PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI DALAM M

PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI DALAM METODE TEAMS GAMES
TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MATERI NARRATIVE TEXT
DI KELAS XI IPA-4 SMA NEGERI 1 PATIANROWO – NGANJUK
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
1

Ely Saidah

1

SMA Negeri 1 Patianrowo
Jl. Jl. Raya PG Lestari No.1 Patianrowo – Nganjuk 64391
ely.andrianto@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Narrative Text, khususnya
peningkatan keterampilan menulis (writing skill) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) dengan media gambar berseri di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo – Nganjuk Tahun Pelajaran
2013/2014. Kualitas tersebut dianalisis berdasarkan aspek-aspek motivasi, aktivitas belajar, serta kompetensi siswa. Penelitian
dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Penulis mengambil data aktivitas siswa pada setiap siklus dengan instrumen observasi, sedangkan data hasil belajar diperoleh
dari hasil permainan dan turnamen. Penulis juga mengambil data awal berupa hasil ulangan harian dan tugas untuk
memetakan kemampuan awal siswa. Kesimpulan dari Penelitian adalah: 1) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan
media gambar berseri berpengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris
materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 2) Penerapan metode TGT
dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam rangka
peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri
1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 3) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi
Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014. Saran dari Peneliti adalah: 1) Guru
sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik siswanya, terutama sekali dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan
efisien, sehingga guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung; 2) Pihak guru, sekolah serta
stakeholder lainnya sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya pengembangan
lebih lanjut; 3) Bagi guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya terlebih dahulu
melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi
sebelum mengajarkan di kelas; serta 4) Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun mereplikasi penelitian ini,
sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan penulis.
Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif, Teams Games Tournament, Keterampilan Menulis, Narrative Text

(writing). Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa

Inggris
diarahkan
untuk
mengembangkan
keterampilan-keterampilan tersebut agar (lulusan)
peserta didik mampu berkomunikasi dan berwacana
dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu
(Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).
Tingkat literasi tersebut mencakup performative,
functional, informational, dan epistemic. Pada tingkat
performative, peserta didik mampu membaca,
menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan
simbol-simbol yang digunakan. Pada tingkat
functional, orang mampu menggunakan bahasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti

Pendahuluan
Berkomunikasi adalah cara memahami dan
mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan,
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, serta

budaya. Kemampuan berkomunikasi dengan Bahasa
Inggris dalam pengertian yang utuh adalah
kemampuan
berwacana,
yakni
kemampuan
memahami dan menghasilkan teks lisan dan tulis yang
direalisasikan dalam keterampilan reseptif dan
keterampilan produktif. Keterampilan reseptif
meliputi menyimak/mendengarkan (listening) dan
membaca (reading), sedangkan keterampilan
produktif meliputi berbicara (speaking) dan menulis

1

2

membaca surat kabar, manual atau petunjuk. Pada
tingkat informational, orang mampu mengakses
pengetahuan dengan kemampuan berbahasa,

sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu
mengungkapkan pengetahuan yang dimilikinya ke
dalam bahasa sasaran (Wells, 1987).
Writing (menulis) merupakan salah satu
keterampilan berbahasa yang dirasa sering menjadi
masalah bagi siswa dalam proses pembelajaran
Bahasa Inggris. Kegiatan menulis dalam pengajaran
bahasa kedua (Bahasa Inggris) biasanya dianggap
sebagai keterampilan sekunder yang nilai pentingnya
terletak di bawah kemampuan menyimak, berbicara,
dan membaca. Pada kenyataannya, menulis banyak
digunakan sebagai cara untuk mempraktekkan unsurunsur linguistik atau untuk mengekspresikan hal-hal
yang bersifat personal bagi siswa (Ghazali, 2010:295).
Menurut Ghazali (2010:295), pengembangan
keterampilan menulis bahasa kedua, sama seperti
keterampilan berbahasa lisan, yaitu memerlukan
pemahaman tentang cara menggabungkan komponenkomponen linguistik (pengetahuan tentang kosakata,
tata bahasa, ortografi, struktur (genre)) agar dapat
menghasilkan sebuah teks.
Vygotsky (dalam Bodrova & Leong, 1996:102)

beragumentasi bahwa, “...written speech is not just
oral speech on paper but represents a higher level of
thinking”. Dalam konteks mengenal kata-kata baru,
Bloodgood (1999) menegaskan bahwa, “...found that
names serve an ongoing role, helping children make
connections to letters, words, sound, reading, and
writing concepts”. Oleh karena itu, melatih
memperkenalkan kosakata tentang benda-benda dan
media tertentu akan menjadi bagian penting dalam
membangun kemampuan bahasa dan kemampuan
latihan menulis.
Oleh karenanya, usaha memperkaya kosakata,
kalimat-kalimat sederhana dan pengenalan bendabenda di sekitar mereka melalui pengembangan model
assessment
untuk
mendeteksi
kemampuan
penguasaan bahasa mesti dilakukan guna
meningkatkan
kemampuan

bahasa
mereka.
Bersamaan dengan itu, pengembangan assessment
guna mengukur dan menilai tingkat perkembangan
kemampuan bahasa mereka menjadi penting.
Masih bertalian dengan perkembangan bahasa
dan gagasan berpikir, tidak terlepas dari
memperkenalkan dan mengajarkan kata-kata baru
secara tepat. Kekayaan gagasan berpikir pada peserta
didik merupakan implikasi dari usaha mengenalkan
konsep/benda yang ada di alam dan lingkungan
sekitarnya. Gagasan berpikir yang telah tumbuh dan
berkembang dangan baik tersebut menurut Marlin et
al (2003), dapat mendukung mereka dalam
mengembangkan kemampuan menulis. Bertalian

dengan hal tersebut, penelitian (Schilisselberg, 2004;
Neoman, 2006; Leonard, 1976) menemukan bahwa
identifikasi vocab berkorelasi dengan proses
penguasaan merangkai dan menyusun beberapa vocab

yang bertalian kedalam tulisan.
Dengan demikian, keterampilan menulis (writing
skill) cenderung dipengaruhi oleh penguasaan
kosakata, struktur bahasa dan kemampuan siswa
dalam merangkai kata menjadi sebuah teks yang
berterima. Selama ketiga faktor tersebut belum
dikuasai, siswa akan mengalami kesulitan dalam
mengasah kemampuan menulis dalam pembelajaran
Bahasa Inggris. Beban siswa akan semakin bertambah
karena terdapat perbedaan secara gramatikal antara
Bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa utama.
Blogspot Syam-Education saat menulis artikel
“Collaborative Writing: Strategi Pengajaran Menulis
dengan
Menggunakan
Pendekatan
Proses”,
menguraikan beberapa penyebab rendahnya
keterampilan menulis (writing skill) siswa, yaitu:

1. keterampilan menulis (writing skill) cenderung
jarang diajarkan di sekolah;
2. guru kesulitan dalam merencanakan dan
mengajarkan keterampilan ini;
3. guru lebih sering disibukkan dengan tindakan
menjelaskan grammar serta bagian-bagian
(generic structure) dari sebuah teks dibanding
mengaplikasikan ke dalam sebuah tulisan siswa;
4. pembelajaran keterampilan menulis sangat
menyita waktu, baik prosesnya maupun dalam
pemberian umpan balik;
5. jumlah siswa terlalu banyak dalam satu kelas
menyulitkan guru membimbing siswa secara
efektif;
6. siswa tidak menguasai vocabulary serta kesulitan
mengorganisisr ide mereka dan menuangkannya
ke dalam paragraf sederhana;
7. dalam memberikan tugas menulis guru terkadang
tidak memberikan contoh dan bimbingan tentang
cara menuangkan ide dan mengembangkannya

pada setiap proses menulis, sehingga
pembelajaran keterampilan menulis hanya
bertumpu pada hasil (product oriented) bukan
pada proses (proccess oriented).
Salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang harus
dikuasai siswa Kelas XI adalah kemampuan
mengungkapkan makna dan langkah retorika dalam
esei dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara
akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan
sehari-hari dalam teks berbentuk: narrative, spoof, dan
hortatory exposition. Berdasarkan pengalaman dan
pengamatan peneliti saat mengajar mata pelajaran
Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Patianrowo –
Nganjuk, selama pembelajaran KD tersebut dilakukan

3

secara klasikal / konvensional, keterampilan menulis
(writing skill) siswa Kelas XI cenderung stagnan.
Stagnansi tersebut timbul karena terkendala oleh:

1) kurang bervariasinya metode atau teknik yang
digunakan atau diterapkan oleh guru; 2) kurangnya
media pembelajaran yang sesuai dan menarik bagi
siswa; 3) kurangnya kompetensi guru dalam
melaksanakan pembelajaran interaktif – inovatif
khususnya yang menyangkut skill tersebut; 4)
rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran yang kurang menarik menurut mereka,
5) keterampilan siswa dalam menulis cenderung
lemah karena mereka kesulitan merubah budaya lisan
ke budaya tulis, tidak paham bagaimana harus
memulai, lemah dalam mengorganisasi informasi
kedalam teks yang akurat, serta miskin ide, gagasan
dan imajinasi.
Khusus keterampilan menulis (writing skill)
narrative text, siswa Kelas XI idealnya mampu
menulis narrative text sesuai dengan kaidah-kaidah
penulisan yang tercakup dalam langkah-langkah
retorika narrative text, yaitu: generic stucture
(susunan umun teks) yang mencakup orientation,

complication dan resolution, serta menggunakan
languange features seperti simple past tense (verb 2),
action verbs, dan conjunction. Selain itu, tulisan yang
dihasilkan oleh peserta didik mengandung pesan
moral (moral value). Kenyataannya, banyak siswa
belum memahami perbedaan-perbedaan yang ada
dalam setiap teks tersebut. Siswa cenderung lemah
dalam penguasaan kosakata dan grammar, serta
kurang memanfaatkan waktu untuk bertanya tentang
kesulitan mereka dalam memahami materi narrative
text.
Peneliti berusaha mencari metode dan strategi
pembelajaran yang tepat sebagai solusinya. Guru
harus mampu mencari suatu teknik pembelajaran yang
sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Prinsip
PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan) harus dilaksanakan. Guru
bukan lagi sosok yang ditakuti dan bukan pula sosok
otoriter, tetapi guru harus jadi seorang fasilitator dan
motor yang mampu memfasilitasi dan menggerakkan
siswanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
mereka butuhkan.
Dibutuhkan suatu pembelajaran yang dibangun
secara aktif oleh individu, bukan ditransfer dari guru
kepada siswa. Salah satu model pembelajaran tersebut
adalah model pembelajaran kooperatif. Model ini
dapat mengembangkan respons positif dengan cara
melatih sikap kepemimpinan, menghargai diri sendiri
dan teman yang lain, saling bertanggungjawab,
memberi kebebasan berpendapat, melibatkan siswa
dalam proses pembelajaran, dan memotivasi siswa
untuk mencapai prestasi belajar melalui belajar

kooperatif. Peneliti bereksperimen dengan model
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
karena dapat melibatkan peran siswa sebagai tutor
sebaya dan mengandung unsur permainan dan
reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan
yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan tanggungjawab, kejujuran,
kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Metode TGT akan diterapkan dengan media
gambar berseri. Gambar berseri adalah gambar
rangkaian kegiatan atau cerita yang disajikan secara
berurutan. Siswa berlatih mendeskripsikan setiap
gambar, hasil deskripsi dari setiap gambar apabila
dirangkai akan menjadi suatu karangan yang utuh
(Arsyad, 2011:119). Tizen (2008) menjelaskan bahwa
gambar berseri merupakan sejumlah gambar yang
menggambarkan suasana yang sedang diceritakan dan
menunjukkan adanya kesinambungan antara gambar
yang satu dengan gambar lainnya.
Manfaat dari penggunaan media gambar berseri
(Angkowo dan Kosasih, 2007:29), antara lain: 1)
membantu siswa dalam mengingat nama benda atau
orang yang mereka lihat; 2) membantu mempercepat
siswa dalam memahami materi, dan 3) membantu
siswa dalam memahami konsep-konsep dari materi
yang dipelajari. Menurut Davis (1997), guru dapat
mengembangkan keinginan dalam belajar bahasa
siswa melalui gambar berseri, memudahkan mereka
dalam belajar bahasa, memberikan kebermaknaan
belajar dengan media autentik dalam kehidupan
sehari-hari, dan dapat memberikan keberagaman
dalam belajar bahasa dan unsur-unsur bahasa.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu
pada bulan Pebruari – Maret 2014. Penelitian ini
dilaksanakan di SMA Negeri 1 Patianrowo Kabupaten
Nganjuk, khususnya di Kelas XI IPA-4. Lokasi ini
dipilih karena peneliti merupakan guru pengajar mata
pelajaran Bahasa Inggris di kelas tersebut. Jumlah
siswa Kelas XI IPA-4 adalah 36 orang yang terdiri dari
8 siswa laki-laki dan 28 siswa perempuan, dengan
kemampuan siswa yang heterogen (tidak sama).
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research) yang
dilaksanakan sesuai dengan prinsip prosedur
penelitian dari Kemmis dan Taggart (1988), yaitu:
kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action),
observasi (observation), refleksi (reflection) atau
evaluasi. Keempat kegiatan itu berlangsung secara
berulang dalam bentuk siklus. Peneliti berencana
melakukan kegiatan penelitian sebanyak dua siklus,
dengan opsi menambah satu siklus lagi apabila hasil
yang dicapai belum memenuhi ekspektasi.

4

Pengambilan data dilakukan dengan cara: a) data
aktivitas kelas diambil melalui observasi pada saat
pelaksanaan tindakan berlangsung dengan bantuan
lembar observasi; b) data hasil belajar siswa diambil
setelah masing-masing siklus berlangsung dengan
instrumen LKS turnamen; c) data tentang keterkaitan
antara perencanaan dengan pelaksanaan didapat dari
rencana pembelajaran dan observasi.
Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan
diklasifikasikan atas dua tipe data, yaitu: kualitatif dan
kuantitatif. Data kuantitatif berupa nilai para siswa
pada setiap siklus akan diolah dengan teknik tabulasi
sesuai dengan RPP. Data kualitatif berupa hasil
observasi diolah dengan cara: 1) mengklasifikasikan
seluruh materi-materi data berdasarkan sumbersumber data yang diperoleh; 2) editing, yakni
penelaahan terhadap data yang telah terkumpul untuk
diklasifikasikan berdasarkan satuan gejala yang
diteliti; 3) melakukan pengkodean (coding) untuk
diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
satuan gejala yang diteliti; dan 4) melakukan
presentasi data untuk keperluan analisis.
Teknik analisis data dikembangkan berdasarkan
kriteria penilaian RPP. Oleh karena itu, indikator
keberhasilan tindakan yang digunakan adalah yang
telah dirumuskan di RPP, ditambah dengan indikator
hasil belajar siswa yang telah disepakati, yaitu: 1)
KKM = 75; 2) Ketuntasan Klasikal = 80%.
Hasil Penelitian pada Siklus 1
Hasil pengamatan observer menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung
aktif terlibat dalam pembelajaran Bahasa Inggris
materi narrative text pada aspek peningkatan
keterampilan menulis dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament. Data analisis menunjukkan bahwa dari
36 siswa Kelas XI IPA-4, sebanyak 12 siswa (33,33%)
termasuk kategori Cukup Aktif, sebanyak 7 siswa
(19,44%) termasuk kategori Sangat Aktif. Meski
demikian, masih terdapat 17 siswa (47,22%) yang
dinilai Kurang Aktif terlibat dalam eksperimen
penelitian tindakan kelas.

Gambar 1. Pie Chart Proporsi Keaktifan Siswa
pada Siklus 1

Analisis data dilanjutkan pada level indikator
keaktifan, antara lain: a) perhatian siswa terhadap
materi pelajaran (1); b) kerjasama kelompok (2); dan
c) tingkat partisipasi di turnamen (3). Apabila jumlah
siswa di Kelas XI IPA-4 yang terlibat adalah 36 siswa,
maka jumlah minimal pencapaian adalah 36 indikator
sementara jumlah maksimal pencapaian adalah 108
indikator. Jadi, pada interval 36 – 108 tersebut
diperoleh nilai tengah yaitu (108 + 36)/2 = 72
(66,67%). Total jumlah indikator yang dicapai oleh 36
siswa di Kelas XI IPA-4 pada Siklus 1 tercatat
sebanyak 62 indikator (57,41%). Oleh karena 62 < 72,
maka tingkat keaktifan siswa pada level indikator
keaktifan terbukti masih rendah.
Analisis data secara mendalam dilanjutkan pada
masing-masing indikator, dengan tujuan untuk
mengetahui secara detail indikator keaktifan siswa
yang paling signifikan. Hasilnya adalah sebanyak 27
siswa (75,00%) aktif menunjukkan perhatian pada
materi pelajaran (1), sebanyak 24 siswa (66,67%) aktif
bekerjasama dalam kelompoknya (2), serta sebanyak
11 siswa (30,56%) cenderung aktif berpartisipasi
dalam pelaksanaan turnamen pada pembelajaran
Teams Games Tournament.

Gambar 2. Diagram Proporsi Keaktifan Siswa per
Indikator pada Siklus 1
Analisis data hasil turnamen pada Siklus 1
menunjukkan bukti bahwa sebanyak 27 siswa di Kelas
XI IPA-4 (75%) berhasil memenuhi syarat KKM
(tuntas belajar), dan sebanyak 9 siswa (25%) belum
memenuhi syarat KKM. Nilai rata-rata yang dicapai
adalah sebesar 75,86, sehingga verifikasi nilai
membuktikan bahwa sebanyak 14 siswa (38,89%)
memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 22 siswa
(61,11%) memiliki nilai dibawah rata-rata.
Analisis data hasil permainan (games) pada
Siklus 1 menunjukkan bukti bahwa nilai rata-rata yang
dicapai adalah sebesar 78,06, sehingga verifikasi nilai
membuktikan bahwa sebanyak 23 siswa (63,89%)
memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 13 siswa
(36,11%) memiliki nilai dibawah rata-rata. Sebanyak
13 siswa dengan nilai dibawah rata-rata

5

didistribusikan ke turnamen 5 dan 6. Berdasarkan
perolehan nilai mereka dalam permainan, serta
komposisi siswa dalam turnamen, maka terdapat satu
siswa yang mengikuti turnamen 4 meskipun nilainya
dibawah rata-rata nilai permainan (games).
Analisis data hasil turnamen pada Siklus 1
membuktikan bahwa sebanyak 10 siswa (27,78%)
berhasil menempati peringkat “good” yang berarti
mendapatkan nilai 80 – 89. Temuan lain membuktikan
bahwa sebanyak 2 siswa (5,55%) masih berada di
peringkat terbawah, yaitu “poor” yang berarti
mendapatkan nilai antara 60 – 69. Secara umum, hasil
turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung berada
di level “fair” (70 – 79), yaitu sebanyak 24 siswa
(66,67%).

sebesar 80%. Temuan ini didukung oleh bukti lain,
yaitu sebanyak 30 siswa (83,33%) memiliki nilai di
interval 71 – 80. Beberapa dari mereka memiliki nilai
dibawah KKM = 75, ditmbah dengan 2 siswa (5,56%)
memiliki nilai di interval 61 – 70.
Tabel 2. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Siklus 1

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Turnamen Siklus 1

Gambar 4. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil
Turnamen pada Siklus 1

Gambar 3. Pie Chart Komposisi Peringkat Siswa
pada Siklus 1
Peneliti melakukan analisis lebih lanjut dengan
menggunakan pendekatan statistik. Caranya adalah
mengkonversi hasil post-test pada Siklus 1 ke dalam
format interval dengan range sebesar 10. Masingmasing interval nilai dicari frekuensi (F) dan nilai
tengahnya (NT), kemudian dikalikan. Hasil kali dari
(F) dengan (NT) dari masing-masing interval
dijumlahkan, dan hasilnya dibagi dengan total jumlah
frekuensi (F). Nilai yang dihasilkan merupakan indeks
ketuntasan klasikal yang dinotifikasikan dalam persen.
Data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa total
nilai (F) X (NT) = 2738,0 dan total frekuensi (F) = 36,
sehingga indeks ketuntasan klasikal yang diperoleh
adalah = 2738,0 / 36 = 76,06; divalidasi menjadi
76,06%. Diketahui bahwa 76,06% < 80%, sehingga
hasil turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 pada Siklus 1
terbukti belum memenuhi syarat ketuntasan klasikal

Guru memberikan penghargaan kepada
kelompok belajar yang anggotanya meraih hasil baik
dalam pelaksanaan turnamen serta mengumumkan
siapa saja yang mendapatkan skor tertinggi. Peraih
gelar “super team” adalah kelompok belajar 1 dengan
total nilai 466,25 serta nilai rata-rata 77,71. Peraih
gelar “great team” adalah kelompok belajar 3 dengan
total nilai 455,00 serta nilai rata-rata 75,83; kelompok
belajar 4 dengan total nilai 454,11 serta nilai rata-rata
75,69; kelompok belajar 5 dengan total nilai 453,75
serta nilai rata-rata 75,63; serta kelompok belajar 6
dengan total nilai 455,00 serta nilai rata-rata 75,83.
Peraih gelar “good team” adalah kelompok belajar 2
dengan total nilai 446,97 serta nilai rata-rata 74,50.
Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktifan
siswa menunjukkan bahwa aspek paling lemah dari
siswa adalah tingkat partisipasi di turnamen. Perhatian
terhadap materi pembelajaran juga dinilai belum
optimal karena jumlah siswa yang memenuhi aspek
ini hanya 75%. Sementara kemampuan bekerjasama
di dalam kelompok juga belum optimal karena baru
66,67%. Faktor-faktor inilah yang menjadi penyebab
masih banyaknya siswa yang dinilai kurang aktif (KA)
saat mengikuti proses pembelajaran.
Pengamatan terhadap hasil belajar siswa, yang
difokuskan kepada hasil turnamen, membuktikan

6

bahwa siswa yang mengikuti turnamen 1 dan 2
terkendala oleh kesempatan serta kemampuan mereka
dalam mengidentifikasi dan menentukan struktur
generik dari media gambar berseri yang menceritakan
The Legend of Kesodo Feast. Khususnya siswa yang
mengikuti turnamen 2, mereka cenderung butuh
waktu lebih lama untuk mengidentifikasi dan menentukan struktur generik dari media gambar berseri.
Siswa yang mengikuti turnamen 3 dan 4 masih
terkendala oleh kemampuan mereka dalam menyusun
langkah retorika dan tata bahasa dengan benar. Selain
itu, mereka juga belum optimal dalam penguasaan
kosakata (vocabulary) serta ada indikasi demam
panggung / canggung dengan penerapan metode TGT.
Meski demikian, kondisi tersebut masih lebih baik
daripada kondisi siswa yang mengikuti turnamen 5
dan 6, terbukti siswa tersebut kurang dapat
bekerjasama di dalam kelompoknya, serta kurang
berpartisipasi dalam pelaksanaan turnamen.
Nilai belum optimal di beberapa indikator
kompetensi menyebabkan sebanyak 22 siswa
memiliki nilai dibawah rata-rata, meskipun tercatat
hanya 9 siswa yang belum memenuhi syarat KKM.
Sementara itu, meski terdapat 10 siswa yang memiliki
nilai antara 80 – 89, dan berada di peringkat “good”,
tetapi ada tidak satupun siswa berhasil mencapai
peringkat “very good” apalagi “excellent”. Dengan
demikian, pada saat ketuntasan klasikal belum
tercapai, jumlah siswa yang nilainya rendah masih
banyak sedangkan yang nilainya tinggi cenderung
lebih sedikit, tanpa ada yang meraih nilai tertinggi /
istimewa. Banyak siswa yang nilainya mencapai
KKM tapi masih banyak siswa yang nilainya dibawah
rata-rata mengindikasikan bahwa banyak siswa yang
nilainya hanya sedikit diatas KKM, bahkan beberapa
hanya sama dengan KKM.
Kekurangan-kekurangan
tersebut
menurut
observer terjadi karena penggunaan media
pembelajaran yang belum optimal, efektif dan efisien.
Penggunaan media sangat penting dalam tahap
presentasi kelas dan belajar kelompok, karena pada
tahap ini siswa seharusnya diberi penguatan materi
secara spesifik mengenai langkah-langkah retorika
membuat sebuah narrative text dengan bantuan media
gambar berseri. Aktivitas siswa di kelas cenderung
kurang disiplin dan kurang efektif karena terdapat
siswa yang tidak memperhatikan, canggung, ogahogahan, malu, bingung, tidak bisa bekerjasama,
kurang pro aktif, serta cenderung beranggapan bahwa
kegiatan itu hanya sebuah permainan. Selain itu, guru
model hendaknya menjelaskan secara rinci aturan
main dan batasan waktu dalam setiap tahapan metode
TGT agar siswa tidak kebingungan dan mampu
mengimplementasikan perintah yang diberikan oleh
guru. Guru model juga dituntut untuk lebih bisa

mengendalikan serta mengontrol situasi dan kondisi
kelas. Perlu dipahami bahwa yang bersangkutan harus
memberikan bimbingan dan perhatian yang sama
kepada 6 kelompok belajar yang sudah dibentuk.
Hasil Penelitian pada Siklus 2
Hasil pengamatan observer menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung
sangat aktif terlibat dalam pembelajaran Bahasa
Inggris materi narrative text pada aspek peningkatan
keterampilan menulis (writing skill) dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament. Data analisis
menunjukkan bahwa dari 36 siswa Kelas XI IPA-4,
sebanyak 15 siswa (41,67%) termasuk kategori Cukup
Aktif, sebanyak 17 siswa (47,22%) termasuk kategori
Sangat Aktif. Meski demikian, masih terdapat 4 siswa
(11,11%) yang dinilai Kurang Aktif terlibat dalam
eksperimen penelitian tindakan kelas. Jumlah siswa
yang sangat aktif meningkat tajam dari 7 siswa pada
Siklus 1 menjadi 17 siswa pada Siklus 2, sedangkan
julah siswa kurang aktif menurun dari 17 siswa
menjadi 4 siswa saja.

Gambar 5. Pie Chart Proporsi Keaktifan Siswa
pada Siklus 2

Gambar 6. Diagram Proporsi Keaktifan Siswa per
Indikator pada Siklus 2
Analisis data dilanjutkan pada level indikator
keaktifan, dimana Total jumlah indikator yang dicapai
oleh 36 siswa di Kelas XI IPA-4 pada Siklus 2 tercatat
sebanyak 85 indikator (78,70%). Oleh karena 85 > 72,
maka tingkat keaktifan siswa pada level indikator

7

keaktifan terbukti meningkat signifikan dibandingkan
pada Siklus 1 sebanyak 62. Secara rinci, sebanyak 34
siswa (94,44%) aktif menunjukkan perhatian pada
materi pelajaran (1), sebanyak 30 siswa (83,33%) aktif
bekerjasama dalam kelompoknya (2), serta sebanyak
21 siswa (58,33%) aktif berpartisipasi dalam
pelaksanaan turnamen.
Analisis data hasil turnamen pada Siklus 2
menunjukkan bukti bahwa sebanyak 33 siswa di Kelas
XI IPA-4 (91,67%) berhasil memenuhi syarat KKM
(tuntas belajar), dan sebanyak 3 siswa (8,33%) belum
memenuhi syarat KKM. Nilai rata-rata yang dicapai
adalah sebesar 82,16, sehingga verifikasi nilai
membuktikan bahwa sebanyak 13 siswa (36,11%)
memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 23 siswa
(63,89%) memiliki nilai dibawah rata-rata.
Analisis data hasil permainan (games) pada
Siklus 2 menunjukkan bukti bahwa nilai rata-rata yang
dicapai adalah sebesar 80,32, sehingga verifikasi nilai
membuktikan bahwa sebanyak 22 siswa (61,11%)
memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 14 siswa
(38,89%) memiliki nilai dibawah rata-rata. Sebanyak
14 siswa dengan nilai dibawah rata-rata didistribusikan ke turnamen 5 dan 6. Berdasarkan perolehan
nilai mereka dalam permainan, serta komposisi siswa
dalam turnamen per kelompok, maka terdapat tiga
siswa yang mengikuti turnamen 4 meskipun nilainya
dibawah rata-rata nilai permainan (games).

membuktikan bahwa sebanyak 9 siswa (25,00%)
berada di peringkat terbawah, yaitu “fair” yang berarti
mendapatkan nilai antara 70 – 79. Secara umum, hasil
turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung berada
di level “good” (80 – 89), yaitu sebanyak 24 siswa
(66,67%).
Peneliti tetap melakukan analisis lebih lanjut
dengan menggunakan pendekatan yang pernah
digunakan observer saat melakukan penelitian
tindakan kelas, yaitu pendekatan statistik. Caranya
sama dengan yang sudah dilakukan pada Siklus 1.
Tabel 4. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Siklus 2

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Turnamen Siklus 2

Gambar 8. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil
Turnamen pada Siklus 2

Gambar 7. Pie Chart Komposisi Peringkat Siswa
pada Siklus 2
Analisis data hasil turnamen pada Siklus 2
membuktikan bahwa sebanyak 3 siswa (8,33%)
berhasil menempati peringkat “very good” yang
berarti mendapatkan nilai 90 – 99. Temuan lain

Data pada Tabel 4. menunjukkan bahwa total
nilai (F) X (NT) = 2898,00 dan total frekuensi (F) =
36, sehingga indeks ketuntasan klasikal yang
diperoleh adalah = 2898,00 / 36 = 80,50; divalidasi
menjadi 80,50%. Diketahui bahwa 80,50% > 80%,
sehingga hasil turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 pada
Siklus 2 terbukti sudah memenuhi syarat ketuntasan
klasikal sebesar 80%. Temuan ini didukung oleh bukti
lain, yaitu sebanyak 17 siswa (47,22%) memiliki nilai
di interval 81 – 90; sebanyak 14 siswa (38,89%)
memiliki nilai di interval 71 – 80.
Guru memberikan penghargaan kepada
kelompok belajar yang anggotanya meraih hasil baik
dalam pelaksanaan turnamen serta mengumumkan
siapa saja yang mendapatkan skor tertinggi. Peraih
gelar “super team” adalah kelompok belajar 1 dengan
total nilai 510,28 serta nilai rata-rata 85,05; kemudian
kelompok belajar 4 dengan total nilai 506,28 serta nilai
rata-rata 84,38. Peraih gelar “great team” adalah
kelompok belajar 2 dengan total nilai 491,42 serta nilai

8

rata-rata 81,90; kelompok belajar 3 dengan total nilai
484,28 serta nilai rata-rata 80,71; serta kelompok
belajar 6 dengan total nilai 488,28 serta nilai rata-rata
81,38. Peraih gelar “good team” adalah kelompok
belajar 5 dengan total nilai 477,14 serta nilai rata-rata
79,52.
Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktifan
siswa menunjukkan bahwa aspek terlemah dari siswa
masih sama, yaitu tingkat partisipasi siswa saat
mengikuti turnamen. Padahal, aspek tersebut
cenderung meningkat secara signifikan. Perhatian
terhadap materi pembelajaran dan kerjasama
kelompok siswa juga dinilai meningkat. Hampir
semua siswa (34 siswa) menunjukkan atensi yang
bagus saat materi pelajaran dipresentasikan.
Berdasarkan kondisi tersebut, masih ditemui beberapa
siswa yang dinilai kurang aktif (KA) saat mengikuti
proses pembelajaran meski jumlahnya cenderung
berkurang dari 17 menjadi 4 siswa. Jumlah siswa
sangat aktif meningkat pesat dari 7 menjadi 17 siswa,
atau bertambah hampir dua kali lipat. Hal ini
membuktikan bahwa dengan mengoptimalkan
sumberdaya yang tersedia, guru mampu memotivasi
siswa dalam belajar di kelas.
Nilai rata-rata turnamen meningkat dari 75,86
menjadi 82,16, yang berimplikasi pada meningkatnya
jumlah siswa yang nilainya memenuhi syarat KKM =
75. Meski jumlah siswa yang nilainya dibawah ratarata cenderung bertambah, tetapi secara umum hampir
semua siswa mengalami kenaikan nilai turnamen pada
Siklus 2. Bahkan nilai yang diraih siswa di fase
permainan juga mengalami tren kenaikan karena nilai
rata-rata pada Siklus 1 = 78,06 meningkat menjadi
80,32 pada Siklus 2.
Meskipun hanya 3 siswa yang memiliki nilai
lebih dari 90, dan berada di peringkat “very good”
bahkan “excellent”, namun peringkat terendah siswa
berada di “fair”, lebih baik daripada Siklus 1 yang
berada di “poor”. Perubahan terbesar terjadi di level
menengah, dimana pada Siklus 1 nilai siswa
terkonsentrasi di level “fair” yaitu sebanyak 24 siswa
di rentang 70 – 79, pada Siklus 2 konsentrasi nilai
siswa bergeser ke level “good” yaitu sebanyak 24
siswa di rentang 80 – 89. Peningkatan hasil belajar
pada Siklus 2 juga terjadi pada pencapaian ketuntasan
klasikal = 80%, dimana sebanyak 33 siswa berhasil
mencapai KKM, serta indeks ketuntasan klasikal hasil
perhitungan yang mencapai 80,50%.
Secara umum, eksperimen pada Siklus 2 relatif
berhasil meningkatkan kompetensi siswa dalam hal
keterampilan menulis (writing skill) pada materi
narrative text. Kuncinya adalah keberhasilan
meningkatkan kemampuan siswa untuk menentukan
struktur generik, menyusun langkah-langkah retorika
serta mendorong siswa agar lebih meningkatkan

penguasaan terhadap kosakata (vocabulary). Hal lain
yang berhasil dikelola guru model adalah waktu.
Manajemen waktu sangat penting dalam kelancaran
dan keberhasilan penerapan metode TGT, karena
metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama
daripada metode lain yang berbasiskan model
pembelajaran kooperatif.
Selama pelaksanaan tindakan dari Siklus 1
sampai dengan Siklus 2, peneliti masih menemui
berbagai kendala, antara lain: 1) kemampuan siswa
bekerjasama dalam kelompok belajar dan
berpartisipasi dalam turnamen; 2) keterbatasan
mengenai media pembelajaran, baik kualitas maupun
kuantitas; 3) keterbatasan waktu; 4) keterbatasan
biaya; serta 5) keterbatasan tenaga, pikiran dan
perhatian. Beberapa kendala dapat diatasi sendiri
maupun dengan meminta bantuan kepada observer,
namun beberapa kendala belum dapat teratasi,
misalnya: soal waktu dimana peneliti cenderung
terikat dengan waktu yang sudah ditentukan di dalam
RPP. Kemudian soal perhatian kepada kelompok yang
berjumlah 6 kelompok belajar, dimana peneliti
cenderung kesulitan membagi perhatian meskipun
sudah dibantu oleh observer.
Pembahasan
Penelitian telah menghasilkan beberapa temuan
yang membuktikan bahwa aspek kognitif siswa
cenderung mengalami peningkatan secara signifikan,
khususnya dalam keterampilan menulis sebagai
keterampilan dasar siswa dalam memahami dan
menguasai pembelajaran Bahasa Inggris materi
narrative text. Mulai dengan kondisi awal hingga hasil
turnamen pada Siklus 2, telah menunjukkan bahwa
nilai siswa cenderung meningkat, baik secara individu
maupun secara kelompok.
Hasil turnamen pada Siklus 1 menunjukkan
bahwa nilai tertinggi adalah 85,00 dan nilai terendah
adalah 64,29, dengan nilai rata-rata sebesar 75,86.
Sebanyak 27 siswa (75,00%) memiliki nilai di atas
atau sama dengan KKM, serta sebanyak 9 siswa
(25,00%) memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat
keberhasilan secara klasikal pada Siklus I mencapai
76,06% dari ketentuan minimal 80% (belum tercapai).
Hasil turnamen pada Siklus 2 menunjukkan bahwa
nilai tertinggi adalah 94,00 dan nilai terendah adalah
70,00, dengan nilai rata-rata sebesar 82,16. Sebanyak
33 siswa (91,67%) memiliki nilai di atas atau sama
dengan KKM, serta sebanyak 3 siswa (8,33%)
memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat keberhasilan
secara klasikal pada Siklus 2 naik mencapai 80,50%
dari ketentuan minimal 80% (sudah tercapai).
Akbar (2011) di dalam blogspot-nya mengatakan
bahwa penggunaan media gambar berseri tidak hanya
meningkatkan kemampuan menulis narrative text

9

tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan
penguasaan kosakata, tata bahasa, dan struktur kalimat
yang berterima. Kreativitas siswa juga dapat
berkembang saat menulis narrative text dengan
bantuan media gambar berseri.
Penerapan metode TGT menjadi sedemikian
efektif setelah dikombinasikan dengan pemanfaatan
media gambar berseri. Agustin (2011) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa penggunaan
media gambar berseri sangat berpengaruh positif bagi
siswa. Media gambar berseri yang menarik akan
membuat siswa tertarik untuk melihat serta
memperhatikan jalan ceritanya mulai awal hingga
akhir. Begitu siswa tertarik dan merasa senang untuk
menulis, maka mereka lupa bahwa sebelumnya (pada
kondisi awal sebelum penggunaan media) mereka
merasa terbebani bahkan merasa takut karena tidak
tahu apa yang harus ditulis. Pemanfaatan media
gambar berseri pada siswa terbukti dapat
membangkitkan keaktifan dan motivasi mereka untuk
mampu menulis teks narrative berbahasa Inggris.
Karena media gambar berseri yang menarik bisa
memberikan siswa inspirasi ide-ide cerita serta
penggunaan kosakatanya terkait dengan cerita yang
mereka tulis.
Sejalan dengan Agustin, Puspitarukmi dkk.
(2014) juga menyimpulkan bahwa penerapan metode
TGT disertai dengan media gambar berseri dapat
meningkatkan motivasi dan keterampilan menulis
siswa. Meskipun penelitiannya tersebut tidak untuk
narrative text, tetapi untuk eksposisi, Puspitarukmi
dkk. membuktikan bahwa metode TGT cukup
fleksibel untuk diterapkan di berbagai mata pelajaran.
Hasil penelitian pada kelas eksperimen telah
menghasilkan beberapa temuan yang membuktikan
bahwa aspek aktivitas dan motivasi belajar siswa
cenderung mengalami peningkatan secara signifikan,
khususnya dalam keterampilan menulis (writing skill)
sebagai keterampilan dasar siswa dalam memahami
dan menguasai pembelajaran Bahasa Inggris materi
narrative text. Hasil eksperimen pada Siklus 1 dan 2
menunjukkan adanya peningkatan keberanian dalam
bekerjasama,
berpartisipasi,
berdiskusi
dan
mengeluarkan pendapat, mengidentifikasi dan
menentukan struktur generik, serta menyusun
langkah-langkah retorika dalam narrative text menjadi
teks yang berterima.
Secara spesifik, pada level (SA) peningkatan
terjadi dari 7 siswa sangat aktif menjadi 17 siswa
sangat aktif. Pada level (CA) peningkatan terjadi dari
12 siswa cukup aktif menjadi 15 siswa cukup aktif.
Pada level (KA) penurunan yang signifikan terjadi
dari 17 siswa kurang aktif menjadi 4 siswa kurang
aktif. Dengan demikian, penerapan model kooperatif
tipe Teams Games Tournament cenderung

mempengaruhi keaktifan siswa dari (KA) menjadi
(CA), dan dari (CA) menjadi (SA). Salah satu yang
menyebabkan tingkat keaktifan siswa cenderung
meningkat adalah karena penerapan model Teams
Games Tournament cenderung dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa di Kelas XI IPA-4.
Penerapan metode TGT dengan media gambar
berseri dapat mendorong siswa lebih partisipatif dalam
pelaksanaan turnamen. Iklim kompetisi yang
terbangun dalam turnamen telah memotivasi siswa
agar lebih kompetitif dengan cara menguasai materi
pembelajaran. Dari 11 siswa yang berpartisipasi aktif
pada Siklus 1 naik menjadi 21 siswa dalam turnamen
pada Siklus 2. Siswa lebih aktif dalam bekerjasama,
berdiskusi, mengeluarkan pendapat di kelompoknya
masing-masing. Dari 24 siswa yang aktif bekerjasama
dalam kelompok belajarnya pada Siklus 1 naik
menjadi 30 siswa pada Siklus 2. Iklim kompetisi juga
mendorong siswa lebih memperhatikan materi
pembelajaran yang disampaikan guru. Dari 27 siswa
yang aktif memperhatikan dan menyimak materi
pembelajaran pada Siklus 1 naik menjadi 34 siswa
pada Siklus 2.
Astuti (2010) menyatakan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT efektif
meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas XI IPS-4
SMA Negeri 2 Surakarta mata pelajaran Akuntansi.
Salah satu kuncinya adalah penerapan metode TGT
mampu mendorong peningkatan aktivitas dan
motivasi belajar siswa, khususnya pada saat
bekerjasama dan berdiskusi kelompok. Astuti juga
menyoroti bahwa model permainan dan turnamen
tidak hanya menjadi obyek bermain, tetapi menjadi
arena berkompetisi.
Model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games
Tournament
dapat
mempengaruhi
keterampilan siswa dalam mendalami, memahami,
serta meningkatkan aktivitas dan kualitas menulis
pada materi narrative text. Model tersebut juga
terbukti dapat memotivasi siswa dalam mendalami,
memahami, serta meningkatkan aktivitas dan kualitas
menulis siswa pada materi narrative text. Motivasi
yang dapat ditingkatkan dengan terlibat dalam proses
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament terbukti dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa. Dengan kata lain, aspek afektif siswa
ikut mengalami perbaikan saat mengaplikasikan
model pembelajaran tersebut.
Kesempatan siswa merekonstruksi, menyusun
dan menulis narrative text dengan tema cerita tertentu
telah menstimulasi aspek psikomotor mereka.
Kemampuan bertindak dalam kelompoknya masingmasing, menulis paragraf, berdiskusi, mengeluarkan
pendapat, serta bersaing dalam turnamen merupakan
exercise yang bagus dan mendidik bagi siswa.

10

Kemampuan menjawab dan menyelesaikan soal, baik
dalam permainan maupun dalam turnamen, telah
mendorong peningkatan aspek kognitif siswa.
Artinya, penerapan metode TGT mampu
meningkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor
siswa.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Penerapan
metode TGT dengan memanfaatkan media gambar
berseri berpengaruh positif terhadap peningkatan
keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa
Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA
Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 2)
Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media
gambar berseri dapat meningkatkan aktivitas dan
motivasi belajar siswa dalam rangka peningkatan
keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa
Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA
Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 3)
Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media
gambar berseri dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada
pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di
Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun
Pelajaran 2013/2014.
B. Saran
1. Guru
sebaiknya
lebih
memperhatikan
karakteristik siswanya, terutama sekali dalam
sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien,
sehingga guru dapat mengontrol sikap dan
perilaku siswa pada saat proses berlangsung.
2. Pihak guru, sekolah serta stakeholder lainnya
sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi
yang nyata terhadap berbagai upaya
pengembangan lebih lanjut.
3. Bagi guru mitra yang akan menggunakan
perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya
sebelum menggunakannya, terlebih dahulu
melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi
dengan peneliti, sehingga kekurangan yang
terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum
mengajarkan di kelas.
4. Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan
ataupun mereplikasi penelitian ini, sebaiknya
mempertimbangkan berbagai
keterbatasan
penelitian yang telah diutarakan penulis pada
pembahasan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Hetty Dwi. 2011. Peningkatan
Kemampuan Siswa Menulis Bahasa Inggris
Narrative Text dengan Media Gambar
Berseri. Jurnal PTK. Tidak Dipublikasikan.
SMP Negeri 3 Surakarta.
Angkowo, R., dan Kosasih, A. 2007. Optimalisasi
Media Pembelajaran. Jakarta: Grasindo.
Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Astuti, Sri Yarsi. 2010. Efektifitas Pembelajaran
Kooperatif Tipe Teams Games Tournament
(TGT) dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa pada Mata Pelajaran
Akuntansi Kelas XI IPS-4 SMA Negeri 2
Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi.
Surakarta: FKIP UNS.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar
Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah: SK-KD SMP/MTs. Jakarta:
BSNP.
Bodrova, Elena and Leong, Deborah.1996. Tools of
The Mind: The Vygotskian Approach to Early
Childhood Education. New Jersey: Merill
Prentice Hall.
Ghazali, H.A. Syukur. 2010. Pembelajaran
Keterampilan Berbahasa. Malang: Aditama.
Puspitarukmi, P.S., et al. 2014. Pemanfaatan Media
Gambar Berseri dengan Metode Teams
Games
Tournament
(TGT)
untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar
dan
Keterampilan Menulis Eksposisi. Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan
Pengajarannya, 1(3): 551 – 561.
Tizen, Ella Farida. 2008. Media Gambar. Bandung:
Nujahid Press.
Wells, M.A.1987. College English. New York:
Harcourt: Brace and World, Inc.
http://arnodhaemon22.blogspot.com/2011/10/kema
mpuan-menulis-narasi.html