BAB VII PERENCANAAN SALURAN

DED Pengembangan Daerah Irigasi (DI) di Kec. Pinogu

LAPORAN AKHIR

BAB VII
DETAIL DESAIN JARINGAN IRIGASI
7.1.

Umum
Konsep dasar dalam perencanaan suatu sistem tata jaringan irigasi dan
drainase pada daerah pengembangan baru adalah merencanakan
sistem tata jaringan yang efisien, murah, serta handal dari aspek
kekuatan konstruksi dan handal dari aspek pendistribusian air keseluruh
areal layanan secara cepat, adil, merata dan sesuai debit kebutuhan air
yang direncanakan.
Perencanaan jaringan irigasi dan drainase harus mempertimbangkan
nilai satuan kebutuhan, morfologi lahan, pembagian luasan yang
memudahkan dalam memperoleh air irigasi dan kemudahan dalam
kegiatan O&P serta efisien dalam segi biaya dan pembebasan lahan
(konversi lahan menjadi bidang saluran dan bangunan irigasi) serta
memberikan sistem pematusan air yang cepat dan aman.

Tahapan

perencanaan

jaringan

irigasi

adalah

penentuan

satuan

kebutuhan air irigasi (debit satuan rencana), pembagian luas layanan
atau pembagian petak tersier, penyusunan tata letak saluran dan
bangunan irigasi, penyusunan tata letak saluran pembuang dan
penyusunan skema jaringan irigasi.
Adapun


sasaran

dari

perencaaan

sistem

saluran

irigasi

dengan

pengambilan secara grafitasi tersebut sedapat mungkin harus dibuat
sederhana dan praktis untuk memudahkan cara pengoperasian dan
pemeliharaannya agar dapat dikelola dengan mudah oleh petani sendiri.
Sasaran pokok yang ingin dicapai antara lain :
 Sistem yang dibuat harus sedapat mungkin menjamin pemberian air
irigasi kepada seluruh areal sawah di dalam daerah irigasi secara adil

dan merata.
 Pemberian air cukup memadai untuk dapat meningkatkan jumlah
intensitas serta hasil produksi tanaman setiap tahunnya
VII - 1

DED Pengembangan Daerah Irigasi (DI) di Kec. Pinogu

LAPORAN AKHIR

 Cukup ekonomis bila di bandingkan dengan alternatif lainnya
 Cara pengoperasian dan pemeliharaannya dapat dilakukan dengan
mudah oleh para petani
 Sistem ini memungkinkan untuk dapat disempurnakan sesuai dengan
perkembangan pola kebutuhan air irigasi pada masa mendatang
7.2.

Saluran Irigasi

7.2.1 Muka Air Rencana
Penentuan tinggi elevasi muka air rencana disaluran didasarkan kepada

kebutuhan elevasi muka air maksimum rencana di inlet masing-masing
bangunan

sadap,

dilakukan

dari

hilir

menuju

ke

hulu,

dengan

mempertimbangkan kemiringan saluran (I = slope) dimasing-masing

ruas.
Batasan dalam penentuan tinggi elevasi muka air rencana di saluran
mempertimbangkan:
- Elevasi sawah tertinggi
- Elevasi sawah terjauh (dimana perlu ditambah kehilangan selama
perjalanan dari bangunan sadap sampai ke sawah).
- Elevasi muka air dipilih mana yang lebih tinggi.
- Aspek efisiensi biaya pembangunan
- Aspek kemudahan dalam kegiatan O&P
Sedangkan kebutuhan elevasi muka air di inlet bangunan sadap
ditentukan dengan persamaan :
P

= A + a + b + c + d + e + ∆h

Dimana :
P

= muka air di bangunan sadap


A = elevasi sawah
a

= kedalaman lapisan air disawah

b

= kehilangan tinggi energi di saluran kuarter

c

= kehilangan tinggi energi di box kuarter

d

= kehilangan tinggi energi di saluran tersier

e

= kehilangan tinggi energi di box tersier dan bangunan-bangunan

lain disepanjang saluran tersier
VII - 2

DED Pengembangan Daerah Irigasi (DI) di Kec. Pinogu

LAPORAN AKHIR

∆h = variasi tinggi muka air 0,18 h100.
7.2.2 Kapasitas Saluran
Kapasitas saluran rencana dipengaruhi oleh beban layanan masingmasing ruas dan efisiensi irigasi, yang mana diperoleh dengan
mempergunakan persamaan :

Q=

c . NFR . A
e

dimana :
Q


=

debit rencana (liter/detik)

c

=

koefisien

pengurangan

karena

adanya

sistem

golongan
NFR


=

kebutuhan netto air di sawah (lt/dt/ha)

A

=

luas areal yang diairi (ha)

e

=

efisiensi irigasi

Sedang untuk menentukan besarnya debit ditiap-tiap ruas saluran yaitu
dengan menghitung mundur dari bagian hilir saluran menuju bagian
hulu


saluran.

Dari

perhitungan

pertama,

kedua,

dan

seterusnya

dikumulatifkan hingga diperoleh besarnya debit yang dibutuhkan di
intake.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut ini :

Keterangan :

A,B,C,D,E

:

Nama petak tersier

a,b,c,d,e

:

Luas petak tersier

Qa, Qb, Qc, Qd, Qe :
Q1, Q2, Q3

:

Debit rencana di pintu sadap

Debit rencana di masing-masing ruas saluran
VII - 3

DED Pengembangan Daerah Irigasi (DI) di Kec. Pinogu

LAPORAN AKHIR

Q1 = (Qa + Qb)/Ef
Q2

= Q1 + (Qc/Ef)

Q3

= Q2 + (Qd + Qe)/Ef

Efisiensi secara keseluruhan (total) dihitung sebagai berikut :
Efisiensi jaringan tersier (et) x efisiensi jaringan sekunder (es) x efisiensi
jaringan primer (ep). Faktor-faktor efisiensi yang diterapkan untuk
pehitungan saluran disajikan pada berikut :
Tabel 7.1 Sistem Kebutuhan Air
Tingkat

Kebutuhan Air

Satuan

Sawah
NFR (kebutuhan bersih air di sawah)
Petak tersier TOR (kebutuhan air di bangunan sadap
tersier)
Petak
NFR x luas daerah x 1/et
sekunder
SOR (kebutuhan air di bangunan sadap
sekunder)
Bendung
TOR x 1/es
DR (kebutuhan diversi)
NOR sisi kiri dan NOR sisi kanan
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP.03, hal 7

(l/dt/ha)
(l/dt)
(l/dt)atau
(m3/dt)
(l/dt)atau
(m3/dt)
(m3/dt)

7.2.3 Dimensi Saluran
Dimensi saluran rencana untuk jaringan irigasi Pinogu ditentukan oleh
kapasitas

saluran

rencana

masing-masing

ruas

saluran

dimana

dipengaruhi luas areal layanan, efisiensi irigasi (tergantung dari tingkat
saluran), kemiringan saluran (I), jenis konstruksi saluran dan luas
penampang basah saluran.
Persamaan untuk menentukan dimensi saluran adalah :
Q

= A.V

A

= (b + m h) h

v

= k R2/3 I1/2

R

= A/P

P

= b + 2h m2 + 1

dimana :
Q

= debit (m3/detik)
VII - 4

DED Pengembangan Daerah Irigasi (DI) di Kec. Pinogu

LAPORAN AKHIR

v

= kecepatan air (m/detik)

A

= luas penampang basah (m2)

b

= lebar dasar saluran (m)

h

= kedalaman air (m)

I

= kemiringan saluran

k

= koefisien kekasaran strickler

m

= kemiringan tebing saluran

Dalam perencanaan dimensi saluran irigasi Pinogu mengacu pada
ketentuan-ketentuan dalam KP dengan modifikasi atau penyesuian pada
kondisi lapang dan kemudahan pelaksanaan serta efisiensi biaya
konstruksi. Ketentuan-ketentuan dalam perencanaan saluran irigasi yang
diacukan adalah sebagai berikut :
Koefisien Kekasaran Strickler untuk Saluran Irigasi
Kondisi Saluran
a. Saluran tanah
Q : lebih dari 10 m3/detik
Q : antara 5 dan 10 m3/detik
Q : antara 1 dan 5 m3/detik
Q : kurang dari 1.0 m3/detik
b. Saluran lining :
- Beton
- Pasangan Batu

Strickler’s (k)
45.0
42.5
40.0
35.0
70.0
60.0

Kemiringan Tebing Saluran Minimum untuk Saluran Irigasi
Untuk saluran irigasi (saluran dengan lining) :
Jenis tanah
h

Dokumen yang terkait

PENGARUH PERUBAHAN PERUNTUKAN LAHAN TERHADAP KINERJA SALURAN DRAINASE DI SUB DASAMPRONG (STUDY KASUS DI KECAMATAN KEDUNG KANDANG)

7 130 1

PERENCANAAN STRUKTUR PADA TRIBUN BARAT STADION GAJAYANA MALANG

22 175 2

ANALISIS HUBUNGAN STATUS EKONOMI DENGAN KEJADIAN GANGGUAN SALURAN PERNAFASAN PADA PEKERJA TAMBANG BELERANG DI KAWAH IJEN, BANYUWANGI

9 160 23

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

Tinjauan seksi penagihan terhadap tata usaha piutang pajak kantor pelayanan pajak Bandung Karees Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat

2 91 29

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

HUBUNGAN PEMANFAATAN MEDIA AUDIOVISUAL TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN DAN SIKAP SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 BATANGHARI NUBAN LAMPUNG TIMUR

25 130 93

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 34 50

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60