Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual dalam Aliran Musik Band Siramandalem Legion (Studi Komunitas Blackmetal di Kabupaten Boyolali) T1 352008604 BAB V

(1)

BAB V

SIRAMANDALEM LEGION DALAM RITUAL

Kebudayaan adalah alam kodrat sendiri sebagai milik manusia, sebagai ruang lingkup realisasi diri. Di Jawa juga terdapat ritual, biasanya ritual yang dilakukan di Jawa biasanya dilaksanakan pada saat upacara-upacara adat/upacara keagamaan, misal seperti acara Merti Deso (Bersih Desa) atau untuk upacara untuk memperingati malam 1 Sura. Ritual juga dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan secara rutin dan memiliki makna tertentu dalam setiap kegiatan yang dilakukan.

“Bagi Goffman, Ritual adalah sesuatu yang esensial karena ia memelihara keyakinan kita akan hubungan sosial dasar. Ia memberikan orang kesempatan untuk menegaskan legitimasi posisinya dalam struktur sosial sambil mewajibkannya melakukan hal yang sama. Ritual adalah mekanisme tempat berlangsungnya penegasan bawahan atas posisi atasan yang lebih tinggi. Derajat ritual dalam masyarakat mencerminkan legitimasi struktur sosialnya, karena respek ritual yang diberikan pada individu juga merupakan tanda respek atas peran lain yang mereka mainkan.”

(Manning, 1992:133)1

Siramandalem Legion adalah salah satu band dengan aliran musik Blackmetal yang mencoba mengkombinasikan kebudayaan baru yaitu aliran musik Blackmetal tersebut dengan budaya lokal yang ada di wilayah mereka yaitu Ritual. Siramandalem Legion menggunakan ritual dalam kegiatan mereka (Pentas

1


(2)

diatas panggung), mereka menggunakan peralatan yang dalam bahasa Jawa disebut uborampe seperti bunga, kemenyan/dupa, dan lain-lain. Pada bab sebelumnya sudah sedikit membahas tentang kegiatan dan ritual yang dilakukan oleh Siramandalem, maka dalam bab ini akan membahas lebih dalam tentang ritual dari band Siramandalem Legion.

5.1 Ritual

Ritual adalah salah satu kegiatan yang dilakukan yang biasanya terdapat pada upacara-upacara agama maupun upacara adat daerah. Secara umum dapat dilihat bahwa hampir pada semua upacara ritual terdapat representasi yang mengarah pada pemusatan kekuasaan. Ritual dalam kehidupan masyarakat dibedakan menjadi dua, yaitu ritual individual dan ritual komunal. Yang membedakan antara ritual komunal dan ritual individu adalah, ritual komunal merupakan upacara yang dilaksanakan untuk kepentingan orang banyak atau umum. Ritual individu adalah upacara yang diselenggarakan untuk kepentingan seseorang, baik upacara ritual individu maupun komunal, umumnya dilaksanakan dengan maksud untuk memperoleh keselamatan.

Pengertian ritual menunjuk pada hal ikhwal ritus. Ritus atau rite (Inggris) berasal dari Bahasa Latin, yang diartikan sebagai tata cara keagamaan atau upacara keagamaan (Prent C.M.,dkk., 1969, Kamus Latin Indonesia). Ritus biasanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu secara berulang-ulang dari masa ke masa. Ritus dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dibedakan menjadi dua, yaitu ritus bersifat profan dan ritus yang bersifat sakral. Ritus yang bersifat sakral


(3)

tidak hanya ditemui pada upacara-upacara keagamaan tetapi juga dilakukan oleh masyarakat dengan pendekatan budaya masing-masing, yang termanifestasi dalam ritual adat. Pada hakikatnya ritual-ritual adat maupun agama merupakan media untuk memediasi dua atau lebih entitas yang berbeda, sekaligus penyeimbang dalam kosmos. Kata ritus umumnya digunakan oleh kaum-kaun beragama maka kata ini diartikan sebagai ibadat. Dalam perspektif ini, ibadat (ritus) merupakan bagian dari tingkah laku religius yang aktif dan dapat diamati karena dalam ritus terdapat ucapan-ucapan (termasuk mantra), pemujaan, nyanyian, doa, tarian, busana, simbol-simbol, dan tindakan-tindakan tertentu yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan oleh indera manusia (Abdullah 2009:283).

Secara teoritik, ritual dapat dipahami melalui beberapa pemikiran berikut. Pertama, Durkheim (2001, 1984), yang melihat ritual sebagai sarana yang digunakan untuk menghasilkan, untuk mengalami dan membenarkan keyakinan dan gagasan sebagai hal yang nyata oleh komunitasnya. Menurutnya, ritual adalah sarana yang digunakan untuk menuju dengan tepat atau untuk mengkondisikan persepsi individual. Kedua, Victor Turner (1967,1977), yang menyebutkan ritual sebagai pembenaran kesatuan komunal. Ketika ritual digambarkan sebagai perwujudan aspek-aspek struktural dan anti struktural, Turner menggambarkan ritual sebagai aktivitas yang spesial dan yang paradikmatik, yang menuju pada tuntutan-tuntutan yang diperlukan dan yang bertentangan dari baik komunitas terbatas maupun tatanan sosial yang sudah diformulasikan secara luas.

Pada prinsipnya ritual merupakan suatu transformasi sikap dari yang profan (nyata) kepada sesuatu yang sakral (kudus). Dalam ritual terdapat


(4)

simbol-simbol yang menyatakan perilaku dan perasaan yang turut membentuk pribadi mereka yang memuja dan melakukan ritual. Dalam hal ini diyakini bahwa terdapat kekuatan yang lebih besar dan lebih kuat (the suppreme being) di luar diri manusia. Melalui pelaksanaan ritual, manusia (orang-orang yang melakukan ritual) merasa akrab atau dekat dengan subjek yang kudus dan dapat perlindungan atau rasa aman (Bell, 1992; Susanto, 1987; Dhavamony, 1995; Van Gennep, 1968). Dhavamony (1995:175), membedakan tindakan ritual dalam empat kategori. Pertama, tindakan magis yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya mistik. Kedua, tindakan religius dan kultus para leluhur. Ketiga, ritual yang mengungkapkan hubungan sosial dan merujuk pada pengertian-pengertian mistik. Terakhir, ritual yang meningkatkan produktivitas, kekuatan, pemurnian dan perlindungan. Geertz (1992:32), menyebutkan bahwa dalam ritus dan tingkahlaku yang dikeramatkan, seseorang akan menemukan tujuan religiusnya. ( Abdullah. 2009 : 282-284)

5.2 Ritual dalam Siramandalem Legion

Kehidupan masyarakat seperti yang ada di Jawa sebagian dari masyarakatnya masih ada yang menganut dan mengikuti kepercayaan nenek moyang mereka. Beberapa warisan yang diberikan nenek moyang kepada mereka, diantaranya tentang ritual. Upacara ritual biasanya mereka lakukan pada saat-saat tertentu saja. Seperti contoh upacara ritual sedekah bumi dimana mereka melakukan upacara ritual ini bertujuan untuk mengucap syukur atas berkah panen yang melimpah bagi wilayah mereka, selain itu ada beberapa upacara ritual yang mereka lakukan dengan tujuan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan yang Maha Esa agar


(5)

mereka dan semua keturunanya diselamatkan dari berbagai macam bencana. Selain itu ritual juga dapat diartikan sebagai segala kegiatan atau tindakan yang dilakukan secara rutin dan memiliki makna tertentu dari setiap bagian yang dilakukannya.

Simbol dan ritualitas memiliki makna yang sangat banyak. Menurut pendapat Victor Turner, makna dalam pengertian simbol dan ritual, berhubungan erat dengan bagaimana simbol tersebut dipersepsi dan internalisasi menjadi sistem kepercayaan baik secara individual maupun secara komural. Secara etimologis simbol berarti tanda atau pertandaan yang digunakan untuk kepentingan ritualitas tertentu. Simbol diartikan sebagai sesuatu yang dianggap atas dasar kesepakatan bersama, sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah atau mewakili atau mengingatkan kembali dengan memiliki atau mengintegralkan kembali dengan memiliki kualitas yang sama atau dengan membayangkan dalam kenyataan dalam hati dan pikiran.

Definisi simbol merupakan pertandaan yang tidak hanya menyampaikan gambaran tentang sesuatu yang bersifat immaterial, tetapi juga menyampaikan fenomena-fenomena material yang ada dalam hati dan pikiran. Dalam kaitan ini, simbol dapat dipahami sebagai ekspresi dalam wujud material yang digunakan kelompok untuk menggambarkan sesuatu yang immaterial atau kepercayaan. Simbol menggambarkan bentuk, sifat, dan makna kepercayaan yang dianut oleh masyarakat atau kelompok, sebab demikian, makna simbol selalu menggambarkan ritualitas yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok.


(6)

Menurut Victor Turner tidak mungkin mengetahui makna ritualitas masyarakat tanpa memahami makna simbol-simbol yang digunakannya.

Ritualitas sendiri secara etimologis berarti perayaan yang berhubungan dengan kepercayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara terminologis ritualitas merupakan ikatan kepercayaan yang antar orang yang diwujudkan dalam bentuk nilai bahkan dalam bentuk tatanan sosial. Ritualitas merupakan ikatan yang paling penting dalam masyarakat beragama. Kepercayaan masyarakat dan prakteknya tampak dalam ritualitas yang diadakan oleh masyarakat. Ritualitas yang dilakukan bahkan dapat mendorong masyarakat untuk melakukan dan mentaati nilai dan tatanan sosial yang sudah disepakati bersama. Dengan bahasa lain, ritualitas memberikan motivasi dan nilai-nilai mendalam bagi seseorang yang mempercayai dan mempraktekkan. Dapat diketahui bahwa tidak mungkin memahami bentuk, sifat, dan makna ritualitas masyarakat tanpa mengetahui secara mendalam simbol-simbol ritualitas yang digunakannya.

Dijaman sangat berkembang dan maju ini upacara ritual mulai jarang ditemukan terkecuali pada komunitas-komunitas adat yang memang mereka masih memegang teguh tradisi dan budaya lokal warisan nenek moyang mereka. Kebanyakan prosesi ritual itu bisa membuang banyak waktu dan banyak biaya. Dijaman yang semakin maju budaya-budaya atau budaya lokal mulai sedikit terkikis oleh perubahan waktu yang ada. Anak-anak, pemuda dan remaja mereka sudah mulai terkontaminasi dengan kebudayaan luar yang mereka anggap lebih modern dan lebih maju, tanpa mereka sadari bahwa budaya yang mereka anggap modern itu bisa membuat mereka meninggalkan tradisi yang sudah ada. Biasanya


(7)

ritual yang dilakukan oleh orang Jawa memiliki tujuan dan maksud tertentu yaitu untuk mengucap syukur dan memohon keselamatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Walaupun ada yang mengangap ritual merupakan budaya kuno, namun di Kabupaten Boyolali terdapat komunitas pemuda yang masih melestarikan kebudayan ritual tersebut dengan cara mereka sendiri.

Siramandalem Legion mengusung budaya baru dalam musik yaitu aliran musik Blackmetal yang menggabungkannya dengan budaya lokal Jawa. Siramandalem berusaha menggabungkan dan mengkombinasikan aliran musik Blackmetal dengan budaya lokal yang disebut dengan ritual. Ritual yang mereka gunakan cukup sederhana karena menggunakan beberapa ornamen saja yaitu hanya menggunakan bunga sekaran dan dupa. Setiap kali penampilan Siramandalem dalam sebuah acara atau event mereka selalu menggunakan ritual dengan peralatan-peralatan tersebut. Ritual-ritual yang dilakukan oleh Siramandalem Legion memiliki beberapa kegiatan dan memiliki maksud yang beragam diantaranya adalah :

5.2.1. Ritual Siramandalem sebelum tampil diatas panggung

Salah satu ritual yang dilakukan oleh Siramandalem Legion adalah ritual yang dilakukan sebelum mereka tampil diatas panggung. Ritual yang mereka lakukan sebelum tampil diatas panggung biasanya mempersiapkan diri dan peralatan yang akan digunakan pada saat mereka tampil diatas panggung nantinya. Pada tanggal 24 Juni 2012 yang lalu salah satu komunitas yang juga terdapat di Kabupaten Boyolali yaitu Komunitas BMHC (Boyolali Metalhead Circle)


(8)

mengadakan sebuah acara yang bertempat di Gor Boyolali. Pada kesempatan tersebut penulis mendapatkan kesempatan untuk dapat menyimak dan meneliti persiapan-persiapan yang dilakukan oleh band Siramandalem Legion dari awal hingga akhir penampilan Siramandalem. Event yang baru-baru ini dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 2012 yang berada di Kartosuro. Dalam kesempatan yang didapatkan oleh penulis pada event yang dilaksanakan di Kartosuro ini, penulis dapat menyimak dan meneliti lebih dalam lagi tentang Siramandalem Legion dan ritual yang dilakukan dari berangkat kelokasi event, persiapan sebelum tampil diatas panggung hingga setelah selesai tampil.

Sebelum mereka berangkat ke lokasi event/acara/gigs yang dilaksanakan, para personil Siramandalem dan crew Siramandalem berkumpul di basecamp Siramandalem (Rumah Yusuf Bassis Siramandalem) untuk mempersiapkan peralatan dan hal-hal yang nantinya akan digunakan untuk mendukung penampilan mereka diatas panggung, seperti gitar, double pedal, uborampe untuk ritual seperti dupa ,bunga segar, vas, tampah, stiker dan aksesoris pelengkap lainnya seperti sepatu, spike dll. Setelah persiapan dan peralatan sudah lengkap, mereka mulai bersiap untuk berangkat menuju kelokasi event yang dituju. Sesampainya dilokasi event crew Siramandalem membantu membawa masuk peralatan yang akan digunakan Siramandalem kedalam gedung lokasi. Di Lokasi event mereka akan bertemu dengan teman-teman satu aliran, dan yang biasa mereka lakukan adalah bersalaman ala anak metal dan sedikit ngobrol-ngobrol untuk mengetahui kondisi dan keadaan event tersebut.


(9)

Pada event yang diadakan di Kartosuro pada beberapa waktu yang lalu kebetulan mereka harus menunggu giliran 3 band tampil dahulu baru giliran Siramandalem untuk tampil. Selama menunggu giliran mereka untuk tampil, mereka mulai mempersiapkan hal-hal yang akan mereka gunakan nantinya, seperti merangkai double pedal, menyusun dan merapikan bunga dan dupa diatas tampah, membersihkan wajah mereka dengan air ataupun pembersih wajah dll. Mula-mula mereka akan membersihkan wajah mereka dengan air ataupun pembersih wajah, jika sudah dibersihkan maka akan lebih mudah didandani dan akan lebih bertahan (tidak luntur). Lalu mereka memulai mendandani wajah mereka dengan 2 warna yaitu warna hitam dan putih, tujuan mereka mewarnai wajah mereka adalah ingin menampilkan sisi garang atau sisi seram dalam penampilannya nanti, selain itu mereka memaknai warna hitam dan putih sebagai bagian sisi manusia bahwa manusia itu juga ada yang hitam dan putih, manusia itu ada yang baik dan yang buruk2. Warna putih yang mereka gunakan adalah Singwhite atau bedak putih seperti masker. Mereka mengoleskan bedak putih itu dengan menggunakan kapas ataupun tissue agar terlihat rapi dan rata, lalu dikipasin atau diangin-angin agar cepat kering. Setelah bedak putih yang dioleskan mengering hasilnya wajah mereka seperti kertas putih polos yang siap dilukis ataupun digambar sesuai keinginan mereka, kemudian mereka oleskan

2

Wawancara dengan Agung Siramandalem pada tanggal 28 November 2012, “Musik blackmetal

itu selalu identik dengan 2 warna yaitu hitam dan putih. Jika dijelaskan warna hitam mewakili pikiran kita dan warna putih mewakili hati kita, jadi 2 unsur tersebut perpaduan yang kita tuangkan kedalam musik. Intinya warna hitam dan putih itu merupakan pemberontakan dari jiwa. Warna hitam dan putih itu melambangkan manusia, maksudnya manusia itu ada 2 jenis hitam dan putih, bukan berarti kulit hitam dan putih tetapi yang saya maksud manusia itu ada hitam dan putih,


(10)

bedak warna hitam diwajah mereka. Warna hitam yang mereka gunakan adalah

“Pideh” atau bedak hitam yang biasanya digunakan perias pengantin jawa untuk mendandani dan membentuk motif di kening pengantin wanita jawa yang sering

disebut dengan “Paes”. Menurut Yusuf Bassis Siramandalem dia mengatakan

bahwa mereka menggunakan pideh diambil dari sisi sakralnya, karena pideh digunakan untuk mempercantik pengantin wanita jawa pada saat pernikahan3.

Maksud mereka hitam pideh adalah hitam sakral yang mampu menutupi kekurangan dari diri mereka. Mereka mewarnai wajah putih mereka dengan warna hitam dengan begitu mudahnya seakan-akan wajah mereka sudah memiliki motif dan kita hanya mengikuti motif itu sesuai dengan keinginan mereka untuk mengekspresikan sisi hitam dari diri mereka melalui riasan wajah yang mereka gunakan. Seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 1.

Personil Siramandalem mendandani wajah mereka

Sumber : Data Primer 2012

3

Wawancara dengan Yusuf Siramandalem pada bulan 28 November 2012, dia mengatakan“Kalau

singwhite jelas itu bedak putih yang dipakai biar muka kita putih kayak orang pakai masker gitu. Selain itu warna putihkan suci bersih juga. Terus kalau pideh, kita pakai pideh karena warna hitamnya lebih kelihatan dibandingkan dengan yang lainnya, selain itu pideh kita ambil nilai


(11)

Dua warna yang mereka gunakan yaitu warna hitam dan putih memiliki makna bahwa manusia itu memiliki 2 sifat yaitu hitam dan putih atau sifat baik dan sifat buruk4. Selesai mendandani wajah mereka atau memakai make up wajah,kemudian mereka juga mengenakan aksesoris pelengkap lainnya seperti sepatu both dan spike-spike yang akan dipakai di tubuh mereka, selanjutnya mereka akan menyiapkan ornamen-ornamen atau uborampe atau bahan-bahan dan peralatan yang digunakan untuk ritual diatas panggung nantinya. Yang dipersiapkan diantaranya adalah menyiapkan tampah (tempat yang biasa digunakan untuk jajanan pasar), bunga segar (mawar merah dan putih), dan dupa, semua bahan ini dijadikan satu dalam tampah tersebut.

Siramandalem Legion band Blackmetal asal kota susu Boyolali ini adalah salah satu band yang cukup lama eksis dalam berbagai macam acara baik didalam kota maupun diluar kota, dan salah satu hal yang membuat mereka berbeda adalah adanya ritual. Ritual yang mereka lakukan adalah ritual yang sederhana hanya menggunakan beberapa ornamen seperti kembang, dupa, dan tempat kecil (Tampah/tempat saji jajanan pasar) untuk meletakkan semua ornamen-ornamen itu. Dalam setiap mereka tampil dalam acara/event mereka tak pernah meninggalkan ritual ini, Agung Nugroho Drummer Siramandalem Legion mengatakan bahwa jika tidak menggunakan ritual dengan ornamen-ornamen yang mereka punya, mereka hanya seperti ngejam (latihan) biasa seperti di studio dan

4Wawancara dengan Agung Siramandalem, pada 28 November 2012, “Warna hitam dan putih itu melambangkan manusia, maksudnya manusia itu ada 2 jenis hitam dan putih, bukan berarti kulit hitam dan putih tetapi yang saya maksud manusia itu ada hitam dan putih, manusia itu ada yang baik dan ada yang buruk.”


(12)

tidak ada greget atau kemistri dalam mereka main, beda halnya jika mereka menggunakan ritual, dengan menggunakan ritual maka mereka juga akan menggunakan aksesoris pelengkap seperti riasan wajah (Corps paint) dan spike/paku-paku yang mereka pakai ditubuh mereka guna menunjang penampilan mereka, dengan seperti itu menurut mereka, mereka akan merasakan kemistri/aura Blackmetal Javanese yang sebenarnya.5

Setelah mereka selesai merias wajah mereka dengan dibantu crew, mereka mempersiapkan sebuat peralatan yang nantinya akan digunakan sebagai sesaji dalam ritual tersebut. Mereka mempersiapkan sebuah Tampah kecil atau penampih yang didalamnya akan diletakkan kembang-kembang sekaran (bunga mawar merah dan putih) dan vas untuk meletakkan dupa yang nantinya dibakar, dalam tempat tersebut mereka meletakkan stiker-stiker nama band mereka didalamnya.

Setiap ornamen sesaji yang ada dalam ritual yang dilakukan oleh Siramandalem Legion memiliki makna tersendiri. Seperti dupa, bunga segar, tampah dll. Menurut Istad Siramandalem bunga yang mereka gunakan adalah bunga sekaran yang sama seperti untuk dipakai pada saat ada orang meninggal ataupun untuk menyekar kemakam, dan bunga yang dipakai selalu segar karena apa yang ingin mereka berikan bukan yang biasa-biasa saja tetapi yang special6.

5

Wawancara dengan Agung Siramandalem, pada 28 November 2012, “Bahwa kalau tidak pakai ritual itu juga tidak pakai make up dan aksesoris dll, ya rasanya biasa saja tidak ada gregetnya, kalau pakai ritual pasti juga pakai make up dan aksesoris dll biar kita bisa menyatu dengan siramandalem dan musiknya. Kalau tidak pakai ritual, pas memainkan lagu itu ya bisa meresap tapi gak full seperti pas pakai ritual, make up dan aksesoris-aksesoris, jadi cuma seperti ngejam-ngejam biasa distudio gitu kayak seperti latihan biasa gitu.”

6

Wawancara dengan Istad Siramandalem pada tanggal 28 November 2012. “Kalau dupa biasanya kita menggunakan dupa gunung kawi kayaknya dupa pengantin gitu, nah kembali seperti yang sudah saya utarakan di awal tadi kita mengambil segi sakralnya seperti seorang pengantin jawa. Bunga yang kami pakai juga hanya mawar merah dan putih, ya karena dalam upacara pengantin


(13)

Mereka menggunakan tampah yang memiliki makna tersendiri menurut mereka tampah yang mereka gunakan, ibarat seperti tampah digunakan untuk menapih atau memilah biji beras antara yang biji beras bagus dengan biji beras yang jelek atau yang rusak7. Demikian juga tampak yang dimaknai oleh Siramandalem Legion bertujuan untuk memilih-milih mana yang akan memberikan dampak baik dan mana yang akan memberi dampak buruk untuk diri mereka maupun untuk perkembangan band mereka.

Gambar 2.

Personil Siramandalem mempersiapkan peralatan untuk sesaji

Sumber : Data Primer 2012

jawa ada prosesipengantin laki-laki menginjak telur itu juga pakai bunga mawar merah dan putih,

terus kalau kita kemakam untuk nyekar kita juga menggunakan bungan mawar merah dan putih,

kembali kepada awal tadi kita hanya mengambil nilai sakralnya saja karena memang di jawa kebanyakan seperti itu.”

7

Wawancara dengan Yusuf Siramandalem pada tanggal 28 November 2012. “Tampah ya?

Tampah memang kami gunakan untuk meletakkan bunga mawar tadi. Kami mengambil filosofinya tampah itu biasanya digunakan untuk mengayak atau menapih beras, beras yang ditapih menggunakan tampah maka akan kelihatan antara besar yang utuh dengan beras yang pecah ataupu kotoran dari beras, jadi maksudnya kami menggunakan tampah adalah sebagai pemilah atau penyaring antara yang baik dan yang buruk.”


(14)

2. Ritual Siramandalem diatas panggung

Ritual yang kedua adalah ritual yang dilakukan pada saat diatas panggung. Setelah sebelumnya mereka merias wajah mereka dan mempersiapkan segala macam uborampe atau peralatan dan bahan ritual disebut sesaji, saatnya mereka naik keatas panggung dan menampilkan kelebihan, keunikan dan karya mereka dalam bermusik. Pada saat mulai naik diatas panggung para personil dibantu dengan crew Siramandalem mulai mempersiapkan hal-hal yang akan digunakan mereka diatas panggung. Salah satu crew meletakkan ornamen sesaji yang sudah disiapkan di tengah depan diantara pemain bass dan pemain gitar. Crew yang lain membantu pemain drum mempersiapkan double pedal dan cek sound, dan terdapat hal yang unik yaitu pada ujung gitas, bass dan didepan drum diberi sebuah dupa yang sudah dibakar. Mereka meletakkan dupa diujung gitar dan didepan drum memiliki tujuan atau makna bahwa alat musik yang mereka mainkan merupakan sebuah pusaka atau senjata bagi mereka, selain itu maksudnya bahwa mereka dengan alat musik yang mereka mainkan memiliki jiwa dan agar bisa menyatu antara mereka dengan alat musik mereka.

Gambar 3.


(15)

Sumber : Data primer 2012

Setelah semua persiapan selesai saatnya mereka memulai pertunjukan mereka. Tanpa mengawali dengan kata-kata yang terlalu berbasa-basi suara gitar mulai dipetik dan alat musik lainnya mulai mengikutinya, karena mereka memang jarang atau tidak pernah berkomunikasi atau menyapa audiens pada saat diatas panggung, itu merupakan ciri-ciri khusus dari penampilan Siramandalem Legion. Pada saat mereka memulai musik mereka, salah satu crew Siramandalem ada yang menyebarkan bunga dan stiker nama band Siramandalem Legion ke audiens. Menurut Yusuf Siramandalem mereka menyebarkan bunga keaudiens tidak memiliki maksud apa-apa hanya sebagai tanda bahwa audiens yang terkena sebaran bunga merupakan bagian atau merupakan pasukan (legion) dalam Blackmetal yang menjadi pendukung penampilan Siramandalem Legion. Selain itu mereka juga menyebarkan stiker logo band mereka bertujuan untuk mempromosikan band mereka dengan media stiker tersebut.

Gambar 4.

Logo Band Siramandalem Legion


(16)

Gambar logo band siramandalem ini terdapat 2 simbol yang cukup mencolok yaitu gambar keris dan gambar pentagram atau bintang terbalik. Menurut hasil wawancara yang pernah dilakukan arti gambar keris ini menunjukkan bahwa Siramandalem memiliki sisi jawa yaitu gambar keris tersebut, dan menurut hasil wawancara dengan Yusuf Siramandalem dia

mengatakan bahwa “Keris merupakan pusaka jawa yang sakral dan pusaka keris itu selalu digunakan oleh para punggawa-punggawa jawa atau petinggi-petinggi

jawa”8

. Hal ini menunjukkan bahwa keris merupakan pusaka yang sakral dan tinggi nilai maknanya sehingga mereka menggunakan gambar keris dalam logo nama band mereka. Keris bisa dikatakan sebagai lambang kejayaan karena yang memiliki atau memegang keris adalah seorang punggawa. Dengan demikian lambang keris dalam logo Siramandalem juga ingin menunjukkan bahwa mereka merupakan punggawa dalam Blackmetal Jawa yang ingin mempertahankan aliran musik Blackmetal dan tidak meninggalkan identitas mereka sebagai seorang Jawa. Keris juga menandakan jati diri orang jawa9.

Unsur yang berikutnya adalah gambar pentagram atau gambar bintang terbalik. Bintang bersudut lima atau orang sering mengatakan bintang terbalik adalah salah satu simbol Black Metal yang sangat terkenal di kalangan masyarakat. Bintang bersudut lima ini mewakili 5 unsur yaitu semangat, air, api, angin dan tanah. Menurut kepercayaan anggota Black Metal semua unsur yang

8 Wawancara dengan Yusuf Siramandalem Legion pada tanggal 28 November 2012

9 Wawancara dengan Agung Siramandalem pada tanggal 28 November 2012. “Keris itu menandakan orang jawa, keris itu merupakan barang sakral yang ada di jawa, keris itu menandakan pagan yang ada dijawa. Kita pakai keris ya karena kita itu orang jawa dan keris itu menandakan aliran kita yang javanese.”


(17)

ada di bintang terbalik itu memiliki makna dan lambang tertentu. Bumi atau tanah adalah simbol kestabilan, pertumbuhan, dan pendidikan. Air adalah simbol gerak hati, lambang kekuasaan wanita, serta darah penyembuhan. Api adalah lambang kekuatan fisik serta aksi dan reaksi. Angin adalah simbol intelektual atau perhubungan. Semangat atau ruh dianggap sebagai kekuatan penggerak. Dari 5 unsur ini juga menggambarkan tentang personil Siramandalem bahwa masing-masing dari mereka memiliki kekurangan dan kelebihan sehingga jika mereka menggabungkan apa yang mereka miliki dan saling melengkapi maka mereka dapat menampilkan yang terbaik untuk penampilan mereka.

Pada saat menyaksikan penampilan Siramandalem, audiens atau para penonton seperti orang yang terhipnotis oleh lantunan musik yang diciptakan karena mereka bergerak dan gerakan mereka hampir bersamaan seperti ada sesuatu yang membuat mereka bergerak seperti itu. Bahkan ada gerakan seperti para audien atau penonton seperti memuja atau mengagung-agungkan (mengangkat tangan mereka dan mengangguk-anggukan badan) band Siramandalem seperti sosok yang besar dan agung.

Gambar 5.


(18)

Sumber : Data primer 2012

Setiap personil Siramandalem memaknai tentang sesaji yang mereka persiapkan berbeda-beda menurut Drummer Siramandalem (Agung Nugroho), dia menjelaskan bahwa sesaji dalam musiknya merupakan bentuk sebuah pagan, pagan yang dimaksud adalah budaya lokal, dan budaya lokal yang ada di jawa adalah ritual dengan sesaji-sesaji. Menurutnya setiap penampilannya diatas panggung yang dipengaruhi dengan sesaji-sesaji itu mampu membuatnya tampil secara maksimal, dalam kata lain jika sudah diatas panggung menggunakan make up wajah, aksesoris dan sesaji maka itu bukanlah dirinya yang seperti biasanya, tetapi dirinya dalam porsi dan versi yang beda, karena jiwa di tampil diatas panggung dia akan mengeluarkan semua sisi gelap dalam dirinya10. Baginya sesaji

hanyalah sebagai pelengkap untuk mendukung penampilannya diatas panggung.

Sedangkan menurut Basis Siramandalem (Yusuf Wiyono), dia menjelaskan bahwa sesaji yang mereka gunakan bertujuan sebagai syarat mereka minta ijin atau untuk menghormati tempat yang baru pertama kali mereka

10 Wawancara dengan Agung Siramandalem, pada tanggal 28 November 2012. “Kita sebagai

manusia memiliki sisi gelap sendiri-sendiri. Sesaji dan sebagainya dijawa itu untuk sesuatu yang gelap-gelap kebanyakan seperti itu. Trus kita hidup dijawa, ibaratnya musiknya di Siramandalem itu cenderung agak ke pagan, pagan ya lokal itu tadi. Lha untuk melengkapi diri kita itu agar lebih pagan itu bagaimana? Pagannya dijawa itu bagaimana? Hitamnya atau blacknya dijawa itu bagaimana? Ya dengan sesaji-sesaji tersebut. Kalau menurut aku, aku di musik black, aku kalau lagi main apa yang hitamku aku keluarkan semua. Intinya sesaji untuk aku pribadi itu untuk lebih menuju ke spiritual yang aku akan lebih memperlihatkan jiwaku yang hitam biar bisa keluar semua. Spriritualku ya perjalanan menuju ke hitamku tadi agar keluar semua dalam artian sesaji hanya pas saat itu pas aku tampil diatas panggung, kalau aku diatas panggung itu udah bukan aku, bukan aku yang sebenarnya aku, diatas panggung itu adalah aku (agung) dalam bentuk lain, agung dalam sisi dan porsi yang lain, aku yang hitam dan benar-benar hitam, ibaratnya aku menjiwai beneran dalam musikku, dalam memainkan musikku, aku bener-bener total dan pyur memainkan


(19)

kunjungi. Mungkin tempat acara tersebut sedikit angker karena percaya atau tidak bahwa disekeliling kita mahluk penghuni dunia ini selain manusia itu pasti ada, jadi menurutnya sesaji yang digunakan sebagai istilah untuk minta ijin agar selama mereka tampil, mereka tampil lancar dan tidak ada gangguan.11

Dan menurut Gitaris Siramandalem (Istad Wahyudi), dia mengatakan hampir sama dengan apa yang dikatakan oleh Agung ataupun Yusuf , dia memaknai sesaji sebagai sesuatu penandaan atau syarat untuk mendukung penampilan mereka yang bertujuan agar selama mereka tampil, mereka mampu menampilkan yang terbaik dan lancar tanda ada gangguan apapun, dan juga

sebagai ijin tempat.

Goffman berasumsi bahwa ketika individu berinteraksi, mereka ingin menyajikan pemahaman tertentu tentang diri yang akan diterima oleh orang lain. Aktor berharap agar pemahaman tentang dirinya yang mereka sajikan di hadapan audien akan cukup kuat bagi audiens tersebut mendefinisikan. Goffman menyebut

hal ini dengan istilah “Manajemen Kesan” (Ritzer, 2010:399-400).

Goffman dengan analogi teatrikal (dramaturgi) menjelaskan bahwa diatas panggung sebuah pementasan itu memiliki beberapa unsur atau hal yang sangat

11Wawancara dengan Yusuf Siramandalem, pada tanggal 28 November 2012. “Begini, biasanya

dalam blackmetal, di Siramandalem semua itu mungkin sedikit kita seperti mengeluh kepada sesuatu yang tidak kelihatan, karena kita juga tahu bahwa didunia ini ada sosok lain juga selain kita, maksudnya kita menggunakannya sebagai upah atau menghormati mereka. Semisal kita tampil disebuah acara didaerah A, lokasinya didalam gor, nah kita kan tidak tahu kondisi tempat itu angker atau tidak. Istilahnya kita memakai sesaji dengan uborampe tersebut adalah sebagai “Kulo Nuwun” permisi kepada penghuni yang ada ditempat itu, namun bukan berarti kami memuja mereka tidak atau kita musrik, kita hanya menghormati mereka karena kami yakin


(20)

penting, diantaranya adanya panggung depan, panggung depan berfungsi secara umum untuk mendefinisikan situasi yang tetap dan umum dalam sebuah pertunjukan atau pementasan. Goffman membagi panggung depan menjadi setting dan tampilan personal, setting merujuk pada tampilan fisik yang biasanya harus ada jika aktor tampil, dalam hal ini tampilan fisik yang biasanya harus ada dalam setiap penampilan dari Siramandalem adalah adanya sesaji yang mendukung penampilan mereka dan menambah nilai jawa dari penampilan mereka diatas panggung. Sedangkan muka personal terdiri dari pernak-pernik perlengkapan ekspresi yang identik dengan penampilan yang akan dipertunjukkan, pernak pernik yang digunakan Siramandalem adalah dari make up wajah (Corpsepaint) yang identik dengan penggambaran personil band Blackmetal dan juga aksesoris-aksesoris pelengkap lainnya yang mampu mendukung penampilan mereka dan mampu memberikan kesan blackmetal mereka didepan penikmat musik blackmetal. Dan terakhir tentang tampilan atau tingkah laku, setiap kali Siramandalem tampil dalam sebuah acara yang menjadi ciri khas dalam setiap penampilan mereka adalah mereka tak pernah menyapa para audiens yang menyaksikan penampilan mereka, bukan karena mereka tak ingin menyapa penonton hanya saja mereka tak ingin terlalu basa-basi dalam penampilan mereka, mereka hanya ingin memperlihatkan hasil karya mereka untuk dapat dinikmati oleh penikmat musik.

Dari hasil wawancara dengan Agung ( drumer Siramandalem), dia

mengatakan bahwa “Ritual yang kami lakukan adalah untuk menghidupkan


(21)

suasana itu menyatu dengan musik yang kami mainkan dan yang ada diatas

panggung”. Menurut Goffman (Ritzer, 2010) dengan analisis dramaturginya

menjelaskan bahwa pertunjukan dalam teater dengan jenis tindakan yang dijalankan dalam kehidupan dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari memiliki kesamaan. Demikian juga dengan ritual yang dilakukan oleh Siramandalem juga memiliki hubungan dengan kehidupan yang dijalankan. Dalam hal ini ritual yang mereka lakukan adalah seperti menjalankan ibadah untuk keseharian mereka, ritual bertujuan untuk menghidupkan suasanya diatas panggung sama seperti ibadah yang mereka lakukan juga untuk menghidupkan suasanya dalam kehidupan mereka. Dan setiap apa yang mereka lakukan diatas panggung memiliki maksud dan tujuan seperti mengucap syukur atau memberikan penghormatan kepada sesuatu hal yang disimbolkan menurut kepercayaan yang mereka anut.

Pada saat diatas panggung nantinya ornamen ritual yang mereka sediakan akan mereka letakkan ditengah-tengah panggung. Dari dupa yang dibakar akan membuat ruangan menjadi penuh dengan aroma dupa. Bahkan gitar yang dipakai mereka pun diselipkan sebuah dupa seolah-olah gitar itu bernyawa, karena saat mereka memainkan gitar dan alat musik yang lainnya mereka akan menyatu dengan alat musik tersebut sehingga mampu menghasilkan sebuah karya seni atau musik yang dapat dinikmati dengan indah oleh para penikmatnya.

Jika dijelaskan dengan teori yang dikemukankan oleh Aguste Comte tentang 3 hukum keadaan bahwa ritual yang dilakukan oleh Blackmetal adalah untuk menjaga hubungan mereka dengan Tuhan, dengan Alam dan dengan


(22)

sesamanya. Hukum 3 Keadaan menurut Aguste Comte yaitu : (1) Zaman teologi/Fiktif menjelaskan bahwa manusia menafsirkan gejala-gejala sosial yang dikondisikan oleh kekuatan-kekuatan supranatural, dewa atau Tuhan, manusia mengikuti dogma-dogma teologis supaya terlindung dari kejadian yang tidak diinginkan. Teologis ada 3 yaitu fetisisme (Benda memiliki kekuatan), politeisme (kepercayaan terhadap banyak dewa) dan monoteisme (kepercayaan terhadap 1 Tuhan). (2) Zaman Metafisika menjelaskan bahwa gejala sosial muncul karena adanya kekuatan-kekuatan tertandai tertentu yang pada akhirnya mulai dikendalikan untuk mencari sesuatu. (3) Zaman positif menjelaskan tentang tahap perkembangan intelektual manusia dan adanya keyakinan pada data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir.

Ritual yang mereka lakukan sangat berhubungan dengan aksi panggung

mereka dalam sebuah event. “Ritual yang kami lakukan dengan uborampe

(peralatan) tadi sangat berpengaruh dengan penampilan kami diatas panggung, karena misal kita menggunakan ritual itu juga akan membuat kami bersemangat, ibaratnya kalau kita gak pakai ritual ya rasanya biasa kayak cuma latihan

distudio.”12 .

3. Ritual Siramandalem setelah selesai tampil

Ritual yang terakhir adalah setelah tampil. Hal yang mereka lakukan setelah selesai tampil, dibantu oleh crew mereka membereskan semua peralatan yang mereka gunakan untuk tampil tadi. Setelah dibelakang panggung hal terlebih


(23)

dahulu mereka lakukan adalah membereskan double pedal, gitar dan bass. Mereka harus segera membersihkan dan merapikan alat musik mereka dan memasukkannya kedalam tempatnya13. Setelah mereka merapikan peralatan yang mereka gunakan, kemudian para personil Siramandalem membersihkan atau mencuci wajah mereka untuk menghilangkan riasan wajah mereka yang sudah bercampur dengan keringat pada saat mereka tampil tadi.

Dalam ritual terdapat konsep spiritual yang muncul dari setiap prosesi yang mereka lakukan. Konsepsi (Conseption) berarti kegiatan pikiran dalam menciptakan suatu pengertian (Concept) yang terkadang hasil kegiatan itu sendiri (konsepnya) berupa rangkaian buah pikiran yang telah diperkembangkan secara

luas, mendalam dan teratur, atau disebut dengan istilah „ditelaah secara ilmiah‟

melalui jalan keilmuan (Gie, 1975:39). Sedangkan kata spiritual (dari kata latin spiritus) pada mulanya berarti hembusan atau angin, dan kemudian berarti pernafasan yang akhirnya menjadi berarti menunjukkan kecapakan yang merupakan ciri khas intelegensi, untuk masuk dan menembus kemana-mana, guna mencapai apa yang halus dan dalam, menjelajah dunia dan mengisi ruang angkasa dan bahkan membawa dirinya sampai pada yang mutlak (Leahy, 1984 : 108-109).

Louis Leahy juga menjelaskan bahwa roh bukan hanya memiliki intelegensi saja tetapi bahwa dalam roh ada dua dimensi yangni dimensi konyitif

13Yusuf Siramandalem mengatakan “Ya menurut kami gitar dan double pedal itu seperti senjata bagi kami. Jadi ibaratnya gitar dan double pedal itu senjata kami yang sakral jadi setelah selesai tampil harus segera dirapikan, ibaratnya setelah kita selesai perang senjata-senjata kita harus segera merapikannya mengembalikannya kedalam sarungnya. Ya senperti senjata sakral yang menentukan penampilan kami.” (Wawancara tanggal 28 November 2012)


(24)

(untuk ada dan kebenaran) dan dimensi konatif (untuk nilai dan kebaikan). Ia bukan hanya memiliki kemampuan untuk mengerti segala sesuatu tetapi juga untuk mencintai sesuatu, sehingga roh bukan hanya intelengensi saja tetapi juga kehendak didalamnya yang merupakan afektivitas spiritual, kemampuan untuk mengikuti secara spontan atau bebas segala sesuatu yang ditangkap ole intelegensi sebagai indah dan baik. Roh tu sama dengan apa yang oleh Pascal disebut hati

yang dengan sendirinya mencintai eksistensi universal‟, yang mengenal prnsip

-prinsip pertama dari Tuhan dan atas dasar mana akal „membangun uraiannya‟.

(Leahy, 1984 : 109).

Dalam bahasa sufisme disebutkan roh bukan hanya memiliki aspek intelegensi saja tetapi juga memiliki aspek kebajikan rohani. Kebajikan merupakan suatu bentuk kemauan yang bersifat kualitatif. Kebajikan rohani terpusat pada hakikatnya sendiri dan ini merupakan suatu „kualitas ke-Tuhan-an‟, ini berarti bahwa kebajikan rohani secara tidak langsung menyatakan adanya semacam pengetahuan. Dalam diri kebajikan rohani terkandung buah, buah pengetahuan dan keindahan. Institusi adalah yang memberikan kepada kebajikan rohani. Kualitas yang tidak dapat ditiru dan sekaligus membuat kebajikan rohani itu sebagai Rahmat Tuhan (Burckhardi, 1984 : 18).

Dari ketiga pengertian diatas, dapat dibuat batasan definisi bahwa Konsep Spiritual adalah serangkaian buah pikiran yang luas, halus, mendalam dan teratur dari roh, yang merupakan kehendak hati dan afektivitas spriritual atau kemampuan untuk mengikuti secara spontan atau bebas segala sesuatu yang


(25)

sesuai dengan prinsip dengan prinsip-prinsip pertama (firman Tuhan), dan menjadi dasar akal sehat dalam membangun uraiannya (Budinono, 2004 : 18-19).

Gagasan diri yang melihat ke kaca yang dikembangkan oleh Charles Horton Cooley (Franks dan Gecas, 1992). Cooley mendefinisikan konsep diri sebagai berikut :

Imajinnasi definit tentang bagaimana diri seseorang yaitu gagasan yang digunakan muncul dalam suatu pikiran, dan perasaan diri yang dimiliki seseorang ditentukan oleh sikap terhadapnya yang melekat pada pikiran orang lain. jadi dalam imajinasi kita mempersepsikan adanya pikiran orang lain tentang tampilan luar kita, sopan santun, tujuan, perbuatan, karakter, sahabat, dan lain sebagainya, yang dipengaruhi olehnya.

(Cooley, 1902/1964:169)

Gagasan diri yang melihat dari kaca dapat dipilah dalam 3 komponen. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak dimata orang lain. Hal ini berusaha merujuk atau menjelaskan bahwa personil Siramandalem berusaha untuk memberikan penampilan yang mampu dan bisa dipandang menarik oleh para audiens, dalam hal ini mereka menggunakan make up wajah, aksesoris dan ornamen pelengkap seperti sesaji (bunga dan dupa). Kedua, kita membayangkan bagaimana seharusnya penilaian mereka terhadap tampilan ini. Seperti pada point yang pertama pada point kedua ini ingin menjelaskan bahwa penggambaran dari permainan dan penggambaran personil Siramandalem ini sudah sesuai dengan penggambaran pemain band Blackmetal seperti pada umumnya namun yang


(26)

membuat sedikit berbeda dari Siramandalem adalah mereka menggunakan pelengkap bunga dan dupa untuk setiap kali penampilan mereka dalam sebuah event/acara metal. Ketiga, kita mengembangkan perasaan diri sebagai akibat dari bayangan kita terhadap penilaian orang lain. Dalam point ketiga ini lebih ingin menjelaskan tentang perasaan yang dirasakan oleh personil Siramandalem.

“Perasaan yang saya rasakan setelah tampil, ada perasaan bangga, karena

kami sudah berusaha untuk menampilkan hasil karya kami untuk menghibur penikmat musik Blackmetal. Selain rasa bangga juga ada rasa malu karena pada saat make up yang kami gunakan sudah kami hapus akan ada beberapa dari mereka menilai tentang aslinya kami (ternyata mereka seperti itu?? Tidak segarang di atas panggung). Malu dalam hal ini, maksudnya mungkin pada saat saya main ada kesalahan yang saya buat maka semua orang akan tahu dengan kesalahan yang saya buat, terlebih itu rasa banggalah yang saya rasakan karena bisa menghibur

banyak orang.”

(Wawancara 2012 dengan Agung Siramandalem)

Ritual yang mereka lakukan juga bertujuan untuk menjaga hubungan antara mereka dengan Tuhan, mereka dengan alam sekitar dan mereka dengan sesama mereka. Selain itu ritual yang mereka lakukan hanyalah sebagai pelengkap untuk mendukung penampilan mereka. Penampilan agar idealisme musik mereka sebagai Blackmetal jawa tetap eksis dan bertahan, dengan adanya ritual dengan uborampe yang macam-macam menunjukkan bahwa mereka mencoba menampilkan aliran musik blackmetal dengan tetap menjawa budaya asli mereka


(27)

yang berasal dari jawa dan tetap berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka merupakan orang jawa sejati.

Setiap ritual yang mereka kerjakan memiliki makna dan nilai tersendiri. Seperti ritual sebelum tampil diatas panggung, mereka selalu mempersiapkan peralatan apa saja yang akan mereka gunakan untuk mendukung penampilan mereka diatas panggung. Dengan mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan maka pada saat mereka tampil mereka akan menampilkan penampilan terbaik mereka untuk para penikmat musik Blackmetal. Selain itu jika mereka tidak menggunakan ornamen ritual seperti duka dan kembang maka mereka juga tidak menggunakan riasan wajah dan aksesoris pelengkap lainnya, dengan kata lain ritual yang mereka lakukan sangat mendukung penampilan mereka diatas panggung, untuk menambah semangat dan keunikan dari penampilan mereka sebagai salah satu band Blackmetal yang ada di wilayah Jawa.

Ritual yang mereka kerjakan juga memiliki kesamaan dengan kehidupan keseharian mereka, misal mereka selalu menggunakan bunga segar dalam setiap penampilan mereka ini bertujuan bahwa mereka ingin menampilakan sesuatu yang segar dalam setiap penampilan mereka. Ritual yang mereka lakukan juga ingin menunjukkan bahwa mereka merupakan orang jawa asli yang masih mengingat tentang warisan budaya nenek moyan mereka yaitu berupa ritual, sama seperti acara kenduri pada masyarakat jawa maka mereka juga akan menggunakan sesaji-sesaji atau acara untuk memperingati malan 1 suro mereka juga menggunakan sesaji-sesaji yang bertujuan sesaji itu ditujuakn sebagai bentuk rasa syukur, penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.


(1)

sesamanya. Hukum 3 Keadaan menurut Aguste Comte yaitu : (1) Zaman teologi/Fiktif menjelaskan bahwa manusia menafsirkan gejala-gejala sosial yang dikondisikan oleh kekuatan-kekuatan supranatural, dewa atau Tuhan, manusia mengikuti dogma-dogma teologis supaya terlindung dari kejadian yang tidak diinginkan. Teologis ada 3 yaitu fetisisme (Benda memiliki kekuatan), politeisme (kepercayaan terhadap banyak dewa) dan monoteisme (kepercayaan terhadap 1 Tuhan). (2) Zaman Metafisika menjelaskan bahwa gejala sosial muncul karena adanya kekuatan-kekuatan tertandai tertentu yang pada akhirnya mulai dikendalikan untuk mencari sesuatu. (3) Zaman positif menjelaskan tentang tahap perkembangan intelektual manusia dan adanya keyakinan pada data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir.

Ritual yang mereka lakukan sangat berhubungan dengan aksi panggung

mereka dalam sebuah event. “Ritual yang kami lakukan dengan uborampe

(peralatan) tadi sangat berpengaruh dengan penampilan kami diatas panggung, karena misal kita menggunakan ritual itu juga akan membuat kami bersemangat, ibaratnya kalau kita gak pakai ritual ya rasanya biasa kayak cuma latihan

distudio.”12 .

3. Ritual Siramandalem setelah selesai tampil

Ritual yang terakhir adalah setelah tampil. Hal yang mereka lakukan setelah selesai tampil, dibantu oleh crew mereka membereskan semua peralatan yang mereka gunakan untuk tampil tadi. Setelah dibelakang panggung hal terlebih


(2)

dahulu mereka lakukan adalah membereskan double pedal, gitar dan bass. Mereka harus segera membersihkan dan merapikan alat musik mereka dan memasukkannya kedalam tempatnya13. Setelah mereka merapikan peralatan yang mereka gunakan, kemudian para personil Siramandalem membersihkan atau mencuci wajah mereka untuk menghilangkan riasan wajah mereka yang sudah bercampur dengan keringat pada saat mereka tampil tadi.

Dalam ritual terdapat konsep spiritual yang muncul dari setiap prosesi yang mereka lakukan. Konsepsi (Conseption) berarti kegiatan pikiran dalam menciptakan suatu pengertian (Concept) yang terkadang hasil kegiatan itu sendiri (konsepnya) berupa rangkaian buah pikiran yang telah diperkembangkan secara

luas, mendalam dan teratur, atau disebut dengan istilah „ditelaah secara ilmiah‟

melalui jalan keilmuan (Gie, 1975:39). Sedangkan kata spiritual (dari kata latin spiritus) pada mulanya berarti hembusan atau angin, dan kemudian berarti pernafasan yang akhirnya menjadi berarti menunjukkan kecapakan yang merupakan ciri khas intelegensi, untuk masuk dan menembus kemana-mana, guna mencapai apa yang halus dan dalam, menjelajah dunia dan mengisi ruang angkasa dan bahkan membawa dirinya sampai pada yang mutlak (Leahy, 1984 : 108-109).

Louis Leahy juga menjelaskan bahwa roh bukan hanya memiliki intelegensi saja tetapi bahwa dalam roh ada dua dimensi yangni dimensi konyitif

13 Yusuf Siramandalem mengatakan “Ya menurut kami gitar dan double pedal itu seperti senjata bagi kami. Jadi ibaratnya gitar dan double pedal itu senjata kami yang sakral jadi setelah selesai tampil harus segera dirapikan, ibaratnya setelah kita selesai perang senjata-senjata kita harus segera merapikannya mengembalikannya kedalam sarungnya. Ya senperti senjata sakral yang menentukan penampilan kami.” (Wawancara tanggal 28 November 2012)


(3)

(untuk ada dan kebenaran) dan dimensi konatif (untuk nilai dan kebaikan). Ia bukan hanya memiliki kemampuan untuk mengerti segala sesuatu tetapi juga untuk mencintai sesuatu, sehingga roh bukan hanya intelengensi saja tetapi juga kehendak didalamnya yang merupakan afektivitas spiritual, kemampuan untuk mengikuti secara spontan atau bebas segala sesuatu yang ditangkap ole intelegensi sebagai indah dan baik. Roh tu sama dengan apa yang oleh Pascal disebut hati

yang dengan sendirinya mencintai eksistensi universal‟, yang mengenal prnsip

-prinsip pertama dari Tuhan dan atas dasar mana akal „membangun uraiannya‟.

(Leahy, 1984 : 109).

Dalam bahasa sufisme disebutkan roh bukan hanya memiliki aspek intelegensi saja tetapi juga memiliki aspek kebajikan rohani. Kebajikan merupakan suatu bentuk kemauan yang bersifat kualitatif. Kebajikan rohani terpusat pada hakikatnya sendiri dan ini merupakan suatu „kualitas ke-Tuhan-an‟, ini berarti bahwa kebajikan rohani secara tidak langsung menyatakan adanya semacam pengetahuan. Dalam diri kebajikan rohani terkandung buah, buah pengetahuan dan keindahan. Institusi adalah yang memberikan kepada kebajikan rohani. Kualitas yang tidak dapat ditiru dan sekaligus membuat kebajikan rohani itu sebagai Rahmat Tuhan (Burckhardi, 1984 : 18).

Dari ketiga pengertian diatas, dapat dibuat batasan definisi bahwa Konsep Spiritual adalah serangkaian buah pikiran yang luas, halus, mendalam dan teratur dari roh, yang merupakan kehendak hati dan afektivitas spriritual atau kemampuan untuk mengikuti secara spontan atau bebas segala sesuatu yang


(4)

sesuai dengan prinsip dengan prinsip-prinsip pertama (firman Tuhan), dan menjadi dasar akal sehat dalam membangun uraiannya (Budinono, 2004 : 18-19).

Gagasan diri yang melihat ke kaca yang dikembangkan oleh Charles Horton Cooley (Franks dan Gecas, 1992). Cooley mendefinisikan konsep diri sebagai berikut :

Imajinnasi definit tentang bagaimana diri seseorang yaitu gagasan yang digunakan muncul dalam suatu pikiran, dan perasaan diri yang dimiliki seseorang ditentukan oleh sikap terhadapnya yang melekat pada pikiran orang lain. jadi dalam imajinasi kita mempersepsikan adanya pikiran orang lain tentang tampilan luar kita, sopan santun, tujuan, perbuatan, karakter, sahabat, dan lain sebagainya, yang dipengaruhi olehnya.

(Cooley, 1902/1964:169)

Gagasan diri yang melihat dari kaca dapat dipilah dalam 3 komponen. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak dimata orang lain. Hal ini berusaha merujuk atau menjelaskan bahwa personil Siramandalem berusaha untuk memberikan penampilan yang mampu dan bisa dipandang menarik oleh para audiens, dalam hal ini mereka menggunakan make up wajah, aksesoris dan ornamen pelengkap seperti sesaji (bunga dan dupa). Kedua, kita membayangkan bagaimana seharusnya penilaian mereka terhadap tampilan ini. Seperti pada point yang pertama pada point kedua ini ingin menjelaskan bahwa penggambaran dari permainan dan penggambaran personil Siramandalem ini sudah sesuai dengan penggambaran pemain band Blackmetal seperti pada umumnya namun yang


(5)

membuat sedikit berbeda dari Siramandalem adalah mereka menggunakan pelengkap bunga dan dupa untuk setiap kali penampilan mereka dalam sebuah event/acara metal. Ketiga, kita mengembangkan perasaan diri sebagai akibat dari bayangan kita terhadap penilaian orang lain. Dalam point ketiga ini lebih ingin menjelaskan tentang perasaan yang dirasakan oleh personil Siramandalem.

“Perasaan yang saya rasakan setelah tampil, ada perasaan bangga, karena kami sudah berusaha untuk menampilkan hasil karya kami untuk menghibur penikmat musik Blackmetal. Selain rasa bangga juga ada rasa malu karena pada saat make up yang kami gunakan sudah kami hapus akan ada beberapa dari mereka menilai tentang aslinya kami (ternyata mereka seperti itu?? Tidak segarang di atas panggung). Malu dalam hal ini, maksudnya mungkin pada saat saya main ada kesalahan yang saya buat maka semua orang akan tahu dengan kesalahan yang saya buat, terlebih itu rasa banggalah yang saya rasakan karena bisa menghibur banyak orang.”

(Wawancara 2012 dengan Agung Siramandalem)

Ritual yang mereka lakukan juga bertujuan untuk menjaga hubungan antara mereka dengan Tuhan, mereka dengan alam sekitar dan mereka dengan sesama mereka. Selain itu ritual yang mereka lakukan hanyalah sebagai pelengkap untuk mendukung penampilan mereka. Penampilan agar idealisme musik mereka sebagai Blackmetal jawa tetap eksis dan bertahan, dengan adanya ritual dengan uborampe yang macam-macam menunjukkan bahwa mereka mencoba menampilkan aliran musik blackmetal dengan tetap menjawa budaya asli mereka


(6)

yang berasal dari jawa dan tetap berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka merupakan orang jawa sejati.

Setiap ritual yang mereka kerjakan memiliki makna dan nilai tersendiri. Seperti ritual sebelum tampil diatas panggung, mereka selalu mempersiapkan peralatan apa saja yang akan mereka gunakan untuk mendukung penampilan mereka diatas panggung. Dengan mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan maka pada saat mereka tampil mereka akan menampilkan penampilan terbaik mereka untuk para penikmat musik Blackmetal. Selain itu jika mereka tidak menggunakan ornamen ritual seperti duka dan kembang maka mereka juga tidak menggunakan riasan wajah dan aksesoris pelengkap lainnya, dengan kata lain ritual yang mereka lakukan sangat mendukung penampilan mereka diatas panggung, untuk menambah semangat dan keunikan dari penampilan mereka sebagai salah satu band Blackmetal yang ada di wilayah Jawa.

Ritual yang mereka kerjakan juga memiliki kesamaan dengan kehidupan keseharian mereka, misal mereka selalu menggunakan bunga segar dalam setiap penampilan mereka ini bertujuan bahwa mereka ingin menampilakan sesuatu yang segar dalam setiap penampilan mereka. Ritual yang mereka lakukan juga ingin menunjukkan bahwa mereka merupakan orang jawa asli yang masih mengingat tentang warisan budaya nenek moyan mereka yaitu berupa ritual, sama seperti acara kenduri pada masyarakat jawa maka mereka juga akan menggunakan sesaji-sesaji atau acara untuk memperingati malan 1 suro mereka juga menggunakan sesaji-sesaji yang bertujuan sesaji itu ditujuakn sebagai bentuk rasa syukur, penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Film Dokumenter Komunitas BMX Boyolali T1 362012066 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual dalam Aliran Musik Band Siramandalem Legion (Studi Komunitas Blackmetal di Kabupaten Boyolali)

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual dalam Aliran Musik Band Siramandalem Legion (Studi Komunitas Blackmetal di Kabupaten Boyolali) T1 352008604 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual dalam Aliran Musik Band Siramandalem Legion (Studi Komunitas Blackmetal di Kabupaten Boyolali) T1 352008604 BAB II

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual dalam Aliran Musik Band Siramandalem Legion (Studi Komunitas Blackmetal di Kabupaten Boyolali) T1 352008604 BAB IV

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual dalam Aliran Musik Band Siramandalem Legion (Studi Komunitas Blackmetal di Kabupaten Boyolali) T1 352008604 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual dalam Aliran Musik Band Siramandalem Legion (Studi Komunitas Blackmetal di Kabupaten Boyolali)

0 0 22

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Video Promosi Pariwisata Kabupaten Boyolali T1 BAB V

0 0 2

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Transformasi Komunitas Punk di Condong Catur Yogyakarta dalam Prespektif Modal Sosial T1 BAB V

0 0 33

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Groupthink Komunitas Club Motor dalam Solidaritas Kelompok: Studi pada Komunitas RAC Salatiga T1 BAB V

0 0 9