Laporan Kasus SEORANG PEREMPUAN BERUSIA

Laporan Kasus

SEORANG PEREMPUAN BERUSIA 33 TAHUN DATANG DENGAN KELUHAN
SESAK YANG SEMAKIN HEBAT SEJAK 6 JAM YANG LALU

Disusun Oleh:
dr. Tian Kaprianti

Pembimbing:
dr. Bambang Wahyu Nugroho

BAB I
PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang
Asma bronkial adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran
nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa
berat di dada terutama pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat

reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia. Hal ini tercermin dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986
menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas)
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau
sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak
usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of
Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala
asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2% yang 64% diantaranya mempunyai gejala
klasik.2
Prevalensi asma, terutama di negara-negara maju, dalam tiga puluh tahun
terakhir terjadi peningkatan. Asma dapat timbul pada berbagai usia, dapat terjadi pada
laki-laki dan wanita. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prevalensi asma di
Indonesia diperkirakan sekitar 3-8,02%. Prevalensi morbiditas dan mortalitas asma
akhir-akhir ini dilaporkan meningkat di seluruh dunia. Penyakit asma terbanyak
diderita oleh anak-anak. Kondisi ini berpotensi menjadi masalah kesehatan di masa
depan. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang

menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di
rumah sakit dan bahkan kematian. Asma menyebabkan mereka kehilangan 16 % hari
sekolah di Asia, 34 % pada anak-anak di Eropa, dan 40 % pada anak-anak di Amerika
Serikat.1,2
Pada tahun 2002, di Amerika Serikat sekitar 14 juta dewasa dan 6 juta anakanak didiagnpenderitaa dengan asma (berdasarkan CDC). Setiap hari di Amerika,
terdapat 30.000 orang yang terkena serangan asma. Dari laporan pada peringatan hari
asma sedunia pada tanggal 4 Mei 2004 yang lalu, menyatakan bahwa prevalensi asma
diperkirakan akan terus megalami peningkatan dalam beberapa tahun mendatang,
dengan kenaikan setiap 180.000 penderita setiap tahunnya.1,2
2

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi
mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan.3
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pemahaman klinis
asma bronkial khususnya dari segi diagnosis, pengenalan etiologi, faktor risiko,
patofisiologi, dan penatalaksanaan terkait kasus.

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. ANAMNESIS
IDENTIFIKASI
3

Nama

: Ny. NJ

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 33 tahun

Alamat


: Lr. Nangka I No.067B RT/RW 16/03 Kel.

Muntang Tapus

Kec. Prabumulih Barat
Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status perkawinan

: Menikah

Tanggal kunjungan

: 19 April 2013

KELUHAN UTAMA
Sesak nafas yang hebat sejak 6 jam yang lalu.


RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Sejak kurang lebih 6 jam yang lalu, pasien mengeluh sesak nafas, sesak timbul saat
cuaca dingin dan terkena debu, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi. Mengi (+), batuk
(+) berdahak berwarna putih, encer, darah tidak ada. Demam tidak ada. Pasien berobat ke
UGD Puskesmas Prabumulih Barat.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
-

Riwayat asma (+).

-

Riwayat alergi debu/asap (+)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat penyakit asma dalam keluarga ada (ibu dan adik penderita).

2.2. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

:

Tampak sakit

Keadaan Sakit

:

Tampak sakit sedang

Kesadaran

:

Compos mentis

Tekanan darah


:

110/70 mmHg

Nadi

:

108 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
4

Pernapasan

:

32 kali/menit, cepat, dan dangkal

Temperatur

:


37,3 ºC

KEADAAN SPESIFIK
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), scar (-), keringat umum
(+), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran KGB pada aksila, leher, inguinal, leher, submandibula dan
supraklavikula.
Kepala
Normosefali, bentuk oval, simetris, deformitas (-), ekspresi tampak sakit sedang.
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-).

Hidung
Epistaksis (-)
Mulut
Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-),
bau pernapasan khas (-)

Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP (5-2) cmH2O.
Thorax
Paru
5

Inspeksi

: statis: simetris kanan = kiri; dinamis: simetris kanan = kiri, retraksi
dinding dada (+).

Palpasi

: stemfremitus kanan sama dengan kiri.

Perkusi

:

Auskultasi


: vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (+) ekspirasi

sonor di kedua lapangan paru.
pada kedua lapangan paru.

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba.

Perkusi

: Batas kanan

Auskultasi


: linea sternalis dekstra.

Batas kiri

: linea midclavicularis sinistra ICS V.

Batas atas

: ICS II.

: HR= 108 kali/menit, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi

: Datar, spider nevi (-), venektasi (-), caput medusa (-)

Palpasi

: Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal, undulasi (-)

Genital
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Ekstremitas atas

: Palmar eritem (-) kiri dan kanan, nyeri sendi (-), eutoni, eutrophi,
kekuatan +5, gerakan bebas, clubbing finger (-).

Ekstremitas bawah : Nyeri sendi (-), eutoni, eutrophi, kekuatan +5, gerakan bebas,
edema pretibial (-), telapak kaki pucat (-).
2.3. DIAGNOSIS KERJA
Serangan asma
2.4. DIAGNOSIS BANDING
Serangan asma
6

Bronkitis akut
Pneumonia
2.5. PENATALAKSANAAN





O2 Nasal Canul 2-4 liter/menit
Nebulisasi dengan ventolin.
Salbutamol 3 x 2 mg
Ambroxol sirup 3x1 cth

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.

Definisi
Asma berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ”asthma” yang berarti terengah-engah.

Asma bronkial merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang
melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan
hiperresponsif saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafa,
dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan
luas obstruksi saluran pernafasan yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun secara
terapi.3
Asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi, ampek, sasak
angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Definisi asma bronkial menurut Departemen
Kesehatan R.I. adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang
7

menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama
pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti dapat tenang tanpa gejala
tidak mengganggu aktivitas, tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat
bahkan dapat menimbulkan kematian.4
Definisi asma bronkial menurut WHO adalah keadaan kronis yang ditandai oleh
bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai respon terhadap
stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.5
1.2.

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:6

1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
3.3.

Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan

asma bronkial.6
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
8

Belum diketahui cara penurunanbakat alergi asma yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit
alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asthma

bronkhial

jika

terpapar

dengan

foktor

pencetus.

Selain

itu

hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
-

Inhalan, sesuatu yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu

-

binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
Ingestan, sesuatu yang masuk melalui mulut seperti makanan dan obat-

-

obatan
Kontaktan, sesuatu yang masuk melalui kontak dengan kulit sepeti

perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang

timbul

harus

segera

diobati

penderita

asma

yang

mengalami

stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
9

serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
3.4.

Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkioulus terhadap
benda-benda asing di udara.

Gambar 1. Skema patofisiologi asma bronkial
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seorang
yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodiIg E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka antibodi Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus, sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada
asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Kalau bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
10

penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekalikali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan
volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.5
3.5.

Manifestasi Klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang

lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk
yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan
tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak,
dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.5
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat
atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau
kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama
sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain
itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.5
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk
dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien
dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak
napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi
pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita
tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan
PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan
memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan
PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons
hipoksemia.5
3.6.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapatkan:
-

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
11

-

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.

-

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

-

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan Darah
-

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

-

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

-

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

-

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2. Pemeriksaan Radiologi
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
3. EKG
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clockwise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
12

adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
3.7.

Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).
Tujuan :
-

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;

-

Mencegah eksaserbasi akut;

-

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;

-

Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;

-

Menghindari efek samping obat;

-

Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;

-

Mencegah kematian karena asma.

-

Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya.
1. Edukasi kepada penderita dan keluarga
Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang
komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang
dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita dan
keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dan keluarganya adalah
menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapai hasil pengobatan yang
memuaskan bagi semua pihak.7
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya
adalah:
a.

Memahami sifat-sifat dari penyakit asma:
-

Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.

13

-

Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena
faktor tertentu bisa kambuh lagi.

-

Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.5

b. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan,
seperti:
-

Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda
dan spora jamur.

-

Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.

-

Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.

-

Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab.

-

Infeksi saluran pernafasan.

-

Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.

-

Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.

-

Stres fisik atau kelelahan.

Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang
memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa pada
beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien satu dan
yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan secara
pasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si atas.7
c. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan dan mengurangi serangan :
-

Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat
individual).

-

Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.

-

Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.

-

Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.

-

Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan
lembab.

-

Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.

-

Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan
pilek.
14

-

Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat simptomatis
maupun obat profilaksis.

-

Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum
air hangat guna membantu pengenceran dahak.

-

Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di
lingkungan dengan temperatur hangat.5

d. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan yang
diberikan oleh dokter :
-

Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.

-

Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.

-

Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.

-

Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya
infeksi saluran nafas.

e. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan.
f. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan
segera mencari pertolongan dokter. Penderita dan keluarganya juga harus
mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti :
-

Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres,
padahal keadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama.

-

Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan.

-

Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti
minum obat bila sesak nafas berkurang atau hilang.5

2. Medikamentosa
a. Pengobatan simptomatik
Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah:
-

Mengatasi serangan asma dengan segera.

-

Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.

-

Mencegah serangan berikutnya.

Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik di Puskesmas adalah:
-

Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta) –
Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Obat ini tersedia di Puskesmas dalam kemasan
ampul 2 cc. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000 injeksi
15

subkutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal 0,25 cc. Bila
belum ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 X tiap15-30 menit. – Efedrin.
Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg. Aktif dan efektif
diberikan peroral. – Salbutamol. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet
kemasan 2 mg dan 4 mg. Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat
poten bekerja cepat dengan efek samping minimal. Dosis : 3-4 X 0,05-0,1
mg/kg BB.
-

Bronkodilator golongan teofilin – Teofilin. Obat ini tidak tersedia di
Puskesmas. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV. – Aminofilin. Obat ini
tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul. Dosis
intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8 jam
kemudian , bila tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 X 3-5 mg/kg BB.

-

Kortikosteroid. Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya
dipakai dalam keadaan pengobatan dengan bronkodilator baik pada asma
akut maupun kronis tidak memberikan hasil yang memuaskan dan keadaan
asma yang membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus). Dalam
pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat diberikan dalam
dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering off. Obat
pilihan hidrocortison dan dexamethason.

-

Ekspektoran. Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam
saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh
karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan
ekspektoran yang mengandung antihistamin, sedian yang ada di Puskesmas
adalah Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP), Glicseril
guaiakolat (GG).

-

Antibiotik. Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh
rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang
meninggi.

b. Pengobatan Profilaksis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling
rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang
menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung
dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut:
16

-

Menghambat pelepasan mediator

-

Menekan hiperaktivitas bronkus

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :
-

Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.

-

Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.

-

Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.

-

Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan
meringankan beratnya serangan.

Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah steroid dalam bentuk aerosol,
bisodium cromolyn, ketotifen, dan tranilast.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Nurafiatin, Atin. 2007. Asma. Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Indonusa

Esa Unggul. Jakarta.
2. Muchid, dkk. 2007, September. Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Diakses 24
September 2008 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI:
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
3. O’Byrne P, et al. 2006. Global Initiative for Asthma. Medical Communications
Resource. Inc.
4. Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 24 September 2008 dari
Medicafarma: http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
5. Nataprawira, HMD. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama. Badan Penerbit
IDAI. Jakarta, Indonesia.
6. Tanjung, D. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 4 Januari 2011 dari
USU digital library: http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf
7. Medlinux. 2008. Penatalaksanaan Asma Bronkial. Diakses 4 Januari 2011 dari
Medicine and Linux: http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asmabronkial.html

18

Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,
mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik
cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
Riwayat penyakit / gejala :
 Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
 Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
 Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
 Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
 Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
 Riwayat keluarga (atopi)
 Riwayat alergi / atopi
 Penyakit lain yang memberatkan
 Perkembangan penyakit dan pengobatan
Pemeriksaan Jasmani
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan
pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada
sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif
(faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot
polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai
kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi
19

menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda
klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya
terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent
chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas
Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya ,
demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi; sehingga
dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi
dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru
digunakan untuk menilai:
 obstruksi jalan napas
 reversibiliti kelainan faal paru
 variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas
(standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi
(APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP)
dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu
sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang
jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi
dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai
rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai
prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1  15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator
(uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu
diagnosis asma
20

Menilai derajat berat asma
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih
sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat
murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan
kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah
digunakan/ dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di
rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan
ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.
Manfaat APE dalam diagnosis asma


Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE  15% setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid
(inhalasi/ oral , 2 minggu).



Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian
selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit
(lihat klasifikasi).

Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di samping
itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh karenanya
pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai
prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan..

21