Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, saat ini sedang

menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius. Banyak
usaha yang dilakukan oleh pihak pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah
yang terjadi di indonesia dengan cara menanggapi aspirasi masyarakat secara adil.
Reformasi pada tahun 1998 merupakan salah satu reaksi terhadap permasalahan
yang terjadi di dalam birokrasi indonesia. Pemusatan kekuasaan yang didominasi
oleh keputusan presiden mengakibatkan fungsi birokrasi pemerintah tidak
terlaksana secara efektif bahkan menimbulkan keresahan dan keraguan
masyarakat terhadap pemerintah. Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada
birokrasi,

pemerintah

berusaha


meningkatkan

pelayanan

publik

dengan

melakukan berbagai upaya, yang salah satunya yaitu melaksanakan penerapan
prinsip-prinsip good governance.
Good governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam versi World
Bank, good governance adalah suatu peyelengaraan manajemen pembangunan
yang bertanggung jawab dan sejalan dengan prinsip demokrasi. Penerapan prinsip
good governance mengarahkan pengalokasian dana investasi yang tepat sasaran
sehingga mencegah terjadinya korupsi baik secara politik maupun secara
administratif. Penggunaan dana anggaran yang digunakan secara disiplin
membantu mendorong tumbuhnya aktifitas usaha yang legal.

1


Universitas Sumatera Utara

Secara umum, governance diartikan sebagai kualitas hubungan antara
pemerintah dan masyarakat yang dilayani dan dilindungi, yang dalam istilah lain
disebut private sectors (sektor swasta/dunia usaha), dan society (masyarakat).
Oleh sebab itu good governance sektor publik diartikan sebagai suatu proses tata
kelola pemerintahan yang baik dengan melibatkan stakeholders terhadap berbagai
kegiatan perekonomian, sosial politik, dan pemanfaatan berbagai sumber daya
seperti sumber daya alam, keuangan, dan manusia bagi kepentingan rakyat yang
dilaksanakan dengan menganut asas keadialan, pemerataan, persamaan, efisiensi,
transparansi dan akuntabilitas (World Conference on Governance, UNDP, 1999),
(Sedarmayanti 2007: 2)
Ada berbagai macam masalah yang terjadi di birokrasi pemerintahan
salah satunya yaitu adanya organisasi yang gemuk mengakibatkan kewenangan
antar lembaga menjadi tidak jelas. Sistem serta metode dan prosedur kerja dalam
organisasi yang gemuk belum tertib sehingga pegawai negeri sipil yang bekerja
dalam birokrasi pemerintah pada masa tersebut belum profesional, belum netral
dan belum terjamin kesejahteraanya. praktek kolusi dan nepotisme masih
mengakar, koordinasi dalam menjalankan program pemerintah belum terarah,
serta displin dan etos kerja aparatur negara masih rendah. (Moenir, 1992:20).

Penyelesaian masalah birokrasi dengan keadaan tersebut harus ditempuh
bukan sekedar dengan penyederhanaan struktur, melakukan evaluasi terhadap
tugas-tugas pokok dan fungsi saja, melainkan juga harus mendorong birokrasi
untuk menyadari bahwa hakikat pelayanan berarti semangat pengabdian yang
mengutamakan

efisiensi

dan

keberhasilan

bangsa

dalam

membangun.
2

Universitas Sumatera Utara


Manisfestasi hakikat tersebut dapat berupa perilaku “melayani bukan dilayani,
mendorong bukan menghambat, mempermudah bukan mempersulit, sederhana
bukan berbelit-belit, terbuka untuk setiap orang bukan segelintir orang.
(Mustopadidjaja AR, 2002).
Menilik dari fungsi utama pemerintah sebagai penyelenggara peyanan
publik dan seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, maka sudah menjadi
seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut.
Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap pemerintah
mengalami degradasi oleh lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi.
Pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima
kepada publik justru mendominasi untuk dilayani oleh publik karena adanya
rezim penguasa yang menyalahgunakan kedaulatan wewenang yang dipercayakan
kepada para pejabat birokrasi.
Semangat reformasi hadir untuk mewarnai pendayagunaan aparatur negara
dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung
kelancaran

dan


pemerintahan

keterpaduan

dengan

pelaksanaan

mempraktekan

tugas

fungsi

prinsip-prinsip

penyelenggaraan

Good


Governance.

Penerapan Good Governance dinilai akan membantu terwujudnya aspirasi
masyarakat yang mencita-citakan adanya pembangunan yang berdayaguna dan
bertanggung jawab oleh pejabat publik. Dengan adanya penerapan Good
Governance itu sendiri, secara otomatis akan terkelola Tata Pemerintahan yang
baik.

3

Universitas Sumatera Utara

Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang
diberlakukan dalam organisasi, baik organsisasi swasta maupun organisasi negeri
untuk mengambil suatu keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini tidak
sepenuhnya dapat menjamin segala sesuatu menjadi sempurna, namun apabila
prinsip-prinsip yang diterapkan dipatuhi jelas dapat megurangi penyalahgunaan
kekuasaan dan korupsi. Disamping itu juga dibutuhkan pengawasan yang tegas
oleh pimpinan pejabat di setiap bidang birokrasi dalam melaksanakan prinsipprinsip Good Govenance.
Tata


laksana

pemerintahan

yang

baik

dapat

dipahami

dengan

memberlakukan karakteristik dasar Good Goverannce yaitu: partisipasi,
penegakan

hukum,


kesetaraan,

akuntabilitas,pengawasan,

efisiensi

daya
dan

tanggap,
efektifitas,

wawasan
serta

ke

depan,

profesinalisme.


(http://thamrin.wordpress.com/2006/11/17/10-prinsip-goodgovernance).
Berdasarkan karakteristik dasar good governance yang telah dijabarkan
diatas, peneliti memfokuskan penelitiaan kepada prinsip akuntabiltas dan
tranparansi. Peneliti memilih kedua prinsip tersebut karena berdasarkan
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di lapangan, masalah akuntabilitas dan
transparansi cendrung terjadi dalam kehidupan masyarakat. Contohnya seperti
dalam hal pembuatan E-KTP dan KK, dimana prosedur pembuatan E-KTP dan
KK tersebut berbelit-belit, tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian,
besarnya biaya yang harus dikeluarkan, dan persyaratan yang tidak ada
transparansinya. Selain itu, masyarakat yang tidak memenuhi permintaan pegawai
untuk membayar tarif yang tidak sesuai justru menjadi tidak dilayani oleh
4

Universitas Sumatera Utara

pegawai. Hal ini juga terjadi di Kecamatan Pancurbatu. Kurangnya keramahan
pegawai dalam melayani pengurusan berbagai administrasi menyebabkan
masyarakat merasa tidak dilayani dengan baik. Selain itu pengurusan KTP dan
KK yang seharusnya gratis dan selesai minimal dalam jangka waktu seminggu,

tidak terlaksana dengan baik. Kurangnya transparansi dalam hal biaya
administrasi sangat dikeluhkan masyarakat. Masyarakat juga mengeluhkan
prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, kurang informatif,
kurang akomodatif, dan terbatasnya fasilitas, sarana, dan prasarana sehingga tidak
menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya). Selain itu ada juga beberapa
pegawai yang melakukan tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.
Apabila akuntabilitas dan transparansi kinerja pegawai tidak diperhatikan maka
akan mengakibatkan adanya kemunduran dalam kualitas pelayanan publik.
Masalah seperti ini pada umumnya sering terjadi di kecamatan.
Menurut Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2008 Kecamatan diartikan
sebagai wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
Kecamatan adalah organisasi pemerintah yang memiliki kekuasaan dan tanggung
jawab penuh dalam melaksanakan tugas dan fungsi sistem administrasi negara
yang diwenangkan oleh pemerintah pusat. Tugas dan fungsi yang dilaksanakan
oleh Pegawai Negeri Sipil pada kantor camat sebagai aparatur negara berkenaan
dengan upaya meningkatkan pelayanan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Akan tetapi ada tantangan besar yang harus dihadapi oleh birokrasi pemerintah
yang ada di kecamatan sebab selama ini birokrasi telah diidentikkan dengan
kinerja yang berbeli-belit, struktur yang tambun, penuh dengan kolusi, korupsi


5

Universitas Sumatera Utara

dan nepotisme, serta tidak ada standar yang pasti sehingga cukup sulit
menumbuhkan kembali kepercayaan diri masyarakat untuk mewujudkan visi
pemerintah pusat dalam hal pembangunan yang dahulunya dapat tercapai dengan
melakukan kerjasama.
Di Kecamatan Pancurbatu masyarakat mengalami kemunduran dalam
mempercayai

pemerintah

bertanggungjawab

dalam

karena

pemerintahan

menginformasikan

di

suatu

Camat
bentuk

kurang
laporan

pertanggungjawaban atas kinerja mereka kepada masyarakat sehingga masyarakat
tidak mengetahui apa-apa saja yang menjadi program kerja kecamatan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Transparansi dalam hal pelaksanaan kegiatan
dan pemberian informasi juga sangat terbatas. Hal ini tentu saja membuat
masyarakat kurang simpati dan kurang percaya atas kinerja para pegawai
kecamatan.
Akan tetapi di beberapa tempat, usaha-usaha yang dilakukan pemerintah
dalam mewujudkan pemerintahan yang baik melalui peningkatan pelayanan tidak
ada yang sia-sia dan sudah mulai menunjukan hasil yang cukup baik. Sebagai
contoh kecil yaitu jangka waktu yang dipergunakan dalam pembuatan E-KTP
yang semula sampai di tingkat Kabupaten, telah diperpendek hanya sampai di
tingkat kecamatan saja. Dengan demikian telah memangkas jalur dan waktu
pelayanan yang semula memakan waktu 5-7 hari menjadi hanya 2 hari saja,
bahkan terkadang hanya perlu waktu beberapa menit saja. Akan tetapi tidak
semua daerah secara merata mendapatkan pelayanan yang baik dalam pengurusan
E-KTP sehingga pemerintah harus tetap bekerja keras dalam mengawasi jalannya
6

Universitas Sumatera Utara

birokrasi sesuai dengan dengan prinsip-prinsip Good Governance. Masalah yang
dihadapi oleh birokrasi pemerintah juga tidak hanya berdiam pada urusan
pengurusan Elektronik Kartu Tanda Penduduk (E-KTP) saja melainkan juga
mencakup berbagai masalah yang luas. Untuk mengatasi masalah-masalah yang
terjadi dalam birokrasi pemerintah maka diperlukan adanya reformasi birokrasi
yang dapat dimulai dari penerapan prinsip-prinsip good governanace. Penerapan
prinsip-prinsip good governance tersebut akan mendorong meningkatnya
produktivitas pegawai negeri sipil dalam mengerjakan pelayanan publik. (Agus
Dwiyanto, dkk, 2001:10).
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka
penulis

tertarik

untuk

melakukan

penelitian

dengan

judul

“Pengaruh

Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor
Kecamatan Pancurbatu”.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang dapat

dirumuskan pada penelitan berikut ini adalah: “Bagaimana Pengaruh
Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor
Kecamatan Pancurbatu?”.
1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

7

Universitas Sumatera Utara

1. Untuk

mengetahui

bagaimana

pelaksanaan

Akuntabilitas

dan

Transparansi di kantor Camat Pancurbatu.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi
terhadap Pelayanan Publik di kantor Camat Pancurbatu.
1.4

Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan maupun koreksi
dan

pertimbangan

terhadap

permasalahan

yang

terkait

dengan

akuntabilitas dan transparansi guna meningkatkan pelayanan publik di
Kantor Camat Pancur Batu.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini dijadikan bahan informasi bagi peneliti untuk mengetahui
perkembangan

ilmu

pengetahuan,

khususnya

mengenai

pengaruh

akuntabilitas dan transparansi terhadap pelayanan publik. Selain itu
peneliti juga akan mampu mengembangkan tulisan ilmiah dengan
bimbingan yang telah diterima selama berkuliah di Ilmu Administrasi
Negara FISIP USU, dan mengaplikasikan teori di lapangan.
3. Bagi Akademisi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian ataupun referensi
untuk penelitian yang berkenaan dengan akuntabilitas dan transparansi
dikemudian hari.

8

Universitas Sumatera Utara

1.5

Kerangka Teori
Menurut Masri Singarimbun, (1989:37) bahwa Teori adalah serangkaian

asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara
konsep. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan
tentang teori – teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan
dilakukan. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1.5.1

Pelayanan Publik
Pelayanan publik adalah pelayanan yang disediakan untuk publik, apakah

disediakan secara umum atau disediakan secara privat. Pelayanan publik
ditafsirkan sebagai tanggungjawab pemerintah atas kegiatan yang ditunjukan
untuk kepentingan masyarakat (Kumorotomo, 1997 : 40).
Pendapat lain mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pengabdian
serta pelayanan kepada masyarakat berupa usaha yang dijalankan dan pelayanan
itu diberikan dengan memegang teguh syarat-syarat efesiensi, efektifitas,
ekonomis serta manajemen yang baik dan memuaskan (Sampara Lukman,
2006: 82).
Pengertian lengkap terhadap pelayanan publik yang dikutip dari undangundang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 menyebutkan bahwa
“pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam hal pemenuhan
kebutuhan manusia dengan cara memberi pelayanan yang sesuai dengan peraturan

9

Universitas Sumatera Utara

perundang-undang bagi setiap warga negara atas barang dan jasa pelayanan
administratif yang disediakan oleh para penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan publik disebut juga pelayanan umum. Pelayanan umum adalah
segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di
pusat maupun daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah
dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Menurut keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
(MENPAN) Nomor 26 tahun 2004.
Menurut undang-undang No. 25 tahun 2009, Pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Dilain pihak, Thoha (1991:39) memberi pengertian pelayanan masyarakat
sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau
instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat
dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Kasmir (2005:15), mengatakan bahwa “Pelayanan diberikan sebagai
tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan
kepada pelenggan atau nasabah”. Tindakan tersebut dapat dilakukan melalui cara
langsung berhadapan dengan pelanggan, bertemu dengan nasabah di suatu tempa

10

Universitas Sumatera Utara

ataupun pelayanan secara tidak langsung. Tindakan tersebut dilakukan guna
memenuhi keinginan pelanggan akan suatu produk yang mereka butuhkan.
Berdasarkan pengertian pelayanan publik yang diungkapkan oleh ahli di
atas, yang dimaksud hakekat pelayanan umum adalah:
a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum.
b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan,
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdayaguna
dan berhasilguna.
c. Mendorong tumbuh kembangnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta
masyarakat

dalam

pembangunan,

serta

meningkatkan

kesejahteraaan

masyarakat luas
d. Pelayanan umum dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang
bersifat sederhan, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau.
Secara umum

penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik mencakup

lingkup pelaksanaan yang luas dan kompleks, rumit serta dalam prosesnya
mengandung kegiatan yang saling berkait dengan kegiatan atau tugas dan fungsi
antar unit/instansi yang satu dengan lainnya.
Tujuan pelayanan publik (Juliantara 2005 : 20) “adalah memuaskan
sesuai dengan keinginan masyarakat dan warga pada umumnya. Untuk mencapai
hal ini dibutuhkan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan masyarakat. Kualitas dan mutu pelayanan adalah kesesuaian antara

11

Universitas Sumatera Utara

harapan dan keinginan dengan kenyataan. Ada aspek-aspek yang mempengaruhi
untuk tewujudnya kualitas dan mutu pelayanan publik. Aspek-aspek pelayanan
publik (Juliantara 2005:11) yaitu :
a. Transparan, artinya bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah
dimengerti oleh semua pihak yang berkepentingan.
b. Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan
perundang-undang yang telah ditentukan.
c. Kondisional, artinya adalah sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi
dan penerima pelayanan dengan tetap memperhatikan aspirasi kebutuhan dan
harapan masyarakat.
d. Kesamaan hak, adalah tidak deskriminatif dalam arti tidak membedakan
suku, ras, agama, dan status sosial dalam masyarakat.
Terdapat pula pola yang mempengaruhi terlaksananya aspek-aspek
pelayanan publik. Pola atau model penyelenggaraan pelayanan umum adalah
kesatuan bentuk tata penyelenggaraan pelayanan yang didasarkan pada suatu
prosedur dan tatakerja atau rangkaian kegiatan tertentu yang dilaksanakan secara
sistematis dengan memperhatikan sendi atau prinsip-prinsip pelayanan umum.
Sesuai dengan Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang ditetapkan dengan
Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993, prinsip-prinsip pelayanan publik
dapat dipahami sebagai berikut:

12

Universitas Sumatera Utara

a. Kesederhanaan
Kesederhanaan mengandung arti bahwa prosedur/tatacara pelayanan
diselenggarakan secara mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan. Adapun prinsip kesederhanaan dalam penyelenggaraan pelayanan
umum

bertujuan untuk memperkecil simpul meja/petugas dalam prosedur

birokrasi pelaksanaan pelayanan umum, memudahkan masyarakat mengurus dan
mendapatkan pelayanan dengan cara mengurangi kesempatan terjadinya kontak
langsung antara petugas dan masyarakat, serta memperkcil terjadinya pelayanan
yang birokratis/prosedur panjang sehingga memperlancar proses pelayanan yang
baik.
b. Kejelasan dan Kepastian
Prinsip kejelasan dan kepastian mengandung adanya kejelasan dan
kepastian mengenai prosedur tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan baik
persyaratan teknis maupun persyaratan administratif, unit kerja dan atau pejabat
yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, rincian
biaya/tarif pelayanan dan tatacara pembayaran, dan jadwal waktu penyelesaian
pelayanan.
c. Keamanan
Keamanan dalam proses pelakasanaan pelayanan publik mengandung arti
bahwa proses maupun mutu produk dalam pelayanan publik memberikan rasa
aman kepada masyarakat. Mutu produk dalam pelaksanaan pelayanan publik
meliputi: Produk Pelayanan Administrasi (dokumen, surat, kartu, gambar, dan

13

Universitas Sumatera Utara

lain-lain), hendaknya diperhatkan agar dapat menjamin kepastian atau
keabsahannya secara hukum, tanpa kesalahan cetak serta tidak menimbulkan
keraguan ataupun kekuatiran bagi masyarakat.
d. Keterbukaan
Prinsip

keterbukaan

mengandung

arti

bahwa

prosedur/tatacara,

persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu
penyelesaian, rincian biaya/tarif serta hal-hal lain berkaitan dengan proses
pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan
dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. Adapun hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam prinsip keterbukaan, ialah:


Penginformasian instrumen pelayanan secara terbuka (seperti bagan alir
mekanisme pelayanan, daftar persyaratan, daftar tarif jadwal waktu, nama
loket/petugas/meja kerja).



Penyediaan

fasilitas

media

informasi,

(seperti:

papan

informasi/pengumuman, loket informasi/information desk, kotak saran,
media cetak/brosur, monitor TV yang berfungsi memberikan informasi
menyangkut kegiatan pelayanan.


Mengadakan program penyuluhan kepada masyarkat, untuk membantu
penyebaran dan pemahaman informasi kepada masyarakat mengenai halhal yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan.

14

Universitas Sumatera Utara

e. Efisien
Prinsip

efisien

mengandung

arti

bahwa

dalam

merumuskan

penyelenggaraan pelayanan publik harus memperhatikan hal-hal yang tidak
memberatkan masyarakat maupun bersifta pemborosan. Misalnya: beban akibat
pengurusan persyaratan pelayanan yang harus dipenuhi masyarakat, hendaknya
tidak berakibat pengeluaran biaya yang berlebihan. Selain itu dalam merumuskan
mekanisme kerja mengenai pengurusan persyaratan ataupun pelaksanaan
pelayanan,

hendaknya

tidak

berakibat

terjadinya

pengurusan

berulang-

ulang(mondar-mandir), sehingga tidak menghabiskan waktu dan tenaga yang
besar, serta berdampak biaya besar.
f. Ekonomis
Prinsip

ini

mengandung

arti

bahwa

pengenaan

biaya

dalam

penyelenggaraan pelayanan harus ditetapkan dengan memperhatikan nilai barang
dan atau jasa pelayanan masyarakat tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi
diluar kewajaran. Kondisi dan kemampuan masyrakat harus diperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dipatuhi dan
dilaksanakan juga oleh masyarakat.
g. Keadilan yang Merata
Prinsip ini mengandung arti bahwa cakupan/jangkauan pelayanan harus
diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan
secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Perlakuan pemberian pelayanan
terhadap masyrakat tidak dibeda-bedakan, misalnya pelayanan menyangkut:

15

Universitas Sumatera Utara

biaya/tarif atau persyaratan yang dikenakan pada masyarakat, urutan tindakan
pemberian pelayanan harus sesuai dengan nomor urut pendaftaran, kecepatan
kelancaran waktu pelaksanaan pelayanan bagi golongan masyarakat tertentu.
h. Ketepatan Waktu
Prinsip ketepatan waktu mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan
umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Adapun kegiatan yang disinggung diatas adalah merupakan kegiatan yang
memberikan kemudahan bagi setiap warga untuk mendapatkan kepuasan dari
kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Menurut Moenir (2000:190),
bentuk pelayanan ada tiga bentuk yaitu :
1. Pelayanan Lisan
Pelayanan lisan dilakukan oleh petugas-petugas humas (bidang hubungan
masyarakat), bidang pelayanan informasi dan bidang-bidang lain yang
tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada masyarakat
mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia. Agar pelayanan lisan
berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh pelaku pelayanan yaitu:


Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam tugasnya



Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancar dan
singkat tetapi cukup jelas mengenai pelayanan sehingga memuaskan
bagi masyarakat yang membutuhkan.



Bertingkah sopan dan ramah tamah

16

Universitas Sumatera Utara



Meski dalam keadaan sepi tidak berbincang dan bercanda dengan
sesama pegawai karena dapat menimbulkan kesan tidak displin dan
melalaikan tugas



Tidak melayani orang yang hanya “sekedar berbincang” dengan cara
yang sopan

2. Pelayanan Melalui Tulisan
Layanan ini diberikan berupa penjelasan kepada masyarakat dengan alat
yang digunakan dalam bentuk tulisan tentang informasi yang ingin disampaikan.
Pelayanan melalui tulisan terdiri dari dua macam yaitu :


Layanan yang berupa petunjuk informasi dan yang sejenisnya, yang
yang ditunjukan kepada orang-orang yang berkepentingan agar
memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi



Pelayanan berupa reaksi atas pelaporan, keluhan, pemberian atau
penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainy

3. Pelayanan berbentuk perbuatan
Pelaynan berbentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk
perbuatan dan hasil perbuatan bukan sekedar kesanggupan dan penjelasan
secara lisan.
Jadi pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah berbeda-beda
bentuknya namun hanya satu tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk memuaskan
kebutuhan masyarakat dan pegawai, yang merupakan tujuan hakiki dari sebuah
organisasi instansi pemerintah kepada masyarakat.

17

Universitas Sumatera Utara

Agar pelayanan publik berkualitas, sudah sepatutnya pemerintah
mereformasi paradigma pelayanan publik tersebut. Reformasi

paradigma

pelayanan publik ini adalah penggeseran pola penyelenggaraan pelayanan publik
yang semula berorientasi kepada pemerintah menjadi orientasi yang memberikan
pelayanan sesuai dengan apa yang dibuthkan masyarakat. Dengan demikian tidak
ada pintu masuk alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain
dengan mendengarkan suara publik itu sendiri. Inilah yang akan menjadi jalan
peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik.
Secara umum stakeholder menilai bahwa kualitas pelayanan publik
mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Namun dilihat
dari sisi efesien dan efektvitas, responsivitas, dan kesamaan perlakuan, pelayanan
publik masih jauh dari yang diharapkan dan masih memiliki kelemahan.
Sangat disadari pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan,
antara lain:
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan
tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan,
aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan
sama sekali.
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.

18

Universitas Sumatera Utara

c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.
d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya
sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi
pelayanan lain yang terkait.
e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga
menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya
aparat

pelayanan

kurang

memiliki

kemauan

untuk

mendengar

keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan
dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perizinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Terkait dengan itu, berbagai pelayanan publik yang disediakan oleh
pemerintah tersebut masih menimbulkan persoalan yang merupakan kelemahan
mendasar (Suprijadi, 2004). Kelemahan mendasar tersebut antara lain: pertama,
adalah kelemahan yang bearasal dari sulitnya menentukan atau mengukur output
maupun kualitas dari pelayanan yang diberikan oleh pemrintah. Kedua, berasal
dari sulitnya menentukan atau mengukur output maupun kualitas dari pelayanan
yang

diberikan

oleh

pemerintah.

Kedua,

pelayanan

pemerintah

19

Universitas Sumatera Utara

tidak mengenal “bottom line” artinya seburuk apapun kinerjanya, pelayanan
pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut. Ketiga, berbeda dengan mekanisme
pasar yang memiliki kelemahan dalam memecahkan masalah eksternalitas,
organisasi pelayanan pemerintah menghadapi masalah berupa internalities.
Artinya, organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan
kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang seharusnya
dilayaninya. Untuk mengatasi masalah mendasar dalam pelayanan publik maka
pemerintah harus menciptakan suatu gaya manajemen.
Menurut Wolkins dalam Scheuing dan Christopher (1993) yang dikutip
oleh Tjiptono, ada enam prinsip pokok dalam strategi pelayanan publik antara
lain: Kepemimpinan Pendidikan, Perencanaan, Review, komunikasi, penghargaan
dan pengakuan.
1.5.1.1 Peran Pemerintah dalam Pelayanan Publik
Peran Pemerintah atau dengan kata lainnya birokrasi memiliki peranan,
kedudukan, dan fungsi yang sangat signifikan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh lembaga-lembaga
lainnya. Birokrasi ini tidak hanya menyangkut kepada birokrat tetapi akan sangat
terkait

dengan

organisasi

dan

manajemen

pengelolaan

pemerintahan,

pembangunan dan publik. Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang
bersih dan berwibawa, prioritas pembangunan bidang penyelenggaraan negara
diarahkan pada upaya peningkatan kinerja birokrasi agar birokrasi mampu
menciptakan kondisi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat;

20

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat; dan menekan tingkat
penyalahgunaan kewenangan di lingkungan aparatur pemerintahan.
Suatu layanan publik harus dapat memenuhi harapan publik. Kebijakan
untuk mewujudkan birokrasi yang "netral" dalam penyelenggaraan administrasi
dan pemerintahan negara, ternyata dalam praktiknya banyak menghadapi
rintangan. Padahal di tengah rintangan itu, masyarakat sangat merindukan
pelayanan publik yang baik, dalam arti proporsional dengan kepentingan, yaitu
birokrasi yang berorientasi kepada penciptaan keseimbangan antara kekuasaan
(power) yang dimiliki dengan tanggung jawab (accountability) yang mesti
diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Terlebih jika diingat bahwa pegawai
negeri sebagai aparat birokrasi, sebagai aparatur negara dan abdi negara, juga
merupakan abdi masyarakat. Sehingga kepada kepentingan masyarakatlah aparat
birokrasi harus mengabdikan diri.
Aparat birokrasi memang sangat diharapkan memiliki jiwa pengabdian
dan pelayanan kepada masyarakat. Prinsip pemerintah yang memberikan
pelayanan kepada publik harus benar-benar dilaksanakan bukanlah citra yang
menjadi dilayani oleh masyarakat. Suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik
apabila dikontrol oleh kekuatan-kekuatan politik atau organisasi massa. Namun,
bila kekuatan-kekuatan politik dan organisasi massa tersebut kurang mampu
menjalankan fungsi-fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat,
apalagi bila tidak ditunjang dengan adanya proses pengambilan keputusan (rule
making) dan pengontrolan pelaksanaan keputusan yang baik, maka hal ini bisa
mengakibatkan kekuasaan birokrasi menjadi semakin besar.
21

Universitas Sumatera Utara

Bila kekuasaan birokrai lebih besar, akan memungkinkan aparat birokrasi
dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi sehingga dapat
mengokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan negara.
Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat mengakibatkan pemerintah gagal untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan gagal merealisasikan programprogram yang telah diputuskan. Keadaan demikian cepat atau lambat akan
memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang
dilakukan oleh aparat birokrasi. Dalam situasi demikian maka aparat birokrasi
mengakibatkan menyusutnya sense of responsibility. Menyusutnya rasa tanggung
jawab terhadap tugas yang diberikan inilah yang diduga menjadi pangkal tolak
kurang sigapnya aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma
pemerintahan yang masih belum mengalami perubahan mendasar.
Paradigma lama ditandai dengan perilaku aparatur negara di lingkungan
birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani bukan untuk melayani.
Padahal

pemerintah

seharusnya

melayani

bukan

dilayani.

Dalam

era

demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi perlu
menyadari

bahwa

pelayanan

berarti

pula

semangat

pengabdian

yang

mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun yang
dimanisfestasikan antara lain dalam perilaku “melayani, bukan dilayani”,
mendorong,

bukan

menghambat”,

“mempermudah,

bukan

mempersulit”,

“sederhana, bukan berbelit-belit”, dan “terbuka untuk setiap orang, bukan hanya
untuk segelintir orang”.

22

Universitas Sumatera Utara

1.5.2

Good Governance
Istilah good governance berasal dari induk bahasa eropa, Latin, yaitu

gubernare yang diserap oleh Bahasa Inggris menjadi govern, yang bearti steer
(menyetir, mengendalikan, direct (mengarahkan), atau rule (memerintah).
Governance merupakan kata sifat dari govern, yang diartikan sebagai the action of
manner of governing yang berarti tindakan (melaksanakan) tata cara
pengendalian. Pada tahun 1590 kata ini dipahami sebagai state of being
governend, berkembang menjadi made of living (1600), kemudian menjadi the
office, function, or power of governing (1643), berkembang menjadi method of
management, system of regulation (1660), dan kemudian dibakukan menjadi lthe
action or manner governing (Nugroho, 2004:204). Pengertian good governance
menurut Mardiasmo (1999:18) adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi
kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintahan yang baik.
Menurut Salam (2005:226) kata baik (good) dalam istilah good
governance mengandung dua arti. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi
keinginan atau kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan
kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional, kemandirian, pembangunan
berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari
pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Menurut Kurniawan (2005:16) tujuan good governance diterapkan dalam
pemerintahan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan Negara
yang solid dan bertanggung jawab, serta efisiensi dan efektif dengan menjaga
23

Universitas Sumatera Utara

kesinergian interaksi yang konstruktif di antara domain-domain Negara, sektor
swasta dan masyarakat.
Maka dapat disimpulkan good governance adalah pengelolaan tata
pemerintahan yang baik, meliputi tata pemerintahan yang berwawasan ke depan
(visi), bersifat terbuka (transparansi), cepat tanggap, akuntabel (akuntabilitas),
berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, menggunakan struktur dan sumber
daya secara efesien dan efektif, terdesentralisasi, demokratis dan berorientasi pada
konsesus, mendorong kepada peningkatan partisipasi masyarakat, mendorong
kemitraan dengan swasta dan masyarakat, menjunjung supremasi hukum,
memiliki komitmen pada lingkungan hidup. Keberhasilan penyelenggaraan tata
pemerintahan yang baik sangat ditentukan oleh keterlibatan dan dan sinergi tiga
aktor utama dari good governance ini yakni pemerintah, masyarakat atau publik,
dan keterlibatan pihak swasta.
Organisasi publik dalam skala Negara menjelaskan beberapa prinsipprinsip Good Governance dengan pengertian lebih luas menurut UNDP melalui
LAN (Tangkilisan, Hessel Nogi S, 2005:114), menyebutkan bahwa adanya
hubungan sinergis konstruktif di antara Negara, sektor swasta atau privat dan
masyarakat yang disusun dalam sembilan pokok prinsip-prinsip Good
Governance, yaitu:
1. Partisipasi (Participation): merupakan keikutsertaan

atau keterlibatan

seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu.

24

Universitas Sumatera Utara

Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif
tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan
2. Penerapan Hukum (Fairness): merupakan kerangka hukum yang harus adil
dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi
manusia.Sebagai stakeholder dalam penerapan hukum, masyarakat selalu
dituntut partisipasi aktifnya dalam menghidupkan cahaya hukum, agar hukum
tetap memberikan pencerahan dalam realita kehidupan masyarakat dan
memberikan arah bagi perjalanan peradaban bangsa.
3. Transparansi (Transparency): adalah prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan

bagi

setiap

orang untuk

memperoleh

informasi

tentang

penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang
kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai.
4. Responsivitas: adalah daya tanggap birokrasi pemerintah untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas pelayanan, dan mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat sehingga tidak terdapat keluhan dari masyarakat pengguna jasa.
5. Orientasi (Consensus Oreintation): Setiap karyawan yang tergabung dalam
suatu organisasi memiliki orientasi kerja masing-masing dan kemungkinan
besar karyawan satu dengan lainnya mempunyai orientasi kerja yang berbeda
pula, dan apabila orientasi yang dipersepsikannya ini dapat tercapai maka
karyawan akan merasakan kepuasan kerja dan bekerja dengan maksimal.
6. Keadilan (Equity): Keadilan adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang
antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan adalah keadaan bila setiap orang

25

Universitas Sumatera Utara

memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian
yang sama dari kekayaan bersama.
7. Efektivitas (Effectivness): merupakan penilaian hasil pengukuran dalam arti
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
8. Akuntabilitas (Acoountability):. diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari
individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumbersumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab
hal-hal yang menyangkut pertanggung jawabannya. Para pembuat keputusan
dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil (civil society)
bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders.
9. Strategi visi (Strategic vision): Para pimpinan dan masyarakat memiliki
perspektif

yang luas

dan

jangka panjang tentang penyelenggaraan

pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan
dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi
dalam pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan kontrol dan
pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara dan
penggunaan dapat mencapai hasil seperti yang dikehendaki stakeholders.
1.5.3

Akuntabilitas
Untuk melihat keragaman definisi akuntabilitas, berikut ini dikemukakan

beberapa definisi yang dikembangkan sejumlah kamus besar, kalangan akademisi
dan pemerintahan, diantaranya adalah sebagai berikut :

26

Universitas Sumatera Utara

Akuntabiltas menurut Suherman (2007) yaitu berfungsinya seluruh
komponen penggerak kegiatan jalannya kegiatan perusahaan sesuai dengan tugas
dan kewenangannya masing-masing.
Menurut Mardiasno (2004) memaparkan, akuntabilitas adalah kewajiban
pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban,
melaporkan, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang
menjadi tanggunjawabnya kepada pihak pemberi amanah (prinscipla) yang
memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban.
Webster mendefinisikan akuntabilitas sebagai suatu keadaan yang dapat
dipertanggungkan, bertanggungjawab, dan ankuntabel. Arti kata ankuntabel
adalah: pertama, dapat diperhitungkan, dapat menjawab pada atasan, sebagaimana
seorang manusia bertanggunggugat kepada Tuhannya atas apa yang telah
dilakukan. Kedua, memiliki kemampuan untuk dipertanggunggugatkan secara
eksplisit,

dan

ketiga,

sesuatu

yang

biasa

di

perhitungkan

atau

dipertanggunggugatkan. Menurut Kohler, akuntabilitas didefinisikan sebagai:
a. Kewajiban seseorang (employee), agen, atau orang lain untuk memberikan
laporan yang memuaskan (satisfactory report) secara periodik atas tindakan
atau atas kegagalan untuk bertindak dari otorisasi atau wewenang yang
dimiliki.
b. Pengukuran

tanggungjawab

(responsibility)

atau

kewajiban

kepada

seseorang yang diekspresikan dalam nilai uang, unit kekayaan, atau dasar
lain yang telah ditentukan terlebih dahulu.

27

Universitas Sumatera Utara

c. Kewajiban membuktikan manajemen yang baik, pengendalian (control) yang
baik, atau kinerja yang baik yang diharuskan oleh hukum yang berlaku,
ketentuan-ketentuan (regulation), persetujuan (agreement), atau keabsaan
(custom).
Dalam The Public Administration Dictionary, Ralph C. Chandler dan
Jack, Palno mendefinisikan akuntabilitas sebagai kondisi dimana individu yang
melaksanakan kekuasaan dibatasi oleh alat eksternal dan norma internal. Maka,
akuntabilitas memiliki dua sisi, internal dan eksternal. Secara eksternal,
akuntabilitas berarti keharusan untuk mempertanggungjawabkan pengaturan
sumberdaya atau otoritas. Sebaliknya bagian dalam akuntabilitas merujuk pada
norma internal seperti arahan professional, etika, pragramatis untuk pelaksanaan
tanggungjawab

bagi manajer

akuntabilitas sebagai

dalam

pemeriksaan dalam

tugas
ini

sehari-harinya.
sama

pentingnya

Konsep
dengan

akuntabilitas sebagai alat luar. Namun, tidak mengejutkan bahwa bagian luar
akuntabilitas lebih banyak ditekankan daripada bagian dalam karena bagian
luar lebih mudah dilihat dan dioperasionalkan daripada bagian dalam.
Dalam KepMenPAN No. 26 /KEP/M.PAN/2004 tentang Pedoman Umum
Penyeleggaraan Pelayanan Publik dikatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan
publik harus dapat dipertanggunjawabkan, baik kepada publik maupun kepada
atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ada 3 hal yang menjadi dimensi akuntabilitas,
antara lain akuntablitas politik yang biasanya dihubungkan dengan proses dan
mandat pemilu, akuntabilitas finansial yang fokus utamanya adalah pelaporan
28

Universitas Sumatera Utara

yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, dan akuntabilitas
administratif yang pada umumnya berkaitan dengan pelayanan publik dalam
kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia.
Polidano (1998) lebih lanjut mengidentifikasikan 3 elemen utama
akuntabiltas, yaitu adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal
sebelum sebuah keputusan dibuat, akuntabilitas peran yang merujuk pada
kemampuan seorang pejabat untuk menjalankan peran kuncinya, dan peninjauan
ulang secara retrospektif yang mengacu pada analisis operasi suatu departemen.
Berbagai di mensi dan elemen utama dari akunatbilitas ini akan sangat membantu
penerapan akuntabiltas dalam menyelenggarakan

pelayanan publik.

Lenvine (dalam Dwiyanto, 2005:147) mendefenisikan akuntabilitas
sebagai suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan
pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders.
Sheila Elwood dalam Mardiasno mengemukakan ada empat jenis
akuntabilitas yaitu:
1) Akuntabilitas hukum dan peraturan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan
jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yanjg
diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Untuk menjamin
dijalankannya jenis akuntabilitas ini perlu dilakukan audit kepatuhan.
2) Akuntabilitas proses, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan prosedur yang
digunakan dalam melaksanakan tugas apakah sudah cukup baik. Jenis

29

Universitas Sumatera Utara

akuntabilitas ini dapat diwujudkan melalui pemberian pelayanan yang cepat,
responsif, dan murah biaya.
3) Akuntabilitas

program,

yaitu

:

akuntabilitas

yang

terkait

dengan

perimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai dengan baik, atau
apakah pemerintah daerah telah mempertimbangkan alternatif program yang
dapat memberikan hasil optimal dengan biaya yang minimal.
4) Akuntabilitas

kebijakan,

pertanggungjawaban

yaitu

pemerintah

akuntabilitas
daerah

yang

terhadap

terkait

dengan

DPRD

sebagai

legislatif dan masyarakat luas. Ini artinya, perlu adanya transparansi
kebijakan sehingga masyarakat dapat melakukan penilaian dan pengawasan
serta terlibat dalam pengambilan keputusan.
Akuntabilitas

bermakna

pertanggungjawaban

dengan

menciptakan

pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah akan
mengurangi penumpukan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling
mengawasi (check and balances system).
1.5.3.1 Ciri Ciri Pemerintahan Yang Akuntabel
Finner dalam Joko Widodo menjelaskan akuntabilitas sebagai konsep yang
berkenaan dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran tindakan
birokrasi. Pengendalian dari luar (external control) menjadi sumber akuntabilitas
yang memotivasi dan mendorong aparat untuk bekerja keras. Terdapat beberapa
ciri pemerintahan yang akuntabel diantaranya sebagai berikut:

30

Universitas Sumatera Utara



Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara
terbuka, cepat dan tepat kepada masyarakat.



Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.



Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan
publik secara proposional.



Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses
pembangunan dan pemerintahan.



Adanya sasaran bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Dengan
pertanggungjawaban

publik,

masyarakat

dapat

menilai

derajat

pencapaian pelaksanaan program/kegiatan pemerintahan.
1.5.3.2 Akuntabilitas Pelayanan Publik
Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari 2004 tentang Teknik Transparansi
dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan
publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada
atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan

perundang-undangan.

Pertanggungjawaban

pelayanan

publik

diantaranya:
1. Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik


Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses
yang antara lain meliputi; tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas
petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk

31

Universitas Sumatera Utara

kejelasan

kebijakan

atau

peraturan

perundang-undangan)

dan

kedisiplinan.


Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar atau
akta/janji pelayanan publik yang telah ditetapkan.



Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit
pelayanan instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan dalam hal
pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan.



Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan
publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan.



Masyarakat dapat melakukan penelitian terhadap kinerja pelayanan
secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.



Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam
pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak mendapat
tanggapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

2. Akuntabilitas biaya pelayanan publik


Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan yang telah ditetapkan.



Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya
pelayanan publik, harus ditangani oleh Petugas/Pejabat yang ditunjuk
berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugasan dari Pejabat yang
berwenang.

32

Universitas Sumatera Utara

3. Akuntabilitas produk pelayanan publik


Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggung
jawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan.



Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.



Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat, dan sah.
Menurut Dwiyanto, untuk mengukur akuntabilitas penyelenggaraan

pelayanan publik dalam penelitian dilihat melalui indikator-indikator kinerja yang
meliputi:
1. Acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses
penyelenggaraan pelayanan publik. Indikator tersebut mencerminkan prinsip
orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap masyarakat
pengguna jasa.
2. Tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi apabila terdapat masyarakat
pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan; dan
3. Dalam menjalankan tugas pelayanan, seberapa jauh kepentingan pengguna
jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi.
1.5.4

Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi

setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan
dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi merupakan upaya

33

Universitas Sumatera Utara

menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai.
Transparansi dan akuntabilitas harus dilaksanakan pada seluruh aspek
manajemen pelayanan, yang meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan/pengendalian,

dan

laporan

hasil

kinerja.

Transparansi

dan

akuntabilitas hendaknya dimulai dari proses perencanaan pengembangan
pelayanan karena sangat terkait dengan pelayanan bagi masyarakat umum yang
memerlukan dan yang berhak atas pelayanan.
Dalam KepMenPAN No.26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan

Pelayanan

Publik,

menjelaskan

pengertian

transparansi

penyelenggaraan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat
terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan ataupun pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak
yang membutuhkan informasi. Transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik utamanya meliputi:
a. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
Transparansi terhadap manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengendalian oleh
masyarakat. Kegiatan tersebut harus dapat di informasikan dan mudah diakses
oleh masyarakat.

34

Universitas Sumatera Utara

b. Prosedur pelayanan
Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan
satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta
tata cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan.
c. Persyaratan teknis dan admini

Dokumen yang terkait

Akuntabilitas Dan Transparansi Dalam Pelayanan Publik(Studi Kasus Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Dan Kartu Keluarga Di Kelurahan Pematang Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

27 189 113

PENGARUH AKUNTABILITAS PUBLIK, PARTISIPASI MASYARAKAT, TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK, DAN PENGETAHUAN Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat, Transparansi Kebijakan Publik, Dan Pengetahuan Dewan Terhadap Pengawasan Anggaran Keuangan Daera

1 2 16

PENGARUH AKUNTABILITAS PUBLIK, PARTISIPASI MASYARAKAT, TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK, DAN PENGETAHUAN Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat, Transparansi Kebijakan Publik, Dan Pengetahuan Dewan Terhadap Pengawasan Anggaran Keuangan Daera

0 1 19

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT, TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK, AKUNTABILITAS PUBLIK DAN PENGETAHUAN DEWAN Pengaruh Partisipasi Masyarakat, Transparansi Kebijakan Publik, Akuntabilitas Publik Dan Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Terhadap Penyusunan A

0 2 16

Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu

0 1 8

Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu

0 0 1

Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu

0 0 5

Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu Chapter III VI

1 1 52

Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu

0 0 1

Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Pancurbatu

0 0 11