KONSEP GREEN BUILDING CSR DAN KINERJA KE

KONSEP GREEN BUILDING, CSR, DAN KINERJA KEUANGAN SEBAGAI STRATEGI DALAM
MENINGKATKAN NILAI PERUSAHAAN
Yandi Suprapto
Universitas Trisakti
ABSTRACT
The main purpose of this study was to determine the effect of green building concept, corporate social
responsibility (CSR) and finnancial performace as a strategic plan to increase the firm value. The analytical
method used is by using multiple regression analysis approach with a significance level of 5% and test
conclusions drawn based on test result coefficient T and F.
Samples from this study using the 46 companies listed on the Indonesian Stock Exchange in 2015 and were
selected using purposive sampling method. Multiple regression is used to examine the data.
Results from this study showed the influence of financial performance on firm value was significant, while
the influence green building concept and corporate social responsibility (CSR) on the firm value was not
significant. Obervation from green building concept show that is major strategy has been implemented such as
strengthening the foundations of green building and raising public awareness of building-related impacts and
opportunities.
Keywords: Green building, CSR, Financial Performance, Firm Value
PENDAHULUAN
Pertambahan jumlah penduduk dari waktu ke waktu menuntut permintaan akan barang maupun jasa yang
terus meningkat, sedangkan sumber daya yang tersedia jumlahnya terbatas. Kelangkaan tersebut membuat
manusia harus melakukan pengorbanan baik dalam bentuk uang, tenaga maupun keterampilan untuk

memperolehnya. Dan setiap manusia berusaha untuk mencapai hasil yang lebih baik dengan cara yang efektif
dan efisien. Pembelajaran tersebut menghasilkan pengaruh yang positif terhadap perkembangan ekonomi suatu
negara. Perkembangan ekonomi tersebut ditandai dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan yang berusaha
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya yang seefisien mungkin.
Perusahaan akan berusaha meningkatkan kemakmuran para pemegang sahamnya. Dan salah satu cara
mengukur tingkat kemakmuran para pemegang saham adalah melalui nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang
tinggi dapat tercermin dalam harga pasar sahamnya karena investor cenderung memperhatikan pergerakan harga
saham perusahaan dari waktu ke waktu dalam melakukan keputusan investasi. Menurut Nurlela dan Islahuddin
(2008), enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting
bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan.
Dalam mencapai tujuannya, perusahaan pasti akan berinteraksi dengan lingkungan, masyarakat, karyawan,
dan pemerintah sebagai penunjang kegiatan operasionalnya. Seringkali yang terjadi adalah perusahaan
mengabaikan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Dewasa ini kita dihadapkan pada masalah perubahan
iklim global, polusi udara, banjir, pencemaran sungai, krisis air bersih, kebakaran hutan, dan pencemaran
lingkungan.
Salah satu bisnis yang bergerak di bidang pembangunan dan bersentuhan langsung dengan lingkungan
adalah bidang properti atau real estate. Dalam proses bisnisnya, perusahaan properti atau real estate bisa menjadi
penyelamat lingkungan sekitarnya dengan ikut membangun dengan konsep hijau (green building concept). Di
sisi lain, pembangunan yang terus menerus dilakukan akan bersinggungan dengan masalah lahan dan nantinya
akan rentan terhadap tata ruang yang pastinya menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap

lingkungan. Perubahan iklim global, polusi udara, banjir, pencemaran sungai, krisis air bersih, dan pencemaran
lingkungan merupakan beberapa dampak langsung jika pembangunan properti tersebut tidak dikaji secara
konkret dan sistematis.
Berkembangnya industri properti di tanah air tidak terlepas dari berkembangnya jumlah penduduk Indonesia.
Pembangunan yang terus menerus tersebut membuat banyak pihak termasuk Pemerintah sebagai regulator
mengeluarkan kebijakan serta peraturan-peraturan terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam. Peraturan
tersebut mewajibkan perusahaan untuk tidak hanya mencari laba yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran
perusahaan maupun para pemegang sahamnya, tetapi juga memperhatikan lingkungan sekitarnya. Dan dalam
perkembangannya banyak perusahaan yang menyadari bahwa pengungkapan atas informasi keuangan saja tidak

cukup untuk menjamin keberlanjutan bisnis mereka, tetapi pengungkapan atas lingkungan sekitarnya juga
merupakan salah satu poin penting didalamnya.
Diterbitkannya Undang-Undang PT No. 40 tahun 2007 pasal 74 yang menjelaskan bahwa Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-undang tersebut juga mewajibkan perusahaan memberikan
kontribusi sosial secara langsung kepada masyarakat dimana kontribusi tersebut bisa meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat serta lingkungannya. Menurut Wibisono dan Yusuf (2007), dengan adanya dasar hukum
tersebut maka tanggung jawab perusahaan tidak hanya berpusat kepada profit saja, tetapi juga dapat
memperhatikan people yang didefinisikan sebagai kesejahteran masyarakat serta dapat memperhatikan planet
yaitu turut menjaga dan melestarikan lingkungan. Oleh Elkington ((1998), konsep ini sering disebut dengan

konsep 3P yaitu Profit, People and Planet.
Diharapakan perusahaan akan memberikan kontribusi yang positif bagi stakeholdernya melalui program
Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Kotler dan Nancy (2005), Corporate Social Responsibility
(CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui
praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan. CSR telah dianggap sebagai
suatu investasi dalam mencapai pertumbuhan yang lebih baik serta diharapkan dapat memberikan brand image
yang baik terhadap persuhaan.
Penerapan Corporate Social Responsibility oleh perusahaan dapat diungkapkan dalam laporan tahunan
perusahaan. Selain UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, ada beberapa peraturan terkait dengan
pengungkapan CSR diantaranya adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 Tahun 2009
paragraf 12 tentang Penyajian Laporan Keuangan dan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor:KEP-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan
Publik. Disamping itu terdapat panduan dalam penerapan dan pelaksanaan CSR yang dituangkan dalam ISO
26000 bagi semua organisasi baik swasta maupun publik.
Dalam penerapan CSR perusahaan akan mengeluarkan biaya yang nantinya akan mengurangi keuntungan
perusahaan. Konsekuensi ini diambil untuk meningkatkan brand image perusahaan yang diharapkan akan
meningkatkan penjualan perusahaan dimasa yang akan datang dengan pertimbangan bahwa konsumen akan
loyal terhadap perusahaan yang melakukan CSR tersebut. Peningkatan penjualan tersebut akan meningkatkan
keuntungan perusahaan yang berarti juga nilai saham perusahaan akan meningkat dan pada akhirnya nilai
perusahaan juga akan meningkat.

Penelitian ini memilih sampel perusahaan properti dan real estate karena perusahaan properti dan real estate
bersinggungan langsung dengan sumber daya alam yang sangat terbatas saat ini yaitu lahan. Selain itu dalam
proses bisnisnya perusahaan properti dapat secara langsung menerapkan pelestarian lingkungan dengan konsep
hijau. Perusahaan real estate dan properti juga merupakan bahan perbincangan hangat akhir-akhir ini karena
terkait dengan reklamasi teluk Jakarta yang memberikan dampak strategis bagi lingkungan sekitarnya.
Perusahaan properti atau real estate juga memerlukan brand image yang baik agar masyarakat dapat percaya
sehingga dapat memberikan dampak pada penjualan secara langsung dan pada akhirnya meningkatkan harga
saham dan nilai perusahaan.
Salah satu konsep yang menarik dari CSR dalam bidang properti dan real estate adalah konsep bangunan
hijau atau green building, karena nilainya yang signifikan dalam neracara dan laporan rugi laba, mempunyai
dampak jangka panjang karena umur bangunan yang lama, dan berhubungan dengan investasi yang akan
dilakukan oleh perusahaan. Dan dewasa ini pembangunan green building telah menjadi trend baru yang
menunjukkan bahwa semakin banyak dari perusahaan atau masyarakat yang sadar akan pentingnya pelestarian
lingkungan. Dan jika masyarakat sadar akan pentingnya nilai-nilai pelestarian tersebut maka secara tidak
langsung masyarakat akan cenderung untuk memprioritaskan pilihan mereka termasuk berinvestasi, membeli
atau menyewa sesuatu yang berhubungan dengan pelestarian lingkuangan. Diharapkan perusahaan yang
memperhatikan konsep ini juga dapat meningkatkan penjualan, keuntungan, harga saham serta nilai perusahaan
demi tercapainya sustainable growth.
Penelitian dengan menggunakan variable CSR telah banyak dilakukan, diantaranya adalah Ding (2014)
menemukan bahwa CSR kepada customer dan social welfare tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan,

Yang, Lin, dan Chang (2010) menemukan bahwa CSP berpengaruh signifikan negatif terhadap financial
performance di industri finansial, Haryono dan Iskandar (2010) menemukan bahwa CSP index tidak
berpengaruh terhadap firm value, Tjia dan Setiawati (2012) menemukan bahwa CSR tidak berpengaruh terhadap
nilai perusahaan, dan Servaes, Tamayo (2013) menemukan bahwa CSR for low customer awereness tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Namun demikian masih terdapat temuan yang berbeda sehingga
menimbulkan gap antara penelitian yang satu dengan penelitian yang lain. Penelitian yang banyak dilakukan
tidak memperhatikan pentingnya konsep green building yang dalam hal ini didefinisikan dengan ada atau
tidaknya Greenship, LEED atau Energy Star Certifications sebagai salah satu alat pengukuran CSR. Jadi nilai
tambah penelitian atau research gap dari penilitian ini tidak hanya adanya temuan yang berbeda dari hasil
penelitian sebelumnya tetapi juga menambahkan konsep green building sebagai salah satu indikator baru yang

belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian ini juga mengobservasi konsep green building yang merupakan
strategi penting dalam CSR dan strategi keuangan perusahaan dalam meningkatkan nilai perusahaan.
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Menurut World Bank, "CSR is the commitment of business to contribute to sustainable economic
development working with employees and their representatives, the local community and society at large to
improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development". Menurut World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD), "Corporate Social Responsibility (CSR) is The
continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while
improving the quality of work life of workforce and their families as well as of the local community and social

large”. Menurut Darwin (2004) Corporate Social Responsibility (CSR) dilakukan sebagai mekanisme bagi
suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam
operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum.
Menurut Kotler (2005), selain merupakan biaya dalam implementasinya, CSR juga dapat memberikan manfaat
bagi perusahaan diantaranya adalah dapat meningkatkan penjualan dan market share, dapat memperkuat brand
dan serta citra perusahaan, dan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor yang akan melakukan investasi.
Ada beberapa teori yang mendukung konsep CSR diantaranya adalah teori Stakeholder dan model
Hendeberg’s CSR Pyramid. Dalam perjalanannya CSR sering dikaitkan dengan Teori Stakeholder yaitu teori
yang menjelaskan bagaimana pengelola atau para manager perusahaan memenuhi keinginan dan harapan para
stakeholder. Menurut Ghozali (2007), melalui publikasi CSR perusahaan dapat memberikan informasi lengkap
berkaitan dengan kegiatan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan. Teori ini
menyatakan bahwa suatu perusahaan akan mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan dan sosial
mereka lebih dari apa yang diwajibkan, dengan tujuan untuk memenuhi harapan para stakeholder. Menurut
Wibisono (2007), stakeholder adalah kelompok atau orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan
baik kelompok yang ada di dalam maupun di luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan
keberhasilan perusahaan. Menurut Carrol (1991), ada dua hal yang harus diperhatikan dalam memutuskan suatu
keputusan yang strategis yaitu stakeholder's legitimacy dan kekuatan dari stakeholder itu sendiri.
Menurut Hendeberg (2009) yang mengadopsi Carroll's (2004), pengembangan model CSR dapat dilihat
dengan menggunakan model CSR Pyramid. Model piramida ini dapat mencakup seluruh pandangan mengenai
apa yang diharapkan masyarakat dari suatu perusahaan, baik secara ekonomi maupun sosial. Dalam

penelitiannya disebutkan bahwa “The social responsibility of bussiness encompasses the economic, legal,
ethical, and discretionary expectations that society has of organization at a given point of time”. Setelah
pandangan mengenai model Carroll's Pyramid (2004), Hendeberg (2009) mengadaptasi model ini dan
mengemukakan model sendiri yang dianggap lebih mencerminkan perkembangan CSR pada negara berkembang
seperti Indonesia. Menurut Carroll (2004), ethical responsibility mempunyai peran lebih besar terhadap
perusahaan, khususnya di Indonesia yang merupakan negara berkembang. Pentingnya nilai budaya dan etika
dianggap paling penting dan rumit karena jika perusahaan mengabaikan hal tersebut maka kepastian akan
menjalankan usaha akan sangat terancam. Kemudian di bagian tengah piramida terdapat legal responsibility dan
economical responsibility yang mengisyaratkan tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi aturan-aturan yang
berlaku serta mendapatkan laba semaksimal mungkin merupakan hal penting kedua setelah tanggung jawab
secara etika. Selanjutnya Philanthropic responsibility yang dianggap kurang penting dalam tanggung jawab
perusahaan. Walaupun posisi Philanthropic responsibility berada dalam puncak piramida tetapi tetap
dilaksanakan oleh kebanyakan perusahaan-perusahaan besar.
Menurut GBC Indonesia, pengertian dari green building adalah bangunan baru yang direncanakan dan
dilaksanakan, atau bangunan yang sudah terbangun yang dioperasikan dengan memerhatikan faktor-faktor
lingkungan/ekosistem dan memenuhi kinerja: bijak guna lahan, kualitas udara dalam ruangan, hemat air, hemat
energi, hemat bahan, dan mengurangi limbah. Menurut Batuwangala dalam Gupta (2013), green building adalah
suatu konsep dalam mendesain, membangun, mengelola dan memelihara bangunan dengan tujuan untuk
menjaga kesehatan penghuni, meningkatkan produktivitas penghuni bangunan, menggunakan bahan-bahan alam
dengan baik, dan mengurangi dampak buruk bangunan terhadap lingkungan. Sertifikasi bangunan hijau di

Indonesia menggunakan standar Greenship yang dikeluarkan oleh GBC. Sertifikasi yang dikeluarkan oleh
Greenship yang mencerminkan bahwa suatu bangunan menganut konsep hijau terbagi menjadi 5 yaitu,
Greenship Bangunan Baru/New Building (NB) yaitu perangkat tolak ukur untuk bangunan baru, Greenship
Bangunan Terbangun/Existing Building (EB) yaitu perangkat tolak ukur untuk bangunan terbangun, Greenship
Interior Space yaitu perangkat tolak ukur untuk ruang dalam, Greenship Rumah Tinggal/Homes yaitu perangkat
tolok ukur untuk rumah tinggal, Greenship Kawasan/Neighborhood (NH) yaitu perangkat tolak ukur untuk
kawasan.
Secara umum didirikannya sebuah perusahaan mempunyai tujuan pokok yang jelas diantaranya adalah untuk
mencapai keuntungan yang maksimal sehingga keuntungan tersebut dapat memakmurkan pemilik perusahaan

atau para pemegang sahamnya. Disamping itu perusahaan juga harus meningkatkan nilai perusahaanya untuk
menarik investor berinvestasi dengan ditandai dengan meningkatnya harga saham perusahaan tersebut. Menurut
Samuel (2000), nilai perusahaan atau firm value adalah konsep penting bagi investor, karena merupakan
indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Nilai perusahaan menggambarkan seberapa baik
atau buruk manajemen mengelola kekayaannya. Hal tersebut tidak terlepas dari kinerja keuangan suatu
perusahaan untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Menurut Rahayu (2010), peningkatan laba akan
meningkatkan nilai perusahaan, dan biasanya ditandai dengan naiknya harga saham di pasar. Menurut Hartono
(2000), terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar
(market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut perusahaan yang
menerbitkan saham, nilai pasar merupakan nilai yang terbentuk dari mekanisme pasar dan berlaku di pasar,

sedangkan nilai intrinsik adalah nilai yang sesungguhnya dari harga saham. Dalam penelitian ini, nilai
perusahaan diukur dengan menggunakan rasio Tobin’s Q. Rasio ini dikemukakan oleh Profesor James Tobin
(1967). Rasio ini menunjukkan estimasi pasar tentang nilai hasil pengembalian dari setiap investasi. Jika nilai
rasio Tobin’s Q lebih dari satu maka menunjukkan bahwa investasi dalam dalam aset tersebut dapat menhasilan
laba yang memberikan nilai lebih tinggi daripada investasi yang dikeluarkan. Sebaliknya jika rasio Tobin’s Q
kurang dari satu maka menunjukkan bahwa investasi aset tersebut dalam memberikan laba dari investasinya
lebih rendah, sehingga investasi dalam aset tersebut tidaklah menarik.
Menurut Munawir (2002), kinerja keuangan adalah kemampuan dari suatu perusahaan dalam menggunakan
modal yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut Fahmi (2011)
kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah
melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja
keuangan suatu perusahaan dapat tercermin dalam Laporan keuangan suatu perusahaan. Menurut Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), laporan keuangan harus dibuat paling sedikit setahun sekali untuk memberikan
informasi kepada para pemegang kepentingan. Informasi dalam laporan keuangan dapat berupa posisi keuangan,
kinerja dan arus kas perusahaan yang berguna bagi investor, kreditur, debitur, pemilik perusahaan, karyawan,
pemeritah dan masyarakat. Menurut Indrawan (2008), kinerja keuangan dapat dilihat dari Return On Equity
yang merupakan rasio antara laba bersih terhadap total equity. Return on Equity sering disebut juga rate of
return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri.
ROE dianggap sebagai salah satu indikator kinerja keuangan yang sangat penting bagi para investor. ROE
dibutuhkan investor untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih yang berkaitan

dengan dividen. Menurut John (2005), semakin tinggi nilai ROE suatu perusahaan maka perusahaan akan lebih
efisien dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba investor yang ditanam pada perusahaan.
Menurut Mukhlasin (2003) dalam Wahidahwati (2002), profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja
manajemen dalam mengelola perusahaan. Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti: laba operasi, laba
bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Kinerja keuangan juga
sering dikaitkan dengan Signalling Theory yaitu teori yang menggambarkan bahwa informasi yang ditujukan
kepada investor merupakan dasar bagi investor dalam mengambil keputusan. Informasi tersebut dapat berupa
keadaan perusahaan dimasa lalu sampai dengan saat ini. Informasi yang lengkap, akurat, dan tepat waktu dapat
memberikan informasi yang baik atau sinyal yang baik bagi investor dalam melakukan investasinya. Sebaliknya
jika informasi yang didapat tidak sesuai dengan harapan investor maka dapat memberikan sinyal yang buruk
bagi investor dalam mengambil keputusan investasinya.
Hubungan antara CSR dan konsep green building dengan kinerja keuangan
Berdasarkan standar Global Reporting Initiative (GRI) G4 pengukuran pengungkapan CSR meliputi 3
dimensi yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Pengungkapan tersebut sangat erat kaitannya dengan isu yang
paling dominan akhir-akhir ini yaitu konsep green building. Konsep green building sendiri sebenarnya adalah
bagian dari CSR dalam bidang lingkungan yang lebih difokuskan kepada pembangunan properti di suatu tempat
dan waktu tertentu. Dengan beberapa penelitian dan temuan bahwa konsep green building belum dapat
menjelaskan atau mempengaruhi harga saham dan pertumbuhan perusahaan, maka peneliti mencoba untuk
melihat lebih khusus makna dari CSR dengan menggali lebih dalam makna dari konsep green building tersebut.
Konsep CSR umumnya dan green building pada khususnya dinilai baik jika dapat memberikan dampak yang

baik juga tidak hanya pada lingkuangan tetapi kinerja keuangan maupun nilai dari perusahaan itu sendiri.
Kinerja keuanganan dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam upaya
meningkatkan harga saham dan nilai perusahaan. Menurut Heinze dan Gray (1976), semakin tinggi tingkat
profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya. Dengan profitabilitas yang
tinggi diyakini bahwa perusahaan akan dapat dengan mudah membiayai biaya aktivitas sosialnya. Sejalan
dengan teori legitimasi (respon) yang menyebutkan bahwa legitimasi atau respon yang baik oleh masyarakat
akan terjadi apabila perusahaan memperoleh laba yang tinggi dengan harapan laba tersebut sebagian digunakan
untuk membiayai aktivitas perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ding (2014), yang
menyimpulkan bahwa CSR yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan, pemerintah dan kreditor

memberikan pengaruh yang signifikan kepada kinerja keuangan perusahaan yang dalam hal ini dinyatakan
dalam ROE.
Hubungan antara csr dan konsep green building dengan nilai perusahaan
Tujuan akhir perusahaan yang go publik adalah meningkatkan nilai perusahaanya melalui harga saham yang
diperdangkan di lantai bursa. Nilai perusahaan diyakini akan terus meningkat bila perusahaan terus
memperhatikan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup karena keberlanjutan merupakan keseimbangan
antara kepentingan-kepentingan ekonomi, lingkungan dan masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Mujahid dan Abdullah (2014), menyatakan bahwa CSR berpengaruh
signifikan positif terhadap nilai perusahaan, penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ding
(2014), Gherghina, Vintilă dan Dobrescu (2015), Servaes dan Tamayo (2013). Sementara itu, penelitian yang
dilakukan oleh Yang, Lin dan Chan (2010) menyatakan bahwa CSP berpengaruh signifikan negatif terhadap
ROE pada industri keuangan. Hasil penelitian serupa juga dihasilkan oleh Servaes dan Tamayo (2013) yang
menyebutkan bahwa CSR pada low customer awareness tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa terdapat hasil yang kontradiksi antar penelitian yang dilakukan
oleh peneliti terdahulu.
Hubungan antara strategi green building dalam CSR untuk meningkatkan nilai perusahaan
Sertifikasi atau penilaian terhadap bangunan yang dikategorikan bangunan hijau atau green building telah
banyak dilakukan berbagai negara. Bentuk penilaian serta sistem rating tersebut menggunakan standar yang
berbeda-beda, seperti Amerika Serikat menggunakan LEED, Singapura menggunakan Green Mark, dan
Australia menggunakan Green Star. Di Indonesia telah didirikan badan atau lembaga yang sangat konsen
terhadap pendidikan serta pelatihan untuk mengedukasi masyarakat dalam menerapkan konsep green building
demi terciptanya lingkungan yang baik secara bekelanjutan. Lembaga tersebut dikenal dengan nama Green
Building Council Indonesia (GBC Indonesia) atau Konsil Bangunan Hijau Indonesia. GBC Indonesia sendiri
didirikan baru pada tahun 2009 oleh profesional-profesional di bidang arsitektur dan kontruksi. GBCI juga
merupakan anggota dari World Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada.
Sertifikasi bangunan hijau di Indonesia menggunakan standar Greenship. Greenship sendiri merupakan
sistem penilaian bangunan di Indonesia yang menggunakan rating dalam menilai konsep serta praktek ramah
lingkungan untuk mendukung keberlanjutan dari bangunan itu sendiri maupun bangunan disekitarnya. Strategistrategi perusahaan pun diterapkan dalam melihat keuntungan yang didapat dari penerapan konsep ini dan salah
satunya adalah peningkatan kinerja keuangan dalam jangka panjang serta peningkatan harga saham maupun
nilai perusahaan itu sendiri. Peningkatan kinerja keuangan didapat dalam jangka panjang artinya memang pada
awal pembangunan diperlukan investasi yang lebih besar dari konsep konvensional, namun karena konsep
ramah lingkungan ini pemakaian listrik maupun air serta perawatan yang ramah lingkungan dapat lebih efisien
nantinya. Kedepan dengan efisiensi produksi tersebut diharapkan dapat meningkatkan profit perusahaan serta
meningkatkan nilai perusahaan.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang mengedepankan pengujian hipotesis, dan bila ditinjau
dari segi karakteristik permasalahan maka penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif (CausalComparative Research). Penelitian ini juga menambahkan metode observasi data sekunder untuk mengalisa
strategi perusahaan khususnya terkait dengan konsep green building dalam meningkatkan nilai perusahaan.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan sektor properti dan real estate yang listed di Bursa Efek Indonesia
selama dua tahun terakhir, yaitu 2015 yang berjumlah 47 perusahaan. Namun terdapat 1 data yang outlier
sehingga sample menajdi 46 perusahaan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dipublikasikan. Data tersebut berupa
laporan tahunan perusahaan dimana didalamnya terdapat informasi mengenai konsep green building perusahaan,
pengungkapan corporate social responsibility, dan informasi kinerja keuangan selama tahun 2015.
Operasionalisasi Variabel
1. Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility dalam penelitian ini diartikan sebagai pengungkapan informasi yang
berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan di dalam laporan tahunan. Instrumen pengukuran yang akan
digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Global Reporting initiative (GRI) G4. Berdasarkan Global
Reporting initiative (GRI) G4 meliputi 3 dimensi yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dimensi ekonomi
dinilai dari aspek kinerja ekonomi, keberadaan di pasar, dampak ekonomi tidak langsung, dan praktik
pengadaan yang menghasilkan 9 item asesmen. Dimensi lingkungan dinilai dari aspek bahan, energi, air,
keanekaragaman hayati, emisi, efluen dan limbah, produk dan jasa, kepatuhan, transportasi, asesmen pemasok

atas lingkungan, serta mekanisme dan pengaduan atas lingkungan yang menghasilkan 34 item penilaian.
Dimensi sosial terdiri atas 4 subkategori, yaitu praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak asasi
manusia, masyarakat, dan tanggung jawab atas produk. Praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja dinilai
dari 16 item penilaian yang meliputi aspek kepegawaian, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja,
pelatihan dan pendidikan, keberagaman dan kesetaraan peluang, kesetaraan remunerasi perempuan dan laki-laki,
asesmen pemasok atas praktik ketenagakerjaan, dan mekanisme pengaduan masalah ketenagakerjaan. Aspek hak
asasi manusia dinilai dari 12 item penilaian yang meliputi investasi, nondiskriminasi, kebebasan berserikat dan
perjanjian kerja bersama, pekerja anak, pekerja paksa atau wajib kerja, praktik pengamanan, hak adat, asesmen
pemasok atas hak asasi manusia, dan mekanisme pengaduan masalah hak asasi manusia. Subkategori
masyarakat dinilai dari aspek masyarakat lokal, anti korupsi, kebijakan publik, anti persaingan, kepatuhan,
asesmen pemasok atas dampak pada masyarakat, mekanisme pengaduan dampak terhadap masyarakat yang
menghasilkan 11 item asesmen. Subkategori tanggung jawab atas produk menghasilkan 9 item penilaian yang
terdiri kesehatan dan keselamatan pelanggan, pelabelan produk dan jasa, komunikasi dan pemasaran, privasi
pelanggan, dan kepatuhan. Secara keseluruhan terdapat 91 item asesmen sustainability report berdasarkan GRI
G4 Guidelines.
2. Konsep Green building
Konsep green building dalam penelitian ini adalah berupa sertifikasi atau rating yang diberikan oleh Green
building Council Indonesia (GBCI), baik untuk Greenship Bangunan Baru, Greenship Bangunan Terbangun,
Greenship Interior Space, Greenship Rumah Tinggal, Greenship Kawasan. Untuk melakukan penilaian terhadap
suatu bangunan, Greenship menilai beberapa kriteria yang masing-masing kriteria mengandung point-point
dengan bobot tertentu. Penilaian tersebut dibagi menjadi enam kategori yang terdiri dari: a.Tepat Guna Lahan Appropriate Site Development (ASD), b.Efisiensi dan Konservasi Energi - Energy Efficiency & Conservation
(EEC), c.Konservasi Air - Water Conservation (WAC), d.Sumber & Siklus Material - Material Resources &
Cycle (MRC), e.Kualitas Udara & Kenyamanan Udara Dalam Ruang - Indoor Air Health & Comfort (IHC),
f.Manajemen Lingkungan Bangunan - Building & Enviroment Management (BEM). Pengukuran dalam
penelitian ini menetapkan bahwa perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi dari Greenship akan diberikan
angka 1 untuk setiap gedung yang dikelola atau dibangun oleh perusahaan tersebut. Kemudian skor tersebut
dijumlahkan ke bagian CSR perusahaan sebagai tambahan skor kemudian dibagi dengan total pengungkapan
standar GRI G4
3. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan dalam penelitian ini adalah indikator keuangan perusahaan dalam mengahasilkan return
yang bisa digunakan oleh pemilik perusahaan atau pemegang saham. Pada penelitian ini kinerja keuangan
diukur dengan besarnya nilai Return on Equity.
4. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dalam penelitian ini merupakan keseluruhan nilai pasar utang ditambah dengan nilai pasar
modal sendiri. Pada penelitian ini nilai perusahaan diukur dengan Tobin’s Q yang dihitung dengan
menjumlahkan nilai pasar utang dengan nilai pasar modal sendiri. Nilai perusahaan berfungsi sebagai variabel
dependen.

Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi berganda (multiple regression)
dengan menggunakan program statistik SPSS (Statistical Package for SocialSciences) versi 21.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan properti dan real estaete yang melaporkan
laporan tahunannya di tahun 2015 yang terdiri dari 46 perusahaan.
Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Descriptive Variabel Penelitian
N Minimum Maximum

Mean

TOBIN

46

,1900

GRI

46

,1319

,6923

,314130

,1301776

ROE

46

-,1522

,3582

,092709

,1042919

Valid N (listwise) 46
Sumber: Data sekunder diolah (2017)

3,5248 1,217750

Std. Deviation
,7281936

Tabel 4.1 menunjukkan nilai variabel Tobin Q atau nilai perusahaan mempunyai nilai rata rata sebesar
1,217750 dan standar deviasi dengan nilai sebesar 0,7281936 berarti variabel nilai perusahaan mempunyai
variasi yang tinggi, karena standar deviasi lebih besar daripada 30% dari nilai rata rata.
Nilai variabel CSR mempunyai nilai rata rata sebesar 0,314130 artinya CSR perusahaan-perusahaan properti
dan real estate yang terdaftar di BEI telah menunjukkan kepeduliannya terhadap pengungkapan yang diukur
dengan GRI indeks. Walaupun jumlah pengungkapan yang disyaratkan oleh GRI berjumlah 91, namun
perusahaan properti dan real estate sudah menunjukkan komitmennya terhadap pentingnya pengungkapan
tersebut. Nilai pengungkapan tertinggi sebesar 0,6923 oleh perusahaan Plaza Indonesia Realty Tbk menjadi
salah satu contoh perusahaan yang menggunakan standar GRI. Standar deviasi dengan nilai sebesar ,1301776
yaitu lebih kecil daripada 30% dari nilai rata rata sehingga simpangan data pada variabel CSR adalah kecil dan
dapat dikatakan baik.
Nilai variabel kinerja keuangan yang digambarkan dengan ROE mempunyai nilai rata rata sebesar 0,092709
dan mempunyai standar deviasi sebesar 0,1042919 yaitu lebih besar daripada 30% dari nilai rata rata sehingga
simpangan data pada variabel kinerja keuangan cukup besar. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kinerja
keuangan yang digambarkan oleh ROE perusahaan-perusahaan property dan real estate ada yang surplus atau
profit dan ada juga yang minus atau deficit. Dapat disimpulkan bahwa walaupun perusahaan bergerak dalam
bidang yang sama namun kinerja keuangan dapat berbeda-beda tergantung kepada pengelolaan perusahaan itu
sendiri.
Pengamatan juga dilakukan kepada perusahaan yang telah menerapkan konsep strategi green building yaitu
PT Plaza Indonesia Realty Tbk dan PT Bakireland Development Tbk. Dua perusahaan ini sama-sama telah
mendapatkan greenship dari GBCI namun keduanya menunjukkan nilai perusahaan yang saling bertolak
belakang. PT Plaza Indonesia tbk memiliki nilai perusahaan sebesar 3,5248 jauh lebih besar diatas rata-rata
0,7281 sedangkan PT Bakrieland Development tbk memiliki nilai perusahaan sebesar 0,6938 masih dibawah
rata-rata yaitu 0,7281. Strategi berbeda dalam penerapan konsep green building dilakukan oleh kedua
perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi greenship tersebut. Strategi terkait peningkatan nilai perusahaan
oleh PT Plaza Indonesia tbk yaitu a.Gedung didesain dengan menggunakan arah yang baik, yaitu sisi Barat dan
Timur didesain dengan luas yang kecil. Sehingga panas matahari pagi (Timur) dan sore (Barat) sedikit masuk ke
gedung; b. Kaca gedung The Plaza Office Tower juga telah menggunakan kaca yang hemat energi, yaitu double
glaze dengan faktor transmisi panas matahari yang masuk ke dalam gedung adalah kecil sekali; c. Sistem
pendingin udara yang hemat, sehingga masuk ke dalam kategori Green Building; d. Untuk penghematan energi
dalam penggunaan LED perusahaan terus melakukannya secara kontinyu. Sedangkan PT Bakrieland
Development tbk telah mendapatkan sertifikasi silver melalui Bakrie Tower yang diberikan oleh Green Building
Council Indonesia (GBCI) untuk kategori Existing Building. Secara umum strategi yang jangka panjang
penerapan konsept green building adalah meningkatkan dasar-dasar pngetahuan serta menumbuhkan kepedulian
publik terhadap sebuah bangunan baik dari sisi positif maupun dampak negatifnya.
Hasil uji hipotesis
Untuk menguji hipotesis maka analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linier
berganda.
Tabel 4.2 Hasil Uji Hipotesis
U.
Coef.
Variabel
Sig. Kesimpulan
B
(Constant
0,553
0,27
)
2
1,379
0,07 Tidak Signifikan
GRI
9
2,501
0,01 Signifikan
ROE
2 positif
Sumber: Data sekunder diolah (2017).

Hipotesis

H1 Tidak Dapat Dibuktikan
H2 Dapat Dibuktikan

Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independensi CSR yang ditunjukkan dengan indeks GRI tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Surroca, Tribo, Dan Waddock (2009), Servaes dan Tamayo (2013), Tjia dan Setiawati (2012),
dan Ding (2014). Tetapi hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan Vintilă, dan
Gherghina, Dobrescu (2015) yang menemukan bahwa CSR berpengaruh signifikan positif terhadap nilai
perusahaan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kinerja keuangan yang ditunjukkan dengan ROE berpengaruh
signifikan positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai tingkat
profitabilitas yang lebih tinggi akan membuat nilai perusahaan yang tercermin di pasar modal menjadi
meningkat atau tinggi. Hal ini tidak terlepas dari peran investor yang cenderung lebih memilih untuk
berinvestasi ke perusahaan dengan harapan return yang tinggi. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yang, Wen Lin dan Chang (2010), Ding (2014), dan Mujahid dan Abdullah
(2015).
KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
1. Hasil penelitian membuktikan bahwa kinerja keuangan berpengaruh signifikan positif terhadap nilai
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang rendah akan membuat harga saham di
pasar modal menjadi cenderung akan menurun, hal ini disebabkan investor lebih memilih untuk
berinvestasi ke perusahaan dengan harapan return yang tinggi.
2. Hasil penelitian juga menunjukkan variabel independen CSR yang diproyeksikan dengan menggunakan
GRI indeks ternyata tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil
penelitian, para investor harus lebih memperhatikan dan mempertimbangkan faktor yang berpengaruh
signifikan terhadapa harga saham dan nilai perusahaan, untuk menghindari kesalahan dalam memprediksi
investasi yang akan diambil terkait dengan harga saham dan nilai perusahaan di pasar modal khususnya di
Bursa Efek Indonesia.
3. Hasil penelitian dari observasi menunjukkan bahwa strategi perusahaan dalam menerapkan konsep green
building bukan semata-mata untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan atau nilai perusahaan
dalam waktu dekat sebagai contoh PT Bakrieland Development, namun strategi jangka panjang perusahaan
yang meletakkan pondasi yang kuat terhadap konsep green building dan mengedukasi publik untuk peduli
terhadap dampak positif dan negatif dan pada akhirnya dalam jangka panjang masyarakat akan menyadari
pentingnya konsep tersebut sehingga pertimbangan pemilihan produk menjadi prioritas kepada yang
berkonsep hijau.
Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan terkait dengan konsep green building dengan memperhatikan sertifikasi
greenship belum banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, tercatat hanya dua
perusahaan yang baru mendapatkan sertifikasi greenship dalam penelitian tahun 2015 yaitu PT Plaza
Indonesia Realty Tbk dan PT Bakrieland Development Tbk sehingga penelitian mendalam mengenai
konsep serta strategi perusahaan terkait dengan hal tersebut tidak banyak dijabarkan dalam penelitian ini.
2. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel data satu tahun yaitu tahun 2015 sehingga data dinilai
kurang mencerminkan keadaan aktual yang akurat.
3. Pengukuran yang dilakukan masih menggunakan data sekunder, sehingga banyak data-data yang tidak
dilaporkan seperti intensitas dan kualitas CSR tidak dapat digambarkan dengan jelas.

Implikasi
Selain untuk mentaati Undang-Undang No 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perusahaanperusahaan di Indonesia telah banyak yang sadar akan tanggung jawab terhadap kemajuan kehidupan social,
masyarakat dan lingkungannya. Tanggung jawab perusahaan atau lebih kita kenal dengan nama Corporate
Social Responsibility (CSR) juga telah berubah menjadi salah satu strategi perusahaan.
Memperhatikan hal tersebut, CSR tidak semata mata dianggap sebagai beban bagi perusahaan, disisi lain
CSR diharapkan dapat meningkatkan citra serta nantinya memberikan dampak positif terhadap perusahaan.
Banyak faktor dalam mengukur dampak positif perusahaan, diantaranya harga saham, profitabillitas, citra dan
nama perusahaan, merek produk yang bersangkutan, dan jumlah asset serta nilai perusahaan. Nilai perusahaan
menjadi penting dalam mendukung kebijakan-kebijakan perusahaan di masa yang akan datang. Salah satu cara
yang sederhana dalam mengetahui serta memprediksi kondisi nilai dari suatu perusahaan adalah melalui harga
sahamnya.
Dari data laporan tahunan PT Bakireland Development Tbk di tahun 2015 tentang pengungkapan CSR,
didapat angka GRI indeks sebesar 51,65% artinya lebih dari sebagian kriteria dalam GRI Indeks tersebut telah
dilaporkan dan diungkapkan oleh Bakriland. Dengan merujuk kepada teori yang kita pahami bahwa seharusnya
perusahaan yang melakukan pengungkapan secara lengkap mempunyai citra yang baik di masyarakat dan
lingkungannya sehingga nantinya akan meningkatkan harga saham serta nilai perusahaan. Namun kenyataan
yang terjadi di tahun 2015, nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q adalah 0,6938 artinya nilai
perusahaan Bakriland jauh lebih kecil dari nilai rata-rata industry yaitu 1,21.

Hal tersebut sangat berbeda dengan yang terjadi pada PT Plaza Indonesia Realty Tbk yang mempunyai
GRI indeks 69,23% juga diikuti dengan nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q sebesar 3,52 yang
artinya jauh diatas rata-rata industry sejenis.
Dua fenomena yang terjadi diatas memang belum menunjukkan dengan jelas pengaruh antara
pengungkapan CSR dalam laporan terhadap nilai perusahaan. Salah satu tujuan dari penelitian ini barusaha
untuk menjawab hal tersebut dengan menyediakan data-data yang telah peneliti oleh dengan program SPSS.
Dan dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hal pertama adalah kinerja
keuangan yang digambarkan dengan ROE berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan selama tahun 2015
yang artinya keuntungan perusahaan pasti mempengaruhi nilai perusahaan. Kemudian hasil penelitian yang
kedua menunjukkan bahwa pengungkapan laporan CSR dalam laporan tahunan tahun 2015 perusahaan tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan itu.
Disisi lain, pertanyaan yang sering muncul seiring dengan hasil penelitian ini bahwa mengapa mereka
masih melakukan hal tersebut jika CSR atau konsep green building tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Jawabannya tentulah karena perkembangan trend, teknologi dan globalisasi menuntut semua perusahaan untuk
dapat mengarah ke arah yang lebih baik, baik secara ekonomi, keramahan terhadap lingkungan, praktek
ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak asasi manusia, masyarakat sekitar, dan tanggung jawab atas
produk. Peran CSR dan konsep green building memang tidak langsung berdampak pada nilai perusahaan,
namun pasti akan berdampak terhadap sustainability growth dan competitiveness perusahaan di masa yang akan
datang.

DAFTAR PUSTAKA
Bintari, and Andayani, (2013). Penerapan Corporate Social Responsibility Dalam Mencapai Sustainable Growth
(Studi Kasus Pt Suprama). Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 2
Carroll, A. B, (1991). The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward the Moral Management of
Organizational Stakeholders. Business Horizons, 34(4), 39–48.
Ding, (2014). A Study on Relation of Corporate Social Responsibility and Corporate Financial Performance or
Corporate Value: Empirical Evidence from Listed Real Estate Companies. International Journal of
Business and Social Science Vol. 5, No. 8(1)
Divisi Rating dan Teknologi Konsul Bangunan Hijau Indonesia, (2011). Ringkasan Tolak Ukur Greenship.
Existing Building Version 1.0. Green building Council Indonesia.
Elkington, J, (1997). Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century. Business Thompson
London.
Gupta, Ankush and Sharma, Aman, (2013). Green building and Productivity. International Journal of Emerging
Trends in Engineering and Development, Issue 3, Vol. 2: 179-184.
Haryono, dan Iskandar, (2015). Corporate Social Performance and Firm Value. International Journal of
Business and Management Invention Volume 4 Issue 11
Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Keuangan Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Kotler, Philip. (2007). Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, New York : Thomas Dunne
Books.
Kotler, P. and Nancy, L. (2005). Corporate Social Responsibility : Doing The Most Good For Your Company
and Your Cause. Best Practices From Hewlett Packard, Ben & Jerry’s, and Other Leading Companies.
Jhon Wiley & Sons. Inc. United States of America.
Munsaidah, Andini, Supriyanto, (2016). Analisis Pengaruh Firm Size, Age, Profitabilitas, Leverage, Dan Growth
Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility (Csr) Pada Perusahaan Property Dan Real Estate
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010-2014. Journal Of Accounting, Volume 2
No.2
Mujahid, dan Abdullah, (2014). Impact of Corporate Social Responsibility on Firms Financial Performance and
Shareholders wealth. European Journal of Business and Management Vol.6, No.31
Nurlela, Rika dan Ishlahuddin, (2008). Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan
dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating. Simposium Nasional
Akuntansi XI Pontianak, 23-24 Juli.
Pohle, G. and Hithner, J. (2008). Attaining Sustainable Growth through Corporate Social Responsibility. IBM
Global Business Services
Roberts, B. W., Walton, K. E., and Viechtbauer, W, (2006). Patterns of mean-level change in personality traits
across the life course: A meta-analysis of longitudinal studies. Psychological Bulletin, 132, 1–25. )
Surroca, Tribo, and waddock, (2010). Corporate responsibility and financial Performance: the role of intangible
Resources. Strategic Management Journal 31: 463–490

Servaes and Tamayo, (2013). The Impact of Corporate Social Responsibility on Firm Value: The Role of
Customer Awareness. Management Science Vol. 59, No. 5, pp. 1045–1061
Tjia and Setiawati, (2012). Effect of CSR Disclosure to Value of the Firm: Study for Banking Industry in
Indonesia. World Journal of Social Sciences Vol. 2. No. 6.
Waddock, S. A., and Graves, S. B, (1997). The Corporate Social Performance–Financial Performance Link.
Strategic Management Journal, 18(4), 303–319.
Wibisono and Yusuf, (2007). Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Jakarta: Fascho Publishing.
Yang, Lin and Chang, (2010). The linkage between corporate social performance and corporate financial
performance. African Journal of Business Management Vol. 4(4), pp. 406-413.