PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP RETURN SA (1)
PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP RETURN SAHAM
PADA NEGARA CINA, INDONESIA, JEPANG, DAN
KOREA SELATAN
PROPOSAL TESIS
JOHANNA B KRISTIANTI SITINJAK
1306497150
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAGEMEN
KEKHUSUSAN MANAJEMEN KEUANGAN
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
FEBRUARI 2015
PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP RETURN SAHAM
PADA NEGARA CINA, INDONESIA, JEPANG, DAN
KOREA SELATAN
PROPOSAL TESIS
Diajukan Sebagai salah satu syarat mengikuti Karya Akhir
JOHANNA B KRISTIANTI SITINJAK
1306497150
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAGEMEN
KEKHUSUSAN MANAJEMEN KEUANGAN
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
FEBRUARI 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………….......
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………..
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….
1.2 Perumusan Masalah ………………………………………………
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………….
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………...
1.5 Metodologi Penelitian…………………………………………….
1.6 Batasan Penelitian…………………………………………………
1.7 Sistematika Penulisan…………………………………………….
BAB 2 DASAR TEORI…………………………………………………
2.1 Dampak Fluktuasi Harga Minyak Terhadap Aktivitas Ekonomi…
2.2 Dampak Fluktuasi Harga Minyak Terhadap Pasar Modal………..
2.3 Penelitian Terdahulu………………………………………………
BAB 3 METODOLOGI………………………………………………
3.1 Data……………………………………………………………….
3.2 Uji Stasionaritas…………………………………………………..
3.3 Uji Root Test……………………………………………………………..
3.4 Cointeragation…………………………………………………………
…
3. Vector Autoregression Test……………………………………………..
5
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
2
i
ii
1
4
5
5
5
5
6
6
8
8
11
14
16
16
16
17
18
20
24
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak mentah merupakan salah satu komoditas global yang penting, hampir
setiap negara bergantung pada minyak baik dari sudut pandang produsen dan
konsumen. Ini berarti bahwa fluktuasi harga minyak mentah memiliki dampak
yang besar pada ekonomi global. Faktor-faktor penting yang dianggap mendorong
harga minyak mentah adalah produksi, persediaan, dan permintaan minyak.
Mayoritas produksi minyak global berasal dari Organization of Petroleum
Exporting Countries (OPEC). Menurut statistik tahunan Bulletin OPEC 2013,
lebih dari 81% dari cadangan minyak dunia berada di negara-negara anggota
OPEC. Akibatnya, keputusan yang dibuat oleh negara-negara tersebut mengenai
kenaikan harga minyak atau pengurangan produksi akan mempengaruhi harga
minyak mentah di pasar internasional. Jika kita melihat dari sisi permintaan,
permintaan global dipengaruhi oleh kondisi saat ini dan harapan masa depan.
Permintaan minyak mentah dianggap meningkat dengan pertumbuhan ekonomi
meningkat dan permintaan dari negara-negara berkembang. Yan (2012)
berpendapat bahwa hubungan antara pasokan minyak dan permintaan minyak di
pasar internasional adalah faktor yang paling jelas dan langsung mempengaruhi
harga minyak internasional, di mana ia menyebutkan bahwa kemampuan pasokan
terbatas dan ketidakstabilan produksi minyak di OPEC mempengaruhi pasokan
minyak. Analisis akan fluktuasi harga minyak mentah pada basis global dimulai
sejak periode setelah Perang Dunia II yang merupakan tahap awal dari industri
minyak (Yan 2012). Setelah tahun-tahun setelah Perang Dunia II, tidak ada
fluktuasi harga minyak besar sampai tahun 1970-an di mana beberapa guncangan
terhadap harga minyak terjadi. Pada tahun 1986, setelah Perang Iran-Irak pada
awal 1980-an, dunia mengalami penurunan harga minyak di mana harga minyak
turun dari $ 27 / barel pada tahun 1985 menjadi $ 12 / barrel pada tahun 1986.
1
Universitas Indonesia
2
Setelah itu, harga minyak stabil dan meningkat ke tingkat yang lebih normal.
Selama Perang Teluk Persia pada 1990-1991 harga minyak mengalami lonjakan,
yang diikuti oleh penurunan setelah perang berakhir. Hal yang sama berlaku untuk
krisis keuangan Asia pada tahun 1997, di mana bisa dilihat pada tahun 1998 ketika
harga turun di bawah $ 12 per barel (Hamilton, 2010). Harga minyak dunia
mengalami volatilitas yang luar biasa selama krisis keuangan tahun 2008, dengan
harga mulai dari puncak hampir $ 150 per barel pada Juli ke level terendah sekitar
$ 40 per barel pada Desember (EIA laporan 2013). Dalam tahun-tahun setelahnya,
harga minyak bergerak di kisaran antara $ 90 dan $ 130 per barel. Harapan masa
depan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun setelah resesi
global 2008-2009 dan kerusuhan di Afrika Utara dan Timur Tengah telah
membantu menjaga harga relatif tinggi, dengan harga spot minyak mentah ratarata $ 112 per barel pada tahun 2012
.
Dari sudut pandang teoretis, fluktuasi harga minyak dapat mempengaruhi pasar
keuangan melalui berbagai hal. Kenaikan harga minyak, mempengaruhi kegiatan
ekonomi, pendapatan perusahaan, inflasi dan kebijakan moneter memiliki
implikasi untuk harga aset dan karenanya juga pasar keuangan (Mussa 2002 p.26,
IMF working paper). Hubungan antara harga minyak dan saham dapat dijelaskan
dengan mempertimbangkan metode penilaian berdasarkan pendekatan Discounted
Cash Flow (DCF), (Huang et al, 1996). Menurut pendekatan ini, nilai suatu
perusahaan dan nilai sahamnya dikatakan sama dengan jumlah arus kas masa
depan yang diharapkan didiskontokan dengan tingkat diskonto (misalnya rata-rata
biaya modal). Oleh karena itu, perubahan dalam arus kas yang diharapkan dan
Universitas Indonesia
3
tarif diskon akan berpengaruh terhadap return saham. Harga minyak dapat
mempengaruhi dua hal ini dalam berbagai cara dengan penyebab yang berbeda.
Minyak adalah sumber daya nyata dan bahan input dalam produksi di banyak
industri, menyiratkan bahwa harga minyak di masa depan dapat berdampak pada
arus kas yang diharapkan. Harga minyak mentah yang lebih tinggi mengakibatkan
harga energi yang lebih tinggi, yang akan berpengaruh pada biaya untuk semua
aspek bisnis dan industri yang bergantung pada energi. Oleh karena itu, perubahan
yang diharapkan dalam harga energi menghasilkan perubahan yang sama dalam
biaya yang diharapkan dan perubahan yang berlawanan harga saham. Mengenai
efek pada saham tertentu, hasilnya tergantung pada apakah perusahaan adalah
produsen bersih atau konsumen bersih minyak di mana kenaikan harga minyak
akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi bagi produsen dan penurunan
pendapatan bagi konsumen. Namun secara keseluruhan, minyak merupakan input
dan karenanya peningkatan harga minyak akan menekan tingkat pengembalian
saham agregat (Huang et al, 1996). Harga minyak juga dapat mempengaruhi
return saham melalui tingkat diskonto. Menurut teori ekonomi, tingkat diskonto
yang diharapkan terdiri dari tingkat inflasi yang diharapkan dan tingkat bunga
yang diharapkan yang keduanya bergantung pada harga minyak diharapkan.
Dalam konteks ini, untuk negara pengimpor minyak bersih, harga minyak yang
lebih tinggi akan memiliki efek negatif pada neraca perdagangan dan karenanya
menempatkan tekanan pada nilai tukar negara dan kenaikan inflasi. Oleh karena
itu, tingkat inflasi yang lebih tinggi diharapkan berhubungan positif dengan
tingkat diskonto dan berhubungan negatif dengan return saham. Karena minyak
adalah sumber daya utama dalam perekonomian, tingkat bunga riil juga
dipengaruhi oleh harga minyak. Mengingat situasi dengan harga minyak yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat harga umum, tingkat bunga riil dapat
menyebabkan kenaikan tingkat pengembalian investasi perusahaan yang pada
gilirannya menyebabkan penurunan harga saham (Huang et al, 1996). Akhir-akhir
ini harga minyak mentah dunia terus mengalami penurunan, secara umum
seharusnya akibat harga minyak turun maka ongkos produksi juga akan menurun
dan laba perusahaan kebanyakan akan meningkat. Apabila, sebagian besar
perusahaan
mengalami
kenaikan
laba,
seharusnya
akan
mengakibatkan
Universitas Indonesia
4
pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Namun, yang terjadi pada akhir-akhir ini
adalah banyak kondisi ekonomi di beberapa negara malah menjadi lesu, salah satu
contohnya adalah Jepang. Hal itu disebabkan akibat lebih dari 90 persen dari
kebutuhan domestik Jepang dikuasai dan dipasok oleh perusahaan – perusahaan
minyak. Bagaimanakah dengan Indonesia sebagai negara yang memproduksi
minyak mentah?Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keadaan di
empat Negara yang termasuk dalam G20 yaitu Cina, Jepang, Indonesia, dan Korea
Selatan yang berada dalam satu grup yang sama. Penelitian ini ditujukan untuk
meneliti bagaimana kondisi ekonomi keempat negara tersebut denga meneliti
hubungan antara perubahan harga minyak dengan ekonomi makro dan hubungan
antra harga minyak dengan pasar modal.
1.2 Perumusan Masalah.
Telah banyak literatur telah menyelidiki dampak dari fluktuasi harga minyak pada
perekonomian. Meningkatnya peran pasar modal di ekonomi telah menarik mintat
untuk penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara harga minyak dan pasar
saham. Selain itu, literatur yang ada mengenai hubungan antara fluktuasi harga
minyak dan pasar saham, lebih sering menyelidiki Amerika Serikat (AS). Oleh
karena itu juga menarik untuk meneliti dampak pada pasar saham di negaranegara lain. Berdasarkan studi sebelumnya tesis ini akan menganalisis hubungan
antara fluktuasi harga minyak dan pasar saham di negara –negara aggota Group 5
G-20 (Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan. Analisis ini didasarkan pada
pernyataan masalah berikut:
Apakah dampak fluktuasi harga minyak return saham Cina, Indonesia, Jepang,
dan Korea Selatan?
Berikut tiga sub-pertanyaan akan membantu dalam menjawab pernyataan
masalah:
1. Apakah fluktuasi harga minyak linear berdampak pada return saham dari Cina,
Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan?
Universitas Indonesia
5
2. Apakah fluktuasi harga minyak non-linear berdampak pada return saham dari
Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan?
3. Apakah fluktuasi harga minyak asimetris berdampak pada return saham dari
Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak fluktuasi harga
minyak di pasar keuangan dalam Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan. Ada
tiga aspek yang berbeda dari dampak terhadap return saham yang akan diselidiki;
linear, non-linear dan asimetris. Tiga aspek akan dianalisis dengan menggunakan
vektor autoregresi terbatas (VAR) model dengan data bulanan untuk periode
antara 2004 dan 2014. Model VAR dasar digunakan dalam tesis mengandung
empat variabel: tingkat suku bunga, harga minyak yang nyata, produksi industri
dan real return saham.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk beberapa pihak diantaranya adalah:
Pemerintah
Bagi pemerintah, dengan mengetahui apakah harga minyak dunia yang
berfluktuatif
mempengaruhi
perkembangan
pasar
modal
dan
dapat
menentukankebijakan yang paling baik
Akademia
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bantuan untuk peneliti selanjutnya untuk
melakukan penelitian lanjut pada bidang ini.
1.5 Metodologi penelitian
Pernyataan masalah akan dijawab dengan melakukan analisis empiric dengan
vektor autoregresi Model (VAR), Metode statistik dan spesifikasinya akan
dijelaskan secara lebih rinci di bab 3.
Universitas Indonesia
6
1.6 Batasan Penelitian
Ketika memeriksa dampak guncangan harga minyak di pasar saham, analisis akan
terbatas pada Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan pada periode 2004
sampai 2014. Alasan untuk memilih terutama negara-negara tersebut adalah akses
data yang dapat dipercaya, dan ketergantungan yang tinggi dari minyak sebagai
komoditas. Sebagian besar model akan sama seperti pada penelitian yang
dilakukan oleh oleh Sadorsky (1999), Park and Ratti (2008), Cong et al. (2008)
dan Ono (2011). Tesis ini mengkaji dampak dari fluktuasi harga minyak ke pasar
saham, menggunakan model VAR terbatas. Seperti disebutkan ada tiga jenis
hubungan yang diselidiki, yaitu linear, non-linear dan hubungan asimetris. Untuk
alasan ini, tidak akan membuat penyelidikan lebih lanjut dari pengaruh volatilitas
harga minyak ke pasar saham, mengikuti definisi populer dari skala perubahan
harga minyak oleh Lee, Ni dan Ratti (1995). Penelitian ini juga tidak akan
melakukan analisis mengenai pemisahan fluktuasi harga minyak ke fluktuasi
permintaan dan penawaran, dan bagaimana berbagai jenis fluktuasi mungkin
memiliki efek yang berbeda pada pasar saham, seperti yang dinyatakan oleh
Kilian (2006, 2009).
1.7 Sistematika Penelitian
Bab I
Mengenai latar belakang penulisan tesis, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodologi penelitian, batasan penelitian, dan sistematika
penyusunan.
Bab II
Mengenai landasan teori yang akan digunakan untuk penelitian ini.
BAB III
Mengenai metodologi penelitian. Yaitu tentang pengumpulan data, jenis dan
sumber data, model ekonometrika dan metode analisis
BAB IV
Mengenai data dan hasil analisa.
BAB V
Universitas Indonesia
7
Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi kebijakan
atas hasil penelitian.
Universitas Indonesia
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Dampak Fluktuasi Harga Minyak Terhadap Aktivitas Ekonomi.
Salah satu yang pertama yang mempelajari dampak dari fluktuasi harga minyak
terhadap perekonomian adalah Hamilton (1983). Dengan menggunakan enam
variabel vektor autoregresi (VAR) Model yang menunjukkan bahwa semua
kecuali satu dari resesi AS sejak Perang Dunia II didahului oleh peningkatan besar
dalam harga minyak. Namun, Hamilton tidak percaya bahwa fluktuasi harga
minyak menyebabkan resesi, menemukan hubungan yang signifikan secara
statistik yang mendukung fakta bahwa fluktuasi harga minyak merupakan faktor
yang berkontribusi terhadap beberapa resesi. Burbidge dan Harrison (1984) yang
melakukan variabel tujuh model VAR menganalisis dampak fluktuasi harga
minyak pada sistem persamaan. Penelitian ini dilakukan di AS, Jepang, Jerman,
Inggris dan Kanada untuk periode antara Januari 1961 dan Juni 1982. Mereka
menemukan bahwa harga minyak memiliki pengaruh yang signifikan pada
produksi industri AS dan Inggris, sedangkan tanggapan dari negara-negara lainnya
yang agak kecil. Gisser dan Goodwin (1986) menguji beberapa gagasan yang
diperkenalkan oleh Hamilton (1983). Mereka menganalisis dampak fluktuasi
harga minyak pada ekonomi makro AS dari tahun 1961 hingga 1982. Hasil
penelitian mereka menunjukkan bahwa harga minyak mentah telah memiliki
dampak yang signifikan pada beberapa indikator makroekonomi. Selanjutnya,
mereka menemukan bahwa hubungan antara harga minyak dan variabel
makroekonomi telah stabil selama seluruh periode. Akhirnya, fluktuasi harga
minyak menggeser kurva penawaran menyebabkan efek nyata yang besar, tetapi
efek harga langsung lemah, sedangkan kebijakan moneter menggeser kurva
permintaan menyebabkan efek harga kuat tetapi jangka panjang-netralitas dengan
sehubungan dengan GNP riil.
8
Universitas Indonesia
9
Seperti Hamilton (1983), Mork (1989) juga menggunakan model enam variabel
VAR dengan Data kuartal. Namun, ia memperpanjang periode sampel juga
termasuk harga minyak yang turun pada tahun 1986, untuk menguji apakah
hubungan yang kuat antara kenaikan harga minyak dan GNP benar. Hasilnya
mengkonfirmasi korelasi negatif yang sama antara harga minyak meningkat dan
GNP tersebut. Selain itu, ia juga menemukan apa yang tampak sebagai sebuah
hubungan asimetris, karena korelasi antara penurunan harga minyak dan GNP
berbeda dengan kenaikan harga minyak. Mork, Olsen & Mysen (1994)
menunjukkan bahwa korelasi antara PDB dan harga minyak meningkat secara
signifikan negatif untuk AS, Kanada, Jepang, Jerman, Perancis dan Inggris, tapi
positif bagi Norwegia. Mereka berpendapat bahwa alasan di balik itu
kemungkinan besar akibat sektor penghasil minyak relatif dalam perekonomian.
Untuk sebagian besar negara-negara korelasi dengan penurunan harga minyak
untuk mayoritas positif, tetapi hanya signifikan bagi AS dan Kanada. Akhirnya,
semua negara kecuali Norwegia menunjukkan bukti efek asimetris. Hamilton
(1996) tidak setuju dengan Mork (1989) ia menyarankan hubungan non-linear
antara harga minyak dan PDB di AS, dan mendefinisikan harga minyak seperti
apa yang dia sebut kenaikan harga minyak. Hamilton kemudian menemukan
hubungan negatif yang sangat signifikan antara PDB di AS dan kenaikan harga
minyak. Eika dan Magnussen (2000) meneliti efek dari tingginya harga minyak
terhadap ekonomi Norwegia pada paruh pertama tahun 1980-an. Mereka
memanfaatkan dua model makroekonomi skala besar; NIGEM dan KVARTS
harga minyak yang tinggi dari tahun 1979 sampai 1985. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa harga minyak yang lebih tinggi memiliki efek yang kuat
pada mitra dagang dari Norwegia, yang menurunkan permintaan barang ekspor
Norwegia. Begitu juga dengan peningkatan suku bunga. Namun, Norwegia
menerima keuntungan windfall dari kenaikan harga minyak karena tingkat
produksi dan ekspor minyak. Kebijakan fiskal ekspansif, berdasarkan strategi
pengeluaran bijaksana, berdampaki lebih besar daripada impuls negatif dari luar
negeri dan PDB kemudian mengalami peningkatan rata-rata 1,3% selama periode
1979 1993. Cunado dan de Gracia (2003) menganalisis hubungan antara harga
minyak dan variabel ekonomi makro seperti kegiatan ekonomi untuk negaraUniversitas Indonesia
10
negara Eropa dari tahun 1960 sampai 1999. Mereka menggunakan tiga spesifikasi
untuk perubahan harga minyak; perubahan harga minyak yang nyata, kenaikan
bersih harga minyak (NOPI), dan skala kenaikan harga minyak (Sopi). Ketika
melakukan uji kausalitas Granger menemukan bahwa perubahan harga minyak
yang ditemukan menyebabkan indeks produksi industri (IPI), meskipun hubungan
ini tidak sama untuk seluruh periode. Mereka juga menemukan bahwa kenaikan
harga minyak memiliki efek negatif yang signifikan pada tingkat pertumbuhan
IPI, namun sebaliknya tidak berlaku untuk penurunan harga minyak. Kenaikan
harga minyak juga cenderung memiliki dampak yang lebih besar pada IPI setelah
periode kenaikan harga yang lebih rendah. Akhirnya, mereka tidak menemukan
bukti bahwa dampak harga minyak pada makroekonomi tergantung pada
volatilitas harga minyak. Hamilton (2003) yang juga menganalisis hubungan
nonlinear antara perubahan harga minyak dan pertumbuhan PDB ekonomi AS.
Seperti beberapa penelitian lain yang disebutkan di atas, ia juga menemukan bukti
yang cukup kuat mendukung hubungan nonlinear. Selanjutnya hasil itu
menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak memiliki dampak yang lebih besar
daripada penurunan harga minyak, dan bahwa setelah periode dengan harga
minyak atsiri harga minyak kurang berguna untuk peramalan dari PDB. JimenezRodriguez dan Sanchez (2005) membedakan antara negara pengimpor minyak
dan pengekspor bersih dan mempelajari efek dari fluktuasi harga minyak pada
aktivitas ekonomi riil. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan VAR dengan
tujuh variabel untuk G7, Norwegia dan Euro dari tahun 1972 sampai 2001.
Selanjutnya model VAR diperkirakan, seperti dalam artikel oleh Cunado dan
Gracia (2003), untuk kedua linear dan tiga Pendekatan nonlinear: spesifikasi
asimetris, spesifikasi skala dan spesifikasi bersih. Hasil menunjukkan bahwa
kedua model linier dan nonlinier kenaikan harga minyak memiliki dampak negatif
pada PDB untuk negara-negara pengimpor minyak. Pengecualian adalah Jepang
di mana ia menemukan hubungan positif antara harga minyak dan PDB. Pada
Jepang di mana, , ditemukan hubungan positif antara harga minyak dan PDB.
Untuk eksportir minyak bersih, Norwegia memperoleh manfaat dari kenaikan
harga minyak, sedangkan Inggris terkena dampak negatif. Hasil penelitian mereka
Universitas Indonesia
11
untuk model non-linear juga menyarankan kenaikan harga minyak memiliki
dampak yang lebih besar pada PDB dari penurunan harga minyak
2.2 Dampak Fluktuasi Harga Minyak Terhadap Pasar Modal.
Salah satu artikel pertama yang menganalisis dampak dari guncangan harga
minyak di pasar saham internasional dari Amerika Serikat, Kanada, Jepang dan
Inggris, dilakukan oleh Jones dan Kaul (1996). Mereka menggunakan model
valuasi arus kas / dividen standar untuk mempelajari apakah rasionalitas harga
saham bereaksi terhadap dampak berita di arus kas riil saat ini dan masa yang
akan datang pada masa pasca perang. Mereka menemukan bahwa reaksi AS dan
harga saham Kanada yang rasional sebagai perubahan harga minyak secara
signifikan mempengaruhi arus kas riil saat ini dan masa depan. Namun, hasil
untuk Kanada dan Jepang tidak signifikan, karena tidak dapat dijelaskan efek dari
fluktuasi harga minyak pada return saham. Huang, Masulis dan Stoll (1996)
mempelajari hubungan antara return berjangka minyak dan return saham di AS
selama tahun 1980-an. Dengan menggunakan vektor autoregresi multivariate,
mereka meneliti hubungan antara harga minyak dan pasar saham pada tiga tingkat
yang berbeda; pertama untuk indeks harga saham S & P 500, kedua, untuk 12
indeks harga saham, dan ketiga untuk 3 perusahaan minyak yang berbeda. Mereka
tidak menemukan return minyak masa depan memiliki banyak dampak pada S &
P 500. Sadorsky (1999) menyelidiki hubungan antara harga minyak dan return
saham dengan menggunakan VAR terbatas bagi AS Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan data bulanan antara tahun 1947 dan 1996, dan variabel yang
termasuk dalam model ini yaitu produksi industri, suku bunga, return saham dan
harga minyak. Sadorsky menjalankan tiga tes yang berbeda untuk mempelajari
hubungan antara harga minyak dan return saham. Pertama, ia mempelajari
dampak fluktuasi harga minyak terhadap return saham. Kedua, ia menguji untuk
asimetris fluktuasi harga minyak. Ketiga, ia memeriksa jika ada asimetris
fluktuasi volatilitas harga minyak. Bukti-bukti menunjukkan bahwa fluktuasi
harga minyak memiliki dampak negatif yang signifikan secara statistik terhadap
return saham. Selanjutnya hasil menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak yang
positif memiliki dampak besar pada pendapatan saham dari pengembalian saham
Universitas Indonesia
12
negatif. Akhirnya, dia menemukan efek asimetris antara fluktuasi volatilitas harga
minyak dan return saham. Gjerde dan Sættem (1999) menyelidiki hubungan
antara variabel makroekonomi dan return saham di Norwegia. Mereka
menggunakan model multivariat VAR selama 20 tahun 1974-1994, yang meliputi
variabel eaight. Temuan mereka menunjukkan ketergantungan yang kuat antara
harga minyak dan return saham. Return saham terpengaruh akibat perubahan
harga minyak. Ciner (2001) menguji hubungan linier dan nonlinier antara return
saham di AS dan return minyak berjangka. Pengujian dilakukan dengan
melakukan uji kausalitas Granger dalam konteks model VAR. Hasil dari tahun
1980-an dan 1990-an tidak menunjukkan hubungan sebab akibat linear Granger
antara minyak berjangka dan return saham. Di sisi lain hasil memberikan bukti
hubungan nonlinear antara return saham AS dan keuntungan masa mendatang
minyak. Papaetrou (2001) menggunakan model multivariat VAR untuk
menyelidiki hubungan dinamis antara harga minyak, aktivitas ekonomi dan
lapangan kerja di Yunani. Analisis empiris dilakukan dengan data bulanan untuk
periode 1989-1999. Variabel yang digunakan dalam model VAR adalah harga riil
minyak, tingkat bunga, real return saham, produksi industri dan lapangan kerja
industri. Hasil empiris menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak memiliki
dampak negatif langsung pada pasar modal. Oleh karena itu fluktuasi minyak
yang positif akan berdampak negatif terhadap return saham. Berbeda dengan
sebagian besar penelitian lainnya Maghyereh (2004) meneliti hubungan antara
fluktuasi harga minyak dan pasar saham di 22 negara. Dia menggunakan model
VAR, tapi bukannya data bulanan ia menggunakan data harian dalam analisis
untuk periode antara 1 Januari 1998-31 April 2004. Hasil empiris menunjukkan
bahwa fluktuasi harga minyak tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap
pasar modal. Park dan Ratti (2008) menggunakan analisis multivariat VAR untuk
mempelajari efek dari fluktuasi harga minyak dan volatilitas harga minyak pada
tingkat pengembalian saham AS dan 13 negara-negara Eropa dari tahun 1986
hingga 2005. Seperti pada penelitian oleh Cunado dan de Gracia ( 2003), mereka
juga menggunakan tiga proxy yang berbeda untuk perubahan harga minyak:
fluktuasi harga minyak linear, dan dua variabel harga minyak nonlinier diberikan
oleh skala perubahan harga minyak yang nyata, dan kenaikan harga minyak. Park
Universitas Indonesia
13
dan Ratti menggunakan empat variabel yang berbeda dalam analisis VAR mereka:
harga saham, suku bunga jangka pendek, produksi industri, dan harga minyak.
Temuan mereka menunjukkan bahwa untuk sebagian besar negara-negara
fluktuasi harga minyak linear memiliki dampak negatif yang signifikan secara
statistik terhadap return saham. Salah satu pengecualian adalah return saham dari
Norwegia yang positif dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak. Hasil yang sama
juga berlaku ketika skala harga minyak digunakan sebagai variabel harga minyak.
Ketika variabel harga minyak bersih digunakan sebagai variabel harga minyak,
hasilnya hanya signifikan secara statistik negatif bagi minoritas negara.
Selanjutnya mereka menemukan bahwa di semua negara kecuali AS peningkatan
volatilitas harga minyak secara signifikan menekan return saham. Akhirnya,
meskipun terdapat pengecualian pada AS dan Norwegia, ada sedikit bukti yang
menunjukkan efek asimetris return saham riil terhadap fluktuasi harga minyak
yang positif dan negatif bagi negara-negara pengimpor minyak. Cong et al. (2008)
menyelidiki hubungan antara fluktuasi harga minyak dan pasar saham Cina.
Mereka menerapkan model VAR multivariat untuk periode 1996-2007. Dalam
model VAR mereka menggunakan 5 variabel berbeda: tingkat suku bunga jangka
pendek, produksi industri, harga minyak yang nyata, indeks harga konsumen dan
tingkat pengembalian saham riil. Berbeda dengan beberapa studi sebelumnya
mereka tidak menemukan dampak yang signifikan secara statistik pada return
saham. Mereka juga tidak menemukan efek asimetris yang signifikan secara
statistik terhadap return saham, atau dampak apapun yang signifikan dari
volatilitas minyak meningkat. Bjørnsland (2008) mempelajari efek dari
guncangan harga minyak ke return saham di Norwegia pada periode 1993-2005.
Dia menggunakan model VAR struktural yang mencakup tujuh variabel, dan
mendefinisikan empat proxy yang berbeda untuk perubahan harga minyak. Buktibukti menunjukkan bahwa peningkatan harga minyak sebesar 10%, meningkatkan
return saham sebesar 2-3%. Efek maksimum tercapai setelah 14-15 bulan di mana
ia telah terjadi peningkatan sebesar 4-5%, setelah ini akan berhenti. Hasilnya juga
kuat untuk transformasi ke linear yang berbeda dan harga minyak nonlinier.
Odusami
(2009)
menggunakan
model
GARCH-lompat
asimetris
untuk
menganalisis hubungan antara harga minyak mentah dan pasar saham AS. Dia
Universitas Indonesia
14
menggunakan data harian dari Januari 1996 sampai Desember 2005, dan
menemukan hubungan negatif yang signifikan antara fluktuasi harga minyak
nonlinear dan return saham AS. Akhirnya, Ono (2011) meneliti dampak harga
minyak terhadap return saham nyata bagi Brazil, Rusia, India dan China (BRIC).
Dia menggunakan model VAR dengan data dari Januari 1999 hingga September
2010 untuk menguji respon fluktuasi harga minyak linear, non-linear dan
asimetris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengembalian saham riil
China, India dan Rusia srcara statistik signifikan positif terhadap beberapa
indikator harga minyak, sedangkan hasilnya tidak signifikan secara statistik untuk
Brasil. Selain itu, penelitian menemukan efek asimetris yang signifikan secara
statistik untuk India, sementara di kasus Brazil, China dan Rusia tidak ada efek
asimetris yang ditemukan.
2.3 Penelitian Terdahulu
Study
Guo, H. and Kliesen, K.L.
(2005).
“Oil Price Volatility and U.S.
Macroeconomic Activity”
Sadorsky,P. (1999).
“Oil Price Shocks and Stock
Market Activity”
Results
Oil price volatility has a negative and
significant effect on future gross domestic
product (GDP) and after adding new variable,
oil price change, the volatility effect becomes
more significant, which means that both
variables are significant.
But, after controlling for Hamilton’s (2003)
nonlinear oil shock measure, both the oil price
change and its volatility lose their
significance.
GARCH(1,1) model generate the conditional
variance that are closely related to ∆lo.
Negative correlation between ∆lo and rsr and
also between ∆lr and rsr are generated from
VAR variance-covariance matrices.
Variance decompositions conclude that all the
shocks are captured mostly from the
movement in itself.
Changes in oil prices impact the economic
activity, but not the other way around.
Kang, S.H., Kang, S.M., and
CGARCH and FIGARCH models are a better
Universitas Indonesia
15
Yoon, S.M. (2009).
“Forecasting Volatility of Crude
Oil Markets”
Narayan, P.K. and Narayan, S.
(2007).
“Modelling Oil Price Volatility”
Narayan, P.K. and Narayan, S.
(2009). “Modelling the Impact of
Oil Prices on Vietnam’s Stock
Prices”
in modeling and forecasting the volatility
persistence than GARCH and IGARCH
models
Oil price shocks have both permanent and
inconsistent asymmetric effects on volatility
There is a cointegration between all the
variables
Long run elasticity finds a positive
relationship from oil prices and exchange
rates to stock prices
Park, J. and Ratti, R.A. (2008).
Real stock returns are affected by oil price
“Oil Price Shocks and Stock
shocks and the resut is robust
Markets in the U.S. and 13
US have significantly different result with
European Countries”
some European countries in how the increase
in oil price volatility affect the stock market
Papapetrou, E. (2001). “Oil Price Oil price shocks generates a negative impact
Shcoks, Stock Market, Economic on industrial production, employment, and
Activity, and Unemployment in
real stock returns
Greece”
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Data
Dalam tesis ini, penulis akan memeriksa bagaimana dampak fluktuasi harga
minyak terhadap return saham di Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan.
Negara-negara ini dipilih berdasarkan ketergantungan mereka pada minyak
sebagai komoditas, dan ketersediaan data. Penelitian ini akan menggunakan. The
data bulanan dari Januari 2004 sampai Desember 2014. Variabel return saham riil,
produksi industri, suku bunga dan harga minyak, dan juga akan digunakan dalam
penelitian ini. Pengembalian saham riil yang digunakan adalah perbedaan antara
compounded return indeks harga saham dan tingkat inflasi yang diberikan oleh
log perbedaan harga konsumen. Indeks harga saham semua indeks MSCI
dikumpulkan dari Thomson Reuters Datastream (DS). Sebagai ukuran aktivitas
ekonomi produksi industri yang digunakan. Suku bunga jangka pendek
dikumpulkan dari situs bank sentral masing –masing Negara (Cina, Indonesia,
Jepang, dan Korea Selatan). Variabel terakhir adalah harga minyak,), penentuan
harga minyak dunia diperoleh dari situs www.data360.org.. Variabel lain yang
digunakan adalah indeks harga konsumen dan nilai tukar. Sebagai ukuran tingkat
inflasi menggunakan Consumer Price Index (CPI) yang didapatkan dari situs
http://www.inflation.eu/. Nilai tukar nominal adalah nilai tukar USD ke mata uang
masing-masing negara.
3.2 Uji Stasionaritas
Ketika melakukan analisis statistik dengan time series itu merupakan syarat
mutlak bahwa variabel stasioner. Untuk time series y t, menjadi stasioner
diperlukan bahwa mean dan varians yang konstan dari waktu ke waktu. Selain itu,
kovarians antara dua nilai hanya tergantung pada jarak di waktu yang
memisahkan dua nilai, dan bukan pada saat di mana
16
Universitas Indonesia
17
variabel-benar diamati (Carter, Griffiths & Lim, 2011, hal. 476). Ini berarti bahwa
time series yt stasioner pada saat:
-
Constant mean
E ( y t ) =μ
Constant Variance
var ( y t )=σ 2
Covariance depends on s not t
cov ( y t , y t +s ) =cov ( y t , y t−s ) =γ s
Jika time series mengandung tren stokastik atau tren deterministik, ada
pelanggaran dari seri stasioner, dan time series menjadi non-stasioner. Jika time
series yt adalah non-stasioner dapat menyebabkan regresi menjadi salah.
Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa t-statistik tidak dapat diandalkan, dan
hasilnya mungkin menunjukkan hubungan yang signifikan yang salah (Carter,
Griffiths & Lim, 2011).
3.3 Uji Root test
Ada beberapa metode untuk menguji apakah time series stasioner. Metode yang
akan digunakan dalam penulisan ini adalah tes Dickey-Fuller (Dickey & Fuller,
1979). Tes dasar dipekerjakan untuk menyelidiki keberadaan unit akar dalam
model autoregressive orde pertama (AR(1)):
y t =α + ρ y t −1+ v t
Sebelum melakukan tes kedua sisi persamaan dikurangi untuk membuatnya lebih
nyaman, dan di mana 1 dan menjadi:
∆ y t =α +γ y t −1+ v t
Untuk menguji stasioneritas perlu memeriksa nilai
ρ
jika nilai
ρ
adalah
salah satu atau secara signifikan kurang dari satu, seri menjadi non-stasioner.
Maka hipotesanya menjadi:
Ho γ =0 ; H 1 : γ
2>n . Sehingga trace test adalah:
ln ( 1−¿ ^λi )
n
λtrace ( r )=−T
∑
¿
i=r +1
Uji kedua adalah maximum eigenvalues test :
λ(r ,r +1) =−T ln (1− ^λr +1)
Hipotesis nol trace test apakah jumlah nilai eigen yang berbeda adalah ≤ r,
sedangkan nilai eigen maksimum tes nol hubungan r kointegrasi terhadap r + 1
(Greasly & Oxley, 2010).
Universitas Indonesia
20
3.5 Vector Autoregression Test.
Model vektor autoregressive (VAR) diperkenalkan oleh Sims (1980), dan
merupakan model ekonometrik sering digunakan untuk menangkap hubungan
antara variabel ekonomi. Lebih khusus, model VAR adalah suatu system
persamaan di mana semua variabel diperlakukan sebagai endogen. Dengan
demikian, masing-masing variabel dalam sistem dinyatakan sebagai kombinasi
nilai-nilai lagged linear sendiri dan lagged nilai-nilai dari semua variabel lain
dalam sistem (Baltagi, 2003). Secara umum, diberi satu set K variabel time series,
sebuah VAR order p, di mana p merupakan jumlah tertinggal, dapat dinyatakan
sebagai:
y t =A y t−1 +…+ A p y t −p +u t
Dimana yt= [y1t….yKt] adalah vektor kolom pengamatan nilai-nilai masa lalu dari
semua variabel dalam model, Ai adalah matriks K x K dari koefisien, dan ut=
[u1t….uKt] adalah vektor kolom istilah kesalahan yang tidak teramati. Istilah
kesalahan diasumsikan proses independen rata- rata nol white noise dengan
invariant waktu, pasti positif matriks kovarians. Selanjutnya, u tidak berkorelasi,
tetapi mungkin memiliki korelasi (Baltagi, 2003). Satu keuntungan dengan model
ini adalah bahwa di sisi kanan dari persamaan hanya tertinggal nilai muncul, dan
estimasi OLS menghasilkan estimasi yang konsisten. Bahkan jika inovasi u t yang
memiliki korelasi, OLS akan efisien.
Salah satu masalah dengan menggunakan model VAR adalah bagaimana memilih
panjang lag optimal. Hal ini diperlukan karena panjang lag terlalu pendek dapat
menyebabkan autokorelasi istilah kesalahan dan tidak efisien. Di sisi lain panjang
lag yang lebih besar meningkatkan jumlah parameter, yang selanjutnya
menurunkan derajat kebebasan, menyiratkan kesalahan standar besar dan karena
itu interval kepercayaan lebar untuk koefisien model (Füss, 2007). Verbeek (2008)
menyarankan penggunaan kriteria informasi Akaike (AIC) atau kriteria Schwarz
Universitas Indonesia
21
informasi Bayesian (BIC) untuk memilih panjang lag yang tepat, dan akan
digunakan dalam tesis ini. Untuk mencegah kesalahan spesifikasi model jumlah
lag yang meminimalkan nilai kriteria informasi yang dipilih.
3.5.1
Analisa Respon Impuls
Model VAR umum (p) mungkin berisi banyak parameter, yang embuatnya sulit
untuk menafsirkan interaksi antara variabel dalam model. Untuk alasan ini fungsi
respon impuls digunakan untuk meneliti interaksi dinamis antara variabel dalam
model. Jika proses yt adalah I (0) model VAR dapat ditulis sebagai vektor rata-rata
bergerak (VMA):
y t =❑0 u t +❑1 ut−1 +❑2 ut−1 +… . ,
Dimana 0 IK , and s adalah:
s
❑s=∑ ❑s− j A j ¿ s=1,2, … .
j=1
Elemen (i,j) dari matriks s menunjukkan hasil yang diharapakan dari yt,t+s
terhadap perubahan unit didalam yjt yang berisis dari nilai masa lalu akan yt
konstan. Peningkatan satu unit dalam inovasi uit akan berdampak pada yit pada yt=
[yt-1,yt-2,…] . Oleh karena itu, unsur-unsur s merupakan respon impuls dari
komponen yt sehubungan dengan inovasi ut. Dalam kasus di mana I (0), sebagai s
menjadi tidak terbatas, sehingga s akan menjadi 0, sehingga pengaruh akan
berkurang dari waktu ke waktu. Namun, salah satu kelemahan fungsi impulse
response adalah bahwa hal itu tidak masuk akal untuk berpikir bahwa fluktuasi
yang terjadi di isolasi, ketika komponen u t yang instan berkorelasi. Baltagi (2003)
berpendapat bahwa solusi untuk masalah dimaksud adalah dengan menggunakan
inovasi orthogonal. Dalam tesis ini inovasi akan diubah menjadi inovasi
orthogonal dengan menggunakan dekomposisi Cholesky dari matriks kovarians.
Fluktuasi orthogonal kemudian akan diberikan oleh
−1
ε t =P u t . Dari persamaan
VMA maka:
y t =❑0 ε t +❑1 ε t−1
Universitas Indonesia
22
Dimana i= iP(1=1,2,…) dan 0 =P adalah segitiga bawah. Dalam kata lain
inflasi dalam variabel pertama akan memiliki dampak langsung pada variabel
lain, sedangkan inflasi dalam variabel kedua tidak akan memiliki dampak
langsung pada yit , Tetapi hanya untuk variabel yang tersisa. Inovasi orthogonal
kemudian berkorelasi di kedua waktu dan persamaan. Salah satu kelemahan
dengan transformasi inovasi orthogonal adalah bahwa urutan residu mungkin
memiliki dampak yang besar terhadap inflasi (Baltagi, 2003, hal. 693-694).
3.5.2
Dekomposisi Varians
Alat lain untuk menafsirkan model VAR adalah perkiraan error dekomposisi
varians. Brooks (2003, hal. 242) menggambarkan dekomposisi varians sebagai
"own’ shocks, versus shocks to the other variables ". Perkiraan kesalahan
dekomposisi varians dihitung dengan memulai dengan persamaan VAR di mana T
adalah asal perkiraan dan h-step diperkirakan diberikan oleh:
Jika h> 1, maka perkiraan eror adalah:
Dekomposisi varians juga digunakan untuk menmukan inovasi orthogonal
ϵt =( ϵ 1 t , … ., ϵ Kt )=P−1 ut , dimana P adalah triangular matriks yang
menghasilkan PP’= ∑u.
Selanjutnya (i,j) merupakan elemen dari n menjadi ij,n dan berdasarkan asumsi
ε
kt
maka perkiraan kesalah varians menjadi:
Keadaan (❑2kj ,0 +…+❑2kj ,h−1 ) memberikan kontribusi varians j ke varians h step
memberikan perkiraan variable akan varians k. ε
it
diintepretasikan sebagai
Universitas Indonesia
23
fluktuasi dalam variable i. Sehingga akhirnya persamaan diatas dapat dibagi
dengan σ 2k (h) menjadi:
Hasil yang ada akan memberikan presentasi varians j ke varians h step yang
memberikan perkiraan varians eror dari variable k . Mengenai fungsi impuls
respon varians dekomposisi memperkirakan varians eror terpengaruh dengan
mengurutkan residual ( Baltagi,2003)
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Bernanke, B.S. 1983. “Irreversibility, Uncertainty and Cyclical Investment”.
Journal of Economics 98: 85-106.
Bollerslev, T. 1986. “Generalized Autoregressive Heteroskedasticity”. J.
Economet. 52: 307-327.
Brooks, C. 2008. Introductory Econometrics for Finance. New York: Cambridge
University Press.
Burbidge, J. and Alan Harrison. 1984. “Testing for the Effects of Oil Price Rises
Using Vector Autoregressions”. International Economic Review Vol. 25, No. 2.
Cong, R.G., Yi-Ming Wei, Jian-Lin Jiao, and Ying Fan. 2008. “Relationships
between Oil Price Shocks and Stock Market: An Empirical Analysis from China”.
Energy Policy 36: 3544-3553.
Duncan, R. C. 2001. “The Peak of World Oil Production and the Road to the
Olduvai Gorge” Population and Environment 22(5): 503-522.
Ferderer, J.P. 1996. “Oil Price Volatility and the Macroeconomy”. Journal of
Macroeconomics Vol. 18 1: 1-26.
Franses, P.H. and Dick van Dijk. 2009. “Time Series Models for Business and
Economic Forecasting”. Working Paper. Cambridge University Press.
Guo, H. and Kevin L. Kliesen. 2005. “Oil Price Volatility and U.S.
Macroeconomic Activity”. Federal Reserve Bank of St. Louis Review 87(6): 669683.
Hamilton, J.D. 1983. “Oil and the macroeconomy since World War II”. Journal of
Political Eonomy 92(2): 228-248.
Hamilton, J.D. 1994. “Time Series Analysis”. Princeton: Princeton University
Press.
Henriques, I. and Perry Sadorsky. 2011. “The Effect of Oil Price Volatiity on
Strategic Investment”. Energy Economics 33: 79-81.
Hill, R.C., William E. Griffiths, and Guay C. Lim. 2008. Principles of
Econometrics. Hoboken, NJ: Wiley.
Johansen, S. 1988. “Statistical Analysis of Cointegration Vectors. Journal of
Economic Dynamics and Control 12: 231-254.
24
Universitas Indonesia
25
Johansen, S. and Katarina Juselius. 1990. “The Full Information Maximum
Likelihood Procedure for Inference on Cointegration with Application to the
Demand for Money. Oxford Bulletin of Economics and Statistics 52: 169-210.
Kang, S.H., Sang-Mok Kang, and Seong-Min Yoon. 2009. “Forecasting Volatility
of Crude Oil Markets”. Energy Economics 31: 119-125.
Kuper, G.H. 2002. “Measuring Oil Price Volatility”. Working Paper. University of
Groningen.
Lee, B.S. 1992. “Causal Relations among Stock Returns, Interest Rates, Real
Activity, and Inflation”. The Journal of Finance Vol. 47, 4: 1591-1603.
Lee, K., Shawn Ni, and Ronald A. Ratti. 1995. “Oil Shocks and the
Macroeconomy: The Role of Price Variability”. Energy Journal Vol. 16: 39-56.
Leonard, J. 2011. “A Macroeconomic Model of Key Commodity Prices:
Quantifying the Impact of China”. MAPI Report (ER-714).
Narayan, P.K. and Seema Narayan. 2007. “Modelling Oil Price Volatility”. Energy
Policy 35: 6549-6553.
Narayan, P.K. and Seema Narayan. 2010. “Modelling the Impact of Oil Prices on
Vietnam’s Stock Prices”. Applied Energy 87: 356-361.
Papapetrou, E. 2001. “Oil Price Shocks, Stock Market, Economic Activity and
Employment in Greece”. Energy Economics 23: 511-532.
Park, J. and Ronald A. Ratti. 2008. “Oil Price Shocks and Stock Markets in the
US and 13 European Countries”. Energy Economics 30: 2587-2608.
Rafiq, S., Ruhul Salim, and Harry Bloch. 2009. “Impact of Crude Oil Price
Volatility on Economic Activities: An Empirical Investigation in the Thai
Economy”. Resources Policy 35: 121-132
Sadorsky, P. 1999. “Oil Price Shocks and Stock Market Activity”. Energy
Economics 21: 449-469.
Sadorsky, P. 2004. “Stock Markets and Energy Prices”. Encyclopedia of Energy,
vol. 5. Elsevier, New York: 707-717.
Uri, N.D. 1980. “Energy as a Determinant of Investment Behavior”. Energy
Economics 2: 179-183.
Yang, C.W., Ming-Jeng Hwang, Bwo-Nung Huang. 2002. “An Analysis of Factors
Affecting Price Volatility of the US oil Market”. Energy Economics 24: 107-119.
Universitas Indonesia
PADA NEGARA CINA, INDONESIA, JEPANG, DAN
KOREA SELATAN
PROPOSAL TESIS
JOHANNA B KRISTIANTI SITINJAK
1306497150
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAGEMEN
KEKHUSUSAN MANAJEMEN KEUANGAN
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
FEBRUARI 2015
PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP RETURN SAHAM
PADA NEGARA CINA, INDONESIA, JEPANG, DAN
KOREA SELATAN
PROPOSAL TESIS
Diajukan Sebagai salah satu syarat mengikuti Karya Akhir
JOHANNA B KRISTIANTI SITINJAK
1306497150
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAGEMEN
KEKHUSUSAN MANAJEMEN KEUANGAN
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
FEBRUARI 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………….......
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………..
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….
1.2 Perumusan Masalah ………………………………………………
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………….
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………...
1.5 Metodologi Penelitian…………………………………………….
1.6 Batasan Penelitian…………………………………………………
1.7 Sistematika Penulisan…………………………………………….
BAB 2 DASAR TEORI…………………………………………………
2.1 Dampak Fluktuasi Harga Minyak Terhadap Aktivitas Ekonomi…
2.2 Dampak Fluktuasi Harga Minyak Terhadap Pasar Modal………..
2.3 Penelitian Terdahulu………………………………………………
BAB 3 METODOLOGI………………………………………………
3.1 Data……………………………………………………………….
3.2 Uji Stasionaritas…………………………………………………..
3.3 Uji Root Test……………………………………………………………..
3.4 Cointeragation…………………………………………………………
…
3. Vector Autoregression Test……………………………………………..
5
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
2
i
ii
1
4
5
5
5
5
6
6
8
8
11
14
16
16
16
17
18
20
24
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak mentah merupakan salah satu komoditas global yang penting, hampir
setiap negara bergantung pada minyak baik dari sudut pandang produsen dan
konsumen. Ini berarti bahwa fluktuasi harga minyak mentah memiliki dampak
yang besar pada ekonomi global. Faktor-faktor penting yang dianggap mendorong
harga minyak mentah adalah produksi, persediaan, dan permintaan minyak.
Mayoritas produksi minyak global berasal dari Organization of Petroleum
Exporting Countries (OPEC). Menurut statistik tahunan Bulletin OPEC 2013,
lebih dari 81% dari cadangan minyak dunia berada di negara-negara anggota
OPEC. Akibatnya, keputusan yang dibuat oleh negara-negara tersebut mengenai
kenaikan harga minyak atau pengurangan produksi akan mempengaruhi harga
minyak mentah di pasar internasional. Jika kita melihat dari sisi permintaan,
permintaan global dipengaruhi oleh kondisi saat ini dan harapan masa depan.
Permintaan minyak mentah dianggap meningkat dengan pertumbuhan ekonomi
meningkat dan permintaan dari negara-negara berkembang. Yan (2012)
berpendapat bahwa hubungan antara pasokan minyak dan permintaan minyak di
pasar internasional adalah faktor yang paling jelas dan langsung mempengaruhi
harga minyak internasional, di mana ia menyebutkan bahwa kemampuan pasokan
terbatas dan ketidakstabilan produksi minyak di OPEC mempengaruhi pasokan
minyak. Analisis akan fluktuasi harga minyak mentah pada basis global dimulai
sejak periode setelah Perang Dunia II yang merupakan tahap awal dari industri
minyak (Yan 2012). Setelah tahun-tahun setelah Perang Dunia II, tidak ada
fluktuasi harga minyak besar sampai tahun 1970-an di mana beberapa guncangan
terhadap harga minyak terjadi. Pada tahun 1986, setelah Perang Iran-Irak pada
awal 1980-an, dunia mengalami penurunan harga minyak di mana harga minyak
turun dari $ 27 / barel pada tahun 1985 menjadi $ 12 / barrel pada tahun 1986.
1
Universitas Indonesia
2
Setelah itu, harga minyak stabil dan meningkat ke tingkat yang lebih normal.
Selama Perang Teluk Persia pada 1990-1991 harga minyak mengalami lonjakan,
yang diikuti oleh penurunan setelah perang berakhir. Hal yang sama berlaku untuk
krisis keuangan Asia pada tahun 1997, di mana bisa dilihat pada tahun 1998 ketika
harga turun di bawah $ 12 per barel (Hamilton, 2010). Harga minyak dunia
mengalami volatilitas yang luar biasa selama krisis keuangan tahun 2008, dengan
harga mulai dari puncak hampir $ 150 per barel pada Juli ke level terendah sekitar
$ 40 per barel pada Desember (EIA laporan 2013). Dalam tahun-tahun setelahnya,
harga minyak bergerak di kisaran antara $ 90 dan $ 130 per barel. Harapan masa
depan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun setelah resesi
global 2008-2009 dan kerusuhan di Afrika Utara dan Timur Tengah telah
membantu menjaga harga relatif tinggi, dengan harga spot minyak mentah ratarata $ 112 per barel pada tahun 2012
.
Dari sudut pandang teoretis, fluktuasi harga minyak dapat mempengaruhi pasar
keuangan melalui berbagai hal. Kenaikan harga minyak, mempengaruhi kegiatan
ekonomi, pendapatan perusahaan, inflasi dan kebijakan moneter memiliki
implikasi untuk harga aset dan karenanya juga pasar keuangan (Mussa 2002 p.26,
IMF working paper). Hubungan antara harga minyak dan saham dapat dijelaskan
dengan mempertimbangkan metode penilaian berdasarkan pendekatan Discounted
Cash Flow (DCF), (Huang et al, 1996). Menurut pendekatan ini, nilai suatu
perusahaan dan nilai sahamnya dikatakan sama dengan jumlah arus kas masa
depan yang diharapkan didiskontokan dengan tingkat diskonto (misalnya rata-rata
biaya modal). Oleh karena itu, perubahan dalam arus kas yang diharapkan dan
Universitas Indonesia
3
tarif diskon akan berpengaruh terhadap return saham. Harga minyak dapat
mempengaruhi dua hal ini dalam berbagai cara dengan penyebab yang berbeda.
Minyak adalah sumber daya nyata dan bahan input dalam produksi di banyak
industri, menyiratkan bahwa harga minyak di masa depan dapat berdampak pada
arus kas yang diharapkan. Harga minyak mentah yang lebih tinggi mengakibatkan
harga energi yang lebih tinggi, yang akan berpengaruh pada biaya untuk semua
aspek bisnis dan industri yang bergantung pada energi. Oleh karena itu, perubahan
yang diharapkan dalam harga energi menghasilkan perubahan yang sama dalam
biaya yang diharapkan dan perubahan yang berlawanan harga saham. Mengenai
efek pada saham tertentu, hasilnya tergantung pada apakah perusahaan adalah
produsen bersih atau konsumen bersih minyak di mana kenaikan harga minyak
akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi bagi produsen dan penurunan
pendapatan bagi konsumen. Namun secara keseluruhan, minyak merupakan input
dan karenanya peningkatan harga minyak akan menekan tingkat pengembalian
saham agregat (Huang et al, 1996). Harga minyak juga dapat mempengaruhi
return saham melalui tingkat diskonto. Menurut teori ekonomi, tingkat diskonto
yang diharapkan terdiri dari tingkat inflasi yang diharapkan dan tingkat bunga
yang diharapkan yang keduanya bergantung pada harga minyak diharapkan.
Dalam konteks ini, untuk negara pengimpor minyak bersih, harga minyak yang
lebih tinggi akan memiliki efek negatif pada neraca perdagangan dan karenanya
menempatkan tekanan pada nilai tukar negara dan kenaikan inflasi. Oleh karena
itu, tingkat inflasi yang lebih tinggi diharapkan berhubungan positif dengan
tingkat diskonto dan berhubungan negatif dengan return saham. Karena minyak
adalah sumber daya utama dalam perekonomian, tingkat bunga riil juga
dipengaruhi oleh harga minyak. Mengingat situasi dengan harga minyak yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat harga umum, tingkat bunga riil dapat
menyebabkan kenaikan tingkat pengembalian investasi perusahaan yang pada
gilirannya menyebabkan penurunan harga saham (Huang et al, 1996). Akhir-akhir
ini harga minyak mentah dunia terus mengalami penurunan, secara umum
seharusnya akibat harga minyak turun maka ongkos produksi juga akan menurun
dan laba perusahaan kebanyakan akan meningkat. Apabila, sebagian besar
perusahaan
mengalami
kenaikan
laba,
seharusnya
akan
mengakibatkan
Universitas Indonesia
4
pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Namun, yang terjadi pada akhir-akhir ini
adalah banyak kondisi ekonomi di beberapa negara malah menjadi lesu, salah satu
contohnya adalah Jepang. Hal itu disebabkan akibat lebih dari 90 persen dari
kebutuhan domestik Jepang dikuasai dan dipasok oleh perusahaan – perusahaan
minyak. Bagaimanakah dengan Indonesia sebagai negara yang memproduksi
minyak mentah?Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keadaan di
empat Negara yang termasuk dalam G20 yaitu Cina, Jepang, Indonesia, dan Korea
Selatan yang berada dalam satu grup yang sama. Penelitian ini ditujukan untuk
meneliti bagaimana kondisi ekonomi keempat negara tersebut denga meneliti
hubungan antara perubahan harga minyak dengan ekonomi makro dan hubungan
antra harga minyak dengan pasar modal.
1.2 Perumusan Masalah.
Telah banyak literatur telah menyelidiki dampak dari fluktuasi harga minyak pada
perekonomian. Meningkatnya peran pasar modal di ekonomi telah menarik mintat
untuk penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara harga minyak dan pasar
saham. Selain itu, literatur yang ada mengenai hubungan antara fluktuasi harga
minyak dan pasar saham, lebih sering menyelidiki Amerika Serikat (AS). Oleh
karena itu juga menarik untuk meneliti dampak pada pasar saham di negaranegara lain. Berdasarkan studi sebelumnya tesis ini akan menganalisis hubungan
antara fluktuasi harga minyak dan pasar saham di negara –negara aggota Group 5
G-20 (Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan. Analisis ini didasarkan pada
pernyataan masalah berikut:
Apakah dampak fluktuasi harga minyak return saham Cina, Indonesia, Jepang,
dan Korea Selatan?
Berikut tiga sub-pertanyaan akan membantu dalam menjawab pernyataan
masalah:
1. Apakah fluktuasi harga minyak linear berdampak pada return saham dari Cina,
Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan?
Universitas Indonesia
5
2. Apakah fluktuasi harga minyak non-linear berdampak pada return saham dari
Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan?
3. Apakah fluktuasi harga minyak asimetris berdampak pada return saham dari
Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak fluktuasi harga
minyak di pasar keuangan dalam Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan. Ada
tiga aspek yang berbeda dari dampak terhadap return saham yang akan diselidiki;
linear, non-linear dan asimetris. Tiga aspek akan dianalisis dengan menggunakan
vektor autoregresi terbatas (VAR) model dengan data bulanan untuk periode
antara 2004 dan 2014. Model VAR dasar digunakan dalam tesis mengandung
empat variabel: tingkat suku bunga, harga minyak yang nyata, produksi industri
dan real return saham.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk beberapa pihak diantaranya adalah:
Pemerintah
Bagi pemerintah, dengan mengetahui apakah harga minyak dunia yang
berfluktuatif
mempengaruhi
perkembangan
pasar
modal
dan
dapat
menentukankebijakan yang paling baik
Akademia
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bantuan untuk peneliti selanjutnya untuk
melakukan penelitian lanjut pada bidang ini.
1.5 Metodologi penelitian
Pernyataan masalah akan dijawab dengan melakukan analisis empiric dengan
vektor autoregresi Model (VAR), Metode statistik dan spesifikasinya akan
dijelaskan secara lebih rinci di bab 3.
Universitas Indonesia
6
1.6 Batasan Penelitian
Ketika memeriksa dampak guncangan harga minyak di pasar saham, analisis akan
terbatas pada Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan pada periode 2004
sampai 2014. Alasan untuk memilih terutama negara-negara tersebut adalah akses
data yang dapat dipercaya, dan ketergantungan yang tinggi dari minyak sebagai
komoditas. Sebagian besar model akan sama seperti pada penelitian yang
dilakukan oleh oleh Sadorsky (1999), Park and Ratti (2008), Cong et al. (2008)
dan Ono (2011). Tesis ini mengkaji dampak dari fluktuasi harga minyak ke pasar
saham, menggunakan model VAR terbatas. Seperti disebutkan ada tiga jenis
hubungan yang diselidiki, yaitu linear, non-linear dan hubungan asimetris. Untuk
alasan ini, tidak akan membuat penyelidikan lebih lanjut dari pengaruh volatilitas
harga minyak ke pasar saham, mengikuti definisi populer dari skala perubahan
harga minyak oleh Lee, Ni dan Ratti (1995). Penelitian ini juga tidak akan
melakukan analisis mengenai pemisahan fluktuasi harga minyak ke fluktuasi
permintaan dan penawaran, dan bagaimana berbagai jenis fluktuasi mungkin
memiliki efek yang berbeda pada pasar saham, seperti yang dinyatakan oleh
Kilian (2006, 2009).
1.7 Sistematika Penelitian
Bab I
Mengenai latar belakang penulisan tesis, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodologi penelitian, batasan penelitian, dan sistematika
penyusunan.
Bab II
Mengenai landasan teori yang akan digunakan untuk penelitian ini.
BAB III
Mengenai metodologi penelitian. Yaitu tentang pengumpulan data, jenis dan
sumber data, model ekonometrika dan metode analisis
BAB IV
Mengenai data dan hasil analisa.
BAB V
Universitas Indonesia
7
Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi kebijakan
atas hasil penelitian.
Universitas Indonesia
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Dampak Fluktuasi Harga Minyak Terhadap Aktivitas Ekonomi.
Salah satu yang pertama yang mempelajari dampak dari fluktuasi harga minyak
terhadap perekonomian adalah Hamilton (1983). Dengan menggunakan enam
variabel vektor autoregresi (VAR) Model yang menunjukkan bahwa semua
kecuali satu dari resesi AS sejak Perang Dunia II didahului oleh peningkatan besar
dalam harga minyak. Namun, Hamilton tidak percaya bahwa fluktuasi harga
minyak menyebabkan resesi, menemukan hubungan yang signifikan secara
statistik yang mendukung fakta bahwa fluktuasi harga minyak merupakan faktor
yang berkontribusi terhadap beberapa resesi. Burbidge dan Harrison (1984) yang
melakukan variabel tujuh model VAR menganalisis dampak fluktuasi harga
minyak pada sistem persamaan. Penelitian ini dilakukan di AS, Jepang, Jerman,
Inggris dan Kanada untuk periode antara Januari 1961 dan Juni 1982. Mereka
menemukan bahwa harga minyak memiliki pengaruh yang signifikan pada
produksi industri AS dan Inggris, sedangkan tanggapan dari negara-negara lainnya
yang agak kecil. Gisser dan Goodwin (1986) menguji beberapa gagasan yang
diperkenalkan oleh Hamilton (1983). Mereka menganalisis dampak fluktuasi
harga minyak pada ekonomi makro AS dari tahun 1961 hingga 1982. Hasil
penelitian mereka menunjukkan bahwa harga minyak mentah telah memiliki
dampak yang signifikan pada beberapa indikator makroekonomi. Selanjutnya,
mereka menemukan bahwa hubungan antara harga minyak dan variabel
makroekonomi telah stabil selama seluruh periode. Akhirnya, fluktuasi harga
minyak menggeser kurva penawaran menyebabkan efek nyata yang besar, tetapi
efek harga langsung lemah, sedangkan kebijakan moneter menggeser kurva
permintaan menyebabkan efek harga kuat tetapi jangka panjang-netralitas dengan
sehubungan dengan GNP riil.
8
Universitas Indonesia
9
Seperti Hamilton (1983), Mork (1989) juga menggunakan model enam variabel
VAR dengan Data kuartal. Namun, ia memperpanjang periode sampel juga
termasuk harga minyak yang turun pada tahun 1986, untuk menguji apakah
hubungan yang kuat antara kenaikan harga minyak dan GNP benar. Hasilnya
mengkonfirmasi korelasi negatif yang sama antara harga minyak meningkat dan
GNP tersebut. Selain itu, ia juga menemukan apa yang tampak sebagai sebuah
hubungan asimetris, karena korelasi antara penurunan harga minyak dan GNP
berbeda dengan kenaikan harga minyak. Mork, Olsen & Mysen (1994)
menunjukkan bahwa korelasi antara PDB dan harga minyak meningkat secara
signifikan negatif untuk AS, Kanada, Jepang, Jerman, Perancis dan Inggris, tapi
positif bagi Norwegia. Mereka berpendapat bahwa alasan di balik itu
kemungkinan besar akibat sektor penghasil minyak relatif dalam perekonomian.
Untuk sebagian besar negara-negara korelasi dengan penurunan harga minyak
untuk mayoritas positif, tetapi hanya signifikan bagi AS dan Kanada. Akhirnya,
semua negara kecuali Norwegia menunjukkan bukti efek asimetris. Hamilton
(1996) tidak setuju dengan Mork (1989) ia menyarankan hubungan non-linear
antara harga minyak dan PDB di AS, dan mendefinisikan harga minyak seperti
apa yang dia sebut kenaikan harga minyak. Hamilton kemudian menemukan
hubungan negatif yang sangat signifikan antara PDB di AS dan kenaikan harga
minyak. Eika dan Magnussen (2000) meneliti efek dari tingginya harga minyak
terhadap ekonomi Norwegia pada paruh pertama tahun 1980-an. Mereka
memanfaatkan dua model makroekonomi skala besar; NIGEM dan KVARTS
harga minyak yang tinggi dari tahun 1979 sampai 1985. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa harga minyak yang lebih tinggi memiliki efek yang kuat
pada mitra dagang dari Norwegia, yang menurunkan permintaan barang ekspor
Norwegia. Begitu juga dengan peningkatan suku bunga. Namun, Norwegia
menerima keuntungan windfall dari kenaikan harga minyak karena tingkat
produksi dan ekspor minyak. Kebijakan fiskal ekspansif, berdasarkan strategi
pengeluaran bijaksana, berdampaki lebih besar daripada impuls negatif dari luar
negeri dan PDB kemudian mengalami peningkatan rata-rata 1,3% selama periode
1979 1993. Cunado dan de Gracia (2003) menganalisis hubungan antara harga
minyak dan variabel ekonomi makro seperti kegiatan ekonomi untuk negaraUniversitas Indonesia
10
negara Eropa dari tahun 1960 sampai 1999. Mereka menggunakan tiga spesifikasi
untuk perubahan harga minyak; perubahan harga minyak yang nyata, kenaikan
bersih harga minyak (NOPI), dan skala kenaikan harga minyak (Sopi). Ketika
melakukan uji kausalitas Granger menemukan bahwa perubahan harga minyak
yang ditemukan menyebabkan indeks produksi industri (IPI), meskipun hubungan
ini tidak sama untuk seluruh periode. Mereka juga menemukan bahwa kenaikan
harga minyak memiliki efek negatif yang signifikan pada tingkat pertumbuhan
IPI, namun sebaliknya tidak berlaku untuk penurunan harga minyak. Kenaikan
harga minyak juga cenderung memiliki dampak yang lebih besar pada IPI setelah
periode kenaikan harga yang lebih rendah. Akhirnya, mereka tidak menemukan
bukti bahwa dampak harga minyak pada makroekonomi tergantung pada
volatilitas harga minyak. Hamilton (2003) yang juga menganalisis hubungan
nonlinear antara perubahan harga minyak dan pertumbuhan PDB ekonomi AS.
Seperti beberapa penelitian lain yang disebutkan di atas, ia juga menemukan bukti
yang cukup kuat mendukung hubungan nonlinear. Selanjutnya hasil itu
menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak memiliki dampak yang lebih besar
daripada penurunan harga minyak, dan bahwa setelah periode dengan harga
minyak atsiri harga minyak kurang berguna untuk peramalan dari PDB. JimenezRodriguez dan Sanchez (2005) membedakan antara negara pengimpor minyak
dan pengekspor bersih dan mempelajari efek dari fluktuasi harga minyak pada
aktivitas ekonomi riil. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan VAR dengan
tujuh variabel untuk G7, Norwegia dan Euro dari tahun 1972 sampai 2001.
Selanjutnya model VAR diperkirakan, seperti dalam artikel oleh Cunado dan
Gracia (2003), untuk kedua linear dan tiga Pendekatan nonlinear: spesifikasi
asimetris, spesifikasi skala dan spesifikasi bersih. Hasil menunjukkan bahwa
kedua model linier dan nonlinier kenaikan harga minyak memiliki dampak negatif
pada PDB untuk negara-negara pengimpor minyak. Pengecualian adalah Jepang
di mana ia menemukan hubungan positif antara harga minyak dan PDB. Pada
Jepang di mana, , ditemukan hubungan positif antara harga minyak dan PDB.
Untuk eksportir minyak bersih, Norwegia memperoleh manfaat dari kenaikan
harga minyak, sedangkan Inggris terkena dampak negatif. Hasil penelitian mereka
Universitas Indonesia
11
untuk model non-linear juga menyarankan kenaikan harga minyak memiliki
dampak yang lebih besar pada PDB dari penurunan harga minyak
2.2 Dampak Fluktuasi Harga Minyak Terhadap Pasar Modal.
Salah satu artikel pertama yang menganalisis dampak dari guncangan harga
minyak di pasar saham internasional dari Amerika Serikat, Kanada, Jepang dan
Inggris, dilakukan oleh Jones dan Kaul (1996). Mereka menggunakan model
valuasi arus kas / dividen standar untuk mempelajari apakah rasionalitas harga
saham bereaksi terhadap dampak berita di arus kas riil saat ini dan masa yang
akan datang pada masa pasca perang. Mereka menemukan bahwa reaksi AS dan
harga saham Kanada yang rasional sebagai perubahan harga minyak secara
signifikan mempengaruhi arus kas riil saat ini dan masa depan. Namun, hasil
untuk Kanada dan Jepang tidak signifikan, karena tidak dapat dijelaskan efek dari
fluktuasi harga minyak pada return saham. Huang, Masulis dan Stoll (1996)
mempelajari hubungan antara return berjangka minyak dan return saham di AS
selama tahun 1980-an. Dengan menggunakan vektor autoregresi multivariate,
mereka meneliti hubungan antara harga minyak dan pasar saham pada tiga tingkat
yang berbeda; pertama untuk indeks harga saham S & P 500, kedua, untuk 12
indeks harga saham, dan ketiga untuk 3 perusahaan minyak yang berbeda. Mereka
tidak menemukan return minyak masa depan memiliki banyak dampak pada S &
P 500. Sadorsky (1999) menyelidiki hubungan antara harga minyak dan return
saham dengan menggunakan VAR terbatas bagi AS Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan data bulanan antara tahun 1947 dan 1996, dan variabel yang
termasuk dalam model ini yaitu produksi industri, suku bunga, return saham dan
harga minyak. Sadorsky menjalankan tiga tes yang berbeda untuk mempelajari
hubungan antara harga minyak dan return saham. Pertama, ia mempelajari
dampak fluktuasi harga minyak terhadap return saham. Kedua, ia menguji untuk
asimetris fluktuasi harga minyak. Ketiga, ia memeriksa jika ada asimetris
fluktuasi volatilitas harga minyak. Bukti-bukti menunjukkan bahwa fluktuasi
harga minyak memiliki dampak negatif yang signifikan secara statistik terhadap
return saham. Selanjutnya hasil menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak yang
positif memiliki dampak besar pada pendapatan saham dari pengembalian saham
Universitas Indonesia
12
negatif. Akhirnya, dia menemukan efek asimetris antara fluktuasi volatilitas harga
minyak dan return saham. Gjerde dan Sættem (1999) menyelidiki hubungan
antara variabel makroekonomi dan return saham di Norwegia. Mereka
menggunakan model multivariat VAR selama 20 tahun 1974-1994, yang meliputi
variabel eaight. Temuan mereka menunjukkan ketergantungan yang kuat antara
harga minyak dan return saham. Return saham terpengaruh akibat perubahan
harga minyak. Ciner (2001) menguji hubungan linier dan nonlinier antara return
saham di AS dan return minyak berjangka. Pengujian dilakukan dengan
melakukan uji kausalitas Granger dalam konteks model VAR. Hasil dari tahun
1980-an dan 1990-an tidak menunjukkan hubungan sebab akibat linear Granger
antara minyak berjangka dan return saham. Di sisi lain hasil memberikan bukti
hubungan nonlinear antara return saham AS dan keuntungan masa mendatang
minyak. Papaetrou (2001) menggunakan model multivariat VAR untuk
menyelidiki hubungan dinamis antara harga minyak, aktivitas ekonomi dan
lapangan kerja di Yunani. Analisis empiris dilakukan dengan data bulanan untuk
periode 1989-1999. Variabel yang digunakan dalam model VAR adalah harga riil
minyak, tingkat bunga, real return saham, produksi industri dan lapangan kerja
industri. Hasil empiris menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak memiliki
dampak negatif langsung pada pasar modal. Oleh karena itu fluktuasi minyak
yang positif akan berdampak negatif terhadap return saham. Berbeda dengan
sebagian besar penelitian lainnya Maghyereh (2004) meneliti hubungan antara
fluktuasi harga minyak dan pasar saham di 22 negara. Dia menggunakan model
VAR, tapi bukannya data bulanan ia menggunakan data harian dalam analisis
untuk periode antara 1 Januari 1998-31 April 2004. Hasil empiris menunjukkan
bahwa fluktuasi harga minyak tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap
pasar modal. Park dan Ratti (2008) menggunakan analisis multivariat VAR untuk
mempelajari efek dari fluktuasi harga minyak dan volatilitas harga minyak pada
tingkat pengembalian saham AS dan 13 negara-negara Eropa dari tahun 1986
hingga 2005. Seperti pada penelitian oleh Cunado dan de Gracia ( 2003), mereka
juga menggunakan tiga proxy yang berbeda untuk perubahan harga minyak:
fluktuasi harga minyak linear, dan dua variabel harga minyak nonlinier diberikan
oleh skala perubahan harga minyak yang nyata, dan kenaikan harga minyak. Park
Universitas Indonesia
13
dan Ratti menggunakan empat variabel yang berbeda dalam analisis VAR mereka:
harga saham, suku bunga jangka pendek, produksi industri, dan harga minyak.
Temuan mereka menunjukkan bahwa untuk sebagian besar negara-negara
fluktuasi harga minyak linear memiliki dampak negatif yang signifikan secara
statistik terhadap return saham. Salah satu pengecualian adalah return saham dari
Norwegia yang positif dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak. Hasil yang sama
juga berlaku ketika skala harga minyak digunakan sebagai variabel harga minyak.
Ketika variabel harga minyak bersih digunakan sebagai variabel harga minyak,
hasilnya hanya signifikan secara statistik negatif bagi minoritas negara.
Selanjutnya mereka menemukan bahwa di semua negara kecuali AS peningkatan
volatilitas harga minyak secara signifikan menekan return saham. Akhirnya,
meskipun terdapat pengecualian pada AS dan Norwegia, ada sedikit bukti yang
menunjukkan efek asimetris return saham riil terhadap fluktuasi harga minyak
yang positif dan negatif bagi negara-negara pengimpor minyak. Cong et al. (2008)
menyelidiki hubungan antara fluktuasi harga minyak dan pasar saham Cina.
Mereka menerapkan model VAR multivariat untuk periode 1996-2007. Dalam
model VAR mereka menggunakan 5 variabel berbeda: tingkat suku bunga jangka
pendek, produksi industri, harga minyak yang nyata, indeks harga konsumen dan
tingkat pengembalian saham riil. Berbeda dengan beberapa studi sebelumnya
mereka tidak menemukan dampak yang signifikan secara statistik pada return
saham. Mereka juga tidak menemukan efek asimetris yang signifikan secara
statistik terhadap return saham, atau dampak apapun yang signifikan dari
volatilitas minyak meningkat. Bjørnsland (2008) mempelajari efek dari
guncangan harga minyak ke return saham di Norwegia pada periode 1993-2005.
Dia menggunakan model VAR struktural yang mencakup tujuh variabel, dan
mendefinisikan empat proxy yang berbeda untuk perubahan harga minyak. Buktibukti menunjukkan bahwa peningkatan harga minyak sebesar 10%, meningkatkan
return saham sebesar 2-3%. Efek maksimum tercapai setelah 14-15 bulan di mana
ia telah terjadi peningkatan sebesar 4-5%, setelah ini akan berhenti. Hasilnya juga
kuat untuk transformasi ke linear yang berbeda dan harga minyak nonlinier.
Odusami
(2009)
menggunakan
model
GARCH-lompat
asimetris
untuk
menganalisis hubungan antara harga minyak mentah dan pasar saham AS. Dia
Universitas Indonesia
14
menggunakan data harian dari Januari 1996 sampai Desember 2005, dan
menemukan hubungan negatif yang signifikan antara fluktuasi harga minyak
nonlinear dan return saham AS. Akhirnya, Ono (2011) meneliti dampak harga
minyak terhadap return saham nyata bagi Brazil, Rusia, India dan China (BRIC).
Dia menggunakan model VAR dengan data dari Januari 1999 hingga September
2010 untuk menguji respon fluktuasi harga minyak linear, non-linear dan
asimetris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengembalian saham riil
China, India dan Rusia srcara statistik signifikan positif terhadap beberapa
indikator harga minyak, sedangkan hasilnya tidak signifikan secara statistik untuk
Brasil. Selain itu, penelitian menemukan efek asimetris yang signifikan secara
statistik untuk India, sementara di kasus Brazil, China dan Rusia tidak ada efek
asimetris yang ditemukan.
2.3 Penelitian Terdahulu
Study
Guo, H. and Kliesen, K.L.
(2005).
“Oil Price Volatility and U.S.
Macroeconomic Activity”
Sadorsky,P. (1999).
“Oil Price Shocks and Stock
Market Activity”
Results
Oil price volatility has a negative and
significant effect on future gross domestic
product (GDP) and after adding new variable,
oil price change, the volatility effect becomes
more significant, which means that both
variables are significant.
But, after controlling for Hamilton’s (2003)
nonlinear oil shock measure, both the oil price
change and its volatility lose their
significance.
GARCH(1,1) model generate the conditional
variance that are closely related to ∆lo.
Negative correlation between ∆lo and rsr and
also between ∆lr and rsr are generated from
VAR variance-covariance matrices.
Variance decompositions conclude that all the
shocks are captured mostly from the
movement in itself.
Changes in oil prices impact the economic
activity, but not the other way around.
Kang, S.H., Kang, S.M., and
CGARCH and FIGARCH models are a better
Universitas Indonesia
15
Yoon, S.M. (2009).
“Forecasting Volatility of Crude
Oil Markets”
Narayan, P.K. and Narayan, S.
(2007).
“Modelling Oil Price Volatility”
Narayan, P.K. and Narayan, S.
(2009). “Modelling the Impact of
Oil Prices on Vietnam’s Stock
Prices”
in modeling and forecasting the volatility
persistence than GARCH and IGARCH
models
Oil price shocks have both permanent and
inconsistent asymmetric effects on volatility
There is a cointegration between all the
variables
Long run elasticity finds a positive
relationship from oil prices and exchange
rates to stock prices
Park, J. and Ratti, R.A. (2008).
Real stock returns are affected by oil price
“Oil Price Shocks and Stock
shocks and the resut is robust
Markets in the U.S. and 13
US have significantly different result with
European Countries”
some European countries in how the increase
in oil price volatility affect the stock market
Papapetrou, E. (2001). “Oil Price Oil price shocks generates a negative impact
Shcoks, Stock Market, Economic on industrial production, employment, and
Activity, and Unemployment in
real stock returns
Greece”
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Data
Dalam tesis ini, penulis akan memeriksa bagaimana dampak fluktuasi harga
minyak terhadap return saham di Cina, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan.
Negara-negara ini dipilih berdasarkan ketergantungan mereka pada minyak
sebagai komoditas, dan ketersediaan data. Penelitian ini akan menggunakan. The
data bulanan dari Januari 2004 sampai Desember 2014. Variabel return saham riil,
produksi industri, suku bunga dan harga minyak, dan juga akan digunakan dalam
penelitian ini. Pengembalian saham riil yang digunakan adalah perbedaan antara
compounded return indeks harga saham dan tingkat inflasi yang diberikan oleh
log perbedaan harga konsumen. Indeks harga saham semua indeks MSCI
dikumpulkan dari Thomson Reuters Datastream (DS). Sebagai ukuran aktivitas
ekonomi produksi industri yang digunakan. Suku bunga jangka pendek
dikumpulkan dari situs bank sentral masing –masing Negara (Cina, Indonesia,
Jepang, dan Korea Selatan). Variabel terakhir adalah harga minyak,), penentuan
harga minyak dunia diperoleh dari situs www.data360.org.. Variabel lain yang
digunakan adalah indeks harga konsumen dan nilai tukar. Sebagai ukuran tingkat
inflasi menggunakan Consumer Price Index (CPI) yang didapatkan dari situs
http://www.inflation.eu/. Nilai tukar nominal adalah nilai tukar USD ke mata uang
masing-masing negara.
3.2 Uji Stasionaritas
Ketika melakukan analisis statistik dengan time series itu merupakan syarat
mutlak bahwa variabel stasioner. Untuk time series y t, menjadi stasioner
diperlukan bahwa mean dan varians yang konstan dari waktu ke waktu. Selain itu,
kovarians antara dua nilai hanya tergantung pada jarak di waktu yang
memisahkan dua nilai, dan bukan pada saat di mana
16
Universitas Indonesia
17
variabel-benar diamati (Carter, Griffiths & Lim, 2011, hal. 476). Ini berarti bahwa
time series yt stasioner pada saat:
-
Constant mean
E ( y t ) =μ
Constant Variance
var ( y t )=σ 2
Covariance depends on s not t
cov ( y t , y t +s ) =cov ( y t , y t−s ) =γ s
Jika time series mengandung tren stokastik atau tren deterministik, ada
pelanggaran dari seri stasioner, dan time series menjadi non-stasioner. Jika time
series yt adalah non-stasioner dapat menyebabkan regresi menjadi salah.
Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa t-statistik tidak dapat diandalkan, dan
hasilnya mungkin menunjukkan hubungan yang signifikan yang salah (Carter,
Griffiths & Lim, 2011).
3.3 Uji Root test
Ada beberapa metode untuk menguji apakah time series stasioner. Metode yang
akan digunakan dalam penulisan ini adalah tes Dickey-Fuller (Dickey & Fuller,
1979). Tes dasar dipekerjakan untuk menyelidiki keberadaan unit akar dalam
model autoregressive orde pertama (AR(1)):
y t =α + ρ y t −1+ v t
Sebelum melakukan tes kedua sisi persamaan dikurangi untuk membuatnya lebih
nyaman, dan di mana 1 dan menjadi:
∆ y t =α +γ y t −1+ v t
Untuk menguji stasioneritas perlu memeriksa nilai
ρ
jika nilai
ρ
adalah
salah satu atau secara signifikan kurang dari satu, seri menjadi non-stasioner.
Maka hipotesanya menjadi:
Ho γ =0 ; H 1 : γ
2>n . Sehingga trace test adalah:
ln ( 1−¿ ^λi )
n
λtrace ( r )=−T
∑
¿
i=r +1
Uji kedua adalah maximum eigenvalues test :
λ(r ,r +1) =−T ln (1− ^λr +1)
Hipotesis nol trace test apakah jumlah nilai eigen yang berbeda adalah ≤ r,
sedangkan nilai eigen maksimum tes nol hubungan r kointegrasi terhadap r + 1
(Greasly & Oxley, 2010).
Universitas Indonesia
20
3.5 Vector Autoregression Test.
Model vektor autoregressive (VAR) diperkenalkan oleh Sims (1980), dan
merupakan model ekonometrik sering digunakan untuk menangkap hubungan
antara variabel ekonomi. Lebih khusus, model VAR adalah suatu system
persamaan di mana semua variabel diperlakukan sebagai endogen. Dengan
demikian, masing-masing variabel dalam sistem dinyatakan sebagai kombinasi
nilai-nilai lagged linear sendiri dan lagged nilai-nilai dari semua variabel lain
dalam sistem (Baltagi, 2003). Secara umum, diberi satu set K variabel time series,
sebuah VAR order p, di mana p merupakan jumlah tertinggal, dapat dinyatakan
sebagai:
y t =A y t−1 +…+ A p y t −p +u t
Dimana yt= [y1t….yKt] adalah vektor kolom pengamatan nilai-nilai masa lalu dari
semua variabel dalam model, Ai adalah matriks K x K dari koefisien, dan ut=
[u1t….uKt] adalah vektor kolom istilah kesalahan yang tidak teramati. Istilah
kesalahan diasumsikan proses independen rata- rata nol white noise dengan
invariant waktu, pasti positif matriks kovarians. Selanjutnya, u tidak berkorelasi,
tetapi mungkin memiliki korelasi (Baltagi, 2003). Satu keuntungan dengan model
ini adalah bahwa di sisi kanan dari persamaan hanya tertinggal nilai muncul, dan
estimasi OLS menghasilkan estimasi yang konsisten. Bahkan jika inovasi u t yang
memiliki korelasi, OLS akan efisien.
Salah satu masalah dengan menggunakan model VAR adalah bagaimana memilih
panjang lag optimal. Hal ini diperlukan karena panjang lag terlalu pendek dapat
menyebabkan autokorelasi istilah kesalahan dan tidak efisien. Di sisi lain panjang
lag yang lebih besar meningkatkan jumlah parameter, yang selanjutnya
menurunkan derajat kebebasan, menyiratkan kesalahan standar besar dan karena
itu interval kepercayaan lebar untuk koefisien model (Füss, 2007). Verbeek (2008)
menyarankan penggunaan kriteria informasi Akaike (AIC) atau kriteria Schwarz
Universitas Indonesia
21
informasi Bayesian (BIC) untuk memilih panjang lag yang tepat, dan akan
digunakan dalam tesis ini. Untuk mencegah kesalahan spesifikasi model jumlah
lag yang meminimalkan nilai kriteria informasi yang dipilih.
3.5.1
Analisa Respon Impuls
Model VAR umum (p) mungkin berisi banyak parameter, yang embuatnya sulit
untuk menafsirkan interaksi antara variabel dalam model. Untuk alasan ini fungsi
respon impuls digunakan untuk meneliti interaksi dinamis antara variabel dalam
model. Jika proses yt adalah I (0) model VAR dapat ditulis sebagai vektor rata-rata
bergerak (VMA):
y t =❑0 u t +❑1 ut−1 +❑2 ut−1 +… . ,
Dimana 0 IK , and s adalah:
s
❑s=∑ ❑s− j A j ¿ s=1,2, … .
j=1
Elemen (i,j) dari matriks s menunjukkan hasil yang diharapakan dari yt,t+s
terhadap perubahan unit didalam yjt yang berisis dari nilai masa lalu akan yt
konstan. Peningkatan satu unit dalam inovasi uit akan berdampak pada yit pada yt=
[yt-1,yt-2,…] . Oleh karena itu, unsur-unsur s merupakan respon impuls dari
komponen yt sehubungan dengan inovasi ut. Dalam kasus di mana I (0), sebagai s
menjadi tidak terbatas, sehingga s akan menjadi 0, sehingga pengaruh akan
berkurang dari waktu ke waktu. Namun, salah satu kelemahan fungsi impulse
response adalah bahwa hal itu tidak masuk akal untuk berpikir bahwa fluktuasi
yang terjadi di isolasi, ketika komponen u t yang instan berkorelasi. Baltagi (2003)
berpendapat bahwa solusi untuk masalah dimaksud adalah dengan menggunakan
inovasi orthogonal. Dalam tesis ini inovasi akan diubah menjadi inovasi
orthogonal dengan menggunakan dekomposisi Cholesky dari matriks kovarians.
Fluktuasi orthogonal kemudian akan diberikan oleh
−1
ε t =P u t . Dari persamaan
VMA maka:
y t =❑0 ε t +❑1 ε t−1
Universitas Indonesia
22
Dimana i= iP(1=1,2,…) dan 0 =P adalah segitiga bawah. Dalam kata lain
inflasi dalam variabel pertama akan memiliki dampak langsung pada variabel
lain, sedangkan inflasi dalam variabel kedua tidak akan memiliki dampak
langsung pada yit , Tetapi hanya untuk variabel yang tersisa. Inovasi orthogonal
kemudian berkorelasi di kedua waktu dan persamaan. Salah satu kelemahan
dengan transformasi inovasi orthogonal adalah bahwa urutan residu mungkin
memiliki dampak yang besar terhadap inflasi (Baltagi, 2003, hal. 693-694).
3.5.2
Dekomposisi Varians
Alat lain untuk menafsirkan model VAR adalah perkiraan error dekomposisi
varians. Brooks (2003, hal. 242) menggambarkan dekomposisi varians sebagai
"own’ shocks, versus shocks to the other variables ". Perkiraan kesalahan
dekomposisi varians dihitung dengan memulai dengan persamaan VAR di mana T
adalah asal perkiraan dan h-step diperkirakan diberikan oleh:
Jika h> 1, maka perkiraan eror adalah:
Dekomposisi varians juga digunakan untuk menmukan inovasi orthogonal
ϵt =( ϵ 1 t , … ., ϵ Kt )=P−1 ut , dimana P adalah triangular matriks yang
menghasilkan PP’= ∑u.
Selanjutnya (i,j) merupakan elemen dari n menjadi ij,n dan berdasarkan asumsi
ε
kt
maka perkiraan kesalah varians menjadi:
Keadaan (❑2kj ,0 +…+❑2kj ,h−1 ) memberikan kontribusi varians j ke varians h step
memberikan perkiraan variable akan varians k. ε
it
diintepretasikan sebagai
Universitas Indonesia
23
fluktuasi dalam variable i. Sehingga akhirnya persamaan diatas dapat dibagi
dengan σ 2k (h) menjadi:
Hasil yang ada akan memberikan presentasi varians j ke varians h step yang
memberikan perkiraan varians eror dari variable k . Mengenai fungsi impuls
respon varians dekomposisi memperkirakan varians eror terpengaruh dengan
mengurutkan residual ( Baltagi,2003)
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Bernanke, B.S. 1983. “Irreversibility, Uncertainty and Cyclical Investment”.
Journal of Economics 98: 85-106.
Bollerslev, T. 1986. “Generalized Autoregressive Heteroskedasticity”. J.
Economet. 52: 307-327.
Brooks, C. 2008. Introductory Econometrics for Finance. New York: Cambridge
University Press.
Burbidge, J. and Alan Harrison. 1984. “Testing for the Effects of Oil Price Rises
Using Vector Autoregressions”. International Economic Review Vol. 25, No. 2.
Cong, R.G., Yi-Ming Wei, Jian-Lin Jiao, and Ying Fan. 2008. “Relationships
between Oil Price Shocks and Stock Market: An Empirical Analysis from China”.
Energy Policy 36: 3544-3553.
Duncan, R. C. 2001. “The Peak of World Oil Production and the Road to the
Olduvai Gorge” Population and Environment 22(5): 503-522.
Ferderer, J.P. 1996. “Oil Price Volatility and the Macroeconomy”. Journal of
Macroeconomics Vol. 18 1: 1-26.
Franses, P.H. and Dick van Dijk. 2009. “Time Series Models for Business and
Economic Forecasting”. Working Paper. Cambridge University Press.
Guo, H. and Kevin L. Kliesen. 2005. “Oil Price Volatility and U.S.
Macroeconomic Activity”. Federal Reserve Bank of St. Louis Review 87(6): 669683.
Hamilton, J.D. 1983. “Oil and the macroeconomy since World War II”. Journal of
Political Eonomy 92(2): 228-248.
Hamilton, J.D. 1994. “Time Series Analysis”. Princeton: Princeton University
Press.
Henriques, I. and Perry Sadorsky. 2011. “The Effect of Oil Price Volatiity on
Strategic Investment”. Energy Economics 33: 79-81.
Hill, R.C., William E. Griffiths, and Guay C. Lim. 2008. Principles of
Econometrics. Hoboken, NJ: Wiley.
Johansen, S. 1988. “Statistical Analysis of Cointegration Vectors. Journal of
Economic Dynamics and Control 12: 231-254.
24
Universitas Indonesia
25
Johansen, S. and Katarina Juselius. 1990. “The Full Information Maximum
Likelihood Procedure for Inference on Cointegration with Application to the
Demand for Money. Oxford Bulletin of Economics and Statistics 52: 169-210.
Kang, S.H., Sang-Mok Kang, and Seong-Min Yoon. 2009. “Forecasting Volatility
of Crude Oil Markets”. Energy Economics 31: 119-125.
Kuper, G.H. 2002. “Measuring Oil Price Volatility”. Working Paper. University of
Groningen.
Lee, B.S. 1992. “Causal Relations among Stock Returns, Interest Rates, Real
Activity, and Inflation”. The Journal of Finance Vol. 47, 4: 1591-1603.
Lee, K., Shawn Ni, and Ronald A. Ratti. 1995. “Oil Shocks and the
Macroeconomy: The Role of Price Variability”. Energy Journal Vol. 16: 39-56.
Leonard, J. 2011. “A Macroeconomic Model of Key Commodity Prices:
Quantifying the Impact of China”. MAPI Report (ER-714).
Narayan, P.K. and Seema Narayan. 2007. “Modelling Oil Price Volatility”. Energy
Policy 35: 6549-6553.
Narayan, P.K. and Seema Narayan. 2010. “Modelling the Impact of Oil Prices on
Vietnam’s Stock Prices”. Applied Energy 87: 356-361.
Papapetrou, E. 2001. “Oil Price Shocks, Stock Market, Economic Activity and
Employment in Greece”. Energy Economics 23: 511-532.
Park, J. and Ronald A. Ratti. 2008. “Oil Price Shocks and Stock Markets in the
US and 13 European Countries”. Energy Economics 30: 2587-2608.
Rafiq, S., Ruhul Salim, and Harry Bloch. 2009. “Impact of Crude Oil Price
Volatility on Economic Activities: An Empirical Investigation in the Thai
Economy”. Resources Policy 35: 121-132
Sadorsky, P. 1999. “Oil Price Shocks and Stock Market Activity”. Energy
Economics 21: 449-469.
Sadorsky, P. 2004. “Stock Markets and Energy Prices”. Encyclopedia of Energy,
vol. 5. Elsevier, New York: 707-717.
Uri, N.D. 1980. “Energy as a Determinant of Investment Behavior”. Energy
Economics 2: 179-183.
Yang, C.W., Ming-Jeng Hwang, Bwo-Nung Huang. 2002. “An Analysis of Factors
Affecting Price Volatility of the US oil Market”. Energy Economics 24: 107-119.
Universitas Indonesia