PERUBAHAN FISIK DAN KIMIA BUAH MANGGIS S

Tugas Mata Kuliah : Biokimia Pasca Panen
Dosen : Prof. Dr. Ir. Amran Laga, M.Si

PERUBAHAN FISIK DAN KIMIA BUAH MANGGIS SELAMA
PROSES PEMATANGAN

Disusun Oleh :
Rissa Megavitry (P3800215005)

PROGRAM MAGISTER
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

PERUBAHAN FISIK DAN KIMIA BUAH MANGGIS SELAMA
PROSES PEMATANGAN

Buah manggis merupakan buah klimakterik, sehingga setelah dipanen
masih melangsungkan proses fisiologis dengan menghasilkan etilen dan
karbondioksida dalam jumlah yang besar, serta terjadi proses pemasakan buah.

Selama proses pematangan buah-buahan, akan terjadi perubahan-perubahan sifat
fisiko-kimia, yang umumnya terdiri dari perubahan warna, komposisi dinding sel
(tekstur), zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asam-asam organik
(Winarno dan Aman, 1981, dalam Hadriyono, 2011).
1. Warna buah
Warna buah adalah kriteria utama yang digunakan untuk menilai
kematangan dan untuk grading buah manggis. Buah biasanya dipanen pada tahap
yang berbeda sesuai dengan warna, dari kuning kehijauan dengan bintik-bintik
merah muda terang tersebar hingga ungu gelap. Jika buah dipanen saat buah
berwarna kuning kehijauan dengan bintik-bintik merah muda tersebar, buah tidak
matang seutuhnya (Tongdee and Suwanugul, 1989; Paull and Ketsa, 2004 dalam
Palapol et al., 2009).
Tabel 2. Indeks Kematangan Buah Manggis
Indeks Warna

Deskripsi
Warna buah kuning kehijauan, kulit buah masih banyak
mengandung getah dan buah belum siap dipetik.

Tahap 0

Warna kulit buah hijau kekuningan, buah belum tua dan
getah masih banyak. Daging buah masih sulit dipisahkan
Tahap 1

dari daging kulit. Buah belum siap dipanen.
Warna kulit buah kuning kemerahan dengan bercak merah
hampir merata. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang.

Tahap 2

Daging buah masih sulit dipisahkan dari daging kulit.
Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit buah masih
bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit.

Tahap 3

Buah disarankan dapat dipetik untuk tujuan ekspor.

Warna kulit buah merah keunguan. Kulit buah masih sedikit
bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit

Tahap 4

dan buah dapat dikonsumsi. Buah dapat dipetik untuk
tujuan ekspor.
Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah mulai masak dan
siap dikonsumsi. Getah telah hilang dan isi buah mudah

Tahap 5

dilepaskan. Buah lebih sesuai untuk pasar domestik.
Warna kulit buah unggu kehitaman. Buah sudah masak.
Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.

Tahap 6
(Sumber: Departemen Pertanian, 2004 dalam Hadriyono, 2011)
Perubahan warna terjadi baik pada stigma, sepal maupun pada kulit buah
manggis yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Stigma akan
berubah dari warna kekuningan menjadi berwarna coklat tua, sepal akan berubah
dari warna hijau kemerahan menjadi hijau muda hingga hijau tua, sedangkan kulit
buah akan berubah dari warna hijau menjadi coklat kemerahan, ungu kemerahan

dan akhirnya menjadi ungu kehitaman seiring dengan terjadinya pertambahan
umur buah. Perubahan zat warna alami biasanya terjadi karena proses degradasi
atau sintesis ataupun kedua-duanya. Perubahan pada buah-buahan dari hijau
menjadi kuning merah atau oranye disebabkan terjadinya pemecahan klorofil dan
pembentukan karetenoid atau pembentukan antosianin.
Dalam Pantastico (1975 dalam Santoso et al., 2012) dikatakan bahwa
hilangnya warna hijau pada buah yang sedang mengalami pemasakan merupakan
proses yang sangat rumit, kemungkinan karena terjadinya pemecahan klorofil
sedikit demi sedikit secara enzimatik sehingga zat alami lainnya akan terbuka atau
nampak. Perubahan ini disebabkan adanya aktifitas enzim klorofilase yang
merubah klorofil menjadi klorofilid. Enzim ini berada dalam jaringan tanaman
sebagai bagian dari klorofil lipoprotein komplek.

Gambar 1. Skema Jalur Degradasi Klorofil
Warna hijau pada buah disebabkan karena adanya kandungan klorofil yang
merupakan komplek organik magnesium. Hilangnya warna hijau dikarenakan
klorofil mengalami degradasi struktur. Faktor utama yang bertanggung jawab
terhadap degradasi klorofil ini adalah perubahan pH (terutama disebabkan
kebocoran asam organik dari vakuola), sistim oksidatif, dan enzim klorofilase
(Suhardi, 1989 dalam Swadianto, 2010). Kehilangan warna tergantung pada satu

atau seluruh faktor tersebut yang bekerja secara berurutan dan bersamaan merusak
struktur klorofil.
Hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan dan/atau munculnya
pigmen kuning hingga merah. Pigmen ini kemungkinan disintesis selama stadia
perkembangan

tanaman,

akan tetapi antosianin tersembunyi karena adanya

klorofil. Antosianin menghasilkan warna merah-ungu pada buah maupun sayuran.
Warna yang ditimbulkan diakibatkan karena penggabungan antosianidin dengan
monosakarida. Senyawa monosakarida yang biasa bergabung dengan antosianidin
adalah glukosa, galaktosa, dan kadang-kadang pentose (Santoso et al., 2010).
Dalam Brenda (2001, dalam Sukartini dan Syah, 2009), biosintesis
antosianin dimulai dari produksi asam cinnamic dari phenil alanine pada siklus
asam shikimic oleh enzim phenilalanine amoniliase (PAL) yang kemudian
dikonversi menjadi asam coumaric dan mengalami modifikasi menjadi malonyl
CoA. Tiga molekul malonyl CoA dan ρ-coumaroyl-CoA membentuk naringenin
chalcone yang selanjutnya dikonversi menjadi flavanone dan naringenin. Tahap

kedua,

reduksi

formasi

dihydroflavonol

menjadi

flaven-3,4

diol

(leucoanthocyanin) yang kemudian dikonversi menjadi antosianin setelah

ditambahkan molekul glukosa oleh enzim UDP glucose, yaitu flavonoid
glucosyltransferase.

Gambar 2. Skema pembentukan antosianin

Jenis antosianin terbesar yang ditemukan pada pericarp buah manggis
adalah cyanidin-3-sophoroside dan cyanidin-3-glucoside (Du and Francis, 1977
dalam Palapol et al., 2009). Hasil penelitian Palapol et al (2009) menunjukkan
bahwa terdapat tiga jenis cyanidin-3-glycosides, termasuk pentasida dan residu
cyanidin lain yang tidak teridentifikasi. Perubahan warna pada pericarp bagian
luar berhubungan erat dengan tingginya peningkatan konsentrasi cyanidin-3sophoroside dan cyanidin-3-glucoside.
2. Bobot buah
Pertambahan bobot buah baik bobot basah maupun bobot kering
menunjukkan terjadinya pertumbuhan buah. Menurut Gardner et al. (1991 dalam
Rai, 2004) perkembangan meliputi pertumbuhan dan diferensiasi sel yang
mengarah pada akumulasi bobot kering. Umur petik buah menunjukkan korelasi
positif baik terhadap bobot basah maupun bobot kering buah. Lodh dan Pantastico
(1993 dalam Ropiah, 2009) menyatakan, permulaan pertumbuhan buah berupa
pembelahan dan pembesaran sel, dimana pembelahan sel merupakan faktor utama
dalam pembesaran dan berlanjut selama buah masih ada di pohon. Menurut
Leopold dan Kriedeman (1975 dalam Ropiah (2009), buah dianggap dewasa

apabila telah mencapai ukuran maksimum dan laju pertambahan berat keringnya
menjadi nol.
Pertumbuhan dan perkembangan buah dipengaruhi oleh sejumlah hormon.

Menurut Srivastava (2001 dalam Ropiah, 2009) auksin, cytokinin, giberelin dan
ethylen merupakan hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan
buah. Auksin berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel serta mencegah
terjadinya absisi, cytokinin terutama berperan pada saat awal pembelahan sel
sedangkan giberelin berperan dalam pembesaran sel. ABA (asam absisat) akan
menghambat pembelahan sel dan pertumbuhan buah, dan ethylen berperan dalam
proses pematangan buah.
3. Kadar air dan Tekstur
Selama proses pematangan, buah manggis akan mengalami perubahan
kadar air dan tekstur (pelunakan). Selama pertumbuhan dan perkembangan buah,
terutama pada proses pematangan terjadi perubahan komposisi senyawa-senyawa
penyusun dinding sel. Pemecahan senyawa polimer karbohidrat khususnya pektin
dan hemisellulosa akan melemahkan dinding sel dan daya kohesif yang mengikat
sel-sel. Selama proses pematangan buah, pektin akan terhidrolisa menjadi
komponen-komponen yang larut air sehingga total senyawa pektin akan menurun
kadarnya dan komponen yang larut air akan meningkat jumlahnya yang
mengakibatkan buah menjadi lunak (Muchtadi, 2010). Senyawa pektin merupakan
derivate asam poligalakturonat dalam bentuk protopektin, asam pektinat dan asam
pektat.
Selama proses pematangan buah, terjadi 2 proses perubahan zat-zat pektin

yakni depolimerisasi (pemendekan rantai polimer) yang menghasilkan asam
pektinat dan de-esterifikasi (penghilangan gugus metal dari polimernya) yang
menghasilkan asam pektat (Pantastico, 1989). Enzim poligalakturonase termasuk
salah satu jenis enzim pektinase yang bekerja memutus ikatan glikosidik diantara
asam galakturonat. Aktivitas enzim poligalakturonase cenderung tidak ada ketika
buah-buahan yang masih hijau (belum matang). Aktivitasnya mulai muncul ketika
awal proses matangnya buah dan aktivitasnya cenderung meningkat selama proses
matangnya buah (Taylor & Tucker 1993 dalam Auliani, 2010). Laju degradasi
pektin berkorelasi positif dengan laju pelunakan buah (Wills et al. 1989 dalam

Ismadi, 2012) dan ini akan mengakibatkan meningkatnya kadar air buah. Menurut
Juanasri et al., (2008), kadar air daging buah manggis meningkat seiring dengan
meningkatnya umur petik (14 MSA, 15 MSA dan 16 MSA).

Gambar 3. Perubahan senyawa-senyawa pektin di dalam
buah-buahan dan interelasinya
4. Gula Total
Pola perubahan gula total berkorelasi positif terhadap umur petik buah.
Perubahan-perubahan karbohidrat terjadi selama proses pemasakan dan
pematangan buah. Pada buah muda, karbohidrat masih banyak dalam bentuk pati

(polisakarida) sehingga rasa buah tidak manis. Selama proses pematangan buah,
pati akan berubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti
glukosa, fruktosa, dan sukrosa sehingga rasa buah akan menjadi manis. Perubahan
tersebut terjadi secara enzimatik dengan bantuan enzim seperti amilase,
glukoamilase, dan fosfolirase.

Gambar 4. Peruahan karbohidrat selama respirasi
Muchtadi dan Sugiyono (1992 dalam Ismadi, 2012) menyatakan bahwa
apabila pati (polisakarida) terhidrolisa maka akan terbentuk glukosa sehingga
kadar gula dalam buah akan meningkat. Menurut Arriola et al. (1980 dalam
Ropiah, 2009) terhidrolisisnya pati menjadi glukosa karena proses respirasi dalam
buah. Pati merupakan karbohidrat utama yang di simpan pada sebagian besar
tumbuhan.
Peningkatan kadar gula total yang terjadi seiring dengan peningkatan umur
buah disebabkan oleh adanya hidrolisis pati menjadi maltosa dan hidrolisis
disakarida (maltosa dan sukrosa) menjadi glukosa dan fruktosa, dimana menurut
Alique dan Oliveira (1994) laju pembentukan glukosa lebih tinggi dibandingkan
fruktosa. Kandungan gula utama buah manggis menurut Daryono dan
Sosrodiharjo (1986) adalah sukrosa, glukosa dan fruktosa.
Perombakan pati menjadi glukosa dikatalisis oleh sejumlah enzim, yaitu

enzim alfa amilase, beta amilase, dan pati fosforilase. Alfa amilase dan beta
amilase merupakan enzim hidrolase yang merombak pati menjadi maltosa,
kemudian maltosa oleh enzim maltase diubah menjadi glukosa. Enzim pati
fosforilase yang merupakan enzim fosforolitik akan merombak pati menjadi
glukosa-1-fosfat. Sukrosa diubah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim
invertase dan sukrosa sintase. Selain perombakan pati menjadi glukosa yang dapat
meningkatkan kandungan gula total buah manggis, menurut Pantastico (1993)
yaitu pektin dan selulosa, merupakan karbohidrat cadangan yang juga dapat
berfungsi sebagai sumber potensial untuk pembentukan gula.
5. Asam – Asam Organik
Asam organik non-volatil adalah salah satu di antara komponen utama
seluler yang mengalami perubahan selama pematangan buah. Umumnya
kandungan asam organik menurun selama pemasakan. Hal ini disebabkan karena

asam organik direspirasikan atau diubah menjadi gula. Menurut Santoso et al
(2012), asam-asam organik merupakan cadangan energi bagi buah dan akan
menurun seiring dengan terjadinya peningkatan metabolisme selama proses
pematangan buah. Asam-asam organik tersebut digunakan untuk proses respirasi
dan kemungkinan juga akan dikonversi menjadi asam askorbat (vitamin C),
sehingga kandungan vitamin C cenderung meningkat hingga umur 115 HSA
seiring dengan terjadinya peningkatan proses pematangan buah manggis. Asam
malat merupakan asam yang mula-mula menghilang, diikuti oleh asam sitrat. Hal
ini menunjukkan katabolisis sitrat melalui malat terjadi.
Kays (1991 dalam Ropiah, 2009) menyatakan bahwa sejumlah asam
organik merupakan komponen penting pada siklus asam trikarboksilat (daur
Krebs). Menurut Salisburry dan Ross (1995 dalam Ropiah, 2009) daur Krebs
melakukan pengambilan beberapa elektron dari asam organik dan mengangkut
elektron tersebut ke NAD untuk membentuk NADH yang selanjutnya akan
dioksidasi untuk menghasilkan ATP. Pada beberapa jaringan tanaman yang
konsentrasi asam-asam organiknya tinggi, asam-asam organik tersebut merupakan
cadangan energi yang siap digunakan setelah produk tersebut dipisahkan dari
tanaman, sehingga semakin tinggi kandungan asam organik buah semakin tinggi
pula daya simpan buah tersebut.
6. Vitamin C
Meningkatnya kadar vitamin C disebabkan oleh sintesis vitamin C secara
alami, di mana glukosa merupakan substrat dalam pembentukan vitamin C
melalui proses oksidasi. Jalur pentosa fosfat pada proses respirasi menghasilkan
asam askorbat. Salunkhe dan Desai (1984 dalam Ismadi, 2012) menyatakan
bahwa kandungan asam askorbat berbeda pada tingkat kematangan dan meningkat
sesuai dengan tingkat kematangannya. Menurut Pantastico 1993 vitamin C
meningkat pada saat buah tua sampai matang dan menurun pada saat buah lewat
matang, sehingga kadar vitamin C dapat dijadikan sebagai indikator kematangan
buah.

Gambar 5. Skema pembentukan vitamin C

DAFTAR PUSTAKA
Auliani, Almira. 2010. Perubahan Kekerasan, Kadar Pektin, Dan Aktivitas
Poligalakturonase Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) Pada
Penyimpanan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Hadriyono, Kukuh Roxa Putra. 2011. Karakter Kulit Manggis, Kadar Polifenol
Dan Potensi Antioksidan Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada
Berbagai Umur Buah Dan Setelah Buah Dipanen. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor
Ismadi. 2012. Studi Fisiologi Pengerasan Dan Perubahan Warna Perikarp Dalam
Hubungannya Dengan Respirasi Klimakterik Dan Kadar Air Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.) Pascapanen. Thesis. Institut Pertanian
Bogor
Juanasri. Poerwanto, Roedhy. 2008. Pengaruh ZPT Pada Kualitas Buah Manggis
(Garcinia mangostana L). Agrovigor Vol. 1, No. 1
Ketsa, S. Atantee, S. 1998. Phenolics, Lignin, Peroxidase Activity And Increased
Firmness of Damaged Pericarp of Mangosteen Fruit After Impact.
Postharvest Biology and Technology 14 (1998) 117–124
Palapol, Y. Ketsa, S. Stevenson, D. Cooney, J.M. Allan, A.C. Ferguson, I.B. 2009.
Colour Development And Quality Of Mangosteen (Garcinia mangostana
L.) Fruit During Ripening And After Harvest. Postharvest Biology and
Technology 51 (2009) 349–353
Rai, I Nyoman. 2004. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Manggis (Garcinia mangostana L) Asal Biji dan Sambungan. Thesis.
Institut Pertanian Bogor
Ropiah, Siti. 2009. Perkembangan Morfologi dan Fisiologi Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.) selama Pertumbuhan dan Pematangan. Thesis. Institut
Pertanian Bogor
Santoso, Bambang Budi. Purnomo, Bambang. 2012. Fisiologi dan Teknologi
Pascapanen Tanaman Hortikultura. Universitas Mataram: Mataram
Sukartini. Syah, Jawal Anwarudin. 2008. Potensi Kandungan Antosianin pada
Daun Muda Tanaman Mangga sebagai Kriteria Seleksi Dini Zuriat
Mangga. J. Hort. 19(1):23-27, 2009