Presuposisi dalam Tuturan Mahasiswa Prog

UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi

PRESUPOSISI DALAM TUTURAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FKIP UNSYIAH (Analisis Presuposisi Faktif, Presuposisi Nonfaktif, dan Presuposisi Konterfaktual)

oleh

Nama : Nina Eka Putri NIM : 1106102010041 Jurusan/Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

disetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Saifuddin Mahmud, M.Pd. Dra. Rostina Taib, M.Hum. NIP 195910151987031005

NIP 196709101992032001

diketahui,

Dekan, Ketua Program Studi,

Dr. Djufri, M.Si. Drs. Yusri Yusuf, M.Pd. NIP 196311111989031001

NIP 195808251986021002

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, nama : Nina Eka Putri NIM : 1106102010041 menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Presuposisi dalam Tuturan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unsyiah (Analisis Presuposisi Faktif, Presuposisi Nonfaktif, dan Presuposisi Konterfaktual) adalah benar karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut. Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapa pun.

Banda Aceh, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,

Nina Eka Putri

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah swt. atas rahmat dan karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Presuposisi dalam Tuturan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unsyiah (Analisis Presuposisi Faktif, Presuposisi Nonfaktif, dan Presuposisi Konterfaktual) . Selawat dan salam penulis ucapkan kepada Rasulullah saw. beserta keluarga dan sahabat beliau.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Drs. Saifuddin Mahmud, M.Pd., selaku pembimbing I dan Dra. Rostina Taib, M.Hum. selaku pembimbing II, yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran-saran dalam proses penyusunan skripsi ini. Demikian pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Drs. Yusri Yusuf, M.Pd., Sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan dosen-dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta Dekan FKIP Universitas Syiah Kuala, Dr. Djufri, M.Si. Selanjutnya, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada informan yang turut membantu memberikan data untuk penyelesaian penulisan skripsi ini.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis persembahkan kepada Ayahanda, Kamaruddin dan Ibunda, Nur Aidar, yang telah memberikan banyak

vi vi

Akhirnya, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar skripsi ini dapat menjadi bahan bacaan yang berguna, baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan menjadi salah satu sumber belajar pragmatika.

Banda Aceh, Juni 2015 Penulis

vii

ABSTRAK

Kata Kunci: presuposisi, tuturan, mahasiswa Penelitian ini berjudul Analisis Presuposisi dalam Tuturan Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unsyiah . Rumusan masalah penelitian ini adalah (1) bagaimanakah presuposisi faktif dalam tuturan mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah, (2) bagaimanakah presuposisi nonfaktif dalam tuturan mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah, dan (3) bagaimanakah presuposisi konterfaktual dalam tuturan mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah dengan data penelitian berupa tuturan mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah. Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik simak libat cakap. Langkah-langkah analisis data penelitian ini, meliputi memproses data, mengategorisasikan data, dan menafsir data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) presuposisi faktif yang ditemukan umumnya ditandai oleh

verba, yaitu beritahu , belikan, nunggu, datang, jemput, dikumpul, ada, menyesal , kira, bergantung, berarti, mengharuskan, terpaksa, keluar, dan dipanggil , adjektiva, yaitu panas dan rusak, frasa verbal, yaitu udah terlambat, udah ikut, nggak capek nunggu, pasti ada, udah lama dimuseumkan, udah telat, masih ada, nggak diizinkan lagi terus-terusan, memang libur, dan nggak tau , frasa nominal, yaitu selalu menjadi korban prodi, udah daftar juga, kesempatan terakhir, juara ketiga, dan belum penelitian , frasa adjektival, yaitu nggak seindah yang dibayangkan, dan masih banyak, frasa adverbial, yaitu nggak tau , dan frasa numeral, yaitu kedua kali , (2) presuposisi nonfaktif yang ditemukan umumnya ditandai oleh verba, yaitu membayangkan, bermimpi, dan tuduh, nomina, yaitu harapannya, adjektiva, yaitu curiga , adverbia, yaitu kayaknya, pura -pura, ecek-eceknya, maunya, inginnya , dan harusnya, dan konjungsi, yaitu padahal, (3) presuposisi konterfaktual hanya ditandai oleh kata penghubung atau konjungsi yang menyatakan pengandaian, yaitu jika , kalau , dan andai .

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Penanda Presuposisi Faktif (PF) ................................................................ 45

4.2 Penanda Presuposisi Nonfaktif (PN) .......................................................... 55

4.3 Penanda Presuposisi Konterfaktual (PK) ................................................... 64

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Percakapan merupakan suatu kegiatan atau peristiwa berbahasa lisan antara dua atau lebih penutur yang saling memberikan informasi dan mempertahankan hubungan yang baik (Parera, 2004:235). Percakapan di dalamnya mengandung tutur. Dalam percakapan tutur diartikan sebagai penggunaan bahasa oleh satu orang dalam situasi yang khas. Dapat dikatakan juga bahwa tutur adalah suatu tindak perorangan (Ullman, 2007:23). Selain itu menurut pendapat ahli yang lain, tutur merupakan ujaran lisan atau rentang perbincangan yang didahului dan diakhiri dengan kesigapan pada pihak pembincang (Parera, 2004:262).

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dalam hal ini percakapan berhubungan dengan kajian pragmatik. Pragmatik ialah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa (Levinson dalam Alamsyah 2010:1). Dapat dikatakan juga bahwa pragmatik mengkaji hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pengguna bahasa, tidak hanya pada aspek kebahasaan dalam lingkup ke dalam (Dia, 2012:1). Dalam kajiannya, pragmatik mencakupi bahasan tentang deiksis, presuposisi, tindak tutur, dan implikatur percakapan (Sumarsono, 2004:87). Berkenaan dengan penelitian, penulis akan mengkaji tentang presuposisi.

Sehubungan dengan presuposisi, ada beberapa pendapat tentang definisi presuposisi, salah satunya yang dinyatakan oleh Levinson (dalam Nadar, 2009:65). Levonson (dalam Nadar, 2009:65) menyatakan bahwa suatu pernyataan A

mempresuposisikan suatu pernyataan B apabila pernyataan B merupakan prakondisi mengenai benar atau salahnya pernyataan A. Dengan demikian, presuposisi bergantung pada pernyataan yang diucapkan sebelumnya oleh si pembicara awal. Pada dasarnya, presuposisi didapati dalam tuturan seseorang. Dalam hal penyebutan, presuposisi juga mempunyai sebutan lain, yaitu praduga atau praangapan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa presuposisi terdapat dalam tuturan seseorang. Contohnya yang dikemukakan oleh Pandiangan (2012), yaitu ketika seseorang mengucapkan suatu ujaran kepada lawan bicaranya, si lawan bicara pasti akan memiliki praduga atau anggapan sebelumnya tentang ujaran yang diucapkan oleh si pembicara. Hal tersebut seperti dalam ujaran “Ibu pergi ke pasar dengan mobil.”. Ketika seseorang mengucapkan ujaran tersebut, akan muncul presuposisi pada pendengar bahwa “Ibu mempunyai mobil.”

Dalam kaitannya dengan jenis, ada beberapa jenis presuposisi (pranggapan) yang terdapat dalam percakapan yang dikemukakan oleh Yule dan Aminuddin. Pertama, Yule (2006:46) mengklasifikasikan presuposisi menjadi enam, yaitu presuposisi eksistensial ( existensial presupposition ), presuposisi faktif ( factive presupposition ), presuposisi leksikal ( lexical presupposition ), presuposisi nonfaktif ( non-factive presupposition), presuposisi struktural ( structural presupposition ), dan presuposisi konterfaktual ( counter-factual presupposition ). Selanjutnya, Aminuddin (2003:30) mengklasifikasi presuposisi menjadi enam juga, yaitu presuposisi sintaktik, sekuentif, kontekstual, spesifik, konseptual, dan temporal. Namun, dalam hal kajiannya, kedua klasifikasi presuposisi tersebut berbeda. Yule mengklasifikasikan jenis presuposisi yang digunakan dalam ujaran lisan, sedangkan Aminuddin mengklasifikasikan jenis presuposisi dalam tulisan atau bacaan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, peneliti akan mengkaji presuposisi yang terdapat dalam tuturan mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah dengan menggunakan konsep presuposisi dalam percakapan yang dikemukan oleh Yule (2006:46). Namun, peneliti hanya mengkaji presuposisi faktif, presuposisi nonfaktif, dan presuposisi konterfaktual. Dalam hal ini, didefinisikan bahwa Presuposisi faktif ialah presuposisi yang berisi fakta. Presuposisi nonfaktif ialah kebalikan dari presuposisi faktif, tidak berdasarkan fakta atau kebenaran. Kendatipun, presuposisi konterfaktual ialah presuposisi yang tidak mengandung kebenaran dan berkaitan dengan pengandaian serta mempunyai makna berlawanan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik mengkaji masalah tersebut karena beberapa hal sebagai berikut. Pertama, pada dasarnya untuk lebih mudah memahami makna yang tersirat dari suatu percakapan, perlu mengetahui presuposisi yang ada. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti presuposisi yang terdapat dalam tuturan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Unsyiah. Kedua, penelitian mengenai presuposisi dalam tuturan mahasiswa belum penulis temukan. Memang ada beberapa penelitian mengenai presuposisi yang telah diteliti oleh peneliti sebelumnya, baik di Aceh maupun di luar Aceh.

Kajian presuposisi yang telah diteliti oleh peneliti lain setahu peneliti, seperti Presuposisi dalam Kartun Sukribo pada Surat Kabar Harian Kompas oleh Pandiangan (2012),

A Study on Presupposition Used in Weekender Magarine’s Advertisements oleh Humardhiana (2009), Analisis Presuposisi Konsep Tindak Tutur

(Presupposition) dalam Program Talkshow oleh Dia (2012), Presupposition in Tagline Hollywood Horror Movies oleh Anggreini (2005), dan Presuposisi dalam Film Janji Joni oleh Paramytha (2009).

Penelitian yang sudah ada dilakukan dengan bersumberkan pada percakapan yang terdapat dalam media elektronik, baik percakapan dalam acara talkshow maupun sebuah film, dan dalam media cetak berupa gambar. Dari beberapa penelitian yang peneliti ketahui, belum ada yang mengkaji tentang presuposisi dalam tuturan lisan secara langsung dengan sumber datanya adalah mahasiswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengkaji presuposisi dengan judul “Analisis Presuposisi pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unsyiah”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut. (1) Bagaimanakah presuposisi faktif dalam tuturan mahasiswa Program Studi PBSI

FKIP Unsyiah? (2) Bagaimanakah presuposisi nonfaktif dalam tuturan mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah? (3) Bagaimanakah presuposisi konterfaktual dalam tuturan mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui beberapa hal sebagai berikut. (1) Mendeskripsikan presuposisi faktif dalam tuturan mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah. (2) Mendeskripsikan presuposisi nonfaktif dalam tuturan mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah.

(3) Mendeskripsikan presuposisi konterfaktual dalam tuturan mahasiswa Program Studi PBSI FKIP Unsyiah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut.

1) Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, terutama bidang bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pragmatik.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan sebagai bahan pembelajaran khususnya bahasa dan sastra Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang prseuposisi yang terdapat dalam peristiwa tutur.

c. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman peneliti tentang presuposisi faktif, presuposisi nonfaktif dan presuposisi konterfaktual yang terdapat dalam peristiwa tutur mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah.

2) Manfaat Praktis Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan ajar atau sumber belajar Pragmatik khususnya dan sebagai pendukung pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia umumnya.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Presuposisi

Praduga atau presuposisi merupakan perkiraan atau sangkaan yang berkaitan dengan kemustahilan sesuatu dapat terjadi ( defeesbility ), masalah proyeksi, atau penonjolan sesuatu hal berbagai macam keterangan atau penjelas (Sudaryat, 2008:124). Maksudnya ialah mempersangkakan sesuatu yang tidak tampak secara langsung atau merupakan sesuatu yang tersirat. Presuposisi ( presuposisi ) berasal dari kata to pre-suppose , yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan (Pandiangan, 2012).

Lebih lanjut, para ahli lain menyatakan bahwa presuposisi adalah titik tolak yang dengan hanya memakai akal budi sulit dibuktikan kebenarannya atau ketidakbenarannya (Drewes, 2003:22). Berdasarkan pernyataan Drewes tersebut, dapat dikatakan bahwa presuposisi ini tidak dapat dibuktikan dengan hanya memakai akal sehat. Ketika si pendengar memiliki presuposisi mengenai informasi yang disampaikan oleh si pembicara, presuposisi yang muncul dalam pikiran si pendengar dapat berupa benar dan dapat juga salah. Misalny a, seseorang mengatakan “Buka pintu itu”. Presuposisi yang muncul tentunya di sekitar pembicara terdapat pintu. Ketika “pintu” tersebut memang ada di sekitar si pembicara, presuposisi itu benar atau pintu tersebut pada saat itu benar dalam keadaan tertutup. Akan tetapi, ketika

“pintu” tersebut tidak ada atau pintu tersebut telah dalam keadaan terbuka, kebenaran yang dimunculkan dari presuposisi tersebut adalah tidak benar.

Contoh lainnya adala h ketika seorang penutur mengatakan “Matikan televisi itu!”, memberikan asumsi bahwa kebenarannya ada sebuah televisi di sekitar petutur

dan penutur. Ketika televisi tersebut benar dalam keadaan menyala, kebenaran yang dimunculkan dari presuposisi tersebut adalah benar. Akan tetapi, ketika televisi tersebut tidak dalam keadaan menyala, kebenaran yang dimunculkan dari presuposisi tersebut adalah salah.

Mengenai adanya presuposisi benar dan salah, Leech (2003:356) menyebutkan, presuposisi benar dan salah disebut dengan presuposisi positif dan presuposisi negatif. Presuposisi atau tepatnya presuposisi positif ialah hubungan

antara X dan Y sedemikian rupa sehingga ‘seseorang yang mengatakan X menerima sebagai yang benar mengenai kebenaran Y’ atau dapat dikatakan juga bahwa presuposisi adalah hubungan antara X dan Y sedemikian rupa sehingga

(a) jika ungkapan X sahih, Y haruslah benar (b) jika Y salah, ungkapan X tidak sahih atau kosong.

Pada dasarnya, presuposisi terdapat dalam percakapan seseorang, yaitu yang disampaikan melalui ujaran oleh si pembicara kepada si pendengar. Lewat ujarannya, seorang penutur sering menyiratkan (sebuah) asumsi dan makna ujaran mungkin bergantung kepada asumsi ini (Sundayana dan Azis, 2003:6.22). Hal yang sedikit berbeda disampaikan Chaer dan Agustina (2004:58). Mereka menyebutkan bahwa presuposisi dalam tindak tutur adalah makna atau informasi “tambahan” yang terdapat dalam ujaran yang digunakan secara tersirat. Dengan demikian, presuposisi Pada dasarnya, presuposisi terdapat dalam percakapan seseorang, yaitu yang disampaikan melalui ujaran oleh si pembicara kepada si pendengar. Lewat ujarannya, seorang penutur sering menyiratkan (sebuah) asumsi dan makna ujaran mungkin bergantung kepada asumsi ini (Sundayana dan Azis, 2003:6.22). Hal yang sedikit berbeda disampaikan Chaer dan Agustina (2004:58). Mereka menyebutkan bahwa presuposisi dalam tindak tutur adalah makna atau informasi “tambahan” yang terdapat dalam ujaran yang digunakan secara tersirat. Dengan demikian, presuposisi

Ada beberapa pendapat para ahli lain tentang presuposisi. Anom (2011:69) menyatakan bahwa “Presuposisi adalah kalimat yang mempunyai makna yang terpendam di

balik sebuah ucapan. Presuposisi akan membuat Anda menjadi seorang yang dapat memahami model dunia orang lain secara menyeluruh. Pelanggaran metamodel satu ini cukup sering dilakukan oleh manusia pada setiap kejadian. Saat Anda dapat mengenali model dunia orang lain, Anda akan dengan mudah mengarahkan model dunia yang sedang orang lain gunakan tersebut. ”.

Sejalan dengan pendapat Anom, Eriyanto (2001:256) juga berpendapat bahwa “Elemen wacana presuposisi ( presuppotion ) merupakan pernyataan yang

digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Presuposisi adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Presuposisi hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan.presuposisi ini merupakan fakta yang belum terbukti kebenarannya, tetapi dijadikan dasar untuk mendukung gagasan tertentu. Meskipun berupa anggapan, presuposisi umumnya didasarkan pada ide common sense , praangapan yang masuk akal atau logis sehingga meskipun kenyataannya tidak ada (belum terjadi) tidak dipertanyaka n kebenarannya. Orang sudah terlanjur menerimanya.”

Berbeda halnya dengan pendapat Anom dan Eriyanto, Givon (dalam Sudaryanto, 1997:319) menyatakan bahwa presuposisi adalah status tindak tutur negatif. Menurutnya, presuposisi didasarkan pada kenyataan yang belum dicapai misalnya wacan a. Contoh: “Apa mau terus di Australia?” tuturan ini bertanya, tetapi sebenarnya tidak dimaksudkan untuk bertanya. Penutur sudah mempunyai presuposisi, yaitu kemungkinan menetap di Australia. Penutur mengatakan yang sebaikn ya dengan gaya “bertanya”.

Di samping itu, lain halnya dengan pendapat ketiga ahli yang telah disebutkan sebelumnya, Yule (2006:170) mengatakan bahwa dalam kajian Di samping itu, lain halnya dengan pendapat ketiga ahli yang telah disebutkan sebelumnya, Yule (2006:170) mengatakan bahwa dalam kajian

Di samping itu, ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa presuposisi mengacu pada makna tersirat yang mendahului makna kalimat yang terucapkan (tertulis) (Sumarsono, 2004:87). Kalau kita mendengar ujaran , “Ibunya sedang sakit. ”, “makna lain” yang dapat kita tangkap, yaitu dia mempunyai ibu (Sumarsono, 2004:87). Terakhir, selain pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, Stalnaker (dalam Balai Penelitian Bahasa, 2001:16) mengatakan bahwa presuposisi, yaitu pengetahuan bersama ( common knowledge ) yang dimiliki oleh pembicara dan mitra bicara. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa presuposisi adalah anggapan awal yang muncul pada si petutur saat penutur mengucapkan suatu tuturan.

Dalam penganalisisan presuposisi, terdapat penanda yang mendukung presuposisi. Adapun penanda yang mendukung kemunculan presuposisi terdiri atas tiga unsur penting, yaitu pengetahuan bersama, konteks situasi, dan partisipan (Pandiangan, 2012).

a) Pengetahuan bersama Pengetahuan bersama digunakan sebagai struktur yang membangun interpretasi yang tidak muncul dalam teks atau tuturan. Untuk menyampaikan pesan yang sesuai dengan tujuan penutur, pengetahuan bersama berfungsi untuk menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Fungsi struktural ini a) Pengetahuan bersama Pengetahuan bersama digunakan sebagai struktur yang membangun interpretasi yang tidak muncul dalam teks atau tuturan. Untuk menyampaikan pesan yang sesuai dengan tujuan penutur, pengetahuan bersama berfungsi untuk menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Fungsi struktural ini

Contoh: Sudah bab berapa? Praanggapan yang terdapat pada tuturan di atas adalah si penutur

menanyakan mengenai skripsi kepada si petutur . Untuk memahami tuturan di atas diperlukan pengetahuan bersama bahwa si petutur sedang menyusun skripsi sehingga maksud dari tuturan di atas tepat maknanya. Selanjutnya, si pembicara juga mengetahui dengan yakin bahwa yang diajak bicara sedang dalam tahap penulisan skripsi. Di samping itu, si petutur mengetahui dengan benar bahwa yang dimaksud oleh si penutur adalah skripsi.

b) Partisipan Partisipan dapat diidentifikasi melalui ekspresi yang digunakan dalam tuturan. Hubungan yang dimiliki antara nama atau sebutan yang sesuai dengan objek yang dibicarakan menunjukkan kaitan partisipan dengan tuturan. Dengan adanya penyebutan tertentu oleh atau untuk partisipan, asumsi yang didapat dari sebuah tuturan menjadi berbeda dan memiliki ciri khas satu sama lain (Yule, dalam Pandiangan, 2012).

Contoh: Selamat pagi, Bu! Penggunaan kata Bu pada sebuah tuturan yang terjadi di lingkungan

kampus memberikan praanggapan, yaitu partisipan merupakan seorang dosen di kampus. Akan tetapi, jika pernyataan tersebut digunakan di tempat lain, misalnya di pasar, partisipan yang diidentifikasi pun akan berbeda. Ketika tuturan tersebut digunakan di pasar, partisipan yang dimaksud dari penggunaan panggilan Bu tentu mengandung anggapan bahwa partisipannya adalah penjual atau pembeli.

Partisipan menjadi sangat penting dalam sebuah tuturan karena dapat memberikan informasi tambahan mengenai tuturan dan membedakan konteks yang terjadi dalam tutura tersebut (Pandiangan, 2012).

c) Konteks situasi Konteks situasi merupakan bagian dari bagian situasi dalam kajian linguistik yang mengacu pada penggunaan ungkapan dalam tuturan (Pandiangan, 2012). Konteks situasi sangat mempengaruhi suatu praanggapan yang terkandung dalam suatu tuturan. Tanpa mengetahui konteks situasi, kebenaran dari sebuah pernyataan tidak dapat diketahui. Pengaruh adanya pengetahuan tentang konteks situasi pada kebenaran praanggapan yang dimunculkan dapat dilihat pada pengucapan tuturan berikut.

Contoh: Jangan menangis! Praanggapan yang ditimbulkan dari tuturan tersebut tentu berbeda jika

diucapkan pada konteks situasi wisuda dan pada konteks situasi duka. Ketika tuturan tersebut digunakan pada konteks situasi duka, praanggapan yang muncul adalah si petutur sedang menangis karena sedih baru tertimpa musibah. Namun, jika tuturan tersebut digunakan pada konteks situasi wisuda, praanggapan yang muncul adalah si petutur menangis karena bahagia.

2.2 Jenis-jenis Presuposisi

Presuposisi dapat dibedakan atas enam jenis, yaitu presuposisi struktural, presuposisi leksikal, presuposisi eksitensial, presuposisi faktif, presuposisi nonfaktif, dan presuposisi konterfaktual. (Yule, 2006:170). Akan tetapi, dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah presuposisi faktif, presuposisi nofaktif, dan Presuposisi dapat dibedakan atas enam jenis, yaitu presuposisi struktural, presuposisi leksikal, presuposisi eksitensial, presuposisi faktif, presuposisi nonfaktif, dan presuposisi konterfaktual. (Yule, 2006:170). Akan tetapi, dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah presuposisi faktif, presuposisi nofaktif, dan

(1) Presuposisi Faktif ( Factive Presupposition )

Presuposisi faktif adalah presuposisi yang informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan (Yule, 2006:170). Presuposisi ini muncul dari informasi yang ingin disampaikan dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini keberadaannya. Kata-kata yang dapat menyatakan fakta dalam tuturan ialah verba yang dapat memberikan makna pasti tuturan tersebut. Kata kerja yang mengandung presuposisi faktif, seperti menyesal, menyadari, menggembirakan, mengherankan, dan mengetahui (Yule, 2006:47). Contohnya pada kalimat “Kami menyesal mengatakan kepadanya ”. Dalam kalimat tersebut presuposisinya adalah kami telah mengatakan kepadanya. Pernyataan itu merupakan fakta aktual karena telah disebutkan dalam tuturan. Kata mengatakan digunakan untuk menyatakan sesuatu yang dinyatakan sebagai sebuah fakta dari sebuah tuturan. Contoh lainnya presuposisi faktif terdapat pada

kalimat “Kami menyesal telah mengatakannya”. Kata menyesal memberi asumsi bahwa kebenarannya ia telah megatakannya. Presuposisi tersebut ditandai oleh adanya kata penanda munculnya presuposisi, yaitu kata menyesal . Dalam kalimat tersebut, kata yang mengandung presuposisi, yaitu mengatakannya diikuti oleh kata penanda menyesal .

Jika di dalam tuturan tidak ada kata-kata yang mengandung fakta atau kata penanda munculnya presuposisi, seperti kata mengatakan dan menyesal , kefaktualan suatu tuturan yang muncul dalam presuposisi dapat dilihat dari partisipan tutur, konteks situasi, dan juga pengetahuan bersama. Misalnya, dalam tuturan “Tidak ada Jika di dalam tuturan tidak ada kata-kata yang mengandung fakta atau kata penanda munculnya presuposisi, seperti kata mengatakan dan menyesal , kefaktualan suatu tuturan yang muncul dalam presuposisi dapat dilihat dari partisipan tutur, konteks situasi, dan juga pengetahuan bersama. Misalnya, dalam tuturan “Tidak ada

(2) Presuposisi Nonfaktif ( Non-Factive Presupposition )

Presuposisi nonfaktif adalah suatu presuposisi yang diasumsikan tidak benar (Yule, 2006:50). Presuposisi ini masih memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti atau ambigu. Kata kerja yang

mengandung presuposisi nonfaktif, seperti bermimpi, membayangkan , dan berpura- pura (Yule, 2006:50). Presuposisi nonfa ktif misalnya terdapat pada kalimat “Saya bermimpi menjadi seorang anggota DPR. ”

Tuturan tersebut mengandung presuposisi nonfaktif yang ditandai oleh kata penanda bermimpi. Kata bermimpi menyatakan sesuatu keinginan yang belum terjadi saat tuturan tersebut diucapkan. Berdasarkan kata penanda munculnya presuposisi, dapat diasumsikan bahwa kebenarannya Saya bukan anggota DPR . Contoh lainnya dapat dilihat pada kalimat “Dia ,membayangkan saat kelulusannya nanti”. Kalimat tersebut mengandung presuposisi nonfaktif yang ditandai dengan kata penanda membayangkan. Sama halnya dengan kata bermimpi, kata membayangkan juga memberikan makna bahwa yang diucapkan belum terjadi. Kata membayangkan pada kalimat tersebut memberikan asumsi bahwa kenyataannya dia belum lulus. Kemudian, dalam hal kefaktualan, presuposisi yang tidak faktual dapat diasumsikan Tuturan tersebut mengandung presuposisi nonfaktif yang ditandai oleh kata penanda bermimpi. Kata bermimpi menyatakan sesuatu keinginan yang belum terjadi saat tuturan tersebut diucapkan. Berdasarkan kata penanda munculnya presuposisi, dapat diasumsikan bahwa kebenarannya Saya bukan anggota DPR . Contoh lainnya dapat dilihat pada kalimat “Dia ,membayangkan saat kelulusannya nanti”. Kalimat tersebut mengandung presuposisi nonfaktif yang ditandai dengan kata penanda membayangkan. Sama halnya dengan kata bermimpi, kata membayangkan juga memberikan makna bahwa yang diucapkan belum terjadi. Kata membayangkan pada kalimat tersebut memberikan asumsi bahwa kenyataannya dia belum lulus. Kemudian, dalam hal kefaktualan, presuposisi yang tidak faktual dapat diasumsikan

(3) Presuposisi konterfaktual ( Counter-Factual Presupposition )

Presuposisi konterfaktual berarti bahwa yang dipraanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan (Yule, 2006:50). Presuposisi konterfaktual ditandai dengan penggunaan klausa bersyarat (Yule, 2006:50). Contohnya, pada kalimat berikut.

- Jika ia lulus , ia akan menjadi seorang guru. - Andai ia datang , ia akan mendapatkan hadiah itu. - Bila ia marah , kamu diam saja.

Ketiga kalimat tersebut mengandung klausa bersyarat yang ditandai oleh adanya konjungsi yang menyatakan persyaratan, yaitu jika, andai, dan bila . Lebih lanjut, Rahardi (dalam Pandiangan, 2012) memberikan contoh yang berkaitan dengan presuposisi ini sebagai berikut.

“Tuturan yang berbunyi Kalau kamu sudah sampai Jakarta, tolong aku diberi kabar. Jangan sampai lupa, aku tidak ada di rumah karena bukan hari

libur. Tuturan itu tidak semata-mata dimaksudkan pada penggunaan kata pengandaian di dalam tuturan itu, melainkan ada sesuatu yang tersirat dari tuturan itu yang harus dilakukannya, misalnya mencari alamat kantor atau

nomor telepon si penutur”. Presuposisi ini menghasilkan pemahaman yang berkelebihan dari pernyataannya atau kontradiktif. Kondisi yang menghasilkan presuposisi seperti ini biasanya dalam tuturannya mengandung

‘if clause’ atau pengandaian. Hasil yang didapat menjadi kontradiktif dari pernyataan sebelumnya. ”

Contoh lain presuposisi konterfaktual dapat dilihat pada kalimat “ Kalau Ani sekolah, ia akan dihukum .” Kalimat tersebut merupakan presuposisi konterfaktual yang ditandai dengan adanya penanda kalau. Kata kalau menyatakan suatu Contoh lain presuposisi konterfaktual dapat dilihat pada kalimat “ Kalau Ani sekolah, ia akan dihukum .” Kalimat tersebut merupakan presuposisi konterfaktual yang ditandai dengan adanya penanda kalau. Kata kalau menyatakan suatu

Dalam hal presuposisi jenis faktif, nonfaktif, dan konterfaktual yang telah dikemukakan oleh Yule, Leech (2003:367). juga mengungkapkan tentang ketiga hal tersebut dengan nama lain, yaitu faktualitas, nonfaktualitas, dan kontrafaktualitas Leech membedakan ketiga bentuk tersebut dalam bentuk kaidah berikut:

Realize (menyadari)-> [faktif] Suspect (mencurigai)-> [nonfaktif] Pretend (berpura-pura)-> [kontrafaktif] Sehubungan dengan pengelompokkan presuposisi, Leech (2003:356),

mengemukakan ada dua presuposisi, yaitu praanggapan versus hubungan persyaratan dan presuposisi versus ekspektasi (harapan). Dalam bukunya, Leech memaparkan bahwa presupsosisi versus hubungan persyaratan adalah sebagai hubungan antara dua pernyataan X dan sedemikian rupa sehingga

(a) Jika X benar, Y harus benar (b) Jika Y salah, X harus salah

Lebih lanjut yang dinamakan persyaratan adalah hubungan yang terbatas pada pernyataan (Leech, 2003:357). Misalnya, dalam contoh yang disebutkan Leech, jika ada suatu perintah untuk mematikan televisi, tetapi kenyataannya televisi tersebut telah mati. Jadi, tidak dapat dikatakan bahwa ungkapannya yang salah karena pada Lebih lanjut yang dinamakan persyaratan adalah hubungan yang terbatas pada pernyataan (Leech, 2003:357). Misalnya, dalam contoh yang disebutkan Leech, jika ada suatu perintah untuk mematikan televisi, tetapi kenyataannya televisi tersebut telah mati. Jadi, tidak dapat dikatakan bahwa ungkapannya yang salah karena pada

Disebutkan juga oleh Leech, dalam hubungan akibat juga terjadinya kekacauan, yaitu presuposisi yang ungkapan yang mengandung persangkaan (X), juga yang dipersangkaan (Y) adalah suatu pernyataan. Hal tersebut diformulasikan dalam arti kebenaran dan kesalahan, berikut.

X mempersyaratkan Y berarti bahwa Jika X benar, Y harus benar (tetapi jika bukan-X benar, Y tidak harus benar)

Contoh pernyataan rumus tersebut dapat dilihat pada kalimat berikut. Jika X benar, Y harus benar

X : Ani menikahi seorang tukang bubur berparas ganteng. mengandung akibat Y : Ani menikahi seorang berparas ganteng.

(tetapi jika bukan-X benar, Y tidak harus benar)

X : Ani tidak menikahi seorang tukang bubur berparas ganteng tidak mengandung akibat Y: Ani menikahi seorang berparas ganteng.

Selanjutnya,

X mengandung praanggapan Y berarti bahwa Jika X benar, Y benar X mengandung praanggapan Y berarti bahwa Jika X benar, Y benar

Contoh pernyataan rumus tersebut dapat dilihat pada kalimat berikut. Jika X benar, Y benar

X: Tukang bubur yang dinikahi Ani ganteng. Y: Ani menikahi tukang bubur.

Jika bukan-X benar, Y benar

X: Tukang bubur yang dinikahi Ani tidak ganteng. Y: Ani menikahi tukang bubur.

Hal tersebut berarti, jika orang membuat negatif kalimat X yang mengandung akibat, akibatnya tidak lagi jelas; tetapi jika orang menegatifkan kalimat X yang mengandung presuposisi, hubungan presuposisi itu tetap benar.

Tes negasi ini, demikian dinamakan, merupakan sarana memilahkan persyaratan dan presuposisi (praanggapan) yang berguna di dalam kasus yang X adalah suatu pernyataan. Namun, hal tersebut tidak dapat diterapkan pada jenis ungkapan yang lain seperti pertanyaan dan perintah, atas dasar bahwa hanya pernyataan sajalah yang dapat memiliki sifat kebenaran atau kesalahan (Leech, 2003:259). Selanjutnya, Leech (2003:259) juga menyatakan adanya presuposisi versus ekspektasi (harapan), yaitu hubungan tertentu yang lebih lemah daripada persyaratan, sepanjang bahwa hubungan itu tidak memenuhi kriteria tidak dapat dikontradiksikan. Contoh pernyataan tersebut dapat diamati pada kalimat “Ana memakan sebagian kue.” Kalimat tersebut mempunyai praanggapan bahwa Ana

memakan beberapa kue atau Ana tidak memakan semua kue. Ketika kalimat tersebut dikontradiksikan menjadi “Ana tidak memakan sebagian kue.”, pernyataan tersebut memakan beberapa kue atau Ana tidak memakan semua kue. Ketika kalimat tersebut dikontradiksikan menjadi “Ana tidak memakan sebagian kue.”, pernyataan tersebut

Berdasarkan penanda munculnya presuposisi, Lakoff (dalam Leech, 2003:368) menyatakan bahwa adanya kaidah yang dengan kaidah itu presuposisi positif, netral, dan negatif ‘diaktifkan’ oleh predikat tertentu sehingga menjadi ‘realisasi’. Sehubungan dengan predikat tersebut, Leech (2003:370) membedakan adanya faktif murni dan faktif kondisional. Dalam faktif murni ada dua penanda munculnya presuposisi yang berfungsi predikat berbentuk verba, yaitu predikat verba yang mengikuti kata itu dan predikat verba yang mengikuti konstruksi infinitif dan normalisasi (Leech, 2003:370). Kendatipun faktif kondisional, predikat berbentuk verba diikuti oleh kata negasi. Dengan demikian, dapat disimpullkan bahwa penanda munculnya presuposisi salah satunya ditandai oleh kategori verba.

Lebih lanjut, Leech (2003:362) menyebutkan ada beberapa pengungkapan presuposisi, di antaranya diungkapkan dengan klausa relatif, adjektif, frasa preposisional, adverbial, kata benda dan sebagainya serta dapat juga diungkapkan dengan subordinat lainnya, seperti anak kalimat relatif nominal, pernyataan tidak langsung, anak kalimat adverbial, anak kalimat komparatif, dan anak kalimat partisipal. Anak kalimat relatif nominal adalah klausa subordinat yang menerangkan nomina pada klausa pokok. Selanjutnya, anak kalimat adverbial adalah anak kalimat yang ditandai oleh adanya konjungsi yang menjelaskan tentang induk kalimatnya. Setelah itu, anak kalimat komparatif adalah anak kalimat yang menerangkan perbandingan dengan unsur yang diperbandingkan pada klausa subordinatif dan Lebih lanjut, Leech (2003:362) menyebutkan ada beberapa pengungkapan presuposisi, di antaranya diungkapkan dengan klausa relatif, adjektif, frasa preposisional, adverbial, kata benda dan sebagainya serta dapat juga diungkapkan dengan subordinat lainnya, seperti anak kalimat relatif nominal, pernyataan tidak langsung, anak kalimat adverbial, anak kalimat komparatif, dan anak kalimat partisipal. Anak kalimat relatif nominal adalah klausa subordinat yang menerangkan nomina pada klausa pokok. Selanjutnya, anak kalimat adverbial adalah anak kalimat yang ditandai oleh adanya konjungsi yang menjelaskan tentang induk kalimatnya. Setelah itu, anak kalimat komparatif adalah anak kalimat yang menerangkan perbandingan dengan unsur yang diperbandingkan pada klausa subordinatif dan

- Anak-anak yang memakai baju merah itu adalah anaknya. - Dia yang kemarin menabrakmu itu telah meninggal.

(2) Adjektif - Dia cantik . - Ani malas.

(3) Frasa Preposisional - Dia berbicara tentang kehidupannya . - Dia berada di belakangmu .

(4) Adverbial - Hendaknya ia datang. (5) Kata benda - Dia kelaparan . - Kemari telah terjadi kebakaran .

(6) Anak kalimat bahwa - Orang tua itu mengatakan bahwa anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati. (7) Anak kalimat partisipal - Setelah menyetop bus, kami melanjutkan ke Sibreh.

(8) Anak kalimat komperatif - Pikirannya sekarang lebih tajam daripada sebelumnya . - Kemarin dia tampil cantik, tetapi hari ini dia tampil tidak menarik sama

sekali.

2.3 Tindak Tutur

Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur (Jamilatun, 2011:22). Menurut Rustono (dalam Jamilatun, 2011:22) tindak tutur ( speech act ) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik. Istilah tindak tutur atau tindak bahasa diterjemahkan dari bahasa Inggris adalah speech acts atau istilah lainnya dalam bahaa Inggris language acts (Lyions dalam Purba, 2007:75). Menurut Richard (dalam Purba, 2007:76), tindak tutur adalah sebagai sesuatu yang sebenarnya kita lakukan ketika kita berbahasa. Tindak tutur berkaitan erat dengan peristiwa tutur. Dalam peristiwa tutur adanya tindak tutur. Peristiwa tutur ( speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan mitra tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dalam Nurbaeti, 2009:8).

Dalam tindak tutur adanya komponen tutur. Menurut Leech (dalam Raharjo, 2012:206), komponen situasi tutur meliputi 5 hal: (1) penutur dan mitra tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4) tindak tutur sebagai bentuk tindakan, dan (5) tuturan sebagai produk verbal. Rustono (dalam Raharjo, 2012:206) menguraikannya sebagai berikut.

(1) Penutur dan mitra tutur adalah orang yang bertutur atau yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi, sedangkan mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam penuturan.

(2) Konteks tuturan adalah semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur. Konteks mencakup fisik dan sosial. Konteks fisik disebut ko-teks, sedangkan konteks sosial disebut konteks.

(3) Tujuan tuturan adalah sesuatu yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini melatarbelakangi tuturan. (4) Tindak tutur sebagai bentuk tindakan. Tindak tutur adalah aktivitas. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan, tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang.

(5) Tuturan merupakan hasil tindakan dalam bentuk produk verbal. Tindakan manusia dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan non- verbal. Tindakan verbal adalah tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan berdasarkan beberapa asas metodologi pendekatan kualitatif . Beberapa landasan yang mendasari adalah (1) sumber data dan data bersifat naturalistik (alamiah); (2) data penelitian bersifat deskriptif dan data yang akan terkumpul berbentuk kata-kata; (3) lebih mengarah pada proses daripada hasil; (4) analisis data bersifat induktif; (5) peneliti merupakan instrumen kunci; (6) lebih menekankan pada makna (Sugiyono, 2005:10). Selain itu, data penelitiannya diambil berupa sampel dari informan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Darmadi (2013:51) yang mengatakan bahwa sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber atau partisipan, informan, tema, dan guru dalam penelitian. Jadi, pernyataan tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu pengumpulan data dari sampel yang berupa informan atau narasumber.

Adapun jenis penelitian ini tergolong ke dalam penelitian deskriptif ( descriptive research ). Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kountur, 2005:105).

3.2 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini berupa data verbal yang meliputi tuturan mahasiswa yang mengandung presuposisi faktif, presuposisi nonfaktif, dan presuposisi konterfaktual. Data diperoleh melalui hasil simak libat cakap dengan informan. Simak libat cakap dilengkapi dengan catatan tertulis dan instrumen yang digunakan adalah alat rekam. Selanjutnya, sumber data penelitian ini berupa informan, yaitu mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah pada percakapan di segala situasi yang mengandung presuposisi yang ingin diteliti.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data (Mahsun, 2011:308). Setiap penelitian sangat ditentukan oleh kemampuan memilih serta menyusun teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan teknik simak libat cakap yang diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat. Teknik simak libat cakap merupakan teknik yang digunakan oleh si peneliti dalam melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisispasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan (Mahsun, 2011:91). Pertama, peneliti ikut dalam percakapan dengan informan atau sumber data mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah. Kemudian, percakapan tersebut disimak dengan menggunakan alat rekam. Data dalam penelitian ini adalah percakapan sehingga semua percakapan direkam untuk dianalisis nantinya. Perekaman ini ditujuankan untuk meminimalisasi kesalahan pendengaran dan penulisan saat mencatat data. Setelah percakapan direkam, data percakapan tersebut Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data (Mahsun, 2011:308). Setiap penelitian sangat ditentukan oleh kemampuan memilih serta menyusun teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan teknik simak libat cakap yang diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat. Teknik simak libat cakap merupakan teknik yang digunakan oleh si peneliti dalam melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisispasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan (Mahsun, 2011:91). Pertama, peneliti ikut dalam percakapan dengan informan atau sumber data mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah. Kemudian, percakapan tersebut disimak dengan menggunakan alat rekam. Data dalam penelitian ini adalah percakapan sehingga semua percakapan direkam untuk dianalisis nantinya. Perekaman ini ditujuankan untuk meminimalisasi kesalahan pendengaran dan penulisan saat mencatat data. Setelah percakapan direkam, data percakapan tersebut

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bogdan dan Biklen dalam Moleong, 2007: 248). Dalam penelitian, teknik analisis data yang digunakan meliputi tiga teknik, yaitu: (1) pemrosesan data, dilakukan untuk memilih dan menjaring data sehingga akhirnya

diperoleh data yang benar-benar sahih dan handal. Data percakapan yang telah dikumpulkan, ditulis, dan dibaca berulang-ulang kemudian diseleksi keseluruhan maknanya;

(2) kategorisasi data; dilakukan untuk memilah dan mengelompokkan data berdasarkan rumusan masalah yang ingin diteliti. Setelah diperoleh data yang sahih, data tersebut dipilah menurut jenis presuposisi yang ingin diteliti berdasarkan rumusan masalah, yaitu meliputi presuposisi faktif, presuposisi nonfaktif, dan presuposisi konterfaktual.

(3) penafsiran data; dilakukan dalam bentuk deskripsi, yaitu mendeskripsikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang jelas dan terperinci. Pada penyajian data ini, tuturan yang telah dikategorisasikan berdasarkan jenis presuposisi dijabarkan atau dideskripsikan dalam beberapa kalimat dan diperkuat dengan disertakannya kutipan kalimat tuturan yang mengandung presuposisi tersebut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini disajikan hasil analisis data tentang presuposisi dalam tuturan mahasiswa PBSI Unsyiah, yang meliputi jenis-jenis presuposisi dalam tuturan mahasiswa PBSI Unsyiah. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 21 April hingga 14 Mei 2015 dengan lokasi penelitian FKIP Unsyiah. Data tersebut diolah dan langsung diproses pada hari yang sama. Secara keseluruhan ada 70 data yang dianalisis. Berdasarkan hasil analisis, data percakapan yang mengandung presuposisi faktif, non faktif, dan konterfaktual dipaparkan sebagai berikut.

4.1.1 Presuposisi Faktif (PF)

Presuposisi faktif adalah presuposisi yang informasinya dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan (Yule, 2006:170). Penanda presuposisi yang berupa verba, seperti menyadari dan memberitahukan . Pada penelitian ini presuposisi faktif dikodekan dengan PF, sedangkan untuk penutur (PA) dan petutur (PB). Ada 30 tuturan berikut yang mengandung PF yang telah dipilah berdasarkan kategori kata. Uraian data dipaparkan sebagai berikut.

Tuturan yang mengandung PF yang penanda munculnya presuposisi berupa verba adalah sebagai berikut. (1) a. PA: Sekolah kalian kapan libur?

b. PB: Ini. Bu Risna beritahu bahwa waktu try out nanti kami libur. Jadi, bisa ke kampus ketemu dosen. Tuturan (1) mengandung PF yang ditandai dengan verba. Sehubungan dengan konteks, situasi tersebut berlangsung di kampus, lebih lengkapnya di depan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tuturan yang berlangsung tersebut membicarakan seputar PPL. Ada dua verba dalam tuturan tersebut yang

menandakan adanya PF, yaitu kata beritahu (PF 1 ) dan bisa (PF 2 ). Informasi yang mengikuti kata beritahu dan bisa dapat dianggap sebagai kenyataan. Berdasarkan praanggapan yang mengikuti verba, pada verba (PF 1 ) adanya beberapa kebenaran, yaitu (a) si penutur sedang mengikuti PPL, (b) adanya seseorang yang bernama Risna yang dalam konteks ini yang dimaksud adalah koordinator pamong di sekolah tempat si penutur PPL, dan (c) akan adanya try out di sekolah

Dokumen yang terkait

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84