemberian warna
terhadapbunga atau bagian tanaman lain dari mulai merah, biru sampai
ke ungu termasuk juga kuning dan tidak berwarna (seluruh warna
kecuali hijau) (Samsudin, 2009).
Mioglobin terdiri dari rantai polipeptida tunggal, globin, yang
terdiri dari 153 asam amino dan heme palsu kelompok, besi (II)
kompleks protoporfirin-IX (Hayashi et al., 1998; Pegg dan Shahidi,
1997). Kelompok heme ini memberikan mioglobin dan turunannya
warna khas mereka (Dunnet al., 1999; Pegg dan Shahidi, 1997).
struktur dan kimia dari atom besi berdampak pada reaksi dan warna
perubahan yang mioglobin mengalami (Livingston dan Brown, 1981).
Oksidasi besi-oxymyoglobin (Fe2 +) untuk besi-metmioglobin (Fe3 +)
bertanggung
jawab
untuk
perubahan
warna
daging
selama
penyimpanan. Ferrous besi (Fe2 +) dapat bereaksi dengan molekul
oksigen untuk menghasilkan anion superoksida (O2 ° -) dengan
oksidasi bersamaan dengan besi besi (Fe3 +). Hidrogen peroksida
(H2O2), yang dapat diproduksi oleh dismutasi dari O2 ° -, dapat
bereaksi dengan Fe2 + untuk menghasilkan hidroksil radikal (OH °)
(Hultin, 1992). Reaksi ini disebut reaksi Fenton adalah mekanisme
utama untuk oksidasi mioglobin (Manat, 2008).
Warna adalah kualitas sensorik pertama oleh makanan yang
dianggap sebagai makanan kualitas dan rasa yang terkait erat dengan
warna. Selain itu, makanan kenyamanan banyak seperti produk permen
berwarna, makanan ringan, minuman dan makanan penutup gelatin,
warna makanan ditambahkan untuk mengidentifikasi rasa dan
menambah nafsu makan. Warna biasanya ditambahkan pada makanan
adalah warna-warna makanan alami atau sintetis. Karena warna
makanan sintetis yang lebih berbahaya telah dilaporkan (FAO, 1963
FAO, 1985, JECFA, 1964) Oleh karena itu, mencari warna makanan
yang lebih alami sangat penting. Bixin juga banyak diterapkan dalam
industri makanan dan kosmetik sebagai zat pewarna alami yang
efektif. Makanan, farmasi dan produsen kosmetik dapat menarik
gambar pewarna dan pigmen, asal sintetis atau alami, warna produk
mereka. Meskipun warna buatan disukai selama 100 tahun terakhir,
prosesor baru-baru ini beralih ke pewarna alami sebagai alternatif,
menanggapi permintaan konsumen yang meningkat produk alami.
Semua warna makanan ini dan warna yang salah satu dari dua jenis. A,
warna makanan alami atau pewarna. Dan kedua, warna makanan
buatan dan sintetis. Warna-warna makanan alamijelas lebih aman
daripada warna makanan buatan. Warna makanan alami yangdiekstrak
dari
makanan
dimakan.
Mereka
bisa
dibeli
di
pasar
atau
alternatif,mereka juga dapat dibuat di dapur rumah tangga. Dalam
beberapa tahun terakhir,beberapa aktivitas biologis bixin telah
dilaporkan bermanfaat seperti kemampuanuntuk memuaskan radikal
bebas, produksi peraturan kekebalan tubuh dan efekperlindungan
terhadap radiasi genotoxicity (Chowdhury, 2010).
Warna menjadi bagian paling sensitif dari setiap komoditas tidak
hanya untuk daya tarik tetapi juga meningkatkan penerimaan
konsumen. Selain itu, warna dari bahan makanan yang penting untuk
menunjukkan kesegaran dan keamanan yang juga indeks nilai-nilai
estetika dan pengindraan yang baik. Untuk warna alamidan aditif,
kepatuhan
terhadap
(Chattopadhyay, 2008).
norma-norma
protokol
biosafety,terbatas
Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan di sebagian besar
tanaman, dan namanya berasal dari chloros Yunani (hijau) dan Phyllon
(daun) [1, 2]. Ada beberapa bentuk yang berbeda dari klorofil. Klorofil
a, kuning kehijauan dalam larutan, adalah pigmen fotosintetik utama
pada tumbuhan hijau untuk transfer energi cahaya untuk akseptor
kimia Cahaya yang diserap menyediakan energi untuk fotosintesis.
Sebuah daun hijau menyerap cahaya biru (kebanyakan di 430nm) dan
lampu merah (kebanyakan di 660nm). Hal ini mencerminkan hijau
panjang gelombang, muncul hijau untuk mata manusia.
Klorofil a, sendirian, ditemukan dengan warna biru-hijau dan beberapa
ganggang merah. pigmen aksesori dalam fotosintesis mentransfer
energi cahaya untuk klorofil a. Salah satunya adalah Chloropyll b,
biru-hijau dalam larutan, ditemukan lebih tinggi tanaman dan
ganggang hijau dengan Klorofil a. Klorofil c juga merupakan pigmen
aksesori ditemukan dengan klorofil a diganggang coklat dan diatom.
Klorofil d, bersama-sama dengan Klorofil a, dalam beberapa ganggang
merah (Levent, 2011).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Alat pemanas LPG / Kompor
b. Panci
c. Neraca/timbangan
d. Termometer
e. Gelas beker
f. Gelas ukur
g. Tabung reaksi
h. Pisau dan batang pengaduk
2. Bahan
a. Wortel 15 g
b. Kacang panjang 15 g
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Bawang merah 15 g
Larutan FeCl3 50 ppm
Larutan MgCl2 50 ppm
Asam cuka 99%
Air ledeng
NaHCO3 kristal
Kacang panjang, Wortel dan Bawang Merah masing-masing 15 gram
Dipotong kecil-kecil dan dimasukan ke dalam 6
gelas beaker untuk setiap macam bahan
3. Cara Kerja
a. Pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna buah/sayuran.
Diisi dengan
air ledeng
50 dengan
ml air ledeng
pemanasan
dengan
0,5terbuka
gpemanasan
NaHCO
(beaker
3 + 50
tertutup
1)
ml
50 air
ml(beaker
ledeng
FeCl3 50
(beaker
2)
50
ppm
ml 2,5
(beaker
MgCl
3) ml
2 50
asam
4)ppm
cuka
(beaker
99% 5)
+ air 50 ml (bea
Diukur pH setiap bahan yang ada pada gelas
beaker dan diamati warnanya
Dilakukan pemanasan selama 15 menit
Diamati perubahan warna dan pH setelah
pemanasan
b. Zat warna pada daging
1. Tanpa Curing
5 gram daging
Diiris menggunakan pisau menjadi 2 bagian
Diamati warnanya
Dibiarkan pada udara terbuka
Diamati perubahan warna setelah 0,5,10 dan 15 menit
2. Dengan Curing
5 gram daging
Dicacah sampai halus dengan pisau
Dimasukan larutan curing dalam tabung sampai
daging terendam
Larutan curing I (tabung
Larutan
I) curing II (tabung
Larutan
II) curing III (tabung
LarutanIII)
curing IV (tabung IV)
Ditambahkan 2 tetes asam cuka 95 % dan diaduk
Dilakukan pemanasan selama 15 menit
Diamati perubahan warna yang terjadi pada menit
ke 0, 5,10,15
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1 Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Zat Warna Wortel
Kel
Perlakuan
Sebelum Pemanasan
Warna larutan pH
Sesudah Pemanasan
Warna larutan pH
Wortel +air ledeng 50
ml (pemanasan terbuka)
Bening
7,88
Semburat
7,45
Wortel + air ledeng 50
ml (pemanasan terbuka)
Wortel + air ledeng 50
ml + NaHCO3 0,5 g
Wortel + FeCl3 50 ppm
50 ml
Bening
7,88
kuning
Kuning keruh
7,38
Bening
8,27
Kuning
8,58
Semburat
5,07
Semburat
6,00
kuning
Bening
6,32
kuning keruh
Keruh
6,26
Bening
3,12
Bening
3,14
.
Wortel +MgCl2 50 ppm
50 ml
Wortel + 2,5 ml asam
cuka 99% + 50 ml air
ledeng
Sumber : Hasil Percobaan
Pigmen merupakan suatu komponen kimia yang terdapat pada
bahan pangan, yang apabila disinari cahaya putih akan memberi sensasi
warna
tertentu
yang
mampu
ditangkap
mata.
Para
arkeolog
memperkirakan pigmen telah berperan penting dalam kehidupan manusia
sejak 400.000 tahun Sebelum Masehi. Di dalam bahan makanan kita
terdapat banyak macam pigmen makanan. Setiap pigmen mewakili warna
makanan tertentu. Beberapa penelitian menunjukan kegunaan pigmen
bukan sekedar untuk memberi warna namun juga memberi manfaat
kesehatan. Pada mulanya pigmen diperoleh dari mineral besi oksida
maupun tanah liat. Ada pula pigmen yang diekstrak dari tumbuhan,
kotoran hewan dan kerang-kerangan. Pigmen dapat menghasilkan warna
yang berbeda-beda disebabkan oleh kemampuan ikatan kimia pigmen
untuk menyeleksi gelombang cahaya yanng harus diserap dan yang harus
dipantulkan. Bahan pangan yang memiliki kemampuan memantulkan
warna merah jika disinari warna putih maka warna selain merah akan
diserap. Sedangkan warna merah akan dipantulkan ke mata kita, sehingga
bahan tersbut terlihat berwarna merah. Warna putih memiliki spektrum
warna yang sangat luas sehingga bila difokuskan kepada pigmen, sinar
putih dapat diurai menjadi warna yang diserap dan warna yang
dipantulkan (Astawan, 2008).
Pada praktikum zat warna pada tanaman dilakukan pengamatan
terhadap perubahan pigmen pada beberapa jenis sayur dan buah sebagai
akibat dari berbagai perlakuan, yakni dengan pemasakan dan dengan
perendaman dalam larutan asam, basa, dan garam. Pada praktikum zat
warna tanaman untuk melihat pengaruh penambahan asam, basa dan ion
terhadap pigmen tanaman sampel yang digunakan adalah wortel, kacang
panjang, dan bawang merah.
Pigmen utama pada wortel adalah betakaroten dengan pigmen
pendukung lain yang terdapat pada wortel diantaranya alpha-carotene,
betakaroten, beta-cryptoxanthin, lutein dan lycopene. Kesemua pigmen
warna
tersebut
memberikan
warna
oranye-kuning
pada
wortel.
Betakaroten merupakan antioksidan yang dapat menyerap radikal bebas
juga dapat meningkatkan aktivitas sel pelawan kanker. Betakaroten juga
mampu membantu komunikasi antar sel yang mengurangi pertumbuhan
sel jahat (Underwood, 2002).
Lycopene atau yang sering disebut sebagai α-carotene adalah suatu
karotenoid pigmen merah terang yang banyak ditemukan dalam buah
tomat dan buah-buahan lain yang berwarna merah. Lycopene merupakan
karotenoid yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan merupakan salah satu
antioksidan yang sangat kuat. Kemampuannya mengendalikan radikal
bebas 100 kali lebih efisien daripada vitamin E atau 12.500 kali dari pada
gluthation. Selain sebagai anti skin aging, lycopene juga memiliki manfaat
untuk mencegah penyakit cardiovascular, kencing manis, osteoporosis,
infertility, dan kanker terutama kanker prostat (Arifulloh, 2013).
Pada sampel wortel yang telah diiris-iris kemudian ditambahkan air
ledeng 50 ml, sebelum pemanasan diukur pH 7,88 dan berwarna bening
pada larutannya. Setelah diberi perlakuan pemanasan dengan terbuka
kemudian diukur lagi pH nya menggunakan pH meter yaitu 7,45 dengan
warna larutan semburat kuning. Sampel wortel yang ditambahkan air
ledeng 50 ml diukur pHnya sebelum pemanasan yaitu 7,88 dan bewarna
bening. Setelah diberi perlakuan pemanasan dengan tertutup kemudian
diukur pHnya menjadi 7,38 dan berwarna kuning keruh. Sampel wortel
yang telah diiris-iris diberikan penambahan air ledeng 50 ml dan NaHCO3
0,5 gram diukur pH nya 8,27 dan berwarna bening. Setelah dilakukan
pemanasan, warna menjadi kuning dan pHnya 8,58. Sampel wortel yang
telah diiris-iris kemudian ditambahkan 50 ml FeCl3 50 ppm diukur pHnya
5,07 dan berwarna semburat kuning. Kemudian diberi perlakuan panas
dengan memanaskan di dalam panci diatas kompor yang terisi air, diukur
pH setelah pemanasan yaitu 6,00 dan berwarna kuning keruh. Sampel
wortel yang telah diiris-iris kemudian ditambahkan 50 ml MgCl3 50 ppm
diukur pHnya 6,32 dan berwarna bening. Setelah dilakukan pemanasan,
sampel wortel memiliki pH 6,26 dan berwarna keruh. Sampel tomat yang
telah diirisiris kemudian ditambahkan 2,5 ml asam cuka 99 % dan 50 ml
air ledeng diukur pHnya 3,12 dan berwarna bening. Setelah dilakukan
pemanasan, diukur ulang pHnya menjadi 3,14 dan berwarna bening.
Pada sampel wortel yang mengandung pigmen karotenoid yang
ditambah dengan air ledeng, warna bahan sebelum dan sesudah pemanasan
tidak terlalu berbeda dan warna larutan berubah menjadi agak kuning. Hal
ini menandakan bahwa zat warna karotenoid mengalami oksidasi. Sesuai
dengan teori Wulan (2001), reaksi oksidasi terjadi karena pada
pengeringan terutama pemanasan, bahan dibiarkan kontak dengan udara
serta pengeringan. Selain itu sinar matahari turut mengkatalisa terjadinya
reaksi ini. Turunnya aktivitas air akibat pengeringan juga menyebabkan
terjadinya degradasi β-karoten. Dari hasil praktikum didapatkan warna
pada wortel setelah dilakukan pemanasan tertutup menjadi kuning keruh
dan wortelnya menjadi orange pucat hal ini disebabkan karena pigmen
bereaksi dengan panas, dan pigmen larut dalam air. Untuk warna wortel
pada pemanasan tertutup lebih merah dibandingkan dengan pemanasan
terbuka, sebab dengan pemanasan tertutup dapat mempertahankan warna
dari sayur yang mana air yang menguap lebih sedikit dan ini
mempengaruhi warna pada buah wortel. Hal ini sudah sesuai dengan teori
Nur (2012), bahwa pemanasan tertutup lebih baik dibandingkan dengan
pemanasan terbuka.
Pada sampel wortel dengan penambahan asam yaitu NaHCO3 dan
asam cuka, warna akhir bahan secara berturut-turut kuning dan orange tua
dari warna awal bening. Hal ini tidak sesuai dengan teori dari Nur (2012),
yaitu apabila wortel diberi penambahan asam yaitu NaHCO 3 dan asam
cuka, warna akhir bahan adalah orange muda dari warna awal orange
segar. pH sebelum dan pemanasan pada perlakuan asam dapat dilihat
terjadi kenaikan pH, pada NaHCO3 sebelum pemanasan 8,27 dan setelah
pemanasan 8,58 dan asam cuka sebelum pemanasan 3,12 dan setelah
pemanasan 3,14. Karena pada keadaan asam, warna karotenoid juga akan
lebih terjaga atau dapat menaikkan intensitas warna karotenoid.
Tetapi dibandingkan dengan karotenoid dalam keadaan basa,
intensitas kenaikan warna akan lebih besar dalam keadaan alkali atau basa.
Dibuktikan dengan pada sampel wortel dengan penambahan alkali atau
basa yaitu FeCl3 dan MgCl2, warna akhir wortel orange keruh dan orange
bening. Dan pH mengalami penurunan MgCl2 dari 6,32 menjadi 6,26
namun pada FeCl3 naik dari pH 5,07 menjadi 6,00. Hal ini tidak sesuai
dengan teori Sahabi et al., (2012), bahwa penambahan basa warna setelah
pemanasan menjadi lebih orange (orange cerah) dibanding dengan warna
awal yaitu orange pucat. Hal ini disebabkan karena larutan yang
ditambahkan mungkin terlalu banyak atau mungkin kurang dari yang
seharusnya ditakarkan serta pembacaan warna setelah dipanaskan menurut
orang berbeda-beda. Maka dapat dikatakan bahwa pada keadaan alkali
atau basa, intensitas warna karotenoid akan lebih orange atau dapat
mempertahankan warna orange. Perlakuan setelah pemanasan kareotenoid
memiliki warna bahan pada kontrol, asam, alkali, ion Fe3+, ion Mg2+
yang umumnya menjadi lebih orange dengan intensitas yang berbedabeda. Intensitas karoten (orange) yang lebih akan tebentuk dalam keadaan
alkali atau dengan penambahan alkali.
Tabel 5.2 Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Kacang
Panjang
Kel
Perlakuan
Sebelum Pemanasan
Warna larutan pH
Sesudah Pemanasan
Warna larutan pH
Kacang panjang +air
ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka)
Kacang Panjang + air
ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka)
Kacang Panjang + air
ledeng 50 ml +
NaHCO3 0,5 g
Kacang Panjang +
FeCl3 50 ppm 50 ml
Bening
Bening
.
Kacang Panjang
7,47
6,81
Kehijauan
Bening
7,47
Bening
6,99
Kehijauan
Bening
8,18
Bening
8,24
Kehijauan
Bening
4,75
Bening
7,32
kekuningan
Bening
7,43
Kehijauan
Bening
5,55
+MgCl2 50 ppm 50 ml
Kacang Panjang + 2,5
ml asam cuka 99% + 50
ml air ledeng
Sumber : Laporan Sementara
Bening ada
2,94
Bening
gelembung
Zat warna pada kacang panjang adalah klorofil. Klorofil
merupakan zat hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan hijau yang
berfotosintesis. Berdasarkan penelitian, klorofil ternyata tidak hanya
berperan sebagai pigmen fotosintesis. Klorofil mempunyai manfaat antara
lain, sebagai obat kanker otak, paru-paru, dan mulut. Klorofil juga dapat
digunakan sebagai desinfektan, antibiotik dan food suplemen. Klorofil
dapat digunakan sebagai food suplemen karena mengandung nutrisi yang
dibutuhkan untuk tubuh manusia (Hendriyani, 2009).
Pada sampel kacang panjang ditambahkan dengan air ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka), sebelum dipanaskan larutan berwarna bening, dan
setelah dipanaskan larutan berwarna kehijauan. Pada kondisi sebelum
dipanaskan diperoleh pH sebesar 7,47 sedangkan setelah pemanasan
diperoleh pH sebesar 6,81. Pada kacang panjang yang ditambahkan
dengan air ledeng 50 ml dengan pemanasan tertutup, sebelum dipanaskan
larutan berwarna bening, dan setelah dipanaskan larutan berwarna
kehijauan. Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh pH sebesar 7,47
sedangkan setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 6,99. Pada sampel
selanjutnya dengan perlakuan kacang panjang ditambah dengan air ledeng
50 ml, dan ditambahkan dengan NaHCO3 0,5 gram, sebelum dipanaskan
larutan berwarna bening, dan setelah dipanaskan larutan berwarna hijau
bening. Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh pH sebesar 8,18 ,
sedangkan setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 8,24.
Pada kacang hijau dengan perlakuan ditambah dengan FeCl3 50
ppm sebanyak 50 ml, sebelum dipanaskan larutan berwarna bening
kekuningan, dan setelah dipanaskan larutan berwarna bening kehijauan.
Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh pH sebesar 4,75, sedangkan
setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 7,32. Pada kacang panjang
2,76
dengan perlakuan ditambah dengan MgCl2 50 ppm sebanyak 50 ml,
sebelum dipanaskan larutan berwarna bening, dan setelah dipanaskan
larutan berwarna bening. Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh pH
sebesar 7,43 sedangkan setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 5,55.
Pada perlakuan terakhir kacang panjang ditambah dengan asam
cuka 99% sebanyak 2,5 ml, dan ditambahkan air ledeng 50 ml, sebelum
dipanaskan larutan berwarna bening kehijauan, dan setelah dipanaskan
larutan berwarna hijau keruh. Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh
pH sebesar 2,94, sedangkan setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 2,76.
Diketahui bahwa warna kacang panjang awal yaitu hijau segar dan
kemudian menjadi hijau muda atau layu, hal tersebut sesuai dengan teori
Purnomo dkk, (2010), karena klorofil dalam kacang panjang yang masih
hidup berikatan dengan protein, namun setelah proses pemanasan
proteinnya terdenaturasi dan klorofil dilepaskan, sehingga dapat juga
berpengaruh pada warna larutan yang menjadi tidak sebening sebelum
proses pemanasan dan karena protein terdenaturasi. Pada penambahan
aquades pada kacang panjang, terdapat perubahan warna dari hijau segar
dengan warna larutan bening menjadi warna hijau yang mulai memudar
dan warna larutan agak keruh. Hal tersebut menandakan bahwa klorofil
larut dalam air, sesuai teori dari Page et al., (2010), bahwa pH awal
sebelum dilakukan pamanasan lebih kecil dibandingkan pH setelah
pemanasan. Hal ini telah sesuai dengan sampel ke 1 sampai sampel ke 6.
Dari data diata dapat disimpulkan bahwa pH sebelum dilakukan
pemanasan terbuka dengan pH setelah dilakukan pemanasan terbuka
mengalami kenaikan, dan warna bahan sebelum dilakukan perlakuan lebih
hijau dibandingkan dengan warna yang dihasilkan setelah dilakukan
perlakuan. Ini disebabkan karena senyawa organik asam akan keluar dan
atom hidrogen menggantikan posisi magnesium sehingga menghasilkan
feofitin.
Selanjutnya, senyawa bebas magnesium feofitin a yang merupakan
pigmen hijau keabuabuan, dan feofitin b yang merupakan pigmen hijau
olive terbentuk. Pemasakan produk secara terbuka pada tiga menit awal
menyebabkan lepasnya senyawa plant acid yang bersifat volatil yang bila
diendapkan dalam kuah akan menyebabkan reaksi pemindahan magnesium
(Vacklavik, 2008) sehingga warna bahan sebelum dilakukan pemanasan
lebih hijau. Hasil akhir percobaan tidak menyimpang jika dibandingkan
dengan teori yang menyatakan bahwa pada perlakuan pemanasan terbuka
asam-asam yang dihasilkan dari kacang panjang dapat teruapkan keluar
dan warna hijau dapat lebih dipertahankan. Secara teori Vacklavik (2008)
bahan lebih dapat mempertahankan warnanya pada pemanasan terbuka,
karena pada pemanasan terbuka uap air akan bebas ke udara sehingga
tidak akan berpengaruh lagi pada proses pemanasan.
Tabel 5.3 Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Bawang
Merah
Kel
Perlakuan
Sebelum Pemanasan
Warna larutan pH
Sesudah Pemanasan
Warna larutan pH
Bawang Merah +air
ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka)
Bawang Merah + air
ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka)
Bawang Merah+ air
ledeng 50 ml +
NaHCO3 0,5 g
Bawang Merah + FeCl3
50 ppm 50 ml
Bening
7,20
Keruh
6,46
Bening
7,20
Keruh
6,52
Kuning-hijau
8,07
Hijau Keruh
7,86
Kuning-
6,15
Kuning pecat
5,63
bening
Bening
6,44
Putih keruh
5,84
3,22
Merah muda
3,25
.
bening
Bawang Merah +
MgCl2 50 ppm 50 ml
Bawang Merah + 2,5 ml Merah muda
asam cuka 99% + 50 ml bening
air ledeng
Sumber : Laporan Sementara
Pada pengamatan pigmen pada bawang merah, hasil yang
didapatkan sebelum dilakukan perlakuan pemanasan terbuka adalah pH
awal 7,20 dan warna larutan bening. Setelah dilakukan pemanasan terbuka
didapatkan hasil dengan pH 6,46 dan warna larutan keruh. Pada bawang
merah pigmen yang dominan adalah antosianin jenis cyanidin. Antosianin
merupakan zat warna yang berperan memberikan warna merah berpotensi
menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif
pengganti pewarna sintetis yang lebih aman bagi kesehatan. Antosianin
adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar
dalam tanaman (Handayani, 2012).
Hasil praktikum pada pemanasan terbuka mengalami perubahan
warna menjadi lebih pucat (putih) karena pigmen ini peka terhadap panas
dan dapat terdegradasi oleh panas. Warna larutan yang menjadi kuning
keruh disebabkan karena degradasi antosianin dipercepat dengan adanya
oksigen dan asam-asam organik yang dibebaskan selama pemanasan, tidak
keluar dari sistem dan kembali, lalu bereaksi mendegradasi pigmen
antosianin pada bahan. Pigmen yang ada pada bawang merah larut dalam
air dan pada pemanasan terbuka air menguap keluar sistem sehingga
warna larutan menjadi lebih keruh. Selain itu, pigmen antosianin yang ada
pada bahan bersifat larut dalam air, sehingga ikut teruapkan. Pada
beberapa buahbuahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warnawarna yang menarik yang mereka miliki termasuk komponen warna yang
bersifat larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel tumbuhan
(Handayani dan Rahmawati, 2012).
Pada pemanasan tertutup air tidak menguap ke luar sistem
sehingga warna larutan menjadi putih keruh. Pigmen antosianin yang telah
terdegradasi oleh panas tidak keluar dari sistem karena sistem dalam
keadaan tertutup. pH awal sebelum pemanasan 7,20 dan warna larutannya
bening. Setelah dilakukan pemanasan tertutup, pH turun menjadi 6,52 dan
warna larutan menjadi putih keruh. Proses pemanasan terbuka harusnya
lebih menghasilkan warna larutan yang lebih keruh dibanding dengan
warna larutan saat perlakuan pemanasan tertutup. Untuk pH setelah
pemanasan mengalami kenaikan, kenaikan ini disebabkan karena asam-
asam organik menguap sehingga membebaskan atom H, hal inilah yang
menyebabkan pH bahan menjadi naik.
Pada pemanasan terbuka, pH setelah pemanasan mengalami
kenaikan. Hal ini sudah sesuai teori (2012), yaitu warna larutan akhir pada
proses pemanasan secara tertutup ternyata lebih keruh dibanding dengan
pemanasan secara terbuka. Namun pada pemanasan tertutup pH setelah
pemanasan malah mengalami penurunan. Hal ini tidak sesuai dengan teori
Nur (2012). Penyimpangan ini mungkin terjadi karena kurangnya
ketelitian saat mengukur pH awal bahan dengan pH meter.
Perubahan yang terjadi pada pigmen yang terkandung di dalam
bahan pangan dan diberikan beberapa perlakuan khusus, dikarenakan sifat
pigmen yang mudah terpengaruh oleh perlakuan tertentu seperti pemberian
perlakuan panas dan penambahan asam, basa, dan logam. Perubahan yang
terjadi dapat menguntungkan dapat pula merugikan. Warna dan stabilitas
antosianin pada larutan sangat tergantung pada pH. Antosianin paling
stabil pada pH rendah dan perlahan kehilangan warnanya seiring dengan
peningkatan pH dan menjadi hampir tak berwarna pada pH 4,0 sampai 5,0.
Menurut Rein (2005), antosianin lebih stabil pada larutan asam daripada
pada larutan netral atau alkali. Pada sampel bawang merah yang
ditambahkan air leding 50 ml dan NaHCO3, warna awal larutan putih
kuning kehijauan dengan pH 8,07. Setelah dilakukan pemanasan, warna
larutan berubah menjadi hijau keruh dengan pH yang naik menjadi 7,86.
Pada kondisi ini pH antosianin netral cenderung basa dan tidak
stabil. Seharusnya warna yang dihasilkan adalah violet kemudian berubah
menjaid biru. Menurut Winarno (2004) pada pH rendah (asam) pigmen
berubah menjadi merah dan pada pH tinggi pigmen antosianin berubah
menjadi violet dan kemudian menjadi biru. Penambahan pH oleh NaHCO3
mungkin kurang tinggi untuk merubah warnanya menjadi violet sehingga
yang terjadi hanya perubahan warna hijau. Pada sampel bawang merah
yang ditambahkan larutan FeCl3 50 ppm sebanyak 50 ml, warna awal
larutan kuning-bening dengan pH awal 6,15. Setelah dilakukan
pemanasan, warnanya berubah menjadi kuning pucat dengan pH 5,63.
Pada sampel bawang merah yang ditambahkan larutan MgCl 2 50
ppm sebanyak 50 ml, warna awal larutan bening dengan pH 6,44 dan
setelah dilakukan pemanasan warnanya berubah menjadi putih keruh dan
mengalami penurunan pH menjadi 5,84. Pada penambahan FeCl3 dan
MgCl2 terbentuk ko-pigmentasi karena logam bervalensi dua atau tiga
mampu membentuk senyawa kompleks yang menyebabkan antosianin
lebih stabil namun tetap lebih stabil pada kondisi asam. Pada sampel
bawang merah dengan penambahan asam cuka 99% sebanyak 2,5 ml,
warna awal larutannya adalah bening merah muda pH 3,22 dan setelah
dilakukan pemanasan warna larutannya berubah menjadi merah muda
dengan pH 3,25. Hasil dari praktikum pada sampel bawang merah yang
ditambahkan asam cuka 95% sudah sesuai teori karena pada keadaan
asam, antosianin lebih stabil dengan warna larutan ungu. pH juga
mengalami kenaikan setelah pemanasan dari 3,22 menjadi 3,25 yang
menandakan asam-asam organik menguap sehingga membebaskan atom H
dan menyebabkan pH menjadi naik.
Tabel 5.4 Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Hewan
Ke
Perlakuan
l.
Di udara
terbuka
Pemanasa
n dengan
auqadest
Pemanasa
n dengan
Curing I
Pemanasa
n dengan
Curing II
Sebelum Pemanasan
0’
5’
10’
20’
Sesudah Pemanasan
0’
5’
10’
Merah Merah Merah Merah -
-
-
segar segar segar segar
Merah Merah Merah Merah coklat coklat
coklat
coklat
muda
muda
muda
muda
muda
muda
pucat
pucat
pucat
pucat
segar segar segar segar
Merah Merah Merah coklat
Pink
Pink
Pink
Pink
muda
pucat
pucat
pucat
pucat
segar pudar pucat
Merah Merah Merah Merah coklat coklat
coklat
coklat
muda
pucat
pucat
muda
pucat
muda
-
20’
muda
pucat
muda
pucat
muda
pucat
pucat
Pemanasa
n dengan
Curing III
segar
Merah Merah coklat
pucat
coklat
coklat coklat
coklat
coklat
muda
pucat
pucat
pucat
pucat
pucat
coklat
coklat coklat
muda muda
pucat pucat
coklat
muda
pucat
coklat
muda
pucat
pucat
pucat
segar
Pemanasa Merah Merah coklat
n dengan
muda pucat pucat
Curing IV
Sumber : Laporan Sementara
pucat
Penentu utama warna daging adalah pigmen yang terdiri dari 2
macam hemoglobin dan myoglobin. Myoglobin menempati 80-90% dari
seluruh pigmen dan besar molekulnya seperempat molekul hemoglobin.
Warna daging sapi normal adalah merah cerah. Warna daging sapi muda
(veal) lebih pucat atau muda dibanding dengan warna daging sapi dewasa.
Daging sapi segar baru dipotong akan berwarna merah ungu gelap. Warna
tersebut akan berubah menjadi lebih terang jika daging dibiarkan terkena
oksigen. Daging yang terlalu lama terkena oksigen atau udara bebas akan
berwarna coklat karena myoglobinnya teroksidasi (Komariah, 2010).
Produk olahan daging yang mempunyai daya simpan yang panjang
yaitu dendeng dan abon. Dendeng merupakan salah satu produk daging
awet yang dikelompokkan sebagai daging curing. Curing adalah
penggunanaan garam nitrat (sendawa) untuk mempertahankan warna
daging, rasa yang khas dan mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme.
Terdapat dua macam dendeng, yaitu dendeng dari sayatan tipis daging dan
kedua dari daging yang digiling dan dicetak Dendeng dan abon telah
menjadi industri rumah tangga dengan harga yang bervariasi tergantung
sampai berapa jauh bahan bukan daging yang dikandung dalam produk
olahan daging tersebut (Suradi, 2010).
Curing atau pengawetan, pada umumnya melibatkan pemberian
nitrat dan garam (Winarno, 2004). Perlakuan curing yang dilakukan pada
percobaan ini menggunakan larutan Na-nitrat, Na-nitrit, vitamin C, dan
aquades. Pada perlakuan ketiga, yaitu pemanasan daging dengan curing I,
yaitu dengan campuran larutan Na-nitrat, Na-nitrit, vitamin C dan aquades.
Warna daging yang mula-mula merah segar saat sebelum
dipanaskan dan setelah pemanasan pada menit ke-0. Tetapi, pada
pemanasan menit ke-10 warna daging berubah menjadi merah muda cerah.
Pada pemanasan menit ke-20 warna daging kembali berubah menjadi
merah kecoklatan. Warna daging yang seharusnya menjadi lebih gelap atau
kehilangan warna merahnya, tetap mempertahankan warna merahnya
meskipun sedikit berkurang, karena menurut Buckle (1985), pada
pemanasan dengan nitrat atau nitrit, globin akan terdenaturasi dan
menghasilkan nitrosil myoglobin yang berwarna pink dan selanjutnya
menghasilkan nitrosil hemokromagen yang berwarna pink lebih stabil.
Selain itu, menurut Soeparno (1994), vitamin C juga berfungsi
mempertahankan warna daging, mempecepat reduksi metmioglobin dan
juga dapat mengkonversikan nitrit menjadi nitrit oksida. Di dalam vitain C
itu sendiri menghasilkan campuran metmioglobin dan koleglobin.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan pada acara V tersebut,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Zat warna atau pigmen yang terdapat dalam tanaman dapat dibedakan
menjadi empat macam, yaitu klorofil, karotenoid, anthosianin, dan
anthoksantin.
b. Zat warna atau pigmen yang terdapat dalam daging adalah myoglobin.
c. Pigmen dapat berubah warna jika dipengaruhi oleh asam atau basa, suhu,
dan panas atau cahaya. Semakin asam maka zat warna akan semakin
pudar, kemudian semakin tinggi suhu maka zat warna juga akan semakin
pudar, begitu juga sebaliknya.
d. Perubahan warna pigmen karotenoid pada wortel dan pigmen klorofil pada
buncis yang paling nyata adalah karena pengaruh alkali karena perubahan
warna tersebut tampak drastis.
e. Penambahan larutan asam cuka pada wortel menyebabkan pigmen
warnanya susut karena karotenoidnya telah banyak yang teroksidasi oleh
katalis asam.
f. Pigmen anthosianin pada bawang merah tampak berubah drastis pada
setiap larutan kecuali dalam alkali atau asam.
g. Pada wortel dengan penambahan ion Fe dan Mg, perubahan yang terjadi
tidak terlalu signifikan dan masih berada dalam kisaran pH yang
distandarkan walaupun tampak mengalami sedikit penurunan.
h. Pemanasan secara terbuka pada pigmen karotenoid wortel dan pigmen
klorofil pada buncis menyebabkan intensitas warnanya kurang dibanding
pemanasan secara tertutup. Sedangkan sebaliknya pada bawang merah
(pigmen anthosianin), pemanasan terbuka akan lebih mempertahankan
warna ungu dibandingkan pemanasan tertutup.
i. pH pada pemasakan terbuka lebih kecil daripada pemasakan tertutup
karena saat pemanasan, asam-asam organik akan menguap dan warna akan
lebih dipertahankan.
j. Pemanasan daging akan menyebabkan perubahan warna yang semula
merah menjadi coklat, juga tekstur dari halus menjadi kasar.
k. Larutan curing yang paling baik untuk mempertahankan warna daging dan
membuatnya lebih kelihatan segar adalah campuran Na-nitrat, Na-nitrit,
dan vitamin C.
DAFTAR PUSTAKA
Arifulloh. 2013. Ekstraksi Likopen dari Buah Tomat (Lycopersicum esculentum
Mill.) dengan Berbagai Komposisi Pelarut. Jurusan Kimia Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Buckle, KA et al. 1985. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Chaijan, Manat. 2008. Review: Lipid and myoglobin oxidations in muscle foods.
Songklanakarin J. Sci. Technol. 30 (1), 47-53.
Chattopadhyay, Pritam, et al. 2008. Biotechnological potential of natural food
grade biocolorants. African journal of biotechnology Vol. 7 (17), pp.
2972-2985, 2008.
Day, R.A and Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga :
Jakarta.
Djaafar, Titiek F. dkk. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit
yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian,
26(2), 2007.
Handayani, Prima Astuti, Asri Rahmawati. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Naga
(Dragon Fruit) Sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna
Sintetis Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Negeri Semarang Vol. 1 No. 2.
Hendriyani, Ika Susanti. dkk. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan
Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang
Berbeda. Jurnal Sains & Mat. Vol. 17, No. 3, Juli 2009.
Hultin, H.O. 1993. Oxidation of Lipids in Seafoods In Seafoods : Chemistry,
Processing Technology and Quality. Shahidi, F. and J.R. Botta (Eds.).
Blackie Academic & Profesional. London.
Husni, Elidahanum.dkk. 2007. Analisa Zat Pengawet dan Protein Dalam
Makanan Siap Saji Sosis. Jurnal Sains Farmasi. Vol 12. No 2. Agustus
2007.
Inanc, A. Levent. 2011. Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and
Its Occurrence in Virgin Olive Oils. Akademik Gıda 9(2) (2011) 2632.
Page, David S. 1985. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. Pujiasmanto,
Bambang. 2010. Sambiloto (Andrographis paniculata, Ness). UNS
Press. Surakarta.
Purnomo, Dkoko., dkk. 2010. Fisiologi Tumbuhan. UNS Press. Surakarta.
Putranto, Wendry Setiadi, Roostita L. Balia, Obin Rachmawan, dan
Sahabi, D.M., R.A. Shehu, Y. Saidu, A.S. Abdullahi. 2012. Screening for Total
Carotenoids and β-Carotene in Some Widely Consumed Vegetables in
Nigeria. Nigerian Journal of Basic and Applied Science (3): 225-227.
Siti Narsito Wulan. 2001. Kemungkinan Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao
(Theobroma Cacao, L) Sebagai Sumber Zat Pewarna (Β-Karoten).
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2, No. 2,: 22-29.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Suradi, Kusmajadi. 2008. Potensi dan peluang teknologi pengolahan Produk
kelinci. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran Jatinangor Km.
21 Sumedang.
Yeni, Dede. 2005. Studi Kasus Fisika Pangan Pembuatan Tablet Effervescent Sari
Buah Tomat. IPB. Bogor.
Wibowo, Singgih. 2000. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
ACARA II
LIPIDA DAN LIPASE
Disusun Oleh :
Ramah Sugihati
(H0915064)
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
ZAT WARNA PADA TUMBUHAN DAN HEWAN
A. TUJUAN
1. Mengetahui zat warna pada tumbuhan dan hewan.
2. Mengetahui pengaruh pH dan pemanasan terhadap perubahan zat
warna tumbuhan dan hewan.
B. TIJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu
dingin (22-24C) lembap dan cukup sinar matahari. Di Indonesia
kondisi seperti itu biasanya terdapat di daerah berketinggian antara
1.200-1.500 m dpl. Namun, saat ini wortel sudah dapat ditanam di
daerah berketinggian 600 mdpl. Jenis tanah yang disukai wortel yaitu
subur, gembur dan kaya humusdengan pH antara 5,5-6,5. Apabila
tanah kurang subur maka perlu dilakukan pemupukan yang intensif
sehingga dapat digunakan untuk menanam wortel. Wortel mengandung
pigmen warna betakaroten yang dapat membantu menycegah radikal
bebas masuk dalam tubuh. Wortel juga mengandung flavonoid
bernama
apigenin,
yang
memiliki
antibakteri,
antihistamin,
antiperadangan, antioksidan, antitumor dan unsur pelindung sinar
matahari, menurut basis data USDA (Underwood, 2008).
Bawang merah (Allium ascalonicum)berasal dari Asia Barat dan
dibudidayakan di Mesir 3.500 sebelum masehi. Tanaman inimerupakan
tanaman semusim dan memiliki umbi berlapis. Tanaman bawang
merah memiliki akar serabut dengan daun berbentuk silinder berongga.
Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang
membesar dan bersatu. Pangkal daunnya bersatu dan membentuk
batang yang membesar menjadi umbi berlapis. Bawang merah
mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa auksin dan giberelin
(Samadi, 2003).
Natrium bikarbonat (NaHCO3) merupakanbagian terbesar sumber
karbonat dengan kelarutan yang sangat baik dalam air, nonhigrokopis
serta tersedia secara komersil mulai dari bentuk bubuk sampai
granular. Natrium bikarbonat mampu menghasilkan 52% karbon
dioksida.
Bentuk
granular
dari
natrium
bikarbonat
sangat
menguntungkan, karena dengan bentuk granular tersebut campuran
bahan akan mudah dicetak menjadi tablet dan tablet yang dihasilkan
menjadi tidak mudah retak (Yeni, 2005).
Setelah hewan darat dipotong, daging masih lemas, liat, merah
cerah, cemerlang, dan bau hampir netral. Pada saat seperti ini daging
bermutu tinggi, tetapi jika dimasak teksturnya liat, sedangkan rasa dan
aromanya belum berkembang penuh sehingga kurang lezat. Selain itu,
dalam proses tersebut juga terjadi perubahan sifat protein daging dan
kemampuannya dalam mengikat air (Wibowo, 2000).
Daging termasuk maakanan yang mengandung protein.Protein
merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi tubuh,
mempunyai fungsi sebagai pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak
dan sebagai bahan bakar dalam tubuh manusia.Oleh sebab itu
kekurangan
protein
dapat
menyebabkan
gangguan
pada
manusia.Daging mudah rusak.Untuk penyimpanannya yang lama perlu
digunakan pengawet. Nitrat dan nitrit merupakan salah satu zat yang
digunakan dalam proses pengawetan daging untuk memperoleh warna
yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba (Husni, 2007).
2. Tinjauan Teori
Pangan merupakan kebutuhan paling dasar bagi manusia. Oleh
karena itu, ketersediaan pangan yang cukup, baik kualitas maupun
kuantitasnya, terus diupayakan oleh pemerintah antara lain melalui
program ketahanan pangan. Melalui program tersebut diharapkan
masyarakat dapat memperoleh pangan yang cukup, aman, bergizi,
sehat, dan halal untuk dikonsumsi (Djaafar, 2007).
Sayuran merupakan salah satu produk pertanian yang penting bagi
ketahanan pangan nasional. Selain pangsa pasarnya yang terus
meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan
domestik maupun ekspor, sebagian besar usaha tani sayuran di
Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif karena
efisien secara finansial dalam pemanfaatan sumber daya domestik.
Namun demikian, usaha tani sayuran sering dituding tidak ramah
lingkungan, antara lain karena potensi terjadinya erosi pada lahan
sayuran relatif tinggi (Dariah, 2000).
Anthosianin adalah pigmen yang bisa larut dalam air.Secara
kimiawi anthosianin bisa dikelompokan kedalam flavonoid dan
phenolic.Zat tersebut bisa ditemukan di berbagai tanaman yang ada di
darat.Anthosianin tidakditemukan di tanaman laut, hewan atau
mikroorganisme. Zat tersebut berperan dalam pemberian warna
terhadapbunga atau bagian tanaman lain dari mulai merah, biru sampai
ke ungu termasuk juga kuning dan tidak berwarna (seluruh warna
kecuali hijau) (Samsudin, 2009).
Mioglobin terdiri dari rantai polipeptida tunggal, globin, yang
terdiri dari 153 asam amino dan heme palsu kelompok, besi (II)
kompleks protoporfirin-IX (Hayashi et al., 1998; Pegg dan Shahidi,
1997). Kelompok heme ini memberikan mioglobin dan turunannya
warna khas mereka (Dunnet al., 1999; Pegg dan Shahidi, 1997).
struktur dan kimia dari atom besi berdampak pada reaksi dan warna
perubahan yang mioglobin mengalami (Livingston dan Brown, 1981).
Oksidasi besi-oxymyoglobin (Fe2 +) untuk besi-metmioglobin (Fe3 +)
bertanggung
jawab
untuk
perubahan
warna
daging
selama
penyimpanan. Ferrous besi (Fe2 +) dapat bereaksi dengan molekul
oksigen untuk menghasilkan anion superoksida (O2 ° -) dengan
oksidasi bersamaan dengan besi besi (Fe3 +). Hidrogen peroksida
(H2O2), yang dapat diproduksi oleh dismutasi dari O2 ° -, dapat
bereaksi dengan Fe2 + untuk menghasilkan hidroksil radikal (OH °)
(Hultin, 1992). Reaksi ini disebut reaksi Fenton adalah mekanisme
utama untuk oksidasi mioglobin (Manat, 2008).
Warna adalah kualitas sensorik pertama oleh makanan yang
dianggap sebagai makanan kualitas dan rasa yang terkait erat dengan
warna. Selain itu, makanan kenyamanan banyak seperti produk permen
berwarna, makanan ringan, minuman dan makanan penutup gelatin,
warna makanan ditambahkan untuk mengidentifikasi rasa dan
menambah nafsu makan. Warna biasanya ditambahkan pada makanan
adalah warna-warna makanan alami atau sintetis. Karena warna
makanan sintetis yang lebih berbahaya telah dilaporkan (FAO, 1963
FAO, 1985, JECFA, 1964) Oleh karena itu, mencari warna makanan
yang lebih alami sangat penting. Bixin juga banyak diterapkan dalam
industri makanan dan kosmetik sebagai zat pewarna alami yang
efektif. Makanan, farmasi dan produsen kosmetik dapat menarik
gambar pewarna dan pigmen, asal sintetis atau alami, warna produk
mereka. Meskipun warna buatan disukai selama 100 tahun terakhir,
prosesor baru-baru ini beralih ke pewarna alami sebagai alternatif,
menanggapi permintaan konsumen yang meningkat produk alami.
Semua warna makanan ini dan warna yang salah satu dari dua jenis. A,
warna makanan alami atau pewarna. Dan kedua, warna makanan
buatan dan sintetis. Warna-warna makanan alamijelas lebih aman
daripada warna makanan buatan. Warna makanan alami yangdiekstrak
dari
makanan
dimakan.
Mereka
bisa
dibeli
di
pasar
atau
alternatif,mereka juga dapat dibuat di dapur rumah tangga. Dalam
beberapa tahun terakhir,beberapa aktivitas biologis bixin telah
dilaporkan bermanfaat seperti kemampuanuntuk memuaskan radikal
bebas, produksi peraturan kekebalan tubuh dan efekperlindungan
terhadap radiasi genotoxicity (Chowdhury, 2010).
Warna menjadi bagian paling sensitif dari setiap komoditas tidak
hanya untuk daya tarik tetapi juga meningkatkan penerimaan
konsumen. Selain itu, warna dari bahan makanan yang penting untuk
menunjukkan kesegaran dan keamanan yang juga indeks nilai-nilai
estetika dan pengindraan yang baik. Untuk warna alamidan aditif,
kepatuhan
terhadap
(Chattopadhyay, 2008).
norma-norma
protokol
biosafety,terbatas
Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan di sebagian besar
tanaman, dan namanya berasal dari chloros Yunani (hijau) dan Phyllon
(daun) [1, 2]. Ada beberapa bentuk yang berbeda dari klorofil. Klorofil
a, kuning kehijauan dalam larutan, adalah pigmen fotosintetik utama
pada tumbuhan hijau untuk transfer energi cahaya untuk akseptor
kimia Cahaya yang diserap menyediakan energi untuk fotosintesis.
Sebuah daun hijau menyerap cahaya biru (kebanyakan di 430nm) dan
lampu merah (kebanyakan di 660nm). Hal ini mencerminkan hijau
panjang gelombang, muncul hijau untuk mata manusia.
Klorofil a, sendirian, ditemukan dengan warna biru-hijau dan beberapa
ganggang merah. pigmen aksesori dalam fotosintesis mentransfer
energi cahaya untuk klorofil a. Salah satunya adalah Chloropyll b,
biru-hijau dalam larutan, ditemukan lebih tinggi tanaman dan
ganggang hijau dengan Klorofil a. Klorofil c juga merupakan pigmen
aksesori ditemukan dengan klorofil a diganggang coklat dan diatom.
Klorofil d, bersama-sama dengan Klorofil a, dalam beberapa ganggang
merah (Levent, 2011).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Alat pemanas LPG / Kompor
b. Panci
c. Neraca/timbangan
d. Termometer
e. Gelas beker
f. Gelas ukur
g. Tabung reaksi
h. Pisau dan batang pengaduk
2. Bahan
a. Wortel 15 g
b. Kacang panjang 15 g
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Bawang merah 15 g
Larutan FeCl3 50 ppm
Larutan MgCl2 50 ppm
Asam cuka 99%
Air ledeng
NaHCO3 kristal
Kacang panjang, Wortel dan Bawang Merah masing-masing 15 gram
Dipotong kecil-kecil dan dimasukan ke dalam 6
gelas beaker untuk setiap macam bahan
3. Cara Kerja
a. Pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna buah/sayuran.
Diisi dengan
air ledeng
50 dengan
ml air ledeng
pemanasan
dengan
0,5terbuka
gpemanasan
NaHCO
(beaker
3 + 50
tertutup
1)
ml
50 air
ml(beaker
ledeng
FeCl3 50
(beaker
2)
50
ppm
ml 2,5
(beaker
MgCl
3) ml
2 50
asam
4)ppm
cuka
(beaker
99% 5)
+ air 50 ml (bea
Diukur pH setiap bahan yang ada pada gelas
beaker dan diamati warnanya
Dilakukan pemanasan selama 15 menit
Diamati perubahan warna dan pH setelah
pemanasan
b. Zat warna pada daging
1. Tanpa Curing
5 gram daging
Diiris menggunakan pisau menjadi 2 bagian
Diamati warnanya
Dibiarkan pada udara terbuka
Diamati perubahan warna setelah 0,5,10 dan 15 menit
2. Dengan Curing
5 gram daging
Dicacah sampai halus dengan pisau
Dimasukan larutan curing dalam tabung sampai
daging terendam
Larutan curing I (tabung
Larutan
I) curing II (tabung
Larutan
II) curing III (tabung
LarutanIII)
curing IV (tabung IV)
Ditambahkan 2 tetes asam cuka 95 % dan diaduk
Dilakukan pemanasan selama 15 menit
Diamati perubahan warna yang terjadi pada menit
ke 0, 5,10,15
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1 Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Zat Warna Wortel
Kel
Perlakuan
Sebelum Pemanasan
Warna larutan pH
Sesudah Pemanasan
Warna larutan pH
Wortel +air ledeng 50
ml (pemanasan terbuka)
Bening
7,88
Semburat
7,45
Wortel + air ledeng 50
ml (pemanasan terbuka)
Wortel + air ledeng 50
ml + NaHCO3 0,5 g
Wortel + FeCl3 50 ppm
50 ml
Bening
7,88
kuning
Kuning keruh
7,38
Bening
8,27
Kuning
8,58
Semburat
5,07
Semburat
6,00
kuning
Bening
6,32
kuning keruh
Keruh
6,26
Bening
3,12
Bening
3,14
.
Wortel +MgCl2 50 ppm
50 ml
Wortel + 2,5 ml asam
cuka 99% + 50 ml air
ledeng
Sumber : Hasil Percobaan
Pigmen merupakan suatu komponen kimia yang terdapat pada
bahan pangan, yang apabila disinari cahaya putih akan memberi sensasi
warna
tertentu
yang
mampu
ditangkap
mata.
Para
arkeolog
memperkirakan pigmen telah berperan penting dalam kehidupan manusia
sejak 400.000 tahun Sebelum Masehi. Di dalam bahan makanan kita
terdapat banyak macam pigmen makanan. Setiap pigmen mewakili warna
makanan tertentu. Beberapa penelitian menunjukan kegunaan pigmen
bukan sekedar untuk memberi warna namun juga memberi manfaat
kesehatan. Pada mulanya pigmen diperoleh dari mineral besi oksida
maupun tanah liat. Ada pula pigmen yang diekstrak dari tumbuhan,
kotoran hewan dan kerang-kerangan. Pigmen dapat menghasilkan warna
yang berbeda-beda disebabkan oleh kemampuan ikatan kimia pigmen
untuk menyeleksi gelombang cahaya yanng harus diserap dan yang harus
dipantulkan. Bahan pangan yang memiliki kemampuan memantulkan
warna merah jika disinari warna putih maka warna selain merah akan
diserap. Sedangkan warna merah akan dipantulkan ke mata kita, sehingga
bahan tersbut terlihat berwarna merah. Warna putih memiliki spektrum
warna yang sangat luas sehingga bila difokuskan kepada pigmen, sinar
putih dapat diurai menjadi warna yang diserap dan warna yang
dipantulkan (Astawan, 2008).
Pada praktikum zat warna pada tanaman dilakukan pengamatan
terhadap perubahan pigmen pada beberapa jenis sayur dan buah sebagai
akibat dari berbagai perlakuan, yakni dengan pemasakan dan dengan
perendaman dalam larutan asam, basa, dan garam. Pada praktikum zat
warna tanaman untuk melihat pengaruh penambahan asam, basa dan ion
terhadap pigmen tanaman sampel yang digunakan adalah wortel, kacang
panjang, dan bawang merah.
Pigmen utama pada wortel adalah betakaroten dengan pigmen
pendukung lain yang terdapat pada wortel diantaranya alpha-carotene,
betakaroten, beta-cryptoxanthin, lutein dan lycopene. Kesemua pigmen
warna
tersebut
memberikan
warna
oranye-kuning
pada
wortel.
Betakaroten merupakan antioksidan yang dapat menyerap radikal bebas
juga dapat meningkatkan aktivitas sel pelawan kanker. Betakaroten juga
mampu membantu komunikasi antar sel yang mengurangi pertumbuhan
sel jahat (Underwood, 2002).
Lycopene atau yang sering disebut sebagai α-carotene adalah suatu
karotenoid pigmen merah terang yang banyak ditemukan dalam buah
tomat dan buah-buahan lain yang berwarna merah. Lycopene merupakan
karotenoid yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan merupakan salah satu
antioksidan yang sangat kuat. Kemampuannya mengendalikan radikal
bebas 100 kali lebih efisien daripada vitamin E atau 12.500 kali dari pada
gluthation. Selain sebagai anti skin aging, lycopene juga memiliki manfaat
untuk mencegah penyakit cardiovascular, kencing manis, osteoporosis,
infertility, dan kanker terutama kanker prostat (Arifulloh, 2013).
Pada sampel wortel yang telah diiris-iris kemudian ditambahkan air
ledeng 50 ml, sebelum pemanasan diukur pH 7,88 dan berwarna bening
pada larutannya. Setelah diberi perlakuan pemanasan dengan terbuka
kemudian diukur lagi pH nya menggunakan pH meter yaitu 7,45 dengan
warna larutan semburat kuning. Sampel wortel yang ditambahkan air
ledeng 50 ml diukur pHnya sebelum pemanasan yaitu 7,88 dan bewarna
bening. Setelah diberi perlakuan pemanasan dengan tertutup kemudian
diukur pHnya menjadi 7,38 dan berwarna kuning keruh. Sampel wortel
yang telah diiris-iris diberikan penambahan air ledeng 50 ml dan NaHCO3
0,5 gram diukur pH nya 8,27 dan berwarna bening. Setelah dilakukan
pemanasan, warna menjadi kuning dan pHnya 8,58. Sampel wortel yang
telah diiris-iris kemudian ditambahkan 50 ml FeCl3 50 ppm diukur pHnya
5,07 dan berwarna semburat kuning. Kemudian diberi perlakuan panas
dengan memanaskan di dalam panci diatas kompor yang terisi air, diukur
pH setelah pemanasan yaitu 6,00 dan berwarna kuning keruh. Sampel
wortel yang telah diiris-iris kemudian ditambahkan 50 ml MgCl3 50 ppm
diukur pHnya 6,32 dan berwarna bening. Setelah dilakukan pemanasan,
sampel wortel memiliki pH 6,26 dan berwarna keruh. Sampel tomat yang
telah diirisiris kemudian ditambahkan 2,5 ml asam cuka 99 % dan 50 ml
air ledeng diukur pHnya 3,12 dan berwarna bening. Setelah dilakukan
pemanasan, diukur ulang pHnya menjadi 3,14 dan berwarna bening.
Pada sampel wortel yang mengandung pigmen karotenoid yang
ditambah dengan air ledeng, warna bahan sebelum dan sesudah pemanasan
tidak terlalu berbeda dan warna larutan berubah menjadi agak kuning. Hal
ini menandakan bahwa zat warna karotenoid mengalami oksidasi. Sesuai
dengan teori Wulan (2001), reaksi oksidasi terjadi karena pada
pengeringan terutama pemanasan, bahan dibiarkan kontak dengan udara
serta pengeringan. Selain itu sinar matahari turut mengkatalisa terjadinya
reaksi ini. Turunnya aktivitas air akibat pengeringan juga menyebabkan
terjadinya degradasi β-karoten. Dari hasil praktikum didapatkan warna
pada wortel setelah dilakukan pemanasan tertutup menjadi kuning keruh
dan wortelnya menjadi orange pucat hal ini disebabkan karena pigmen
bereaksi dengan panas, dan pigmen larut dalam air. Untuk warna wortel
pada pemanasan tertutup lebih merah dibandingkan dengan pemanasan
terbuka, sebab dengan pemanasan tertutup dapat mempertahankan warna
dari sayur yang mana air yang menguap lebih sedikit dan ini
mempengaruhi warna pada buah wortel. Hal ini sudah sesuai dengan teori
Nur (2012), bahwa pemanasan tertutup lebih baik dibandingkan dengan
pemanasan terbuka.
Pada sampel wortel dengan penambahan asam yaitu NaHCO3 dan
asam cuka, warna akhir bahan secara berturut-turut kuning dan orange tua
dari warna awal bening. Hal ini tidak sesuai dengan teori dari Nur (2012),
yaitu apabila wortel diberi penambahan asam yaitu NaHCO 3 dan asam
cuka, warna akhir bahan adalah orange muda dari warna awal orange
segar. pH sebelum dan pemanasan pada perlakuan asam dapat dilihat
terjadi kenaikan pH, pada NaHCO3 sebelum pemanasan 8,27 dan setelah
pemanasan 8,58 dan asam cuka sebelum pemanasan 3,12 dan setelah
pemanasan 3,14. Karena pada keadaan asam, warna karotenoid juga akan
lebih terjaga atau dapat menaikkan intensitas warna karotenoid.
Tetapi dibandingkan dengan karotenoid dalam keadaan basa,
intensitas kenaikan warna akan lebih besar dalam keadaan alkali atau basa.
Dibuktikan dengan pada sampel wortel dengan penambahan alkali atau
basa yaitu FeCl3 dan MgCl2, warna akhir wortel orange keruh dan orange
bening. Dan pH mengalami penurunan MgCl2 dari 6,32 menjadi 6,26
namun pada FeCl3 naik dari pH 5,07 menjadi 6,00. Hal ini tidak sesuai
dengan teori Sahabi et al., (2012), bahwa penambahan basa warna setelah
pemanasan menjadi lebih orange (orange cerah) dibanding dengan warna
awal yaitu orange pucat. Hal ini disebabkan karena larutan yang
ditambahkan mungkin terlalu banyak atau mungkin kurang dari yang
seharusnya ditakarkan serta pembacaan warna setelah dipanaskan menurut
orang berbeda-beda. Maka dapat dikatakan bahwa pada keadaan alkali
atau basa, intensitas warna karotenoid akan lebih orange atau dapat
mempertahankan warna orange. Perlakuan setelah pemanasan kareotenoid
memiliki warna bahan pada kontrol, asam, alkali, ion Fe3+, ion Mg2+
yang umumnya menjadi lebih orange dengan intensitas yang berbedabeda. Intensitas karoten (orange) yang lebih akan tebentuk dalam keadaan
alkali atau dengan penambahan alkali.
Tabel 5.2 Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Kacang
Panjang
Kel
Perlakuan
Sebelum Pemanasan
Warna larutan pH
Sesudah Pemanasan
Warna larutan pH
Kacang panjang +air
ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka)
Kacang Panjang + air
ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka)
Kacang Panjang + air
ledeng 50 ml +
NaHCO3 0,5 g
Kacang Panjang +
FeCl3 50 ppm 50 ml
Bening
Bening
.
Kacang Panjang
7,47
6,81
Kehijauan
Bening
7,47
Bening
6,99
Kehijauan
Bening
8,18
Bening
8,24
Kehijauan
Bening
4,75
Bening
7,32
kekuningan
Bening
7,43
Kehijauan
Bening
5,55
+MgCl2 50 ppm 50 ml
Kacang Panjang + 2,5
ml asam cuka 99% + 50
ml air ledeng
Sumber : Laporan Sementara
Bening ada
2,94
Bening
gelembung
Zat warna pada kacang panjang adalah klorofil. Klorofil
merupakan zat hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan hijau yang
berfotosintesis. Berdasarkan penelitian, klorofil ternyata tidak hanya
berperan sebagai pigmen fotosintesis. Klorofil mempunyai manfaat antara
lain, sebagai obat kanker otak, paru-paru, dan mulut. Klorofil juga dapat
digunakan sebagai desinfektan, antibiotik dan food suplemen. Klorofil
dapat digunakan sebagai food suplemen karena mengandung nutrisi yang
dibutuhkan untuk tubuh manusia (Hendriyani, 2009).
Pada sampel kacang panjang ditambahkan dengan air ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka), sebelum dipanaskan larutan berwarna bening, dan
setelah dipanaskan larutan berwarna kehijauan. Pada kondisi sebelum
dipanaskan diperoleh pH sebesar 7,47 sedangkan setelah pemanasan
diperoleh pH sebesar 6,81. Pada kacang panjang yang ditambahkan
dengan air ledeng 50 ml dengan pemanasan tertutup, sebelum dipanaskan
larutan berwarna bening, dan setelah dipanaskan larutan berwarna
kehijauan. Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh pH sebesar 7,47
sedangkan setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 6,99. Pada sampel
selanjutnya dengan perlakuan kacang panjang ditambah dengan air ledeng
50 ml, dan ditambahkan dengan NaHCO3 0,5 gram, sebelum dipanaskan
larutan berwarna bening, dan setelah dipanaskan larutan berwarna hijau
bening. Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh pH sebesar 8,18 ,
sedangkan setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 8,24.
Pada kacang hijau dengan perlakuan ditambah dengan FeCl3 50
ppm sebanyak 50 ml, sebelum dipanaskan larutan berwarna bening
kekuningan, dan setelah dipanaskan larutan berwarna bening kehijauan.
Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh pH sebesar 4,75, sedangkan
setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 7,32. Pada kacang panjang
2,76
dengan perlakuan ditambah dengan MgCl2 50 ppm sebanyak 50 ml,
sebelum dipanaskan larutan berwarna bening, dan setelah dipanaskan
larutan berwarna bening. Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh pH
sebesar 7,43 sedangkan setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 5,55.
Pada perlakuan terakhir kacang panjang ditambah dengan asam
cuka 99% sebanyak 2,5 ml, dan ditambahkan air ledeng 50 ml, sebelum
dipanaskan larutan berwarna bening kehijauan, dan setelah dipanaskan
larutan berwarna hijau keruh. Pada kondisi sebelum dipanaskan diperoleh
pH sebesar 2,94, sedangkan setelah pemanasan diperoleh pH sebesar 2,76.
Diketahui bahwa warna kacang panjang awal yaitu hijau segar dan
kemudian menjadi hijau muda atau layu, hal tersebut sesuai dengan teori
Purnomo dkk, (2010), karena klorofil dalam kacang panjang yang masih
hidup berikatan dengan protein, namun setelah proses pemanasan
proteinnya terdenaturasi dan klorofil dilepaskan, sehingga dapat juga
berpengaruh pada warna larutan yang menjadi tidak sebening sebelum
proses pemanasan dan karena protein terdenaturasi. Pada penambahan
aquades pada kacang panjang, terdapat perubahan warna dari hijau segar
dengan warna larutan bening menjadi warna hijau yang mulai memudar
dan warna larutan agak keruh. Hal tersebut menandakan bahwa klorofil
larut dalam air, sesuai teori dari Page et al., (2010), bahwa pH awal
sebelum dilakukan pamanasan lebih kecil dibandingkan pH setelah
pemanasan. Hal ini telah sesuai dengan sampel ke 1 sampai sampel ke 6.
Dari data diata dapat disimpulkan bahwa pH sebelum dilakukan
pemanasan terbuka dengan pH setelah dilakukan pemanasan terbuka
mengalami kenaikan, dan warna bahan sebelum dilakukan perlakuan lebih
hijau dibandingkan dengan warna yang dihasilkan setelah dilakukan
perlakuan. Ini disebabkan karena senyawa organik asam akan keluar dan
atom hidrogen menggantikan posisi magnesium sehingga menghasilkan
feofitin.
Selanjutnya, senyawa bebas magnesium feofitin a yang merupakan
pigmen hijau keabuabuan, dan feofitin b yang merupakan pigmen hijau
olive terbentuk. Pemasakan produk secara terbuka pada tiga menit awal
menyebabkan lepasnya senyawa plant acid yang bersifat volatil yang bila
diendapkan dalam kuah akan menyebabkan reaksi pemindahan magnesium
(Vacklavik, 2008) sehingga warna bahan sebelum dilakukan pemanasan
lebih hijau. Hasil akhir percobaan tidak menyimpang jika dibandingkan
dengan teori yang menyatakan bahwa pada perlakuan pemanasan terbuka
asam-asam yang dihasilkan dari kacang panjang dapat teruapkan keluar
dan warna hijau dapat lebih dipertahankan. Secara teori Vacklavik (2008)
bahan lebih dapat mempertahankan warnanya pada pemanasan terbuka,
karena pada pemanasan terbuka uap air akan bebas ke udara sehingga
tidak akan berpengaruh lagi pada proses pemanasan.
Tabel 5.3 Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Bawang
Merah
Kel
Perlakuan
Sebelum Pemanasan
Warna larutan pH
Sesudah Pemanasan
Warna larutan pH
Bawang Merah +air
ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka)
Bawang Merah + air
ledeng 50 ml
(pemanasan terbuka)
Bawang Merah+ air
ledeng 50 ml +
NaHCO3 0,5 g
Bawang Merah + FeCl3
50 ppm 50 ml
Bening
7,20
Keruh
6,46
Bening
7,20
Keruh
6,52
Kuning-hijau
8,07
Hijau Keruh
7,86
Kuning-
6,15
Kuning pecat
5,63
bening
Bening
6,44
Putih keruh
5,84
3,22
Merah muda
3,25
.
bening
Bawang Merah +
MgCl2 50 ppm 50 ml
Bawang Merah + 2,5 ml Merah muda
asam cuka 99% + 50 ml bening
air ledeng
Sumber : Laporan Sementara
Pada pengamatan pigmen pada bawang merah, hasil yang
didapatkan sebelum dilakukan perlakuan pemanasan terbuka adalah pH
awal 7,20 dan warna larutan bening. Setelah dilakukan pemanasan terbuka
didapatkan hasil dengan pH 6,46 dan warna larutan keruh. Pada bawang
merah pigmen yang dominan adalah antosianin jenis cyanidin. Antosianin
merupakan zat warna yang berperan memberikan warna merah berpotensi
menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif
pengganti pewarna sintetis yang lebih aman bagi kesehatan. Antosianin
adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar
dalam tanaman (Handayani, 2012).
Hasil praktikum pada pemanasan terbuka mengalami perubahan
warna menjadi lebih pucat (putih) karena pigmen ini peka terhadap panas
dan dapat terdegradasi oleh panas. Warna larutan yang menjadi kuning
keruh disebabkan karena degradasi antosianin dipercepat dengan adanya
oksigen dan asam-asam organik yang dibebaskan selama pemanasan, tidak
keluar dari sistem dan kembali, lalu bereaksi mendegradasi pigmen
antosianin pada bahan. Pigmen yang ada pada bawang merah larut dalam
air dan pada pemanasan terbuka air menguap keluar sistem sehingga
warna larutan menjadi lebih keruh. Selain itu, pigmen antosianin yang ada
pada bahan bersifat larut dalam air, sehingga ikut teruapkan. Pada
beberapa buahbuahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warnawarna yang menarik yang mereka miliki termasuk komponen warna yang
bersifat larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel tumbuhan
(Handayani dan Rahmawati, 2012).
Pada pemanasan tertutup air tidak menguap ke luar sistem
sehingga warna larutan menjadi putih keruh. Pigmen antosianin yang telah
terdegradasi oleh panas tidak keluar dari sistem karena sistem dalam
keadaan tertutup. pH awal sebelum pemanasan 7,20 dan warna larutannya
bening. Setelah dilakukan pemanasan tertutup, pH turun menjadi 6,52 dan
warna larutan menjadi putih keruh. Proses pemanasan terbuka harusnya
lebih menghasilkan warna larutan yang lebih keruh dibanding dengan
warna larutan saat perlakuan pemanasan tertutup. Untuk pH setelah
pemanasan mengalami kenaikan, kenaikan ini disebabkan karena asam-
asam organik menguap sehingga membebaskan atom H, hal inilah yang
menyebabkan pH bahan menjadi naik.
Pada pemanasan terbuka, pH setelah pemanasan mengalami
kenaikan. Hal ini sudah sesuai teori (2012), yaitu warna larutan akhir pada
proses pemanasan secara tertutup ternyata lebih keruh dibanding dengan
pemanasan secara terbuka. Namun pada pemanasan tertutup pH setelah
pemanasan malah mengalami penurunan. Hal ini tidak sesuai dengan teori
Nur (2012). Penyimpangan ini mungkin terjadi karena kurangnya
ketelitian saat mengukur pH awal bahan dengan pH meter.
Perubahan yang terjadi pada pigmen yang terkandung di dalam
bahan pangan dan diberikan beberapa perlakuan khusus, dikarenakan sifat
pigmen yang mudah terpengaruh oleh perlakuan tertentu seperti pemberian
perlakuan panas dan penambahan asam, basa, dan logam. Perubahan yang
terjadi dapat menguntungkan dapat pula merugikan. Warna dan stabilitas
antosianin pada larutan sangat tergantung pada pH. Antosianin paling
stabil pada pH rendah dan perlahan kehilangan warnanya seiring dengan
peningkatan pH dan menjadi hampir tak berwarna pada pH 4,0 sampai 5,0.
Menurut Rein (2005), antosianin lebih stabil pada larutan asam daripada
pada larutan netral atau alkali. Pada sampel bawang merah yang
ditambahkan air leding 50 ml dan NaHCO3, warna awal larutan putih
kuning kehijauan dengan pH 8,07. Setelah dilakukan pemanasan, warna
larutan berubah menjadi hijau keruh dengan pH yang naik menjadi 7,86.
Pada kondisi ini pH antosianin netral cenderung basa dan tidak
stabil. Seharusnya warna yang dihasilkan adalah violet kemudian berubah
menjaid biru. Menurut Winarno (2004) pada pH rendah (asam) pigmen
berubah menjadi merah dan pada pH tinggi pigmen antosianin berubah
menjadi violet dan kemudian menjadi biru. Penambahan pH oleh NaHCO3
mungkin kurang tinggi untuk merubah warnanya menjadi violet sehingga
yang terjadi hanya perubahan warna hijau. Pada sampel bawang merah
yang ditambahkan larutan FeCl3 50 ppm sebanyak 50 ml, warna awal
larutan kuning-bening dengan pH awal 6,15. Setelah dilakukan
pemanasan, warnanya berubah menjadi kuning pucat dengan pH 5,63.
Pada sampel bawang merah yang ditambahkan larutan MgCl 2 50
ppm sebanyak 50 ml, warna awal larutan bening dengan pH 6,44 dan
setelah dilakukan pemanasan warnanya berubah menjadi putih keruh dan
mengalami penurunan pH menjadi 5,84. Pada penambahan FeCl3 dan
MgCl2 terbentuk ko-pigmentasi karena logam bervalensi dua atau tiga
mampu membentuk senyawa kompleks yang menyebabkan antosianin
lebih stabil namun tetap lebih stabil pada kondisi asam. Pada sampel
bawang merah dengan penambahan asam cuka 99% sebanyak 2,5 ml,
warna awal larutannya adalah bening merah muda pH 3,22 dan setelah
dilakukan pemanasan warna larutannya berubah menjadi merah muda
dengan pH 3,25. Hasil dari praktikum pada sampel bawang merah yang
ditambahkan asam cuka 95% sudah sesuai teori karena pada keadaan
asam, antosianin lebih stabil dengan warna larutan ungu. pH juga
mengalami kenaikan setelah pemanasan dari 3,22 menjadi 3,25 yang
menandakan asam-asam organik menguap sehingga membebaskan atom H
dan menyebabkan pH menjadi naik.
Tabel 5.4 Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Hewan
Ke
Perlakuan
l.
Di udara
terbuka
Pemanasa
n dengan
auqadest
Pemanasa
n dengan
Curing I
Pemanasa
n dengan
Curing II
Sebelum Pemanasan
0’
5’
10’
20’
Sesudah Pemanasan
0’
5’
10’
Merah Merah Merah Merah -
-
-
segar segar segar segar
Merah Merah Merah Merah coklat coklat
coklat
coklat
muda
muda
muda
muda
muda
muda
pucat
pucat
pucat
pucat
segar segar segar segar
Merah Merah Merah coklat
Pink
Pink
Pink
Pink
muda
pucat
pucat
pucat
pucat
segar pudar pucat
Merah Merah Merah Merah coklat coklat
coklat
coklat
muda
pucat
pucat
muda
pucat
muda
-
20’
muda
pucat
muda
pucat
muda
pucat
pucat
Pemanasa
n dengan
Curing III
segar
Merah Merah coklat
pucat
coklat
coklat coklat
coklat
coklat
muda
pucat
pucat
pucat
pucat
pucat
coklat
coklat coklat
muda muda
pucat pucat
coklat
muda
pucat
coklat
muda
pucat
pucat
pucat
segar
Pemanasa Merah Merah coklat
n dengan
muda pucat pucat
Curing IV
Sumber : Laporan Sementara
pucat
Penentu utama warna daging adalah pigmen yang terdiri dari 2
macam hemoglobin dan myoglobin. Myoglobin menempati 80-90% dari
seluruh pigmen dan besar molekulnya seperempat molekul hemoglobin.
Warna daging sapi normal adalah merah cerah. Warna daging sapi muda
(veal) lebih pucat atau muda dibanding dengan warna daging sapi dewasa.
Daging sapi segar baru dipotong akan berwarna merah ungu gelap. Warna
tersebut akan berubah menjadi lebih terang jika daging dibiarkan terkena
oksigen. Daging yang terlalu lama terkena oksigen atau udara bebas akan
berwarna coklat karena myoglobinnya teroksidasi (Komariah, 2010).
Produk olahan daging yang mempunyai daya simpan yang panjang
yaitu dendeng dan abon. Dendeng merupakan salah satu produk daging
awet yang dikelompokkan sebagai daging curing. Curing adalah
penggunanaan garam nitrat (sendawa) untuk mempertahankan warna
daging, rasa yang khas dan mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme.
Terdapat dua macam dendeng, yaitu dendeng dari sayatan tipis daging dan
kedua dari daging yang digiling dan dicetak Dendeng dan abon telah
menjadi industri rumah tangga dengan harga yang bervariasi tergantung
sampai berapa jauh bahan bukan daging yang dikandung dalam produk
olahan daging tersebut (Suradi, 2010).
Curing atau pengawetan, pada umumnya melibatkan pemberian
nitrat dan garam (Winarno, 2004). Perlakuan curing yang dilakukan pada
percobaan ini menggunakan larutan Na-nitrat, Na-nitrit, vitamin C, dan
aquades. Pada perlakuan ketiga, yaitu pemanasan daging dengan curing I,
yaitu dengan campuran larutan Na-nitrat, Na-nitrit, vitamin C dan aquades.
Warna daging yang mula-mula merah segar saat sebelum
dipanaskan dan setelah pemanasan pada menit ke-0. Tetapi, pada
pemanasan menit ke-10 warna daging berubah menjadi merah muda cerah.
Pada pemanasan menit ke-20 warna daging kembali berubah menjadi
merah kecoklatan. Warna daging yang seharusnya menjadi lebih gelap atau
kehilangan warna merahnya, tetap mempertahankan warna merahnya
meskipun sedikit berkurang, karena menurut Buckle (1985), pada
pemanasan dengan nitrat atau nitrit, globin akan terdenaturasi dan
menghasilkan nitrosil myoglobin yang berwarna pink dan selanjutnya
menghasilkan nitrosil hemokromagen yang berwarna pink lebih stabil.
Selain itu, menurut Soeparno (1994), vitamin C juga berfungsi
mempertahankan warna daging, mempecepat reduksi metmioglobin dan
juga dapat mengkonversikan nitrit menjadi nitrit oksida. Di dalam vitain C
itu sendiri menghasilkan campuran metmioglobin dan koleglobin.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan pada acara V tersebut,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Zat warna atau pigmen yang terdapat dalam tanaman dapat dibedakan
menjadi empat macam, yaitu klorofil, karotenoid, anthosianin, dan
anthoksantin.
b. Zat warna atau pigmen yang terdapat dalam daging adalah myoglobin.
c. Pigmen dapat berubah warna jika dipengaruhi oleh asam atau basa, suhu,
dan panas atau cahaya. Semakin asam maka zat warna akan semakin
pudar, kemudian semakin tinggi suhu maka zat warna juga akan semakin
pudar, begitu juga sebaliknya.
d. Perubahan warna pigmen karotenoid pada wortel dan pigmen klorofil pada
buncis yang paling nyata adalah karena pengaruh alkali karena perubahan
warna tersebut tampak drastis.
e. Penambahan larutan asam cuka pada wortel menyebabkan pigmen
warnanya susut karena karotenoidnya telah banyak yang teroksidasi oleh
katalis asam.
f. Pigmen anthosianin pada bawang merah tampak berubah drastis pada
setiap larutan kecuali dalam alkali atau asam.
g. Pada wortel dengan penambahan ion Fe dan Mg, perubahan yang terjadi
tidak terlalu signifikan dan masih berada dalam kisaran pH yang
distandarkan walaupun tampak mengalami sedikit penurunan.
h. Pemanasan secara terbuka pada pigmen karotenoid wortel dan pigmen
klorofil pada buncis menyebabkan intensitas warnanya kurang dibanding
pemanasan secara tertutup. Sedangkan sebaliknya pada bawang merah
(pigmen anthosianin), pemanasan terbuka akan lebih mempertahankan
warna ungu dibandingkan pemanasan tertutup.
i. pH pada pemasakan terbuka lebih kecil daripada pemasakan tertutup
karena saat pemanasan, asam-asam organik akan menguap dan warna akan
lebih dipertahankan.
j. Pemanasan daging akan menyebabkan perubahan warna yang semula
merah menjadi coklat, juga tekstur dari halus menjadi kasar.
k. Larutan curing yang paling baik untuk mempertahankan warna daging dan
membuatnya lebih kelihatan segar adalah campuran Na-nitrat, Na-nitrit,
dan vitamin C.
DAFTAR PUSTAKA
Arifulloh. 2013. Ekstraksi Likopen dari Buah Tomat (Lycopersicum esculentum
Mill.) dengan Berbagai Komposisi Pelarut. Jurusan Kimia Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Buckle, KA et al. 1985. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Chaijan, Manat. 2008. Review: Lipid and myoglobin oxidations in muscle foods.
Songklanakarin J. Sci. Technol. 30 (1), 47-53.
Chattopadhyay, Pritam, et al. 2008. Biotechnological potential of natural food
grade biocolorants. African journal of biotechnology Vol. 7 (17), pp.
2972-2985, 2008.
Day, R.A and Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga :
Jakarta.
Djaafar, Titiek F. dkk. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit
yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian,
26(2), 2007.
Handayani, Prima Astuti, Asri Rahmawati. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Naga
(Dragon Fruit) Sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna
Sintetis Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Negeri Semarang Vol. 1 No. 2.
Hendriyani, Ika Susanti. dkk. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan
Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang
Berbeda. Jurnal Sains & Mat. Vol. 17, No. 3, Juli 2009.
Hultin, H.O. 1993. Oxidation of Lipids in Seafoods In Seafoods : Chemistry,
Processing Technology and Quality. Shahidi, F. and J.R. Botta (Eds.).
Blackie Academic & Profesional. London.
Husni, Elidahanum.dkk. 2007. Analisa Zat Pengawet dan Protein Dalam
Makanan Siap Saji Sosis. Jurnal Sains Farmasi. Vol 12. No 2. Agustus
2007.
Inanc, A. Levent. 2011. Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and
Its Occurrence in Virgin Olive Oils. Akademik Gıda 9(2) (2011) 2632.
Page, David S. 1985. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. Pujiasmanto,
Bambang. 2010. Sambiloto (Andrographis paniculata, Ness). UNS
Press. Surakarta.
Purnomo, Dkoko., dkk. 2010. Fisiologi Tumbuhan. UNS Press. Surakarta.
Putranto, Wendry Setiadi, Roostita L. Balia, Obin Rachmawan, dan
Sahabi, D.M., R.A. Shehu, Y. Saidu, A.S. Abdullahi. 2012. Screening for Total
Carotenoids and β-Carotene in Some Widely Consumed Vegetables in
Nigeria. Nigerian Journal of Basic and Applied Science (3): 225-227.
Siti Narsito Wulan. 2001. Kemungkinan Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao
(Theobroma Cacao, L) Sebagai Sumber Zat Pewarna (Β-Karoten).
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2, No. 2,: 22-29.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Suradi, Kusmajadi. 2008. Potensi dan peluang teknologi pengolahan Produk
kelinci. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran Jatinangor Km.
21 Sumedang.
Yeni, Dede. 2005. Studi Kasus Fisika Pangan Pembuatan Tablet Effervescent Sari
Buah Tomat. IPB. Bogor.
Wibowo, Singgih. 2000. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.