MAKNA PLURALISME : MENURUT MAHASISWA JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA.

(1)

MAKNA PLURALISME MENURUT MAHASISWA

(PEMAHAMAN MAHASISWA PRODI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS

USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SUNAN AMPEL SURABAYA)

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Strata 1 (S1) Ilmu Theologi Dalam Bidang

Perbandingan Agama

Oleh:

AHMAD ALIF

E02211011

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

PROGRAM PERBANDINGAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2015


(2)

MAKNA PLURALISME MENURUT MAHASISWA

(PEMAHAMAN MAHASISWA PRODI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS

USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SUNAN AMPEL SURABAYA)

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam

Menyelesaikan Program Strata 1 (S1) Ilmu Theologi Dalam

Bidang Perbandingan Agama

Oleh:

AHMAD ALIF

E02211011

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

PROGRAM PERBANDINGAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Alif, A. 2015. Makna Pluralisme (menurut mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya). Skripsi Program Studi Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing: Muhammad Afdillah, M.Si, M.A.

Kata Kunci: Makna Pluralisme

Tulisan ini berupaya mendriskipsikan pemahaman pluralisme menurut mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Ditemukan bahwa pemahaman tentang pluralisme menurut mahasiswa sangat beragam. Pluralisme diartikan mahasiswa sebagai suatu sikap yang seharusnya dimiliki oleh semua umat khususnya masyarakat Indonesia yang pada dasarnya adalah berbeda dari segi apapun, karena dilihat dari arti pluralisme sendiri adalah

“menerima kemajemukan,” dan kemajemukan tersebut merupakan hukum alam

dan tidak bisa dipungkiri adanya. Kehidupan yang berdampingan bukan berarti menghapus ciri khas dan keontetikan masing-masing entitas, melainkan usaha untuk memahami dan mencerna bahwa apapun yang mempunyai latar belakang berbeda membuat entitas lain dapat teridentifikasi, tidak menjadi persoalan yang mendasar. Dengan ini diharapkan akan tercipta suatu kehidupan bersama antar agama yang harmonis, penuh toleransi, dan saling menghargai.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deep observation dan depth interview. Jenis penelitian ini adalah penelitian kasus. Partisipan dalam penelitian ini adalah Dosen Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dan mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah observasi, wawancara, dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah Reduksi Data, Display Data, dan Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pluralisme diartikan mahasiswa sebagai wadah untuk menumbuhkan sikap adanya kemajemukan, dan sangat penting dimiliki akademisi Perbandingan Agama agar alumni dari Perbandingan Agama tidak hanya bisa berdakwah saja, melainkan agar bisa berbaur dengan semua masyarakat yang berbeda, baik berbeda dalam segi agama, budaya, dan etnisnya, (2) Penerapan pluralisme di Indonesia belum sepenuhnya terwujud. Meskipun Indonesia sebagai negara yang demokratis dan berideologi Pancasila, penerapan dari Pancasila masih sangat minim yang digambarkan oleh mahasiswa dari perselisihan berbagai kelompok intra agama sendiri.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO... ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... x

DAFTAR ISI... xii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Kerangka Teori ... 6

F. Tinjauan Pustaka ... 17

G. Metode Penelitian ... 20

H. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II: JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA ... 26

A. Profil Jurusan Perbandingan Agama ... 26

B. Kurikulum Pembelajaran Mahasiswa Perbandingan Agama Tentang Pluralisme 27 1. Mata kuliah Kompetensi Utama ... 28

a. Pluralisme dan Multikulturalisme ... 29


(8)

c. Ilmu Perbandingan Agama ... 31

d. Agama dan Isu-isu Kontemporer ... 33

2. Mata Kuliah Kompetensi Pendukung ... 34

a. Fiqih Lintas Agama ... 35

b. Studi Praktek Keagamaan ...36

C. Pengajaran Dosen Tentang Pluralisme ... ... 37

BAB III: TEMUAN LAPANGAN ... 40

A. Pengetahuan Mahasiswa Tentang Pluralisme Secara Teoritis ... 40

1. Kurikulum yang ditempuh Mahasiswa Menyangkut Pluralisme ... 42

2. Pemahaman Pluralisme dari Pengajaran Dosen kepada Mahasiswa ... 44

3. Referensi Teori yang Menjadi Pilihan Mahasiswa... . ... 46

B. Pandangan Mahasiswa Tentang Pluralisme di Indonesia ... 48

1. Pandangan Mahasiswa Tentang Permasalahan Sosial Agama di Indonesia .... 51

2. Pandangan Mahasiswa Tentang Aliran Eksklusif di Indonesia ... 53

3. Pandangan Mahasiswa Tentang Fatwa Majelis Ulama’ Indonesia yang Mengharamkan Pluralisme di Indonesia ... 56

C. Implementasi dari Pemahaman Pluralisme Mahasiswa dalam Kesehariannya ... ..59

D. Implementasi Perilaku Mahasiswa dalam Berhubungan dengan Masyarakat Antar Agama... .. ...61

E. Pengalaman Mengikuti Ritual Lintas Agama... ...63

F. Dasar Hukum Mengucapkan Selamat Hari Besar Tehadap Agama Lain Menurut Mahasiswa Berdasakan Ayat-ayat Al-Qur’an ... 64

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN... ...68

A. Makna Pluralisme Menurut Mahasiswa ... 68

B. Pluralisme di Masyarakat Menurut Mahasiswa ... ...69

C. Pluralisme di Indonesia Menurut Mahasiswa ... ... 71

1. Implementasi dari Bhineka Tunggal Ika Menurut Mahasiswa ... 71

2. Fatwa Majelis Ulama’ Indonesia Tentang Pengharaman Pluralisme Menurut Mahasiswa ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... ...80


(9)

PEDOMAN WAWANCARA... ... ...83

DAFTAR NAMA-NAMA NARA SUMBER ... ...85

LAMPIRAN DOKUMENTASI ...91


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan yang telah kita jalani sehari-hari sering dijumpai interaksi yang dapat memicu perselisihan atau perbedaan pendapat, hal ini karena adanya kemajemukan di sekitar kehidupan kita yang telah menjadi menjadi hukum alam, dan pastinya kita harus menerima kemajemukan itu dengan cara menanamkan sifat saling toleransi terhadap keragaman yang telah ada. Maka penelitian ini dilakukan untuk menggali pemahaman dari akademisi Perbandiangan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel yang sebagaimana hal tersebut menjadi misi dari disiplin ilmu pengetahuan yang ada di dalam sebuah lembaga pembelajaran di negara Indonesia yang beragam ini.

Pemahaman pluralisme oleh mahasiswa yang mengambil jurusan Perbandingan Agama adalah sesuatu hal yang dibutuhkan bagi seorang akademisi Perbandingan Agama, karena pemahaman pluralisme keagamaan akan mempengaruhi kemampuan seorang akademisi Perbandingan Agama di dalam menyebarkan agamanya masing-masing. Pemahaman pluralisme agama tersebut akan menjadi pembeda dari perdamaian dan konflik antar agama, karena pemahaman pluralisme berdampak terhadap toleransi masyarakat beragama yang apabila tidak dipahami secara benar maka akan rentan menimbulkan konflik.


(11)

2

Negara Indonesia adalah negara yang paling beragam di dunia, dari segi budaya, adat, suku, bahasa, dan agama yang dianut oleh masyarakatnya. Dan sudah semestinya masyarakat Indonesia mempunyai pemahaman tentang toleransi untuk menerima adanya kemajukan yang ada. Kemajukan itu sendiri sebagai sebuah fenomena yang tidak mungkin kita hindari, kita hidup dalam kemajemukan dan merupakan bagian dari proses kemajemukan aktif maupun pasif. Ia berada dalam setiap dan seluruh kehidupan kita, tak terkecuali juga dalam hal kepercayaan. Sehingga kita menghadapi adanya kenyataan dalam berbagai agama dengan umatnya masing-masing, dalam menghadapi kemajemukan seperti itu, kita tidak mungkin mengambil sifat anti pluralisme.1

Banyak konflik terjadi di Indonesia yang menjadi faktor utamanya adalah agama yang apabila sifat pluralismenya tidak diterapkan dalam negara yang plural ini. Munculnya pertikaian antar agama tak lepas dari cara pandang mereka berdasarkan agama yang dianutnya. Mereka mengklaim bahwa teks-teks agama itu bersifat konsisten dan penuh klaim kebenaran, final, lengkap, serta tidak ada kebenaran selain dari agamanya sendiri, dan teks tersebut dianggap sebagai satu-satunya jalan menuju keselamatan. Pemikiran tersebut banyak memberikan andil dalam memicu terjadinya konflik apabila dipahami oleh kaum yang ekslusif dan fundamentalis. Besarnya jumlah penduduk dan perbedaan ini dengan mudah dapat memicu ketegangan dan perselisihan dalam masyarakat kita, terbukti dengan tercatatnya 832 insiden konflik keagamaan dalam periode waktu Januari 1990 hingga Agustus 2008 dimana

1

Dian Interfidea, Dialog: Kritik dan Identitas Agama. (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1994) hlm, 49


(12)

3

285 insiden diantaranya adalah aksi kekerasan.2 Sebut saja konflik yang terjadi beberapa waktu lalu yang terjadi di beberapa daerah yang disebabkan oleh bebrapa kaum yang tidak sependapat yaitu, konflik Poso (Islam-Kristen), Ambon, Maluku, dan disusul oleh konflik Sampang (Sunni-Syi‟ah) yang sampai saat ini masih hangat diperbincangkan.

Pokok permasalahan yang sedang kita hadapi dewasa ini adalah tentang kegagalan banyak kaum dalam memaknai pluralisme. Mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Muslim, yang tentunya memiliki nilai-nilai yang terkandung berdasarkan ajaran agama Islam yang menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralitas yang sesuai dengan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Peran Islam pada negara Indonesia sangat utama dalam memajukan Indonesia kedepannya, umat Islam diharapkan pro-aktif dalam menerima setiap hal yang terjadi di negeri ini, tidak terkecuali tentang pluralisme.

Dapat diasumsikan bahwa Indonesia yang mempunyai keragaman ini wajib memiliki sikap pluralisme tersebut demi keberlangsungan dan kemajuan bangsa. sikap toleransi dan saling menghargai antara satu dengan yang lain harus dijaga dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian keberadaan agama-agama, semestinya dihargai dan diakui eksistensinya. Karena keberagaman itu merupakan hukum alam yang harusnya kita lestarikan.

2

Ali-fauzi, Ikhsan. Pola-Pola Konflik Keagamaan di Indonesia (1990-2008). Jakarta: Yayasan wakaf Paramadina, 2009.


(13)

4

Mengingat konsentrasi pendidikan peneliti adalah Perbandingan Agama, titik berat penelitian ini adalah bahasan pemahaman pluralisme agama yang menurut Anis Malik Thoha adalah “ Pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam suatu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama.”3

Indonesia memiliki motto Bhinneka Tunggal Ika yang mencuplik kakawin Soetasoma karya Empu Tantular di abad ke-14, pupuh 139 bait 5;

bhinneka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa yang diartikan menjadi

“berbeda-beda tetapi tetap satu jua, tidak ada kebenaran yang rancu,” dan dasar hukum Undang-Undang dasar 1945 pasal 28E yang menyatakan :

1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.4

Hal tersebut di atas membuat peneliti menganggap pemahaman yang tepat akan pluralisme agama menjadi salah satu kunci utama untuk menjaga persatuan, kesatuan dan keutuhan di Indonesia.

Dari berbagai permasalahan di atas ditambah dengan keluarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang dikeluarkan pada tahun 2005 yang mengharamkan tentang Pluralisme Agama telah menjadikan keinginan bagi

3

Anis Malik Thoha. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. (Jakarta: Perspektif Kelompok Gema Insani. 2005), 2.

4


(14)

5

peneliti untuk melakukan penelitian terhadap mahasiswa Perbandingan Agama yang sesuai dengan lingkungan akademis peneliti.

Alasan melakukan penelitian pada mahasiswa Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel ini berawal dari alih status Institut Agama Islam Negeri menjadi Universitas Islam Negeri pada tahun 2013. Penelitian ini bermaksud untuk mencari tahu dan memberikan penjelasan deskriptif tentang pengertian dan penerapan teori pluralisme agama di Indonesia menurut pandangan mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Pluralisme Agama menurut mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya?

2. Bagaimana penerapan Pluralisme Agama di Indonesia menurut mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya? C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengertian Pluralisme Agama menurut mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2. Mengetahui penerapan Pluralisme Agama di Indonesia menurut

mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.


(15)

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan gambaran obyektif tentang pemahaman Pluralisme keagamaan oleh mahasiswa jurusan Perbandingan Agama yang kemudian diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pemahaman Pluralisme beragama di dalam kurikulum pengajaran maupun kegiatan-kegiatan ekstra kulikuler mahasiswa Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

E. Kerangka Teori

1. Konsep Pluralisme Agama

Perbedaan merupakan suatu hal yang wajar yang dimiliki oleh semua manusia. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai interaksi yang pastinya memicu perselisihan atau perbedaan pendapat, bahkan perbedaan pemahaman yang disebabkan oleh agama yang dianutnya berbeda serta lingkungan budaya disetiap daerah yang beragam, tetapi tidak semua manusia bisa mentolerir atau menerima adanya suatu perbedaan dari kemajemukan itu. Orang yang mengakui dan memahami adanya kemajemukan disebut pluralistik. Dalam hal ini Anis Malik Thoha mengelompokkan ciri-ciri masyarakat yang memahami tentang pluralistik dalam beragama. Adapun ciri-ciri masyarakat pluralistik menurut Thoha adalah sebagai berikut:

1. Terdapat koeksistensi lebih dari satu agama, pandangan hidup atau weltanschauung, yang berada dalam hubungan konflik (dalam konsep Galtung).

2. Terdapat pengakuan oleh semua pihak yang terkait bahwa ada inkompatibilitas fundamental di antara mereka.


(16)

7

3. Ada semacam kesadaran bahwa koeksistensi inkompatibilitas-inkompatibilitas ini bernilai positif, baik untuk komunitas secara umum maupun untuk setiap kelompok yang tercakup di dalamnya itu sendiri.5

Pluralisme adalah mentoleransi dengan adanya keberagaman pemikiran, agama, dan budaya, bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman. Secara umum dapat dikatakan bahwa pluralisme itu adalah toleransi, dan pluralisme agama adalah toleransi antar umat beragama.

Secara menyeluruh pokok masalahnya adalah tentang kegagalan banyak kaum dalam memaknai pluralisme sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Adhi.T pluralisme tidak bermaksud mengatakan kita sama atau mengatakan semua agama 100% sama, tetapi pluralisme mengatakan bahwa perbedaan adalah natural adanya, dan kemudian kita masing-masing menghormati perbedaan itu.6 Dalam bukunya yang berjudul “Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama,” Alwi Shihab telah memperkuat teori yang diutarakan di atas, bahwa pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dapat dijumpai di mana-mana, pengertian pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk dituntut bukan saja mengakui keberadaan serta hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan dalam kebhinekaan.7

5

Thoha, A. M. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif Kelompok Gema Insani. 2005. Hal, 129

6

T. Adhi. Perjalanan Spiritual Seorang Kristen Sekuler: Enam Alasan Mengapa Saya Tetap Menjadi Kristen. Jakarta: Gunung Mulia. 2008, hal. 190

7


(17)

8

Berdasarkan uraian di atas sikap pluralisme lebih tepat disebut dengan sikap pluralisme sosial yang mempunyai arti bahwa semua agama mengajarkan tentang kemanusiaan, misalnya kasih sayang terhadap sesama manusia, tolong-menolong, bekerja sama, dan lain sebagainya. Dalam setiap perbedaan, pasti ada persamaan dan kesatuan. Oleh karena itu, agar tidak terjatuh pada pluralisme yang mengarah pada relativisme, seorang pluralis dituntut untuk komitmen terhadap apa yang diyakininya.8

Pluralisme juga tidak bisa diartikan sebagai mencampuradukkan serta memadukan unsur-unsur tertentu saja yang menguntungkan dan mengarah pada pengaburan, tetapi bagaimana perbedaan itu memperkaya pengalamannya. Seperti halnya yang merah tetap merah, hijau tetap hijau, kuning tetap kuning, dan biru tetap biru. Karena adanya perbedaan warna itulah pelangi, dan kerananya pulalah pelangi menjadi indah dan sedap dipandang.9

Yang perlu digarisbawahi di sini adalah apabila konsep pluralisme diadaptasikan di Indonesia, maka ia harus memiliki syarat satu hal, masing-masing pemeluk agama menjalankan komitmennya untuk meyakini dan memegang secara kokoh keyakinan masing-masing pemeluk agama. Tetapi kita harus meyakini bahwa semua agama telah mengajarkan kebenaran yang sama-sama sahih, dan kita seharusnya tidak boleh mengklaim bahwa agamanya yang benar sedangkan agama yang lain salah. Seorang pluralis,

8

Ghafur, W. A. Tafsir Sosial (Mendialogkan Teks dengan Konsteks). Yogyakarta: elsAQ Press. 2004. Hal, 15

9

Mencermati Doktrin dan Ciri-ciri Fahaman Pluralisme Agama _ MUAFAKAT.htm (Argumentasi Anis Malik Thoha, diakses pada hari Minggu, 12 april ‟15. Pkl 3.12)


(18)

9

dalam berinteraksi dengan aneka ragam paham agama, tidak saja di tuntut untuk membuka diri, belajar dan menghormati sekelilingnya. Tetapi yang paling penting justru ia harus komitmen terhadap agama yang dianutnya. Hanya dengan sikap demikian masyarakat beragama bisa menghindari ancaman paham sinkretisme dan relativisme yang jelas-jelas memudarkan agama itu sendiri.

2. Realisasi dan Tantangan Pluralisme di Indonesia a. Realisasi Pluralisme di Indonesia

Indonesia adalah mayoritas penduduknya beragama Muslim, yang tentunya memiliki nilai-nilai yang terkandung berdasarkan ajaran agama Islam yang menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralitas yang sesuai dengan dasar negara Indonesia yaitu pancasila. Maka dari itu, dengan adanya kemajemukan agama yang meyakini bahwa agama yang kita peluk adalah agama yang paling benar, begitu juga dengan penganut agama lain yang mengatakan bahwa agamanya yang paling benar. Dari keyakinan inilah yang melahirkan sikap menghargai, saling menghormati dan memberikan kesempatan orang lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Oentoro (2010) yang menyatakan bahwa:

Indonesia adalah negara paling plural di dunia. Penduduk warna-warni di atas ribuan pulau, dengan ratusan bahasa, suku dengan adat dan budaya sendiri-sendiri, dengan hampir semua agama dunia, dan agama-agama itu sendiri jauh dari monolit. Maka jelas juga bahwa Indonesia hanya bisa bersatu, kalau kemajemukan itu diakui. Pada tahun 1945 para pendiri


(19)

10

untuk menerima bahwa negara yang baru diproklamasikan kemerdekaannya ini dimiliki oleh semua warganya, tanpa membedakan antara mayoritas dan minoritas, itulah hakekat Pancasila.10

Di Indonesia pluralisme dilambangkan dengan moto Bhineka Tunggal Ika. Negeri ini terdiri dari berbagai pulau, suku bangsa, tradisi, agama dan lain-lain. Karena, itu Indonesia memerlukan pengembangan konsep pluralisme untuk mempertahankan persatuannya.11 Pluralisme bagi masyarakat Indonesia juga mengandung pluralisme agama sebuah keniscayaan pemahaman dan pengakuan bahwa doktrin agama tidak mungkin diintegrasikan, tetapi mesti saling menolong dalam kehidupan sosial dan saling menghormati perbedaan masing-masing. Jadi perlu digali unsur-unsur penyatuan dan perdamaian dari agama, dan bukan unsur yang membedakan antara agama yang satu dengan agama yang lain.12

Pluralisme agama di Indonesia memiliki basis-basis yang kuat dalam menjamin kemaslahatan karena karakter dasar dari masyarakat Indonesia yang beragam dan telah terbiasa dengan perbedaan.13 Berbagai konflik, kekerasan, dan radikalisme agama yang terjadi begitu dekat dalam kehidupan sehari-hari, harus dipandang dalam suatu kerangka di luar agama, di dalam suatu struktur hubungan kekuasaan dan ekonomi politik bangsa.14 Sehubungan dengan hal tersebut, pluralisme sebagai proses aktif

10

Oentoro, J.B. Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. 2010. Hal, 26

11

Azyumardi Azra, dkk, Nilai-Nilai Pluralisme Dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak,

(Bandung: Nuansa, 2005), hlm. 67 12

FPUB(Forum Persaudaraan Umat Beriman). Spiritualitas Multikultur sebagai Landasan Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta: KANISIUS. 2008

13

Suhadi. Kawin Lintas Agama: Perspektif Kritik Nalar Islam. Yogyakarta: LkiS. 2006. Hal, 34

14 Ibid, 34


(20)

11

mensyaratkan tiga hal utama yang dapat menjadi kondisi dan strategi dalam menciptakan kehidupan umat beragama yang lebih sejuk, yaitu:

a. Pluralisme mensyaratkan adanya suatu konfigurasi budaya (cultural configuration), baik berupa nilai maupun kelembagaan, yang berfungsi mengendalikan kehidupan bersama secara lebih baik. Akomodasi kultural yang terjadi antara budaya daerah/ lokal dengan agama akan melahirkan suatu definisi bersama tentang religiusitas masyarakat.

b. Transformasi kehidupan sosial yang berorientasi pada ikatan-ikatan fungsional, profesi dan kelas sosial, dapat mencairkan batas-batas agama dan keyakinan. Mencairnya teritori agama akan menciptakan suatu ruang publik yang lebih terbuka dan interaktif.

c. Pluralisme yang dapat menjadi dasar bagi kemaslahatan hanya bisa terwujud jika persoalan-persoalan diskriminasi kelas yang bersifat vertikal, ketimpangan kaya-miskin, dapat diselesaikan terlebih dahulu. Persoalan ketimpangan sosial dewasa ini telah menjadi faktor yang jauh lebih substansial dalam melahirkan kekerasan dan radikalisme agama.15

Menanggapi uraian dari ketiga hal tersebut, tidak terasa bahwa kita diantarkan pada penciptaan perdamaian dan upaya menanggulangi konflik yang akhir-akhir ini marak baik di luar negeri maupun di Indonesia sendiri, sebab nilai dasar dari pluralisme adalah penanaman dan pembumian nilai toleransi, empati, simpati, dan solidaritas sosial. Akan tetapi untuk merealisasikan tujuan pluralisme seperti itu, perlu memperhatikan konsep unity in diversity sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Muhaimin (2009) dengan menanamkan kesadaran bahwa keragaman dalam hidup sebagai suatu kenyataan dan memerlukan kesadaran bahwa moralitas dan kebijakan bisa saja lahir (dan memang ada) dalam konstruk agama-agama lain. Tentu saja penanaman konsep

15


(21)

12

seperti ini dengan tidak mempengaruhi kemurnian masing-masing agama yang diyakini kebenarannya oleh kita semua.16

Dalam hal ini beberapa tokoh menyebutkan tujuan pluralisme dalam berbagai pendapatnya antara lain. Menurut Jalaluddin Rahmat tujuan pluralisme agama ialah untuk menegaskan unsur asasi yang mempersatukan semua agama dan menjadi syarat untuk memperoleh pahala Allah.17 Selanjutnya Abdurrahman Wahid pluralisme bertujuan untuk mempertahankan atau penyatu dan perekat suatu negara. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan pengembangan konsep pluralisme. Di samping itu pluralisme juga bertujuan menghormati perbedaan, karena semakin mengeratkan nilai pluralisme (keragaman) yang diyakini oleh seseorang. Maka dengan itu, muncul sikap menghormati keyakinan agama lain sehingga tercipta perdamaian abadi dan saling menghormati antar umat beragama, bangsa, dan antar manusia.18

Dari pemaparan di atas terlihat jelas bahwa tujuan pluralisme agama adalah pluralisme sebagai alat untuk penyatu dan perekat suatu negara, baik itu dari golongan bawah, menengah maupun golongan atas. Di samping itu seorang pluralis yang mengusung pluralisme dengan cara-cara pluralisasi harus mengakui dan menjaga adanya perbedaan, dan kemajemukan ini untuk dijadikan hal yang bermanfaat.

16

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo, 2009), hlm. 91

17

Jalaluddin Rahmat, Islam dan Pluralisme: Akhlak Qur’an Menyikapi Perbedaan, (Jakarta: Serambi,2006), hlm. 25

18

Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi,


(22)

13

b. Tantangan Pluralisme di Indonesia

Dalam sebuah aliran, gerakan, organisasi, ataupun sebuah paham tentu mempunyai sebuah tantangan, begitu pula dengan pluralisme agama yang tidak asing lagi. Harus diakui bahwa pemahaman dan sekaligus kesadaran sebagian kaum Muslim di Indonesia terhadap pluralisme masih mengalami kesenjangan yang sangat jauh. Pluralisme masih diposisikan sebagai musuh bersama atas nama ‟agama‟ yang harus dilenyapkan dari segenap nalar kaum Muslim di Indonesia. Hal ini dikatakan oleh

Notonegoro bahwa “pluralisme dipandang sebagai satu paham yang

mengarah pada praktik penghancuran terhadap batas-batas agama, dan akibat lanjutannya adalah kabur atau hilangnya identitas agama.”19

Indonesia merupakan negara yang kaya akan warna etnis, bahasa, budaya, dan agama. Dalam kondisi masyarakat majemuk itu, tentu sangat rentan terjadinya perpecahan bangsa. Guna menjaga persatuan dan kesatuan, diperlukan perekat yang kuat yang mampu mengantisipasi dan menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Fathimah (2002) juga

berpendapat bahwa “Indonesia memiliki Pancasila yang disepakati

mewadahi dan melindungi kelestarian kemajemukan tadi, sehingga diharapkan ia dapat menjadi perekat yang kuat bagi keutuhan bangsa.”20

Namun dalam kenyataan, Pancasila belum sepenunya dijadikan sebagai perekat bangsa, terbukti masih ada konflik bahkan kerusuhan yang

19

Abd. Sidiq Notonegoro, Dilema Mnuju Islam Dialogis: Beajar Dari Kasus Moh. Shofan dalam Moh. Shofan, Menegakkan Pluralisme Fundamentalisme-Konservatif di Tubuh Muhammadiyah, hlm. 261

20

Fathimah Usman, Wahdat al-Adyan: Dialog Pluralisme Agama, (Yogyakarta: LkiS, 2002), hlm. 85


(23)

14

berlatar belakang kesukuan, pertikaian antar golongan atau partai politik, dan konflik yang berlatar belakang perbedaan agama yang masih terjadi dimana-mana. Selain itu, sering pula terjadi perlakuan diskriminatif dan dominasi mayoritas terhadap minoritas, atau penindasan yang kuat

terhadap yang lemah. “Apapun alasannya, jika hal itu terjadi, persatuan

bangsa akan sulit dipertahankan. Itulah sebabnya, di sini diperlukan kearifan dan kesadaran dari berbagai pihak, demi keutuhan dan persatuan bangsa yang majemuk seperti Indonesia ini,” menurut Fathimah.21

Di kalangan agamawan Islam maupun Kristen di Indonesia, pluralisme agama juga direspons dan dimaknai secara berbeda-beda. Bagi kelompok Islam radikal seperti Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI), dengan tegas mereka menolak pluralisme agama. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ismail Yusanto, juru bicara HTI, bahwa pluralisme agama adalah absurd. Senada dengan Anis Malik Thoha, Yusanto menegaskan, bahwa pluralisme agama adalah paham dari Barat yang dikembangkan dari teologi inklusif yang bertentangan dengan QS. 3: 85 yang berbunyai,

“Barang siapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang merugi.” Berdasarkan ayat tersebut, Yusanto yakin, bahwa kebenaran hanyalah milik dan monopoli umat Islam.22 Di kalangan Kristen, pandangan ini sudah dikenal

21

Ibid, 86

22

Sumbulah, Islam Radikal dan Pluralisme Agama: Studi Konstruksi Sosial Aktivis Hizbut Tahrir dan Majlis Mujahidin di Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi, Disertasi (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2006), 13.


(24)

15

lama bahkan sejak abad pertama, sehingga dikenal ungkapan extra ecdesiam nulla salus (tidak ada keselamatan di luar gereja). Tokohnya antara lain Karl Bath dan Hendrick Kraemer dan pada umumnya para teolog evangelis.23

Sementara itu Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan pluralisme agama adalah pluralisme dalam pengertian, bahwa “semua agama adalah sama.” Karena menurut MUI, implikasi pemahaman seperti ini akan mengubah aspek-aspek baku dari suatu ajaran dengan mengikuti ajaran lain, yang demikian itu tidak dikehendaki oleh ajaran manapun.24 Sehubungan dengan MUI, Frans Magnis Suseno juga tidak setuju dengan paham relativisme agama-agama ini. Menurut Suseno, pluralisme bukanlah relativisme dan bukan pula paham yang mengakui bahwa semua agama adalah sama benarnya, melainkan pluralisme adalah suatu realitas yang harus diterima bahwa manusia hidup bersama dalam keberbedaan baik budaya maupun agama.25

Sampai saat ini pula masih menjadi momok yang menakutkan bagi kalangan masyarakat Indonesia pasca keluarnya fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) keragaman yang semestinya dapat mendorong kita pada kehidupan yang harmonis, justru diciderai oleh fatwa yang tidak bertanggungjawab tersebut. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan

23

Budhy Munawar Rahman, Pluralisme dan Teologi Agama-Agama Kristen-Islam…, 171. Lebih detail pembahsan ini bisa dibaca dalam tulisan Coward, Pluralisme dan Tantangan Agama-Agama, (Yogyakarta:Kanisius, 1989), 31-86.

24

http://id.wikipedia.org/wiki/polemik Pluralisme Agama di Indonesia.Sabtu 30 mei 2015, 02.15

25

Lihat Frans Magnis Suseno, The Challenge of Pluralism dalam Kamaruddin Amin et.al., Quo Vadis Islamic Studies di Indonesia? (Diktis Depag RI bekerjasama dengan PPs UIN Alauddin Makassar, 2006), 13-26.


(25)

16

bahwa sebelum fatwa MUI tersebut, kehidupan masyarakat beragama yang relatif harmonis, tiba-tiba berubah menjadi ketegangan yang pada akhirnya berbuah konflik di mana-mana, seperti di Ambon, Poso, dan Maluku. Konflik tersebut juga tidak menutup kemungkinan di tahun-tahun mendatang akan terus menjadi ancaman sekaligus tantangan agama-agama.26

Berdasarkan pemaparan di atas, tantangan pluralisme yang ada di Indonesia adalah bersumber dari tokoh masyarakat itu sendiri (MUI) yang tidak setuju dengan adanya pluralisme agama yaitu dengan mengeluarkan fatwanya yang secara tegas melarang adanya pluralisme agama. Justru dengan adanya fatwa tersebut menjadi pemicu awal konflik yang terjadi dimana-mana. Tetapi dalam hal ini juga berdasarkan pada pendapat para tokoh di atas, terdapat perdebatan mengenai pluralisme agama. Maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pluralisme agama di Indonesia dapat dibenarkan dan menjadi lambang dasar negara Indonesia apabila pluralisme tersebut dilihat dari sisi sosial dan bukan dari sisi teologis, yaitu tentang pandangan bahwa semua agama mengajarkan tentang kebenaran, keselamatan, hidup damai, tolong menolong, dan ajaran kasih sayang antar sesama. Sebagai negara yang kaya akan adat, suku, budaya, ras, dan agama. Maka, Indonesia wajib memiliki sikap pluralisme tersebut demi keberlangsungan dan kemajuan bangsa. sikap toleransi dan saling menghargai antara satu dengan yang lain harus dijaga

26

Moh. Sofan, Pendidikan Berbasis Pluralisme dalam buku Menegakkan Pluralisme Fundamentalisme-Konservatif di Tubuh Muhammadiyah, hlm. 87


(26)

17

dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian keberadaan agama-agama, semestinya dihargai dan diakui eksistensinya.

F. Tinjauan Pustaka

Pluralisme Agama sudah tidak asing lagi pada telinga masyarakat zaman sekarang ini, hal ini dapat disaksikan melalui berbagai mass media, electronik dan cetak, yang disampaikan lewat mimbar-mimbar politik resmi, seminar, konferensi, dan bangku perkuliyahan. Salah satu penulis buku dalam lingkup akademisi yang menulis telaah kritis tentang pluralisme adalah Anis Malik Thoha (2005) yang berjudul Tren Pluralisme Agama:Tinjauan Kritis.

Buku yang ditulis oleh Anis lebih mencermati wacana “Pluralisme” pada umumnya, dan “Pluralisme Agama” pada khususnya, yang telah marak di sekitar kita pada dasawarsa pertama abad ke-21 ini. Menurutnya masalah pendefinisian pluralisme adalah masalah tuntutan logis belaka, yang jika diabaikan maka secara tidak terhindarkan akan menciptakan kerancuan atau kebingungan (confusion), tapi juga pada akhirnya mengaburkan dan bahkan menyesatkan (misleading).27

Penelitian lain yang mengangkat tema pluralisme agama menurut pandangan Nurcholish Madjid dilakukan oleh Fihif Dhillah (2003) dengan judul Pluralisme Agama dalam Pandangan Nurcholish Madjid. Dhillah menyatakan bahwa adanya kesadaran akan kesatuan pesan dasar dari masing-maisng agama, diyakini Nurcholish akan adanya titik temu. Berdasarkan titik

27

Mencermati Doktrin dan Ciri-ciri Fahaman Pluralisme Agama _ MUAFAKAT.htm (diakses


(27)

18

temu tersebut diharapkan setiap pemeluk agama bergandengan tangan untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan tanpa terganggu oleh adanya perbedaan dalam level eksoteris agama. Lebih lanjut, Dhillah menyatakan bahwa dengan adanya kenyataan pluralitas keagamaan sebagai sunnatullah, hendaknya umat beragama untuk saling berlomba-lomba dalam meraih kebaikan.28

Sedangkan menurut Taslim HM. Yasin dengan jurnalnya yang berjudul

Pluralisme Agama Sebuah Keniscayaan yang menyatakan bahwa terdapat perdebatapn mengenai pluralisme agama. Bagi yang menolak, alasan teologisnya adalah tidak mungkin agama itu sama, baik dilihat dari segi konsep ketuhanan, syariat maupun konsep akhlak. Bagi yang menerima, berpandangan bahwa semua agama mengajarkan tentang kebenaran, keselamatan, hidup damai, tolong menolong, dan ajaran kasih sayang antar sesama.29 Terlepas dari kedua sudut pandang di atas, yang dapat dipahami bahwa dalam masyarakat yang majemuk (suku, ras, bahkan agama), sikap toleransi dan saling menghargai antara satu dengan yang lain mestilah dijaga dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian keberadaan agama-agama, semestinya dihargai dan diakui eksistensinya.

Pluralisme Keagamaan (Tinjauan Atas Pemikiran Hasyim Muzadi). Oleh Moh. Zamzani Mubarrak (2008), membahas tentang pandangan pluralisme Hasyim Muzadi sejauh mana relevansi pandangan pluralisme Hasyim Muzadi

28Fihif Dhillah. “Pluralisme agama dalam pandangan Nurcholish Madjid”

(Skripsi, Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, 2003)

29

Taslim. HM, Yasin, Pluralisme Keagamaan Sebuah Keniscayaan, Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry


(28)

19

terhadap kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.30

Pluralisme agama di Indonesia menurut pandangan Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid sering diperbincangkan oleh masyarakat, sehingga banyak pihak yang ingin mempelajari lebih dalam mengenai pluralisme agama di Indonesia menurut pandangan dari dua tokoh tersebut. Salah satu peneliti yang mempelajari pluralisme agama di Indonesia adalah Abdul Mukti dalam skripsi yang berjudul PLURALISME AGAMA DI INDONESIA (Studi Komparasi Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid). Skripsi yang ditulis Mukti lebih memfokuskan pada konsep pluralisme. Diajukan tiga fokus penelitian, di antaranya adalah 1) pengertian pluralisme, 2) alasan pluralisme diperlukan di Indonesia, 3) konsep pluralisme menurut Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid. Ketiga fokus penelitian Mukti terkonsep secara mengerucut, dari yang terluas sampai yang tersempit. Fokus pertama mengenai pluralisme secara luas, sedangkan fokus yang terakhir menurut pemikiran dari tokoh pluralisme.

Berbeda dengan beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, penelitian ini lebih fokus pada pluralisme menurut sudut pandang mahasiswa dari jurusan Perbandingan Agama UIN sunan Ampel Surabaya. Untuk mengetahui pemahaman dari pendapat masing-masing mahasiswa. Peneliti mengambil sudut pandang tersebut dengan berbagai alasan. Alasan yang

30Moh. Zamzani Mubarrak, “Pluralisme Keagamaan (Tinjauan Atas Pemikiran Hasyim Muzadi),” Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008)


(29)

20

utama definisi pluralisme menurut pandangan mahasiswa. Alasan kedua adalah penerapan pluralisme di Indonesia yang dipahami oleh mahasiswa dari jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Dan alasan yang terakhir yaitu secara tidak langsung dapat diketahui oleh generasi berikutnya bahwa mahasiswa yang berlatar belakang dan mempunyai misi seorang pluralis telah memahami pluralisme secara demikian.

Analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah pemikiran yang diajukan oleh Anis Malik Thoha. Anis Malik Thoha mengajukan teori mengenai Pemahaman Kritis Pluralisme Agama yang mencoba memecahkan teori yang diutarakan oleh John Hick sebagai seorang nabi pluralisme. Melalui pemikiran ini, akan dicoba menganalisis pemahaman mahasiswa tentang makna pluralisme.

G. Metode Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif (qualitative approach) dengan ciri khas penggunaan metode deep observation dan depth interview

sebagai instrumen pengumpulan data utama.31 Pendekatan kualitatif berkecenderungan mengungkap dan memformulasikan data lapangan dalam bentuk narasi verbal yang utuh dan mendeskripsikan realitas aslinya untuk kemudian data tersebut dianalisis.

31

Robert C. Bogdan dan S. Knoop Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. (Boston: Allyn and Bacon, t.t.), hlm. 2.


(30)

21

Jenis Penelitian ini adalah penelitian kasus, yakni mengkaji pemahaman pluralisme agama secara khusus dengan lingkup mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang masih aktif pada tahun akademik 2014-2015. Peran peneliti dalam proses pengumpulan data adalah sebagai pengamat penuh dan sekaligus sebagai pengamat partisipan. Hal ini ditempuh guna memahami dan mengetahui apa dan bagaimana yang sesungguhnya tentang pemahaman pluralisme agama pada mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Persoalan atau masalah-masalah yang ditemui di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian ini adalah di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi. Wawancara mendalam digunakan untuk mengetahui perspektif mahasiswa yang dipilih secara acak dan purposive (snowballing sampling) tentang pluralisme agama dan segala hal yang terkait dengan tema ini.

2. Observasi digunakan untuk mengetahui perilaku mahasiswa ketika berhadapan dengan komunitas yang berbeda (baik dari segi agama, pemahaman terhadap agama, mazhab, organisasi keagamaan, dan organisasi kemahasiswaan). Jenis observasi yang digunakan adalah pengamat langsung. Studi dokumentasi digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui data konkret dan rekam jejak terhadap jumlah


(31)

22

mahasiswa dan berbagai aktivitasnya yang didokumentasikan, terutama jika ada yang terkait dengan tema penelitian.

3. Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.32 Analisis data penelitian ini menggunakan bentuk interaktif analisis,33 dengan model interaktif siklus yang dilakukan selama pengumpulan dan sekaligus setelah pengumpulan data34. Analisis data dalam penelitian ini ditandai dengan proses yang dilakukan dengan tiga tahap, yaitu:35 (a) reduksi data, (b) display data, (c) pengambilan kesimpulan, dan verifikasi.36

a. Reduksi data ditandai dengan editing, yakni menentukan dan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian, menyempurnakan catatan yang kosong, memperjelas sandi-sandi, dan coretan-coretan sehingga dapat menghilangkan keraguan, mengubah kependekan-kependekan menjadi kalimat penuh dan sempurna, mengecek konsistensi data, dan kesesuaian jawaban dengan pertanyaan.

32

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 103.

33

Setya Yuwana Sudikan, Metode Penelitian Kebudayaan (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press, 2001), hlm. 80.

34Ibrahim Bafadal, “Teknik Analisis Data Penelitian Kualitatif,” dalam Masykuri Bakri. Ed, Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis. (Malang: Lemlit Unisma dan Visipress, 2002), hlm. 173-186.

35

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 86-87.

36

Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner (Yogyakarta: Paradigma, 2010), hlm. 119.


(32)

23

b. Display data ditandai dengan proses unitizing, organizing, dan

kategorizing yakni menyajikan data dalam bentuk kategori, baik dalam bentuk matrik, network, grafik dan sebagainya.

c. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi, yakni aktivitas mencari pola, model, persamaan dan sebagainya dari data yang telah terkumpul untuk kemudian dapat ditarik kesimpulan yang lebih akurat. Data yang telah dikumpulkan di lapangan diedit, dikelompokkan berdasarkan ketegori jawaban, sehingga diketahui titik masalahnya untuk kemudian disimpulkan dan digeneralisasikan serta menghasilkan teorisasi.

H. Sistematika Pembahasan

1. BAB I Pendahuluan: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan,

Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan

Dalam bab pendahuluan, peneliti memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang akan diteliti. Setelah itu menentukan rumusan masalah dalam penelitian tersebut. Serta menyatakan tujuan dan manfaat penelitian, dilanjutkan dengan kerangka teori, telaah pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.


(33)

24

2. BAB II Jurusan Perbandingan Agama: Profil Jurusan Perbandingan Agama, Kurikulum Pembelajaran Tentang Pluralisme, Pengajara Dosen Tentang Pluralisme

Dalam bab profil Jurusan Perbandingan Agama beserta Kurikulum yang didapat dari perkuliahan, maka pembahasan dalam bab kedua ini akan menyuguhkan tentang Visi dan Misi dari Jurusan Perbandingan agama sendiri dan menunujukkan beberapa mata kuliah yang diberikan pihak Jurusan Perbandingan Agama kepada mahasiswanya berdasarkan Kurikulum yang ada.

3. BAB III Temuan Lapangan: Pengetahuan Mahasiswa Tentang

Pluralisme Secara Teoritis, Pandangan Mahasiswa Tentang Pluralisme di Indonesia, Implementasi Pluralisme dalam Keseharian Mahasiswa, Implementasi Perilaku Mahasiswa dalam Berhubungan dengan Masyarakat Antar Agama, Pengalaman Mengikuti Ritual Lintas Agama

Dalam bab III ini penulis akan menyajikan pemahaman dari makna pluralisme yang dipahami oleh mahasiswa Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.

4. BAB IV Analisis Pembahasan

Dalam bab analisis data, penulis memberikan gambaran tentang data-data yang dikemas dalam bentuk analisis deskripsi. Setelah itu akan dilakukan penganalisahan data dengan menggunakan teori relevan.


(34)

25

5. BAB V Penutup

Dalam bab penutup, penulis menuliskan kesimpulan permasalahan dalam penelitian selain itu juga memberikan rekomendasi kepada para pembaca laporan penelitian ini.


(35)

26

BAB II

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

A. Profil Jurusan Perbandingan Agama

Perbandingan Agama merupakan disiplin ilmu yang diperkenalkan di Indonesia sejak Mukti Ali menjabat sebagai Menteri Agama pada tahun 1970-an, yang bertujuan untuk mendalami keyakinan keagamaan dengan mengetahui agama-agama lain. Dengan mengambil fakta pada masyarakat Indonesia yang multikultural dari segi agama, budaya, ras, dan bahasa, maka dari itu Indonesia sering dianggap sebagai masyarakat yang wajib memiliki sifat toleran terhadap berbagai perbedaan dan kemajemukan dalam keyakinan, kepercayaan dan agama. Namun pada tahun 1990-2000an sebutan sebagai bangsa yang multikultural dan penuh penghargaan telah digugat seiring dengan banyaknya kejadian tentang kekerasan, perusakan, dan pengeboman yang sering diklaim sebagai doktrin atau ajaran sebuah kepercayaan, keimanan, dan agama.37 Berdasarkan fakta di atas menumbuhkan keinginan bagi jurusan Perbandingan Agama untuk mengambil bagian dalam meningkatkan kerukunan, ketentraman, keharmonisan, dan perdamaian yang dilandasi dengan sikap saling memahami dan menghargai perbedaan dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel telah ikut serta dalam menerapkan keharmonisan tersebut dengan mendirikan Jurusan Perbandingan Agama yang

37


(36)

27

berada di dalam fakultas Ushuluddin. Jurusan ini menempatkan diri sebagai ruang belajar yang nyaman bagi mahasiswa untuk mengenal, memahami, dan mendalami topik-topik keagamaan dan kebudayaan. Mata kuliah yang disediakan oleh jurusan Perbandingan Agama didesain untuk mengembangkan semangat menghargai perbedaan dan menghormati keberagaman. Jurusan ini tidak semata berpijak pada landasan-landasan normatif dalam mempelajari agama, tetapi juga memperhatikan pijakan historis, antropologis, sosiologis dan psikologis. Pendekatan yang dilakukan jurusan Perbandingan agama adalah pendekatan saintifik-objektif, bukan pendekatan teologis.38

Tujuan utama dari jurusan Perbandingan Agama adalah mencetak sarjana yang toleran, humanis, pluralis, teguh menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, sekaligus menghormati ajaran dan keyakinan di luar agamanya, serta memiliki kepekaan sosial dengan kesiapannya menjadi ulama‟ pluralis dan fasilitator atau mediator dalam pembinaan dan pengembangan kerukunan umat beragama di berbagai lembaga keagamaan.

B. Kurikulum Pembelajaran Mahasiswa Perbandingan Agama tentang

Pluralisme

Jurusan Perbandingan Agama telah menyediakan sejumlah mata kuliah yang mempelajari pluralisme, dengan harapan bahwa seorang akademisi Perbandingan Agama mampu menjadi seorang pluralis di dalam masyarakat yang multi-kultural.

38


(37)

28

Di dalam jurusan Perbandingan Agama terdapat pengelompokkan mata kuliah berdasarkan kompetensinya, yaitu mata kuliah kompetensi dasar, kompetensi utama, pendukung, dan kompetensi tambahan atau pilihan. Pembelajaran mengenai pluralisme terdapat di dalam kelompok mata kuliah kompetensi utama, dan pendukung.

Mata kuliah yang disediakan oleh jurusan Perbandingan Agama kepada mahasiswa yang berkaitan dengan pemahaman tentang pluralisme, yaitu :

1. Mata kuliah Kompetensi Utama

Dalam kelompok mata kuliah kompetensi utama yang ada dalam kurikulumnya, mahasiswa Perbandingan Agama diharapkan dapat memiliki pemikiran yang pluralis dan kritis dalam menangani perkembangan isu-isu keagamaan di Indonesia, serta mampu beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki kepekaan dan kepedulian sosial keagamaan yang tinggi, sehingga mampu menampilkan pribadi yang kreatif dan inovatif serta progresif terhadap permasalahan keagamaan di Indonesia, untuk melakukan tindakan reflektif dan preventif terhadap isu SARA. Mahasiswa Perbandingan Agama harus mampu membuat jaringan komunikasi dengan umat beragama sebagai penerapan dari jiwa inklusif dan tidak melakukan truth claim yang didasarkan pada Al-Qur‟an dan As -Sunnah.39

Secara ringkas kompetensi utama ini diberikan dengan harapan agar mahasiswa menjadi seseorang yang mampu menerima

39


(38)

29

perspektif kebenaran di luar keyakinannya tanpa kehilangan keyakinan dan komitmen terhadap agamanya sendiri. beberapa mata kuliah yang terdapat di dalam kompetensi utama, sebagai berikut :

a. Pluralisme dan Multikulturalisme

Mata kuliah Pluralisme dan Multikulturalisme yang dikelompokkan dalam Kompetensi Utama ini merupakan mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa, karena mata kuliah ini menyangkut tentang pembelajaran untuk memahami kehidupan yang beraneka ragam serta cara menyikapinya. Mata kuliah tersebut diberikan di semester 8 dengan bobot 3 unit Sistem Kredit Semester (SKS) ini mempunyai standar kompetensi kelulusan (SKL) yaitu mampu memahami pengertian dasar, teori dan metodologi mengenai pluralisme dan multikulturalisme dari perspektif agama-agama. Metode yang dipakai dalam pengajarannya adalah diskusi kelompok serta presentasi atau menyampaikan pemahaman pluralisme dan multikulturalisme berdasarkan teori-teori para tokoh dengan referensi sebagai berikut, yaitu:40

1) Richad E Wentz, The Culture of religious pluralism, Colorado: Westview press, 1998

2) Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, Jakarta: Kompas, 2001

3) Oliver Roy, Geneologi Islam Radikal, terj. Nasrul Ompu, Yogyakarta: Genta press, 2005

40


(39)

30

4) Charles Kruzman, Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global, Jakarta: Paramadina, 2001 5) Jhon D. Caputo, Agama Cinta Agama Masa Depan, Bandung:

Mizan, 2001

6) Paul Knitter, Pengantar Teologi Agama-agama, Yogyakarta: Kanisius, 2008

7) Jalaluddin Rahmat, Islam dan Pluralisme, Jakarta: Serambi, 2006 8) Mahmoud Ayoub, “The Qur’an and Religious Pluralism” dalam

Islam and Global Dialogue, USA: Ashgate, 2005

9) Abu Hatsin, Islam dan Humanisme, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007.

Mata kuliah ini diberikan dengan harapan agar mahasiswa mampu menjelaskan definisi umum tentang plusralisme dan multikulturalisme bersama dengan pengertian inklusifisme, eksklusifisme, radikalisme, sekularisme, fundamentalisme agama dan konflik-konflik yang muncul karena persoalan etnisitas.

b. Hubungan antar Agama

Mata kuliah ini diberikan kepada mahasiswa semester 5 yang berbobot 3 unit sistem kredit semester (SKS) dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perspektif yang moderat tentang relasi keagamaan, menjelaskan peran agama dalam kerukunan hidup manusia, historisitas dari agama yang dianggap sebagai sumber kekerasan, dan membangun hubungan yang harmonis antar umat beragama. Maka dari itu mata kuliah ini dikelompokkan di dalam mata


(40)

31

kuliah kompetensi utama berdasarkan metode yang dipakai dalam pengajaran mata kuliah ini adalah model diskusi dan presentasi. Sumber-sumber yang digunakan adalah:41

1) Depag RI; Bingkai Teologi, Kerukunan Hidup Umat Beragama di Indonesia

2) Ahmad Syafii Mufi, Dialog Agama dan Kebangsaan

3) Baranuddin Daya, Agama Dialogis; Merenda Dialektika Idealita dan Realita Hubungan Anatar Agama, Raimondo Panikhakh: Dialog Intra Religius

4) Abdurrahman Wahid, Dialog Kritik Identitas Agama

5) Huston Smith, Titik Temu Agama-agama

6) Paul. F Knitter, Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi Agama dan Tanggung Jawab Global, (Jakarta: Gunung Mulia, 2003).

c. Ilmu Perbandingan Agama

Mata kuliah ini diberikan untuk memberi pemahaman atas berbagai keyakinan dan ajaran agama-agama serta fenomenanya. Fokus mata kuliah ini pada pendalaman dan pemahaman ilmu Perbandingan Agama. Kemudian dibahas juga dasar metodologi dan berbagai dasar-dasar teologis dari berbagai agama dan kepercayaan lokal yang berkembang di Indonesia. Dengan membandingkan satu agama dengan agama yang lain maka akan dapat diketahui oleh mahasiswa berbagai persamaan dan perbedaannya. Pengetahuan ini yang dapat memberikan

41


(41)

32

pengertian dan dasar-dasar timbulnya rasa toleransi beragama. dengan referensi sebagai berikut:42

1) A.Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama (Sebuah Pemahaman Tentang Metodos dan Sistima), Yogyakarta: Yayasan Nida, 1975. 2) Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama Pengenalan

Awal Metodologi Studi Agama-agama, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

3) Burhanuddin Daya, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia dan Belanda, Jakarta: INIS, 1992.

4) Halord Coward, Scipture in The World Religions, Oxford: One World, 2000.

5) Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama Inti dan Bentuk

Pengalaman Keagamaan, (terj. Jam’anuri), Jakarta: Rajawali 1984.

6) Mircea Alide dan Joseph M. Kitagawa, The History of Religions, Chicago: The University of Chicago Press, 1959.

7) Mujahid Abd. Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.

8) Mahmud Manan, Asal usul dan Sejarah Agama-agama, Surabaya: Sunan Ampel Press, 2011.

9) Rodney Stark, One True God Resiko Sejarah Bertuhan Satu, terj. Sadat Ismail, Yogyakarta: Penerbit Qolam, 2003.

10)Romdon, Metodologi Perbandingan Agama Suatu Pengantar Awal, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

42


(42)

33

11)Zakiah Daradjad, Perbandingan Agama, 1-2. Jakarta: Ditbinpertiais, Departemen Agama, 1984.

Dengan metode pengajaran presentasi dan tanya jawab di kelas, mahasiswa diharapkan mampu menjabarkan definisi etimologi. epistemologi, ruang lingkup, tujuan, manfaat ilmu perbandingan agama, menjabarkan sejarah ilmu perbandingan agama di dunia Timur dan Barat serta mengetahui tokoh-tokohnya sehingga dapat memberikan pendekatan kritis dalam dialog antar agama dan problematikanya.

d. Agama dan Isu-isu Kontemporer

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar mahasiswa mampu menganalisis isu-isu kontemporer dan mempunyai pengetahuan mendasar tentang agama sebagai keyakinan dan kekuatan. Agama tetap menjadi kekuatan utama dalam dunia modern. Dan peran pentingnya dalam setiap aktivitas masyarakat telah memunculkan banyak persoalan yang harus diselesaikan mulai dari masalah perdamaian, gender hingga pemahaman terhadap hakekat agama. Isu-isu yang dibahas itu diangkat dalam konteks agama sebagai kekuatan sosial, dan bukan sebagai sebuah kebenaran metafisis. Pendekatan yang digunakan dengan demikian, bukan teologis melainkan sosial dan budaya. Lebih lanjut, mata kuliah ini akan fokus pada isu-isu kotemporer yang terjadi di Tanah Air sebagai upaya menunjukkan bahwa dinamika keagamaan di dalam negeri adalah bentuk dari


(43)

34

keunggulan nasional yang kita miliki. Dengan beberapa referensi yang disarankan sebagai berikut:43

1) Bellah, Robert N. Beyond Belief: Memahami Kembali Agama. Jakarta: Paramadina, 2000.

2) Sudamoto, Abdul Hakim. Islam Berbagai Perspektif, Jakarta: LPMI, 1995.

3) Koentjara Ningrat. Agama Jawa, Yogyakarta: UGM Press. 2002. 4) Muhammad, Hussein. Upaya Membangun Keadilan Gender.

Jakarta: Penerbit Insani, 2011.

5) Zahro, Abu. Politik Demi Tuhan: Nasionalisme Religious di Indonesia. Bandung: Pustaka Hidayah, 1999.

6) Majid, Nurcholish. Islam Keindonesiaan dan Kemoderenan. Jakarta: Paramadina, 1993.

Dalam pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami ajaran agama tentang perdamaian, dan juga bagaimana kemudian agama dijadikan sebagai pembenaran atau alasan atas beberapa tindak kekerasan.

2. Mata kuliah Kompetensi Pendukung

Jurusan Perbandingan Agama juga menyediakan pembelajaran dari kompetensi pendukung yang didalamnya mahasiswa diharapkan memiliki keterampilan berpikir yang logis, sikap ilmiah dan bertanggung jawab terhadap ilmu yang dimilikinya dengan keahlian untuk memahami dan menganalisis sejarah perkembangan pemikiran keagamaan dan

43 Ibid


(44)

35

perkembangan aliran keagamaan terutama di dunia Islam, sehingga mahasiswa mampu berfikir secara efisien berdasarkan kronologis tanpa mengesampingkan jiwa inklusif dan toleran dengan semua agama dan aliran kepercayaan yang didasari oleh hukum Islam yang ada.44

Dengan kata lain mata kuliah dalam kelompok kompetensi pendukung ini diberikan agar mahasiswa menjadi seseorang yang memahami sejarah perkembangan pemikiran keagamaan dan kepercayaan sehingga dapat berpikir secara ilmiah, inklusif, dan toleran ketika menggunakan dasar hukum Islam dalam menanggapi dan menganalisa permasalahan keagamaan di Indonesia.

Mata kuliah yang terdapat di dalam kompetensi pendukung yang berkaitan dengan pliralisme yaitu mata kuliah Fiqih Lintas Agama dan mata kuliah Studi Praktek Keagamaan. Mata kuliah tersebut dikelompokkan dalam kompetensi pendukung karena aspek-aspek yang dibahas yaitu mengenai hubungan antar agama di dalam masyarakat yang beragam berdasarkan hukum yang terdapat di dalam Al-Qur‟an dan As -Sunnah. Beberapa mata kuliah tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

a. Fiqih Lintas Agama

Mata kuliah ini menjelaskan tentang hukum dari hubungan antar agama di dalam Islam dan memberikan wawasan hukum normatif Islam tentang perbuatan hukum yang antar pelakunya menginteraksikan ajaran agama yang berbeda dengan Islam baik

44 Ibid


(45)

36

menyangkut aspek ritual atau norma keagamaan. Mata kuliah ini menggunakan metode pengajaran diskusi dan presentasi dengan referensi literatur keilmuan sebagai berikut:45

1) Zainul Kamal, Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis.

2) Adian Husaini, Hegemoni Kristen Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi.

3) R. Michael Feener, Muslim Legal Thought in Modern Indonesia.

Mahasiswa diharapkan untuk dapat memahami dan menjelaskan kegiatan keagamaan yang berinteraksi dengan agama lainnya.

b. Studi Praktek Keagamaan (Ritual Keagamaan)

Diberikan kepada mahasiswa semester 5 dengan bobot sistem kredit semester (SKS) 3. Mata kuliah ini mempunyai standar kompetensi kelulusan yaitu mahasiswa harus mampu mengetahui dan memahami fenomenologi agama melalu studi praktek keagamaan, sehingga menumbuhkan sikap empati dan menghargai budaya lokal. Pemahaman tersebut juga didukung oleh sumber-sumber literatur sebagai berikut:46

1) Maria Susai Davamany, Fenomenologi Agama. 2) Dale Cannon, Enam Cara Beragama.

3) Michael Keene, Agama-Agama di Dunia.

45

Ibid 46


(46)

37

4) M. Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historitas.

5) Pieter Nella Van Doorn-Harder, Lima Titik Temu Agama-Agama.

6) Hustin Smith, Agama-Agama Manusia.

7) Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama.

8) Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama.

Berdasarkan referensi-referensi di atas diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kegiatan praktek keagamaan secara ekspresif, memaknai ritualnya dan mampu memahami dan membedakan antara magi dan religius yang dilakukan di dalam setiap agama. Pemahaman tersebut disampaikan dengan cara berdiskusi dan tanya jawab di dalam kelas.

Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari lebih lanjut pemahaman pluralisme agama di lingkungan mahasiswa baik yang sudah menempuh sejumlah mata kuliah tersebut di atas maupun belum.

C. Pengajaran Dosen tentang Pluralisme

Dalam perkuliahan mahasiswa di jurusan perbandingan agama UIN Sunan Ampel, para dosen juga mengajarkan beberapa mata kuliah yang akan menunjang dan memperdalam wawasan-wawasan pluralisme dan humanisme. Untuk mendalami metode dan tujuan kurikulum jurusan PA tentang pemahaman pluralisme agama, peneliti mewawancarai kaprodi dan beberapa dosen jurusan perbandingan agama. Dalam wawancaranya Bapak Siddiq, selaku kaprodi PA menuturkan:


(47)

38

“Dalam pembelajaran matakuliah-matakuliah di PA akan temukan, misalnya mata kuliah Agama-Agama Dunia yang nantinya akan mempelajari agama-agama di luar agama-agama Islam, kebudayaan, hubungan antar umat beragama-agama, ilmu perbandingan agama, mutikulturalisme dan pluralisme. Itu semua mengarah pada membentuk karakter mahasiswa yang pluralis dan humanis.

Tentu saja akan banyak pemahaman tentang apa itu pluralisme.”47

Berdasarkan sejumlah mata kuliah di atas yang disampaikan dosen kepada mahasiswa dengan metode pembelajaran yang baik maka akan membentuk paradigma dan pola perilaku tentang pluralisme dan memperkuat keyakinan agama sendiri serta menghargai agama orang lain. Sebagaimana yang dikatakan oleh Pak Nasruddin selaku dosen mata kuliah Agama Budha:

“Yang saya inginkan adalah dengan membaca agama lain itu bukan berarti meninggalkan agamanya sendiri. Tetapi semakin meyakinkan bahwa kami ini berbeda. Tetapi di mana titik perbedaan itu yang kita akui, dan di mana titik

persamaan itu yang harus dijunjung tinggi.”48

Pembelajaran pluralisme yang disampaikan dosen tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa jurusan perbandingan agama mempunyai maksud yang sederhana yaitu menghargai dan menghormati keragaman dan keyakinan di luar agama kita dengan dasar berkomitmen terhadap keyakinan masing-masing.

Pluralisme niscaya dibutuhkan di Indonesia walaupun pada kenyataannya MUI justru memfatwakan pluralisme agama sebagai suatu yang haram di Indonesia yang multikultural, multi etnis, dan multi agama ini sehingga dapat disimpulkan bahwa pengajaran yang disampaikan oleh dosen bertujuan untuk memberi mahasiswa pemahaman inklusif akan keyakinan dan teologi yang

47

Akhmad Siddiq, wawancara 11 juni 2015

48


(48)

39

diharapkan akan menanam dan mengembangkan sifat pluralisme. Seperti yang dikatakan oleh Pak Nasruddin sewaktu ditanya oleh peneliti mengenai ormas-ormas yang notabene Islam eksklusif:

“Ya memberikan gambaran ormas-ormas tipenya seperti ini. Tapi kan sudah ada identifikasi awal bahwa ini aliran-aliran keras, aliran ini kayak begini tidak mau berteman dengan Islam yang liberal, pluralis, multikultural, dsb. Sementara di PA tidak mencetak seperti itu. Karena apa, karena kita mempelajari agama orang lain. kita mempelajari agama orang lain bukan berarti menyalahkan agama orang lain, tetapi untuk memahami. Kemudian dari pemahaman itu kita sadari, ternyata dari perbedaan itu tidak harus kita sikapi dengan ekslusifisme, tetapi kita sikapi dengan persaudaraan, dengan rasa kita memiliki Indonesia yang sama. Tidak mungkin tercipta Indonesia yang sekarang kalau umat-umat yang lain tidak mau menerima. Dalam konteks perjuangan bukan hanya milik Islam meskipun sejarah mencatat bahwa Islam ikut andil yang besar dalam kemerdekaan Indonesia. Tetapi bukan berarti umat Islam bisa sewenang-wenang.”49

Penerapan sifat pluralisme mahasiswa dapat dilihat dari interaksi mahasiswa dengan masyarakat sekitarnya, sebagaimana yang disampaikan oleh Kaprodi Perbandingan Agama, “apabila mahasiswa masih menghakimi, menyalahkan, dan belum memahami agama lain, dan mengklaim keyakinannya sendiri yang paling benar, berarti mahasiswa tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai seorang yang pluralis.”

49


(49)

40

BAB III

TEMUAN LAPANGAN

Untuk mengetahui lebih jelas tentang pemahaman mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama dalam menguasai pemahaman pluralisme agama akan di uraikan dalam bab ini yang di kategorikan menjadi tiga kelompok atau sub bab. Pertama, membahas tentang pemahaman mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama mengenai pluralisme secara teoretis. Kedua, pandangan mahasiswa tentang pluralisme di Indonesia, dan yang ketiga tentang Implementasi dari pemahaman pluralisme mahasiswa dalam kesehariannya. Melalui pemahaman ini diharapkan generasi selanjutnya dapat memahami betapa pentingnya peran pluralisme di Indonesia.

A. Pengetahuan Mahasiswa Tentang Pluralisme Secara Teoritis

Pengetahuan merupakan pemahaman baik secara individu maupun kelompok terhadap sesuatu. Istilah pluralisme agama sering disalah artikan oleh semua atau sebagian orang meskipun secara terminologi telah populer dan tampak disambut antusias secara universal. Kata pluralisme berasal dari bahasa Inggris yaitu pluralism yang berarti jama‟ atau lebih dari satu. Jadi

pluralisme agama adalah sikap menjaga kestabilan dan bersikap toleransi antar sesama atau antar umat beragama dengan cara menghormati agama lain bahwa semua agama itu benar dan Allah telah memberikan kebebasan kepada semua manusia untuk memeluk agama yang diyakini.


(50)

41

Pemahaman pluralisme menurut pandangan mahasiswa yang sebagai narasumber bagi peneliti, banyak sekali pemahaman-pemahaman yang dilontarkan dari setiap individu. Sebagian mahasiswa mengatakan bahwa pluralisme dilihat dari agamanya sendiri dan mengatakan bahwa Islam adalah agama yang paling benar tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa agama lain juga benar. Kebenaran tersebut tidak berasal dari nenek moyang tetapi merupakan sebuah proses untuk menerima kebenaran yang ada di dalam Islam melalui studi perbandingan agama. Dari hal tersebut bukan berarti sepenuhnya setuju bahwa agama Islam merupakan agama yang paling benar, tetapi juga membuka ruang bagi agama lain untuk menghormati dan bersikap toleran terhadap agama lain.50

Islam adalah agama yang toleran terhadap semua agama. Hal itu merupakan suatu sikap menunjukkan bahwa Islam sangat mengormati agama lain. Kemudian mahasiswa lain juga memiliki pandangan sendiri terhadap pengetahuan pluralisme menurut pengalaman maupun teori dari mata kuliah yang diajarkan oleh dosen bahwa pluralisme adalah sebagai alat untuk memahami agama lain tanpa ada maksud untuk menyamakan semua agama. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan sejumlah teori yang digagas oleh tokoh pluralisme seperti Jhon Hick, Nurcholish Madjid, Ulil Absor Abdallah, dan lain-lain.51

50

Muhammad Taufiq, Wawancara 26 Mei 2015

51


(51)

42

Pemahaman pluralisme secara teori masih belum dapat dijelaskan oleh mahasiswa secara luas dalam pengertiannya, seperti yang diutarakan oleh Leswono selaku mahasiswa semester 6 mengatakan bahwa:

“Pemahaman yang disampaikan dibangku kuliah belum sampai pada

pluralisme, tetapi dalam tahap multikulturalisme saja, karena masih mementingkan golongan dan ketika berdiskusi dengan non muslim masih ada batasan-batasan dan kurang opo anane. Tetapi bisa dikatakan pluralisme jika bisa berinteraksi dengan orang non muslim secara fair tanpa memandang

status agama dan ras.”52

Namun yang dirasakan oleh mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama saat ini memang masih pada tahap toleransinya, apabila telah dilakukan diskusi dengan mahasiswa lintas agama di dalam diskusi tersebut masih belum bisa mengeksplor seluruh pengetahuan yang terkandung di dalam agama yang ingin dipahami. Dari sini mahasiswa semester enam tersebut menambahkan

aargumentasinya bahwa “Bisa dikatakan pluralisme apabila sudah melakukan

perbincangan yang serius dan perilaku yang menyakut keagamaan secara

totalitas dengan lintas agama serta dapat menghargai kegiatan agama lain.”53

1. Kurikulum yang Ditempuh Mahasiswa Menyangkut Pluralisme

Kurikulum merupakan seperangkat aturan dan perencanaan mengenai bahan pembelajaran yang dipedomani untuk aktivitas belajar mengajar. Kurikulum bisa saja berubah kapan saja, tetapi perubahan tidak terlalu jauh melenceng dari aturan yang sebelumnya. Setiap jurusan terdapat

52

Leswono, Wawancara 11 Juni 2015

53


(52)

43

macam kurikulum atau mata kuliah yang harus ditempuh oleh mahasiswa secara bertahap.

Dalam penelitian ini diambil kurikulum yang berkaitan dengan lingkup pluralismenya. Dengan mengacu pada kurikulum, akan mempermudah peneliti untuk melakukan penelitian langsung kepada narasumber yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pelajaran yang telah mereka pahami. Berdasarkan kurikulum yang telah dibahas di bab dua, akan dijadikan acuan untuk membahas kurikulum yang diterima oleh mahasiswa pada bab tiga ini. Kurikulum yang diterima mahasiswa dalam perkuliahan akan menjadi penunjang dari pemahamannya mengenai pluralisme.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, sejumlah mahasiswa telah menyebutkan tokoh-tokoh pluralisme beserta teori-teori yang dipamahami. Seperti yang dikatakan oleh salah satu mahasiswa bahwa pluralisme yang dipahami berdasarkan pemahaman Mukti Ali yaitu lebih menekankan kebenaran terhadap agama yang dianutnya dengan cara berkomitmen dengan agamanya sendiri.

Kemudian sejumlah mahasiswa yang lain juga mengatakan hal yang berbeda tentang pluralisme yang dipahami dari para tokohnya, seperti yang diutarakan oleh Sholahuddin selaku mantan ketua BEM Fakultas Ushuluddin bahwa setuju dengan pendapat-pendapat dari sejumlah tokoh yang menyatakan bahwa pluralisme agama adalah semua agama itu sama.


(53)

44

Dalam artian sama menyembah Tuhan dan sama-sama mengajarkan kebaikan, tetapi hanya metodenya saja yang berbeda.54

2. Pemahaman Pluralisme Dari Pengajaran Dosen Kepada Mahasiswa

Pemahaman pluralisme menurut perspektif mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama yang diperoleh dari mata kuliah yang diajarkan telah banyak ditemukan perbedaan dalam pemahamannya, dengan maksud memiliki pengertian sendiri yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang mereka pahami. Namun mayoritas mahasiswa mengartikan bahwa pluralisme merupakan sikap menghargai dan menghormati tanpa membedakan antara agama satu dengan agama yang lain. Hal ini seperti

yang dikatakan oleh salah seorang mahasiswa bahwa “pluralisme agama

mengajarkan untuk saling menghargai dan menghormati sesama agama dengan cara mengawali atau membiasakan diri sendiri untuk menghormati keyakinan orang lain, karena tidak biasa bagi kita sebagai manusia awam untuk dapat menerima hal itu, dan apabila sikap yang menjadi kebiasaan itu sudah tertanam di dalam diri kita masing-masing, maka akan mempermudah kita untuk mengajarkan paham pluralisme tersebut terhadap

sekeliling kita.”55

Melalui pengajaran untuk memahami tentang pluralisme, sebagai generasi penerus diharapkan dapat menghargai dan menghormati agama lain sehingga untuk kedepannya dapat mengajarkan paham pluralisme kepada orang disekitarnya. Kemudian mahasiswa lain menambahkan

54

Rahmad Sholahuddin, Wawancara 26 Mei 2015

55


(54)

45

bahwa pluralisme agama adalah sebuah sikap manusia terhadap agama yang ada di Indonesia dan diterapkan dengan saling menghargai dan menghormati dalam beribadah. Di dalam agama tentunya terdapat suatu perbedaan, dan perbedaan tersebut harus dihormati.

Berdasarkan penjelasan tentang makna pluralisme menurut pandangan mahasiswa adalah hampir sama. Namun pluralisme pada intinya adalah dimanapun adanya dengan berbagai macam perbedaan, baik suku, ras, maupun agama, tetapi harus diterima, diakui, dan bertoleransi terhadap perbedaan tersebut. Menurut pendapat lain yang dikemukakan mahasiswa telah mengatakan bahwa pengajaran di Jurusan Perbandingan Agama belum menyangkut pluralisme secara spesifik karena mata kuliah yang diberikan masih pada pemahaman tentang perbedaan agama dan budaya saja. Dan secara praktik misalnya seperti hari nyepi didaerah tertentu, kita hanya menghormatinya dengan tidak menganggu kegiatan keagamaannya. Hal tersebut merupakan kesadaran pada diri manusia untuk melakukan

sikap pluralisme. Sholahuddin menambahkan bahwa “pluralisme

merupakan sifat menghargai, tetapi perlu dibedakan antara pluralisme dengan toleransi. Kalau toleransi cenderung apatik, namun berbeda halnya ketika bicara tentang pluralisme, kita menghargai perbedaan dalam konteks

agama.”56

56


(1)

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pluralisme diartikan oleh mahasiswa sebagai wadah untuk menumbuhkan suatu sikap atau kesadaran kelompok atau individu untuk menyadari adanya kemajemukan. Hal ini merupakan suatu sikap yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang akademisi Perbandingan Agama, karena Jurusan Perbandingan Agama sendiri mempunyai pandangan yang jauh kedepan agar alumni dari Perbandingan Agama tidak hanya bisa berdakwah saja, melainkan agar bisa berbaur dengan semua masyarakat yang berbeda, baik berbeda dalam segi agama, budaya, dan etnisnya, selebihnya dapat mempersatukan berbagai macam perbedaan tersebut dengan pengalamannya dari pembelajaran dan pemahamannya tentang pluralisme.

2. Dalam pandangan mahasiswa Perbandingan Agama, penerapan pluralisme di Indonesia sebenarnya belum sepenuhnya terwujud, tetapi ada sebagian kecil yang merealisasikan bentuk pluralisme tersebut, meskipun Indonesia sebagai negara yang demokratis dan berideologi Pancasila, penerapan dari Pancasila masih sangat minim, hal ini digambarkan oleh mahasiswa dari perselisihan berbagai kelompok intra agama sendiri.

Dalam penelitian ini kita dapat mengetahui penerapan pluralisme dari mahasiswa jurusan Perbandingan Agama di dalam kehidupan bermasyarakat


(2)

78

dengan cara mereka memposisikan diri sebagai manusia sosial yang saling membutuhkan terhadap sesama yang mempunyai rasa empati yang tinggi terhadap sesama manusia yang berbeda keyakinan, tetapi mereka tidak mengabaikan komitmennya terhadap keyakinannya sendiri. Karena Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai perdamaian dan kemanusiaan, maka hal itu merupakan suatu wujud dari yang disebut dengan Rahmatan Lil Alamiin, yang bermaksud agama Islam adalah agama bagi semua umat, maka dalam hal ini mendoakan umat lain merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan oleh umat Muslim, seperti halnya Nabi Muhammad berdo‟a untuk paman-paman beliau agar dibukakan pintu Rahmat-Nya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai wacana akademik yang berdasar pada temuan penelitian.

1. Kepada para mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel diharapkan untuk semakin menumbuhkan semangat untuk pembelajarannya dalam mendalami isu-isu kontemporer yang berkaitan dengan keagamaan khusunya dalam wacana Pluralisme, serta dalam studi ilmu-ilmu keIslaman dan ilmu-ilmu humaniora lainnya dalam rangka ikut berpartisipasi secara aktif, intensif, dan kreatif dalam peraturan pengembangan tradisi keilmuan Islam.


(3)

79

Agama: (a) diharapkan untuk mewujudkan suatu gambaran yang pasti untuk dapat dijadikan daya tarik dalam menciptakan tradisi lingkungan akademis yang kondusif dan menumbuhkan etos pengembangan ilmu-ilmu keIslaman, sehingga Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel dapat menjadi salah satu centre of knowledge tranformation yang berkarakter dan berwibawa secara ilmiah. (b) diharapkan dari kurikulumnya agar ditambahkan mata kuliah yang mempelajari tentang pluralisme secara spesifik. (c) Sudah waktunya untuk merumuskan secara konkret dan menjadikan pemahaman tentang pluralisme dalam perspektif yang lebih sosiologis dan rasional akademis dengan pertimbangan: (1), berdasarkan fakta, bahwa manusia merupakan makhluk yang beragam dalam segala aspeknya. (2), semakin suburnya gerakan radikal fundamentalis yang berusaha memberangus keragaman dan sangat melanggar hak asasi manusia, sehingga memerlukan sebuah serangan balik dari sebuah institusi yang memiliki fondasi dari permasalahan yang ada.

3. Direkomendasikan kepada peneliti lainnya untuk mengadakan penelitian tentang pemahaman pluralisme pada mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel atau pada institusi lainnya dengan pendekatan, metodologi atau kerangka teoritik keilmuan lainnya, sehingga dapat diketahui apakah temuan penelitian ini merupakan sesuatu yang memang terjadi dengan sebenarnya atau justru merupakan sesuatu yang bersifat kebetulan.


(4)

80

DAFTAR PUSTAKA

Anis Malik Thoha, 2005, Tren Pluralisme Agama:Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif GIP.

Alwi Sihab, 1999, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama. Bandung: Mizan.

Dian Interfidea, 1994, Dialog: Kritik dan Identitas Agama. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Ali-fauzi, Ikhsan. 2009, Pola-Pola Konflik Keagamaan di Indonesia (1990-2008). Jakarta: Yayasan wakaf Paramadina.

Adhi. T. 2008, Perjalanan Spiritual Seorang Kristen Sekuler: Enam Alasan

Mengapa Saya Tetap Menjadi Kristen. Jakarta: Gunung

Mulia.

Ghafur, W. A. 2004, Tafsir Sosial (Mendialogkan Teks dengan Konsteks). Yogyakarta: elsAQ Press..

J. B. Oentoro. 2010, .Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Azra Azyumardi, dkk, 2005, Nilai-Nilai Pluralisme Dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak, Bandung: Nuansa.

FPUB(Forum Persaudaraan Umat Beriman). 2008, Spiritualitas Multikultur sebagai Landasan Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta: KANISIUS.

Suhadi. 2006, Kawin Lintas Agama: Perspektif Kritik Nalar Islam. Yogyakarta: LkiS.

Muhaimin, 2009, .Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo.

Jalaluddin Rahmat, 2006, Islam dan Pluralisme: Akhlak Qur’an Menyikapi Perbedaan. Jakarta: Serambi,

Abdurrahman Wahid, 2006, Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama

Masyarakat Negara Demokrasi,Jakarta: The Wahid Institute.

Abd. Sidiq Notonegoro, Dilema Mnuju Islam Dialogis: Beajar Dari Kasus Moh.

Shofan dalam Moh. Shofan, Menegakkan Pluralisme

Fundamentalisme-Konservatif di Tubuh Muhammadiyah.

Fathimah Usman, 2002, Wahdat al-Adyan: Dialog Pluralisme Agama,


(5)

81

Sumbulah, 2006,.Islam Radikal dan Pluralisme Agama: Studi Konstruksi Sosial Aktivis Hizbut Tahrir dan Majlis Mujahidin di Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi, Disertasi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

Budhy Munawar Rahman, 1989, Pluralisme dan Teologi Agama-Agama Kristen-Islam. Yogyakarta: Kanisius.

Frans Magnis Suseno, 2006, The Challenge of Pluralism dalam Kamaruddin Amin et.al., Quo Vadis Islamic Studies di Indonesia? Diktis Depag RI bekerjasama dengan PPs UIN Alauddin Makassar.

Moh. Sofan, Pendidikan Berbasis Pluralisme dalam buku Menegakkan

Pluralisme Fundamentalisme-Konservatif di Tubuh

Muhammadiyah,

Fihif Dhillah. 2003, Pluralisme agama dalam pandangan Nurcholish Madjid, Skripsi, Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga.

Moh. Zamzani Mubarrak, 2008, Pluralisme Keagamaan (Tinjauan Atas

Pemikiran Hasyim Muzadi), Skripsi Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Taslim. HM, Yasin, Pluralisme Keagamaan Sebuah Keniscayaan, Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry

Robert C. Bogdan dan S. Knoop Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, t.t.

Sugiono, 2009, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif R & D. Bandung: Alfabeta.

Lexy J. Moleong, 2002, Metodologi Penulisan Kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sumadi Suryabrata, 1998, Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo persada. Burhan Bungin, 2001, Metode penelitian social. Surabaya: Airlangga universiti

pers.

Setya Yuwana Sudikan, 2001, Metode Penelitian Kebudayaan, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press.

Ibrahim Bafadal, 2002, Teknik Analisis Data Penelitian Kualitatif, dalam Masykuri Bakri. Ed, Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Malang: Lemlit Unisma dan Visipress.


(6)

82

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2003, Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara,

Kaelan, 2010, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, Yogyakarta: Paradigma.

Hamami Zada, 2006, Agama dan Etnis: Tantangan Pluralisme di Indonesia dalam Sururin dan Maria Ulfa (ed), Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam (Jakarta: Nuansa-Fatayat NU-Ford Foundation.

Coward, Pluralisme dan Tantangan Agama-Agama…

Coward, Religious Pluralism and the Future of Religions dalam Thomas Dean (ed), Religious Pluralism and Truth Essays on Cross Cultural Philosophy of Religion, State University of New York Press, 1995.

Adian Husaini, 2005, Pluralisme Agama Haram: Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak Kontroversial, Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Mencermati Doktrin dan Ciri-ciri Fahaman Pluralisme Agama _

MUAFAKAT.html

Kurikulum Program Studi Perbandingan Agama tahun 2014.

Prodi Perbandingan Agama » FUPI UIN Sunan Ampel Surabaya.htm UUD, tahun 19945 pasal 28E