Sidang Kel I - Bappenas
Sidang Kelompok I:
Perencanaan dan Kelembagaan Perencana Daerah
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Perencanaan dan Kelembagaan Perencana Daerah
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(2)
1. Revitalisasi Peran Bappeda
2. Sinkronisasi/konsistensi perencanaan dan
penganggaran
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten
4. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara, Persyaratan
dan Kriteria Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
OUTLINE
dan Kriteria Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
5. Rancangan Undang-Undang Tentang Desa
6. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
7. Kebutuhan Listrik Untuk Provinsi dan Kabupaten
8. Revitalisasi Gerakan penyuluhan pertanian
(3)
(4)
Dasar Revitalisasi Peran Bappeda
Revitalisasi Peran BAPPEDA terkait Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
Dasar: UU 32/2004 Pasal 37:
(1) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan.
(2) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
UU 32/2004 Pasal 38:
(1) Gubernur dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memiliki tugas dan wewenang:
4
wewenang:
a. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/Kota; b. koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota;
c. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Pendanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada APBN.
(3) Kedudukan keuangan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(5)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia : Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi
PP Nomor 19 Tahun 2010 Pasal 3 Ayat 1 : Gubernur sebagai wakil Pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan meliputi:
a. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi dengan instansi vertikal, dan antarinstansi vertikal di wilayah provinsi yang bersangkutan; b. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi dengan
pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan;
c. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antarpemerintahan daerah kabupaten/kota di
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 (1)
c. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antarpemerintahan daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan;
d. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; e. menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara serta memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
f. menjaga dan mengamalkan ideologi Pancasila dan kehidupan demokrasi; g. memelihara stabilitas politik;
h. menjaga etika dan norma penyelenggaraan pemerintahan di daerah; dan
i. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(6)
Gubernur sebagai wakil Pemerintah memiliki wewenang meliputi:
mengundang rapat bupati/walikota beserta perangkat daerah dan pimpinan instansi vertikal;
meminta kepada bupati/walikota beserta perangkat daerah dan pimpinan instansi vertikal untuk segera menangani permasalahan penting dan/atau mendesak yang memerlukan penyelesaian cepat;
memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/walikota terkait dengan kinerja, pelaksanaan kewajiban, dan pelanggaran sumpah/janji;
menetapkan sekretaris daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 (2)
perundang-undangan;
mengevaluasi rancangan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang wilayah kabupaten/kota;
memberikan persetujuan tertulis terhadap penyidikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraaan fungsi pemerintahan antarkabupaten/kota dalam satu provinsi; dan
melantik kepala instansi vertikal dari kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian yang ditugaskan di wilayah provinsi yang bersangkutan.
(7)
Gubernur dalam melaksanakan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara
pemerintah daerah provinsi dengan instansi vertikal dan antarinstansi vertikal di wilayah
provinsi dilakukan melalui:
musyawarah perencanaan pembangunan provinsi; dan
rapat kerja pelaksanaan program/kegiatan, monitoring dan evaluasi, serta
penyelesaian berbagai permasalahan.
Dalam melaksanakan koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas
pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota gubernur melakukan:
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 (3)
pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota gubernur melakukan:
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan dari kementerian
dan lembaga pemerintah nonkementerian yang ditugaskan kepada pemerintah
daerah provinsi;
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan dari Pemerintah
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya; dan
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan dari pemerintah
daerah provinsi kepada pemerintah daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.
(8)
Pendanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara melalui mekanisme dana dekonsentrasi.
Pendanaan tugas dan wewenang gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dituangkan dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian Dalam Negeri.
Pendanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang dilimpahkan, dibebankan
pada anggaran kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 (4)
pada anggaran kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang
bersangkutan melalui mekanisme dana dekonsentrasi.
Pendanaan tugas dan wewenang gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dituangkan dalam rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian.
Pengelolaan dana dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang dekonsentrasi
dan tugas pembantuan.
(9)
(10)
!!
"
#
$
$
!!
!!
%
%
&
&
&
&
&
&
"
#
'
#
'
"
"
(
(
"
"
"
"
)
)
(11)
!
"
# "
(12)
PENDEKATAN BERBASIS HAK
DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
!!!! " # " # " # " # """" $ % "
$ % " $ % " $ % "
& && & " $ $ " $ $ " $ $ " $ $ & & " $ $ & & " $ $ & & " $ $ & & " $ $ & && & ) &
)) &&
) &
& && &
' " ' "' " ' " '$" ' "
'$"'$" ' "' " '$" ' "
& && & & && & & & & & ' & ' & ' & ' & ) & ) & ) & ) & ' # ' # ' # ' # ' ' ' ' & & & & ! !! ! $ &
$$ &&
$ & * * * * & && & ' " $ $ ( " $ ' " $ $ ( " $ $ ' " $ $ ( " $ $ ' " $ $ ( " $ ( " $ $ & ( " $ $ & ( " $ $ & ( " $ $
& ))))
' ' ' ' + + + + + % + % + % + % ) &
)) &&
) &
& & & & ,,,,&&&&
" " " " " " " " & && &
--
(13)
-'
'
'
'
*
'
+
,
*
$%
%
&
' &
% %
'
'
-+ +
+ .
,
)
*
(14)
(15)
Keterkaitan Proses Perencanaan dan Penganggaran
(16)
!!"#$$%
Pemerintah
Pemerintah
Pusat
Pusat
Pemerintah
Daerah
& ' !#"#$$%%
(PP 58/2005
Pengelolaan Keuangan Daerah
(PP 65/2001
(PP 66/2001
Peraturan Mendagri 59/2008 jo. 13/2006 PP 38/2007 Pembagian Urusan Pusat, Provinsi dan PP No.7/2008 Dekonsentras
i dan Tugas Pembantuan
PP 55/2005 Dana Perimbangan PP 57/2005 Hibah Kepada Daerah PP 54/2005 Pinjaman Daerah PP 23/2003 PP 56/05 SIKD Provinsi dan Kab./Kota PP No. 8/2007 Tata Cara Perencanana, Pengendalian dan Evaluasi Pembanguna n Daerah
(17)
Perencanaan
Pelaksanaan
Penatausahaa
n
Pertgjwban
Pemeriksaan
( ) ! " * * + , -* & * & ** ) ) ) " ! ) " ) . - # ) # " * # / -# * * 0 ) 1 " ) ) 2 # . -" 0 " 3 " " " ! )4 3 " ) ) "" "* - . # ) -#
(18)
(19)
!
!
"
#
$
%
& & "' (
& "'
! "
) "# * +" "# ! " "#, ! #
!
"
#
$
"
$
&
" - %' (
&
"' ' '
& "
-%' ' '
+ ,
(20)
SINKRONISASI RKP, RKPD, RENJA K/L DAN
RENJA SKPD (
NASIONAL
)
Indika tor Kinerj
a
Sasar
an SKPD Kegiatan Fokus Prioritas Priorita
s Fokus Kegiat9an K/L Sasaran Indika tor Kinerja
RKPD PROVINSI
RENJA SKPD
RKP
RENJA K/L
Dana Indikato
r Kinerja Sasaran Kegiatan Program
RENJA SKPD
Konsistensi RKP dan RKPD terutama kegiatan, sasaran dan indikator kinerja. Program Kegia
tan Sasaran Indika9 tor Kinerj
a
Dana Lokas i (Pro9 vinsi)
RENJA K/L
RKP= Σ Renja K/L (kegiatan, sasaran dan indikator kinerja) RKPD= Σ Renja SKPD (kegiatan, sasaran dan indikator kinerja)
(21)
SINKRONISASI RKPD PROVINSI, RKPD KABUPATEN/KOTA, RENJA
SKPD PROVINSI DAN RENJA SKPD KABUPATEN/KOTA (
PROVINSI
)
Indika tor Kinerj
a
Sasar
an SKPD Kegiatan Fokus Prioritas Priorita
s Fokus Kegiat9an SKPD Sasaran Indika tor Kinerja
RKPD KABUPATEN/KOTA
RENJA SKPD KABUPATEN/KOTA
RKPD PROVINSI
RENJA SKPD PROVINSI
Dana Indikato
r Kinerja Sasaran Kegiatan Program
RENJA SKPD KABUPATEN/KOTA
Konsistensi RKPD Provinsi dan RKPD Kab/Kota: kegiatan, sasaran dan indikator kinerja.
Program Kegia
tan Sasaran Indika9 tor Kinerj
a
Dana Lokas i (Kab/ Kota)
RENJA SKPD PROVINSI
RKPD Provinsi = Σ Renja SKPD Provinsi (kegiatan, sasaran dan indikator kinerja)
(22)
Indika tor Kinerja
Sasara
n SKPD Kegiatan Fokus Prioritas
Jumlah siswa SD/SM p miskin 12 ribu siswa SD/ SMP miskin Dinas Pendi dikan Pemb erian beasis wa Perlua san akses pendi dikan Kemiski nan
Prioritas Fokus Kegiat
9 an K/L Sasaran Indika tor
Kinerja Kemiski nan Perlu asan akses pendi dikan Pembe rian beasis wa SD/SM P Dep
diknas 225,9 ribu siswa SD/ SMP miskin Jumlah siswa SD/SMP miskin
RKPD PROVINSI X1
RKP
Program Kegiata
n Sasaran Indika9tor Dana(Rp) Lokasi (Pro9
RENJA K/L: DIKNAS
SIMULASI SINKRONISASI RKP, RKPD,
RENJA K/L DAN RENJA SKPD
Dana Indikato
r Kinerja Sasaran Kegiatan Program
RENJA DINAS PENDIDIKAN PROV.X1
Dana Indikato
r Kinerja Sasaran Kegiatan Program
2,4 miliar (DK) 960 juta (APBD) Jumlah siswa SD/SMP miskin 500 siswa 200 siswa Pemberia n beasiswa SD/ SMP Wajib Belajar Pendidik an 9 tahun
RENJA DINAS PENDIDIKAN KAB.X1.1
n an tor
Kinerja (Rp) vinsi)(Pro9 Wajib Belajar Pendidik an 9 tahun Pember ian beasis wa SD/ SMP 10 ribu siswa Jumlah siswa SD/SM P miskin 46 milia r
X1
Y 225,9 ribu siswa 1,3 triliu n 33 Prov r Kinerja 46 miliar (DK) 9,6 miliar (APBD) Jumlah siswa SD/SMP miskin 10 ribu siswa 2 ribu siswa Pemberia n beasiswa SD/ SMP Wajib Belajar Pendidik an 9 tahun(23)
HASIL MUSRENBANG PROVINSI
Prioritas Fokus Program
(Nama dan Kode)
1)
Kegiat 9an
(Nama dan Kode)
1)
Sasaran Indikator Kinerja
2)
Pelaksana dan
Sumber Dana Pemerintah PusatUsulan Dukungan
Ket
SKPD APBD K/L Dana D/TB/
DP 3)
)
Mengacu pada Buku I dan Buku II
Rancangan RKP
Dibahas dalam
1) Nama dan kode program dan kegiatan disesuaikan dengan standar baku.
2) Indikator kinerja jelas, terukur, dan mengacu pada keluaran (output), hasil (outcome) atau manfaat (benefit)
3) D= Dekonsentrasi, TB= Tugas Pembantuan, DP=Dana Perimbangan Mengacu pada RKPD Kab/Kota dan
Renja SKPD
Rancangan RKP
Dibahas dalam
Musrenbang
Nasional
(24)
SINKRONISASI PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DAERAH
TOP9DOWN
BOTTOM9UP
Rancangan
Musrenbang
Desa/Kelurahan
Musrenbang
Kecamatan
Rancangan
RKPD Provinsi
Rancangan
Renja SKPD
Provinsi
Renja SKPD
Kabupaten/Kota
Forum SKPD
Kabupaten/Kota
Rancangan RKPD
Kabupaten/Kota
Rapat Teknis
Musrenbang
Kecamatan
(25)
#
$
%
%
#
%
&
'
(
& )%
*
%
(
+
(
*&
,
(26)
(27)
!
Pembangun
Pemerintah Pusat
1
5
"
5
%
5
-
1
5 .
27
Pembangun an Wilayah SUMATERA
Pembangun an Wilayah
JAWA-BALI Pembangunan
Wilayah NUSA TENGGARA
Pembangu nan Wilayah MALUKU
Pembangun an Wilayah
PAPUA
"
)
) )
6
"
)
) )
6
27Pembangun an Wilayah KALIMANTAN
Pembangu nan Wilayah SULAWESI
(28)
"
"
/)
/)
"
'
"
'
0
0
$
$
"
"
"
"
+
+
"
"
1
1 "
"
"
23
43
43
4 53
4 53
653
23
73
73
8 53
4 53
493
3%
%
%
%
%
7
'
23
73
73
8 53
4 53
493
73
73
83
83
63
653
73
63
63
63
83
693
.
693
53
73
73
:3
893
;
73
63
63
63
83
693
873
6:3
653
653
6<3
6993
1
"
=
"
1 =
(29)
"
"
//
)
)
"/)
"/)
0
6
0
6 0
0
4
4 0
0
8
8
0
0
7
7
0
0
5
5 0
0
2
2
0
0
:
:
"
3
63
43
83
73
53
23
:3
* 3
+
3
+
63
+
43
+
83
+
73
+
53
+
23
+
:3
*+3
1
3
1
63
1
43
1
83
1
73
1
53
1
23
1
:3
*13
) " #
"
)
%
%
%
7
'
28/8*28/9
29
1
3
1
63
1
43
1
83
1
73
1
53
1
23
1
:3
*13
3
63
43
83
73
53
23
:3
* 3
.
#
3
#
63
#
43
#
83
#
73
#
53
#
23
#
:3
*#3
;
>
3
>
63
>
43
>
83
>
73
>
53
>
23
>
:3
*>3
*
3
*0
63
*0
43
*0
83
*0
73
*0
53 *0
23
*0
:3
**3
29
7 # :;
7 # /; )
7 # 2;
77 # <; ""
7 # 9; .
7 # 2;
77 # <; ( . *
(30)
(31)
"
# $
!
" "
(
+ *
1
17 %
!
" "
7
-" # " # " #
-)
5 "
-)
5 "
-) 5
(32)
" "
(
+ *
1
17 %
%
%
!
" "
7
-" # " # " #
-)
5 "
-)
5 "
-) 5
"
% =
(33)
(34)
Pendahuluan
•
UU No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa revisi
Perda RTRW Provinsi diselesaikan
paling lambat 2
tahun
setelah UU disahkan serta Perda RTRW Kab/Kota
paling lambat 3 tahun
setelah UU disahkan.
•
Proses penyusunan RTRW Provinsi dan Kab/Kota
melalui mekanisme yang diatur di dalam ketentuan
yang berlaku.
Proses pembahasan penyusunan Rancangan Perda
yang berlaku.
•
Proses pembahasan penyusunan Rancangan Perda
RTRW Provinsi yang dikoordinasikan oleh BKPRN
dirasakan cukup lama.
•
Oleh sebab itu, maka ada usulan agar proses
pembahasan penyusunan Rancangan Perda RTRW
cukup sampai tingkat provinsi.
(35)
' .
/ ' 0
'
)
%
+ ' 0 , #
'
' .
)
%
+
' 0 , #
"*
"
2>
288:
"
"
'
.
) #
% 0
(36)
?
&
&
&
+ +(.'(''( + +(.'(''( + +(.'(''( + +(.'(''( + /'(0$('( + /'(0$('( + /'(0$('( + /'(0$('( + +(.'(''( + +(.'(''(+ +(.'(''( + +(.'(''( )')' $'(0 )')' $'(0 )')' $'(0 )')' $'(0 + +(.'(''( + +(.'(''( + +(.'(''( + +(.'(''( + )! '# + )! '# + )! '# + )! '# ( ( ( (+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' +(.'(' +(.'(' +(.'(' )')' $'(0 )')' $'(0 )')' $'(0 )')' $'(0 (' !('# (' !('#(' !('# (' !('# ' (0'( ' (0'( ' (0'( ' (0'( (1 ' ) $ )$ (1 ' ) $ )$(1 ' ) $ )$ (1 ' ) $ )$ '()' $#'$ '()' $#'$ '()' $#'$ '()' $#'$ '( '()' '( '()''( '()' '( '()' ,,,, !2 ( !2 ( !2 ( !2 (
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
'(0 ' '( '(0 '(0 ' '( '(0 '(0 ' '( '(0 '(0 ' '( '(0
+(.'(' + '
+(.'(' + '
+(.'(' + '
+(.'(' + '
+ + ()'3
+ + ()'3
+ + ()'3
+ + ()'3
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
'(0 ' +(+(0'3 (
'(0 ' +(+(0'3 (
'(0 ' +(+(0'3 (
'(0 ' +(+(0'3 (
% %% %
4444
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
'(0 ' '( '(0 '(0 ' '( '(0 '(0 ' '( '(0 '(0 ' '( '(0
+(.'(' + '
+(.'(' + '
+(.'(' + '
+(.'(' + '
+ + ()'3
+ + ()'3
+ + ()'3
+ + ()'3
+(.'(' +(.'(' +(.'(' +(.'(' )')' $'(0 )')' $'(0 )')' $'(0 )')' $'(0 !2 ( !2 ( !2 ( !2 ( +(.'(' +(.'('+(.'(' +(.'(' )')' $'(0 )')' $'(0 )')' $'(0 )')' $'(0 '/$ ')+(4 !)' '/$ ')+(4 !)' '/$ ')+(4 !)' '/$ ')+(4 !)'
+(.'(' +(.'(' +(.'(' +(.'(' )')' $'0 )')' $'0 )')' $'0 )')' $'0 +.' ')'( +.' ')'( +.' ')'( +.' ')'( ' (0'( '' (0'((0'( ' (0'( (1 ' ) $ )$ (1 ' ) $ )$ (1 ' ) $ )$ (1 ' ) $ )$ '()' '/$ ')+( '()' '/$ ')+( '()' '/$ ')+( '()' '/$ ')+( '()' !)' '()' !)' '()' !)' '()' !)' ' (0'( ' (0'( ' (0'( ' (0'( (1 ' ) $ )$ (1 ' ) $ )$(1 ' ) $ )$ (1 ' ) $ )$ '()' +.' ')'( '()' +.' ')'( '()' +.' ')'( '()' +.' ')'( ' (0'( ' (0'( ' (0'( ' (0'( (1 ' ) $ )$ (1 ' ) $ )$(1 ' ) $ )$ (1 ' ) $ )$ '()' + ' '()' + ' '()' + ' '()' + '
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
'(0 ' +(+(0'3
'(0 ''(0 ' +(+(0'3+(+(0'3
'(0 ' +(+(0'3
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
'(0 ' '( '(0 '(0 ' '( '(0 '(0 ' '( '(0 '(0 ' '( '(0
+(.'(' + '
+(.'(' + '
+(.'(' + '
+(.'(' + '
+ + ()'3
+ + ()'3
+ + ()'3
+ + ()'3
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
+(.'(' + /'(0$('(
'(0 ' +(+(0'3
'(0 ''(0 ' +(+(0'3+(+(0'3
(37)
1.
Tujuan penataan ruang adalah untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan (
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang ).
2.
Terbitnya UU No. 26 Tahun 2007 ini juga diwarnai oleh adanya perubahan paradigma dan
perkembangan permasalahan dalam penataan ruang, antara lain :
a.
Desentralisasi dan otonomi daerah serta permasalahan spasial antar
provinsi/kabupaten/kota
b.
RTRW belum sepenuhnya dijadikan acuan pembangunan
c.Lemahnya aspek pengendalian pemanfaatan ruang
d.
Meningkatnya kesadaran masyarakat
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
d.
Meningkatnya kesadaran masyarakat
e.
Tuntutan penerapan prinsip-prinsip
good governance
3.
UU No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan penyusunan 16 Peraturan Pemerintah (PP)
sebagai peraturan pelaksananya. PP yang sudah dihasilkan sampai saat ini (tahun 2010)
adalah PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),
sedangkan PP yang lain masih dalam proses penyusunan.
4.
Sesuai dengan PP No. 26 Tahun 2008, RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah negara, yang bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan
pemanfaatan ruang daratan, lautan dan udara dalam kerangka NKRI. RTRWN menjadi
pedoman bagi penyusunan rencana tata ruang provinsi/kabupaten/kota.
5.
BKPRN sebagai lembaga yang mengkoordinasikan penataan ruang nasional memiliki
peran dalam upaya percepatan penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota.
37(38)
Konsepsi Penataan Ruang
Konsepsi penataan ruang adalah mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan
berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional
dengan :
• Terwujudnya
keharmonisan
antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
lingkungan buatan;
• Terwujudnya
keterpaduan
dalam penggunaan sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan
sumberdaya manusia; dan
• Terwujudnya
perlindungan
fungsi ruang dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaaatan
ruang.
(39)
Strategi Penataan Ruang
1.
Menyelenggarakan penataan ruang wilayah nasional secara komprehensif, holistik,
terkoordinasi, terpadu, efektif dan efisien dengan memperhatikan faktor-faktor politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup
2.
Menerapkan prinsip-prinsip komplementaritas dalam rencana struktur ruang dan rencana
pola ruang RTRW Kabupaten/Kota dan RTRW Provinsi.
3.
Memperjelas pembagian wewenang antara Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang
4.
Memberikan perhatian besar kepada aspek lingkungan/ekosistem
5.
Menekankan struktur dan pola ruang dalam rencana tata ruang. Rencana Tata Ruang
5.
Menekankan struktur dan pola ruang dalam rencana tata ruang. Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) harus dapat dijadikan acuan pembangunan, sehingga RTRW harus memuat
arah pemanfaatan ruang wilayah yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan.
6.
Pemanfaatan ruang harus mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang
berkelanjutan dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
7.
Penekanan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan secara sistemik melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, dan pengenaan sanksi.
8.
Penerapan peraturan zonasi secara konsisten yang merupakan kelengkapan dari rencana
detail tata ruang.
9.
Penegakan hukum yang ketat dan konsisten untuk mewujudkan tertib tata ruang.
(40)
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Produk Perencanaan Tata Ruang terdiri dari :
1. Rencana Umum Tata Ruang yang meliputi RTRWN, RTRW Propinsi, RTRW
Kabupaten dan RTRW Kota
2. Rencana Rinci Tata Ruang merupakan perangkat operasional RUTR
meliputi :
a. Rencana Rinci RTRWN : RTR Pulau/Kepulauan, RTR Kawasan Strategis
Nasional
b. Rencana Rinci RTRWP : RTR Kawasan Strategis Provinsi
c. Rencana Rinci RTRW Kabupaten : RTR Kawasan Strategis Kabupaten,
Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten, RTR Kawasan Perkotaan dalam
Wilayah Kabupaten
d. Rencana Rinci RTRW Kota : RTR Kawasan Strategis Kota, Rencana Detail
Tata Ruang Kota.
Jangka Waktu Seluruh Rencana Tata Ruang selama 20 Tahun
(41)
Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah
tujuan, kebijakan, & strategi penataan ruang wilayah nasional
rencana struktur ruang wilayah nasional yg meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya & sistem jaringan prasarana utama
rencana pola ruang wilayah nasional yang
RTRW NASIONAL RTRW PROVINSI
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi
rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya & sistem jaringan prasarana wilayah provinsi
rencana pola ruang wilayah provinsi yang rencana pola ruang wilayah nasional yang
meliputi kawasan lindung nasional & kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional
penetapan kawasan strategis nasional arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi
arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi
penetapan kawasan strategis provinsi arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi
arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi
(42)
Tahapan Dalam Proses Penyusunan Perda RTRWP
1. Penyusunan substansi teknis RTRWP oleh
Pemerintah Provinsi
2. Persetujuan substansi kehutanan oleh Kementerian
Kehutanan
3. Persetujuan substansi teknis RTRWP oleh
3. Persetujuan substansi teknis RTRWP oleh
Kementerian PU dan BKPRN
4. Evaluasi Raperda RTRWP oleh Kementerian Dalam
Negeri
5. Penetapan Perda RTRWP oleh Gubernur dan DPRD
Provinsi
(43)
RAPERDA YANG TELAH
KONSULTASI Dikoordinasikan olehBKPRN Dihasilkan Persetujuan Substansi Teknis
PENYUSUNAN
INSTANSI PUSAT YANG MEMBIDANGI URUSAN
TATA RUANG -Permendagri;
-Permen PU;
-Permen Kelautan dan Perikanan, kehutanan -Dll.
Substansi Teknis
Konsultasi
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.28/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konsultasi dalam rangka Pemberian Persetujuan Substansi Kehutanan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah proses persetujuan: 223 hari kerja
Substansi Kehutanan
(1)
(2) & (3)
Bagan Proses Penyelesaian Perda RTRW Provinsi
43
RAPERDA YANG TELAH DISETUJUI DPRD DIAJUKAN OLEH
GUBERNUR
MENDAGRI Dilakukan Diselenggarakan Berkoordinasi dengan
BKPRN
Surat Permintaan Evaluasi dari
Gubernur
INSTANSI PUSAT YANG MEMBIDANGI URUSAN TATA RUANG GUBERNUR dan DPRD Menetapkan Raperda menjadi Perda EVALUASI Raperda RTRWP Evaluasi
Tata Ruang Daerah proses persetujuan: 223 hari kerja Permen PU No. 11 Tahun 2009 tentang Persetujuan Substansi
Permendagri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Raperda RTRW
Koordinasi Menteri Dalam Negeri – amanat UU 32/2004 – 15 hari kerja
(5)
(44)
1. NAD √√√√
2. Sumatera Utara √√√√ √√√√
3. Sumatera Barat √√√√ √√√√
4. Riau √√√√ √√√√
5. Kepulauan Riau √√√√ √√√√
6. Bengkulu √√√√ √√√√
7. Jambi √√√√ √√√√
8. Sumatera Selatan √√√√
9. Bangka Belitung √√√√ √√√√
10. Lampung √√√√
11. DKI Jakarta √√√√
12. Banten √√√√
13. Jawa Barat √√√√
14. Jawa Tengah √√√√ √√√√
15. DIY √√√√
Rekapitulasi Penyelesaian RTRW Provinsi Status: Awal Februari 2010
15. DIY √√√√
16. Jawa Timur √√√√
17. Bali √√√√
18. Nusa Tenggara Barat √√√√
19. Nusa Tenggara Timur √√√√
20. Kalimantan Selatan √√√√ √√√√
21. Kalimantan Tengah √√√√ √√√√
22. Kalimantan Timur √√√√ √√√√
23. Kalimantan Barat √√√√ √√√√
24. Sulawesi Selatan √√√√
25. Sulawesi Tenggara √√√√ √√√√
26. Sulawesi Barat √√√√
27. Gorontalo √√√√ √√√√
28. Sulawesi Tengah √√√√
29. Sulawesi Utara √√√√
30. Maluku √√√√
31. Maluku Utara √√√√
32. Papua √√√√
33. Papua Barat √√√√
(45)
Permasalahan Umum di Daerah
1.
Kurangnya perangkat aturan perundangan paska diterbitkannya
UU No. 26/2007. Saat ini baru 1 Peraturan Pemerintah, 3 Permen
PU, dan 1 Permendagri yang diterbitkan pemerintah untuk
menunjang kebijakan itu, namun terdapat indikasi inkonsistensi
(bertentangan).
2.
Lamanya proses persetujuan substansi di tingkat pemerintah
pusat; terindikasi dari banyaknya pemerintah kab/kota
pusat; terindikasi dari banyaknya pemerintah kab/kota
mengajukan rekomendasi persetujuan RTRW nya, namun hingga
berbulan-bulan belum terselesaikan.
3.
Munculnya beberapa aturan perundangan baru yang menambah
beban substansi dan waktu lamanya penyelesaian RTRW Provinsi
dan Kab/Kota misalnya UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, UU
No. 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara, UU No. 41/2009
tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan beberapa
(46)
Permasalahan dalam Penyelesaian RTRW Provinsi
1. Proses revisi di daerah:
a. Keterbatasan data dan informasi di daerah tentang tata ruang (peta, data
penduduk, dan lain sebagainya)
b. Substansi RTRW (sesuai UU 26/2007) sangat banyak dan kompleks
c. Terbatasnya SDM penyusun RTRW Provinsi
d. Kurangnya pembinaan tentang penyusunan RTRW Provinsi di daerah
e. Kurang optimalnya peran BKPRD dalam proses penyusunan RTRW Provinsi
2. Persetujuan substansi teknis:
46
2. Persetujuan substansi teknis:
a. Adanya peraturan untuk persetujuan substansi teknis bidang kehutanan yang
diatur dalam UU No.41/1999 tentang Kehutanan, yang menghadapi kendala:
Perlunya kajian dari Tim Terpadu Kementerian Kehutanan yang
membutuhkan waktu kurang lebih 200 hari kerja
Adanya perbedaan antara data dan informasi yang tersedia dan fakta di
lapangan
Adanya perbedaan pemahaman antara Tim Terpadu dan daerah tentang
pemanfaatan ruang kawasan hutan
(47)
b. Kurangnya informasi mengenai pedoman penyusunan RTRW Provinsi (Permen PU No. 15/PRT/M/2009)
c. Banyaknya peraturan perundangan baru dalam bidang penataan ruang yang harus diakomodir (misalnya UU No.41/2009, UU No.4/2009, UU No.32/2009)
d. Rancangan RTRW Provinsi yang diusulkan untuk dibahas oleh BKPRN seringkali belum memenuhi standar teknis
e. Proses perbaikan hasil konsultasi rancangan RTRW Provinsi di Daerah seringkali lambat 3. Evaluasi Raperda:
a. Kurang lengkapnya dokumen-dokumen pendukung untuk proses evaluasi raperda RTRW Provinsi (misalnya: kesepakatan dengan Provinsi tetangga, serta kabupaten/kota terkait)
Permasalahan dalam Penyelesaian RTRW Provinsi
Provinsi (misalnya: kesepakatan dengan Provinsi tetangga, serta kabupaten/kota terkait) b. Hasil perbaikan persetujuan substansi teknis seringkali belum ditindaklanjuti oleh Daerah c. Proses revisi hasil evaluasi Raperda RTRW Provinsi oleh Daerah seringkali melampaui
batas waktu
4.
Masalah lainnya
Munculnya beberapa aturan perundangan baru yang menambah beban
substansi dan waktu penyelesaian RTRW Provinsi dan Kab/Kota
(48)
Upaya Yang Perlu Dilakukan Dalam Percepatan Penyelesaian RTRWP
1. Memasukkan program percepatan penyelesaian RTRW sebagai salah
satu agenda prioritas di dalam RPJMN 2010-2014.
2. Mendorong percepatan RPP dan peraturan pelaksana lainnya yang
diamanatkan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
3. Mengupayakan percepatan penyelesaian RTRWP yang akan
diselesaikan akhir tahun 2010 melalui rancangan Instruksi Presiden
(Inpres) tentang Percepatan Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan
(Inpres) tentang Percepatan Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan
Rencana Aksi Pemerintah Daerah Tahun 2010 (hasil Rapat Kerja
Presiden di Cipanas tanggal 3 Februari 2010).
4. Melakukan sinkronisasi terhadap peraturan perundangan bidang
penataan ruang yang menghambat proses penyelesaian RTRW, antara
lain telah disusun 3 RPP, yaitu: RPP tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang, RPP tentang Perubahan Peruntukan dan Fungsi
Kawasan Hutan dan RPP tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
(49)
5.
Upaya sinkronisasi yang telah dilakukan melalui forum BKPRN adalah mengubah pasal 31 pada
RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagai berikut:
Upaya Yang Perlu Dilakukan Dalam Percepatan Penyelesaian RTRWP
Pasal 31 RPP Penyelenggaraan Penataan
Ruang
Pasal 31 RPP Penyelenggaraan Penataan
Ruang (setelah perubahan)
Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, serta penggunaan kawasan hutan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Ayat (1)
Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, serta penggunaan kawasan hutan berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
Ayat (2)
Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta
penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diintegrasikan dalam perubahan rencana tata ruang
6.
Meningkatkan koordinasi antar anggota BKPRN dalam rangka penyelesaian permasalahan
bidang penataan ruang.
7.
Melanjutkan sosialisasi peraturan perundangan dan NSPM bidang penataan ruang yang baru
kepada seluruh pemangku kepentingan baik di Pusat maupun Daerah
8.
Mempercepat penyelesaian revisi RTRW Provinsi melalui upaya bimbingan teknis dan bantuan
teknis kepada Pemerintah Provinsi dalam hal penyusunan RTRWP
selanjutnya diintegrasikan dalam perubahan rencana tata ruang wilayah.
Ayat (3)
Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta
penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan sebelum ditetapkan perubahan rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(50)
Beberapa Isu Strategis Terkait Rencana Tata Ruang
1. Tingkat Nasional: Percepatan penyelesaian RTR Pulau
2. Tingkat Provinsi: Konsistensi antara RTRWN, RTR Pulau,
dan RTRW Provinsi
3. Tingkat Kabupaten: Konsistensi dengan RTRW Provinsi
4. Integrasi arah pemanfaatan ruang dalam RTRW
4. Integrasi arah pemanfaatan ruang dalam RTRW
kedalam dokumen perencanaan di semua tingkatan
Isu kelembagaan di tingkat daerah
(51)
4. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara,
Persyaratan dan Kriteria Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
(52)
PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
UU No. 41/2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
Merupakan amanat UU No. 26/2007 tentang Penataan
Ruang, pasal 48 (2)
Latar belakang:
Permintaan bahan pangan semakin meningkat, akibat
pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan
pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan
masyarakat;
Daya dukung sumberdaya alam untuk menjamin
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan semakin
menurun;
Negara harus menjamin pemenuhan hak atas pangan;
Negara perlu menjamin penyediaan lahan pertanian
pangan berkelanjutan.
(53)
PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
Beberapa substansi:
Penetapan rencana lahan dan kawasan pertanian pangan
berkelanjutan dimuat dalam RPJMN/D dan RKP/D.
Kawasan pertanian pangan berkelanjutan dapat ditetapkan sebagai
kawasan strategis nasional.
Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian
dari penetapan rencana tata ruang wilayah;
Lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan dilindungi dan dilarang untuk dialihfungsikan.
berkelanjutan dilindungi dan dilarang untuk dialihfungsikan.
Metode pengembangan kawasan pertanian pangan berkelanjutan
Intensifikasi
Ekstensifikasi:
Tanah terlantar
Tanah bekas kawasan hutan yang belum diberikan hak atas
tanah.
(54)
PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
Perkembangan regulasi turunannya:
Pemerintah (dikoordinasikan oleh Kementerian Pertanian)
sudah merumuskan beberapa draft awal PP turunannya,
dan akan dibahas dalam panitia antar departemen.
Beberapa peraturan perundangan turunannya sedang
dalam perumusan.
Peran pemerintah daerah:
Peran pemerintah daerah:
Langkah awal: identifikasi dan inventarisasi lahan/kawasan
pertanian pangan berkelanjutan dan cadangannya.
Identifikasi dan inventarisasi tanah terlantar.
Integrasi rencana lahan/kawasan pertanian pangan
berkelanjutan dalam rencana pembangunan daerah
(RPJMD/RKPD) dan rencana tata ruang wilayah.
(55)
(56)
Pendahuluan
UU tentang Desa dicantumkan di Prolegnas 2011 pada
urutan ke-60.
UU tentang Desa dimasukkan didalam Prolegnas 2011
dikarenakan Komisi II DPR sudah dibebani oleh sembilan
RUU yang harus segera dituntaskan dalam setahun.
Pada 2010 masih ada tanggungan UU Politik, Parpol, Pemilu
dan revisi UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dan revisi UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
termasuk
didalamnya
UU
Pilkada,
dan
UU
Pokok
Kepegawaian.
Oleh karena itu, ribuan perangkat desa yang bergabung
dalam Parade Nusantara (Persatuan Rakyat Desa Nusantara)
berjuang agar UU Desa bisa terwujud tahun ini. Mereka
menuntut DPR agar segera membentuk panitia khusus untuk
membahas UU tentang Desa.
(57)
Isu Strategis Tuntutan Percepatan RUU Desa
1.
Alokasi Dana Desa (ADD) minimal 10% Block Grand (Langsung) dari
APBN.
2.
Masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 8 atau 10 tahun.
3.
Periodeisasi keikutsertaan didalam didalam pilkades dengan
ketentuan batasan umur 60 s/d 65 tahun (tidak hanya diizinkan 2 kali
periode masa jabatan)
4.
Biaya Pilkades ditanggung 100% oleh APBD kabupaten
4.
Biaya Pilkades ditanggung 100% oleh APBD kabupaten
5.
Batasan masa jabatan perangkat desa sampai dengan usia 60 s/d 65
tahun.
6.
Penetapan dana purnabhakti bagi kepala desa dan perangkat desa
apabila purna tugas.
7.
Asuransi kesehatan kematian bagi kepala desa, perangkat desa dan
keluarga.
(58)
Beberapa Alasan Munculnya Percepatan RUU Desa
1.
Desa telah diperlakukan secara tidak adil dalam berbagai hal, seperti di bidang
ekonomi terjadi stigma oleh para pelaku bisnis dan penyelenggara negara yang
mana desa diidentikan sebagai penyedia row material dan tenaga kerja yang murah.
2.
Perlakuan tidak adil tersebut tergambar dalam politik anggaran. Pemerintah desa
selalu diperlakukan tidak adil. Undang-undang perimbangan keuangan hanya dapat
dilakukan dari pemerintah pusat sampai ke pemda kabupaten/kota.
3.
Perlakuan tidak adil tersebut, juga terjadi di sektor politik. Dinamika perkembangan
politik demokrasi di Indonesia hanya dinikmati oleh presiden, menteri, gubernur,
serta bupati/walikota. Tidak demikian halnya dengan aparat pemerintah desa.
Kepala desa dan perangkat desa justru diharamkan jadi pengurus partai politik. Ini
Kepala desa dan perangkat desa justru diharamkan jadi pengurus partai politik. Ini
jelas sangat diskriminatif dan memasung hak politik para kepala desa dan
perangkatnya, hingga rakyat desa terus-menerus jadi obyek politik.
4.
Sementara dari sisi hukum, sejak berakhirnya rezim orde baru, negeri ini tidak
pernah mempunyai UU khusus tentang pemerintahan desa, seiring dicabutnya UU
No. 5/1979 yang diganti dengan UU Nomor 22/1999 tentang Otonomi Daerah. Ini
sangat tidak logis dan tidak realistis, karena selaku garda terdepan, pemerintahan
Indonesia memiliki lebih 72 ribu pemerintahan desa yang saat ini berjalan tidak
optimal.
(59)
Isu Strategis
Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melakukan revisi terhadap
UU 32/2004 dengan merubahnya ke dalam 3 Undang Undang;
1) Undang Undang Pemerintahan Daerah;
2) Undang Undang Desa;
3) Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah.
RUU Tentang Desa ditetapkan sebagai salah satu prioritas 2010
Sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara,
Sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara,
anggaran diberikan hanya sampai ke pemerintah kabupaten/kota. Dalam
UU Nomor 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa subsidi APBN terkecil hanya
sampai tingkat kabupaten/kota. Akan tetapi Pemda seringkali tidak
memberikan dana ke desa karena defisit anggaran. Karena itu, agar 10
persen dari APBN dialokasikan ke desa secara langsung, namun Alokasi
Dana Desa tersebut bukan langsung jatuh ke desa, tapi tetap disalurkan
melalui APBD. Kalaupun 10 persen tidak bisa langsung ke desa, dapat
ditaruh ke kas daerah, dan tetap ditulis di undang-undangnya sehingga
Pemda tidak bisa mengalihkan (dana itu) atas dalih apa pun.
(60)
(61)
PENDAHULUAN
Meningkatnya pembangunan di segala sektor
berimplikasi bagi peningkatan kebutuhan tanah.
Ketersediaan tanah relatif tetap sementara
kebutuhan tanah terus mengalami peningkatan
kebutuhan tanah terus mengalami peningkatan
selaras dengan kemajuan pembangunan &
pertumbuhan penduduk.
Terjadi kompetisi antar sektor yang semakin ketat
dalam pemanfaatan tanah untuk pembangunan.
(62)
DASAR HUKUM
1. Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 Perubahan Kedua
menyatakan
bahwa
:
“setiap
orang
yang
berhak
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh
diambil
alih
secara
sewenang-wenang
oleh
siapapun”.
2. Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 Perubahan Kedua berbunyi
sebagai
berikut
:
“Dalam
menjalankan
hak
dan
sebagai
berikut
:
“Dalam
menjalankan
hak
dan
kebebasannya,
setiap
orang
wajib
tunduk
kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban hukum dalam suatu masyarakat demokratis”.
(63)
3.
Pasal 8 UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan berbunyi : Materi muatan yang harus diatur dengan
Undang-undang berisi hal-hal yang :
a)
Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-undang Dasar Negara RI
Tahun 1945 yang meliputi :
1. Hak-hak asasi manusia
2. Hak dan kewajiban warga negara;
3. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian
Dasar Hukum
3. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian
kekuasaan negara;
4. Wilayah negara dan pembagian daerah;
5. Kewenangan dan kependudukan;
6. Keuangan negara
b)
Diperintahkan oleh suatu Undang-undang untuk diatur dengan
Undang-undang.
63
Sumber : Maria S.W Sumardjono, Makalah pada Naional Workshop LMPDP Komponen 5 “Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah di Bidang Manajemen Pertanahan, Jakarta pada 26-28 Juni 2007
(64)
4. Perpres 36/2005 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum
5. Perpres 65/2006 tentang Perubahan Atas
Perpres 36/2005
Dasar Hukum
Perpres 36/2005
(65)
PRINSIP-PRINSIP PENGADAAN TANAH YANG DAPAT DIJADIKAN PEDOMAN
DALAM PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, pihak
yang melepaskan hak atas tanahnya karena digunakan untuk
kegiatan pembangunan, hanya dibatasi pada orang atau badan
hukum yang mempunyai hubungan hukum yang konkrit dengan
tanah haknya.
Batasan ini dinilai kurang memberikan perlndungan kepada
warga masyarakat bukan pemegang hak atas tanah, tetapi
menggunakan tanah tersebut seperti penyewa, penggarap,
65
menggunakan tanah tersebut seperti penyewa, penggarap,
pihak yang menguasai dan menempati tanah serta pemilik
bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah.
Peran serta masyarakat, hendaknya dilakukan tidak hanya pada
saat akan menetepkan besarnya ganti rugi, tetapi juga pada
tahap-tahap sebelumnya, seperti inventarisasi, penyuluhan dan
konsultasi, dan lain-lain.
(66)
PRINSIP-PRINSIP PENGADAAN TANAH YANG DAPAT DIJADIKAN PEDOMAN
DALAM PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Musyawarah
harus
sungguh-sungguh
dijadikan
sarana
untuk
mempertemukan perbedaan kepentingan dan keinginan dari pihak yang
memerlukan tanah dengan pihak yang tanahnya diperlukan untuk
kepentingan umum.
Oleh karena itu musyawarah dalam pengertian sebagai kegiatan yang
mengandung proses saling mendengar, saling memberi, menerima
pendapat, serta keinginan atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan
antara pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman dan
benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, dengan pihak yang
memerlukan tanah, dilaksanakan dengan sukarela dan menjauhkan
66
memerlukan tanah, dilaksanakan dengan sukarela dan menjauhkan
kondisi psikologis yang menghalangi terjadinya proses tersebut.
$
%
%
&
%
%
'
'
'
'
&
'
&
%
%
( )
&
*
& +
(
&
'
&
'
,
'
&
(
(67)
!" " #$ %
&" "
'
* +
,-* +
,-# .
/#0
# .
/#0
!(
!(
(" (! "
(" (! "
PASAL 33 AYAT (3) UUD 1945
))
*)+
!! "
# .
/#0
# .
/#0
1 2*2
3 *
)
21
1 2*2
3 *
)
21
(" (! "
(" (! "
" ,"
(68)
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan
Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas
tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang
layak dan menurut cara yang diatur dengan
undang-undang
.
Perlu ada UU tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum, tanpa harus mencabut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak.
PASAL UPPA YANG BERKAITAN DENGAN PENGADAAN TANAH UNTUK
KEPENTINGAN UMUM (PASAL 18)
Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak.
UU 20/1961 ini merupakan amanat Pasal 18 UUPA.
Jika diperlukan, UU ini dapat diganti atau diubah, (dengan judul
yang sama yaitu UU Tentang Pencabutan Hak) dengan
mengingat prinsip-prinsip dasar pencabutan hak itu sendiri,
sesuai dengan Hukum Tanah Nasional.
UU Pencabutan Hak merupakan “rem darurat/Ultimum
Remidium”
bagi
pelaksanaan
perolehan
tanah
untuk
(69)
!
"
#
$#
% &
PENGADAAN TANAH (STATUS SAAT INI)
'# # #(
#'#
'
# % '
&# ##
# #(
)
*
!
+
,
-./ .
0
1
+
)
0
" +
+* 2
,
)
"
" 0
" !
+
2
"
* 0
"
(70)
Terhadap 21 ruas jalan tol, yang lahannya bebas 100%
baru 1 ruas
Terhadap total kebutuhan tanah 6.734 Ha, selama 3
tahun baru bebas 939 Ha atau setara 14 %
KEMAJUAN PENGADAAN TANAH
tahun baru bebas 939 Ha atau setara 14 %
Tidak ada Pihak yang bisa dimintakan tanggung
jawabnya dalam pembebasan lahan dari unsur biaya
dan waktu
(71)
PROGRAM PEMBANGUNAN JALAN TOL 2004-2009
- * *
- * + *
(72)
3
"
+
!4
'
"
!
+
"
0
REKOMENDASI
0 !
0
0
"
2
!
+
"
" 0
+
(73)
PERMASALAHAN
PENGADAAN TANAH
YANG BERJALAN SAAT INI
73
YANG BERJALAN SAAT INI
(74)
Bandung DKI Jakarta Serang Semarang Banten Pejagan Pemalang Batang Palimanan Kanci Sukabumi Ciranjang Demak Bogor 653,85 KM
397,20 KM 178,65 KM 78,00 KM
1 4 5 2 3 1 4 2 3 Cikampek
PETA JALAN TOL TRANS JAWA
74 Jawa Barat Surabaya Yogyakarta DIY Jawa Tengah Jawa Timur Kertosono Mojokerto Solo Ngawi Pasuruan Probolinggo Banyuwangi Malang Pandaan Gempol 6
7 8 9
10 9
(75)
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH 2004 - 2009
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005
(Mei 2005)
Peraturan Ka. BPN No 3 Tahun 2007
(Mei 2007)
Lembaga Penilai Tanah Berlisensi BPN (Desember 2007)
2004 2005 2006 2007 2008 2009
I. Peraturan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006
(Juni 2006)
II. Pendanaan Pengadaan Tanah
75 BU
Tanah
2004 2005 2006 2007 2008 2009
BLU APBN
2004 2005 2006 2007 2008 2009
III. Progress Pembebasan Lahan Jalan Tol Trans Jawa
7%
12%
(76)
-)
. / ' '
- 012 . & +
. / - 3
012 4
2 + ' 7 '
,
5
BOTTLENECK MEKANISME PENGADAAN TANAH
1 2
4
76
PU= Pekerjaan Umum; P2T = Panitia Pengadaan Tanah
TPT= Tim Pengadaan Tanah; BPN= Badan Pertanahan Nasional
6
%
# 7 & /80
. / ' '
8 4) 48 '
- 9 : # 7 ' % ; %
-)
) 48 42 " 4
,
? 2 ? 9 ? >
Bottleneck
3
(77)
6
' 7 ' = % ' @
/ 8 0
;
- 3 '
" <
. & + "
%
' ' 8 4) 42
. ,
8 4) 42
,
,
;1 5
BOTTLENECK MEKANISME BAGI YANG MENOLAK
6
8
77
PU= Pekerjaan Umum; P2T = Panitia Pengadaan Tanah
TPT= Tim Pengadaan Tanah; BPN= Badan Pertanahan Nasional
6
6
% ; % $ +
' 8 4) 42
& /80
' ' ,
? > ? 9
Bottleneck
(78)
(79)
Rencana Sistem Jaringan Transmisi Tenaga Listrik
(80)
KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK NASIONAL
Berdasarkan
Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional
(RUKN) 2008-2027
, kebutuhan listrik secara nasional untuk
dua puluh tahun mendatang diperkirakan tumbuh rata-rata
9,2% per tahun.
Konsumsi tenaga listrik pada tahun 2027 diharapkan mencapai
813,3 TWh.
813,3 TWh.
Secara nasional dapat diproyeksikan bahwa beban puncak
diperkirakan pada tahun 2027 adalah 141,9 GW. Dengan
demikian kebutuhan tenaga listrik perlu dipersiapkan
tambahan kapasitas pembangkit sekurangnya sebesar 178,1
GW sampai tahun 2027.
(81)
PRAKIRAAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
SECARA REGIONAL (1)
A. JAWA-BALI Jawa-Madura-Bali
Rasio elektrifikasi pada tahun 2020 diharapkan mencapai 100%.
Pertumbuhan permintaan energi listrik untuk periode 2008–2027 diperkirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 10,0% per tahun dengan komposisi sektor tumbuh berturut-turut adalah rumah tangga tumbuh 12,6%, publik 11,4% dan komersial 11,4%. Sedangkan industri
diperkirakan hanya tumbuh sekitar 3,4%.
Pada akhir tahun 2027 konsumsi tenaga listrik di Jawa-Madura-Bali diperkirakan akan mencapai 684,2 TWh. Beban puncak sampai dengan tahun 2027 diharapkan mencapai 115.102 MW.
115.102 MW. B. SUMATERA Provinsi NAD
Rasio elektrifikasi diharapkan akan mencapai 100% pada tahun 2020.
Permintaan energi listrik untuk periode 2008-2027 diperkirakan tumbuh rata-rata sebesar 9% per tahun sehingga pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik diharapkan mencapai 8,7 TWh. Provinsi Sumatera Utara
Rasio elektrifikasi diharapkan akan mencapai 100% pada tahun 2020.
Permintaan energi listrik untuk periode 2008-2027 diperkirakan tumbuh rata-rata sebesar 9% per tahun sehingga pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik diharapkan mencapai 8,7 TWh.
(82)
PRAKIRAAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
SECARA REGIONAL (2)
Provinsi Sumatera Barat
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 100% pada tahun 2020.
Permintaan energi listrik untuk periode 2008-2027 diperkirakan tumbuh rata-ratasebesar 7,2% per tahun sehingga pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik diharapkan mencapai 6,8 TWh.
Provinsi Riau dan Kepri
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 100% pada tahun 2025.
Permintaan energi listrik untuk periode 2008-2027 diperkirakan tumbuh rata-rata sebesar 7,4% per tahun sehingga pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik diharapkan mencapai 8,1 7,4% per tahun sehingga pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik diharapkan mencapai 8,1 TWh.
Kelistrikan S2JB (Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu)
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 95% pada tahun 2025.
Permintaan energi listrik untuk periode 2008-2027 diperkirakan tumbuh rata-rata sebesar 8,2% per tahun sehingga pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 14,7 TWh.
Provinsi Lampung
Permintaan energi listrik untuk periode 2008-2027 diperkirakan akan tumbuh rata-rata
sebesar 10,3% per tahun atau pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik mencapai 11,1 TWh. Proyeksi perkembangan rasio elektrifikasi pada tahun 2025 mencapai 100%.
(83)
PRAKIRAAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
SECARA REGIONAL (3)
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 100% pada tahun 2020.
Pertumbuhan permintaan energi listrik untuk periode 2008-2027 diperkirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 5,8% per tahun sehingga pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik
diperkirakan mencapai 892 GWH. Batam
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 100% pada tahun 2015.
Pertumbuhan rata-rata kebutuhan tenaga listrik periode 2008-2027 diperkirakan mencapai rata-rata 9,3% per tahun sehingga pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik diharapkan rata-rata 9,3% per tahun sehingga pada tahun 2027 kebutuhan tenaga listrik diharapkan mencapai 6,3 TWh.
C. Kalimantan
Provinsi Kalimantan Barat
Rasio elektrifikasi diperkirakan mencapai sebesar 99% pada tahun 2025.
Pertumbuhan permintaan energi listrik diperkirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 7,6% per tahun. Total kapasitas pembangkit tenaga listrik baru yang dibutuhkan pada tahun 2027
adalah sebesar 1.281 MW. Provinsi Kalimantan Timur
Rasio elektrifikasi diperkirakan mencapai sebesar 100% pada tahun 2020.
Diperlukan proyek-proyek pembangkit baru sebesar1.852 MW sampai tahun 2027.
(84)
PRAKIRAAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
SECARA REGIONAL (4)
D. Sulawesi
Sistem Kelistrikan Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo (Sistem
Suluttenggo)
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 95% pada tahun 2025
Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik mencapai rata-rata 7,9% per tahun dan
perkembangan beban puncak tahun 2027 adalah sebesar 1.237 MW.
Daya yang dibutuhkan sampai tahun 2027 secara akumulatif sebesar 1.606 MW
sedangkan total kapasitas sistem diharapkan mencapai 1.731 MW.
sedangkan total kapasitas sistem diharapkan mencapai 1.731 MW.
Sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (Sistem
Sulserabar)
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 96% pada tahun 2025.
Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik diperkirakan tumbuh sebesar 7,2% per
tahun, perkembangan beban puncak hingga tahun 2027 mencapai kurang lebih
sebesar 2.516 MW.
Daya tambahan yang dibutuhkan hingga pada tahun 2027 adalah sebesar 3.196
MW.
(85)
PRAKIRAAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
SECARA REGIONAL (5)
E. NUSA TENGGARA
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 85% pada tahun 2025.
Kebutuhan listrik sampai dengan tahun 2027 diproyeksikan akan mengalami
pertumbuhan sekitar 8,3% per tahun. Pertumbuhan beban puncak sampai dengan
tahun 2027 diperkirakan mencapai 622 MW.
Sampai dengan tahun 2027 diperlukan tambahan daya sebesar 820 MW.
Sampai dengan tahun 2027 diperlukan tambahan daya sebesar 820 MW.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 84% pada tahun 2025.
Kebutuhan listrik di NTT sampai dengan tahun 2027 diproyeksikan akan mengalami
pertumbuhan sekitar 7,2% per tahun. Pertumbuhan beban puncak sampai dengan
tahun 2027 diperkirakan sebesar 306 MW.
Daya tambahan yang dibutuhkan sampai dengan tahun 2027 diperkirakan
mencapai 403 MW.
(86)
PRAKIRAAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
SECARA REGIONAL (6)
F. MALUKU
Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 100% pada tahun 2025.
Sistem kelistrikan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara sampai dengan tahun 2027
diproyeksikan akan mengalami perkembangan kebutuhan tenaga listrik sebesar 7,1
per tahun. Pertumbuhan beban puncak hingga tahun 2027 diprediksikan sebesar
329 MW.
Kebutuhan daya tambahan sampai tahun 2027 diproyeksikan mencapai 435 MW.
Kebutuhan daya tambahan sampai tahun 2027 diproyeksikan mencapai 435 MW.
G. PAPUA
Rasio elektrifikasi diharapkan akan menjadi 90% pada tahun 2025.
Pertumbuhan permintaan energi listrik untuk periode 2008–2027 diperkirakan
tumbuh rata-rata sebesar 6,5% per tahun. Pertumbuhan beban puncak sampai
dengan tahun 2027 diperkirakan sebesar 414 MW.
Sistem Papua sampai pada tahun 2027 diproyeksikan akan membutuhkan daya
secara akumulatif sebesar 562 MW.
(87)
(88)
REVITALISASI PENYULUHAN PERTANIAN
UU No. 16/2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan.
Latar Belakang:
Pertanian, perikanan, dan kehutanan merupakan sektor
terbesar ekonomi masyarakat;
Penyuluhan merupakan aktivitas sangat penting yang
menghubungkan kebijakan (dari pemerintah dan
pemerintah daerah), pelaku usaha, teknologi, dll. dengan
pemerintah daerah), pelaku usaha, teknologi, dll. dengan
petani/nelayan melalui proses alih kemampuan dan alih
teknologi;
SDM petani/nelayan masih memerlukan upaya
peningkatan kemampuan dan keterampilan;
Penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan masih
tersebar dan tidak mendapatkan prioritas penting dari
pemerintah daerah sejak era desentralisasi;
(89)
REVITALISASI PENYULUHAN PERTANIAN
Perkembangan selama ini:
Sejak 2007, Pemerintah pusat telah melakukan perekrutan tenaga
harian lepas penyuluh pertanian, dan saat ini sedang berupaya
meningkatkan jumlah PNS penyuluh.
Pemerintah daerah telah mempunyai kelembagaan penyuluhan
pertanian, walaupun keberadaannya beragam;
Selain melalui dana dekon dan TP, penyuluhan pertanian juga
didukung dari DAK;
didukung dari DAK;
Sebagian besar provinsi (18 provinsi) juga mendapatkan dukungan
PHLN (Proyek
Farmers Empowerment through Agricultural Technology
and Information
-FEATI) untuk pengembangan penyuluhan pertanian,
(90)
9. Isu Lainnya
Sinergi Pusat-Daerah dan Antardaerah
Sinergi Pusat-Daerah dan Antardaerah
(91)
•
Mengurangi kesenjangan antarwilayah secara lebih
terarah dan sistematik dengan skenario yang
disepakati semua pihak.
•
Meningkatkan keterkaitan pembangunan antar
SINERGI PUSAT-DAERAH DAN ANTAR DAERAH
•
Meningkatkan keterkaitan pembangunan antar
wilayah dalam rangka memperkuat perekonomian
domestik.
•
Mendorong pembangunan kawasan perbatasan,
terdepan, terluar, tertinggal,
pasca konflik dan
kawasan ekonomi khusus.
(92)
Sinergi pusat-daerah dan antardaerah dilakukan dalam seluruh
proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
evaluasi yang mencakup :
1) Sinergi dalam perencanaan kebijakan.
2) Sinergi dalam kerangka regulasi.
AGENDA UNTUK MEMPERKUAT SINERGI PUSAT-DAERAH
DAN ANTARDAERAH
2) Sinergi dalam kerangka regulasi.
3) Sinergi dalam kerangka anggaran.
4) Sinergi dalam kerangka kelembagaan dan aparatur
5) Sinergi dalam kerangka pengembangan wilayah.
(1)
Sinergi pengembangan wilayah akan dilaksanakan untuk mendorong penataan, pemanfaatan dan
pengendalian tata ruang dengan prinsip harmonisasi kepentingan nasional dan kebutuhan daerah
serta keserasian antardaerah.
Langkah yang akan ditempuh oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dalam lima tahun
mendatang adalah:
(1) sinkronisasi kebijakan dalam penggunaan lahan dan tata ruang untuk menghindari tumpang
tindih kebijakan;
(2) memperkuat struktur ruang serta pemanfaatan dan pengendalian ruang untuk mitigasi
bencana alam;
SINERGI PENGEMBANGAN WILAYAH (1)
bencana alam;
(3) meningkatkan perhatian pemda pada tata ruang;
(4) mencegah ego kedaerahan untuk menghindari pembangunan prasarana dan sarana tanpa
perhitungan harmonisasi wilayah pelayanan bersama-sama dengan kabupaten/kota tetangga;
(5) meningkatkan pengaturan bersama alih fungsi lahan melalui padu serasi dan penyelesaian
segera aspek pemanfaatan ruang khususnya dengan sektor kehutanan;
(6) mempercepat penyusunan peraturan pendukung pelaksanaan rencana tata ruang wilayah
yang mencakup sistem tataguna lahan dan sistem transportasi;
(7) mempercepat penyusunan rencana tataruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota;
(8) membangun kesepakatan dalam penentuan lokasi wilayah-wilayah cepat tumbuh terutama
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
(2)
Dalam penataan pemekaran wilayah, Pemerintah Pusat-Daerah akan melakukan
sinergi untuk :
(1) menyusun
grand design
yang mengatur arah kebijakan dan strategi pemekaran
daerah, serta proyeksi mengenai jumlah daerah otonom ideal di wilayah NKRI;
(2) melakukan pengendalian dan evaluasi secara terus menerus terhadap kemampuan
manajemen pemerintah dengan memperhatikan daya dukung lahan, aglomerasi,
dan distribusi pendapatan;
serta
(3) revitalisasi Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD dalam melakukan
SINERGI PENGEMBANGAN WILAYAH (2)
(3) revitalisasi Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD dalam melakukan
pengujian kelayakan dan memberikan pertimbangan dalam pemekaran dan/atau
penggabungan daerah.
(3)
MATRIKS BUKU III RPJMN 2010-2014
FORMAT USULAN SKPD
ISU STRATEGIS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH STRATEGI
PENGEMBANGAN FOKUS PRIORITAS / KEGIATAN PRIORITAS
Ketimpangan Pembangunan Intra-Regional Wilayah Jawa- .
Percepatan pembangunan wilayah perdesaan. Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Banten Pelaksanaan reforma agraria untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap lahan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten.
Prioritas nasional
Penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian.
Prioritas Pulau
Inventarisasi lahan untuk reforma agraria.
Penentuan masyarakat (subyek) penerima lahan dan/atau penerima akses terhadap lahan.
Penyusunan kelembagaan
(
28/8*28/9
Penyusunan kelembagaan penguatan redistribusi lahan dan/atau akses masyarakat terhadap lahan.
Monitoring dan Evaluasi. Tingginya Tingkat
Kemiskinan Perdesaan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jatim, dan Tingkat Kemiskinan Perkotaan di DIY
Pengurangan Tingkat Kemiskinan Perdesaan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Tingkat Kemiskinan Perkotaan di Provinsi DIY
Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur DIY Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pendidikan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY.
Prioritas Nasional
Pemantapan/ rasionalisasi implementasi BOS.
Penurunan harga buku standar di tingkat sekolah dasar dan
(4)
FORMAT MATRIKS USULAN SKPD (1)
PROVINSI : JAWA BARAT
ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
PENGEMBANGAN FOKUS PRIORITAS
USULAN SKPD KEGIATAN PRIORITAS DANA/ ANGGARAN KETERANGAN (DEKON/TP/KL) Percepatan pembangunan wilayah perdesaan. Pelaksanaan reforma agraria untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap lahan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten.
Prioritas nasional
Penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian. Prioritas Pulau
Inventarisasi lahan untuk reforma agraria.
Prioritas Pulau
Penentuan masyarakat (subyek) penerima lahan dan/atau penerima lahan dan/atau penerima akses terhadap lahan. Prioritas Pulau
Penyusunan kelembagaan penguatan redistribusi lahan dan/atau akses masyarakat terhadap lahan.
Prioritas Pulau
Monitoring dan Evaluasi. Pengurangan Tingkat
Kemiskinan Perdesaan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Tingkat Kemiskinan Perkotaan di Provinsi DIY
Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pendidikan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY.
Prioritas Nasional
Pemantapan/ rasionalisasi implementasi BOS. Prioritas Nasional
Penurunan harga buku standar di tingkat sekolah dasar dan menengah.
(5)
FORMAT MATRIKS USULAN SKPD (2)
PROVINSI : JAWA TIMUR
ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
PENGEMBANGAN FOKUS PRIORITAS
USULAN SKPD
KEGIATAN
PRIORITAS DANA
KETERANGAN (DEKON/TP/KL)
Peningkatan IPM di Provinsi Banten, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali terutama dari komponen AHH dan RLS.
Meningkatan akses masyarakat terhadap infrastruktur
pendidikan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Prioritas Nasional Peningkatan Akses Pendidikan Dasar-Menengah Prioritas Nasional
Pemantapan/ rasionalisasi implementasi BOS Prioritas Nasional
Penurunan harga buku standar di tingkat sekolah standar di tingkat sekolah dasar dan menengah Prioritas Nasional
Peningkatan perbandingan guru:murid
Pemeliharaan dan pemulihan sumber daya air dan lahan
Melakukan rehabilitasi dan konservasi hutan di kawasan DAS.
Prioritas Nasional
Penghentian kerusakan lingkungan di 13 Daerah Aliran Sungai yang rawan bencana mulai 2010 dan seterusnya.
(6)