Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB VI

BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berangkat dari serangkaian kajian yang telah dilakukan, dimulai dari bagian
pendahuluan, tinjauan analitis, hingga desain pendekatan konseling Orang
Basudara maka, ada beberapa hal yang kiranya dapat disimpulkan pada bagian
akhir ini, antara lain:
1.

Hubungan

Islam-Kristen

dalam

basudara/bersaudara”

merupakan

(individu-komunitas)


Maluku

Pela
fakta

yang

Gandong,
historis

berlatar

sebagai

keberadaan

belakang

“orang

manusia

se-geneologis

(sekandungan/seketurunan) dan inter-teritoris (lintas negeri/antar desa adat).
Kultur Pela Gandong, sebagai sebuah sistem kekerabatan persaudaraan
menjadi sumberdaya pembentukan, pertumbuhan dan pengembangan
spiritual-sosial,

menyangkut:

pikiran,

sikap

dan

tindakan

hidup


bermasyarakat.
2.

Pada masa sebelum pecahnya konflik bernuansa keagamaan tahun 1999 di
Ambon, hubungan Islam-Kristen dalam tatanan masyarakat berPela Gandong
terikat oleh sebuah “kontrak sosial” atau kesepakatan bersama untuk hidup
tidak untuk dirinya sendiri tetapi juga bagi sesamanya; memperhitungkan
kepentingan bersama daripada pribadinya. Pela Gandong mengakomodir dan
mengintegrasikan masyarakat dari berbagai latar belakang etnis dan agama
(multi kultur-religius) untuk hidup rukun, berdampingan, saling mengakui
dan menghargai, saling tolong menolong/berbagi dalam pemenuhan
kebutuhan hidup, yakni: ketentraman dan kesejahteraan masyarakat secara
menyeluruh.

3.

Pada masa konflik, manakala masyarakat tersekat-sekat menurut identitas
primordial: agama, etnis, dan “pemeluk agama hanya diperalat” demi
pencapaian kepentingan-kepentingan “kekuasaan politis”, “materialis” dan

“sektarian”, hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong justru berguna

145

sebagai modal kultur penyelesaian konflik. Pela Gandong bertumbuh sebagai
agen perdamaian antar golongan, yakni: pemeluk agama, warga negeri/desa
yang ada dalam sistem masyarakat yang berPela Gandong. Terdapat upaya
resolutif konflik berbasis kultur: orang basudara yang ampuh menjembatani
rekonsiliasi melalui upaya bersama seluruh komponen masyarakat untuk
menjaga

keamanan,

meminimalkan

potensi

kekerasan;

menciptakan


sinergitas, komunikasi, kompromi; dan membangun perdamaian: bersepakat
menghapus ketidakadilan, ketidakkesetaraan.
4.

Konflik nyatanya telah berpengaruh pada tatanan kehidupan persaudaraan
masyarakat Ambon, tetapi tidak serta merta meruntuhkan atau memecah
belah persaudaraan sesama masyarakat berpela Gandong. Kekerabatan
tersebut menjadi penyanggah untuk meredam dan menyelesaikan gejolak
konflik yang terjadi. Masyarakat Islam-Kristen berinteraksi untuk merajut
kebersamaan menuju perdamaian. Pada titik ini, rasa persaudaraan itu lebih
mengental bila dibandingkan dengan sebelum konflik.

5.

Hubungan Pela Gandong merupakan suatu yang unik, berkembang menjadi
identitas kultural yang mengusung nilai inti kemanusiaan yang universal
lewat saling mengamanakan dan menyelamatkan antar sesama masyarakat
yang berpela Gandong.


6.

Pela Gandong: orang basudara tidak hanya sebagai agen perdamaian konflik
tetapi sekaligus dapat dikembangkan sebagai pendekatan konseling. Relasi
tolong-menolong yang berdimensi pemberdayaan antar individu-komunitas
(masyarakat Islam-Kristen) merupakan relasi Konseling lintas agama dan
budaya. Aspek perbedaan budaya dalam konseling harus dipahami sebagai
realitas eksistensial individu sebagai manusia yang unik dan karena itu mesti
dihargai dan diterima. Dengan demikian maka, upaya menyikapi konteks
keIndonesiaan, khususnya ke-Malukuan bercorak masyarakat majemuk, yang
menyelipkan sebuah perjumpaan budaya (termasuk agama), dalam praktik
konseling mesti berlandaskan pada filsafat dan nilai-nilai spiritual agama dan
budaya.

146

7.

Pela Gandong mengajarkan dua kompetensi dasar bagi praktik dan
keterampilan konseling lintas agama dan budaya, yakni: multikultural dan

keadilan sosial masyarakat. Kompetensi multikultural, yakni: kesadaran,
pengetahuan akan setting konseling. Sedangkan kompetensi keadilan sosial,
yakni: persamaan tujuan dan harapan konselor-konseli dalam hal ini
masyarakat Maluku pasca konflik. Kedua kompetensi tersebut sangat penting
berpengaruh terhadap keberhasilan proses konseling orang basudara yang
bermuara pada praktik konseling konflik.

8.

Konseling orang basudara dalam setting ke-Maluku-an berlandaskan filosofis
Pela Gandong sebagai komponen teori: “semua orang (Islam-Kristen)
sebagai orang basudara” dengan kandungan nilai-nilai spiritual sebagai
pendekatan dan teknik: “saling menghargai, saling menerima, saling berbagi,
saling melengkapi, dan memberdayakan”. Kelima pendekatan konseling
orang basudara dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah sosial
yang tidak lain merupakan akumulasi persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan pengalaman konflik yang yang dihadapi masyarakat Maluku
(Ambon), yakni masalah ketidakberhargaan sosial, keterbatasan sosial,
ketidakpekaan sosial, keterpurukan sosial, keretakan sosial dan keterpurukan
sosial.


9.

Dengan asumsi bahwa masalah sosial merupakan tanggungjawab kolektif
maka, sasaran akhir dari konseling lintas agama dan budaya berbasis kultur
“orang basudara” atau pendekatan konseling “orang basudara” tidak lain
yakni untuk mengarahkan masyarakat pada peranannya sebagai agen
perdamaian yang mampu mewujudkan kesejahteraan dengan menjunjung
tinggi keadilan, kesetaraan dan persamaan hak dan kewajiban sebagai
masyarakat.

147

II. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam rangka penulisan tesis ini,
maka ada beberapa saran yang dapat disampaikan terkait kajian mengenai
hubungan pela gandong sebagai pendekatan konseling orang basudaradan agen
perdamaian konflik Islam-Kristen di Kota Ambon, yakni antara lain:
1. Bagi Praktisi Konseling, menyikapi setting konseling lintas agama dan budaya
dalam konteks kemajemukan harus menyadari eksistensi perbedaan (keunikan)

dan kesamaan individu-komunitas sebagai makhluk beragama dan berbudaya.
Aspek perbedaan pada satu sisi dapat menciptakan masalah tetapi juga
merupakan kekuataan yang mempengaruhi keberhasilan proses konseling.
Budaya dan agama sama-sama memproduksi nilai-nilai hakekat relasional
kemanusiaan dan spiritualitas yang dapat digali dan ditransformasikan sebagai
landasan dan ketrampilan konseling.
2. Bagi Gereja (GPM) dan masyarakat Maluku (Ambon), menyikapi realitas
pasca konflik sebagai sebuah pengalaman keberadaan bersama, selaku
individu-komunitas yang tidak lain adalah subjek konseling (konselor-konseli)
dapat melihat budaya Pela Gandong sebagai sumberdaya kultural potensial
yang olehnya semua orang tidak hanya terarahkan untuk hidup saling
menolong, tetapi juga hidup untuk saling memberdayakan. Secara spesifik
konseling lintas agama dan budaya yang berbasis nilai (spiritual) agama
(agama sipil) dan budaya Pela Gandong atau konseling “orang basudara” dapat
disasarkan pada proses partisipatif aktif seluruh komponen masyarakat
(berbudaya dan beragama) untuk membangun perdamaian. Karena itu, gereja
dan masyarakat mesti membuka diri, bersinergis sebagai agen perdamaian
mewujudkan kehidupan yang harmonis, rukun, berkeadilan, mewujudkan
kesejahteraan bersama. Oleh sebab itu, maka sudah sepatutnya Gereja secara
insituti berjejaring dengan pemerintah desa-negeri, dan pendidikan dapat

membangun jatidiri dan karakter masyarakat Maluku (Ambon) yang
berkesadaran dan berpengetahuan budaya, manajemen dan resolusi konflik.

148

3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai
hubungan Pela-Gandong Islam-Kristen sebagai pendekatan konseling orang
basudara dan agen perdamaian, dapat menggunakan tulisan ini untuk melihat
efektifitas konseling orang basudara berbasis budaya dan agen perdamaian
dalam menyikapi problematika konflik identitas.

149

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB V

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB IV

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB II

3 10 60

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB V

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB IV

0 0 32

T2__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Sosial sebagai Ruang Publik Komunitas MudaMudi dalam Ancaman Konflik Ambon Akibat Segregasi T2 BAB VI

0 1 12