INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS (3) Copy
INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS
JUDUL
: GERBANG TASAWUF
(Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi)
PENULIS
: DR.JA’FAR , MA
PENERBIT : PERDANA PUBLISHING
(Cetakan Pertama ,September 2016)
A. INTEGRASI DALAM SEJARAH ISLAM
Dalam sejarah intelektual Islam klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal
dan dikembangkan dengan canggih. Center for Islamic Philosophical Studies and
Information (CPSI) pernah menyebut 261 ilmuwan, teolog dan saintis Muslim yang
menguasai banyak bidang, baik ilmu-ilmu kewahyuan maupun ilmu-ilmu rasional dan
empirik. Dalam sejarah Islam, ditemukan seorang:
ahli astronomi,
ahli biologi,
ahli matematika dan
ahli arsitektur
yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman seperti :
tauhid
fikih
tafsir
hadis dan
tasawuf
Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu-ilmu kealaman, para
pemikir Muslim klasik menempuh pola hidup sufistik dan kajian-kajian ilmiah mereka
diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan religius dan spiritual.
Selain dari mazhab Peripetik, sejarah Islam menyebutkan keberadaan para filsuf
dari mazhab Isyraqiyah dan mazhab Hikmah al-Muta’aliyah yang sukses
mengintegrasikan ilmu-ilmu rasional dengan ilmu-ilmu kewahyuan. Di antara mereka
adalah Suhrawardi yang dikenal ahli filsafat, tasawuf, Zoroastrianisme dan Platonisme.
Nash al-Din al-Thusi merupakan pakar dalam bidang astronomi, biologi, kimia,
matematika, filsafat, fisika, teologi, tasawuf dan hukum Islam. Mereka disimak bahwa
banyak ilmuwan Muslim terdahulu yang kehidupan mereka sangat religius dan sufistik,
tetapi mereka menguasai filsafat dengan segala cabangnya seperti metafisika,
matematika, fisika, astronomi, biologi, kedokteran dan teknologi arsitektur.
Para filsuf dari mazhab peripatetik merupakan pemikir muslim yang berhasil
mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran Islam yang bersumberkan kepada AlQuran dan hadis, lantaran tema-tema filsafat Yunani diislamisasikan dan disesuaikan
dengan paradigma Islam.
Selain dari mazhab peripatetik, sejarah Islam menyebutkan keberadaan para filsuf
dari mazhab Isyraqiah dan mazhab Hikmah al-Muta’aliyah yang sukses mengintegrasikan
ilmu-ilmu rasional dengan ilmu-ilmu kewahyuan. Diantara mereka adalah :
Suhrawardi (w. 1191) yang dikenal ahli filsafat, tasawuf, zoroatrianisme, dan
platonisme.
Nazhr al-Din al-Thusi (w. 1274) merupakan pakar dalam bidang astronomi,
biologi, kimia, matematika, filsafat, fisika, teologi, tasawuf, dan hukum Islam.
Quthb al-Din al-Syirazi (w. 1311) cukup dikenal sebagai ahli dalam bidang
astronomi, matematika, kedokteran, fisika, musik, filsafat, dan tasawuf. Mulla
Shadra (w. 1640) adalah seorang pakar teologi, hukum islam, tafsir, dan hadis,
selain menguasai filsafat dan tasawuf.
Baha’ al-al-Din Amili (W. 1621) merupakan seorang ahli hadis, filsuf,
matematikawan, dan arsitek.
Menarik disimak bahwa banyak ilmuan Muslim terdahulu yang kehidupan mereka
sangat religius dan sufistik, tetapi mereka menguasai filsafat dengan segala cabangnya
seperti metafisika, matematika, fisika, astronomi, biologi, kedokteran, dan teknologi
arsitektur.
Dengan demikian, integrasi ilmu dalam Islam bukan hal yang baru. Sebab, para ilmuwan
Muslim klasik telah mengerjakan proyek keilmuwan tersebut sepanjang masa keemasan
Islam. Paling tidak, secara akademik mereka menguasai seluruh disiplin ilmu yang
berkembang pesat pada masa mereka, baik ilmu-ilmu rasional, ilmu-ilmu empirik,
maupun ilmu-ilmu kewahyuan. Mereka bahkan mengintegrasikan kedua jenis ilmu
tersebut dan keduanya saling mendukung kegiatan akademik mereka. Meskipun mereka
seorang filsuf dan saintis, perilaku hidup mereka merupakan realisasi terhadap teori
mereka mengenai filsafat dan sufisme. Dapat disimpulkan bahwa mereka sukses
mengintegrasikan antara dua jenis ilmu tersebut dan mengintegrasikan keduanya dengan
keyakinan dan perilaku hidup mereka sehari-hari.
B. INTEGRASI DALAM RANAH ONTOLOGI
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang bermakna keberadaan, dan
logos yang bermakna teori.
Dalam bahasa latin disebut ontologia, sehingga ontologi bermakna teori
keberadaan sebagaimana keberadaan tersebut.
Ontologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang esensi segala sesuatu. Ontologi
merupakan bagian dari metafisika yang merupakan bagian dari filsafat dan membahas
teori keberadaan seperti keberadaan dan karakteristik esensial keberadaan.
Dengan demikian, Ontologi adalah ilmu tentang teori keberadaan, dan istilah
ontologi ditujukan kepada pembahasan tentang objek kajian ilmu.
Para sufi awal memang lebih banyak memfokuskan kepada masalah pendekatan
kepada Allah SWT, tetapi belakangan mereka meluaskan objek kajian tasawuf sampai
kepada persoalan wujud, selain tasawuf juga mulai bersinggungan dengan filsafat,
sehingga mereka tidak saja membahas dan menyibak hakikat wujud-Nya, tetapi juga
wujud alamdan manusia. Dari aspek ini, akan dapat dilihat titik singgung anatara tasawuf
dengan saintis, sebab tasawuf bukan hanya membahas tentang bagaimana mendekatkan
diri kepada Allah SWT atau hakikat wujud-Nya, tetapi juga memberikan perspektif
tasawuf mengenai hakikat alam dan manusia, sebagaimana sains juga hendak mengkaji
dan menelaah fenomena-fenoma alam, terutama berbagai persoalan tentang mineral,
tumbuhan, hewan dan manusia. Tentu saja, gagasan kaum sufi dinilai akan memberikan
kontribusi dan pengayaaan perpektif dalam upaya memahami dunia fisik tersebut.
Berbeda dari saintis Barat sekuler, para filsuf Muslim dan sufi berpendapat bahwa ada
hubungan erat antara alam dengan Allah Swt. Menurut Ibn ‘Arabi(w.1240), alam
diciptakan Allah Swt, dengan proses penampakkan diri – Nya pada alam epiris yang
majemuk. Penampakkan diri – Nya mengambil 2 bentuk yaitu :
1. Tajalli dzali dalam bentuk penciptaan potensi.
2. Tajalli syuhudi dalam bentuk penampakkan diri dalam citra alam semesta.
Teori Ibn ‘Arabi tentang alam didasari oleh doktrinnya tentang kesatuan
wujud(wahdat al-wujud) dan tajalli. Dari prespektif Ibn ‘Arabi, alam merupakan
manifestasi sifat-sifat Allah Swt dan cermin bagi-Nya, sebagaimana ditemukan dalam
banyak teori ilmuwan-ilmuwan Barat-sekular.
C. INTEGRASI DALAM RANAH EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, espiteme yang bermakna
pengetahuan, dan logos yang bermakna ilmu atau eksplanasi, sehingga
epistemologi berarti teori pengetahuan.
Epistemologi dimaknai sebagai cabang filsafat yang membahas
pengetahuan dan pembenaran, dan kajian pokok epistemology adalah
makna pengetahuan, kemungkinan manusia meraih pengetahuan, dan halhal yang dapat diketahui.
Dengan demikian, epistemologi adalah ilmu tentang cara mendapatkan ilmu.
Kajian-kajian ilmu-ilmu alam menghandalkan metode observasi dan eksperimen
yang disebut dalam epistemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf
mengandalkan metode irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al nafs. Meskipun ada
perbedaan metode, tetapi kedua metode bisa melengkapi dan mendukung satu sama lain.
Dari aspek ini, saintis muslim, meskipun lebih banyak mengedepankan metode
tajribi dalam mengembangkan ilmu – ilmu alam, tetap perlu mengambil metode tasawuf
dalam menemukan ilmu dan kebenaran, dimana kaum sufi mengutamakan metode
tazkiyah al nafs dengan melaksanakan berbagai ritual ibadah termasuk zikir, serta
melakukan prakti riyadhah dan mujahadah. Dari perspektif islam, kesucian jiwa manusia
menjadi syarat utama memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya, yaitu Allah
SWT yang diketahui memiliki sifat al-Alim.
D. INTEGRASI DALAM RANAH AKSIOLOGI
Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios yang bermakna nilai, dan
logos yang berarti teori.
Aksiologi bermakna teori nilai, investigasi terhadap asal, criteria, dan status
metafisik dari nilai tersebut.
Aksiologi disebut dengan teori nilai.
Aksiologi juga dimaknai sebagai studi tentang manfaat akhir dari segala
sesuatu.
Jadi, aksiologi membahas tentang nilai kegunaan ilmu, tujuan pencarian dan
pengembangan ilmu, kaitan antara penggunaan dan pengembangan ilmu dengan kaedah
moral, serta tanggung jawab sosial ilmuan. Kajian aksiologi lebih ditujukan kepada
pembahasan manfaat dan kegunaan ilmu, dan etika akademik ilmuan.
Menurut Bunnin dan Yu, aksiologi adalah studi umum tentang nilai dan penilaian,
termasuk makna, karakteristik dan klasifikasi nilai, serta dasar dan karakter
pertimbangan nilai.
Menurut Suriasumantri menyimpulkan bahwa asiologi sebagai bagian dari kajian
filsafat ilmu membahas tentang kegunaan dan penggunaan ilmu, berkaitan antara
penggunaan ilmu dengan kaedah moral, dan hubungan antara prosuder dan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral dan profesional.
Dari aspek etika akademik, nilai-nilai luhur tasawuf dapat menjadi landasan etis
seorang ilmuan dalam pengembangan sains dan teknologi. Konsep al maqamat dan al
ahwal dapat menjadi semacam etika profesi seorang saintis sebagai ilmuan muslim.
Sekedar contoh, seorang saintis Muslim sebagaimana ilmuan Muslim klasik, harus
menampilkan kehidupan sufistik seperti :
sikap zuhud
wara
sabar
tawakal
cinta
fakir, dan
rida
Dalam menjalankan kegiatan akademik maupun dalam kehidupan sosialnya.
Dengan demikian, saintis muslim masa depan dituntut untuk mengail kearifan dalam
ajaran tasawuf, dan dapat menginternalisasikannya dalam kehidupan akademik dan
sosialnya.
JUDUL
: GERBANG TASAWUF
(Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi)
PENULIS
: DR.JA’FAR , MA
PENERBIT : PERDANA PUBLISHING
(Cetakan Pertama ,September 2016)
A. INTEGRASI DALAM SEJARAH ISLAM
Dalam sejarah intelektual Islam klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal
dan dikembangkan dengan canggih. Center for Islamic Philosophical Studies and
Information (CPSI) pernah menyebut 261 ilmuwan, teolog dan saintis Muslim yang
menguasai banyak bidang, baik ilmu-ilmu kewahyuan maupun ilmu-ilmu rasional dan
empirik. Dalam sejarah Islam, ditemukan seorang:
ahli astronomi,
ahli biologi,
ahli matematika dan
ahli arsitektur
yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman seperti :
tauhid
fikih
tafsir
hadis dan
tasawuf
Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu-ilmu kealaman, para
pemikir Muslim klasik menempuh pola hidup sufistik dan kajian-kajian ilmiah mereka
diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan religius dan spiritual.
Selain dari mazhab Peripetik, sejarah Islam menyebutkan keberadaan para filsuf
dari mazhab Isyraqiyah dan mazhab Hikmah al-Muta’aliyah yang sukses
mengintegrasikan ilmu-ilmu rasional dengan ilmu-ilmu kewahyuan. Di antara mereka
adalah Suhrawardi yang dikenal ahli filsafat, tasawuf, Zoroastrianisme dan Platonisme.
Nash al-Din al-Thusi merupakan pakar dalam bidang astronomi, biologi, kimia,
matematika, filsafat, fisika, teologi, tasawuf dan hukum Islam. Mereka disimak bahwa
banyak ilmuwan Muslim terdahulu yang kehidupan mereka sangat religius dan sufistik,
tetapi mereka menguasai filsafat dengan segala cabangnya seperti metafisika,
matematika, fisika, astronomi, biologi, kedokteran dan teknologi arsitektur.
Para filsuf dari mazhab peripatetik merupakan pemikir muslim yang berhasil
mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran Islam yang bersumberkan kepada AlQuran dan hadis, lantaran tema-tema filsafat Yunani diislamisasikan dan disesuaikan
dengan paradigma Islam.
Selain dari mazhab peripatetik, sejarah Islam menyebutkan keberadaan para filsuf
dari mazhab Isyraqiah dan mazhab Hikmah al-Muta’aliyah yang sukses mengintegrasikan
ilmu-ilmu rasional dengan ilmu-ilmu kewahyuan. Diantara mereka adalah :
Suhrawardi (w. 1191) yang dikenal ahli filsafat, tasawuf, zoroatrianisme, dan
platonisme.
Nazhr al-Din al-Thusi (w. 1274) merupakan pakar dalam bidang astronomi,
biologi, kimia, matematika, filsafat, fisika, teologi, tasawuf, dan hukum Islam.
Quthb al-Din al-Syirazi (w. 1311) cukup dikenal sebagai ahli dalam bidang
astronomi, matematika, kedokteran, fisika, musik, filsafat, dan tasawuf. Mulla
Shadra (w. 1640) adalah seorang pakar teologi, hukum islam, tafsir, dan hadis,
selain menguasai filsafat dan tasawuf.
Baha’ al-al-Din Amili (W. 1621) merupakan seorang ahli hadis, filsuf,
matematikawan, dan arsitek.
Menarik disimak bahwa banyak ilmuan Muslim terdahulu yang kehidupan mereka
sangat religius dan sufistik, tetapi mereka menguasai filsafat dengan segala cabangnya
seperti metafisika, matematika, fisika, astronomi, biologi, kedokteran, dan teknologi
arsitektur.
Dengan demikian, integrasi ilmu dalam Islam bukan hal yang baru. Sebab, para ilmuwan
Muslim klasik telah mengerjakan proyek keilmuwan tersebut sepanjang masa keemasan
Islam. Paling tidak, secara akademik mereka menguasai seluruh disiplin ilmu yang
berkembang pesat pada masa mereka, baik ilmu-ilmu rasional, ilmu-ilmu empirik,
maupun ilmu-ilmu kewahyuan. Mereka bahkan mengintegrasikan kedua jenis ilmu
tersebut dan keduanya saling mendukung kegiatan akademik mereka. Meskipun mereka
seorang filsuf dan saintis, perilaku hidup mereka merupakan realisasi terhadap teori
mereka mengenai filsafat dan sufisme. Dapat disimpulkan bahwa mereka sukses
mengintegrasikan antara dua jenis ilmu tersebut dan mengintegrasikan keduanya dengan
keyakinan dan perilaku hidup mereka sehari-hari.
B. INTEGRASI DALAM RANAH ONTOLOGI
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang bermakna keberadaan, dan
logos yang bermakna teori.
Dalam bahasa latin disebut ontologia, sehingga ontologi bermakna teori
keberadaan sebagaimana keberadaan tersebut.
Ontologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang esensi segala sesuatu. Ontologi
merupakan bagian dari metafisika yang merupakan bagian dari filsafat dan membahas
teori keberadaan seperti keberadaan dan karakteristik esensial keberadaan.
Dengan demikian, Ontologi adalah ilmu tentang teori keberadaan, dan istilah
ontologi ditujukan kepada pembahasan tentang objek kajian ilmu.
Para sufi awal memang lebih banyak memfokuskan kepada masalah pendekatan
kepada Allah SWT, tetapi belakangan mereka meluaskan objek kajian tasawuf sampai
kepada persoalan wujud, selain tasawuf juga mulai bersinggungan dengan filsafat,
sehingga mereka tidak saja membahas dan menyibak hakikat wujud-Nya, tetapi juga
wujud alamdan manusia. Dari aspek ini, akan dapat dilihat titik singgung anatara tasawuf
dengan saintis, sebab tasawuf bukan hanya membahas tentang bagaimana mendekatkan
diri kepada Allah SWT atau hakikat wujud-Nya, tetapi juga memberikan perspektif
tasawuf mengenai hakikat alam dan manusia, sebagaimana sains juga hendak mengkaji
dan menelaah fenomena-fenoma alam, terutama berbagai persoalan tentang mineral,
tumbuhan, hewan dan manusia. Tentu saja, gagasan kaum sufi dinilai akan memberikan
kontribusi dan pengayaaan perpektif dalam upaya memahami dunia fisik tersebut.
Berbeda dari saintis Barat sekuler, para filsuf Muslim dan sufi berpendapat bahwa ada
hubungan erat antara alam dengan Allah Swt. Menurut Ibn ‘Arabi(w.1240), alam
diciptakan Allah Swt, dengan proses penampakkan diri – Nya pada alam epiris yang
majemuk. Penampakkan diri – Nya mengambil 2 bentuk yaitu :
1. Tajalli dzali dalam bentuk penciptaan potensi.
2. Tajalli syuhudi dalam bentuk penampakkan diri dalam citra alam semesta.
Teori Ibn ‘Arabi tentang alam didasari oleh doktrinnya tentang kesatuan
wujud(wahdat al-wujud) dan tajalli. Dari prespektif Ibn ‘Arabi, alam merupakan
manifestasi sifat-sifat Allah Swt dan cermin bagi-Nya, sebagaimana ditemukan dalam
banyak teori ilmuwan-ilmuwan Barat-sekular.
C. INTEGRASI DALAM RANAH EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, espiteme yang bermakna
pengetahuan, dan logos yang bermakna ilmu atau eksplanasi, sehingga
epistemologi berarti teori pengetahuan.
Epistemologi dimaknai sebagai cabang filsafat yang membahas
pengetahuan dan pembenaran, dan kajian pokok epistemology adalah
makna pengetahuan, kemungkinan manusia meraih pengetahuan, dan halhal yang dapat diketahui.
Dengan demikian, epistemologi adalah ilmu tentang cara mendapatkan ilmu.
Kajian-kajian ilmu-ilmu alam menghandalkan metode observasi dan eksperimen
yang disebut dalam epistemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf
mengandalkan metode irfani yang biasa disebut metode tazkiyah al nafs. Meskipun ada
perbedaan metode, tetapi kedua metode bisa melengkapi dan mendukung satu sama lain.
Dari aspek ini, saintis muslim, meskipun lebih banyak mengedepankan metode
tajribi dalam mengembangkan ilmu – ilmu alam, tetap perlu mengambil metode tasawuf
dalam menemukan ilmu dan kebenaran, dimana kaum sufi mengutamakan metode
tazkiyah al nafs dengan melaksanakan berbagai ritual ibadah termasuk zikir, serta
melakukan prakti riyadhah dan mujahadah. Dari perspektif islam, kesucian jiwa manusia
menjadi syarat utama memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya, yaitu Allah
SWT yang diketahui memiliki sifat al-Alim.
D. INTEGRASI DALAM RANAH AKSIOLOGI
Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios yang bermakna nilai, dan
logos yang berarti teori.
Aksiologi bermakna teori nilai, investigasi terhadap asal, criteria, dan status
metafisik dari nilai tersebut.
Aksiologi disebut dengan teori nilai.
Aksiologi juga dimaknai sebagai studi tentang manfaat akhir dari segala
sesuatu.
Jadi, aksiologi membahas tentang nilai kegunaan ilmu, tujuan pencarian dan
pengembangan ilmu, kaitan antara penggunaan dan pengembangan ilmu dengan kaedah
moral, serta tanggung jawab sosial ilmuan. Kajian aksiologi lebih ditujukan kepada
pembahasan manfaat dan kegunaan ilmu, dan etika akademik ilmuan.
Menurut Bunnin dan Yu, aksiologi adalah studi umum tentang nilai dan penilaian,
termasuk makna, karakteristik dan klasifikasi nilai, serta dasar dan karakter
pertimbangan nilai.
Menurut Suriasumantri menyimpulkan bahwa asiologi sebagai bagian dari kajian
filsafat ilmu membahas tentang kegunaan dan penggunaan ilmu, berkaitan antara
penggunaan ilmu dengan kaedah moral, dan hubungan antara prosuder dan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral dan profesional.
Dari aspek etika akademik, nilai-nilai luhur tasawuf dapat menjadi landasan etis
seorang ilmuan dalam pengembangan sains dan teknologi. Konsep al maqamat dan al
ahwal dapat menjadi semacam etika profesi seorang saintis sebagai ilmuan muslim.
Sekedar contoh, seorang saintis Muslim sebagaimana ilmuan Muslim klasik, harus
menampilkan kehidupan sufistik seperti :
sikap zuhud
wara
sabar
tawakal
cinta
fakir, dan
rida
Dalam menjalankan kegiatan akademik maupun dalam kehidupan sosialnya.
Dengan demikian, saintis muslim masa depan dituntut untuk mengail kearifan dalam
ajaran tasawuf, dan dapat menginternalisasikannya dalam kehidupan akademik dan
sosialnya.