Pengawasan DPRD Terhadap Kinerja Pemerintah Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai sebuah negara yang besar, Indonesia memiliki kondisi sosial masyarakat
yang heterogen sudah barang tentu harus ada rambu-rambu yang mampu mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara agar tidak terjadi gesekan antar kelompok dan
saling merugikan satu sama lain. Sebuah negara demokrasi harus di kelola dengan
peraturan dan perundang-undangan untuk menjaga keharmonisan dan kestabilan
nasional. Hal ini juga sering kita kenal dengan kebijakan publik, yaitu suatu tindakan
yang akan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi sesuatu
masalah.
Indonesia adalah negara kesatuan yang pemerintahannya tersusun dari dua
tingkat yaitu pemerintah pusat dan daerah. Penggunaan asas desentralisasi membawa
akibat terselengaranya pemerintahan otonom dan tugas pembantuan di daerah yang
bersifat otonom di daerah terdapat pilar pemerintah yang bersifat administratif.
Berdasarkan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal
18 ayat (1) bahwa negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi terbagi atas kabupaten dan kota yang mempunyai
pemerintah daerah, yang diatur dalam undang-undang1. Kemudian dalam pasal 18
ayat (2) menegaskan bahwa: pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
1

Undang-undang Republik Indonesia 1945, Tentang pembagian wewenang dan daerah-daerah provinsi,
kabupaten kota.

1
Universitas Sumatera Utara

Penyelenggaraan pemerintah di daerah, dilaksanakan dengan asas desentralisasi,
yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan
Republik Indonesia. Disamping itu, juga melaksanakan dekonsentralisasi yaitu
pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah dan atau kepada instansi vertikal, dan serta melaksanakan tugas
pembantuan, yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten atau kepada desa untuk melaksanakan tugas
tertentu.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah terdapat dua macam produk kebijakan

yang dihasilkan oleh suatu daerah yaitu: pertama, Peraturan daerah (Perda) yang
ditetapkan oleh kepala daerah yang setelah mendapatkan persetujuan bersama Dewan
perwakilan rakyat daerah (DPRD). Kedua, Peraturan kepala daerah merupakan
kewenangan kepala daerah yang dibuat dengan tujuan untuk melaksanakan peraturan
daerah dan DPRD yang memegang peranan penting dalam sistem demokrasi, yang
mana perwakilan tersebut erat kaitannya dengan otonomi daerah. Otonomi daerah
menempatkan DPRD sebagai institusi atau lembaga perwakilan rakyat yang paling
berperan dalam menentukan proses demokratisasi diberbagai daerah.
Pelaksanaan fungsi DPRD diwujudkan dengan berlakunya undang-undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, yang menempatkan DPRD
sebagai bagian dari sistem pemerintahan daerah. Optimalisasi peran DPRD sebagai
penyalur aspirasi masyarakat dan fungsi legislasi didaerah diharapkan dapat
dilaksanakan lebih baik dengan ditetapkannya undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
yang mengatur pelaksanaan fungsi DPRD. Keberadaan dan fungsinya lembaga
perwakilan tersebut, baik di pusat maupun di daerah, dari suatu Negara yang

2
Universitas Sumatera Utara

menyatakan diri sebagai ukuran dari kadar demokrasi yang dilaksanakan dalam

Negara tersebut.2
Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menyebutkan
bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang merupakan salah satu unsur
pemerintah daerah disamping pemerintah daerah. Dengan demikian DPRD memiliki
fungsi utama yaitu: Sebagai fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan.3
Salah satu fungsi dari DPRD yaitu pengawasan, pengawasan terhadap jalannya
pemerintahan dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan DPRD beberapa
tahun ini muncul kepermukaan dan diberitakan media massa, khususnya setelah era
reformasi bergulir. Selain itu pengawasan juga berguna untuk melakukan penindakan
dan penertiban secara umum yang diperlukan terhadap perbuatan korupsi,
penyalahgunaan kewenangan, keborosan dan pemborosan kekayaan negara.4
Berkaitan dengan pengawasan, di dalam pasal 217 undang-undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah diatur pengawasan dilakukan dengan
pembinaan. Namun, Pengawasan yang dikehendaki lebih ditekankan pada
pengawasan efektif dengan tujuan untuk lebih memberikan kebebasan pada daerah
otonom dalam mengambil keputusan, serta memberikan peran pada DPRD untuk
mewujudkan fungsinya sebagai badan pengawas terhadap kebijakan pelaksanaan
otonomi daerah. Sementara itu, pembinaan lebih ditekankan upaya memfasilitasi


Ni‟matul Huda.2015.Otonomi Daerah Filosofi Sejarah dan Perkembangan dan Problematika. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, hal 123
3
Ibid.
4
Sujatmo. 1987.Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta: Ghalia Indonesia, hal 180

2

3
Universitas Sumatera Utara

pemberdayaan daerah otonom berupa pemberian pedoman standar, arahan, pelatihan,
dan supervisi.5
Adapun fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD adalah dengan melakukan
penilaian terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan daerah (Perda) yang di jalankan
oleh eksekutif. Fungsi pengawasan dioperasionalisasikan secara berbeda dengan
lembaga pengawasan fungsional. DPRD sebagai lembaga politik juga melakukan
pengawasan yang bersifat politis.

Tugas dan wewenang pengawasan yang dilakukan oleh DPRD berada dalam
dimensi politik. Hal ini berarti tugas pengawasan yang dilakukan DPRD lebih
menekankan pada segi hubungan antara penggunaan kekuasaan oleh eksekutif dengan
kondisi kehidupan rakyat didaerah. Misalnya apakah rakyat benar-benar telah
memperoleh pelayanan dan perlindungan sebagaimana mestinya, apakah peraturan
daerah yang diberlakukan pemerintah telah sesuai dengan kehendak rakyat, dan
sebagainya.
Jika ternyata dari hasil pengawasan diperoleh indikasi adanya kecendrungan
yang negatif atau merugikan kepentingan rakyat dan negara, DPRD berwewenang
menanyakan dan menyatakan keberatannya kepada pemerintah daerah (eksekutif).
DPRD boleh meminta kepala daerah untuk menunda atau mencabut kebijakannya
jika benar-benar merugikan rakyat banyak. Bahkan jika berkategori pelanggaran
hukum,

DPRD sewaktu waktu dapat

menindak

lanjuti


dengan meminta

pertanggungjawaban kepala daerah. Sedangkan pengawasan yang dilakukan
perangkat pengawas pusat maupun daerah seperti kota Medan didalam fungsionalnya
itu bersifat administrasi dalam memprosesnya.

5

Hari Sabarto. 2014.Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa. Jakarta: Sinar Grafika, hal 47.

4
Universitas Sumatera Utara

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara terbesar di Indonesia
setelah Jakarta dan Surabaya. Jumlah penduduk kota Medan menurut Badan Pusat
Statistik 2015 sebanyak 2.210.624 jiwa.6 Kota Medan juga merupakan salah satu
daerah yang otonom terus berkembang pesat menjadi kota metropolitan, dengan
kondisi sosial masyarakat yang multikultural dan heterogen, sudah barang tentu ada
suatu kebijakan atau peraturan daerah yang secara stematis untuk mengatur, agar
tidak terjadi gesekan antara individu maupun kelompok yang saling merugikan satu

sama lain. selain itu masyarakat kota Medan memiliki dinamika sosial, ekonomi dan
politik yang harus stabil dikendalikan oleh DPRD dan pemerintah kota Medan
melalui peraturan daerah yang bersifat netral.
DPRD kota Medan dalam fungsinya sama halnya dengan DPRD pada umumnya,
yaitu fungsinya menentukan anggaran belanja daerah, membuat peraturan daerah dan
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah yang tidak sesuai
dengan undang-undang dan peraturan daerah yang telah disepakati. DPRD kota
Medan berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah yang mempunyai
hubungan sangat erat, dan saling menunjang pelaksanaan pemerintah dalam
pembangunan daerah, salah satunya bersama-sama merancang peraturan daerah untuk
dijadikan suatu kebijakan.
Rancangan peraturan daerah (Ranperda) menurut undang-undang No. 12 tahun
2011 tentang pembentukan perundang-undangan, Bahwa ranperda dapat berasal dari
DPRD atau kepala daerah (Gubernur, bupati, atau walikota). Ranperda yang
disiapkan oleh kepala daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan ranperda DPRD
disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada gubernur atau bupati/walikota untuk
disahkan menjadi perda.7

6
7


https://id.wikipedia.org/wiki/kota_Medan. (diakses tanggal 18 maret 2017, pukul 10: 02 WIB)
Undang-undang Nomor 12 tahun 2011,Tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 ayat 7.

5
Universitas Sumatera Utara

DPRD kota Medan priode 2009-2014 telah mengeluarkan 24 perda salah satunya
Perda No.3 tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok dikota Medan.8 Perda ini di
usulkan oleh pemerintah kota Medan pada tahun 2012 kepada DPRD kota Medan
berdasarkan undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, Peraturan Menteri
kesehatan Nomor 7 Tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok
dan Peraturan pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012 pasal 52 tentang pengamanan
bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, serta
perda KTR kota Medan berasaskan pada kepentingan kualitas kesehatan manusia,
kelestarian dan keberlanjutan ekologi, perlindungan hukum, kesimbangan antara hak
dan kewajiban, keterpaduan, keadilan, kepentingan bersama dan bertujuan agar
terciptanya ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat, memberikan perlindungan
kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung
dan menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat.9

Kesehatan merupakan sesuatu yang amat mahal untuk didapat. Sering sekali
didengar bahwa kesehatan bukan segalanya, tetapi segalanya menjadi tidak berarti
tanpa kesehatan. Menjaga kesehatan organ-organ tubuh merupakan sesuatu yang
amat penting dalam memelihara tubuh untuk tetap sehat. Jantung merupakan salah
satu organ yang sangat vital dan mempunyai peran yang sangat penting dalam segi
kehidupan manusia. Jantung bertugas untuk memompa darah ke seluruh tubuh dan
hal itu membutuhkan oksigen sebagai bahan bakarnya.
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dibakar dan dihisap mengandung
nikotin, Tar dan zat adiktif yang menyebabkan adiksi atau ketergantungan yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dengan ditandai perubahan perilaku,
kognitif, dan fenomena fisikologis, keinginan kuat untuk mengkonsumsi bahan
tersebut, kesulitan dalam mengendalikan penggunaanya, memberi prioritas pada
8
9

http://medan.bpk.go.id/?cat=47 (diakses pada 25 maret 2017 pukul 07.35 wib)
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok, bab 1 dan bab 2. hal 8

6
Universitas Sumatera Utara


penggunaan bahan tersebut dari pada kegiatan lain, meningkatnya toleransi dan dapat
menyebabkan keadaan putus zat.10
Pengkonsumsian produk tembakau pada suatu sisi adalah hak pribadi masingmasing warga negara. Namun disisi lain, ada ruang publik yang mesti dihormati. Hak
masyarakat untuk menghirup udara segar bebas dari rokok, harus mendapatkan
perhatian. Ketika penggunaan produk tembakau telah menggangu ketertiban dan
meresahkan orang lain, maka saat itu hak seseorang akan udara bersih yang sehat
mulai terabaikan. Walaupun sudah jelas dalam pasal 2 ayat 1 dan 2 PP No. 109 tahun
2012 di atur tentang penyelenggaaran pengamanan penggunaan produk tembakau
agar tidak membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan
lingkungan.
Mengingat efek bahaya bagi perokok sangatlah besar, mulai dari penyakit
pernapasan, kerugian ekonomi, dampak sosial sampai merenggut kematian. Menurut
data World Health Organization (WHO) tahun 2014, Epidemi tembakau telah
membunuh sekitar 6 juta orang pertahun, dan berdampak 600 ribu orang diantaranya
merupakan perokok pasif.11 Sedangkan menurut di Data Indonesia Global Adult
Tobacco Survei pada tahun 2016 merokok merenggut nyawa setidaknya 244.000
orang setiap tahunnya, 21% kematian laki-laki dan 8% kematian perempuan dewasa
setiap tahunnya. Dan dapat disimpulkan 50% dari orang yang terkena efek dari rokok
mengalami kematian.12 Untuk provinsi Sumatera Utara perokok yang merokok setiap

hari berjumlah 29,7. Sedangkan perokok saat ini di Sumatera Utara menurut riskesdas
35,7 persen. Oleh sebab itu, dengan adanya perda nomor 3 tahun 2014 tentang
kawasan tanpa rokok ini tentu menjadi payung hukum yang kuat untuk menindak
10

Ibid,. Bab 1, Tentang Ketentuan umum,.pasal 10 , 11, 12 dan 13.

11

http://www.aura.co.id/articles/Kesehatan/238-hasil-riset-who-rokok-bunuh-6-juta-orang-per-tahun
(diakses minggu, 19 Maret 2017 pukul 13:09 wib).
12

http://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170306023752-445-198008/rokok-jerat-kematian-dan-kemiskinan
(diakses minggu, 19 Maret 2017 pukul 13:40 wib).

7
Universitas Sumatera Utara

siapa saja yang merokok di sembarangan tempat. Dan dengan adanya perda KTR ini
kesehatan masyarakat akan semakin lebih baik karena pencemaran lingkungan dan
udara akan semakin diminimalisasikan. Karena kita ketahui kesehatan masyarakat
merupakan jaminan penunjang keberlangsungan hidup masyarakat disuatu daerah
untuk upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia guna mendukung
pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia masih jauh dari harapan. Sebagai
bukti menurut kementerian kesehatan pada bulan februari 2015 hanya 30% (166
kabupaten/kota) yang menerapkan kawasan tanpa rokok, dari 403 kabupaten dan 98
kota Indonesia, termasuk kota Medan.13 Padahal pembentukan peraturan kawasan
tanpa rokok oleh pemerintah daerah melalui undang-undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada bagian ketujuh belas pasal 115 telah
tujuh tahun diberlakukan, tetapi tidak menunjukan hasil yang signifikan. 14
Pada tanggal 20 januari tahun 2014 ditetapkannya perda KTR dikota Medan
merupakan salah satu bukti komitmen pemerintah kota Medan untuk ikut
berkerjasama dengan dinas kesehatan kota medan dalam menciptakan ruang dan
lingkungan yang bersih dan sehat, memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
dampak buruk rokok, baik langsung maupun tidak langsung, serta menciptakan
kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Sebab permasalahan rokok bukan hanya
tanggung jawab dinas kesehatan atau pemerintah saja, tetapi juga membutuhkan
partisipasi masyarakat untuk mengawasi perokok agar tidak merokok sembarangan
tempat.

13
kementerian Kesehatan republic Indonesia,. Pedoman pengembangan kawasan tanpa rokok. Promkes. Jakarta
2011.
14
http://www.kompasiana.com/pusakaindonesia/dprd-kota-medan-dukung-implementasi-perda-ktr.Htlm (diakses
23 februari 2017 pukul 11.34 wib )

8
Universitas Sumatera Utara

Adapun tempat-tempat KTR yang telah ditentukan didalam perda kota Medan
Nomor 3 Tahun 2014 tersebut diantaranya adalah tempat fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat beribadah,
angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum. Kawasan tanpa rokok adalah area
atau lingkungan yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau memproduksi tembakau.15
Kebijakan publik yang diciptakan untuk kegiatan mengatasi masalah yang timbul
ditengah masayarakat yaitu masalah rokok adalah Perda KTR. Masalah tentang rokok
menjadi sebuah dilema bagi pemerintah kota Medan, karena pemerintah berupaya
untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan membuat aturan yang
ketat tentang rokok, namun dilain pihak terdapat kelompok masyarakat yang
terancam keberlangsungan hidupnya apabila aturan tersebut tetap dijalankan, karena
ada ratusan ribu orang yang menggantungkan hidupnya pada perusahaan rokok
tersebut, seperti para pekerja di PT HM Sampoerna dijalan Gatot Subroto No. 152
Medan dengan berbagai macam posisi pekerja, mulai dari SPG rokok sampai dengan
distributor rokok. Dalam hal ini seharusnya pemerintah selain mempunyai
tanggungjawab untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan pada masyarakat,
tetapi pemerintah juga harus memperhatikan lapangan pekerjaan para buruh rokok
tersebut.
Berdasarkan permasalahan itu, pemerintah kota Medan bersifat netral dalam
menyelesaikan permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kota Medan
dengan mengeluarkan Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok.
Dengan adanya Perda tersebut tidak bermaksud untuk melarang orang merokok dan
menjual rokok, hanya saja untuk mengatur agar orang tidak merokok disembarangan
tempat. Seseorang dapat merokok asalkan ditempat yang disediakan oleh pimpinan
15

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok, Bab 1, pasal 1 huruf 9.

9
Universitas Sumatera Utara

atau penanggungjawab kawasan tersebut. Pimpinan atau penanggungjawab dari KTR
tersebut adalah orang yang karena jabatannya, memimpin atau bertanggungjawab atas
kegitan dan/atau usaha dikawasan yang ditetapkan sebagai area KTR. 16
Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok diperkuat dengan
Peraturan Walikota Nomor 35 Tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok. Peraturan
Walikota (Perwal) yang merupakan peraturan yang dibuat atau yang ditetapkan oleh
walikota medan sebagai petunjuk teknis berjalannya Perda Nomor 3 Tahun 2014
tentang KTR tersebut. Yang mana dalam Perda ini sudah lengkap dengan aturan
maupun larangan dan sanksi yang melanggar Perda ini seharusnya dikenakan Pasal
44 ayat 1 yaitu kurungan paling lama 3 hari atau denda sebesar Rp. 50.000,-.
Sementara ayat 2 untuk pelaku yang mempromosikan, mengiklankan, menjual
dan/atau membeli rokok diarea kawasan tanpa rokok dikenakan pidana kurungan
paling lama 7 hari atau denda sebesar Rp. 5.000.000,- serta ayat 3 untuk pengelola,
pimpinan, penanggungjawab tempat yang menjadi KTR apabila membiarkan orang
merokok maka dikenakan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda sebesar
Rp. 10.000.000,-.
Adapun tugas pokok dan fungsi pemerintah sebagai pengawasan KTR ini adalah
berkerja sama dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Seperti SKPD dibidang kesehatan melakukan
pengawasan terhadap KTR fasilitas pelayanan kesehatan, SKPD dibidang pendidikan
melakukan pengawasan ditempat proses belajar mengajar dan tempat anak-anak
bermain, SKPD dibidang sosial melakukan pengawasan KTR ditempat ibadah, SKPD
dibidang perhubungan melakukan pengawasan terhadap KTR angkutan umum,
SKPD dibidang olahraga melakukan pengawasan KTR fasilitas olahraga, SKPD
dibidang ketenagakerjaan melakukan pengawasan KTR ditempat kerja, SKPD
16

Ibid.,.bab 1, Tentang Ketentuan Umum, pasal 1 huruf 26.

10
Universitas Sumatera Utara

dibidang pariwisata dan bidang perhubungan melakukan pengawasan KTR ditempat
umum, SKPD dibidang ketertiban umum melakukan pengawasan seluruh KTR,
SKPD dibidang pertamanan melakukan pengawasan KTR di kawasan pertamanan
atau tempat lain yang menjadi tanggungjawabnya. Hasil dari pengawasan
sebagaimana ayat 1 dilaporkan oleh masing-masing instansi sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing kepada walikota melalui sekretaris daerah paling lambat enam
bulan.17
Adapun bentuk kinerja pemerintah daerah kota Medan yang telah dilaksanaan
dengan melibatkan seluruh SKPD yang bersangkutan, seperti mengadakan sosialisasi
kepada insitusi, kepada masyarakat, seminar kepada mahasiswa dan promosi bahaya
merokok dan asap rokok serta area yang menjadi KTR dikota Medan. Setelah itu
penempelan stiker di tempat-tempat yang telah diatur KTR tersebut.18
Terciptanya suatu perda KTR di kota Medan, merupakan salah satu jawaban
solusi untuk masyarakat kota medan agar hidup sehat dari pencemaran lingkungan
dan berwawasan lingkungan. Karena kesehatan lingkungan atau pembangunan kota
Medan berwawasan lingkungan adalah tanggungjawab bersama. Sekecil apapun yang
dilakukan sangat berguna untuk pembangunan kota Medan yang berwawasan
lingkungan. Dengan demikian semua warga kota Medan akan tunduk pada Perda
KTR Nomor 3 Tahun 2014 yang merupakan kebijakan publik demi kebijakan
bersama.
Namun pada implementasinya perda KTR ini masih belum maksimal dilihat dari
fasilitas-fasilitas KTR yang tidak mendukung, contohnya saja di tempat belajar
mengajar kampus Universitas Sumatera Utara di 15 fakultas di bagian
administrasinya hampir seluruh ruangan KTR belum tersedia, ditambah lagi kurang
17

Ibid, Bab XI, Tentang Pembinaan dan Pengawasan, pasal 33 dan 34, hal 20.
http://harian.analisadaily.com/opini/newes/implementasi-ktr-di-kota-medan/12/08/2016(diakses12februari 2017
pukul 07.45 Wib)
18

11
Universitas Sumatera Utara

maksimalnya bentuk-bentuk sosialisasi KTR dari pemerintah kota Medan kepada
masyarakat seperti, belum terlaksananya pemasangan spanduk, stiker/ larangan
merokok di tempat-tempat KTR, Hanya saja yang terlaksana dari bentuk sosialisasi
pemerintah kota Medan yaitu pemasangan brosur/larangan merokok ditempat-tempat
yang telah dinyatakan KTR.
Selain itu, kurang maksimalnya dalam implementasi perda No. 3 tahun 2014
tentang KTR yaitu kurangnya penegasan sanksi terhadap pelanggar, sehingga masih
banyak perokok yang melanggar sembarangan tempat contohnya saja didalam
angkutan umum, tempat belajar mengajar, rumah ibadah, tempat kerja dan tempat
umum, dan juga ditempat kerja anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara sendiri yang
ikut melanggar Perda KTR tersebut serta Pergub Sumatera Utara No. 35 tahun 2012
tentang KTR pada Perkatoran di lingkungan pemerintahan Provinsi Sumatara Utara
merokok saat membahas agenda penting ketika rapat. Yang jadi pertanyaanya
bagaimana implementasi dilingkungan masayarakat, Sedangkan dipemerintahannya
saja sebagai percontohan yang melanggar hal tersebut.19
Maka dalam hal ini saya tertarik untuk menganalisis pengawasan dan ketegasan
DPRD kota Medan sebagai lembaga mengawasi dan juga pelaksanaan Perda dari
keputusan pemerintah daerah. Meninjau setelah peraturan daerah itu telah dibuat dan
dilaksanakan sekitar 4 tahun yang lalu bersama DPRD dan pemerintah daerah kota
Medan, maka dalam hal ini DPRD kota Medan wajib mengawasi atas berlakunya
Perda tersebut. Karena pengawasan adalah merupakan salah satu fungsi DPRD dalam
bermitra dengan pemerintahan daerah untuk mengwujudkan Perda Nomor 3 tahun
2014 tentang kawasan tanpa rokok kota medan dapat berjalan dengan semestinya.

19

http://www.topmetro.co/2016/04/merokok-anggota-dprd-sumut-langgar-ktr.html (diakses pada 24 maret 2017
pukul 08.12 wib.)

12
Universitas Sumatera Utara

Bedasarkan uraian diatas saya tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan
judul Pengawasan DPRD terhadap kinerja pemerintah kota Medan dalam
implementasi Perda Nomor 3 tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok dikota
Medan.

B. Rumusan Masalah
Dari penelitian ini penulis mengambil garis besar rumusan masalahnya yaitu:
“Bagaimana Pengawasan DPRD terhadap Kinerja Pemerintah Kota Medan (Studi
Kasus: Implementasi Perda No 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok)?

C. Pembatasan Masalah
Batasan masalah berfungsi untuk membatasi penelitian ini agar tidak
melebar dan tetap fokus pada permasalahan yang akan diteliti. Adapun batasan
masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana implementasi Perda No. 3 tahun 2014 tentang kawasan tanpa
rokok di kantor DPRD kota Medan dan lingkungan Dinas Pendidikan kota
Medan.
2. Bagaimana bentuk-bentuk pengawasan DPRD kota medan terhadap kinerja
pemerintah kota Medan dalam imlementasi perda Nomor 3 tahun 2014
tentang pelaksanaan KTR.

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan Implementasi dari Perda No. 3 tahun 2014 tentang
kawasan tanpa rokok di kantor DPRD kota Medan dan lingkungan Dinas

13
Universitas Sumatera Utara

Pendidikan kota medan.
2. Untuk menganalisis bentuk-bentuk fungsi dari Pengawasan anggota DPRD
kota Medan terhadap kinerja pemerintah daerah kota Medan dalam Perda
nomor 3 tahun 2014 tentang KTR ini.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi peneliti,
pengembangan ilmu pengetahuan, maupun masyarakat di sekitarnya;
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu menerapkan beberapa teori
yang digunakan penulis sebagai pisau analisis. Diantaranya teori trias
politika, teori perwakilan politik dan teori kebijakan publik.
2. Secara kelembagaan, penelitian ini dapat menambah perbendaharaan
referensi penelitian sosial tentang pengawasan DPRD terhadap kinerja
pemerintah kota Medan dalam melaksanakan implementasi Perda nomor 3
tahun 2014 tentang KTR bagi Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, serta Universitas Sumatera Utara.
3. Bagi masyarakat umum, khususnya masayarakat kota Medan dalam
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengetahuan tentang kawasan
tanpa rokok kota medan dan berharap masyarakat terus meningkatkan
partisipasinya dalam melaksanakan implementasi Perda tentang kawasan
tanpa rokok.

F. Kerangka Teori
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antara konsep.20 Dalam hal ini penulis akan mengambil teori-teori yang
20

Masri singarimbun dan sofyan Efendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995, hal 37.

14
Universitas Sumatera Utara

berkaitan dengan fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja pemerintah daerah
serta partisipasi masyarakat dalam melaksanakan perda KTR kota Medan.

F.1. Teori Trias Politika
Teori Trias Politika merupakan bagian dari perkembangan dari teori
kekuasaan. Yang mana kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu
kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau sekelompok lain sesuai dari
keinginan dari perilaku.21 Adapun teori dari Trias Politika adalah sebuah ide bahwa
sebuah pemerintahan bedaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan yang
kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang
terlalu banyak. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu perinsip normatif
bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang
sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.22
Trias politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan
kepada tiga lembaga berbeda: Legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Legislatif adalah
lembaga untuk membuat undang-undang, sedangkan eksekutif adalah lembaga yang
menjalankan undang-undang tersebut dan yudikatif adalah lembaga yang
mengawasi jalannya pemerintahan (eksekutif). Menginterpretasikan undang-undang
atau perda jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun
perseorangan manapun yang melanggar undang-undang atau perda tersebut.23
Menurut Jhon Locke (1632-17755) Trias Politika adalah adanya pemisahan
kekuasaan (separation of powers) menjadi tiga bagian yang memiliki tugas masingmasing. Kekuasaan lembaga tersebut secara langsung maupun tidak langsung harus
berdiri sendiri yaitu lembaga eksekutif (eksekutif Power), lembaga legislatif
(legislative power) dan federatif (federatif power).
21

Miriam Budiardjo,. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,. hal. 10.
Ibid,.hal. 282.
23
Ibid,.hal. 283.

22

15
Universitas Sumatera Utara

Pemisahan kekuasaan (separation of powers) yang dikemukakan oleh Jhon
Locke tersebut memiliki 3 fungsi lembaga yaitu lembaga legislatif, lembaga
eksekutif dan lembaga federative yaitu:24
1. Lembaga legislatif yang berfungsi sebagai pembuat undang-undang maupun
peraturan fundamental negara yang menjadi dasar pelaksanaan kinerja
lembaga eksekutif. Bidang legislatif tidak dapat dialihkan kepada siapa pun
atau lembaga apapun, sebab kekuasaan legislative adalah manifestasi
pendelegasian rakyat kepada negara. Legislatif sebagai lembaga perwakilan
rakyat diyakini sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk menyusun
aturan-aturan pemerintah sebagai wujud kedaulatan tertinggi berada ditangan
rakyat. Undang-undang yang telah dibuat selanjutnya akan menjadi landasan
lembaga eksekutif dalam melakukan tugasnya sebagai lembaga yang
menjalankan roda pemerintahan. Oleh sebab itu, lembaga legislative harus
benar-benar melakukan tugasnya dengan mengatasnamakan rakyat dan
diharapkan tidak ikut serta menekan kepentingan rakyat. Dimana lembaga
legislatif dapat dikatakan sebagai penghubung antara kepentingan rakyat
dengan penguasa.
2. Lembaga eksekutif yang berfungsi sebagai pelaksana undang-undang yang
telah dibentuk oleh lembaga legislatif. Dalam pemahaman Jhon Locke
sebagai pelaksana undang-undang dan peraturan yang dibentuk lembaga
legislatif, eksekutif secara langsung memiliki fungsi sebagai badan
peradilan. Locke memandang mengadili itu sebagai uitvoering, termasuk
pelaksana undang-undang. Lembaga eksekutif dapat dikatakan sebagai
lembaga yang sangat sentral posisinya dalam roda pemerintahan. Meskipun
lembaga ini diawasi oleh lembaga lain. Lembaga eksekutif masih memiliki
wewenang (authority) untuk memutuskan langkah apa yang akan dilakukan
24

Firdaus Syam,. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Bumi Aksara. hal. 136

16
Universitas Sumatera Utara

dalam menjalankan pemerintahan.
3. Lembaga federatif, yakni kekuasaan yang terkait dengan masalah hubungan
luar negeri, menentukan perang, perdamaian, liga dan aliansi antar Negara
serta transaksi dengan Negara asing. Locke tidak memasukan kekuasaan
federatif kedalam kekuasaan eksekutif dengan alasan praktis. Untuk menjaga
agar kekuasaan dapat berjalan dengan baik maka masing-masing lembaga
atau institusi negara harus dipegang oleh orang-orang yang berbeda.
Kekuasaan federative ini dirasakan penting karena dipengaruhi oleh keadaan
politik antar bangsa yang sanagat rawan akan peperangan. Panasnya
hubungan antar negara mempengaruhi pemikiran Jhon Lucke untuk
membagi kekuasaan federative sebagai sutu lembaga yang fokus mengurus
hubungan negara dengan negara lain baik itu dalam hal kerjasama maupun
perperangan.

Sedangkan menurut Charles Louis de Secondant Baron de Montesquieu
(1689-1755) yang merupakan tokoh yang mengembangkan teori Trias Politika yang
sebelumnya dikemuakan oleh Jhon Locke. Meskipun tetap membagi kekuasaan
menjadi tiga lembaga yang terpisah, Jhon dan Montesquieu tetap memiliki
pandangan yang berbeda. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Jhon Locke,
pemisahan kekuasaan versi Montesquieu yakni kekuasaan legislatif dan eksekutif
tetap ada. Namun yang menjadi pembeda yakni penggantian kekuasaan federatif
menjadi yudikatif. Montesquieu sendiri mengemukakan bahwa pembagian
kekuasaan bukan berarti pemisahan secara mutlak. Sebab masih adanya saling
pengaruh antar badan-badan yang mengendalikan masing-masing pilar suprastruktur
politik tersebut.25

25

Ibid, hal. 146

17
Universitas Sumatera Utara

Menurut pandangan Montesquieu ada 3 konsep dan fungsi Trias Politica
diantaranya yaitu lembaga legislatif, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif
sebagai berikut:26
1. Lembaga legislatif merupakan lembaga yang menjadi lembaga keterlibatan
rakyat dalam suatu Negara. Untuk menjaga kekuasaan yang sifatnya absolut
dan hanya menguntungkan pihak penguasa, dibutuhkan suatu lembaga yang
berperan sebagai mediator rakyat dengan penguasa. Sebagai komunikator
serta aggregator aspirasi dari kepentingan orang banyak. Lembaga legislatif
ini diyakini akan menjadi sebagai dewan rakyat yang masing-masing
memiliki veto atas lainya. Mereka bukanlah wakil-wakil rakyat sebagaimana
yang kita pahami pada masa sekarang ini.
2. Lembaga

eksekutif,

merupakan

lembaga

yang

menjalankan

roda

pemerintahan. Kekuasaan eksekutif yakni kekuasaan yang bertugas untuk
melaksanakan undang-undang dan peraturan perundang lainya. Dalam
menyelengarakan administrasi negara. Sebagaimana konsep pembagian
kekuasaan (distribution of powers). Lembaga ini sewaktu-waktu harus
berkerjasama dengan lembaga lainya terutama bagi lembaga legislative.
Meskipun sebagai lembaga pelaksana undang-undang, eksekutif masih diberi
porsi untuk memberikan rancangan terhadap lembaga eksekutif. Dalam hal
ini, kebijakan luar negeri berada dalam wewenang kekuasaan eksekutif.
3. Lembaga yudikatif, merupakan lembaga yang memegang wewenang sebagai
fungsi peradilan atas pelanggaran undang-undang. Terutama adanya lembaga
yudikatif yang ditekankan oleh Montisquieu, karena disinilah letaknya
kemerdekan individu dan hak asasi manusia dijamin dan dipertaruhakan.
Kekuasaan yudikatif penting dan harus dipisahkan dari dua kekuasaan lainya
juga untuk menghindar adanya kesewenangan-wewenang pengguasa.
26

Miriam Boediardjo, Op cit. hal. 283

18
Universitas Sumatera Utara

Kekuasaan ini lah yang selanjutnya akan bertugas untuk menegakkan hukum
yang telah disepakati.

F.2. Teori Perwakilan Politik
Teori perwakilan politik pertama kali dicetuskan oleh Alfred de Gazio,
mengemukakan bahwa perwakilan politik merupakan hubungan antara dua pihak
yaitu wakil dengan yang terwakili dimana wakil memiliki kewenangan untuk
melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya. 27
Dengan demikian keterwakilan politik hanya akan terwujud apabila kepentingan
anggota masyarakat telah diwakili sepenuhnya oleh wakil-wakil mereka didalam
lembaga perlemen.
Dalam perkembangannya rakyat menyelenggarakan kedaulatan yang
dimilikinya melalui wakilnya. Para wakil rakyat inilah yang kemudian mewakili
mayoritas rakyat. Oleh karenanya masyarakat memberikan mandat kepada para
wakilnya untuk mewakili kepentingannya dalam proses politik dan pemerintahan. 28
Secara teoritis setiap wakil tentunya melihat dirinya merupakan wakil yang
mewakili warga negara yang berada dalam batas lingkup perwakilannya. Namun
dalam implementasinya hal ini sangatlah sulit dilakukan hal ini dikarenakan tidaklah
mungkin seorang wakil memberikan seluruh perhatian terhadap rakyat yang
diwakilinya. Oleh karenanya para wakil biasanya melakukan pemusatan perhatian
yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yang memberikan perhatian kepada
kelompok, memperhatikan partai, dan memperhatikan wilayah dan daerah yang
diwakili.29 Melalui teori ini kemudian akan memudahkan para wakil untuk
memperjuangkan kepentingan keseluruhan rakyat yang diwakilinya.
Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat.
27

Arbi Sanit,. 1985. Perwakilan Politik Indonesia. Jakarta: CV Rajawali. hal 1.
Ibid,. hal 37.
29
Ibid, hal, 29.
28

19
Universitas Sumatera Utara

Maka badan legislatif menjadi badan yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu
dengan jalan menentukan kebijakan umum dan menuangkannya dalam undangundang. Sehingga badan eksekutif hanya berperan sebagai penyelenggara dari
kebijakan umum.
Salah satu pemikir yang merupakan pelopor dari gagasan kedaulatan rakyat
Rousseau menolak adanya badan perwakilan, tetapi mencita-citakan bentuk
demokrasi langsung, dimana rakyat secara langsung merundingkan serta
memutuskan soal-soal kenegaraan dan politik. Akan tetapi apa yang dinantikan oleh
Rousseau sangatlah tidak praktis, dan hanya diprtahankan dalam bentuk khusus dan
terbatas seperti pada referendum. Boleh dikatakan bahwa dalam Negara modern
dewasa ini rakyat menyelenggarakan kedaulatan yang dimilikinya melalui wakilwakil yang dipilihnya secara berkala.
Dalam negara demokratis sekarang ini selain menjalankan kedaulatan rakyat
lembaga legislatif juga dituntut untuk bisa melakukan fungsi pengawasan terhadap
pemerintah atau eksekutif. Jika melihat fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Dalam menjelaskan hal ini maka akan memunculkan dua opsi terhadap hubungan
antara legislatif dan eksekutif saling memperlemah atau saling searah atau
mendukung sesuai dengan fungsi legislatif. Sebagaimana yang diatur dalam undangundang setiap negara, lembaga legislatif memiliki peranan dan fungsi.Namun
diantara fungsi badan legislatif yang paling penting yaitu membentuk undangundang (legislasi), mengontrol eksekutif, dan menentukan aggaran. 30
Sedangakan menurut Alfred de Gazio perwakilan politik memiliki tiga
fungsi yaitu Fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan sebagai
berikut:31

30
31

Ibid,. hal, 49.
Ibid,.hal. 48

20
Universitas Sumatera Utara

a. Fungsi Legislasi
Fungsi ini merupakan wewenang badan legislatif untuk merumuskan
perundang-undangan. Dimana dalam membahasa badan legislatif sering membentuk
panitia-panitia untuk memanggil menteri atau pejabat lain untuk dimintai keterangan
seperlunya. Namun dewasa ini wewenang ini kemudian mulai bergeser kebadan
eksekutif. Mayoritas undang-undang dirumuskan dan dibahas oleh eksekutif dan
selanjutnya legislatif hanya tinggal mengesahkan dan mengamandemennya. Hal ini
dilatarbelakangi oleh banyaknya Negara modern sekarang yang memberikan
tanggungjawab kesejahteraan rakyat kepada eksekutif karena itu harus mengatur
semua aspek kehidupan masyarakat.
b. Fungsi Anggaran
Fungsi aggaran menentukan pemasukan dan pengeluaran uang Negara yang
pada hakikatnya adalah uang rakyat. Baik pembelanjaan Negara yang diambil dari
pajak sebagai sumbernya, maupun yang berasal dari bantuan atau pinjaman luar
negeri. Fungsi anggaran ini dilaksanakan untuk membahas dan memberikan
persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD yang diajuakan pemerintah.
c. Fungsi pengawasan
Dalam kualifikasinya sebagai wakil rakyat sesungguhnya pengawasan yang
dilakukan oleh badan perwakilan pertama kali berkenaan dengan keputusan yang
telah dikeluarkannya dalam bentuk undang-undang. Eksekutif dan yudikatif yang
bertindak sebagai pelaksana perlu dinilai apakah cukup tepat melaksanakan
keputusan tersebut. Kedua pengawasan itu merupakan konsekuensi dari kekuasaan
rakyat yang dioperasikannya. Sebagai pemegang mandat kekuasaan badan
perwakilan

bertanggungjawab

atas

pemamfaatan

mandat

tersebut

kepada

pemberinya. Seiring semakin berkurangnya fungsi legislasi yang dimiliki badan
legislatif maka peranannya dibidang pengawasan semakin menonjol. Oleh

21
Universitas Sumatera Utara

karenanya badan legislatif senantiasa mengawasi kebijakan-kebijakan yang
dilaksanakan eksekutif. Dimana legislatif memiliki tiga hak dalam pengawasan
diantaranya hak interpelasi, hak petisi, dan hak angket.32
1. Hak interpelasi merupakan hak untuk meminta keterangan kepada
pemerintah

mengenai

kebijakannya

didalam

suatu

bidang.

Dalam

melaksanakannya hak interpelasi, eksekutif wajib memberikan penjelasan
dalam sidang pleno yang mana dibahas oleh anggota-anggota dan diakhiri
dengan pemungutan suara mengenai apakah memuasakan atau tidak. Apabila
kebijakannya kurang memuaskan maka hal ini menunjukkan kebiajakan
eksekutif diragukan untuk dilaksanakan.
2. Hak petisi hampir sama dengan hak interpelasi yaitu untuk memintai
keterangan eksekutif mengenai suatu kebijakan akan tetapi dalam hak ini
tidak diikuti dengan perdebatan terbuka karena sifatnya hanya meminta
jawaban sesuai materi jawabannya. Pertanyaan dabat diberikan secara lisan
ataupun tulisan serta dapat dijawab secara lisan maupun tulisan.
3. Hak angket merupakan hak badan legislatif untuk mengadakan suatu
penyelidikan terhadap suatu kebijakan pemerintah yang dianggap gagal.
Dalam hal ini badan legislatif akan membentuk panitia angket dan
melaporkan hasil penyelidikan kepada anggota DPR lainnya.

F.3. Teori Kebijakan Publik
Menurut Rudi Sinaga Kebijakan Publik adalah sebuah keputusan yang
mencerminkan sikap pemerintah terhadap suatu persoalan yang telah, sedang atau
akan dihadapi oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara yang bertugas
menjaga kelangsungan hidup dan ketertiban warga Negara. 33

32

33

Ibid
Rudi salam Sinaga, S.Sos, M.Si. 2013. Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 57

22
Universitas Sumatera Utara

Menurut Thomas R. Dye (1981), Kebijakan Publik dikatakan sebagai apa
yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Dapat
diklasifikasikan sebagai

decision making, dimana

pemerintah mempunyai

wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif. Termasuk keputusan untuk
membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.34
Menurut Anderson kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai
maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor dalam mengatasi suatu masalah atau
suatu persoalan.35
Sedangkan menurut Mustopadidjaja kebijakan publik Adalah suatu
keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk
melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang dilakukan
oleh instansi yang berwenang dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan
Negara dan pembangunan.
Sistem kebijakan adalah tatanan kelembagaan yang berperan atau merupakan
“wahana” dalam penyelenggaraan sebahagian atau keseluruhan “Proses Kebijakan”
(formulasi, imlementasi, pengendalian, dan akuntabilitas kinerja kebijakan) yang
mengakomodasikan kegiatan teknis (Technical process) maupun sosiopolitis
(sosiopolitical process) serta lingkungan hubungan atau interaksi antar empat faktor
dinamik, yaitu: lingkungan kebijakan, pembuat dan pelaksana kebijakan, kebijakan
itu sendiri dan kelompok sasaran kebijakan. 36 Kebijakan yang telah dibuat tidak
akan memiliki arti apapun ketika dalam penerapan kebijakan menemukan hambatan
yang menjadikan kebijakan tersebut hanyalah sebuah teks tanpa tindakan .
George C. Edwarsd menyampaikan ada empat variabel yang mempengaruhi
proses penerapan kebijakan yakni:

34

Hasel Nogi S. Tangkilisan. 2003. Teori dan Konsep Kebijakan Publik dalam Kebijakan Publik yang Membumi,
konsep, Strategi dan Kasus. Yogyakarta: Lukman Offset dan YPAPI.hal.1.
35
Inu kencana Syafiie. Ilmu Politik, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 74.
36
Rudi salam Sinaga, S.Sos, M.Si, Op.Cit, hlm. 56

23
Universitas Sumatera Utara

1. Komunikasi, memegang peranan penting karena pelaksana harus mengetahui
apa yang mereka kerjakan. Dalam artian Perintah untuk menerapakan
kebijakan harus diteruskan kepada aparat, dan perintah harus jelas, tepat dan
konsisten.
2. Sumber daya, sangat diperlukan karna kurangnya sumber daya akan
mengakibatkan ketidak efektifan penerapan kebijakan.
3. Disposisi atau sikap pelaksana diartikan sebagai keinginan atau kesepakatan
dikalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan secara efektif, bukan
hanya harus mengetahui apa yang harus mereka kerjakan dan memiliki
kemampuan untuk menerapkan. Tetapi mereka juga harus mempunyai
keinginan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
4. Struktur birokrasi, mempunyai dampak atas penerapan kebijakan dalam arti
bahwa penerapan tidak akan berhasil jika terdapat kekurangan dalam struktur
birokrasi tersebut. Dalam hal ini difokuskan perhatian dua karateristik
birokrasi yang umum yaitu penggunaan sikap dan prosedur yang rutin, serta
fragmentasi dalam pertanggungjawaban di antara berbagai unit organisasi.
Mengutip pernyataan Presiden Carter, Edward menulis: “Terlampau banyak
instansi, mengerjakan terlampau banyak hal, terlampau sering overlapping,
sukar melakukan kordinasi, membelanjakan terlampau banyak uang, dan
berkerja terlampau sedikit untuk mengatasi berbagai masalah.”37

Menurut Wilaim Dunn (1999) kebijakan publik dibagi menjadi beberapa
tahap-tahap yaitu:38
1. Penyusunan Agenda
Para pengambil kebijakan (Eksekutif, Legislatif) menginventarisir persoalan37

Amir Santoso. Analisis Kebijakan Publik: Masalah dan Pendekatan, Jurnal Ilmu Politik 4, Jakarta: AIPI,LIVI
dengan PT. Gramedia, hlm.8.
38
William N. Dunn,. 1999. Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm.

24
Universitas Sumatera Utara

persoalan yang sedang dihadapi. Dari berbagai persoalan yang telah
diinventarisir maka akan dilihat mana persoalan yang dapat ditempatkan
sebagai prioritas untuk diselesaikan. Sehingga tidak semua persoalan yang
ada (telah diinventarisir) dapat dijadikan sebagai sebuah persoalan yang akan
ditindaklanjuti melainkan akan ditunda, dan mendahulukan persoalan yang
dianggap prioritas.
2. Formulasi Kebijakan
Pada tahap ini, persoalan yang telah disepakati sebagai perioritas yang harus
diselesaikan kemudian dibahas bersamaan dengan pencarian pemecahan
masalah. Dalam situasi ini banyak alternaif pemecahan masalah di paparkan
dan bisa dikatakan berbagai alternatif pemecahan masalah saling
berkompetisi agar dapat diterima menjadi pemecahan masalah yang terbaik.
3. Adopsi Kebijakan
Dari berbagai alternatif pemecahan masalah (solusi) yang ditawarkan pada
tahap formulasi kebijakan maka dalam tahap ini pengambilan kebijakan
harus memilih sutu alternatif pemecahan masalah dari yang tersedia. Dan
alternatif inilah satu-satunya sebagai alternatif yang akan diadopsi sebagai
alternatif pemecahan masalah berupa kebijakan.
4. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan akan menjadi efektif kepada warga negara apabila
kebijakan tersebut di sosialisasikan terlebih dahulu kepada waraga negara
sehingga warganegara mengetahui secara pasti bahwa kebijakan tersebut
sungguh benar atau sah keberadaanya. Catatan yang penting untuk
diperhatikan disini adalah bagaimana membuat sosialisasi tersebut secara
efektif dan efisien sehingga tidak memboroskan anggaran keuangan daerah.
Bisa disarankan penggunaan media masa seperti koran local secara periodik.
Sehingga ongkos sewa hotel, kosumsi, honor narasumber tidak perlu lagi ada

25
Universitas Sumatera Utara

seperti halnya pada kegiatan sosialisasi-sosialisasi yang bisa dilakukan oleh
pemerintahan daerah atau lembaga Negara lainya.
5. Evaluasi kebijakan
Setelah kebijakan diimplementasikan, pada tahap ini terus diikuti dengan
tahap monitoring agar perkembangan kebijakan dapat diketahui, dalam arti
kebijakan tersebut bisa diterima oleh mayoritas warga Negara atau tidak
diterima oleh mayoritas warga negara. Monitoring memiliki peran yang
penting

agar

memudahkan

untuk

mengumpulkan

informasi

terkait

perkembangan kebijakan setelah diimlementasikan dan hasil monitoring
sebagai bahan bagi tahap evaluasi kebijakan. Evaluasi kebijakan memerlukan
sederetan informasi yang berkenaan dengan perkembangan kebijakan setelah
diimplementasikan, disinilah peran monitoring kebijakan akan sangat
bermamfaat bagi tahap evaluasi kebijakan. Jika kebijakan mendapatkan
resistensi dari mayoritas warga Negara maka kebijakan tersebut akan di
analisis sehingga diketahui solusinya seperti memformulasikan kebijakan
merivisi atau membatalkan kebijakan yang telah diimplementasikan.

Selanjutnya Dunn mengemukakan studi kebijakan publik mempelajari
keputusan-keputusan pemerintah dalam mengatasi suatu masalah yang terjadi
perhatian publik. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah menurut
Dunn sebagian disebabkan oleh kegagalan birokrasi dalam memberikan pelayanan
dan menyelesaikan persoalan publik. Kegagalan tersebut adalah Information failures,
complex side effects, motivation failures, renstseeking, second best theory,
implementation failures. Berdasarkan stratifikasinya, kebijakan public dapat dilihat
dari tiga tingkatan, yaitu kebijakan umum (strategi), kebijakan menajerial, dan
kebijakan teknis operasional. Selain itu, dari sudut mengemen, proses kerja dari

26
Universitas Sumatera Utara

kebijakan publik dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi: 39

1. Pembuatan Kebijakan
2. Pelaksanaan dan pengendalian
3. Evaluasi kebijakan

Carl fredrich memandang kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang
disusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap
kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan
tertentu.40

G. Definisi Konsep

G.1. Pengawasan
Pengawasan merupakan hal penting dalam upaya untuk menjamin kegiatankegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan tujuan dapat tercapai.
Langkah awal dari pengawasan adalah dimulai dari perencanaan, penetapan tujuan,
penetapan standart dan penetapan sasaran dari pelaksanaan suatu kegitan.
Pengawasan

membantu

penilaian,

apakah

perencanaan,

pengorganisasian,

penyusunan personalia, dan pengarah telah dilaksanakan secara efektif.41
Menurut George R. Tery (2006) mengartikan pengawasan sebagai
mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, artinya mengevaluasi prestasi kerja
dan apabila perlu, dengan menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil
pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Sementara menurut
39

Ibid,.hal 24.
Budi Winarno,. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: media Pressindo. hal 16.
41
Handoko, T Hani,, 1999. Menagemen.BPFE. Yogyakarta: Yogyakarta. hal 34.
40

27
Universitas Sumatera Utara

Donnelly (1996) yang mengelompokan pengawasan menjadi 3 tipe pengawasan
yaitu:42
1. Pengawasan Pendahuluan (Preliminary Control)
Pengawasan pendahuluan (preliminary control), yakni pengawasan yang
terjadi

sebelum

kerja

dilakukan.

Dimana

pengawasan

pendahuluan

bisa

menghilangkan penyimpangan tersebut terjadi. Pengawasan pendahuluan juga
mencakup segala upaya menajerial untuk memperbesar kemungkinan hasil actual
akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan.
Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi-deviasi
pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan pada organisasiorganisasi. Sumber daya ini harus memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang
ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Diharapkan dengan
management akan menciptakan kebijakan dan prosedur serta aturan yang ditujukan
untuk menghilangkan perilaku Yang menyebabkan hasil kerja yang tidak
diinginkan. Dengan demikian, maka kebijakan merupakan pedoman yang baik untuk
tindakan masa mendatang. Pengawasan pendahuluan meliputi: pengawasan
pendahuluan sumber daya manusia, pengawasan pendahuluan bahan-bahan,
pengawasan pendahuluan modal dan pengawasan pendahuluan sumber-sumber daya
finansial.
2. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)
Pengawasan pada saat kerja berlangsung adalah pengawasan yang terjadi
ketika pekerjaan dilaksanakan. Memonitor pekerjaan yang berlangsung untuk
memastikan bahwa sasaran telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri dari
tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka.
Direction berhubungan deng