POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR

Prosiding Seminar Nasional Economic Outlook 2016 and Call For Paper

2015

DAFTAR ISI
Fenomena Ricardian Equivalence Pada Kebijakan Defisit Fiskal Di
Indonesia Tahun 1990-2013
Agus Ferdianto, M. Abd. Nasir, Adhitya Wardhono,
Ciplis Gema Qori’ah dan Yulia Indrawati ................................................ 1-11
Efektivitas Pemberian In-Kind Dan Cash Transfer Terhadap Pengentasan
Kemiskinan
Albertus Girik Allo .................................................................................... 12-37
Efektifitas Program Revitalisasi Industri Gula Nasional (rign) terhadap
Pencapaian Produksi Gula Kristal Putih (gkp) dan Penyerapan
Tenaga Kerja pada Sektor Perkebunan Tebu di Jawa Timur
(pendekatan model dinamis)
Duwi Yunitasari ......................................................................................... 38-57
The Analysis of Leading Economic Activity Categories In the Kediri District
Faisol ......................................................................................................... 58-81
Kelembagaan Keuangan Informal Di Kabupaten Jember Dan Strategi
Pengembangannya

Handriyono, Sebastiana Viphindrartin
dan Silvi Asna Prestianawati ................................................................... 82-97
Struktur Pasar Dan Kinerja Industri Perbankan Di Indonesia: Pendekatan
Data Panel
Ika Nurjannah, Adhitya Wardhono,
Ciplis Gema Qori’ah, M. Abd Nasir, dan Yulia Indrawati ........................ 98-110
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia (Pendekatan Vector Error Correction Model)
Imam Mukhlis dan Nora Ria Retnasih .................................................. 111-119
Determinasi Nilai Tukar Dalam Konsep Teori Efek Fisher Internasional:
Studi Kasus Indonesia-Jepang
Lailatul Maghfiroh, Ciplis Gema Qori’ah,
Adhitya Wardhono, Yulia Indrawati dan M. Abd. Nasir ....................... 120-142
Pola Kelembagaan Usaha Tani Kedelai Lokal Di Jawa Timur
Lailatul Maghfiroh, Zainuri, AdhityaWardhono dan
M. Abd. Nasir.......................................................................................... 143-166
Implikasi Kebijakan Pengembangan Industri Gula Tebu Melalui Implementasi
Sistem Informasi Geografis Di Jawa Timur
Lilis Yuliati dan Regina Niken W. .......................................................... 167-179
Evaluasi Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Masyarakat (Lkmm) Kabupaten

Jember
Lilis Yuliati dan Teguh Hadi P. .................. ........................................... 180-195

Prosiding Seminar Nasional Economic Outlook 2016 and Call For Paper

2015

Kekuatan Industri Perbankan (Pendekatan Bresnahan Lau Oligopoli)
Muhammad Sholeh, Diah Wahyuningsih dan Rifai Afin ..................... 196-205
Model Penguatan Pasar Tradisional Di Indonesia Berbasis Modal Sosial
(Studi Pada Pasar Terapung Lok Baintan Kabupaten Banjar
Kalimantan Selatan)
Noor Rahmin, M. Pudjihardj, Arif Hoetor dan Asfi Manzilati ............... 206-218
Apakah Migrasi Merupakan Salah Satu Cara Keluar dari Kemiskinan ?
Rini Setyastuti ........................................................................................ 219-234
Potensi Dan Strategi Pengembangan Sektor Perbankan Di Jawa Timur
Ris Yuwono Yudo Nugroho................................................................... 235-253
Hubungan Sun Dan Sukuk Sebagai Instrumen Fiskal Dengan Pertumbuhan
Ekonomi
Sa’adah Yuliana ..................................................................................... 254-263

Quo Vadis Privatisasi Di Indonesia Sebagai Solusi Ketahanan Ekonomi
Nasional (Kajian Empiris, Permasalahan Dan Solusinya)
Sari Narulita ........................................................................................... 264-278

Probabilitas Kemiskinan Penduduk Daerah Bantaran Sungai dan
Bukan Bantaran Sungai di Kota Banjarmasin
Ika Chandriyanti, Muzdalifah, Ahmad Yunani dan Dewi Rahayu ........ 279-296

Analisis Konflik Lahan Dan Keberlanjutan Kelembagaan Lokal
(Studi Kasus Konflik Tanah Di Kabupaten Jember)*)
Rafael Purtomo Somaji dan Aisah Jumiati .......................................... 297-310

Desa Industri Mandiri Pertanian Organik Kemitraan Universitas
Negeri Gorontalo Dan Gorontalo Utara
Herwin Mopangga .................................................................................. 311-318

Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembangunan Ekonomi
Wilayah Di Satuan Wilayah Pembangunan IV Propinsi Jawa Timur
Siswoyo Hari Santosa ........................................................................... 319-329


Grand Desaign Food Estate sebagai Upaya Percepatan
Pembangunan Sulawesi Tenggara Menjadi Garis depan Ekonomi
Nasional Terhadap Pasar Asia Timur Dalam Sektor Perikanan
Ambo Wonua Nusantara, Baheri, Dan Buyung Sarita .............. 330-348

Prosiding Seminar Nasional Economic Outlook 2016 and Call For Paper

2015

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR PERBANKAN
DI JAWA TIMUR
Ris Yuwono Yudo Nugroho
Mahasiswa Program Doktor FEB Universitas Airlangga Surabaya
Dosen FE Universitas Trunojoyo Madura
e-mail: risyuwono@gmail.com
ABSTRAK
Komitmen Indonesia menghadapi MEA dengan melakukan liberalisasi sektor
keuangan mulai 2015. Penyempurnaan pasar uang adalah hal mendesak, dalam
rangka pengembangan sektor keuangan untuk memacu pertumbuhan ekonomi
daerah. Penelitian bertujuan menganalisis basis sektor perbankan, kondisi

Financial Development, serta keterkaitannya dengan sektor lainnya di Jawa
Timur, dalam rangka menyusun strategi pengembangan. Metodologi
menggunakan analisis Location Quotient (LQ), yaitu SLQ, DLQ, serta pendekatan
Input Output (IO) untuk mengetahui keterkaitan antar sektor. Potensi sektor
perbankan di Jawa Timur yang terpetakan secara spasial, terdapat 3 daerah
unggulan sektor (sub sektor) perbankan, sedangkan dari aspek pengembangan
sektor keuangan, terdapat 6 daerah kategori terbaik Kelompok daerah paling
tertinggal dengan 2 kriteria yang digunakan, terdapat di 5 daerah, yaitu
Probolinggo, Kota Batu, Kota Kediri, Sampang, dan Sumenep. Faktor pembentuk
backward linkage setelah sektor bank sendiri, adalah jasa Informasi dan
Komunikasi, sedangkan forward linkage setelah sektor bank sendiri, adalah Jasa
Penunjang Keuangan. Strategi pengembangan sektor keuangan disesuaikan
dengan kondisi daerah yang bersangkutan, seperti penyediakan jasa informasi
dan komunikasi, memanfaatkan jaringan yang sudah tersedia. Memperluas
komunikasi dan kerjasama dengan jasa penunjang keuangan yang telah ada
untuk mendukung ekspansi usaha dan meningkatkan akses masyarakat terhadap
sistem keuangan.
Klasifikasi JEL: R120, G280, R150
Kata Kunci:
Financial Development, Sectoral Linkage, Financial Inclusion, Location Quotient,

Input Output

235

Prosiding Seminar Nasional Economic Outlook 2016 and Call For Paper

2015

PENDAHULUAN
Sesuai komitmen dalam cetak biru Komunitas Ekonomi Asean, komitmen pada
sektor jasa keuangan adalah menghilangkan hambatan pada sektor asuransi,
perbankan dan pasar modal. Komitmen tersebut harus ditunjang dengan adanya
kawasan yang bersaing dan pertumbuhan ekonomi yang merata. Selain
penguatan stabilitas dan daya tahan kawasan, perhatian juga pada upaya
pemulihan ekonomi, dan reformasi sektor keuangan kawasan. Penyempurnaan
pasar uang adalah hal mendesak, dalam rangka pengembangan sektor
keuangan untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
Fungsi utama sektor keuangan bagi perekonomian, antara lain menyediakan
jasa pembayaran, mempertemukan para penabung dan investor, serta
mengalokasikan pinjaman secara efisien. Jumlah keseluruhan uang yang

beredar di masyarakat diyakini memiliki keterkaitan langsung dengan kegiatan
ekonomi, yang selanjutnya merangsang perluasan kegiatan ekonomi karena
memungkinkan anggota masyarakat membeli barang dan jasa yang dibutuhkan
lebih banyak (Todaro, 2003).
Struktur industri keuangan Indonesia ditinjau dari komposisi total aset pada
tahun 2014, masih didominasi oleh perbankan yang terdiri atas Bank Umum dan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), sebesar 79,8 persen. Total aset perbankan
tahun 2014 tersebut mencapai Rp. 5.615,1 triliun, meningkat dari tahun 2010
yang hanya sebesar Rp. 2.678.3 triliun. Jumlah tersebut jauh mengungguli aset
lembaga keuangan lainnya seperti asuransi, perusahaan pembiayaan dan
pegadaian. Kondisi tersebut memungkinkan perbankan di Indonesia memainkan
peran penting dalam pembangunan ekonomi.
Peningkatan aset perbankan didukung perluasan jaringan usaha. Jumlah kantor
Bank Umum dan BPR meningkat masing-masing dari 18.558 dan 4.678 pada
tahun 2013 menjadi 19.948 dan 4.895 kantor pada tahun 2014 . Rasio densitas
perbankan menunjukkan se lama tahun 2014, satu kantor bank melayani sekitar
12 ribu orang, dibandingkan tahun 2010 yang melayani sekitar 18 ribu orang.
Peningkatan jaringan kantor bank tersebut, selain mendukung ekspansi usaha
juga mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap sistem keuangan atau
financial inclusion (Bank Indonesia, 2015b).

Tantangan yang dihadapi perbankan saat ini adalah terjadi likuiditas ketat yang
mengakibatkan ekspansi kredit menjadi terbatas. Terbatasnya ekspansi kredit
menekan kinerja perbankan (Damayanti, 2014). Tekanan likuiditas perbankan
diperkirakan masih berlangsung hingga tahun 2015. Pengetatan yang kemudian
diiringi dengan suku bunga yang tinggi memicu persaingan antar bank
memperoleh dana pihak ketiga (Turisman, 2014). Dampak pengetatan likuiditas
bagi sektor perbankan adalah melambatnya kredit perbankan.
Pada Desember 2014, kredit hanya tumbuh 11,58 persen (yoy), melambat
dibandingkan per tumbuhan triwulan-triwulan sebelumnya, bahkan lebih lambat
dari beberapa periode tahun sebelumnya. Secara sektoral selama tahun 2014,
berdasarkan share dan pertumbuhan kredit, terlihat bahwa melambatnya
pertumbuhan kredit sektor perdagangan dan industri memberikan andil terbesar
penurunan pertumbuhan kredit di Indonesia, selain sektor lain-lain (Tabel 1).

236

Prosiding Seminar Nasional Economic Outlook 2016 and Call For Paper

2015


Tabel 1
Pertumbuhan dan Share Kredit Sektoral

Sumber: Bank Indonesia (2015a)
Secara spasial tahun 2014, pertumbuhan ekonomi regional mengalami
perlambatan yang terjadi di seluruh kawasan Indonesia. Perlambatan terbesar
terjadi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang terkait menurunnya kinerja
lapangan usaha pertambangan. Pertumbuhan ekonomi kawasan di Jawa juga
melambat disebabkan oleh pertumbuhan investasi yang lebih rendah. Ekonomi
KTI dan Jawa tercatat tumbuh masing-masing 6,0 persen dan 5,5 persen, lebih
rendah dari pertumbuhan tahun 2013 kawasan tersebut sebesar 7,9 persen dan
6,1 persen.
Data empiris Indonesia, tahun 2000-2014, menunjukkan adanya pola yang
seiring antara pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Meskipun demikian jika ditinjau dari rasio total kredit terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) yang baru mencapai sekitar 32 persen. Rasio tersebut jauh
dibandingkan dengan negara ASEAN lain seperti Thailand, Malaysia dan
Singapura yang memiliki rasio di atas 100 persen. Rendahnya rasio total kredit
terhadap PDB menunjukkan bahwa layanan jasa keuangan formal belum mampu
menyentuh seluruh lapisan masyarakat (Bank Indonesia, 2015b).

Kondisi makroekonomi dan perbankan nasional juga berpengaruh terhadap
perekonomian Jawa Timur. Kinerja perekonomian Jawa Timur berdasarkan
tahun dasar 2010, menunjukkan perlambatan dalam 3 tahun terakhir. Tahun
2012 mencapai 6,6 persen kemudian turun 6,1 persen dan tahun 2014 menjadi
5,9 persen (Tabel 2). Meskipun pertumbuhan turun tetapi dari data, angka
pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dari nasional, dan kontribusi terhadap
nasional, Jawa Timur masih terbesar kedua, setelah Provinsi DKI Jakarta.
Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam era
otonomi, karena masing-masing daerah berupaya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Pertumbuhan
ekonomi menjadi target utama rencana pembangunan wilayah di samping
pembangunan sosial (Sjafrizal, 2008). Peran jasa keuangan dan asuransi, yang
didominasi oleh perbankan, menunjukkan tingkat pertumbuhan rata-rata tertinggi
dibandingkan sektor lain di Jawa Timur (Tabel 2).

237

Prosiding Seminar Nasional Economic Outlook 2016 and Call For Paper

2015


Tabel 2
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Jawa Timur 2012-2014

Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (2015)
Menurut Bank Indonesia (2015b), berbagai kendala struktural (enabling factors)
yang menghambat laju perekonomian, dapat diatasi dalam dua hal pokok, yakni
reformasi di sektor rill dan reformasi di sektor keuangan. Reformasi di sektor riil
difokuskan pada penguatan modal dasar pembangunan, termasuk di dalamnya
infrastruktur, sumber daya manusia, teknologi, dan institusi, serta upaya
pencapaian kedaulatan pangan dan energi. Reformasi di sektor keuangan
diarahkan pada upaya untuk melakukan pendalaman pasar keuangan, termasuk
modernisasi sistem pembayaran dan inklusi keuangan.
Jhingan (2012) menyebutkan bahwa pembangunan fasilitas perbankan dan
reorganisasi kredit, serta penyempurnaan pasar uang, adalah hal mendesak
dalam rangka pengembangan sektor keuangan (Financial Development) untuk
memacu pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Kurang lancarnya mobilitas
barang dan jasa, dan terkonsentrasinya kegiatan ekonomi wilayah tertentu
tentunya akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan serta menyebabkan
semakin tertinggalnya daerah yang kurang maju. Permasalahan yang diangkat
dalam penelitian adalah (1) Secara spasial, Kabupaten atau Kota mana di Jawa
Timur yang menjadi basis sektor perbankan? (2) Bagaimana hasil pemetaan
basis sektor tersebut disandingkan dengan kondisi Financial Development? (3)
Bagaimana keterkaitan sektor perbankan dengan sektor lainnya dalam
membentuk perekonomian Jawa Timur?
LANDASAN TEORI
Menurut Tarigan (2010), perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya
menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan
regional. Pendekatan sektoral kurang memperhatikan aspek ruang secara
keseluruhan, sedangkan pendekatan regional lebih bersifat spasial dan menjadi
jembatan mengkaitkan perencanaan pembangunan dengan rencana tata ruang.
Pendekatan sektoral tidak mampu melihat perubahan struktur ruang yang terjadi

238

Prosiding Seminar Nasional Economic Outlook 2016 and Call For Paper

2015

akibat dilaksanakannya rencana sektoral tersebut, tidak mampu melihat wilayah
mana yang kurang terbangun, akan berkembang dan sebagainya.
Koefisien lokasi (Location Quotient) digunakan untuk mengukur relatif derajat
spesialisasi yang dimiliki suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lain.
Adapun yang digunakan sebagai pembanding adalah wilayah yang lebih luas
dari wilayah yang sedang dianalisis (Nugroho dan Dahuri, 2012). Bandavid-Val
(1991) mengatakan bahwa pendekatan LQ sangat berguna jika digabungkan
dengan analisis yang lain seperti mencari keterkaitan, analisis IO dan lain-lain.
Penelitian Sporria et. all. (2007), meneliti dampak rehabilitas sungai terhadap
ekonomi regional menggunakan pendekatan LQ yang dikombinasikan dengan
IO, sedangkan Wahudi dan Jantan (2010) meneliti pola industri di Wilayah Jawa,
tahun 1998-2007 menggunakan LQ, dengan temuan antara lain bahwa daerah
dengan konsentrasi industri tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah yang tidak
memiliki konsentrasi industri. Penelitian menggunakan pendekatan LQ dengan
tujuan pengembangan sektor pertanian khususnya tanaman pangan dilakukan
oleh Arifien dkk. (2012), sedangkan Kurniawan (2014) menggunakan pendekatan
LQ untuk menentukan komoditas palawija unggulan di Kabupaten Nganjuk.
Tarigan (2009) berpendapat bahwa pendekatan LQ sebagai petunjuk adanya
keunggulan komparatif dapat digunakan untuk sektor yang sudah lama
berkembang. Untuk sektor yang baru atau sedang tumbuh LQ tidak dapat
digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah
tersebut. Kuncoro (2012) menggunakan gabungan Static LQ dan Dynamic LQ,
untuk mengklasifikasikan sektor termasuk unggulan, prospektif, andalan, atau
tertinggal, demikian pula Widodo (2006).
Keterkaitan dan peran lembaga perantara keuangan perbankan dengan
pembangunan ekonomi sudah lama dikaji oleh para ahli, antara lain dimulai dari
Goldsmith, Mc. Kinnon dan Shaw (Gregorio dan Guidotti, 1995); Schumpeter,
Prescot, King dan Levine, kemudian La Porte (Beck, et. all., 2000). Menurut Fung
(2009), hubungan antara financial development dan perekonomian terbagi dalam
dua pandangan, pertama yang dipelopori oleh Robinson, bahwa permintaan jasa
keuangan merupakan hasil dari pertumbuhan ekonomi, sedangkan pandangan
Schumpeter dan penerusnya, menyatakan sebaliknya.
Penelitian dengan tema financial development dilakukan oleh beberapa peneliti
seperti Beck (2000) menganalisis hubungan financial intermediary development
dengan pertumbuhan ekonomi, dan keduanya terdapat hubungan positif. Onder
(2013), meneliti peran kredit dalam pertumbuhan ekonom i, dengan temuan
bahwa kredit bank pemerintah memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan
ekonomi semua provinsi di Turki. Yang dan Yi (2008), menyimpulkan bahwa di
Korea periode 1971-2002 financial development menyebabkan pertumbuhan,
bukan sebaliknya. Penelitian lain serupa dilakukan oleh Ang (2008), Hassan et.
all. (2011), Samargandi et. all (2015), dan Ductor dan Grechyna (2015).
Salah satu jenis informasi yang dapat digunakan melakukan penyusunan
perencanaan komprehensif yang meliputi seluruh sektor perekonomian adalah
menggunakan tabel input-output. Menurut Todaro, tabel input-output merupakan
sarana terbaik menyajikan informasi penting dalam menyusun perencanaan
ekonomi. Pendapat demikian juga dikemukakan Glasson bahwa tabel inputoutput merupakan salah satu metode yang paling luas diterima dalam rangka
mendeskripsikan struktur sektoral perekonomian dan memprediksikan perubahan
dari struktur tersebut (BPS Jawa Timur, 2010).
Beberapa penelitian menggunakan pendekatan IO untuk meneliti keterkaitan
antar sektor. Karagiannis dan Tzouvelekas (2010), meneliti keterkaitan antar
sektor industri di 14 negara uni Eropa. Penelitian tersebut dalam rangka
merencanakan kebijakan yang efektif untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi.
Cai. et. all. (2006), meneliti keterkaitan ke depan dan ke belakang antara sektor
239

Prosiding Seminar Nasional Economic Outlook 2016 and Call For Paper

2015

pariwisata dengan sektor lainnya di Hawaii, sedangkan Ilhan dan Yaman (2011),
meneliti keterkaitan ke depan dan ke belakang antara sektor konstruksi dengan
sektor lainnya di Turki dan beberapa negara Uni Eropa.
Amir dan Riphat (2005) menggunakan pendekatan IO tahun 2000 untuk
mengevaluasi kebijakan pembangunan di Jawa Timur. Rondhi (2009)
menggunakan pendekatan IO tahun 2000 untuk menganalisis struktur dan
perilaku ekonomi dan menentukan sektor unggulan di Jawa Timur. Suharjo dan
Santoso (2014) meneliti keterkaitan sektor ekonomi di Jawa Timur dengan
analisis forward dan backward, menggunakan IO 2010. Pendekatan IO untuk
meninjau peran salah satu sektor dilakukan oleh Sahara dan Resosudarmo
(1998), yaitu menganalisis sektor industri pengolahan terhadap perekonomian
DKI jakarta.
METODE PENELITIAN
Location Quotient
Location Quotient (LQ) atau koefisien lokasi, digunakan untuk mengukur relatif
derajat spesialisasi yang dimiliki suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lain,
dan yang digunakan sebagai pembanding adalah wilayah yang lebih luas dari
wilayah yang sedang dianalisis (Nugroho dan Dahuri, 2012). LQ menunjukkan
perbandingan peranan suatu sektor industri suatu tempat terhadap besarnya
peranan sektor tersebut secara nasional atau daerah acuan yang lebih luas.
Menurut Widodo (2006), analisis LQ dapat menunjukkan perbandingan laju
pertumbuhan suatu sektor di daerah studi, dengan laju pertumbuhan sektor yang
sama dalam perekonomian daerah referensinya. Jika laju pertumbuhan suatu
sektor daerah studi lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor yang
sama daerah referensinya, maka sektor tersebut merupakan sektor unggulan
daerah tersebut dan prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut.
Rumus LQ dalam penelitian adalah sebagai berikut:

����
LQ =
��
���� �
Keterangan:
xi
PDRB kk
Xjt
PDRB jt

= Nilai tambah sektor perbankan kabupaten, kota i (Juta Rupiah)
= Produk domestik regional bruto kabupaten, kota i (Juta Rupiah)
= Nilai tambah sektor perbankan Jawa Timur (Juta Rupiah)
= Produk domestik regional bruto Jawa Timur (Juta Rupiah)

Rumus LQ tersebut bersifat statis sehingga disebut Static LQ (SLQ), oleh karena
itu perlu digabungkan dengan Dynamic LQ (DLQ) untuk menggambarkan kriteria
industri atau sektor dalam suatu daerah termasuk kategori unggulan, prospektif,
andalan, atau tertinggal. Jika DLQ>1 dan SLQ>1, maka termasuk kriteria
unggulan, jika DLQ>1 dan SLQ