PEMERIKSAAN KHUSUS PPh 21 DALAM PENGGALI

PEMERIKSAAN KHUSUS PPh 21
DALAM PENGGALIAN POTENSI PENERIMAAN ?
Oleh: Devri Radistya
Kelas 8D Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Bintaro
email: devri.app@gmail.com
Abstrak –Pemeriksaan pajak yang dilakukan kepada perusahaan pemungut Pajak Penghasilan 21 merupakan
kebijakan yang pada tahun 2013 untuk menggenjot penerimaan pajak. Selama 4 tahun berturut-turut target
pajak yang telah ditetapkan tidak pernah tercapai sehingga perlu ekstra effort untuk mencapai target dengan
salah satunya adalah pemeriksaan PPh 21, selain karena alasan kepatuhan. Signifikansi penerimaan dari
pemeriksaan PPh 21 perlu diperhitungkan lebih lanjut karena pada dasarnya tujuan dari pemeriksaan adalah
menguji kepatuhan dan bukan untuk mengejar penerimaan. Pemeriksaan pajak saat ini juga ditargetkan untuk
berperan dalam porsi penerimaan.
Kata Kunci: pemerintah, pajak, pph 21, penerimaan, pemeriksaan pajak
1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kebijakan perpajakan sebagai bagian dari
kebijakan penerimaan pemerintah saat ini menjadi
sorotan masyarakat mengingat sebagian besar

penerimaan negara ini berasal dari pajak. Sistem
perpajakan yang saat ini kita anut di Indonesia
adalah self assessment system di mana wajib pajak
diberi kepercayaan penuh untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan
pajaknya sendiri. Sistem self assessment murni,
yang dimaksud dengan kepercayaan penuh adalah
segala sesuatunya telah dipercayakan kepada Wajib
Pajak tanpa adanya suatu kecurigaan atau semacam
pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan lagi. Oleh karena itu pada dasarnya
tindakan pemeriksaan yang tujuannya adalah untuk
menguji
kepatuhan
pemenuhan
kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain sesuai peraturan
perundang-undangan perpajakan tidak ada dalam
penerapan sistem self assessment murni. Namun,
dalam rangka mewujudkan system self assessment

itu sendiri agar berjalan efektif, perlu dilakukan
pemeriksaan pada tahap awal pemberlakukan
system self assessment karena tidak semua Wajib
Pajak patuh akan kewajiban perpajakanya.
Kecenderungan Wajib Pajak adalah selalu
memeinimalisir beban pajak dan memperlambat
pembayaran pajak karena sebenarnya dengan
konsep pajak adalahiuran yang memaksa sehingga
natural untuk manusia bersikap menghindari pajak.
Apabila Wajib Pajak semuanya patuh, pemeriksaan
mungkin tidak diperlukan lagi tetapi entah kapan
dan kemungkinan besar tak pernah terjadi karena
Peran penegakan hukum menjadi penting
dalam self assesment system ini, penegakan hukum
ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan,
penyidikan pajak, dan penagihan pajak.

Pemeriksaan pajak merupakan instrument yang
baik untuk meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib
Pajak, baik formal maupun material dari peraturan

perpajakan, yang tujuan utamanya untuk menguji
dan meningkatkan kepatuhan perpajakan seorang
Wajib Pajak (Priatara 2000).
Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya merupakan tujuan utama
dari pemeriksaan pajak, sehingga dari hasil
pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan
Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang tingkat
kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan
dilakukannya pemeriksaan terhadapnya dapat
memberikan motivasi positif agar untuk masa masa
selanjutnya
untuk
meningkatkan
kepatuhannya menjadi lebih baik. Oleh karena itu,
pemeriksaan pajak juga sekaligus sebagai sarana
pembinaan dan pen gawasan terhadap wajib pajak.
Selain alat untuk peningkatan kepatuhan Wajib
Pajak, pemeriksaan pajak menjalankan fungsinya
dengan tiga cara yaitu sebagai alat edukasi, sebagai

alat pendeteksian pelanggaran pajak dan alat untuk
pencegahaan terhadap Wajib Pajak lain yang
bermaksud untuk melanggar (Gunadi:2005)
Tujuan pemeriksaan pada dasarnya telah
dituangkan dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 stdtd
UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan pasal 29 ayat (1) yaitu
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut pasal 21 ayat (1) UU PPh, yang
dimaksud dengan PPh pasal 21 adalah pajak yang
dipotong atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh
wajib pajak orang pribadi dalam negari. Dalam hal

ini pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana

pensiun atau badan lain, badan, penyelenggara
kegiatan yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, uang, pensiun, dan
lain-lain, dibebani kewajiban untuk melakukan
pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak yang
telah mereka potong. Pemotongan PPh pasal 21 ini
bagi penerima penghasilan atau pihak yang
dipotong pada umumnya merupakan pembayaran
pajak dimuka dan dapat dikreditkan atau
diperhitungkan dengan pajak terutang pada akhir
tahun pajak. Tetapi untuk penghasilan-penghasilan
tertentu pemotongan PPh pasal 21 merupakan
pemotongan PPh yang bersifat final, artinya tidak
perlu lagi dihitung kembali dan diperhitungkan
dalam menghitung PPh terutang pada akhir tahun
pajak.




1.2 Maksud dan Tujuan
Untuk mengetahui layakkah pemeriksaan
dijadikan salah satu tindakan penggalian
penerimaan
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh
pemeriksaan khusus PPh pasal 21
terhadap realisasi penerimaan

2. LANDASAN TEORI
2.1 Metode penelitian
Kajian
mengenai
pemeriksaan
dan
pemeriksaan khusus PPh 21 dilakukan dengan
metode kepustakaan dan internet.
2.2 Landasan hukum
Landasan hukum yang digunakan UU Nomor
6 Tahun 1983 jo UU No.16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

Undang Nomor 7 Tahun 1983 jo UU nomor 36
tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, SE 11/PJ/2013 tentang rencana dan strategis
pemeriksaan tahun 2013, SE - 07/PJ/2012 tentang
rencana dan strategis pemeriksaan tahun 2012, SE29 /PJ/2011 tentang rencana dan strategi
pemeriksaan tahun 2011.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pemeriksaan Khusus PPh 21
Beberapa tahun terakhir terdapat tujuan lain
dari pemeriksaan yang berbeda dengan ketentuan
UU KUP, yaitu menargetkan jumlah penerimaan
pajak dari pelaksanaan pemeriksaan yang
ditentukan oleh Ditjen Pajak. Hal ini dimulai sejak
tahun 2011 dan dituangkan dalam SE_29/PJ/2011
sebesar Rp. 9 Triliun, dan dilanjutkan pada tahun
2012 dengan SE-07/PJ.2012 target sebesar Rp. 13,3
Triliun serta tahun 2013 dengan SE-11/PJ/2013

dengan target Rp. 18,4 Triliun.
Pemeriksaan
Khusus

PPh
21
merupakan salah satu upaya Ditjen Pajak
terkait dengan pemeriksaan dengan tujuan
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
dengan pemeriksaan difokuskan pada
perusahaan-perusahaan sebagai pemotong
pajak jenis PPh 21 atas karyawankaryawannya. Pemeriksaan khusus PPh 21
dilakukan sebagai upaya mendapatkan
tambahan dalam penerimaan pajak yang
ditujukan agar tercapainya pemeriksaan
pajak tahun 2013. Penerimaan pajak yang
tidak tercapai selama 4 tahun berturutturut memaksa Ditjen Pajak untuk
mengerahkan segala upaya dalam
mencapai target penerimaan pajak di
tahun ini, baik dari segi ekstensifikasi dan
intensifikasi,
yang
salah
satunya

diwujudkan dalam pemeriksaan khusus
PPh 21 sendiri. Target penerimaan dari
pemeriksaan khusus PPh 21 untuk tahun
2013 sendiri sejumlah Rp 30 T dengan
realisasi sampai dengan bulan November
2013
adalah
sebesar
Rp.
330.579.223.224,Pemeriksaan ini dilakukan tidak
hanya mengecek bukti-bukti yang ada
seperti pemeriksaan pajak pada umumnya,
pemeriksaan ini juga dilakukan dengan
cara melakukan wawancara kepada para
karyawannya secara acak.
3.2. Perbandingan realisasi pemeriksaan PPh 21
terhadap penerimaan pajak 2013
Pemeriksaan khusus PPh 21 sejak
bulan maret 2013 sampai dengan bulan
juni 2013 selama 3 bulan dilakukan

dengan metode sampling kepada wajib
pajak yang memiliki jumlah karyawan
yang banyak atau memiliki risiko
penyimpangan pembayaran PPh sesuai
yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak
untuk seluruh Indonesia.
Persentase
penerimaan
dari
pemeriksaan tahun 2013 saat ini adalah
sebesar 78% dari target sebesar Rp.
14.446.737.668.738,-. Hal ini bila
dibandingkan dengan realisasi nasional
sebesar Rp. 721 T, maka peran
penerimaan dari pemeriksaan adalah
sebesar 2% saja.
Realisasi penerimaan pajak PPh pasal
21 secara nasional sebesar
Rp.
330.579.223.224,- bila dibandingkan

dengan target yang dicanangkan oleh DJP
dari pemeriksaan khusus ini yakni Rp. 30
Trilliun adalah sebesar 1,10%. Apabila

dibandingkan dengan penerimaan pajak
secara nasional maka realisasi dari hasil
pemeriksaan pajak PPh pasal 21 ini adalah
sebesar Rp.721 Triliun. Persentase
penerimaan dari pemeriksaan PPh 21
dibandingkan
dengan
penerimaan
perpajakan saat ini adalah 0,046% saja.
Hal ini menunjukkan bahwa pada
dasarnya
peran
penerimaan
dari
pemeriksaan PPh 21 tidaklah signifikan
apabila dibandingkan dengan upaya-upaya
lain dalam penggalian potensi perpajakan.
Namun, hal ini bukan berarti bahwa
rendahnya penerimaan dari pemeriksaan
PPh 21 menandakan secara umum
kepatuhan perusahaan dalam melakukan
kewajibannya memotong PPh 21 dan
menyetorkannya ke negara dapat dibilang
patuh, karena metode sampling yang
dilakukan hanya 10 ribu dari 2,2 juta
wajib pajak badan terdaftar, perlu ada
kajian lebih lanjut dalam menentukan hal
tersebut.
3.3. Target penerimaan pemeriksaan versus
tujuan awal pemeriksaan
Tujuan awal pemeriksaan pada
dasarnya adalah untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan.
Pemeriksaan tidak ditujukan untuk
memperoleh
penerimaan
karena
pemeriksaan pada konsepnya ditujukan
untuk menjadi wasit yang adil antara
Ditjen Pajak dengan wajib pajak dalam
menentukan pajak yang harus dibayar oleh
wajib
pajak.
Namun
pada
perkembangannya, tujuan pemeriksaan
ditambah oleh Ditjen Pajak secara implisit
dengan
menetapkan
target
atas
pemeriksaan pajak yang dilakukan sejak
2011 dengan mengeluarkan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak.
Dalam perkembangannya, hal ini
dapat menimbulkan conflict of interest
petugas pajak yang bertugas sebagai
pemeriksa pajak. Dibebankannya target
penerimaan pajak kepada para pemeriksa

dikhawatirkan
pemeriksa
menjadi
mengejar target penerimaan dalam
pemeriksaan dan independensi pemeriksa
dapat terganggu. Pemeriksaan pajak
seharusnya tidak dibebankan target
penerimaan, apalagi dengan kondisi
bahwa pemeriksaan didasarkan pada surat
perintah pemeriksaan yang ditujukan
hanya kepada 1 wajib pajak, sehingga
dalam prakteknya pemeriksaan tidak dapat
dilakukan kepada banyak WP sekaligus,
namun hanya beberapa saja sehingga
temuan-temuan
pemeriksa
sangat
tergantung dari kesalahan yang WP
lakukan. Pemeriksaan harus dikembalikan
ke tujuan semula yaitu untuk menguji
kepatuhan
pemenuhan
kewajiban
perpajakan dan tujuan lain, sehingga
denda atau sanksi yang dikenakan benarbenar agar menjadi deterrent effect bagi
wajib pajak dan tidak ditujukan untuk
mencari penerimaan, walaupun denda/
sanksi yang dibayarkan wajib pajak juga
akan menjadi penerimaan bagi DJP.

4. KESIMPULAN
Pemeriksaan pajak PPh 21 yang
digalakkan DJP pada tahun 2013 ini
merupakan salah satu upaya dari DJP
dalam mengejar target penerimaan,
walaupun pada dasarnya penerimaan dari
pemeriksaan khusus ini sampai saat ini
berkisar pada angka 0,046% dan tidak
terlalu signifikan bila dibandingkan
realisasi penerimaan pajak sampai saat ini.
Tujuan pemeriksaan pajak PPh 21
seharusnya
mengacu
pada
tujuan
pemeriksaan sesuai UU KUP yang
ditujukan pada kepatuhan WP dan tujuan
lain, bukan menjadi sandaran penerimaan
pemerintah. Roh pemeriksaan yang
didasarkan untuk menjadi wasit yang adil
dalam menentukan perbedaan penentuan
pajak oleh WP dan fiskus sebaiknya
dikembalikan sesuai porsinya. Sekalipun
dalam pemeriksaan tersebut timbul denda/
sanksi
untuk menambah penerimaan
pajak, tetap saja bukan merupakan tujuan
dari
pemeriksaan
pajak,
terutama
pemeriksaan pajak PPh 21.

DAFTAR REFERENSI
[1] Republik Indonesia, “UU Nomor 6 Tahun 1983 jo UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan”.
[2] Republik Indonesia, “Undang Nomor 7 Tahun 1983 jo UU nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan”.
[3] Penerimaan Negara 2009-2012, http://www.pajak.go.id/content/penerimaan-negara-detil-2009-2012 (02
Desember 2013)
[3] Penerimaan Negara 2013, http://www.pajak.go.id/content/penerimaan-pajak-2013 (02 Desember 2013)