PENGARUH KECERMATAN PROFESI OBYEKTIFITAS. pdf

PENGARUH KECERMATAN PROFESI, OBYEKTIFITAS, INDEPENDENSI DAN KEPATUHAN PADA KODE ETIK TERHADAP KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN (Studi Pada Inspektorat Kabupaten Pamekasan)

SUBHAN, SE. MA. Universitas Madura ABSTRACT

The aim of this reseach was to identify the influence of due professional care, objectivity, independency and act upon code of ethics for the quality of audit result in the Inspectorate of Pamekasan Regency.

Independence variable in this reseach were due professional care, objectivity, independency and act upon code of ethics. Dependent variable of this reseach was the quality of audit result. Data of this research is primer data obtained from questionnaires circulated to all auditors in Inspectorate of Pamekasan Regency.

The result of this reseach has shown that the due professional care, objectivity, independency and act upon code of ethics were simultaneus affected significantly to the quality of audit result in the Inspectorate of Pamekasan Regency. Partially, objectivity that not affected significantly to the quality of the result of audit result in the Inspectorate of Pamekasan Regency, however, the due professional care has the bigger impact to the quality of audit result.

Key Word : Due professional care, Objectivity, Independency, Act upon code of ethics, Quality of audit result.

1.1 Latar Belakang

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang No. 33 Tahun 2004 merupakan era baru dalam hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah dalam bentuk otonomi Daerah.

Dampak pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi terhadap permasalahan bagaimana pengelolaan keuangan dan anggaran dearah yang akan tercermin dalam bentuk laporan keuangan. Untuk mewujudkan pelaksanaannya diperlukan aparat pengawas daerah yang mampu mengontrol kebijakan pengelolaan keuangan secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 (pasal 24) pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Aparat Pengawas Intern Pemerintah adalah Inspektorat Jenderal Departemen, Unit

Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota.

Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah yang berada di bawah langsung kepala daerah dan diharapkan independen dari pengaruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan secara berjenjang mulai tingkat kabupaten/kota, tingkat propinsi, dan tingkat departemen. Inspektorat melakukan pemeriksaan dan pengawasan khusus pada SKPD yang ada pada setiap kabupaten, kota dan propinsi.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, selain memberikan rekomendasi juga melaporkan hasil kerjanya dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan bedasarkan standar audit aparat pengawasan intern pemerintah. Rekomendasi dan laporan hasil kerja aparat pengawasan intern pemerintah harus berkualitas, untuk mengetahui kualitas hasil kerja dapat dinilai dari laporan hasil pemeriksaan.

Batubara (2008) mendefinisikan kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

Berdasarkan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan dalam standar umum audit kinerja dan audit investigasi meliputi standar-standar yang terkait dengan karakteriktik organisasi dan individu-individu yang melakukan kegiatan audit harus independen, obyektif, memiliki keahlian (latar belakang pendidikan, kompetensi teknis dan sertifikasi jabatan dan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan), kecermatan profesional dan kepatuhan terhadap kode etik.

Dalam kontek independensi dan obyektifitas dinyatakan bahwa dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan obyektif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Independensi dan obyektifitas diperlukan auditor untuk mewujudkan dan menciptakan kredibilitas hasil pekerjaannya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, permasalahan yang akan muncul adalah bagaimana auditor dapat mempertahankan independensi dan obyektifitas. Menurut Aren et al (2008), nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance).

Alim dkk (2007) menyatakan bahwa kerjasama dengan obyek pemeriksaan yang terlalu lama dan berulang bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki auditor. Belum lagi berbagai fasilitas yang disediakan obyek pemeriksaan selama penugasan dapat mempengaruhi obyektifitas auditor, serta bukan tidak mungkin auditor menjadi tidak jujur dalam mengungkapkan fakta yang menunjukkan rendahnya integritas auditor.

Penelitian tentang obyektifitas dan independensi telah banyak dilakukan. Alim dkk (2007) menguji pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas auditor dengan etika sebagai variabel pemoderasi. Hasil pengujian Penelitian tentang obyektifitas dan independensi telah banyak dilakukan. Alim dkk (2007) menguji pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas auditor dengan etika sebagai variabel pemoderasi. Hasil pengujian

Sukriah ddk (2009) melakukan pengujian terhadap faktor pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sedangkan secara simultan, kelima variabel tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Wati dkk (2010) menguji pengaruh independensi terhadap kinerja auditor pemerintah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah.

Seorang auditor yang memiliki independensi yang tinggi maka tidak akan mudah terpengaruh dan tidak mudah dikendalikan oleh pihak lain dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpai saat pemeriksaan dan dalam merumuskan serta menyatakan pendapatnya. Dengan semakin independensinya seorang auditor maka akan mempengaruhi tingkat pencapaian pelaksanaan suatu pekerjaan yang semakin baik atau dengan kata lain kinerjanya akan menjadi lebih baik.

Di sisi lain, Kecakapan profesional dari seorang pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya. Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), namun dalam prakteknya masih terjadi penarikan kesimpulan yang belum tepat saat proses audit telah dilakukan.

Boner (1990) meneliti tentang faktor pengalaman, memberikan bukti bahwa pengalaman auditor mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja, walaupun hubungannya tidak langsung. Hubungan antara pengalaman auditor dengan kinerja melalui variabel ”intervening”, terutama pengetahuan tentang spesifikasi tugas.

Lubis (2009) menguji pengaruh keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kualitas auditor pada Inspektorat Sumatera Utara. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan secara simultan berpengaruh terhadap kualitas auditor, sedangkan keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kualitas auditor secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi.

Di samping itu, APIP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan norma yang berlaku agar tercipta aparat pengawasan yang bersih dan berwibawa. Norma dan ketentuan yang berlaku bagi auditor intern pemerintah terdiri dari Kode Etik APIP dan Standar Audit APIP. Kode Etik dimaksudkan untuk menjaga perilaku APIP dalam melaksanakan tugasnya, Di samping itu, APIP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan norma yang berlaku agar tercipta aparat pengawasan yang bersih dan berwibawa. Norma dan ketentuan yang berlaku bagi auditor intern pemerintah terdiri dari Kode Etik APIP dan Standar Audit APIP. Kode Etik dimaksudkan untuk menjaga perilaku APIP dalam melaksanakan tugasnya,

Lubis (2009) meneliti pengaruh keahlian, independensi, kecakapan professional dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada inspektorat provinsi sumatera utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik secara bersama berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Secara parsial keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik masing-masing berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor, tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi.

Penelitian ini mengacu pada penenitian Alim dkk (2007), Sukriah dkk (2009), Wati dkk (2010) dan Lubis (2009). Variabel integritas dari penelitian sukriah dkk (2009) dikeluarkan dari variabel penelitian karena integritas tidak di proksikan berdasarkan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008, sehingga variabel yang digunakan oleh peneliti meliputi: Kecermatan profesi, Obyektifitas, Independensi dan Kepatuhan pada kode etik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan cakrawala berfikir mengenai variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Bagi inspektorat dan perangkat daerah dapat memahami variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan guna sebagai bahan kajian dan evaluasi dalam melakasanakan tugas ke inspektoratan sehingga hasil auditnya dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Bagi akademisi terutama calon peneliti selanjutnya untuk dijadikan referensi dalam melakukan penelitian yang sejenis dan dapat mengembangkan melalui keterbatasan-keterbatasan yang ada.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecermatan Profesi

Pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan untuk menilai hasil dari pelaksanaan yang sebenarnya telah sesuai dengan yang rencana yang di tetapkan serta untuk mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan atau hambatan yang ditemukan.

Auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik (Mulyadi, 2002). Sikap kehati-hatian dalam profesi auditor diharuskan untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama. Penggunaan kemahiran Auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik (Mulyadi, 2002). Sikap kehati-hatian dalam profesi auditor diharuskan untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama. Penggunaan kemahiran

Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Kemudian dalam standar audit aparat pengawas intern pemerintah dinyatakan bahwa Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), walaupun dalam prakteknya masih terjadi penarikan kesimpulan yang belum tepat saat proses audit telah dilakukan.

Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan dievaluasi selama pemeriksaan, skeptisme profesional harus digunakan selama pemeriksaan. Dalam menggunakan skeptisme profesional, pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas yang diperiksa adalah jujur.

Due professional care dilakukan pada berbagai aspek audit, diantaranya: a. formulasi tujuan audit; b. penentuan ruang lingkup audit, termasuk evaluasi risiko audit; c. pemilihan pengujian dan hasilnya; d. pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan audit; e. penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam audit dan efek/dampaknya; f. pengumpulan bukti audit; g. penentuan kompetensi, integritas dan kesimpulan yang diambil pihak lain yang berkaitan dengan penugasan audit.

Pusdiklatwas BPKP (2008) menyatakan bahwa auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan ketrampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan kompeten. Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan: a) Ruang lingkup penugasan, b) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan, c) Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance, d) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan, e) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya.

2.2 Obyektifitas

Aparat Pengawas Intern Pemerintah harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Dalam PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Auditor harus obyektif dalam Aparat Pengawas Intern Pemerintah harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Dalam PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Auditor harus obyektif dalam

Pusdiklatwas BPKP (2005), menyatakan obyektifitas sebagai bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak-pihak lain yang berkepentingan, sehingga dapat mengemukaan pendapat menurut apa adanya. Unsur perilaku yang dapat menunjang obyektifitas antara lain (1) dapat diandalkan dan dipercaya, (2) tidak merangkap sebagai panitia tender, kepanitiaan lain dan atau pekerjaan-pekerjaan lain yang merupakan tugas operasional obyek yang diperiksa, (3) Tidak berangkat tugas dengan niat untuk mencari-cari kesalahan orang lain, (4) dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaan- kebijaksanaan yang resmi, serta (5) dalam bertindak maupun mengambil keputusan didasarkan atas pemikiran yang logis.

Pusdiklatwas BPKP (2008) menjelaskan bahwa Prinsip obyektivitas menuntut auditor agar :

1. Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit;

2. Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubunganhubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan; dan

3. Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya.

2.3 Independensi

Auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun (Pusdiklatwas BPKP, 2005). Aren dkk (2008) menyatakan nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance).

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”.

Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun.

Pemeriksa harus menghindar dari situasi yang menyebabkan pihak ketiga yang mengetahui fakta dan keadaan yang relevan menyimpulkan bahwa pemeriksa tidak dapat mempertahankan independensinya sehingga tidak mampu memberikan penilaian yang obyektif dan tidak memihak terhadap semua hal yang terkait dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan.

Pemeriksa perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan atau organisasi. apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan.

Pusdiklatwas BPKP (2008) Independensi pada dasarnya merupakan state of mind atau sesuatu yang dirasakan oleh masing-masing menurut apa yang diyakini sedang berlangsung. Sehubungan dengan hal tersebut, independensi auditor dapat ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, independensi praktisi dan independensi profesi. Secara lengkap hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Independensi Praktisi, yakni independensi yang nyata atau faktual yang diperoleh dan dipertahankan oleh auditor dalam seluruh rangkaian kegiatan audit, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pelaporan. Independensi dalam fakta ini merupakan tinjauan terhadap kebebasan yang sesungguhnya dimiliki oleh auditor, sehingga merupakan kondisi ideal yang perlu diwujudkan oleh auditor. Apabila auditor sungguh-sungguh memiliki kebebasan demikian, maka independensi dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit dapat terpenuhi. Namun demikian, independensi dalam fakta tersebut sifatnya sukar diukur dan tidak serta merta dapat disaksikan oleh orang lain. Kenyataan adanya independensi tersebut hanya dapat dirasakan langsung oleh auditor sendiri dan tidak mudah untuk ditunjukkan atau didemonstrasikan kepada umum. Oleh karena itu, ketika berbicara tentang independensi dalam wujudnya sehari-hari, independensi praktisi ini kurang mendapat perhatian, melainkan lebih ditekankan pada independensi menurut tinjauan yang kedua sebagaimana dikemukakan berikut.

b. Independensi Profesi, yakni independensi yang ditinjau menurut citra (image) auditor dari pandangan publik atau masyarakat umum terhadap auditor yang bertugas. Independensi menurut tinjauan ini sering pula dinamakan independensi dalam penampilan (independence in appearance). Independensi menurut tinjauan ini sangat krusial karena tanpa keyakinan publik bahwa seorang auditor adalah independen, maka segala hal yang dilakukannya serta pendapatnya tidak akan mendapatkan penghargaan dari publik atau pemakainya. Agar independensi menurut tinjauan penampilan ini dapat memperoleh pengakuan publik, maka cara yang efektif untuk mewujudkannya adalah dengan menghindari segala hal yang dapat menyebabkan penampilan auditor dalam kaitannya dengan kliennya mendapat kecurigaan dari publik. Namun demikian, untuk menghilangkan kecurigaan itu tidaklah mudah, bahkan sering memperoleh sorotan dari publik.

Kebijakan untuk menjaga obyektivitas auditor terhadap auditi dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan seperti: tidak diperkenankannya seorang auditor melakukan audit pada auditi tertentu selama tiga tahun berturut-turut, dilakukannya rotasi atau mutasi penugasan audit, larangan seorang auditor Kebijakan untuk menjaga obyektivitas auditor terhadap auditi dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan seperti: tidak diperkenankannya seorang auditor melakukan audit pada auditi tertentu selama tiga tahun berturut-turut, dilakukannya rotasi atau mutasi penugasan audit, larangan seorang auditor

Jika independensi atau obyektivitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP. Auditor dapat menyampaikan keberatannya atas penugasan audit yang dapat mengganggu independensi dan obyektivitasnya sehingga pimpinan dapat menggantikannya dengan orang lain yang tidak terganggu keindependensian dan obyektivitasnya.

Dalam pelaksanaannya perlu diciptakan ketentuan yang mengatur tentang tatacara pelaporan tersebut, juga diciptakan kebijakan yang mengatur tentang tidak diizinkannya seorang auditor melakukan penugasan audit pada suatu auditi tertentu apabila yang bersangkutan memiliki hubungan keluarga, sosial, dan hubungan lainnya yang dapat mengganggu independensi dan obyektivitasnya. Demikian pula perlu diciptakan kebijakan tentang tidak diperkenankannya auditor yang memberikan jasa reviu atau konsultansi atas suatu kegiatan atau instansi tertentu untuk terlibat dalam suatu penugasan audit pada instansi yang sama atau sebaliknya.

2.4 Kepatuhan Pada Kode Etik

Kode etik mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur.

Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi auditor secara keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya.

Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat (Pusdiklat BPKP, 2008).

Kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi.

Disamping itu, hasil kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) diharapkan bermanfaat bagi pimpinan dan unit-unit kerja serta pengguna lainnya untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Hasil kerja ini akan dapat digunakan dengan penuh keyakinan jika pemakai jasa mengetahui dan mengakui tingkat profesionalisme auditor yang bersangkutan.

Untuk itu disyaratkan diberlakukan dan dipatuhinya aturan perilaku yang menuntut disiplin dari auditor APIP yang melebihi tuntutan peraturan perundang- undangan berupa Kode Etik yang mengatur nilai-nilai dasar dan pedoman Untuk itu disyaratkan diberlakukan dan dipatuhinya aturan perilaku yang menuntut disiplin dari auditor APIP yang melebihi tuntutan peraturan perundang- undangan berupa Kode Etik yang mengatur nilai-nilai dasar dan pedoman

PERMENPAN No: PER/04/M.PAN/03/2008 menjelaskan bahwa maksud ditetapkannya Kode Etik APIP adalah tersedianya pedoman perilaku bagi auditor dalam menjalankan profesinya dan bagi atasan auditor APIP dalam mengevaluasi perilaku auditor APIP, Dengan Tujuan adalah:

1. Mendorong sebuah budaya etis dalam profesi APIP;

2. Memastikan bahwa seorang profesional akan bertingkah laku pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan PNS lainnya;

3. Mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip- prinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga dapat terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit.

Kode Etik APIP ini diberlakukan bagi auditor dan PNS/petugas yang diberi tugas oleh APIP untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya yang terdiri dari 2 (dua) komponen dan pelanggaran:

a. Prinsip-prinsip perilaku auditor

1. Integritas Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.

2. Obyektivitas Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.

3. Kerahasiaan Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.

4. Kompetensi Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.

b. Auditor wajib mematuhi aturan perilaku berikut ini:

1. Integritas

a. Melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh;

b. Menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas;

c. Mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang- undangan dan profesi yang berlaku;

d. Menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi;

e. Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal, atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi; e. Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal, atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi;

g. Saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor.

2. Obyektivitas

a. Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan- kegiatan yang diaudit;

b. Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan;

c. Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya.

3. Kerahasiaan

a. Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh dalam audit;

b. Tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

4. Kompetensi

a. Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit;

b. Terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan;

c. Menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.

c. Pelanggaran

1. Tindakan yang tidak sesuai dengan Kode Etik tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi, atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi.

2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.

3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran Kode Etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.

4. Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran Kode Etik ditangani oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP.

2.5 Kualitas Hasil Pemeriksaan

Committee on Basic Auditing Concepts (1973) yang dikutip oleh Boynton, et al (2002) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Menurut Arens et al (2008) auditing adalah suatu kegiatan pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi kuantitatif untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi kuantitatif tersebut dengan Menurut Arens et al (2008) auditing adalah suatu kegiatan pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi kuantitatif untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi kuantitatif tersebut dengan

Kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan ( Batubara, 2008).

Kualitas hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, kompetensi tehnis, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pengalaman kerja, kecermatan profesi, obyektifitas dan independensi pemeriksa. Variabel-variabel ini merupakan bagian dari kualitas hasil pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disusun merupakan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor.

2.6 Pengaruh Kecermatan Profesi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Kecakapan profesional dari seorang pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya. Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), walaupun dalam prakteknya masih terjadi penarikan kesimpulan yang belum tepat saat proses audit telah dilakukan.

Boner (1990) meneliti tentang pengalaman dan memberikan bukti bahwa pengalaman auditor mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja, walaupun hubungannya tidak langsung. Hubungan antara pengalaman auditor dengan kinerja melalui variabel ”intervening”, terutama pengetahuan tentang spesifikasi tugas.

Lubis (2009) menguji pengaruh keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kualitas auditor. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan secara simultan berpengaruh terhadap kualitas auditor, sedangkan keahlian, independensi, kecermatan profesi dan kepatuhan terhadap kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas auditor tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi.

Kualitas auditor menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 adalah auditor yang melaksanakan tupoksi dengan efektif, dengan cara mempersiapkan dan membuat kertas kerja hasil pemeriksaan, melaksanakan perencanaan, koordinasi dan penilaian efektifitas tindak lanjut audit, serta konsistensi laporan audit.

2.7 Pengaruh Obyektifitas Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Aparat Pengawas Intern Pemerintah harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Dalam PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan bahwa auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Auditor harus obyektif dalam melaksanakan audit. Prinsip obyektifitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas.

Sukriah ddk (2009) melakukan pengujian terhadap faktor pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan komptensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada inspektorat se-pulau Lombok dengan sampel berjumlah 154 orang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan, untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sedangkan secara simultan, kelima variabel tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

2.8 Pengaruh Indepensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Aren et al (2008) menyatakan, nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance).

Alim (2007) menyatakan bahwa kerjasama dengan obyek pemeriksaan yang terlalu lama dan berulang bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki auditor. Alim (2007) menguji pengaruh kompentensi dan independensi terhadap kualitas auditor dengan etika sebagai variabel pemoderasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Hal yang sama dilakukan oleh Mardisar dan Sari (2007), yang memberikan hasil bahwa pekerjaan dengan kompleksitas rendah berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor.

Mayangsari (2003) menguji pengaruh kualitas audit yang diproksikan dengan spesialisasi auditor, independensi dengan memproksikan lamanya hubungan auditor dengan auditee dan mekanisme corporate governance terhadap integritas laporan keuangan pada perusahaan publik selama periode 1998-2002. Hasil menunjukkan bahwa spesialisasi auditor berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan dan independensi berpengaruh negatif terhadap integritas laporan keuangan sedangkan mekanisme corporate governance berpengaruh secara statistik signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Wati (2010) menguji pengaruh independensi terhadap kinerja auditor pemerintah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah, hal ini menunjukkan bahwa semakin independensi seorang auditor maka akan semakin mempengaruhi kinerjanya.

2.9 Pengaruh Kepatuhan Pada Kode Etik Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

APIP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan norma yang berlaku agar tercipta aparat pengawasan yang bersih dan berwibawa. Norma dan ketentuan yang berlaku bagi auditor intern pemerintah terdiri dari Kode Etik APIP dan Standar Audit APIP. Kode etik dimaksudkan untuk menjaga perilaku APIP dalam melaksanakan tugasnya, sedangkan Standar Audit dimaksudkan untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan APIP (Sukriah dkk, 2009).

Alim dkk (2007) dalam penelitiannya berjudul pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas auditor dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Sementara itu, interaksi kompetensi dan etika Alim dkk (2007) dalam penelitiannya berjudul pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas auditor dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Sementara itu, interaksi kompetensi dan etika

Lubis (2009) meneliti pengaruh kehlian, independensi, kecakapan professional dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada inspektorat provinsi sumatera utara. Hasil penelitiaan menunjukkan bahwa secara simultan keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Secara parsial keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik masing-masing berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor, tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kualitas auditor adalah independensi.

Kerangka pemikiran penelitian dapat ditunjukkan dalam suatu kerangka konseptual hubungan antar variabel pada gambar 1.

H1

Kecermatan Profesi

H2

Obyektifitas

Kualitas Hasil Pemeriksaan

Kepatuhan pada Kode Etik

Gambar 3.1 Rerangka Konseptual

2.10 Perumusan Hipotesis

H1. Kecermatan profesi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. H2. Obyektifitas berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. H3. Independensi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. H4. Kepatuhan pada kode etik berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi sebab - akibat (causal) karena penelitian ini diarahkan untuk memberikan bukti empiris dan mengetahui pengaruh Kecermatan profesi, Obyektifitas, Independensi dan Kepatuhan pada kode etik berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada inspektorat Kabupaten Pamekasan.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staf inspektorat Kabupaten Pamekasan. Berdasarkan Peraturan Bupati Pamekasan No: 48 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat berjumlah 30 orang.

Jenis penelitian ini adalah sensus. Anshori dan Iswati (2009) menyatakan sensus layak dilakukan jika: a. Elemen-elemen populasi relatif sedikit b. Penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan karakteristik setiap elemen dari suatu populasi. Dengan demikian seluruh populasi yaitu seluruh staf inspektorat Kabupaten Pamekasan dijadikan sampel.

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini menggunakan delapan variabel independen dan satu variabel dependen yang diukur dengan menggunakan Skala Likert. Menurut Anshori dan Iswati (2009) Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.

Variabel Independen

Semua instrumen menggunakan Skala Likert dengan 5 skala nilai yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1, Tidak Setuju (TS) dengan nilai 2, Nertral (N) dengan nilai 3, Setuju (S) dengan nilai 4, serta Sangat Setuju (SS) dengan nilai 5. kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dengan membandingkan dengan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dinyatakan dalam standar umum audit kinerja dan audit investigasi, untuk pengalaman, independensi, obyektifitas dan kepatuhan pada kode etik mengadopsi dari Batubara (2008), Sukriah (2009) dan Lubis (2009). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu:

a. Kecermatan profesi (X1) adalah auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement) yang dilakukan pada berbagai aspek audit.

b. Obyektifitas (X2) adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan Praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain yang mempengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.

c. Independensi (X3) adalah kebebasan posisi auditor baik dalam sikap maupun penampilan dalam hubungannya dengan pihak lain yang terkait dengan tugas audit yang dilaksanakannya.

d. Kepatuhan pada Kode Etik (X4) adalah auditor harus mematuhi kode etik yang ditetapkan. Pelaksanaan audit harus mengacu kepada standar audit, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Kode etik ini dibuat bertujuan untuk mengatur hubungan antara : 1. Auditor dengan rekan sekerjanya, 2. Auditor dengan atasannya, 3. Auditor dengan objek pemeriksanya, 4. Auditor dengan masyarakat.

Variabel Dependen

Kualitas hasil pemeriksaan (Y) adalah laporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistrbusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3.4 Model Analisis Data

Model yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis) yang dijabarkan dibawah ini :

Y= α+β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 +e

Dimana : Y = Kualitas hasil pemeriksaan X1 = Kecermatan profesi X2 = Obyektifitas X3 = Independensi X4 = Kepatuhan pada kode etik β = Koefisien Regresi.

e = Error

3.5 Tehnik Analisa Data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model regresi linear. Dalam suatu penelitian, kemungkinan munculnya masalah dalam analisis regresi cukup sering dalam mencocokan model prediksi ke dalam sebuah model yang dimasukan ke dalam serangkaian data. Penelitian diuji dengan beberapa uji statistik yang terdiri dari uji kualitas data, pengujian asumsi klasik, statistik deskriptif, dan uji statistik untuk pengujian hipotesis.

3.6 Uji Kualitas Data

Menurut Anshori dan Iswati (1999) ada dua konsep mengukur kualitas data yaitu realibilitas dan validitas. Artinya suatu penelitian akan menghasilkan kesimpulan yang bias jika datanya kurang reliabel dan kurang valid. Sedangkan kualitas data penelitian ditentukan oleh kualitas instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.

1. Uji Reliabilitas. Pengujian reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban responden atas seluruh butir pertanyaan atau pertanyaan yang digunakan, untuk keperluan pengujian tersebut. Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi dari sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Muhidin dan Maman, 2007). Teknik statistik yang digunakan untuk pengujian tersebut dengan koefisien Cronbach’s Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 (Ghozali, 2006).

2. Uji Validitas. Pengujian validitas dilakukan untuk menguji apakah instrumen penelitian yang telah disusun benar-benar akurat, sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas dalam hal ini merupakan akurasi temuan penelitian yang mencerminkan kebenaran sekalipun responden yang dijadikan objek pengujian berbeda (Ghozali, 2006). Uji validitas dihitung dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Solimun (2000) menyatakan bahwa bila koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator positif dan lebih besar 0.3 ( r ≥ 0.3) maka instrumen dianggap valid.

3.7 Uji Asumsi Klasik

Untuk dapat melakukan analisis regresi berganda perlu pengujian asumsi klasik sebagai persyaratan dalam analisis agar datanya dapat bermakna dan bermanfaat.

1. Uji Normalitas. Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal 1. Uji Normalitas. Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal

H O : Data berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

H 1 : Data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal Kriteria untuk menolak atau tidak menolak berdasarkan P-Value sebagai berikut: Jika P- Value ≥ α, maka H O tidak ditolak. Jika P- Value < α, maka H O ditolak.

2. Uji Multikolinieritas. Uji multikolinieritas bertujan untuk menguji apakah pada model regresi yang diajukan telah ditemukan korelasi kuat antar variabel independen. Jika terjadi korelasi kuat, terdapat masalah multikolinieritas yang harus diatasi. Menurut Ghazali (2006) model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Ketentuan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas yaitu Variance Inflation Factor (VIF), jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas.

3. Uji Heteroskedastisitas. Pengujian heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel penggangu dengan variabel bebasnya. Jika terjadi gejala homokedastisitas pada model yang digunakan, berarti tidak terjadi hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel bebas, sehingga variabel tergantung benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel bebasnya. Gejala heterokedastisitas ini diketahui dengan menggunakan analisis Rank Spearman. Apabila nilai probabilitas kesalahan (sig) koefisien korelasi Rank Spearman lebih kecil dari 0.05 maka dapat dikatakan dalam suatu model regresi terjadi gejala heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika sig > 0,05 maka model regresi tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

3.8 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi, sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan. Tabulasi menyajikan ringkasan, pengaturan atau penyusunan data dalam bentuk tabel numerik. Statistik deskriptif umumnya digunakan peneliti untuk mendiskripsikan data dan meringkas data yang diobservasi (Uyanto, 2009).

3.9 Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh secara parsial dan simultan menggunakan uji t dan uji F. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi ( α) 0,05 atau 5% atau keyakinan 95% untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima atau ditolak.

1. Uji t.

Uji t digukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji t adalah :

H O1-8 : β = 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Ha 1-8 : β ≠ 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Keputusan statistik diambil berdasarkan nilai probabilitas, dengan kriteria :

a. Jika signifikansi t < α, maka Ho ditolak dan Ha tidak ditolak.

b. Jika signifikansi t ≥ α, maka Ho tidak ditolak dan Ha ditolak.

2. Uji F.

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji F adalah sebagai berikut : Ho : β = 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada

kode etik secara simultan tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Ha : β ≠ 0, Kecermatan profesi, obyektifitas, independensi dan kepatuhan pada kode etik secara simultan berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Keputusan diambil berdasarkan nilai probabilitas, dengan kriteria :

a. Jika signifikansi F< α, maka Ho ditolak dan Ha tidak ditolak.

b. Jika signifikansi F ≥ α, maka Ho tidak ditolak dan Ha ditolak.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Umum Penelitian

Studi ini dilakukan pada kantor Inspektorat Kabupaten Pamekasan yang beralamat di Jalan Jokotole 143 Pamekasan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staff Inspektorat Kabupaten Pamekasanyang berjumlah 30 (tiga puluh ) orang. Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner pada 30 orang staff Inspektorat Kabupaten Pamekasan. Dari 30 eksemplar yang didistribusikan, yang dikembalikan berjumlah 30 eksemplar.

4.2 Pengujian Kualitas Data

4.2.1 Uji Reliabilitas