Pengaruh Budaya Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Melati Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Kerja
2.1.1 Pengertian Budaya Kerja
Slocum dalam West (2000) mendefinisikan budaya sebagai asumsi-asumsi
dan pola-pola makna yang mendasar yang dianggap sudah selayaknya dianut dan
dimanifestasikan oleh semua pihak yang berpartisipasi dalam organisasi. Budaya
diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka phisikologis yang
terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi,
sehingga untuk merubah sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang yang
telah melekat.
Menurut Sinungan (2000), budaya kerja adalah pengelolaan administrasi yang
mencakup pengembangan, perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu produk yang
berkualitas dalam arti optimal, ekonomis, dan bermanfaat. Sedangkan menurut
Triguno (2006), budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh pandangan
hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong,
membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang
tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan
yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Schein (1992) yang menyatakan bahwa

budaya kerja adalah :

Universitas Sumatera Utara

1. Observed behaviour regularities when people interact (keteraturan-keteraturan
perilaku yang teramati apabila orang berinteraksi)
2. The norms that’s envolve in working group (Norma-norma yang berkembang
dalam kelompok kerja)
3. The dominant values responsed by organization (Nilai-nilai dominan yang
didukung oleh organisasi)
4. The philosophy directing the organization (Filosofi yang mengarahkan kebijakan
organisasi)
5. The rule of game for getting along in the organization (Aturan permainan yang
harus ditaati untuk dapat diterima sebagai anggota didalam organisasi)
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Ndraha (2003) yang menyatakan bahwa
budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang
dimiliki oleh suatu golongan masyarakat.
Faktor budaya kerja merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan
kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Hal ini seperti yang dikemukakanoleh Litle

John (Kosasih, 2000) bahwa variabel yang penting yang mempengaruhi kemajuan
dan produktivitas organisasi/perusahaan bukan terletak pada faktor manajemen,
fungsi-fungsi penyelesaian tugas atau struktur organisasi tetapi pada aspek-aspek
kultural. Pada organisasi yang telah memiliki budaya kerja yang baik, maka hal
tersebut akan memudahkan pihak manajemen organisasi untuk mengarahkan para
pegawainya bekerja seperti yang diinginkan organisasi. Hal ini disebabkan dalam

Universitas Sumatera Utara

organisasi tersebut, aspek-aspek kerja atau norma-norma yang ada telah mampu
beradaptasi dan sesuai dengan tujuan organisasi.
Budaya berasal dari bahasa sansekerta “ budhayah” sebagai bentuk jamak dari
kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal
pikiran. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan dari “budidaya” nilainilai dan sikap mental (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Budidaya berarti
memberdayakan budi sebagaimana dalam bahasa Inggris dikenal sebagai culture
yang semula artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu, kemudian berkembang
sebagai cara manusia mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity) dan hasil
karyanya (performance). Budidaya juga dapat diartikan sebagai keseluruhan usaha
rohani dan materi termasuk potensi-potensi maupun ketrampilan masyarakat atau
kelompok manusia.

Berdasarkan beberapa teori di atas terdapat beberapa kesamaan pendapat
mengenai budaya kerja. Pendapat para pakar tersebut bahwa budaya kerja merupakan
sikap dan perilaku individu dari kelompok anggota organisasi dalam bekerja.
Kesadaran dalam melakukan aktivitas pekerjaan tersebut didasari atas nilai-nilai yang
diyakini oleh para anggota organisasi kebenarannya dan hal tersebut menjadi sifat
serta kebiasaan para anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan
sehari-hari.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja
Menurut Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmenpan
Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002), tujuan dari budaya kerja pada hakekatnya adalah

Universitas Sumatera Utara

untuk membangun kualitas sumber daya manusia secara terpadu berdasarkan nilainilai luhur yang telah disepakati dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Bagi aparatur negara sendiri, tujuan yang pokok dari budaya kerja adalah :
1. Mengubah sikap dan perilaku baru sesuai dengan tuntutan yang berdasar pada
nilai-nilai yang disepakati
2. Profesional yang berarti mengerti dan mampu melaksanakan tugasnya dengan
benar dan bertanggungjawab
3. Terampil, peka terhadap lingkungan, cepat bertindak, percaya diri dan mandiri

melalui manajemen modern
4. Mampu berinteraksi melalui jaringan horizontal, vertikal, dan diagonal
5. Mengutamakan kerjasama dan koordinasi, sehingga efektifitas pelaksanaan tugastugas dapat ditingkatkan
Menurut Supriyadi dan Guno (Prasetya, 2001) budaya kerja memiliki tujuan
untuk mengubah sikap dan juga perilaku sumber daya manusia yang ada agar dapat
meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang
akan datang. Adapun manfaat nyata dari penerapan suatu budaya kerja yang baik
dalam suatu lingkungan organiasasi adalah :
1. Meningkatkan jiwa gotong royong
2. Meningkatkan kebersamaan
3. Saling terbuka satu sama lain
4. Meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. Meningkatkan rasa kekeluargaan

Universitas Sumatera Utara

6. Membangun komunikasi yang lebih baik
7. Meningkatkan produktivitas kerja
8. Tanggap dengan perkembangan dunia luar
Berdasarkan pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat

utama dari budaya kerja berakibat pada meningkatnya produktifitas kerja atau kinerja
pegawai. Hal ini dapat disebabkan karena penerapan budaya kerja yang ada di
organisasi sudah sesuai dengan tujuan, visi, dan misi yang ada di organisasi. Jika hal
tersebut terjadi maka hal tersebut akan memudahkan para pegawai untuk menerapkan
budaya kerja yang berimplementasi pada produktifitas kerja organisasi.
2.1.3 Faktor-Faktor Pembentuk Budaya Kerja
Robbins (2006) menyatakan bahwa budaya kerja dibangun dan dipertahankan
berdasarkan filsafat pendiri atau pemimpin perusahaan. Budaya ini sangat
dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pekerjaanya.
Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat diterima
atau yang tidak dapat diterima oleh pekerja. Bentuk sosialisasi akan tergantung pada
kesuksesan yang dicapai dalam menetapkan nilai-nilai dalam proses seleksi. Namun
secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi untuk
melakukan penyesuaian terhadap perubahan, yang akhirnya akan muncul budaya
kerja yang diinginkan.
Proses terbentuknya budaya kerja dalam lingkungan suatu organisasi dapat
ditunjukkan pada Gambar 2.1 :

Universitas Sumatera Utara


Pimpinan
Puncak

Filsafat dari
Pimpinan

Kriteria
Seleksi

Budaya
Kerja
Sosialiasi

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Budaya Kerja
Sumber : Robbins (2006)

Budaya kerja bukanlah budaya perusahaan (corporate culture), budaya kerja
adalah budayanya pekerja, berbeda dengan budaya perusahaan yang merupakan
kumpulan perilaku yang sesuai dengan visi dan misi organisasi. Budaya kerja juga
bukanlah given atau pemberian karena budaya kerja adalah sesuatu yang dibentuk

sesuai dengan keinginan organisasi. Budaya kerja dianggap mampu memengaruhi
sikap dan perilaku pegawai yang bekerja, disamping itu budaya kerja juga dianggap
mampu memengaruhi hubungan dan suasana kerja ke arah yang lebih baik, serta
mampu memengaruhi kinerja pegawai (Gunadi, 2006).
Menurut Amnuai (Ndraha, 2003), budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja
atau organisasi itu berdiri. “being developed as they learn to cope with problems of
external adaptions and internal integration” artinya pembentukan budaya kerja
terjadi manakala lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik
yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut

Universitas Sumatera Utara

persatuan dan keutuhan organisasi. Perlu waktu bertahun bahkan puluhan dan ratusan
tahun untuk membentuk budaya kerja.
Di Indonesia terdapat perilaku dan sikap budaya yang tercermin dari perilaku
dan norma-norma kehidupan sehari-hari, hal ini tidak terlepas dari akar budaya yang
dianut masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Perilaku dan sikap budaya
dimaksud ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif bila dikaitkan dengan
aktifitas atau pekerjaan seseorang.
2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Budaya Kerja

Menurut Ndraha (2003), untuk mengidentifikasi budaya kerja yang berlaku di
suatu organisasi maka dapat dilihat dari 2 hal, yaitu :
1. Sikap terhadap pekerjaan, yaitu kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan
lain seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan
pekerjaannya sendiri atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk
kelangsungan hidupnya.
2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggungjawab, berhatihati, teliti, cermat, berkemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan
kewajibannya, suka membantu sesama karyawan, atau sebaliknya.

2.2 Teori tentang Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan
memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya

Universitas Sumatera Utara

orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang
tidak melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivation, yang dapat diartikan
sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu
tujuan tertentu (Rivai, 2006). Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan

seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk
keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai
kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam
rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang ditentukan (Siagian,
2004). Sedangkan Gerungan (2000), menambahkan bahwa motivasi adalah
penggerak, alasan-alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan
dirinya melakukan suatu tindakan/bertingkah laku.
Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam
diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah
lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan,
baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.
Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting, yaitu:
a) Pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan
dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota
organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan

Universitas Sumatera Utara


yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka
tujuan pribadi akan ikut pula tercapai.
b) Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan
tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila
seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.
c) Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha
tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan
menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu
pada diri seseorang.
Menurut Gitosudarmo (1997), motivasi atau dorongan kepada karyawan
untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama atau tujuan perusahaan
ini terdapat dua macam yaitu : (a) motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan
dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering
disebut insentif; dan (b). motivasi non finansial yaitu dorongan yang diwujudkan
tidak dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,
pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.
2.2.2 Teori Motivasi
a. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow.
Robbin (2006), teori ini mula-mula dipelopori oleh Maslow pada tahun 1954.
Ia menyatakan bahwa manusia mempunyai pelbagai keperluan dan mencoba

mendorong untuk bergerak memenuhi keperluan tersebut. Keperluan itu wujud dalam
beberapa tahap kepentingan. Setiap manusia mempunyai keperluan untuk memenuhi

Universitas Sumatera Utara

kepuasan diri dan bergerak memenuhi keperluan tersebut. Lima hierarki keperluan
mengikut Maslow adalah kebutuhan: (1) Faali (fisiologis) : antara lain rasa lapar,
haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sex dan kebutuhan ragawi lain, (2)
Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional, (3) Sosial : mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan
persahabatan, (4) Penghargaan : mencakup faktor rasa hormat internal seperti hargadiri, otonomi, dan prestasi; dan faktor hormat ekstemal seperti status, pengakuan, dan
perhatian. (5) Aktualisasi diri : dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi;
mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai kategori tinggi dan kategori
rendah, Kebutuhan faali dan kebutuhan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan
kategori rendah dan kebutuhan sosial dan kebutuhan akan penghargaan, dan
aktualisasi diri sebagai kebutuhan kategori tinggi. Pembedaan antara kedua kategori
ini berdasarkan alasan bahwa kebutuhan kategori tinggi dipenuhi secara internal
(di dalam diri orang itu). Sedangkan kebutuhan kategori rendah terutama dipenuhi
secara eksternal (dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja).
2.2.3 Jenis-Jenis Motivasi
Handoko (2001), motivasi terdiri atas: (a) motivasi intrinsik, yaitu motivasi
yang berfungsinya tanpa rangsangan dari luar, karena dalam diri individu tersebut
sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, dan (b) motivasi ekstrinsik, yaitu
motivasi yang berfungsinya karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari
luar diri individu.

Universitas Sumatera Utara

Herzberg dalam Hasibuan (2005), menjelaskan bahwa motivasi pada
prinsipnya berkaitan dengan kepuasan dan ketidak puasan kerja. Dalam hal ini
kepuasan kerja atau perasaan positif disebut sebagai hygien. Secara terinci
dikemukakan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan dikalangan karyawan
atau bawahan.
2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi
Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi
motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor
“objective” atau faktor ekstrinsik.
Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas
dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai “job content factor”. Faktor
tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh
pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan
memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya
itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya
motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi
Herzberg dalam Hasibuan (2005), menyatakan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi motivasi seorang karyawan ada yang bersifat internal dan eksternal.
Faktor yang bersifat internal (motivator factor), antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1) Tanggung jawab (Responsibility).
Setiap orang ingin diikutsertakan dan ngin diakui sebagai orang yang berpotensi,
dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul
tanggung jawab yang lebih besar.
2) Prestasi yang diraih (Achievement)
Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian
prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan
untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.
3) Pengakuan orang lain (Recognition)
Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan
bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.
4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)
Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma
tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,
tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,
merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi
motivasi untuk berforma tinggi.
5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth)
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang
pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh

Universitas Sumatera Utara

dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih
giat dalam bekerja.
6) Kemajuan (Advancement)
Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai
dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya
promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan
menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja
menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara
lain :
1). Gaji
Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada
tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem
kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi
pegawai.
2). Keamanan dan keselamatan kerja.
Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.
3). Kondisi kerja
Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam
bekerja sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara

4). Hubungan kerja
Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh
suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun
atasan dan bawahan.
5). Prosedur perusahaan.
Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian
evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh
terhadap motivasi pekerja.
6). Status
Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja
memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari
pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa
yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan
statusnya.
Herzberg berpendapat bahwa apabila manajer ingin memberi motivasi pada
para bawahannya yang perlu ditekankan adalah faktor-faktor yang menimbulkan rasa
puas, yaitu dengan mengutamakan faktor-faktor motivasional yang sifatnya intrinsik.
2.2.5 Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan

Universitas Sumatera Utara

tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala
waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan
membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui,
hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang
termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena
dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.
Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan
membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep
dan Tanjung, 2003).

2.3 Teori tentang Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja
Istilah kinerja sering dipadankan dengan kata dalam bahasa Inggris yakni “
performance”. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary tahun 1979
performance berasal dari akar kata “ to perform” yang mempunyai arti melakukan,
menjalankan,

melaksanakan,

memenuhi

atau

menjalankan

kewajiban

menyempurnakan tanggung jawab dan melakukan sesuatu yang diharapkan seseorang
atau mesin. Dapat disimpulkan bahwa dari beberapa arti “to perform” adalah
melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawab atau
hasil yang diharapkan, sedangkan arti kata performance merupakan kata benda
dimana salah satunya adalah sesuatu hasil yang telah dikerjakan.

Universitas Sumatera Utara

Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang
dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para
pemimpin organisasi. Menurut Robbins (2006), kinerja merupakan ukuran hasil kerja
yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam
melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan
dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan
menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variabel adalah variabel yang
berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan,
kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable
adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan
organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan
dengan sekerja dan pemberian imbalan.
Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara
kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya
karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui
dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja
merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan
dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
a. Faktor Kemampuan (ability).
Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk
mencapai kinerja yang diharapkan.
b. Faktor Motivasi (motivation).
Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.
Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu
karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara
garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu
dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang
memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:
1. Variabel Individual, terdiri dari:
a) Kemampuan dan Keterampilan
Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau
pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

b) Latar belakang
Kondisi dimasa lalu yang memengaruhi karakteristik dan sikap mental
seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman dimasa
lalu.
c) Demografis
Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana
lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut
berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku.
2. Variabel Organisasional, terdiri dari:
a) Sumber Daya
Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai,
seperti sumber daya alam, sumber daya manusia.
b) Kepemimpinan
Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi
pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.
c) Imbalan
Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di dalam
proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara intrinsik maupun
ekstrinsik.
d) Struktur
Hubungan wewenang dan tanggungjawab antar individu di dalam organisasi,
dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.

Universitas Sumatera Utara

e) Desain Pekerjaan
Job Description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat
melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.
3. Variabel Psikologis, terdiri dari:
a) Persepsi
Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan
memahami dunia sekitarnya.
b) Sikap
Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan
mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain.
c) Kepribadian
Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang.
d) Belajar
Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan
memahami akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan
pekerjaan.
Menurut Werther dan Davis (1996), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara
psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam
mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang

Universitas Sumatera Utara

diharapkan. Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang
menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang
bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi
kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan
kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung
prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.
2.3.3 Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah
prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam
menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.
Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis
tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan
dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan
proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,
meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.
Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian
kinerja :
1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu
(a) Skala Peringkat (Rating Scale)
Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam
penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian

Universitas Sumatera Utara

yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,
mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam
tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau
pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,
penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.
(c) Metode dengan Pilihan Terarah
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini
adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah
penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan
deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.
(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)
Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait
langsung dengan pekerjaannya.
(e) Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,
misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan
aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored
Rating Scale=BARS)
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu :
1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat
3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku
karyawan yang dinilai dengan jelas.
(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)
Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.
Spesialis

SDM

mendapat

informasi

dari

atasan

langsung

perihal

karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)
Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang
menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
parktik yang langsung diamati oleh penilai.
(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Universitas Sumatera Utara

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri
dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan
dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)
Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersamasama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja
karyawan secara individu di waktu yang akan datang.
c. Penilaian dengan Psikolog
Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,
diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.
3. Organisasi dengan Tingkat Manajemen Majemuk
Pada organisasi dengan tingkat manajeman majemuk, personel biasanya dinilai
oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan
oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel
disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai
contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai
sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara
personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari
bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering
melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa
atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam

Universitas Sumatera Utara

kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian
dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil
penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya
perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan
gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias
dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian
yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem
penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil
penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang
yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu,
seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang
dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005).
Mangkunegara

(2002)

menyatakan,

kinerja

dapat

diukur

dengan

mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut.
1) Kualitas, yaitu mutu pekerjaan sebagai output yang dihasilkan.
2) Kuantitas, yaitu mencakup jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dalam
kurun waktu yang ditentukan.
3) Ketepatan waktu, yaitu menyangkut tentang kesesuaian waktu yang telah
direncanakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
2.3.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam
tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.

Universitas Sumatera Utara

a. Tujuan Evaluasi.
Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang
karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.
Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan
mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja
karyawan.
b. Tujuan Pengembangan.
Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan
di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong
perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.
2.3.5 Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu :
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti
promosi, transfer dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Perawat
Pengertian dasar seorang perawat, yaitu seseorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri
dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab
dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002).
Perry dan Potter (2005) mengklasifikasikan peran perawat sebagai berikut :
a. Pemberi Asuhan Keperawatan
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan
kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada
kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya pengembalian kesehatan
emosi, spiritual dan sosial.
b. Pembuat keputusan klinis
Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat dituntut untuk dapat membuat
keputusan sehingga tercapai perawatan yang efektif. Perawat juga berkolaborasi
dengan klien atau keluarga dan ahli kesehatan lain.
c. Pelindung dan advokat klien
Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien
dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau
pengobatan. Perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan scara hukum, serta
membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

d. Manajer kasus
Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab
asuhan keperawatan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.
e. Rehabilitator
Perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dari keadaan sakit
sampai penyembuhan baik fisik maupun emosi.
f. Pemberi kenyamanan
Perawat merawat klien sebagai manusia secara utuh baik fisik maupun mental.
Perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk mencapai tujuan
yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.
g. Komunikator
Peran komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain. Dalam
melakukan perannya, seorang perawat harus melakukan komunikasi dengan baik.
Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi
kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.
h. Penyuluh atau pendidik
Perawat memberikan pengajaran kepada klien tentang kesehatan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain.
i. Role model
Perawat harus dapat menjadi panutan dan dapat memberikan contoh bagi kliennya.
Baik dalam berperilaku, sikap maupun penampilan secara fisik.

Universitas Sumatera Utara

j. Peneliti
Perawat merupakan bagian dari dunia kesehatan yang memiliki hak untuk
melakukan penelitian yang berhubungan dengan bidangnya.
k. Kolaborator
Perawat dalam proses keperawatan dapat melakukan kolaborasi dengan tenaga
kesehatan professional lainnya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan klien.
Menurut Carolus yang dikutip dalam Zaidin (2001) perawat memiliki
beberapa fungsi yaitu :
a. Fungsi Pokok
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam
melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau menghadapi
kematian yang pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila
mereka memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang diberikan
bertujuan menolong dirinya sendiri secepat mungkin.
b. Fungsi Tambahan
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan rencana
pengobatan yang ditentukan oleh dokter.
c. Fungsi Kolaboratif
Sebagai anggota tim kesehatan, perawat bekerja dalam merencanakan dan
melaksanakan

program

kesehatan

yang

mencakup

pencegahan

penyakit,

peningkatan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi.

Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit
Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting
dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.
John Griffith menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di rumah sakit dapat dibagi
menjadi keperawatan klinik dan manajemen keperawatan. Kegiatan keperawatan
klinik antara lain terdiri dari:
1. Pelayanan keperawatan personal, yang antara lain berupa pelayanan keperawatan
umum dan atau spesifik untuk sistem tubuh tertentu, pemberian motivasi dan
dukungan emosi pada pasien, pemberian obat, dan lain-lain.
2. Berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medik, mengingat perawat
selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu sehingga merupakan petugas
yang seyogyanya paling tahu tentang keadaan pasien.
3. Menjalin hubungan dengan keluarga pasien. Komunikasi yang baik dengan
keluarga atau kerabat pasien akan membantu proses penyembuhan pasien itu
sendiri.
4. Menjaga lingkungan bangsal tempat perawatan. Perawat bertanggung jawab
terhadap

lingkungan

bangsal

perawatan

pasien,

baik

lingkungan

fisik,

mikrobiologik, keamanan, dan lain-lain.
5. Melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit. Program ini
diberikan pada pasien dengan materi spesifik sesuai dengan penyakit yang di
deritanya.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan menggunakan metode proses keperawatan. Proses
keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha
memperbaiki atau memelihara pasien sampai taraf optimum melalui suatu pendekatan
yang sistematis untuk mengenal dan membantu memenuhi kebutuhan khusus pasien.
Sementara itu, Yura dan Walsh menyatakan bahwa proses keperawatan adalah suatu
tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan
meliputi: mempertahankan keadaan kesehatan pasien yang optimal, apabila
kondisinya berubah kualitas tindakan keperawatan ditujukan untuk mengembalikan
ke keadaan normal (Nursalam, 2001)
Kualitas pelayanan asuhan keperawatan sebenarnya merujuk kepada
penampilan (Performance) dari pelayanan asuhan keperawatan. Secara umum
disebutkan bahwa makin sempurna penampilan pelayanan, makin sempurna pula
mutu/kualitasnya. Schroder menyatakan bahwa saat mendefinisikan kualitas asuhan
keperawatan, perlu dipertimbangkan nilai-nilai dasar dan keyakinan para perawat,
serta cara mereka mengorganisasi asuhan keperawatan tersebut. Intinya, latar
belakang pemberian tugas dalam mutu asuhan yang berorientasi teknik, mungkin
akan didefinisikan cukup berbeda dengan keperawatan yang berlatar belakang
pemberian keperawatan primer (Marr, 2001).
2.4.3 Tahap-tahap Asuhan Keperawatan
Menurut Nursalam (2002), dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan
kepada pasien (klien), digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan

Universitas Sumatera Utara

pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik
keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang
mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian,
(2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.
1. Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pegkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan
secara keseluruhan (Gaffar, 1999). Data dikumpulkan dan di organisir secara
sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada
pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan
riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.
Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2002):
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan
fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.
b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam
medis, dan catatan lain.
c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
i.

Status kesehatan klien masa lalu.

ii. Status kesehatan klien saat ini.
iii. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual.
iv.

Respon terhadap terapi.

v.

Harapan terhadap tingkat kesehatan.

vi.

Risiko-risiko tinggi masalah.

Universitas Sumatera Utara

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan
baru).
2. Diagnosa Asuhan Keperawatan
Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar, 1999).
Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan,
yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau
dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan.
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis
keperawatan (Nursalam, 2002), kriteria proses meliputi :
a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien,
dan perumusan diagnosis keperawatan.
b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau
terdiri atas masalah dan penyebab.
c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosis keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan
adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien
(Gaffar, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2002), kriteria proses
meliputi:
a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
tindakan keperawatan.
b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.
4. Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2002), kriteria proses meliputi :
a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan
asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.
e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien.
5. Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawtan
yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah

Universitas Sumatera Utara

keakuratan, kelengkapan, kualitas adata, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan
pencapaian tujuan serta ketepatan intervesi keperawatan (Gaffar, 1999).
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam
pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2002).
kriteria proses meliputi :
a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat
waktu dan terus-menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan
kearah pencapaian tujuan.
c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.
d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
e. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :
a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa
perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi
keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan
memberi kesan apa yang terjadi saat itu.
b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari
observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang
telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan
upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Untuk dapat menyelenggarakan upaya–upaya tersebut dan mengelola rumah
sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis,
maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem
Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari :
1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang
profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.
2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis
terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat sesuai aturan keperawatan.
3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap
pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan
lain-lain.
4. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain salah
satunya adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis, dan
kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya
rawat jalan dan rawat inap pasien.

Universitas Sumatera Utara

Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009, pembedaan tingkatan
menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan,
fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah
diklasifikasikan menjadi :
1. Rumah Sakit Umum Klas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.
2. Rumah Sakit Umum Klas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan
subspesialistik terbatas.
3. Rumah Sakit Umum Klas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.
4. Rumah Sakit Umum Klas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis dasar.
2.6 Landasan Teori
Budaya kerja yang belum baik dan motivasi yang rendah terkait dengan belum
optimalnya kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien. Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian mengacu kepada
teori motivasi Herzberg dalam Hasibuan (2005), yaitu motivasi intrinsik meliputi :
a) tanggung jawab, b) prestasi yang diraih, c) pengakuan orang lain, d) pekerjaan itu
sendiri, e) kemungkinan pengembangan, f) kemajuan. Sedangkan motivasi ektstrinsik
meliputi: a) gaji, b) keamanan dan keselamatan kerja, c) kondisi kerja, d) hubungan
kerja, e) prosedur kerja dan f) status.

Universitas Sumatera Utara

Robbins (2006) menyatakan bahwa budaya kerja dibangun dan dipertahankan
berdasarkan filsafat pendiri atau pemimpin perusahaan. Budaya ini sangat
dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pekerjaanya.
Indikator budaya kerja perawat pelaksana dalam penelitian ini, yaitu sikap terhadap
pekerjaan pada waktu bekerja.
Kinerja secara teoritis dalam penelitian ini mengacu kepada teori
Mangkunegara (2002), yang menyatakan bahwa kinerja dapat diukur dengan
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu kualitas dan kuantiatas. Kinerja perawat
pelaksana secara kualitas dalam penelitian ini mengacu kepada tupoksi perawat, yang
terdiri dari (a) pengkajian, (b) diagnosis, (c) rencana tindakan, (d) pelaksanaan
tindakan dan (e) evaluasi tindakan.
Budaya Kerja
.Sikap terhadap pekerjaan

Motivasi
1. Motivasi Intrinsik
a. Tanggung jawab
b. Prestasi yang diraih
c. Pengakuan hasil kerja
d. Kemungkinan pengembangan

Kinerja
1. Kualitas
2. Kuantitas
3. Ketepatan waktu

2. Motivasi Ekstrinsik
a. Gaji
b. Insentif
c. Hubungan kerja
d. Prosedur kerja
Gambar 2.2 Landasan Teori
Sumber : Robbins (2006), Herzberg dalam Hasibuan (2005), Mangkunegara (2002)

Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disusun kerangka kon