Analisa Pemilihan Rancangan Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Process Layout Dan Group Technology Layout Pada PT. Barata Indonesia (Persero) Medan Chapter III VII

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1.

Tata Letak Fasilitas
Tata letak fasilitas adalah susunan fasilitas-fasilitas produksi untuk

memperoleh efisiensi pada suatu produksi. 1 Perancangan tata letak mengikuti
pengaturan tata letak fasilitas-fasilitas operasi dengan memanfaatkan area yang
tersedia untuk penempatan mesin-mesin, bahan-bahan, perlengkapan untuk
operasi, personalia dan semua peralatan serta fasilitas yang digunakan dalam
proses produksi. Perancangan tata letak juga harus menjamin kelancaran aliran
bahan-bahan, penyimpanan bahan, baik bahan baku, bahan setengah jadi, maupun
produk-produk jadi.
Tata letak fasilitas yang dirancang dengan baik pada umumnya akan
memberi kontribusi yang positif dalam optimalisasi proses operasi perusahaan dan
pada akhirnya akan menjaga kelangsungan hidup perusahaan serta keberhasilan
perusahaan. Perancangan sistem fasilitas, perancangan tata letak, dan perancangan
material handling pada dasarnya mempunyai ikatan dasar yang tak terpisahkan.
Yang sering terjadi adalah bahwa perancangan tata letak dan material handling

dilakukan terlebih dahulu, sedang perancangan sistem fasilitas menyesuaikan
dengan tata letak yang dirancang. Untuk itu, perancangan tata letak diusahakan
sefleksibel mungkin, karena dengan adanya perubahan permintaan, penemuan

1

Hari Purnomo. 2004. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal: 117118.

Universitas Sumatera Utara

produk baru, proses baru, metode kerja baru dan sebagainya, perusahaan terpaksa
harus melakukan perancangan tata letak ulang. Untuk itu, perancangan harus
melihat jauh ke depan agar perubahan-perubahan tata letak dapat diminimalkan,
karena biaya yang digunakan dalam proses perancangan ini relatif cukup besar.
Untuk mengetahui apakah tata letak fasilitas produksi baik atau tidak,
dapat dilihat dari beberapa gejala berikut: 2
1. Lantai pabrik dipenuhi oleh work in progress
2. Pemindahan bahan terjadi secara berlebihan
3. Jarak tempuh dalam pemindahan bahan-bahan relatif besar
4. Para operator dan supervisor banyak melakukan jalan-jalandi lantai pabrik

5. Aliran bahan dalam lintasan produksi sering mengalami bottleneck
6. Pengawasan kegiatan di lantai pabrik mengalami kesulitan
Jika salah satu atau lebih gejala di atas diteukan maka dapat dipastikan
rancangan layout perusahaan bersangkutan sedang bermasalah sehingga perlu
dilakukan perbaikan. Masalah yang ditimbulkan oleh layout yang tidak dirancang
dengan baik bukan hanya pada biaya produksi yang tinggi tetapi juga
berkontribusi dalam peningkatan waktu proses sehingga mengancam waktu
ketepatan pengiriman produk kepada pelanggan.

2

Sukaria Sinulingga. 2008. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal:194.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa tujuan perancangan tata letak fasilitas yaitu: 3
1. Memanfaatkan area yang ada.
Perancangan tata letak yang optimal akan memberikan solusi dalam
penghematan penggunaan area yang ada, baik area untuk produksi, gudang,
service dan untuk departemen lainnya.

2. Pendayagunaan pemakatabelian mesin, tenaga kerja dan fasilitas produksi
lebih besar.
Pengaturan yang tepat akan dapat mengurangi investasi di dalam peralatan dan
perlengkapan produksi. Peralatan-peralatan dan perlengkapan dalam proses
produksi dapat dipergunakan dalam tingkat efisiensi yang cukup tinggi. Begitu
juga dengan fasilitas produksi lainnya akan dapat berdaya guna.
3. Meminimumkan material handling.
Selama proses produksi akan selalu terjadi aktivitas perpindahan baik itu
bahan baku, tenaga kerja, mesin ataupun peralatan produksi lainnya. Proses
perpindahan ini memerlukan biaya yang cukup besar. Dengan demikian,
perancangan tata letak yang baik harus mampu meminimalkan aktivitasaktivitas pemindahan bahan. Tata letak sebaiknya dirancang sedemikian rupa
sehingga jarak angkut dari masing-masing fasilitas dapat diminimalisir.
4. Mengurangi waktu tunggu dan mengurangi kemacetan.
Waktu tunggu dalam proses produksi yang berlebihan dapat dikurangi
denganpengaturan tata letak yang terkoordinasi dengan baik. Banyaknya

3

Opcit. Hari Purnomo. Hal: 118-120.


Universitas Sumatera Utara

perpotongan dari suau lintasan produksi menyebabkan terjadinya kemacetankemacetan.
5. Memberikan jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi tenaga
kerja.
Para tenaga kerja tentu saja menginginkan bekerja di dalam lingkungan yang
aman, nyaman dan menyenangkan. Hal-hal yang dianggap membahayakan
bagi kesehatan dan keselamatan kerja harus dihindari.
6. Mempersingkat proses manufaktur.
Dengan memperpendek jarak antara operasi satu dengan operasi berikutnya,
maka waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari suatu
stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya dapat dipersingkat pula. Dengan
demikian, total waktu produksi juga dapat dipersingkat.
7. Mengurangi persediaan setengah jadi.
Persediaan barang setengah jadi (work in process inventory) terjadi karena
belum selesainya proses produksi dari produk yang bersangkutan. Persediaan
barang setengah jadi yang tinggi, tidak menguntungkan perusahaan karena
dana yang tertanam tersebut sangat besar. Perancangan tata letak yang baik
hendaknya memperhatikan kesinambungan lintasan (line balancing), karena
menumpuknya barang setengah jadi salah satunya disebabkan oleh tidak

seimbangnya lintasan produksi.
8. Memperudah aktivitas supervisi.
Penempatan ruangan supervisor yang tepat akan memberikan keleluasaan bagi
supervisor untuk mengawasi aktivitas yang sedang berlangsung di area kerja.

Universitas Sumatera Utara

3.2.

Jenis Tata Letak Berdasarkan Fasilitas Sistem Produksi

3.2.1. Fasilitas Sistem Produksi Bervolume Rendah
Jenis fasilitas produksi yang biasanya terkait dengan sebaran kuantitas
produksi antara 1 hingga 100 unit/tahun adalah jenis job-shop yang menghasilkan
produk khusus dan unik dalam jumlah produksi yang rendah. 4 Produk yang
dihasilkan biasanya kompleks misalnya kapsul ruang angkasa, pesawat terbang
dan mesin-mesin khusus. Produksi job-shop juga meliputi proses pembuatan
komponen produk. Order dari pelanggan jenis ini sering bersifat khusus dan order
berulang hampir tidak pernah terjadi.
Job-shop harus dirancang hingga mencapai fleksibilitas yang maksimum

untuk menghadapi banyaknya macam dan banyaknya variasi produk. Bila
produksinya berat dan besar sehingga sulit berpindah dalam pabrik, maka produk
ini tetap berada di lokasi yang sama, setidaknya selama proses perakitan akhir
berlangsung. Pekerja dan peralatan produksi mendatangi produk, bukan produk
yang mendekati peralatan produksi seperti pada umumnya. Jenis tataletak pabrik
semacam ini dikenal dengan istilah fixed-position layout (tata letak posisi tetap).
Komponen-komponen kecil yang membentuk produk besar sering dibuat
dalam suatu pabrik yang memiliki tata letak proses, yang mana peralatan produksi
diatur

berdasarkan

fungsinya.

Masing-masing

komponen

itu


umumnya

memerlukan urutan proses yang berbeda. Tata letak proses ini ditekankan pada
fleksibilitasnya, artinya dapat mengakomodasi tingginya variasi urutan operasi
untuk konfigurasi komponen yang berbeda.
4

Mikell P Groover. 2005. Otomasi Sistem Produksi dan Computer-Integrated Manufacturing.
Surabaya: Guna Widya. Hal: 5-8

Universitas Sumatera Utara

3.2.2. Fasilitas Sistem Produksi Bervolume Medium
Dalam sebaran kuantitas produksi menengah (100-10.000 unit/tahun),
dikenal dua jenis fasilitas yang berbeda, tergantung pada variasi produk. Bila
terdapat variasi produk yang banyak maka pendekatan tradisional yang dipakai
adalah jenis produk batch, dimana salah satu batch produk selesai dibuat fasilitas
produksi diubah untuk produksi selanjutnya, dan seterusnya. Pesanan utnuk
masing-masing produk biasanya berulang. Laju produksi lebih besar dari laju
permintaan dari tiap jenis produk. Demikian juga satu peralatan dapat dipakai

untuk beragam jenis produk. Proses produksi ini dipakai biasanya pada kasus
make to stock, dimana sejumlah produk harus dibuat untuk memenuhi kapasitas
gudang yang secara perlahan mulai berkurang seiring dengan permintaan.
Peralatan produksi biasanya diatur dalam tataletak proses.
Pendekatan alternatif yang memungkinkan untuk proses produksi medium
ini bila variasi produknya bersifat lemah. Dalam hal ini tidak diperlukan banyak
penggantian dan untuk proses berikutnya mungkin tidak diperlukan pergantian
lagi. Seringkali dimungkinkan untuk menata konfigurasi peralatan sehingga
sekelompok produk atau komponen sejenis dapat dibuat pada mesin yang sama
tanpa harus kehilangan waktu pergantian yang signifikan. Pemrosesan atau
perakitan suatu komponen/produk dapat diselesaikan dalam sel-sel yang terdiri
dari sejumlah mesin atau stasiun kerja. Istilah cellular manufacturing seringkali
dikaitkan dengan jenis produk ini. Setiap sel dirancang untuk memproduksi
produk dengan variasi konfigurasi komponen yang terbatas, tapi lebih

Universitas Sumatera Utara

dikhususkan dalam memproduksi satu set komponen/produk jenis mengikuti
prinsip-prinsip teknologi kelompok (group technology).


3.2.3. Fasilitas Sistem Produksi Bervolume Banyak
Produksi dengan sebaran kuantitas banyak (antara 10.000 hingga jutaan
unit/tahun) dikenal dengan nama produksi massal (mass production). Kondisi
seperti ini dicirikan oleh laju permintaan produk yang banyak dan fasilitas
produksinya memang diperuntukkan bagi pembuatan produk tersebut. Umumnya
dikenal dua kategori dalam produksi massal yaitu produksi kuantitas dan produksi
mengalir. Produksi kuantitas meliputi produksi massal untuk pembuatan
komponen tunggal pada satu unit peralatan. Metode produksi biasanya
menggunakan mesin-mesin standar yang dilengkapi dengan perkakas potong
khusus, karenanya mesin-mesin tersebut khusus dipakai memproduksi satu
macam komponen saja. Tata letak pabrik yang khusus untuk jenis produksi
kuantitas tinggi adalah tataletak proses.
Sistem produksi mengalir mencakup penyusunan stasiun kerja multiple
secara berurutan dimana komponen atau produk rakitan secara fisik berpindah
melewati urutan proses yang ada hingga selesai menjadi produk. Stasiun kerja
terdiri dari mesin-mesin produksi dan atau pekerja yang dilengkapi dengan
peralatan khusus. Kumpulan dari stasiun-stasiun itu dirancang spesifik untuk
memaksimalkan efesiensi proses pembuatan produk tersebut. Tata letak untuk
produksi ini dikenal dengan nama tata letak produk (product layout) dan stasiun


Universitas Sumatera Utara

kerja disusun mengikuti satu aliran yang panjang atau dalam rangkaian segmensegmen stasiun yang saling terkait.
Tipe-tipe fasilitas dan tata letak yang digunakan untuk berbagai tingkat
kuantitas produksi dan variasi produk dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Variasi Produk

Tata letak
posisi tetap
Tata letak
proses

Tata letak
cellular

Job Shop

Tata letak
produk


Batch Production
Cellular Manufacturing

Kuantitas

Mengalir

Produksi Massa

100

10.000

1.000.000

Kuantitas Produksi

Sumber: Mikell P Groover. Otomasi Sistem Produksi dan Computer-Integrated Manufacturing.

Gambar 3.1. Tipe-Tipe Fasilitas dan Tata Letak yang Digunakan untuk
Berbagai Tingkat Kuantitas Produksi dan Variasi Produk

3.3.

Tipe-Tipe Tata Letak Pabrik

3.3.1. Perencanaan Tata Letak Fasilitas dengan Pendekatan Process Layout
Dalam Process/Functional Layout semua operasi dengan sifat yang sama
dikelompokkan dalam departemen yang sama pada suatu pabrik/industri. 5 Mesin,
peralatan yang mempunyai fungsi yang sama dikelompokkan menjadi satu,
misalnya semua mesin bubut dijadikan satu departemen, mesin bor dijadikan satu
departemen dan mill dijadikan satu departemen. Dengan kata lain, material

5

Opcit. Hari Purnomo. Hal 69-75.

Universitas Sumatera Utara

dipindah menuju departemen-departemen sesuai dengan urutan proses yang
dilakukan.
Process Layout dilakukan bila volume produksi kecil, dan terutama untuk
jenis produk yang tidak standar, biasanya berdasarkan order. Kondisi ini disebut
sebagai job-shop. Tata letak tipe Process Layout banyak dijumpai pada sektor
industri manufaktur maupun jasa, misal, bank, rumah sakit, perguruan tinggi dan
industri jasa lainnya yang mengatur segala fasilitas berdasarkan kelompokkelompok fungsionalnya. Begitu pula pada sektor industri manufaktur, beberapa
bengkel permesinan akan mengatur tata letak mesinnya berdasarkan kelompokkelompok mesin yang memiliki fungsi sejenis.
Kelebihan atau keuntungan menggunakan layout tipe ini antara lain
adalah, total investasi yang rendah karena digunakan mesin yang umum (general
purpose). Tenaga kerja dan fasilitas produksi lebih fleksibel karena sanggup
mengerjakan berbagai macam jenis dan model produk. Pengendalian dan
pengawasan lebih mudah dan lebih baik, khususnya untuk pekerjaan yang sulit
dan memerlukan ketelitian tinggi, dan yang terakhir adalah mudah untuk
mengatasi breakdown dari pada mesin, yaitu dengan cara memindahkannya ke
mesin yang lain dan tidak menimbulkan hambatan-hambatan dalam proses
produksi. Process Layout digambarkan seperti pada Gambar 3.2.

Universitas Sumatera Utara

Lathe

Mill

Grind

Lathe

Mill

Assembly

Weld

Drill

Drill

Paint

Warehouse

Storage

Saw

Sumber: Richard L Francis, dkk. Facility Layout and Location: An Analytical Approach.

Gambar 3.2. Process Layout

Sedangkan sisi kelemahannya adalah terjadi aktiviatas pemindahan
material, karena tata letak mesin tergantung pada macam proses atau fungsi
kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi. Juga memerlukan
penambahan space area untuk work-in-process-storage. Waktu yang diperlukan
untuk proses produksi pun lebih lama. Selain itu banyaknya macam produk yang
harus dibuat menjadikan proses dan pengendalian produksi menjadi lebih
kompleks dan diperlukan pula skill operator yang tinggi untuk menangani
berbagai macam aktivitas produksi yang memiliki bermacam-macam variasi.
Model penyelesaian masalah tata letak diklasifikasikan menjadi dua yaitu
pendekatan optimasi dan heuristik. 6 Semua algoritma optimasi untuk masalah tata
letak memiliki keterbatasan berkaitan dengan kebutuhan memori serta waktu
komputasi yang sangat tinggi dan meningkat secara eksponensial sesuai dengan
meningkatnya ukuran masalah. Berdasarkan hal ini, pendekatan heuristik banyak
dikembangkan. Pendekatan heuristik terbagi menjadi beberapa metode yaitu:
6

Rika Ampuh Hadiguna ST, MT dan Heri Setiawan ST, MT. 2008. Tata Letak Pabrik. Yogyakarta:
ANDI. Hal: 101-119.

Universitas Sumatera Utara

1. Metode Pembobotan Kedekatan
Metode pembobotan kedekatan sebenarnya sebuah pendekatan coba-coba.
Namun, teknik yang digunakan memanfaatkan score atau bobot sesuai dengan
tingkat kedekatan susunan mesin atau fasilitas. Metode demikian merupakan
metode untuk pengaturan mesin atau fasilitas pada tata letak berdasarkan
produk.
2. Metode Hoiller
Metode Hoiller menggunakan data from to chart perpindahan bahan antar
fasilitas. Metode demikian tidak membutuhkan data dimensi fasilitas serta
tidak membutuhkan penetapan urutan awal fasilitas atau mesin yang ditata
letak.
3. Metode Modified Spanning Tree
Metode Modified Spanning Tree merupakan metode untuk menentukan urutan
fasilitas. Data yang diperlukan adalah from to chart simetris dan ukuran
panjang fasilitas. Metode ini mengurutkan fasilitas berdasarkan nilai bobot.
4. Metode Pertukaran Berpasangan
Metode pertukaran berpasangan merupakan metode untuk mennetukan urutan
fasilitas. Metode demikian membutuhkan from to chart simetris dan ukuran
panjang fasilitas. Fungsi objektif metode ini adalah total jarak perpindahan
bahan atau dapat pula total biaya perpindahan bahan. Cara kerjanya menjajangi
seluruh kemungkinan urutan fasilitas dan memilih urutan yang memiliki total
jarak perpindahan terkecil.

Universitas Sumatera Utara

5. Metode Pembobotan Berbasis Graph
Pengenalan mengenai teori graph sebagai alat matematis dalam menyelesaikan
masalah tata letak telah muncul pada tahun 1960-an. Konsep dasar dalam
metode ini adalah membangun graph kedekatan yang diwakili simpul sebagai
departemen yang dihubungkan busur antar kedua simpul. Perancangan
tataletak dengan menggunakan metode grafik pada dasarnya hampir sama
dengan metode SLP.7 Sebagai dasar pembuatan rancangan tataletak ini seperti
halnya SLP menggunakan peta keterkaitan aktivitas atau peta dari-ke (from-to
chart). Dalam metode grafik ini ada beberapa lambang atau simbol yang
digunakan antara lain, untuk departemen atau aktivitas dilambangkan oleh
sebuah node, untuk menghubungkan antara departemen yang satu dengan
departemen lainnya digunakan suatu busur, sedangkan untuk tingkat kedekatan
(closeness) digunakan angka-angka untuk menggantikan huruf yang dipakai
pada SLP.
Metode grafik merupakan metode perancangan tata letak yang menggunakan
grafik kedekatan (adjacency graph) sebagai penghubung antara departemendepartemen atau fasilitas-fasilitas yang ada, dengan tujuan memperoleh bobot
terbesar. Bobot terbesar diperoleh dengan menjumlahkan masing-masing nilai
dari busur-busur yang dibuat.
Prosedur metode grafik yang sering digunakan dalam membangun metode
grafik adalah dengan membuat metode grafik kedekatan yang dilakukan secara
tahap demi tahap dengan mendahulukan pasangan departemen yang

7

Opcit. Hari Purnomo. Hal 137-143.

Universitas Sumatera Utara

mempunyai bobot kedekatan terbesar. Langkah-langkah dalam metode grafik
yaitu:
a. Dari peta dari-ke pada Tabel 3.1, dipilih pasangan departemen yang
mempunyai bobot terbesar. Bobot terbesar adalah departemen 1 dan
departemen 3, yaitu sebesar 100. Buat garis penghubung antara node 1 dan
node 3.
Tabel 3.1. Peta Dari-Ke

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

1

3

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.3. Grafik Kedekatan Departemen 1 dan 3

b. Langkah selanjutnya adalah memilih departemen yang akan masuk ke
dalam grafik. Dengan cara menjumlahkan bobot masing-masing departemen
yang belum terpilih dengan departemen 1 dan departemen 3. Kemudian
dipilih pasangan departemen yang mempunyai bobot terbesar.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.2. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Ketiga

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Nilai terbesar adalah pasangan departemen 4 dengan 1 dan 3 yaitu sebesar
130, maka departemen 4 dipilih untuk masuk ke dalam grafik. Dari
Gambar 3.3, tarik garis untuk dihubungkan dengan node 4 sehingga
terbentuk grafik berbentuk bidang segitiga.
4
50

80

1

3
100

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.4. Bidang Segitiga

c. Dari langkah kedua di atas terbentuk suatu bidang segitiga yang dibatasi
oleh busur-busur pembatas 1-3, 3-4 dan 4-1. Kita menamai bidang segitiga
tersebut sebagai bidang 1-3-4. Berikutnya adalah memilih departemen yang
akan dimasukkan dalam bidang grafik tersebut, dengan menambahkan bobot
departemen yang belum terpilih, yaitu departemen 2 dan 5.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.3. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Keempat

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Departemen 2 terpilih untuk dimasukkan ke dalam bidang 1-3-4 karena
mempunyai nilai yang lebih besar yaitu 165. Penempatan departemen 2
pada bidang segitiga ditempatkan di tengah bidang segitiga untuk
menghindari perpotongan busur.
4
65

50

80

2
40

60
1

3
100

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.5. Departemen 2 Masuk dalam Grafik

d. Karena tinggal 1 departemen yang tersisa (departemen 5) yang belum
masuk ke dalam grafik, maka tugas selanjutnya adalah menentukan bidang
yang akan dijadikan tempat untuk memasukkan departemen 5 tersebut.
Terdapat 4 bidang segitiga yang terbentuk yaitu bidang 1-2-3, 1-2-4, 1-3-4,
dan 2-3-4.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.4. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Kelima

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Terdapat dua bidang dengan nilai yang sama, yaitu bidang 1-2-4 dan bidang
2-3-4. Kita pilih bidang 1-2-4 maka gambar grafik akhir adalah sebagai
berikut.
4
10
50

5
0

65
80

30
60

2
40

1

3
100

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.6. Grafik Kedekatan Terakhir

e. Langkah terakhir adalah menyusun ulang block layout yang sesuai. Cara
yang dilakukan untuk menyusun block layout dianalogikan seperti metode
SLP. Suatu rancangan block layout yang didasarkan atas grafik kedekatan
dapat ditunjukkan pada Gambar 3.7.

Universitas Sumatera Utara

4
10
50

5

65
30

0

60

80
2
40

1

3
100

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.7. Block Layout dengan Grafik Kedekatan

3.3.2. Perencanaan Tata Letak Fasilitas dengan Pendekatan Group
Technology Layout
Tipe tata letak ini, biasanya komponen yang tidak sama di kelompokkan
ke dalam satu kelompok berdasarkan kesamaan bentuk komponen, mesin atau
peralatan yang dipakai. Pengelompokkan bukan didasarkan pada kesamaan
penggunaan akhir. Mesin-mesin di kelompokkan dalam satu kelompok dan
ditempatkan dalam sebuah manufacturing cell.
Kelebihan tata letak berdasarkan kelompok teknologi ini adalah dengan
adanya pengelompokan produk sesuai dengan proses pembuatannya maka akan
dapat diperoleh pendayagunaan mesin yang maksimal. Juga lintasan aliran kerja
menjadi lebih lancar dan jarak perpindahan material akan lebih pendek bila
dibandingkan tata letak berdasarkan fungsi atau macam proses (process layout).
Tata letak berdasarkan kelompok teknologi atau produk dapat pula menciptakan
suasana kerja yang lebih baik. Selain itu karena pada dasarnya pengaturan tata

Universitas Sumatera Utara

letak tipe kelompok ini merupakan kombinasi dari Product Layout dan Process
Layout maka secara otomatis memiliki keuntungan-keuntungan yang bisa
diperoleh dari Product Layout dan Process Layout.
Seperti halnya tipe tata letak fasilitas yang lain, tipe tata letak fasilitas
berdasarkan

kelompok

produk

juga

mempunyai

kekurangan-kekurangan

diantaranya adalah diperlukannya tenaga kerja dengan kemampuan dan
keterampilan tinggi untuk mengoperasikan semua fasilitas produksi yang ada.
Kelancaran kerja sangat tergantung pada kegiatan pengendalian produksi
khususnya dalam hal menjaga keseimbangan aliran kerja yang bergerak melalui
individu-individu sel yang ada. Bila tidak maka diperlukan buffer dan work-inprocess-storage. Selain itu, akan dijumpai kerugian-kerugian seperti halnya dalam
Product dan Process Layout. Yang perlu diperhatikan pula adalah sulitnya
mengaplikasikan fasilitas produk tipe khusus.
Dengan demikian tata letak berdasarkan kelompok produk atau produk
teknologi itu mencoba mengkombinasikan efisiensi aliran dari tipe Product
Layout dan fleksibilitas dari tipe Process Layout. Group Technology Layout
dilihat pada Gambar 3.8.

Universitas Sumatera Utara

Mill

Drill

Saw

Paint

Lathe

Paint

Weld

Group B
Lathe

Grind

Mill

Warehouse

Assembly

Storage

Group A

Drill

Sumber: Richard L Francis, dkk. Facility Layout and Location: An Analytical Approach.

Gamabar 3.8. Group Technology Layout

Group Technology (GT) adalah sebuah filosofi manajemen yang mencoba
mengelompokkan produk dengan kesamaan desain atau karakteristik manufaktur
atau keduanya. 8 Cellular Manufacturing (CM) dapat didefenisikan sebagai sebuah
aplikasi dari GT yang meliputi pengelompokan mesin yang didasarkan pada
komponen yang diproduksi. Tujuan utama dari CM adalah untuk mengidentifikasi
sel mesin dan kelompok komponen secara simultan, dan untuk mengalokasikan
kelompok produk ke sel mesin dengan meminimasi pergerakan intersellular dari
komponen-komponen. Untuk mengimplementasikan konsep CM secara sukses,
analisis harus dikembangkan dari tata letak mesin dalam sel sehingga meminimasi
inter- dan intrasellular biaya pemindahan bahan. CM merupakan sebuah konsep
yang baru dan telah sukses diaplikasikan di banyak lingkungan manufaktur dan
dapat mencapai keuntungan yang signifikan. Perusahaan yang disurvei di
Wemmerlov dan Hyer telah mengalami hasil sebagai berikut:
8

Sunderesh S. Heragu. 2006. Facilities Design. New York: iUniverse, Inc. Hal: 291.

Universitas Sumatera Utara

1. Pengurangan waktu setup
2. Pengurangan persediaan work in process
3. Pengurangan biaya material handling
4. Pengurangan biaya pekerja langsung dan tidak langsung
5. Peningkatan kualitas
6. Peningkatan aliran material
7. Peningkatan utilitas mesin
8. Peningkatan utiitas ruang
9. Peningkatan moral pekerja
Sebuah part family adalah sekelompok komponen yang memiliki beberapa
kesamaan spesifikasi dan kesamaan karakteristik rancangan atau proses produksi. 9
Sebuah part family dapat dikelompokkan dengan komponen yang memiliki
kesamaan karakteristik rancangan seperti bentuk geometrik, ukuran, material dan
lain-lain sedangkan sebuah part family yang dikelompokkan atas kesamaan proses
produksi berdasarkan mesin-mesin, proses-proses, operasi-operasi, peralatan dan
lain-lain. Untuk aplikasi produksi dari konsep Grup Technology, sebuah
kelompok mesin untuk sebuah part family atau lebih dibentuk untuk memproses
komponen-komponen yang memiliki kesamaan operasi-operasi menggunakan
mesin-mesin. 10 Pada umumnya, perencanaan grup technology layout mencakup
tiga jenis masalah yang akan diselesaikan yaitu: 11
1. Pembentukan kelompok mesin.
2. Permasalahan tata letak dari kelompok mesin yang ditetapkan.
9

Inyong Ham, dkk. 1985. Group Technology. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing. Hal: 9.
Ibid. Hal: 15.
11
Ibid. Hal: 159.
10

Universitas Sumatera Utara

3. Permasalahan tata letak dari individual mesin untuk masing-masing kelompok
mesin.
Model tata letak matematik yang mencakup tiga masalah tata letak untuk grup
technology belum dikembangkan. Di antara tiga masalah dalam perencanaan tata
letak berdasarkan grup technology, masalah dalam pembentukan kelompok mesin
dipertimbangkan sebagai masalah yang paling penting oleh banyak peneliti.
Pada dasarnya, masalah pengelompokan mesin didefenisikan sebagai
berikut: disediakan matriks komponen-mesin yang menunjukkan mesin yang
dibutuhkan untuk memproses masing-masing komponen, temukan kelompok
mesin dan part family dengan cara masing-masing komponen di dalam sebuah
family dapat diproses sepenuhnya di dalam sebuah kelompok mesin. Metode yang
paling sederhana untuk memcahkan masalah ini adalah menyusun ulang baris dan
kolom dari matriks berdasarkan trial and error hingga sebuah solusi yang baik
diperoleh. Metode ini berguna untuk masalah yang memiliki jumlah mesin dan
komponen yang relatif sedikit. Namun, metode ini memiliki dua kesulitan karena
didasarkan oleh heuristik dan membutuhkan beberapa usaha komputerisasi untuk
menentukan kelompok mesin dan part family yang tepat untuk masalah yang
besar. Untuk menanggulangi masalah ini, beberapa metode yang berguna telah
dikembangkan. Satu yang terutama adalah metode berdasarkan pengelompokan
(cluster).

Universitas Sumatera Utara

Metode pengelompokan dalam Grup Technology dibagi menjadi dua
bagian yaitu: 12
1. Metode klasifikasi
Metode klasifikasi digunakan

untuk

membuat

kelompok

komponen

berdasarkan bentuk desainnya. Metode ini terbagi menjadi beberapa jenis.
Jenis pertama adalah metode inspeksi visual yaitu metode dengan
menggunakan pengamatan langsung terhadap bentuk komponennya secara
visual. Penggunaan metode inspeksi visual mudah namun untuk jumlah
komponen yang banyak penggunaannya sangat terbatas. Jenis kedua adalah
metode pengkodean, yaitu pengelompokan komponen berdasarkan bentuk
geometri dan kompleksitas, dimensi, tipe material yang digunakan, bentuk
bahan baku serta kebutuhan akurasi komponen akhir.
2. Metode pengklasteran.
Metode pengelompokkan berusaha untuk menemukan dan menunjukkan
kesamaan cluster atau kelompok pada objek yang diinput atau objek atribut
dari data matriks. 13 Teknik ini bertujuan untuk menyusun ulang baris dan
kolom dari matriks masukan, khususnya sebuah matriks biner yang
menentukan ada atau tidaknya sebuah komponen yang diproses pada sebuah
mesin khusus. Metode pengklasteran lebih terbatas pada metode mengenai
identifikasi sel mesin, famili komponen yang memiliki kemiripan, atau
keduanya. Beberapa metode utama yang termasuk metode pengklasteran
yaitu:
12
13

Opcit. Rika Ampuh Hadiguna ST, MT dan Heri Setiawan ST, MT. Hal 129-148.
Opcit. Sunderesh S. Heragu. Hal: 297-298.

Universitas Sumatera Utara

a. Rank Order Clustering (ROC) Algorithm
Metode Rank Order Clustering yang dikembangkan oleh King adalah
metode yang sederhana dan merupakan teknik analisis yang efektif untuk
membentuk kelompok komponen-mesin. 14 Metode Rank Order Clustering
(ROC) menentukan sebuah bilangan biner untuk setiap baris dan kolom,
menyusun baris dan kolom secara menurun berdasarkan bilangan binernya,
kemudian mengidentifikasi kelompok. 15 Setiap kelompok mendefinisikan
kelompok mesin dan kelompok komponen yang sesuai. Dalam langkah
algoritma ROC di bawah ini, m dan n menunjukkan jumlah mesin dan
komponen. Langkah dari metode ROC adalah sebagai berikut:\
1) Tetapkan bobot biner BWj=2m-j untuk masing-masing kolom j dari
matriks indikator proses komponen-mesin.
2) Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap baris i
menggunakan formula:
m−j
DEi = ∑�
aij
� =1 2

3) Urutkan baris secara menurun berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali
baris sesuai peringkat ini. Jika tidak ada penyusunan ulang yang
dibutuhkan, berhenti, lanjut ke langkah 4.
4) Untuk setiap penyusunan ulang baris dari matriks, tetapkan bobot biner
BWi=2n-i.
5) Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap kolom j
menggunakan formula:
14
15

Opcit. Inyong Ham, dkk. Hal: 164.
Opcit. Sunderesh S. Heragu. Hal: 298-305.

Universitas Sumatera Utara

m−j
DEi = ∑�
aij
� =1 2

6) Urutkan kolom secara menurun berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali
kolom sesuai peringkat ini. Jika tidak ada penyusunan ulang yang
dibutuhkan, berhenti, lanjut ke langkah 1.
Contoh berdasarkan matriks indikator proses komponen-mesin pada Tabel
3.5. Tentukan diagonal blok dari penyusunan ulang baris dan kolom matriks
menggunakan algoritma ROC.
Tabel 3.5. Matriks Indikator Proses Komponen-Mesin

Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Penyelesaian dapat dilihat sebagai berikut.
Bobot biner untuk setiap kolom dan desimal ekuivalen DE dari nilai biner
setiap baris dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Nilai Biner dan Bobot Setiap Baris dan Kolom dari Matriks
Indikator Proses Komponen-Mesin

Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Universitas Sumatera Utara

Bobot biner untuk setiap kolom dan desimal ekuivalen DE dari nilai biner
setiap kolom dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Penyusunan Ulang Baris dari Matriks Tabel 3.6 berdasarkan Nilai
DE dan Penentuan Nilai dan Bobot Biner Selanjutnya

Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Proses dengan langkah 1 hingga 3 dari algoritma ROC diperoleh matriks
pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Penyusunan Ulang Kolom dari Matriks Tabel 3.7 berdasarkan
Nilai DE dan Penentuan Nilai dan Bobot Biner Selanjutnya

Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Proses dengan langkah 4 hingga langkah 6 dari algoritma ROC diperoleh
matriks pada Tabel 3.8. Karena penyusunan ulang tidak dibutuhkan maka
algoritma dihentikan. Matriks akhir pada Tabel 3.9 menunjukkan struktur
blok diagonal.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.9. Penyusunan Ulang Akhir Baris dari Matriks Tabel 3.8
berdasarkan Nilai DE

Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Metode dalam pengurutan urutan mesin yang cukup praktis dan populer
digunakan adalah metode Hollier. 16 Metode Hollier menggunakan data from
to chart perpindahan bahan antar fasilitas. Metode demikian tidak
membutuhkan data dimensi fasilitas serta tidak memerlukan penetapan
urutan awal fasilitas atau mesin yang akan ditata letak. Ada dua metode
Hollier, yaitu Hollier 1 dan Hollier 2. Perbedaan keduanya hanyalah untuk
mempermudah proses pengaturan urutan mesin atau efisiensi dalam proses
dalam proses perhitungan.
Metode Hollier 1 menggunakan jumlah aliran from and to setiap fasilitas
yang akan diurutkan. Langkah-langkah metodenya sebagai berikut:
1) Buatlah from to chart dari data routing part. Data yang digunakan dari
routing part menunjukkan indikasi jumlah komponen yang berpindah
antar fasilitas dan akan ditata letak.

16

Opcit. Rika Ampuh Hadiguna ST, MT dan Heri Setiawan ST, MT. Hal: 108-109.

Universitas Sumatera Utara

2) Hitung jumlah baris from dan kolom to. Caranya adalah dengan
menjumlahkan setiap kolom dan setiap baris. Untuk menempatkan hasil
penjumlahan, tambahkan baris dan kolom baru.
3) Berdasarkan hasil penjumlahan kolom dan baris, tentukan cara menata
fasilitas dengan memilih nilai penjumlahan terkecil. Jika nilai minimum
diperoleh pada to maka fasilitas ditempatkan pada awal urutan. Jika nilai
minimum diperoleh pada from maka fasilitas ditempatkan di akhir
urutan. Jika hasil penjumlahan memiliki nilai-nilai yang khusus maka
aturan pemecahan sebagai berikut:
a) Jika menemui jumlah to minimum atau jumlah from minimum, maka
pilihlah fasilitas dengan rasio from atau to terkecil.
b) Jika jumlah from dan to adalah sama untuk fasilitas terpilih, maka
fasilitasnya diabaikan dan fasilitas yang memiliki nilai terkecil
berikutnya yang dipilih.
c) Jika jumlah to minimum adalah sama untuk dengan jumlah from,
maka fasilitasnya dipilih dan ditempatkan masing-masing di awal dan
di akhir urutan.
4) Perbaiki from to chart, setelah fasilitas yang dipilih ditata, maka from to
chart direstrukturisasi dengan cara menghilangkan baris dan kolom
fasilitas yang terpilih. Hitung kembali baris dan kolom dan lakukan
langkah 2 dan 3 hingga seluruh fasilitas tertata.
Metode Hollier 2 merupakan metode yang memperbaiki kinerja metode
Hollier 1. Prinsip kerja metode Hollier 2 masih berdasarkan penjumlahan

Universitas Sumatera Utara

baris dan kolom dari from to chart. Langkah-langkah metode Hollier 2
sebagai berikut:
1) Buatlah from to chart dengan prinsip yang sama dengan Hollier 1.
2) Hitung rasio from atau to setiap fasilitas. Caranya adalah dengan
menjumlahkan semua perpindahan from dan perpindahan to setiap
fasilitas. Penjumlahan from dilakukan dengan menjumlahkan baris,
sedangkan to dilakukan dengan

menjumlahkan kolom.

Setelah

memperoleh nilai penjumlahan di setiap kolom dan di setiap baris,
lakukan perhitungan rasio from atau to dengan membagi nilai from
dengan to. Hasil perhitungan rasio ditempatkan pada kolom tambahan
baru.
3) Langkah selanjutnya adalah menata fasilitas berdasarkan nilai rasio
terbesar hingga terkecil. Fasilitas yang memiliki rasio from atau to
tertinggi berarti mendristribusikan banyak perpindahan dan menerima
pekerjaan lebih sedikit dari fasilitas lain, demikian sebaliknya.
Pengaturan fasilitas berdasarkan hal demikian artinya fasilitas dengan
rasio tertinggi ditempatkan di awal urutan, sedangkan fasilitas dengan
rasio terendah ditempatkan di akhir urutan. Dalam kasus tertentu dimana
rasio sama besarnya, pemilihannya adalah dengan memilih fasilitas
dengan nilai from tertinggi yang ditempatkan di depan fasilitas yang
memiliki nilai from terkecil.

Universitas Sumatera Utara

b. Bond Energy (BE) Algorithm
Bond Energy (BE) Algorithm adalah sebuah metode heuristik yang
berusaha untuk memaksimalkan jumlah dari bond energy untuk masingmasing elemen dalam matriks mesin-komponen. Jika ada satu atau banyak
elemen yang bottleneck yang mencegah pembnetukan struktur diagonal
blok, metode ini tidak berjalan dengan baik. Keuntungan dari metode ini
adalah kelompok akhir yang teridentifikasi tidak terpengaruh dengan
matriks awal.
c. Row and Column Masking (R&CM) Algorithm
Metode pengelompokan ini dimulai dari sebuah baris yang terpilih secara
acak dan mencakup semua kolom yang memiliki sebuah masukan pada
baris itu. Kemudian, akan mencakup semua baris dengan sebuah masukan
pada cakupan kolom. Prosedur ini akan berlanjut hingga tidak
memungkinkan untuk beranjak ke baris atau kolom yang tidak tercakup
yang baru dan kemudian sebuah kelompok mesin dan famili komponen
yang memiliki kesamaan terbentuk. Prosedur ini akan berulang untuk
menemukan kelompok lainnya. Sebuah kelemahan utama dari metode ini
adalah jika ada satu atau lebih mesin yang bottleneck atau exceptional
part, metode ini akan memberikan solusi dengan semua mesin di dalam
sebuah sel dan semua komponen akan berada dalam sebuah famili
komponen.

Universitas Sumatera Utara

d. Similarity Coeficient (SC) Algorithm
Similarity Coeficient Algorithm diperoleh dari sistem pengklasifikasian
menurut angka dan berusaha untuk mengukur koefisien similaritas diantara
masing-masing pasangan mesin dan komponen. Metode ini menambahkan
sebuah mesin ke sebuah sel yang ada jika nilai koefisien similaritas di
antara mesin baru dan mesin yang ada dalam sel melewati tingkat yang
ditetapkan. Kelemahan yang nyata dari pendekatan ini adalah bahwa mesin
yang memiliki koefisien similaritas yang tinggi dengan mesin yang ada di
dalam sel akan secara otomatis masuk ke dalam sel meskipun koefisien
similaritas diantara mesin baru dan mesin lainnya yang ada dalam sel
sangat rendah.

3.4.

Permasalahan Material Handling
Masalah utama dalam proses produksi ditinjau dari segi kegiatan atau

proses produksi adalah bergeraknya material dari suatu tingkat ke tingkat proses
produksi berikutnya. 17 Hal ini terlihat sejak material diterima di tempat
penerimaan kemudian dipindahkan ke tempat pemeriksaan dan selanjutnya
disimpan dalam gudang. Pada bagian produksi juga terjadi perpindahan material
yang diawali dengan mengambil material dari gudang, kemudian diproses pada
proses pertama dan berpindah pada proses berikutnya sampai akhirnya dipindah
ke gudang barang jadi. Untuk memungkinkan proses produksi dapat berjalan
dibutuhkan adanya kegiatan pemindahan material yang disebut material handling.

17

Opcit. Hari Purnomo. Hal: 239-240.

Universitas Sumatera Utara

Pada sebuah pabrik, material handling menyerap tenaga kerja sekitar 25%
dari seluruh tenaga kerja, menggunakan ruangan sekitar 55% dari seluruh ruangan
dan 87% dari waktu produksi. Penanganan material diperkirakan menggunakan
15% sampai dengan 70% dari total biaya manufaktur. Oleh sebab itu, penanganan
material menjadi masalah yang penting untuk dianalisis dalam rangka melakukan
pengurangan biaya. Di samping itu, penanganan material juga menyebabkan baik
atau tidaknya kualitas material dan diperkirakan antara 3% sampai 5% dari
seluruh material yang ditangangi mengalami kerusakan.

3.4.1. Material Handling
Pengertian pemindahan bahan (material handling) berdasarkan American
Material Handling Society (AMHS), yaitu sebagai suatu seni dan ilmu yang
meliputi

penanganan

pengepakan

(handling),

(packaging),

pemindahan

penyimpanan

(moving),

(storing)

sekaligus

pembungkusan/
pengendalian

pengawasan (controlling) dari bahan atau material dengan segala bentuknya. 18
Dalam kaitannya dengan pemindahan bahan, maka proses pemindahan bahan ini
akan dilaksanakan dari satu lokasi ke lokasi yang lain baik secara vertikal,
horizontal maupun lintasan yang membentuk kurva. Demikian pula lintasan ini
dapat dilaksanakan dalam suatu lintasan yang tetap atau berubah-ubah.
Selanjutnya, material yang dipindah dapat berbentuk gas, cairan ataupun padat.
Dalam pengertian umum, aktivitas pemindahana bahan lebih ditujukan untuk
pemindahan material dalam bentuk fisik dan padat.
18

Sritomo Wignjosoebroto. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya: Guna
Widya. Hal: 212-213.

Universitas Sumatera Utara

3.4.2. Tujuan Kegiatan Material Handling
Tujuan kegiatan pemindahan bahan yaitu: 19
1. Menaikkan kapasitas
2. Memperbaiki kondisi kerja
3. Memperbaiki pelayanan para pelanggan
4. Meningkatkan pemanfaatan ruang dan peralatan
5. Mengurangi ongkos

3.4.3. Minimasi Material Handling
Masalah pemindahan bahan mencakup bahwa sumber atau tujuan dapat
dipergunakan sebagai titik antara dalam mencari hasil optimal. 20 Minimasi
material handling adalah kegiatan untuk memperkecil jumlah perpindahan yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Min Mp = ∑��=1 ∑�� ��� ���

Dimana:

��� = frekuensi perpindahan material dari mesin i ke mesin j.

��� = jarak perpindahan dari mesin i ke mesin j.

n = jumlah mesin.

19
20

James M. Apple. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Bandung: ITB. Hal:378.
Mega Helprita Saragih. 2012. Perancangan Ulang Tataletak Fasilitas dengan Pendekatan Group
Technology Berdasarkan Rank Order Clustering (Roc) dan Algoritma Bloclpan di Pt.
Apindowaja Ampuh Persada.

Universitas Sumatera Utara

3.4.4. Sistem Pengukuran Jarak Material Handling
Sistem pengukuran jarak material handling dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu: 21
1. Jarak Euclidean
Jarak euclidean adalah jarak yang diukur lurus antara pusat fasilitas satu
dengan pusat fasilitas lainnya. Sistem pengukuran dengan jarak euclidean
sering digunakan karena lebih mudah dimengerti dan mudah digunakan.
Contoh aplikasi dari jarak euclidean misalnya pada beberapa model conveyor,
dan juga jaringan transportasi dan distribusi. Formula yang digunakan yaitu:
Dij = [(xi-xj)2 + (yi-yj)2]1/2
Dimana:

xi = kordinat x pada pusat fasilitas i
yi = kordinat y pada pusat fasilitas i
dij = jarak antara pusat fasilitas i dan j

2. Jarak Rectilinear
Jarak rectilinier sering disebut juga dengan jarak Manhattan merupakan jarak
yang diukur mengikuti jalur tegak lurus. Disebut juga dengan jarak
Manhattan, mengingatkan jalan-jalan di kota Manhattan yang berbentuk garisgaris paralel dan saling tegak lurus antara satu jalan dengan jalan lainnya.
Pengukuran dengan jarak rectilinier sering digunakan karena mudah
perhitungannya, mudah dimengerti dan untuk beberapa masalah lebih sesuai,
misalnya untuk menentukan jarak antar kota, jarak antar fasilitas dimana

21

Opcit. Hari Purnomo. Hal: 80-84.

Universitas Sumatera Utara

peralatan pemindahan bahan hanya dapat bergerak secara tegak lurus. Formula
yang digunakan yaitu:
Dij = |xi-xj| + |yi-yj|
3. Square Euclidean
Square euclidean merupakan ukuran jarak dengan mengkuadratkan bobot
terbesar suatu jarak antara dua fasilitas yang berdekatan. Relatif untuk
beberapa

persoalan

terutama

menyangkut

persoalan

lokasi

fasilitas

diselesaikan dengan penerapan square euclidean. Formula yang digunakan
yaitu:
Dij = [(xi-xj)2 + (yi-yj)2]
4. Aisle
Aisle distance akan mengukur jarak sepanjang lintasan yang dilalui alat
pengangkut pemindah bahan. Dari Gambar 3.9 (a) ukuran jarak aisle antara
departemen K dan M merupakan jumlah dari a, b dan d. Sedang Gambar 3.9
(b) jarak aisle departemen 1 dengan departemen 3 merupakan jumlah dari a, c,
f dan h. Aisle distance pertama kali diaplikasikan pada masalah tata letak dari
proses manufaktur.

Universitas Sumatera Utara

Dept K
a

Dept L

Dept 1

Dept 2

a

d

Dept 3

c

Dept M

b

c

h
f

e

g

d
Dept 4

(a)

Dept 5

Dept 6

(b)

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.9. Aisle Distance

5. Adjacency
Adjacency merupakan ukuran kedekatan antara fasilitas-fasilitas atau
departemen-departemen yang terdapat dalam suatu perusahaan. Dalam
perancangan tata letak dengan metode SLP, sering digunakan ukuran
adjacency yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat kedekatan antara
departemen satu dengan departemen lainnya. Kelemahan ukuran jarak
adjacency adalah tidak dapat memberi perbedaan secara riil jika terdapat dua
pasang fasilitas di mana satu dengan lainnya tidak berdekatan. Sebagai contoh
(Gambar 3.10) jarak antara departemen K dan departemen N yang tidak saling
berdekatan berjarak 40 m, dan jarak antara departemen M dan departemen N
yang berjarak 75 m, hal ini bukan berarti antara departemen K dan departemen
N mempunyai tingkat kedekatan yang lebih tinggi. Dalam hal ini keduaduanya baik dkn (tingkat kedekatan departemen K dan N) dan dmn (tingkat

Universitas Sumatera Utara

kedekatan departemen M dan N) dalam adjacency akan sama-sama diberi nilai
0. Sebaliknya meskipun departemen M dan departemen N masing-masing jika
diukur dengan jarak rectilinear maupun jarak euclidean sama dengan
departemen L, bukan berarti mempunyai nilai adjacency yang sama. Bisa saja
antara departemen M dan departemen L mempunyai jarak adjacency yang
lebih dibandingkan jarak adjacency antara departemen N dan departemen L.
Misalkan antara departemen M dan L nilai adjacency sebesar 3, sedang antara
departemen N dan L nilai adjacency sebesar 1.

Dept K

Dept M

Dept L

Dept N

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.10. Adjacency Distance

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Barata Indonesia (Persero) Medan yang

berlokasi di Jalan Gatot Subroto Km 7,5 No. 273 Medan, Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan pada November 2016 hingga Januari 2017.

4.2.

Objek Penelitian
Objek penelitian yang diamati adalah tata letak lantai produksi PT. Barata

Indonesia (Persero) Medan.

4.3.

Jenis Penelitian
Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian terapan (applied research)

karena penelitian ini memecahkan masalah tata letak lantai produksi yang
dihadapi perusahaan (Sukaria Sinulingga, 2014) dan memberikan rancangan tata
letak lantai produksi usulan yang mengurangi momen perpindahan bahan.

4.4.

Variabel Penelitian
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis produk dan volume produksi
Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis produk dan jumlah produk yang
diproduksi dalam satu tahun terakhir (2016).

Universitas Sumatera Utara

2. Jenis dan jumlah mesin
Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis mesin dan jumlah mesin yang
memiliki fungsi kerja yang sama di lantai produksi.
3. Jenis dan jumlah komponen
Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis komponen dalam sebuah produk
dan jumlah komponen yang memiliki bentuk, ukuran, dan fungsi yang sama.
4. Luas mesin dan stasiun kerja
Variabel ini menunjukkan luasan yang terbentuk dari garis terluar dari mesin
yang membentuk area persegi atau persegi panjang dan luasan yang terbentuk
dengan mengikutsertakan luas mesin, luas bahan, dan luas operator.
5. Proses produksi
Variabel ini menunjukkan aliran bahan yang terbantuk dari suatu stasiun kerja
ke stasiun kerja berikutnya.
6. Ukuran dan bentuk ruangan produksi
Variabel ini menunjukkan luasan yang terbentuk dari dinding terluar ruangan
bagian produksi sementara bentuknya persegi panjang yang terbagi menjadi
tiga bagian dimana terdapat departemen lain di dalamnya.
7. Jarak perpindahan
Variabel ini menunjukkan besarnya jarak antar stasiun kerja satu dengan
stasiun kerja lainnya yang berhubungan membentuk aliran bahan dalam proses
produksi.

Universitas Sumatera Utara

8. Frekuensi perpindahan
Variabel ini menunjukkan jumlah perpindahan yang dilakukan dari stasiun
kerja satu dengan stasiun kerja lainnya yang berhubungan membentuk aliran
bahan dalam proses produksi berdasarkan kapasitas pengangkut.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1.

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder.

5.1.1. Data Primer
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data jenis dan jumlah komponen masing-masing produk tahun 2016
2. Luas mesin dan stasiun kerja
3. Proses produksi komponen masing-masing produk tahun 2016
4. Block layout bagian produksi

5.1.2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data jenis produk dan volume produksi tahun 2016
2. Data jenis dan jumlah mesin
3. Block layout pabrik

5.2.

Pengolahan Data

5.2.1. Perhitungan Frekuensi Perpindahan
Frekuensi perpindahan diperoleh dari pembangian antara volume produksi
dengan kapasitas alat angkut. Contoh perhitungan frekuensi perpindahan dari

Universitas Sumatera Utara

stasiun kerja A menuju stasiun kerja C untuk komponen A1 yaitu: 4/1 = 4
kali/tahun. Perhitungan frekuensi perpindahan untuk stasiun kerja lainnya
dilakukan dengan cara yang sama seperti contoh di atas.

5.2.2. Perhitungan Jarak Perpindahan Awal
Jarak perpindahan dihitung dengan menggunakan metode aisle. Lintasan
yang dilalui pemindah bahan pada tata letak awal lantai produksi PT. Barata
Indonesia (Persero) Medan dapat dilihat pada Gambar 5.1. Jarak antar stasiun
kerja pada layout awal lantai produksi di PT. Barata Indonesia (Persero) Medan
dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Jarak Antar Stasiun Kerja pada Layout Awal Lantai Produksi
PT. Barata Indonesia (Persero) Medan
Jarak (Meter)
i/j
A1

A1

A2

B

C1

C2

D1

48,25

46,51

48,96

40,16

A2
B

38,02

41,58

D2

E

F

G

H

I

48,66
28,15

38,31

28,27

38,43

K

L

M

42,9
36,63

C1

20,6

32,55

20,72

32,67

28,1

17,75

14,12

42,31

C2
D1

J

48,96

40,19
18,35

D2
37,67

E

15,06

18,61

43,61

37,61

30,3

24,3

40,46
42,98

F
28,03

G

22,75

H
I

24,71

J

18,4
37,42

K

21,17

L
M
Sumber: Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Pengolahan Data

Gambar 5.1. Lintasan Pemindah Bahan pada Layout Awal Lantai Produksi
PT. Barata Indonesia (Persero) Medan

Universitas Sumatera Utara

5.2.3. Perhitungan Momen Perpindahan Awal
Momen perpindahan merupakan hasil perkalian antara jarak dari suatu
stasiun kerja ke stasiun kerja berikutnya dengan frekuensi perpindahan. Rumus:




�0 = � � ��� ���
�=1 � =1

Keterangan:
�0
���

���

= nilai total momen perpindahan awal (meter/tahun)
= frekuensi perpindahan dari stasiun i ke j
= jarak antar stasiun i dengan j
Contoh perhitungan momen perpindahan untuk perpindahan dari stasiun

kerja A1 ke C1 sebagai berikut.
Frekuensi perpindahan dari A1 ke C1

= 4 kali/tahun

Jarak perpindahan dari A1 ke C1

= 48,25 meter

Momen perpindahan

= 4 x 48,25 = 193 meter/tahun

Perhitungan momen perpindahan untuk stasiun kerja lainnya dilakukan
dengan cara yang sama seperti contoh di atas. Total jarak dan momen perpindahan
pada layout awal lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) adalah sebesar
8041,6 meter dan 17537,47 meter per tahun.

5.2.4.

Perancangan Ulang Tata Letak Lantai Produksi dengan Pendekatan
Process Layout
Perancangan ulang tata letak lantai produksi dengan pendekatan process

layout dilakukan dengan menggunakan metode Grafik.

Universitas Sumatera Utara

5.2.4.1. Pembentukan From To Chart
From To Chart digunakan untuk memperlihatkan data fre