this PDF file TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI OBJEK GUGATAN PRA PERADILAN | Adhiprabowo | Legal Opinion 1 PB

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA
SEBAGAI OBJEK GUGATAN PRA PERADILAN

I Gede Chakradeva Adhiprabowo
Farid Mappalahere
Awaliah
ABSTRAK

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Hak Asasi Manusia yang
dilanggar akibat adanya upaya paksa dari penyidik dalam menetapkan seorang
sebagai tersangka. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan
putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 yang telah mengatur penetapan tersangka
sebagai objek Pra Peradilan dan menjelaskan tentang minimal 2 alat bukti yang
cukup untuk menetapkan seorang sebagai tersangka. Dengan demikian tindakantindakan penyidik haruslah berdasarkan peraturan yang berlaku dan bukan
merupakan asumsi belaka. Dalam penelitian ini, penulis membahas tentang
prosedur dan mekanisme Pra Peradilan dalam proses penetapan tersangka
sebagai objek gugatan Pra Peradilan dan tindakan-tindakan penyidik yang dapat
menjadi objek Pra Peradilan . Tujuan dari penelitian ini yaitu, untuk mengetahui
prosedur dan mekanisme proses Pra Peradilan dijalankan, serta mengetahui
tindakan-tindakan aparat penegak hukum, dalam hal ini adalah Penyidik yang
dapat menjadi objek Pra Peradilan . Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif disebut juga
sebagai penelitian doktrinal yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik
yang tertulis dalam buku, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui
proses pengadilan. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa, dalam
menetapkan seorang tersangka haruslah berdasarkan alat bukti yang sah yang
diatur didalam KUHAP pasal 184 dan tidak boleh berdasarkan perkiraan atau
asumsi belaka. Hal ini dimaksudkan sebagai mekanisme kontrol terhadap
tindakan-tindakan penyidik atau penuntut umum dalam melakukan penangkapan,
penggeledahan, penyitaan, penyidikan, penuntutan, penghentian penuntutan,
hingga penetapan tersangka, baik di sertai dengan permintaan ganti kerugian
dan atau rehabilitasi.

Kata Kunci : Penetapan Tersangka, Objek Gugatan Pra Peradilan

I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia
hukum,


sebagai

negara

mengimplementasikan

47

(HAM)

manusia, khususnya bagi seorang

kedalam Pancasila dan Undang-

yang ditetapkan sebagai tersangka

Undang Dasar Negara Republik

atau


Indonesia.

hukum yang berlangsung, ada

Hak

Asasi

jaminan

Manusia

Hak
yang

merupakan

diberikan

aparat


oleh

Dalam

hukum

proses

yang

harus

hukum, yaitu, eksistensinya diakui

menjalakan

oleh hukum dan penggunaannya

Hukum


acara

didasarkan pada suatu jaminan

dikuasai

oleh

oleh hukum sebagai suatu hal yang

hukum

acara

dapat

berserta segala

mengatur soal penyelidikan dan


konsekuensinya. Penggunaan hak

penyidikan karena tugas pokok

yang menghasilkan suatu keadaan

polisi menurut hukum acara pidana

yang berkaitan langsung dengan

(KUHAP) adalah melaksanakan

diterima

1

tersebut.

pidana


harus

polisi,

terutama

pidana

yang

tugas penyidikan. Tugas jaksa

perundang-undangan

adalah penuntutan dan pelaksanaan

dalam kaitannya dengan HAM,

putusan hakim pidana. Oleh karena


Indonesia telah memiliki Undang-

itu, jaksa wajib menguasai hukum

Undang No 8 Tahun 1981 tentang

acara

Hukum

tugasnya.

hak.

perspektif

Acara

Dilihat


KUHAP

dari

pemilik

Pidana

yang

yang

terkait

Dalam

dengan

menegakkan


mengatur tentang hak tersangka,

hukum,

penegak

terdakwa dan terpidana. Tetapi

diharapkan

dapat

dalam

KUHAP

tinggi kebenaran, keadilan, dan

kitab


kejujuran.2 Dalam hal ini Polisi

kenyataannya

sebagai karya pertama

1

terdakwa.

undang-undang yang dibuat oleh

Republik

bangsa

memegang

Indonesia,

(seringkali

hukum
menjunjung

Indonesia

(POLRI)

peranan

penting

dinyatakan sebagai karya agung

sebagai

bangsa Indonesia) ternyata belum

mandiri

mencakup pengaturan

terhadap

mengkordinasikan aparat penegak

semua perlindungan hak asasi

hukum lainnya dan memberikan

Prof.Dr.Achmad Ali,S.H.,M.H , Menguak
Tabir Hukum, PT.Toko Gunung Agung Tbk,
Jakarta, 2002, (Halaman 231)

penyidik
yang

utama

dan
harus

2

Dr.K.H. Abdul Hamid, Teori Negara
Hukum Modern, Pustaka Setia, Bandung,
2016, (Halaman 157)

48

bantuan dalam hal penyidikan,

Adapun cara mengajukan Pra

demi

Peradilan dan tahapan-tahapan di

tegaknya

hukum

dan

perlindungan hak asasi manusia.

Negeri

sebagai

berikut:

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan

pokok

permasalahan diatas ada beberapa
tujuan yang akan dikemukakan
yang

Pengadilan

sekaligus

melandasi

penulisan ini :

a) Permohonan didaftarkan
di kepaniteraan pidana
dan diregister.
b) Permohonan

Pra

Peradilan

tidak

dikenakan biaya.
1. Bagaimanakah
mekanisme
dalam

prosedur
Pra

proses

dan

c) Pra Peradilan dipimpin

Peradilan

oleh hakim tunggal dan

penetapan

dibantu

tersangka sebagai objek gugatan
Pra Peradilan ?
2. Tindakan-tindakan

oleh

seorang

panitera.
d) Dalam waktu tiga hari

penyidik

setelah

diterimanya

yang bagaimanakah yang dapat

permintaan , hakim yang

menjadi objek Pra Peradilan ?

ditunjuk

menetapkan

hari sidang (Pasal 82),

II PEMBAHASAN

dan
A. Prosedur dan Mekanisme Pra
Peradilan
dalam
Proses
Penetapan Tersangka

memerintahkan

untuk memanggil para
pihak
e) Pemeriksaan dilakukan

1. Hukum Acara Pra Peradilan
Pra Peradilan

merupakan

secara

cepat

dan

selambat-lambatnya

forum untuk menguji ketepatan

tujuh hari hakim harus

upaya paksa yang dilakukan oleh

sudah

Penyidik atau Penuntut Umum

putusannya;

dan

juga

sebagai

lembaga

menjatuhkan

f) Meskipun

menyangkut

pengawasan horizontal di antara

perkara pidana, acara

para penegak hukum.

pemeriksaan

sidang

49

adalah

acara

permohonan, keputusan

gugatan

Pra Peradilan mengenai

seperti

pemeriksaan

sah

perdata.

dengan

penahanan

ini

memperhatikan

berbentuk

putusan,

jurusita,

tetap

tidaknya

penangkapan dan atau

g) Pemanggilan dilakukan
oleh

atau

tenggang

bukan penetapan.

waktu

pemanggilan yang patut.

r) Putusan memuat subyek,
duduk

h) Pembacaan permohonan

pertimbangan

oleh pemohon.

(sering disertai eksepsi)

s) Putusan harus memuat
dasar

j) Replik atau duplik, jika

dan

alasannya

(Pasal 82 ayat 2)

dipandang perlu.
dengan

surat atau saksi-saksi.
l) Kesimpulan,

bila

2. Tindakan-tindakan Penyidik
yang Menjadi Objek Pra
Peradilan
Bahwa salah satu pranata Pra

dipandang perlu

Peradilan sebagaimana dimaksud

m) Putusan
n) Seluruh

hukum

dan amar/ diktum.

i) Jawaban dari termohon

k) Pembuktian,

perkara,

tahapan

ini

dalam pengertian Pra Peradilan

harus bisa diselesaikan

menurut

dalam waktu 7 hari.

KUHAP,

Pasal

10

diatur

terjadi

ketentuan Pasal

perdamaian

selama

KUHAP, yang menyebutkan:

p) Hakim
memastikan

harus
setiap

penundaan sidang paling
lama hanya 1 hari.
q) Meskipun
menggunakan

a

dalam

o) Dimungkinkan

proses pemeriksaan.

77

huruf

huruf

a

“Pengadilan Negeri berwenang
untuk memeriksa dan memutus,
sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang ini
tentang : sah atau tidaknya
penangkapan,
penahanan,
penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan”;

istilah

50

Bahwa kemudian oleh karena
ketentuan Pasal 77

huruf a

KUHAP di atas, oleh Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia
dianggap tidak dapat memenuhi
hak-hak

konstitusional

setiap

warga Negara, maka Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia
melalui

Putusannya

No.:

Mahkamah,
dalil
Pemohon
mengenai penetapan Tersangka
menjadi obyek yang diadalili
oleh pranata Pra Peradilan
adalah
beralasan
menurut
hukum”

Dan

dalam

amar

putusan

Mahkamah Konstitusi tersebut di
atas, pada bagian “mengadili”,
nomor 1.3 dan 1.4, halaman 110,
menyebutkan:

21/PUU-XII/2014, yang diputus
pada tanggal 28 April 2015,
dalam norma

hukumnya, pada

bagian [3.16] angka 1 huruf k,
halaman

105

dan

106,

menyebutkan:
“…
oleh
karena penetapan
Tersangka adalah bagian dari
proses
penyidikan yang
merupakan perampasan terhadap
Hak Asasi Manusia, maka
seharusnya penetapan Tersangka
oleh Penyidik merupakan obyek
yang
dapat
dimintakan
perlindungan melalui ikhtiar
hukum pranata Pra Peradilan …
dimasukkannya
keabsahan
penetapan Tersangka sebagai
obyek pranata Pra Peradilan
adalah agar perlakuan terhadap
seseorang dalam proses pidana
memperhatikan
Tersangka
sebagai
manusia
yang
mempunyai harkat, martabat,
dan kedudukan yang sama di
hadapan hukum;
Berdasarkan
tersebut
di

pertimbangan
atas,
menurut

“1.3 Menyatakan Pasal 77 huruf
a Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209)
bertentangan dengan UndangUndang
Dasar
Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang
tidak
dimaknai termasuk
penetapan
Tersangka,
Penggeledahan dan Penyitaan;
1.4 Menyatakan Pasal 77 huruf a
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 Tentang Hukum Acara
Pidana
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 3209)
tidak
mempunyai
kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai termasuk
penetapan
Tersangka, Penggeledahan dan
Penyitaan”

Maka

berdasarkan

putusan

Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia tersebut, obyek pranata
Pra

Peradilan

sebagaimana

pengertian Pra Peradilan dalam
Pasal 10 huruf a KUHAP, telah

51

diperluas
proses

maknanya,
penyidikan

sehingga
yang

dalamnya

di

termasuk

juga Penetapan
penggeladahan

dan

tersangka, adalah harus adanya
minimal 2 (dua) alat bukti (vide
pasal

184

KUHAP).

Tersangka,

aturan ini sering diterobos dan

penyitaan

diabaikan oleh penyidik, yang

adalah bagian dari pranata Pra

mana

Peradilan .

menggunakan

Memang

sangat

beralasan

untuk mengawasi tindakan upaya
paksa yang dilakukan penyidik
atau penuntut umum terhadap
tersangka, agar supaya tindakan
itu

benar-benar

dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan undangundang,
proposional

dan
dengan

Namun

benar-benar
ketentuan

hukum serta tidak merupakan
penganiayaan yang bertentangan
dengan hukum. 3

mereka

masih

sering

Laporan

Polisi

ditambah dengan 1 (satu) alat
bukti

untuk

seseorang

menetapkan

menjadi

tersangka.

Penyidik selalu berdalih dengan
menggunakan

Perkap

No.14

Tahun 2012 tentang manajemen
penyidikan tindak pidana. Hal ini
jelas keliru dan salah kaprah serta
telah menyimpang dari hukum
acara pidana. Mengapa? Karena
Berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi No: 21/PUU-XII/2014
tanggal 28 April 2015 cukup jelas
bagi kita, bahwa seseorang baru

3. Dasar Penetapan Seseorang
Menjadi Tersangka yang
Menjadi Isu Krusial
Selanjutnya terkait mengenai

dapat

ditetapkan

sebagai

Tersangka haruslah didasarkan
pada minimal 2 (dua) alat bukti
sebagaimana alat

bukti yang

syarat atau dasar yang dijadikan

dimaksud

Pasal

landasan bagi penyidik untuk

KUHA. Adapun alat-alat bukti

menetapkan seseorang menjadi

yang sah menurut Pasal 184 ayat
(1)

dalam

KUHAP,

adalah

184

sebagai

3

M.Yahya Harahap S.H, Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid
2,Pustaka Kartini, Jakarta, 1997, (Halaman
518)

berikut:

52

berita acara dan surat lain dalam

1) Keterangan saksi
27

bentuk resmi yang dibuat oleh

KUHAP, keterangan saksi adalah

pejabat umum yang berwenang

salah satu alat

bukti dalam

atau yang dibuat di hadapannya,

perkara

yang

yang memuat keterangan tentang

Menurut

Pasal

1

pidana

butir

berupa

keterangan dari saksi mengenai

kejadian

suatu peristiwa pidana yang ia

didengar,

dengar sendiri, ia lihat sendiri,

dialaminya

dan ia alami sendiri dengan

dengan alasan yang jelas dan

menyebut

tegas tentang keterangannya itu;

alasan

dari

pengetahuannya itu.

Surat

2) Keterangan Ahli
Menurut

Pasal

1

butir

28

KUHAP, keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh
seorang yang memiliki keahlian
khusus

tentang

hal

yang

diperlukan untuk membuat terang
suatu

perkara

pidana

guna

atau

keadaan

dilihat

atau

sendiri,

yang

yang
yang
disertai

dibuat

menurut

ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat
oleh pejabat mengenal hal yang
termasuk dalam tata laksana yang
menjadi tanggung jawabnya dan
yang

diperuntukkan

pembuktian sesuatu

bagi

hal atau

sesuatu keadaan.

kepentingan pemeriksaan dalam
hal serta menurut cara yang

Surat keterangan dari seorang

diatur dalam undang-undang.

ahli

yang

memuat

berdasarkan
mengenai

pendapat

keahliannya
sesuatu

hal

atau

3) Surat

sesuatu keadaan yang diminta

Menurut Pasal 187 KUHAP,

secara resmi dan padanya; surat

Surat sebagaimana tersebut pada

lain yang hanya dapat berlaku

Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat

jika ada hubungannya dengan isi

atas

dari alat pembuktian yang lain.

sumpah

dikuatkan

jabatan

dengan

atau

sumpah,

4) Petunjuk

adalah:

53

Menurut Pasal 188 KUHAP ayat

Acara Pidana ditambah telah

(1), Petunjuk adalah perbuatan,

dilakukan

kejadian

Tersangkanya terlebih dahulu.

karena

atau

keadaan,

yang

persesuaiannya,

baik

antara yang satu dengan yang
lain,

maupun

dengan

tindak

pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan siapa pelakunya.

pemeriksaan

calon

4. Hukum Acara Yang Sangat
Terbatas
Terbatasnya

pengaturan

mengenai prosedur dan tata cara
Pra Peradilan , sejumlah ahli dan
praktisi mengatakan pengaturan

5) Keterangan terdakwa

mengenai

hukum

Menurut Pasal 189 ayat (1)

Peradilan

di dalam KUHAP

KUHAP, Keterangan terdakwa

memang kurang memadai dan

adalah

tidak

nyatakan

apa

yang

di

terdakwa

sidang

tentang

jelas,

acara

sehingga

praktiknya

hakim

Pra

dalam
banyak

perbuatan yang dilakukan atau

menggunakan pendekatan asas-

yang ia ketahui sendiri atau ia

asas

alami sendiri.

Akibatnya,

a. Dasar

Hukum

Alat

Bukti

Keterangan Terdakwa
1. Keterangan terdakwa:
Pasal 184 huruf e dan Pasal
189 KUHAP.
2. Pemeriksaan terdakwa
Pasal 175 sampai Pasal 178
KUHAP. 4
Pengertian Alat Bukti Yang
Sah Dalam Pembuktian Hukum
4

http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertia
n-alat-bukti-yang-sah-dalam.html (diakses 16
agustus 2017)

hukum

acara

perdata.

seringkali

muncul

kontradiksi diantara dua hukum
acara tersebut, yang tentunya
melahirkan situasi ketidakpastian
hukum dan tidak menguntungkan
bagi

tersangka

dalam

memanfaatkan mekanisme Pra
Peradilan

.

Problem

terkait

penggunaan

hukum

acara

lainnya
asas-asas

perdata

mengenai

adalah
“beban

pembuktian”. KUHAP
mensyaratkan
keadaan

yang

unsur

adanya

menimbulkan

54

kekuatiran
domain

(keperluan)

dari

penegak

pejabat
hukum)

adalah

antara dua kepentingan yakni

(aparat

kepentingan perlindungan HAM

dalam

dan

kepentingan

penegakan

menggunakan upaya paksa. Oleh

hukum. Kedua kepentingan ini

karena

harus berjalan seiring karena jika

itu,

seharusnya

yang

membuktikan dalam persidangan

hanya

Pra Peradilan mengenai keadaan

HAM saja yang diutamakan,

atau

harus

maka akan terjadi pengabaian

sipilnya,

HAM orang lain terutama korban

pejabat

yang

kejahatan dan akan menghambat

bersangkutan. Selain

itu

situasi

dirampas

seseorang

kebebasan

adalah

kepentingan penegakan

proses

peradilan

pidana.

jika

hanya

penggunaan hukum acara perdata

Sebaliknya,

juga akan “memaksa” pengadilan

mengutamakan

hanya memeriksa aspek–aspek

hukum, maka HAM tersangka

administratif

atau terdakwa akan terabaikan. 6

seperti

dari

ada

penahanan,

tidaknya

penegakan

surat

perintah penahanan.
Sah atau tidaknya penahanan
yang dilakukan penyidik dapat
dimintakan

oleh

tersangka,

5. Gugurnya Pra Peradilan

keluarga atau penasehat hukum

Cara “Elok” menggugurkan

pada Pengadilan Negeri setempat
agar

diadakan

Pra

Permohonan

Peradilan

adalah

untuk memutuskan hal tersebut.5

dengan

diterbitkannya
Dengan

demikian,

prinsip

prinsip

Peradilan

cara

segera

Penetapan

hari

sidang (Penetapan hari sidang

yang terkandung dalam KUHAP
yaitu

Pra

Perkara

Pokok

atau

perkara

keseimbangan
6

5

Djoko Prakoso,S.H , Peranan Psikologi
Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap
Penyidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur,
1986, (Halaman 55)

Dr.Ruslan Renggong,S.H,.M.H , Hukum
Acara Pidana Memahami Perlindungan HAM
dalam Proses Penahanan di Indonesia,
Prenadamedia Group, Jakarta, 2014,
(Halaman 64)

55

pokok telah dilimpahkan dan

itu. Apa sebenarnya arti frasa

telah dikeluarkan Penetapan hari

„mulai diperiksa oleh pengadilan

sidang

pokok

negeri’ dalam Pasal 82 ayat (1)

tersebut, sementara pemeriksaan

huruf d KUHAP? Apakah sudah

Permohonan Pra Peradilan masih

dihitung sejak penetapan hari

berjalan).

Kita apresiasi kinerja

sidang, atau saat sidang pertama

Polisi, Jaksa, dan Pengadilan

dimulai dan terdakwa duduk di

Negeri yang super cepat dan

kursi pesakitan? Menurut Ahli

menjunjung tinggi Asas Peradilan

Hukum

Pidana

cepat,

Huda,

beliau

atas

perkara

biaya

ringan,

dan

DR.

Chairul

menyatakan

“Bagaimana tidak,

seharusnya frasa “mulai diperiksa

tanggal 04 April 2016 Penyidik

oleh pengadilan negeri” Pasal 82

menyerahkan

ayat

Sederhana.

Tersangka

dan

(1)

barang bukti kepada Kejaksaan.

ditafsirkan

Tanggal 06 April 2016 JPU

“setelah
hari sidang
penuntut
terdakwa.”
Penyidik

menyatakan berkas dinyatakan
lengkap. Tanggal 06 April 2016
berkas perkara dilimpahkan ke
Pengadilan Negeri, Tanggal 06
April

2016

juga

Penetapan

Majelis perkara a quo, Tanggal
06 April 2016 juga Penetapan
hari

sidang

perkara a

quo”.

Kalau semua perkara secepat
kilat diproses seperti ini, Kita
sangat sepakat dan mendukung.
Tetapi kalau hanya karena untuk
menggugurkan Permohonan Pra
Peradilan

orang miskin dan

teraniaya

secara

Hukum.

Alangkah menyedihkannya hal

juga

huruf

d

KUHAP

hakim menetapkan
dan memerintahkan
umum
memanggil

dan penuntut umum

acapkali resisten dengan

penggunaan

mekanisme

Peradilan

Pra
oleh

tersangka/terdakwa.

Sering

ditemui ketika diketahui suatu
kasus diajukan Pra Peradilan ,
biasanya

penyidik

akan

mempercepat proses pemeriksaan
agar

perkara

segera

pokoknya

dilimpahkan

bisa
ke

pengadilan, sehingga upaya Pra
Peradilan

gugur. Kurangnya

itikad baik dari penyidik dalam

56

penggunaan

mekanisme

Pra

Peradilan , ditunjukan pula dari
keengganan

penyidik

untuk

menghadiri sidang Pra Peradilan ,
sehingga

berakibat

pada

lambatnya penanganan perkara
Pra Peradilan , padahal waktunya
sangat singkat.
6. Pandangan
Para
Ahli
tentang
Penetapan
Tersangka sebagai Objek
Pra Peradilan
a) Mantan Ketua MA Dr Harifin
Tumpa
Saya kira kita menghormati
putusan hakim tapi dari segi
hukum banyak menimbulkan
pertanyaaan, aneh. Hakim
berpendapat
karena
penetapan tersangka tidak
diatur maka bisa dijadikan
objek, tidak boleh seperti itu.

d) Ketua Komisi Yudisial (KY)
Suparman Marzuki
Putusan
ini
memang
mengguncangkan,
menimbulkan
keruwetan
hukum, dan bertentangan
dengan semangat Mahkamah
Agung
soal
konsistensi
putusan.

e) Mantan Hakim Konstitusi Dr
Harjono
Hakim ini (Sarpin) ini kan
buat
penafsiran-penafsiran
sendiri tidak sesuai KUHAP.
Maka untuk mencari kepastian
hukum sebaiknya KPK ajukan
PK saja.

Menurut Penulis, pandangan
para ahli tersebut diatas, adalah
pandangan yang kaku (Sakelijk),
formalistik dan tidak membuka
diri

terhadap

perkembangan

hukum yang bergerak dinamis,
b) Mantan Hakim Agung Prof Dr
Komariah Emong Sapardjaja
Putusan
Sarpin
bukan
penemuan
hukum
tapi
unprofessional conduct alias
bodoh atau kemasukan angin.
Sarpin telah menelikung UU.

seiring perkembangan Zaman.
Seharusnya bagi para ahli yang
notabene
hukum

yang

para

pakar

dihormati

dan

disegani di Republik ini, harus
lebih

c) Pakar Hukum Pidana Prof Dr
Hibnu Nugroho

adalah

dapat

memahami

dan

proaktif terhadap perkembangan
hukum. Tidak terpengaruh pada

Ini yang disebut chaos hukum.
Tirani!
Putusan
ini
merupakan kesesatan yang
luar biasa dan merusak
sistem.

sikap antipati apalagi opini yang
sedang berkembang.

Putusan

mengenai penetapan tersangka

57

sebagai

objek

berkaitan

Pra

Peradilan

erat

terhadap

hak-hak

hukum

dengan

tersangka. Hanya saja dalam

perlindungan dan penghormatan

praktek, seringkali Pemohon sulit

terhadap

hak

Bukankah
Hakim

azasi

manusia.

membuktikan tentang dalil-dalil

kemudian

Putusan

permohonannya, disebabkan pada

Sarpin

justru

telah

peristiwa

hukum

yang

diterima sebagai perkembangan

dialaminya, tidak ada saksi-saksi

hukum baru oleh Mahkamah

yang melihat secara langsung

Konstitusi,

tindakan-tindakan

melalui

Mahkamah

Putusan

Penyelidik

Konstitusi

atau Penyidik, atau saksi enggan

No: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28

menjadi saksi, atau bahkan saksi-

April 2015.

saksi

7. Pandangan para Hakim
Pengadilan Negeri Palu
tentang
Penetapan
Tersangka sebagai Objek
Pra Peradilan
Setelah dilakukan wawancara
dengan para Hakim di Pengadilan
Negeri Palu tentang bagaimana
pandangan

hukumnya

tentang

penetapan

tersangka

sebagai

obyek Pra Peradilan , seperti
yang

telah

diputuskan

oleh

Mahkamah Konstitusi tersebut,

tersebut

meskipun

ada

dilokasi tindakan Penyelidikan
atau

penyidikan

dilakukan,

areanya dibatasi oleh area-area
kepolisian

atau

area-area

Penyidikan, sehingga saksi-saksi
sangat

sulit

mengetahui

menjelaskan

secara

dan
detail

tindakan-tindakan Penyelidik dan
atau

Penyidik

prosedural

yang

sebagaimana

un
dalil-

dalil dari Pemohon.
III PENUTUP

dari dua belas responden yang
terdiri dari Hakim karier pada
umumnya

berpendapat

bahwa

Putusan MK, memberikan nuansa
baru pada perkembangan hukum
Acara

pidana,

menyangkut

khususnya
perlindungan

A. KESIMPULAN
1. Prosedur dan mekanisme Pra
Peradilan

dalam

penetapan

tersangka

diperluas

dengan

proses
telah
adanya

putusan Mahkamah Konstitusi

58

tersangka

menegakkan dan memberikan

sebagai objek Pra Peradilan .

perlindungan hak asasi manusia

Bahkan

bukti

kepada tersangka atau terdakwa

permulaan yang cukup atau

dalam pemeriksaan penyidikan

minimal 2 alat bukti untuk

dan penuntutan.

tentang

penetapan

menegenai

menetapkan seorang

sebagai

tersangka juga di perjelas dalam

B. SARAN
1. Perlu kiranya dibuat peraturan

putusan (MK) nomor 21/PUU-

Perundang-undangan

XII/2014, yang terdapat dalam

harmonisasi penegakan hukum

pasal 184 KUHAP. Dengan

beserta

demikian jika suatu tindakan

perangkatnya, dengan tentunya

penyelidikan dan penyidikan

harus dan hanya

dalam
menjadi

tentang

sistem

serta

bersandar

menetapkan

seorang

pada tujuan hukum semata dan

tersangka,

haruslah

bukan

sekedar

alat

untuk

berdasarkan alat bukti yang sah

melakukan balas dendam atau

yang di atur di dalam KUHAP

penyalahgunaan kekuasaan bagi

pasal 184 tersebut dan tidak

aparat

boleh

mengorbankan rasa

berdasarkan

perkiraan

dari

atau asumsi belaka.
2. Tindakan-tindakan

penyidik

atau penuntut umum dalam
melakukan
penggeledahan,
penyidikan,

hukum

penangkapan,
penyitaan,
penuntutan,

dengan
keadilan

masyarakat

pencari

keadilan.
2. Perlu

pula

diadakan

kiranya

segera

perbaikan-perbaikan

sistem hukum, perubahan dan
atau

penambahan

penghentian penuntutan, hingga

hukum

penetapan tersangka, baik di

ketentuan hukum acara pidana

sertai dengan permintaan ganti

dengan

kerugian dan atau rehabilitasi..

perkembangan-perkembangan

Secara umum, tujuan lembaga

hukum baru,

dan bilamana

Pra

perlu

dalam

Peradilan

dimaksudkan

adalah
untuk

pidana

ketentuan

materil

dan

memasukkan

dibuat

kodifikasi

hukum,

suatu

sehingga

59

tidak tersebar dalam berbagai
ketentuan peraturan perundangundangan seperti saat ini.

60

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, PT.Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta,
2002, (Halaman 231)
Djoko Prakoso, Peranan Psikologi Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap
Penyidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 1986, (Halaman 55)
K.H. Abdul Hamid, Teori Negara Hukum Modern, Pustaka Setia, Bandung, 2016,
(Halaman 157)
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid
II,Pustaka Kartini, Jakarta, 1997,(Halaman 518)
Ruslan Renggong, Hukum Acara Pidana Memahami Perlindungan HAM dalam
Proses Penahanan di Indonesia, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014,(Halaman 64)
B. Media Elektronik
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-alat-bukti-yang-sah-dalam.html

61