FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PE (1)
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun
2014
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS RIMBA MELINTANG KABUPATEN ROKAN
HILIR TAHUN 2014.
Nislawaty
Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia
ABSTRACT
Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) is an approach to integration
in tatalaksanan sick infants and toddlers who come for treatment to health
facilities dipelayanan outpatient basis. Reports from the United Nations Children's
Emergency Fund (UNICEF) and the World Health Organization (WHO) found
approximately 6.6 million children die before reaching the age of 5 years. The
main causes of child mortality are pneumonia, prematurity, asphyxia, diarrhea,
malaria, and 45% of infant mortality due to malnutrition. This is why the WHO
recommends to implement IMCI program. The purpose of this study was to
determine how factors associated with IMCI implementation by health workers at
Puskesmas Woods Crossing Rokan Hilir. The study design was cross-sectional.
Samples were midwives and nurses working in health centers Woods Crossing
area Rokan Hilir, amounting to 35 people. In this study sample is total population.
Data were analyzed using analysis Univariate and Bivariate. The results showed
the relationship of knowledge midwife / nurse with IMCI implementation
amounted to 12 people (57.1%), relationship health personnel midwife / nurse
with IMCI implementation amounted to 8 people (42.1%), relationship training
midwives / nurses with IMCI implementation amounted to 9 people (56.3%),
relationship work experience midwife / nurse with IMCI implementation of 10
people (55.6%). Based on Chi-Square test found that the relationship between
knowledge, work experience, and there was no correlation Training Health
Workers. Expected to implement IMCI health workers to be able to comply with
the existing SOPs in IMCI implementation in order to improve the quality of
treatment for sick infants.
Keywords
Bibliografi
: Knowledge, Health Workers, Training and Work Experience
: 27 (2006-2013)
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendekatan program perawatan
balita sakit yang dipakai selama ini
adalah program intervensi secara
terpisah
untuk
masing-masing
penyakit, sehingga World Health
Organization (WHO) tahun 2005,
merekomendasikan
untuk
dibentuknya Manajamen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) serta kebijakan
lintas program oleh Unit Kerja
Koordinasi Ikatan Dokter Anak
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 28
Nislawaty
Indonesia (UKK IDAI) tahun 2008
(Depkes RI dan WHO 2008).
Laporan bersama oleh dana
anak-anak
PBB United Nations
Emergency
Children’s
Fund(UNICEF), WHO dan bank
dunia mendapati pada tahun 2012
sekitar 6,6 juta anak meninggal
sebelum mencapai usia 5 tahun,
angka ini jauh dibandingkan pada
tahun 1990 dimana jumlah anak yang
meninggal
berkisar
12
juta.
Penyebab utama kematian anak
balita adalah pnemonia, prematuritas,
asfiksia, diare, dan malaria. Secara
global,WHO mengatakan sekitar
45% kematian balita disebabkan
karena
kekurangan
gizi
(WHO,2013).
Secara global, jumlah kematian
balita setiap tahunnya menurun dari
tahun 1990 ke tahun 2012. Selama
22 tahun terakhir terselamatkan
sekitar 90 juta jiwa, menurut laporan
tersebut,
di Indonesia jumlah
kematian anak dibawah 5 tahun telah
berkurang dari 385.000 pada tahun
1990 menjadi 152.000,ini jelas berita
baik kata ”Angela Kearney, kepala
perwakilan UNICEF. Namun jangan
lupa bahwa lebih dari 400 anak-anak
yang masih meninggal setiap hari di
Indonesia, biasanya anak-anak ini
berasal dari keluarga miskin dan
paling terpinggirkan dan mereka
menjadi korban penyakit yang
mudah dicegah dan diobati seperti
pneumoni,
diare.
Kita
perlu
memastikan
bahwa
layanan
pencegahan dan pengobatan tersedia
untuk semua anak diindonesia (Profil
Depkes RI, 2012).
Data Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2013
mencatat angka kematian bayi ada 2
oarang,
dimana
penyebab
kematiannya
disebabkan
oleh
penyakit diare.
Data Profil Dinas Kesehatan
Provinsi
Riau
Tahun
2012
menyebutkan AKB di Provinsi Riau
cenderung menurun dari tahun 19942012 yaitu 24 kematian per 1000
kelahiran hidup. Kasus Tetanus
Neonatorum
sebagai
penyebab
kematian masih ditemukan pada
tahun 2011 di Kota Pekanbaru.
Permasalahan tingginya angka
kematian bayi dan balita harus segera
ditangani
salahsatunya
adalah
dengan meningkatkan kualitas dan
aksespelayanan kesehatan bagi bayi
barulahir, bayi, dan anak balita.Pada
tahun
1992,
WHOmulaimengembangkan
cara
yang cukup efektif serta dapat
dikerjakan
untuk
mencegah
sebagianbesar penyebab kematian
bayi
dan
balita,
yakni
melaluiprogram
“Integrated
Management
ofChildhood
Illness(IMCI)”atau dikenal sebagai
program
Manajemen
Terpadu
BalitaSakit(MTBS) untuk diterapkan
dan direplikasikan di negara-negara
yang mempunyai AKB di atas 40per
1000 kelahiran hidup. Hal inilahyang
menyebabkan
WHO
merekomendasikan
untukmelaksanakan program MTBS
yang diadaptasikan sesuai dengan
permasalahan kesehatanbayi dan
balita di Indonesia.Indonesia telah
mengadopsi pendekatan MTBS sejak
tahun 1996dan implementasinya
dimulai tahun 1997 (WHO, 2013).
MTBS
merupakan
suatu
pendekatan terhadap balita sakit yang
dilakukan secara terpadu dengan
memadukan pelayanan promosi,
pencegahan,
serta
pengobatan
terhadap lima penyakit penyebab
utama kematian pada bayi dan balita
di negara berkembang, yaitu
pnemonia, diare, campak, dan
malaria serta malnutrisi. MTBS
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 29
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun
2014
digunakan sebagai standar pelayanan
bayi dan balita sakit sekaligus
sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan khususnya bidan dan
perawat di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar ( Modul MTBS
Dinkes, 2011).
Program MTBS dilakukan pada
bayi usia 2 bulan sampai dengan 5
tahun.Selanjutnyauntuk menunjang
program
MTBS,
WHO
memperkenalkan
1
set
buku
pedoman MTBS. BukuPedoman
MTBS ini menggunakan suatu bagan
yang
memperlihatkan
langkahlangkah
sertapenjelasan
cara
pelaksanaannya, sehingga dapat
menilai,
membuat
klasifikasi,
memberikan pengobatan, konseling,
kunjungan ulang serta pelayanan
tindak lanjut( Modul MTBS Dinkes,
2011).
Inti
dari
kegiatan
MTBSadalahmelihat
balita
secarautuh(komprehensif)
sehinggaPetugasbisa
menentukan
diagnosa apakah balita sakit atau
tidak
serta
melaksanakan
kebiasaanpetugas
dalamberfikir
terpadudan menyeluruh.Penerapan
MTBS
didahului
dengan
membangun komitmen di tingkat
Kabupatendengan pelatihan petugas.
Petugas yang dilatihyaknidokter
spesialis, dokter Puskesmas,bidan,
perawat, dimana dokter spesialis
sebagai rujukan.
Kabupaten (Kasie Kesga)sebagai
supervisor, petugas MTBS sebagai
tempat pelayanan. Dengan demikian
akan terjadimekanisme pelayanan
terpadu yang terintegrasi dan
diharapkan akan memberi daya
ungkitterhadap penurunan kematian
bayi dan balita(Depkes RI dan WHO,
2008).
Menurut data laporan rutin yang
di himpun dari Dinas Propinsi
seluruh Indonesia melalui pertemuan
nasional program kesehatan anak
tahun 2010. Hingga akhir tahun
2009
penerapan MTBS telah
mencakup 33 Propinsi. Jumlah
puskesmas
yang
melaksanakan
MTBS hingga akhir tahun 2009
sebesar 51,55%. Namun belum
seluruh
puskesmas
mampu
menerapkan pendekatan MTBS
karena beberapa sebab, antara lain :
belum adanya tenaga kesehatan yang
sudah terlatih MTBS, sudah ada
tenaga kesehatan yang terlatih tetapi
sarana dan prasarana belum siap,
belum adanya komitmen atau
kebijakan dari pimpinan puskesmas
dan lain-lain (Depkes, 2010).
Sejak tahun 2011 dilakukan
pelatihan di Kabupaten Rokan Hilir
dan pelaksanan MTBS baru berjalan
pada tahun 2012 dan sampai saat
sekarang ini. Pelaksanaan MTBS di
kembangkan secara bertahap yang
telah di laksanakan di 16 puskesmas
yang ada di Kabupaten Rokan
Hilir.Yang dimulai dengan pelatihan
dokter, bidan dan perawat. Data dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan
Hilir, tercatat ada 64 petugas yang
telah dilatih MTBS, 32 orang dokter,
16 bidan dan 16 perawat (Dinkes,
2011).
Berdasarkan
survey
pendahuluan, pelayanan MTBS di
puskesmas dilakukan oleh bidan dan
perawat sedangkan dokter menerima
konsul dan rujukan. Evaluasi
dilakukan setiap tahun oleh Dinas
Kesehatan untuk mengetahui kendala
atau permasalahan yang timbul
selama pelaksanaan MTBS. Hasil
Rekapitulasi dari bulan Januari Desember tahun 2013 di 16
Puskesmas yang ada di Kabupaten
Rokan Hilir menunjukkan data
kunjungan anak balita yang di MTBS
adalah standar nilai minimal yang
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 30
Nislawaty
dijadikan acuan oleh Depkes RI
adalah 75%. Dengan demikian maka
dapat
dilihat
bahwa
tingkat
kepatuhan petugas MTBS belum
mencapai nilai minimal Depkes.
Hasil
evaluasi dari data dinas
kesehatan Rokan Hilir tahun 2013,
yang terdiri dari 16 puskesmas yang
paling rendah cakupan pelaksanaan
MTBS adalah puskesmas Rimba
Melintang. Selain itu juga terdapat
permasalahan yang dihadapi pada
beberapa Puskesmas yaitu jadwal
MTBS yang telah dibuat tidak
dipatuhi, tidak semua anak sakit
dilakukan pemeriksaan secara MTBS
(Dinkes, 2011).
Dinas kesehatan baru mampu
mengembangkan program MTBS
sebatas penyelenggaraan pelatihan
dan mendorong puskesmas untuk
memulai keberhasilan pelaksanaan
MTBS tersebut sangat didukung oleh
berbagai faktor motivasi kerja dan
sumber daya manusia, dalam hal ini
petugas
puskesmas
yang
bertanggung
jawab terhadap
pelayanan kesehatan ibu dan anak,
khususnya menyangkut MTBS.
Kelengkapan pelayanan MTBS juga
dapat dilihat dengan bagaimana
petugas itu memberikan pelayanan
yang sesuai dengan prosedur
pelaksanaan MTBS. Keberhasilan
petugas menjalankan MTBS sesuai
prosedur sangat dipengaruhi faktor
yang mendorong petugas untuk
memberikan pelayanan MTBS sesuai
prosedur
yaitu, pengetahuan
petugas tentang MTBS, pendidikan
petugas yang menjadi petugas
MTBS, pelatihan petugas tentang
MTBS, dan pengalaman kerja
petugas tentang MTBS. Pelaksanaan
MTBS ini terintergasi dengan
program-program kesehatan dasar
lainnya,untuk
itu
diperlukan
manajemen sumber daya manusia
yang baik. Survey pendahuluan di
Puskesmas Rimba Melintang dengan
kasus-kasus yang terkait sehingga
tidak terlaksanaanya MTBS dengan
benar.
Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Faktor - faktor
yang
Berhubungan
dengan
pelaksanaan Manajemen Terpadu
Balita Sakit(MTBS) di Wilayah
Kerja
Puskesmas
Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
Tahun 2014, ditinjau dari segi
pengetahuan, tenaga kesehatan,
pelatihan, dan pengalaman kerja.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
yang telah diuraiakan
maka
perumusan masalah penelitian ini
adalah
”Faktor-faktor
yang
berhubungan dengan Pelaksanaan
Manajemen
Terpadu
Balita
Sakit(MTBS)
di wilayah kerja
Puskesmas
Rimba
Melintang
Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2014?
Tujuan Penelitian
Untuk
mengetahui
bagaimana
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan
pelaksanaanManajemen
Terpadu Balita Sakit(MTBS)Di
Wilayah Kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
Tahun 2014.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Analitik
kuantitatif,
dengan
rancangan
menggunakan pendekatan croos
sectional yang bertujuan untuk
melihat faktor yang berhubungan
dengan pelaksanaan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 31
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun
2014
wilayah kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
Tahun 2014.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan
di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir.
Penelitian ini akan dilaksanakan
pada bulan Agustus 2014.
Populasi Dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah
seluruh bidan dan perawat yang aktif
bertugas
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Rimba
Melintangsebanyak
35
orang.
Sampel adalah bidan dan perawat
yang ada di wilayah Kerja
Puskesmas
Rimba
Melintang
Kabupaten Rokan Hilir, yang
dilaksanakan pada bulan Juli 2014
sebanyak 35 orang.
Alat Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah kuesioner dan
daftar tilik pengamatan tatalaksana
MTBS. Kuesioner yang digunakan
telah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas dengan hasil terlampir
(lampiran 5). Sumber referensi dalam
pembuatan kuesioner pengetahuan
diambil dari modul pelatihan MTBS
revisi tahun 2011.
RENCANA ANALISIS DATA
Analisa
Univariat:
Pada
penelitian ini analisa univariat yang
digunakan untuk jenis data kategorik,
sehingga
menghasilkan
suatu
distribusi dan persentase dari tiap
karakteristik responden.
Analisis Bivariat: Analisa yang
dilakukan untuk melihat hubungan
kedua variable yang meliputi
variabel
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan pelaksanaan
MTBS
dan
variable
pelaksanaanMTBS di wilayah kerja
Puskemas Rimba Melintang tahun
2014. Data yang telah terkumpul
kemudian dikelompokkan, ditabulasi
dan dilakukan analisis data untuk
melihat hubungan antara dua variabel
yaitu variabel independen dan
variabel
dependen.
Untuk
membuktikan adanya hubungan
diantara dua variabel tersebut
digunakan uji Chi Square dengan
tingkat kemaknaan 95 %. Hasil
analisis yang dinyatakan ada
hubungan secara bermakna dengan
cara membandingkan nilai (P value)
dengan nilai alpa (α 0,05), jika nilai
P ≤ α (0,05) maka keputusanya Ho
ditolak, artinya terdapat hubungan
antara variabel independen dan
dependen dan jika nilai P > α (0,05)
maka keputusanya Ho diterima,
artinya tidak terdapat hubungan
antara variabel dependen dan
independen.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di
wilayah kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
dari tanggal 11 sampai tanggal 13
Agustus tahun 2014. Pengumpulan
data dilakukan oleh peneliti dengan
mengunakan
daftar
tilik
dan
menyebarkan
kuesioner
yang
dibagikan pada tenaga kesehatan
khususnya bidan dan perawat yang
berjumlah 35 orang dan dijawab
secara lengkap. Bab ini menyajikan
mengenai hasil penelitian tentang
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan pelaksanaan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
wilayah kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
Tahun 2014. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada analisa univariat
dan analisa bivariat.
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 32
Nislawaty
Analisa Univariat
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Persentase
No
Pengetahuan
Frekuensi
(%)
1
Rendah
14
40.0
2
Tinggi
21
60.0
35
100.0
Total
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa
sebagian besar tenaga kesehatan
memiliki pengetahuan tinggi yaitu 21
orang (60,0%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tenaga Kesehatan
Persentase
No
Tenaga Kesehatan
Frekuensi
(%)
1
Perawat
16
45.7
2
Bidan
19
54.3
35
100.0
Total
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa
sebagian besar dari tenaga kesehatan
yang paling banyak
yaitu 19 (54,3%).
adalah bidan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelatiahan
Persentase
No Pelatihan
Frekuensi
(%)
1
Tidak pernah
19
54.3
2
Pernah
16
45.7
35
100.0
Total
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa
tenaga kesehatan yang tidak pernah
mengikuti pelatihan yaitu 19 orang
(54,3%).
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
Persentase
No Pengalaman kerja
Frekuensi
(%)
1
< 5 tahun
17
48.6
2
≥ 5 tahun
18
51.4
35
100.0
Total
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa
sebagian besar tenaga kesehatan
yang masa kerja paling lama yaitu 18
(51,4%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan MTBS
Persentase
No Pelaksanaan MTBS
Frekuensi
(%)
1
Tidak
22
62.9
2
Ya
13
37.1
35
100.0
Total
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa
sebagian besar tenaga kesehatan
yang tidak melaksanakan MTBS
yaitu 22 orang (62,9%).
Analisa Bivariat
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 33
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun
2014
Hubungan pengetahuan Bidan/Perawat dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.6 Hubungan Pengetahuan Bidan/Perawat dengan PelaksanaanMTBS
Pengetahuan
Bidan/Perawat
N
Pelaksanaan MTBS
Tidak
Ya
%
N
%
Total
N
%
Rendah
13
92.9
1
7.1
14
100.0
Tinggi
9
42.9
12
57.1
21
100.0
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa
tenaga kesehatan yang memiliki
pengetahuan tinggi lebih cendrung
melaksanakan MTBS sebanyak 12
orang (57,1%). Berdasarkan uji
statistik
ada
hubungan
yang
bermakna antara pengetahuan tenaga
P Value
0.008
kesehatan
dengan
pelaksanaan
MTBS di wilayah kerja Puskesmas
Rimba Melintang tahun 2014. Hal ini
dibuktikan dengan P Value= 0,008<
α = 0,05 sehingga Ho gagal diterima
pada derajat kemaknaan 0,05.
Hubungan Tenaga Kesehatan dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.7 Hubungan Tenaga Kesehatan Bidan/Perawat dengan Pelaksanaan MTBS
Tenaga
Kesehatan
Bidan/Perawat
Pelaksanaan MTBS
Tidak
Ya
%
N
%
N
Perawat
11
68.8
5
Bidan
11
57.9
8
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa
tenaga kesehatan yang melaksanakan
MTBS sebanyak 8 orang (42,1%).
Berdasarkan uji statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara
tenaga
kesehatan
dengan
Total
N
%
31.3
16
100.0
42.1
19
100.0
P Value
0.756
pelaksanaan MTBS di wilayah kerja
Puskesmas Rimba Melintang tahun
2014. Hal ini dibuktikan dengan P
Value= 0,756 >α = 0,05 sehingga Ho
diterima pada derajat kemaknaan
0,05.
Hubungan pelatihan bidan/perawat dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.8 Hubungan Pelatihan Bidan/Perawat dengan Pelaksanaan MTBS
Pelatihan
Tidak pernah
N
15
Pernah
7
Pelaksanaan MTBS
Tidak
Ya
%
N
%
78.9
4
21.1
43.8
9
56.3
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Total
N
19
%
100.0
16
100.0
P Value
0.073
Page 34
Nislawaty
Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa
bidan/perawat yang tidak pernah
mengikuti pelatihan yaitu 15 orang
(78,9%). Berdasarkan uji statistik
tidak ada hubungan yang bermakna
antaraPelatihan dengan pelaksanaan
MTBS di wilayah kerja Puskesmas
Rimba Melintang tahun 2014. Hal ini
dibuktikan dengan P Value= 0,073
>α = 0,05 sehingga Ho diterima pada
derajat kemaknaan 0,05.
Hubungan pengalaman kerja bidan/perawat dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.9 Hubungan Pengalaman Kerja Bidan/Perawat dengan Pelaksanaan MTBS
Pengalaman
kerja
N
< 5 tahun
≥ 5 tahun
Pelaksanaan MTBS
Tidak
Ya
%
N
%
Total
N
%
14
82.4
3
17.6
17
100.0
8
44.4
10
55.6
18
100.0
P Value
0.049
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa
bidan/perawat yang baru bekerja
yaitu 14 orang (82,4%). Berdasarkan
uji statistik ada hubungan yang
bermakna antaraPengalaman kerja
dengan pelaksanaan MTBS di
wilayah kerja Puskesmas Rimba
Melintang tahun 2014. Hal ini
dibuktikan dengan P Value= 0,049
(MTBS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun
2014
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS RIMBA MELINTANG KABUPATEN ROKAN
HILIR TAHUN 2014.
Nislawaty
Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia
ABSTRACT
Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) is an approach to integration
in tatalaksanan sick infants and toddlers who come for treatment to health
facilities dipelayanan outpatient basis. Reports from the United Nations Children's
Emergency Fund (UNICEF) and the World Health Organization (WHO) found
approximately 6.6 million children die before reaching the age of 5 years. The
main causes of child mortality are pneumonia, prematurity, asphyxia, diarrhea,
malaria, and 45% of infant mortality due to malnutrition. This is why the WHO
recommends to implement IMCI program. The purpose of this study was to
determine how factors associated with IMCI implementation by health workers at
Puskesmas Woods Crossing Rokan Hilir. The study design was cross-sectional.
Samples were midwives and nurses working in health centers Woods Crossing
area Rokan Hilir, amounting to 35 people. In this study sample is total population.
Data were analyzed using analysis Univariate and Bivariate. The results showed
the relationship of knowledge midwife / nurse with IMCI implementation
amounted to 12 people (57.1%), relationship health personnel midwife / nurse
with IMCI implementation amounted to 8 people (42.1%), relationship training
midwives / nurses with IMCI implementation amounted to 9 people (56.3%),
relationship work experience midwife / nurse with IMCI implementation of 10
people (55.6%). Based on Chi-Square test found that the relationship between
knowledge, work experience, and there was no correlation Training Health
Workers. Expected to implement IMCI health workers to be able to comply with
the existing SOPs in IMCI implementation in order to improve the quality of
treatment for sick infants.
Keywords
Bibliografi
: Knowledge, Health Workers, Training and Work Experience
: 27 (2006-2013)
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendekatan program perawatan
balita sakit yang dipakai selama ini
adalah program intervensi secara
terpisah
untuk
masing-masing
penyakit, sehingga World Health
Organization (WHO) tahun 2005,
merekomendasikan
untuk
dibentuknya Manajamen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) serta kebijakan
lintas program oleh Unit Kerja
Koordinasi Ikatan Dokter Anak
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 28
Nislawaty
Indonesia (UKK IDAI) tahun 2008
(Depkes RI dan WHO 2008).
Laporan bersama oleh dana
anak-anak
PBB United Nations
Emergency
Children’s
Fund(UNICEF), WHO dan bank
dunia mendapati pada tahun 2012
sekitar 6,6 juta anak meninggal
sebelum mencapai usia 5 tahun,
angka ini jauh dibandingkan pada
tahun 1990 dimana jumlah anak yang
meninggal
berkisar
12
juta.
Penyebab utama kematian anak
balita adalah pnemonia, prematuritas,
asfiksia, diare, dan malaria. Secara
global,WHO mengatakan sekitar
45% kematian balita disebabkan
karena
kekurangan
gizi
(WHO,2013).
Secara global, jumlah kematian
balita setiap tahunnya menurun dari
tahun 1990 ke tahun 2012. Selama
22 tahun terakhir terselamatkan
sekitar 90 juta jiwa, menurut laporan
tersebut,
di Indonesia jumlah
kematian anak dibawah 5 tahun telah
berkurang dari 385.000 pada tahun
1990 menjadi 152.000,ini jelas berita
baik kata ”Angela Kearney, kepala
perwakilan UNICEF. Namun jangan
lupa bahwa lebih dari 400 anak-anak
yang masih meninggal setiap hari di
Indonesia, biasanya anak-anak ini
berasal dari keluarga miskin dan
paling terpinggirkan dan mereka
menjadi korban penyakit yang
mudah dicegah dan diobati seperti
pneumoni,
diare.
Kita
perlu
memastikan
bahwa
layanan
pencegahan dan pengobatan tersedia
untuk semua anak diindonesia (Profil
Depkes RI, 2012).
Data Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2013
mencatat angka kematian bayi ada 2
oarang,
dimana
penyebab
kematiannya
disebabkan
oleh
penyakit diare.
Data Profil Dinas Kesehatan
Provinsi
Riau
Tahun
2012
menyebutkan AKB di Provinsi Riau
cenderung menurun dari tahun 19942012 yaitu 24 kematian per 1000
kelahiran hidup. Kasus Tetanus
Neonatorum
sebagai
penyebab
kematian masih ditemukan pada
tahun 2011 di Kota Pekanbaru.
Permasalahan tingginya angka
kematian bayi dan balita harus segera
ditangani
salahsatunya
adalah
dengan meningkatkan kualitas dan
aksespelayanan kesehatan bagi bayi
barulahir, bayi, dan anak balita.Pada
tahun
1992,
WHOmulaimengembangkan
cara
yang cukup efektif serta dapat
dikerjakan
untuk
mencegah
sebagianbesar penyebab kematian
bayi
dan
balita,
yakni
melaluiprogram
“Integrated
Management
ofChildhood
Illness(IMCI)”atau dikenal sebagai
program
Manajemen
Terpadu
BalitaSakit(MTBS) untuk diterapkan
dan direplikasikan di negara-negara
yang mempunyai AKB di atas 40per
1000 kelahiran hidup. Hal inilahyang
menyebabkan
WHO
merekomendasikan
untukmelaksanakan program MTBS
yang diadaptasikan sesuai dengan
permasalahan kesehatanbayi dan
balita di Indonesia.Indonesia telah
mengadopsi pendekatan MTBS sejak
tahun 1996dan implementasinya
dimulai tahun 1997 (WHO, 2013).
MTBS
merupakan
suatu
pendekatan terhadap balita sakit yang
dilakukan secara terpadu dengan
memadukan pelayanan promosi,
pencegahan,
serta
pengobatan
terhadap lima penyakit penyebab
utama kematian pada bayi dan balita
di negara berkembang, yaitu
pnemonia, diare, campak, dan
malaria serta malnutrisi. MTBS
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 29
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun
2014
digunakan sebagai standar pelayanan
bayi dan balita sakit sekaligus
sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan khususnya bidan dan
perawat di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar ( Modul MTBS
Dinkes, 2011).
Program MTBS dilakukan pada
bayi usia 2 bulan sampai dengan 5
tahun.Selanjutnyauntuk menunjang
program
MTBS,
WHO
memperkenalkan
1
set
buku
pedoman MTBS. BukuPedoman
MTBS ini menggunakan suatu bagan
yang
memperlihatkan
langkahlangkah
sertapenjelasan
cara
pelaksanaannya, sehingga dapat
menilai,
membuat
klasifikasi,
memberikan pengobatan, konseling,
kunjungan ulang serta pelayanan
tindak lanjut( Modul MTBS Dinkes,
2011).
Inti
dari
kegiatan
MTBSadalahmelihat
balita
secarautuh(komprehensif)
sehinggaPetugasbisa
menentukan
diagnosa apakah balita sakit atau
tidak
serta
melaksanakan
kebiasaanpetugas
dalamberfikir
terpadudan menyeluruh.Penerapan
MTBS
didahului
dengan
membangun komitmen di tingkat
Kabupatendengan pelatihan petugas.
Petugas yang dilatihyaknidokter
spesialis, dokter Puskesmas,bidan,
perawat, dimana dokter spesialis
sebagai rujukan.
Kabupaten (Kasie Kesga)sebagai
supervisor, petugas MTBS sebagai
tempat pelayanan. Dengan demikian
akan terjadimekanisme pelayanan
terpadu yang terintegrasi dan
diharapkan akan memberi daya
ungkitterhadap penurunan kematian
bayi dan balita(Depkes RI dan WHO,
2008).
Menurut data laporan rutin yang
di himpun dari Dinas Propinsi
seluruh Indonesia melalui pertemuan
nasional program kesehatan anak
tahun 2010. Hingga akhir tahun
2009
penerapan MTBS telah
mencakup 33 Propinsi. Jumlah
puskesmas
yang
melaksanakan
MTBS hingga akhir tahun 2009
sebesar 51,55%. Namun belum
seluruh
puskesmas
mampu
menerapkan pendekatan MTBS
karena beberapa sebab, antara lain :
belum adanya tenaga kesehatan yang
sudah terlatih MTBS, sudah ada
tenaga kesehatan yang terlatih tetapi
sarana dan prasarana belum siap,
belum adanya komitmen atau
kebijakan dari pimpinan puskesmas
dan lain-lain (Depkes, 2010).
Sejak tahun 2011 dilakukan
pelatihan di Kabupaten Rokan Hilir
dan pelaksanan MTBS baru berjalan
pada tahun 2012 dan sampai saat
sekarang ini. Pelaksanaan MTBS di
kembangkan secara bertahap yang
telah di laksanakan di 16 puskesmas
yang ada di Kabupaten Rokan
Hilir.Yang dimulai dengan pelatihan
dokter, bidan dan perawat. Data dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan
Hilir, tercatat ada 64 petugas yang
telah dilatih MTBS, 32 orang dokter,
16 bidan dan 16 perawat (Dinkes,
2011).
Berdasarkan
survey
pendahuluan, pelayanan MTBS di
puskesmas dilakukan oleh bidan dan
perawat sedangkan dokter menerima
konsul dan rujukan. Evaluasi
dilakukan setiap tahun oleh Dinas
Kesehatan untuk mengetahui kendala
atau permasalahan yang timbul
selama pelaksanaan MTBS. Hasil
Rekapitulasi dari bulan Januari Desember tahun 2013 di 16
Puskesmas yang ada di Kabupaten
Rokan Hilir menunjukkan data
kunjungan anak balita yang di MTBS
adalah standar nilai minimal yang
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 30
Nislawaty
dijadikan acuan oleh Depkes RI
adalah 75%. Dengan demikian maka
dapat
dilihat
bahwa
tingkat
kepatuhan petugas MTBS belum
mencapai nilai minimal Depkes.
Hasil
evaluasi dari data dinas
kesehatan Rokan Hilir tahun 2013,
yang terdiri dari 16 puskesmas yang
paling rendah cakupan pelaksanaan
MTBS adalah puskesmas Rimba
Melintang. Selain itu juga terdapat
permasalahan yang dihadapi pada
beberapa Puskesmas yaitu jadwal
MTBS yang telah dibuat tidak
dipatuhi, tidak semua anak sakit
dilakukan pemeriksaan secara MTBS
(Dinkes, 2011).
Dinas kesehatan baru mampu
mengembangkan program MTBS
sebatas penyelenggaraan pelatihan
dan mendorong puskesmas untuk
memulai keberhasilan pelaksanaan
MTBS tersebut sangat didukung oleh
berbagai faktor motivasi kerja dan
sumber daya manusia, dalam hal ini
petugas
puskesmas
yang
bertanggung
jawab terhadap
pelayanan kesehatan ibu dan anak,
khususnya menyangkut MTBS.
Kelengkapan pelayanan MTBS juga
dapat dilihat dengan bagaimana
petugas itu memberikan pelayanan
yang sesuai dengan prosedur
pelaksanaan MTBS. Keberhasilan
petugas menjalankan MTBS sesuai
prosedur sangat dipengaruhi faktor
yang mendorong petugas untuk
memberikan pelayanan MTBS sesuai
prosedur
yaitu, pengetahuan
petugas tentang MTBS, pendidikan
petugas yang menjadi petugas
MTBS, pelatihan petugas tentang
MTBS, dan pengalaman kerja
petugas tentang MTBS. Pelaksanaan
MTBS ini terintergasi dengan
program-program kesehatan dasar
lainnya,untuk
itu
diperlukan
manajemen sumber daya manusia
yang baik. Survey pendahuluan di
Puskesmas Rimba Melintang dengan
kasus-kasus yang terkait sehingga
tidak terlaksanaanya MTBS dengan
benar.
Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Faktor - faktor
yang
Berhubungan
dengan
pelaksanaan Manajemen Terpadu
Balita Sakit(MTBS) di Wilayah
Kerja
Puskesmas
Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
Tahun 2014, ditinjau dari segi
pengetahuan, tenaga kesehatan,
pelatihan, dan pengalaman kerja.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
yang telah diuraiakan
maka
perumusan masalah penelitian ini
adalah
”Faktor-faktor
yang
berhubungan dengan Pelaksanaan
Manajemen
Terpadu
Balita
Sakit(MTBS)
di wilayah kerja
Puskesmas
Rimba
Melintang
Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2014?
Tujuan Penelitian
Untuk
mengetahui
bagaimana
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan
pelaksanaanManajemen
Terpadu Balita Sakit(MTBS)Di
Wilayah Kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
Tahun 2014.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Analitik
kuantitatif,
dengan
rancangan
menggunakan pendekatan croos
sectional yang bertujuan untuk
melihat faktor yang berhubungan
dengan pelaksanaan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 31
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun
2014
wilayah kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
Tahun 2014.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan
di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir.
Penelitian ini akan dilaksanakan
pada bulan Agustus 2014.
Populasi Dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah
seluruh bidan dan perawat yang aktif
bertugas
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Rimba
Melintangsebanyak
35
orang.
Sampel adalah bidan dan perawat
yang ada di wilayah Kerja
Puskesmas
Rimba
Melintang
Kabupaten Rokan Hilir, yang
dilaksanakan pada bulan Juli 2014
sebanyak 35 orang.
Alat Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah kuesioner dan
daftar tilik pengamatan tatalaksana
MTBS. Kuesioner yang digunakan
telah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas dengan hasil terlampir
(lampiran 5). Sumber referensi dalam
pembuatan kuesioner pengetahuan
diambil dari modul pelatihan MTBS
revisi tahun 2011.
RENCANA ANALISIS DATA
Analisa
Univariat:
Pada
penelitian ini analisa univariat yang
digunakan untuk jenis data kategorik,
sehingga
menghasilkan
suatu
distribusi dan persentase dari tiap
karakteristik responden.
Analisis Bivariat: Analisa yang
dilakukan untuk melihat hubungan
kedua variable yang meliputi
variabel
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan pelaksanaan
MTBS
dan
variable
pelaksanaanMTBS di wilayah kerja
Puskemas Rimba Melintang tahun
2014. Data yang telah terkumpul
kemudian dikelompokkan, ditabulasi
dan dilakukan analisis data untuk
melihat hubungan antara dua variabel
yaitu variabel independen dan
variabel
dependen.
Untuk
membuktikan adanya hubungan
diantara dua variabel tersebut
digunakan uji Chi Square dengan
tingkat kemaknaan 95 %. Hasil
analisis yang dinyatakan ada
hubungan secara bermakna dengan
cara membandingkan nilai (P value)
dengan nilai alpa (α 0,05), jika nilai
P ≤ α (0,05) maka keputusanya Ho
ditolak, artinya terdapat hubungan
antara variabel independen dan
dependen dan jika nilai P > α (0,05)
maka keputusanya Ho diterima,
artinya tidak terdapat hubungan
antara variabel dependen dan
independen.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di
wilayah kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
dari tanggal 11 sampai tanggal 13
Agustus tahun 2014. Pengumpulan
data dilakukan oleh peneliti dengan
mengunakan
daftar
tilik
dan
menyebarkan
kuesioner
yang
dibagikan pada tenaga kesehatan
khususnya bidan dan perawat yang
berjumlah 35 orang dan dijawab
secara lengkap. Bab ini menyajikan
mengenai hasil penelitian tentang
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan pelaksanaan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
wilayah kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir
Tahun 2014. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada analisa univariat
dan analisa bivariat.
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 32
Nislawaty
Analisa Univariat
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Persentase
No
Pengetahuan
Frekuensi
(%)
1
Rendah
14
40.0
2
Tinggi
21
60.0
35
100.0
Total
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa
sebagian besar tenaga kesehatan
memiliki pengetahuan tinggi yaitu 21
orang (60,0%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tenaga Kesehatan
Persentase
No
Tenaga Kesehatan
Frekuensi
(%)
1
Perawat
16
45.7
2
Bidan
19
54.3
35
100.0
Total
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa
sebagian besar dari tenaga kesehatan
yang paling banyak
yaitu 19 (54,3%).
adalah bidan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelatiahan
Persentase
No Pelatihan
Frekuensi
(%)
1
Tidak pernah
19
54.3
2
Pernah
16
45.7
35
100.0
Total
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa
tenaga kesehatan yang tidak pernah
mengikuti pelatihan yaitu 19 orang
(54,3%).
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
Persentase
No Pengalaman kerja
Frekuensi
(%)
1
< 5 tahun
17
48.6
2
≥ 5 tahun
18
51.4
35
100.0
Total
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa
sebagian besar tenaga kesehatan
yang masa kerja paling lama yaitu 18
(51,4%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan MTBS
Persentase
No Pelaksanaan MTBS
Frekuensi
(%)
1
Tidak
22
62.9
2
Ya
13
37.1
35
100.0
Total
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa
sebagian besar tenaga kesehatan
yang tidak melaksanakan MTBS
yaitu 22 orang (62,9%).
Analisa Bivariat
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Page 33
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun
2014
Hubungan pengetahuan Bidan/Perawat dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.6 Hubungan Pengetahuan Bidan/Perawat dengan PelaksanaanMTBS
Pengetahuan
Bidan/Perawat
N
Pelaksanaan MTBS
Tidak
Ya
%
N
%
Total
N
%
Rendah
13
92.9
1
7.1
14
100.0
Tinggi
9
42.9
12
57.1
21
100.0
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa
tenaga kesehatan yang memiliki
pengetahuan tinggi lebih cendrung
melaksanakan MTBS sebanyak 12
orang (57,1%). Berdasarkan uji
statistik
ada
hubungan
yang
bermakna antara pengetahuan tenaga
P Value
0.008
kesehatan
dengan
pelaksanaan
MTBS di wilayah kerja Puskesmas
Rimba Melintang tahun 2014. Hal ini
dibuktikan dengan P Value= 0,008<
α = 0,05 sehingga Ho gagal diterima
pada derajat kemaknaan 0,05.
Hubungan Tenaga Kesehatan dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.7 Hubungan Tenaga Kesehatan Bidan/Perawat dengan Pelaksanaan MTBS
Tenaga
Kesehatan
Bidan/Perawat
Pelaksanaan MTBS
Tidak
Ya
%
N
%
N
Perawat
11
68.8
5
Bidan
11
57.9
8
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa
tenaga kesehatan yang melaksanakan
MTBS sebanyak 8 orang (42,1%).
Berdasarkan uji statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara
tenaga
kesehatan
dengan
Total
N
%
31.3
16
100.0
42.1
19
100.0
P Value
0.756
pelaksanaan MTBS di wilayah kerja
Puskesmas Rimba Melintang tahun
2014. Hal ini dibuktikan dengan P
Value= 0,756 >α = 0,05 sehingga Ho
diterima pada derajat kemaknaan
0,05.
Hubungan pelatihan bidan/perawat dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.8 Hubungan Pelatihan Bidan/Perawat dengan Pelaksanaan MTBS
Pelatihan
Tidak pernah
N
15
Pernah
7
Pelaksanaan MTBS
Tidak
Ya
%
N
%
78.9
4
21.1
43.8
9
56.3
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau
Total
N
19
%
100.0
16
100.0
P Value
0.073
Page 34
Nislawaty
Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa
bidan/perawat yang tidak pernah
mengikuti pelatihan yaitu 15 orang
(78,9%). Berdasarkan uji statistik
tidak ada hubungan yang bermakna
antaraPelatihan dengan pelaksanaan
MTBS di wilayah kerja Puskesmas
Rimba Melintang tahun 2014. Hal ini
dibuktikan dengan P Value= 0,073
>α = 0,05 sehingga Ho diterima pada
derajat kemaknaan 0,05.
Hubungan pengalaman kerja bidan/perawat dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.9 Hubungan Pengalaman Kerja Bidan/Perawat dengan Pelaksanaan MTBS
Pengalaman
kerja
N
< 5 tahun
≥ 5 tahun
Pelaksanaan MTBS
Tidak
Ya
%
N
%
Total
N
%
14
82.4
3
17.6
17
100.0
8
44.4
10
55.6
18
100.0
P Value
0.049
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa
bidan/perawat yang baru bekerja
yaitu 14 orang (82,4%). Berdasarkan
uji statistik ada hubungan yang
bermakna antaraPengalaman kerja
dengan pelaksanaan MTBS di
wilayah kerja Puskesmas Rimba
Melintang tahun 2014. Hal ini
dibuktikan dengan P Value= 0,049