Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB I

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hubungan Islam-Kristen (sebutan akrab: Salam-Sarane) di Maluku pada satu sisi, terkesan sangatlah damai, rukun dan hidup saling berdampingan. Hubungan

Salam-Sarane ini terbangun lestari dalam satu khasana kearifan lokal di Maluku yang dinamakan“Pela”.1 Pela sebagai sebuah sistem kekerabatan yang menekankan relasi persaudaraan (orang basudara:bersaudara) telah menghasilkan sebuah sinergi, equal, dan penghargaan. Implementasi dari konsepsi “orang basudara” secara kontekstual teraktualisasi ketika kedua negeri bersama‐sama melakukan “masohi(tindakan kerjasama dan tolong menolong) pembangunan rumah ibadah (Mesjid dan Gereja), pihak saudara pela akan menyediakan segala bahan materiil dan tenaga fisik. Tindakan ini dianggap sebagai sebuah kewajiban mutual yang justru semakin mempererat ikatan Pela Gandong antar negeri.2

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa relasi yang telah terbangun antar Islam-Kristen baik individu maupun komunitas dalam satu negeri yang berpela

adalah relasi persaudaraan. Persaudaraan ini erat terbangun dalam aktifitas bersama yang saling melihat pemenuhan kebutuhan hidup kedua belah pihak. Ironisnya, Pela dalam konteks berlangsungya konflik ternyata belumlah efektif berguna sebagai instrumen penanganan konflik. Konflik tetap saja tak dapat dihindari dan terhentikan. Budaya Pela Gandong yang sarat dengan nilai keluhuran: penghargaan dan penghayatan terhadap kepelbagaian, salah satunya keagamaan “telah terselewengkan” atau dimanipulasi dan direkaya dalam pandangan-pandangan keagamaan yang berdimensi politik: sistem kekuasaan yang sektarian.3

1

Pela sebenarnya berasal dari kata peia yang berarti „saudara‟. Makna dari hubungan ini sangat

penting dikaitkan dengan tradisi „perburuan kepala‟ manusia di antara suku-suku di sana. Yang

akan diburu adalah kepala dari mereka yang bukan „saudara‟. Jika itu „saudara‟ maka perkelahian bahkan perdebatan pun dilarang. Seri budaya pela gandong dari pulau ambon. (lembaga kebudayaan daerah Maluku, 1997), 15-19

2

Roubrenda N. Ralahallo. “Kultur Damai Berbasis Tradisi Pela Dalam Perspektif Psikologi Sosial. Jurnal Psikologi Volume, 36,2,2009. 177 – 188

3 Forum Kepedulian Kerusuhan Maluku (FKKM):Studi Kritis atas Kerusuhan Maluku (Ambon)


(2)

Pela Gandong4merupakan sebuah pranata adat dan budaya masyarakat Maluku yang telah mengintegrasikan masyarakat Maluku yang tersekat oleh identitas keagamaan (Islam-Kristen) dalam ikatan “persaudaraan abadi” (terkukuhkan melalui ritual adat pela yang dianggap sakral). Hubungan Pela Gandong adalah perikatan saudara antara beberapa negeri/desa.5 Kendati hubungan sekutu pela Islam-Kristen baik, namun hal itu hanya terbatas pada sekutu pela saja. Ia tidak bersifat general bagi semua negeri. Hal itu terlihat jelas dalam pengalaman konflik tidak pernah terjadi konflik antar sekutu Pela Gandong. Bahkan sesama saudara “pela” saling melindungi dan membantu selama terjadinya konflik. Namun itu hanya terbatas pada sekutu pela, karena tetap akan terjadi penyerangan pada daerah-daerah lain yang tidak berhubungan

pela. Pela sebenarnya sebuah relasi yang sangat ekslusif sebatas hubungan antar saudara.6

Berdasarkan pemahaman diatas, maka harus diakui bahwa posisi sentral adat, sebagai sebuah lembaga yang mempersatukan masyarakat yang berPela Gandong

secara eksklusif ternyata masih memiliki keterbatasan. Hubungan persaudaraan Islam-Kristen dalam adat budaya Pela Gandong itu tidak mengakomodir kepelbagaian identitas etnis masyarakat Maluku. Misalnya, para migran yang berasal dari Sulawesi: Bugis, Buton, Makassar dan Jawa yang tidak terintegrasi ke dalam struktur tradisional dan adat tersebut.

Pada sisi lain, historitas hubungan kedua komunitas agama ini ternyata juga memperlihatkan adanya pertikaian atau konflik yang terekam menjadi memori

4 Istilah Pela Gandong yang dimaksudkan menunjuk pada dua kata yang memiliki satu

pengertian yakni: hubungan persaudaraan. Bdg. D.C.M. Pattiruhu. Seri budaya Pela-Gandong dari pulau Ambon, Ambon. LKDM, 1997. 2-3. Terdapat beberapa jenis Pela: pela darah atau pela batu karang. Ditetapkan dengan ketat melalui sumpah para leluhur dengan meminum darah. Pela ini abadi dan melarang perkawinan antar sekutu pela, berkewajiban saling membantu dalam masa perang atau krisis; pela-gandong: didasarkan pada ikatan keturunan kekeluargaan (pernikahan leluhur: pela tempat-sirih: terbentuk setelah ada peristiwa kecil, untuk memulihkan kedamaian setelah ada peristiwa pertikaian, atau setelah satu negeri member bantuan kepada negeri yang lain. Lihat. John. Chr. Ruhulessin,. Etika Publik: menggali dari tradisi Pela di Maluku. (Salatiga : Satya Wacana University Press-Program Pasca Sarjana Program Studi Sosiologi Agama, 2007), 171-178.

5 Konon ikatan persaudaraan pela terbentuk sesuai konteks pembentukannya, misalnya:

pertikaian dua negri yang berakhir dengan tanda ada dua pihak yang kalah dan yang menang. Lihat: Frank. L. Coley, Mimbar dan Tahta (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987), 183-188

6J. Manuputty & D. Wattimnela, “Konflik Maluku” dalam Potret Retak Nusantara: Studi Kasus

Konflik di Indonesia. Center for Security and Peace Studies, Editor,


(3)

pahit yang mendarah-daging dalam tubuh orang Maluku. Perjumpaan Islam-Kristen dimulai sejak abad ke-16dalam bingkai perlawanan kekuasaan Islam7versus kepentingan Portugis dan Belanda. Motif beragama kala itu sudah sangatlah terpolitisasi dan diskriminatif. Orang yang menjadi Kristen akan dianggap merupakan musuh Islam, begitu pula sebaliknya, menjadi Islam sama artinya dengan melawan kekuasaan Penjajah. Konflik makin menguat ketika kekuasaan VOC selama 70 tahun (1605-1675) secara intensif melakukan Protestantisasi terhadap penduduk yang beragama lain di pulau Ambon serta wilayah bagian-bagian lain di Maluku. Ketegangan yang mengeras makin nampak eksplisit ketika Pemerintah Belanda yang memanfaatkan para penduduk setempat yang telah dikristenkan dalam rangka melanggengkan kekuasaan mereka dengan modus-modus: memberikan kesempatan kepada orang Kristen untuk mengikuti pendidikan, terlibat usaha dagang dan bekerja sebagai pegawai dan tentara kolonial, dan tidak sebaliknya terhadap orang Islam.8

Berbagai penelusuran historis hubungan Islam-Kristen di Maluku hendak menjelaskan bahwa ketika relasi agama-agama (Islam-Kristen) ditempatkan dalam suatu “arenapublik”: politik dan kekuasaan maka, terdapat fenomena relasi ketidaksetaraan. Individu maupun komunitas agama (Islam-Kristen) dijadikan objek yang diperdayakan, diperalat dan dimanfaatkan untuk sebuah kepentingan kekuasaan.

Konflik atau pertikaian antara komunitas Islam-Kristen di Maluku, kota Ambon mulai pecah pada 19 Januari 1999, diawali dengan perseteruan antara dua orang pemuda, masing-masing 1dari Kristen dan 1 dari Islam. Perseteruan antar pribadi ini kemudian berkembang menjadi perseteruan komunal dan merambat dengan sangat cepat dengan isu-isu yang memposisikan keduanya dengan mengatas namakan latar belakang agamanya masing-masing. Pemaknaan konflik

7 Kekuasaan Islam (dalam bidang perdagangan rempah-rempah) telah terbangun sejauh sebelum

masuknya bangsa Eropa: Portugis di Maluku. Keuasaan Islam terpusat di Tarnate dan Tidore. Atas dasar kepentingan ekonomi inilah proses Islamisasi terjadi di Hitu ( daerahUtara Pulau Ambon), Sedangkan Portugis, sebagai “peletak dasar sosial” kekristenan berkepentingan untuk meluaskan kekuataan melawan para pedagang Asia. Perjumpaan Protugis-Islam pada masa ini telah menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan antara penduduk Ambon. Hitu, Tarnate-TidoreI (slam) –Portugis. Bnd, John. Chr. Ruhulessin, Etika Publik. . . (1997), 214-219.

8 Yance Z. Rumahuru,“Agama sebagai Fondasi Perkembangan Masyarakat dan Perubahan

Sosial: Studi Kasus Orang Hatuhaha di Negeri Pelauw Maluku Tengah”. Harmoni: Jurnal Multikultural & Multireligius. 2013. Vol. 12,144-160


(4)

dirumuskan sebagai “perang agama”. Selama konflik ini, bentrokan dan kekejaman yang dilakukan dari kedua belah pihak menjadi berkepanjangan dan berdampak destruktif secara fisik dan psikis: ribuan korban jiwa, pegungsian sepertiga dari penduduk Maluku dan Maluku Utara, hancurnya infrastruktur (ekonomi, pendidikan dsb) dan trauma psikologis yang dialami masyarakat Maluku (Muslim-Kristen). Konflik menjadi problematika kemanusiaan yang digumuli oleh seluruh komponennya (baik individu dan komunitas). 9

Konflik yang berujung ketidakharmonisan hubungan kedua agama (Islam-Kristen) merupakan hal yang telah merusak kesatuan di dalam masyarakat. Hubungan masyarakat kedua komunitas yang diidealkan (integrasi) dihalangi oleh dampak psikologi-sosial: trauma, stress, hilangnya rasa percaya diri, frustasi, rasa cemas, rasa takut, kebencian, dendam yang terus menghantui kehidupan masyarakat. Trauma konflik yang dialami mendorong segregasi yang teridentifikasi dalam mana letak pemukiman yang dulunya berbaur; aktifitas sosial dan ritual keagamaan (tempat ibadah) kini telah terkotak-kotakan menurut letak hunian masing-masing komunitas pasca konflik.

Masyarakat kini telah sampai pada titik pemahaman yang mendasar bahwa konflik tidak membawa keuntungan bagi mereka namun menyebabkan kerugian dengan terciptanya suasana yang tidak harmonis diantara masyarakat. Pemaknaan diri sebagai korban menjadi substansi dari realitas konflik sebagai memori kolektif. Dalam konteks pasca konflik masyarakat Maluku tanpa membedakan latar belakang agama itu telah berstatus korban.

Sebagai respon terhadap hal tersebut, individu maupun instansi (pemerintah-gereja) telah menunjukan kepekaan terhadap fenomena-fenomena kemajemukan, menyadari dan mengakui pentingya dialog dan kerjasama lintas agama sebagai upaya untuk memupuk kesatuan dalam menggapai visi bersama dan yang intrinsik dalam semua ajaran agama dan kearifan lokal Maluku, yakni perdamaian: rukun dan harmonis. Kerukunan yang didukung oleh ajaran agama dan kearifan lokal tersebut berubah menjadi kasus-kasus konflik antar umat beragama yang faktanya tidak semata-mata dipicu oleh perbedaan dan pemahaman keber-agama-an yang

9 Cate, Buchanan.Pengelolaan Konflik di Indonesia Sebuah Analisis Konflik di Maluku, Papua


(5)

eksklusif dan parsial.10 Melainkan juga sebagai akumulasi persoalan-persoalan lingkup sosial, ekonomi, politik dan dsb.11 Konflik adalah luapan dari krisis ekonomi dan politik: sejarah sosial (kolonial) dan politik permainan kekuasaan tingkat nasional bahkan internasional, bisnis militer.12

Selanjutnya, dialog dan kerjasama antar kedua komunitas ini terakomodir dalam berbagai program-program lintas instansi (pemerintah dan swasta) yang menjaring berbagai komponen masyarakat dari berbagai latar belakang yang berbeda dengan sejumlah kegiatan yang menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia secara utuh; fisik-psikis, jasmani-rohani ritual semisal, menjaga pengamanan bersama ketika umat kristen merayakan natal, begitu juga sebaliknya islam dan moment institutif; memfasilitasi ruang-ruang diskusi pemantapan pemahaman teologis masing-masing agama yang menolak fanatisme agama.13 Promotor dari kegiatan-kegiatan ini tidak lain dilakoni oleh tokoh-tokoh Agama dan tokoh Adat dari masing-masing komunitas.

Peran tokoh-tokoh masyarakat (adat-agama) terkhususnya kristen menjadi indikator betapa pentingnya posisi pelayan juga umat dalam kapasitas struktur dan fungsional dalam memaksimalkan tanggungjawab pastoralianya, antara lain: penyembuhan, mendukung, membimbing dan memelihara (mendamai)14 ditengah-tengah konteks hubungan pribadi maupun komunitas sebagai klien dalam menghadapi problematika psikologi-sosial yang menerpa pasca konflik yang bermuara pada “derita komplikasi” hubungan Islam-Kristen di kota Ambon.

10 Eksklusifitas dan parialistas pemahaman beragama dibahasakan oleh I. W. J. Hendriks,

sebagai Ideologi dualistis hierarkis: spritualitas yang mengarah ke dalam dan individualistis (kelembagaan Gereja dijadikan sebagai tujuan utama bergereja). Indikatornya dalam teologi dan ajaran gereja tentang extra Ecclesia nulla salus (dualistis pemahaman: keselamatan hanya di dalam gereja dan karena itu orang lain harus harus dijadikan Kristen). Menganggap agama kristen yang superior dan agama lain inferior. Pemahan ini tidak menghargai pluralisme masyarakat. Band. I.W.J. Hendriks “Ketika Gereja Bicara, dalam Carita Orang Basudara,Kisah-Kisah Perdamaian dari Maluku Editor : Jacky Manuputty,dkk (Ambon: Lembaga Antar Iman Maluku & PUSAD Paramadina,2014), 129-140

11

Alirman Hamzah, “Hubungan Antar Umat Beragama: Pengalaman Rukun dan Konflik di Indonesia”, Jurnal TAJDID. Vol. 2,2014,155-179

12 George JunusAditjondro, “

Orang-Orang Jakarta Di Balik Tragedi Maluku. Moluccas International Campaign for Human Right,2001.

13

Hakis, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Komunikasi Antar Umat Beragama di Kota Ambon Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 5, 2011,98-113

14 William A. Clebsch, Charles R. Jaekle, Pastoral Care in Historical Perspective, (Englewood


(6)

Problematika hubungan Islam-Kristen pasca konflik dengan berbagai fenomena sebab-akibat, memunculkan persoalan-persoalan menyangkut keutuhan hidup masyarakat (umat: individu-komunitas) secara ekonomi, sosial-budaya, psikologi dan spiritual. Dalam menanggulangi dan mengantisipasi realita konfliktual di Maluku, maka dibutuhkan sebuah pembaruan terhadap pendekatan pelayanan konseling (pastoral) dengan cara membangun suatu paradigma pelayanan yang lintas agama dan budaya15 yang bermuara bagi terciptanya suatu pendekatan konseling konflik.

Problematika konflik yang terjadi di Maluku mereprentasikan bagaimana agama berkembang menjadi sumber penemuan identitas sosial yang menyatukan serta membedakan orang dari satu ke lain kelompok. Pembedaan ini menciptakan dinamika psikologis antara kelompok “kita” dan “mereka”, yang akan kokoh di tengah situasi konflik. Benar bahwa agama, bahkan inti ajarannya, menyerukan perdamaian, tetapi juga benar jika dikatakan bahwa semua agama, baik dalam sejarah maupun dalam konteks kontemporernya, merupakan salah satu dari beberapa sumber konflik kekerasan yang paling pokok. Agama dan kekerasan saling berhubungan dan ambiguitas, yang sangat nyata.16 Untuk itu, paradigma dan pendekatan konseling lintas agama dan budaya merupakan sebuah solusi alternatif merangkul, mempertemukan, pendampingan, pemecahan masalah hubungan Islam-Kristen baik individu-komunitas (masyarakat) tanpa mengabaikan eksistensi kepelbagaian secara khusus agama-agama dengan seluruh kekhasannya yang membedakan satu dengan yang lain.

Paradigma pelayanan konseling lintas agama dan budaya memandang dinamika hubungan Islam-Kristen dalam kontek sebelum dan saat konflik yang dibingkai dalam budaya Pela Gandong sebagai ruang perjumpaan dan pendampingan antar individu dan komunitas. Budaya Pela Gandong telah mengakomodir keberadaan dan peradaban ke-Maluku-an yang interkultural dan intereligius. Kesadaran akan pentingya pengaruh agama dan budaya akhirnya

15 J. D. Engel, mendefenisikan konseling lintas agama dan budaya sebagai suatu proses

pemberian bantuan dari seorang konselor terhadap klien yang berbeda latar belakang agama dan budaya. Istilah lintas agama dan budaya memuat perbandingan antar kedua kelompok yang berbedaa agama atau budaya yang bermuatan nilai. Bnd. J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2016),80

16 Rizal Panggabean dan Ihsan Ali-Fauzi. Meretas kebersamaan: Polisi, Kebebasan Beragaman


(7)

membuka wawasan bagi upaya membangun sebuah pendekatan konseling yang berbasis niai-nilai (spiritual) agama dan budaya.

Hubungan Islam-Kristen di dalam Pela Gandong telah digoyahkan oleh konflik berdarah yang sarat dengan muatan kepentingan, ketidakpuasan masyarakat terkhususnya realitas termarginalkan, represif, kemiskinan orang Maluku sehingga mudah terprovokasi dan diperalat oleh “kekuasaan“, yang telah terefleksikan dalam pemaknaan sebagai korban. Realitas konflik yang telah menciptakan intensitas dan kualitas kerjasama dan dialog praksis sosial seluruh komponen masyarakat Maluku memperlihatkan adanya dimensi pemberdayaan masyarakat sebagai aktor atau subjek konseling lintas agama dan budaya dengan mekanisme pelayanan yang korporatif yang lintas profesi dan instansi.

Pendekatan konseling lintas agama dan budaya akan memandang hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong yang telah dihancurkan oleh konflik berdarah di kota Ambon sebagai momentum merevitalisasi esensi gagasan Pela Gandong:“orang basudara“ sebagai instrumen pemulihan atau perdamaian hubungan Islam-Kristen di Maluku.

Berdasarkan pada apa yang telah diuraikan di atas, peneliti kemudian tertarik untuk dapat memahami lebih mendalam melalui penelitian dengan mengangkat judul:

Pela Gandong Sebagai Konseling Orang Basudara Dan Agen Perdamaian

Konflik Islam-Kristen Di Ambon”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang di atas maka, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: bagaimana Pela Gandong sebagai konseling orang basudara dan agen perdamaian konflik islam-kristen di Ambon?. Rumusan penelitian dijabarkan dalam pokok-pokok penelitian, antara lain:

1. Bagaimana hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebelum dan saat konflik di kota Ambon?

2. Bagaimana konflik berdarah di kota Ambon dikaji dari prespektif hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong serta dari pendekatan konseling lintas agama dan budaya?


(8)

3. Bagaimana mengembangkan hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandon sebagai pendekatan konseling orang basudara dan agen perdamaian konflik Islam-Kristen di Ambon?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Pela Gandong sebagai konseling orang basudara dan agen perdamaian konflik islam-kristen di Ambon. Tujuan penelitian ini dijabarkan dalam pokok-pokok sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebelum dan saat konflik di kota Ambon.

2. Mengkaji konflik berdarah di kota Ambon dari prespektif Islam-Kristen dalam hubungan Pela Gandong serta dari pendekatan konseling lintas agama dan budaya.

3. Mengembangkan hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebagai pendekatan Konseling orang basudara dan agen perdamaian konflik Islam-Kristen di Ambon.

D. Signifikansi Penelitian

Adapun signifikansi penelitian yaitu secara akademis dan Praktis:

1. Akademis.

Menjadi bahan informasi bagi peningkatan ilmu pengetahuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya di bidang Konseling Pastoral untuk menyikapi realitas konflik Islam-Kristen di kota Ambon sebagai salah satu setting -konseling masyarakat multikulrual-multireligius.

2. Praktis.

Memberikan kontribusi kepada Gereja Protestan Maluku dalam upaya mengoptimalkan pelayanan konseling (Pastoral) bagi pertumbuhan dan perkembangan spritualitas umat (masyarakat) Kristen. Spiritualitas keumatan tidak hanya terkait sebuah relasi dengan yang “transenden” tetapi selebihnya yakni sebuah relasi sosial-praksis yang lintas agama dan budaya di Ambon.


(9)

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menekankan segi akurasi data, maka akan menggunakan pendekatan induktif, yang artinya data akan dikumpulkan, didekati, dan diabstrasikan.17 Untuk iu, penelitian ini memuat prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari objek dan perilaku yang dapat dipahami. Data yang telah dideskripsikan memerlukan ketajaman analisa, objektif dan sitematik sehingga diperoleh ketepatan interpretasi, sebab-akibat dari suatu fenomena atau gejala yang bagi pendekatan kualitatif adalah totalitas. Selanjutnya, Penelitian dengan metode deskriptif meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem, pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena, sedangkan penelitian dengan studi analitis bertujuan untuk menguji hipotesis-hipotesis dan mengadakan interpretasi yang lebih dalam tentang hubungan-hubungan. Metode deskriptif dan analitis juga mendesain studi historis yang mencakup aspek mencari material, menguji secara kritis asal dan keaslian sumber sejarah, serta validasi dari sumber tersebut memberikan interpretasi dan pengelompokan fakta-fakta, serta hubungannya dengan formulasi serta melukiskan hasil penemuan.18

Dalam kaitannya dengan penelitian ini maka akan dideskripsikan dan dianalisis hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebelum, saat konflik di kota Ambon. Selanjutnya, akan dikaji hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong yang tergoyahkan oleh konflik dari prespektif hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong serta dari pendekatan konseling lintas agama dan budaya. Melaluinya, fakta historis konflik Islam-Kristen dalam hubungan Pela Gandong yang telah dideskripsikan dan dianalisis (terkaji) tersebut akan dikembangkan menja disebuah pendekatan Konseling Konflik Lintas Agama dan Budaya dalam konteks masyarakat di kota Ambon, dalam hal ini yakni: Pendekatan Konseling Orang Basudara dan agen perdamaian konkflik di kota Ambon.

17 Lht. Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: dari Denzin Guba dan

Penerapannya (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 5.


(10)

Penelitian mengambil lokasi di Kota Ambon, tepatnya pada masyarakat atau jemaat atau negeri (Baca: desa) Batu merah (Islam) – Passo (Kristen). Alasan dipilihnya Batu merah-Passo sebagai tempat penelitian adalah karena keduanya memiliki hubungan sebagai Pela Gandong. Selain itu, Batu merah yang terdiri dari ± 3-10% komunitas Kristen dan 90% komunitas Muslim, juga merupakan lokasi pertama berlangsungnya konflik yang berkepanjangan di kota Ambon.

Teknik pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, yakni wawancara. Wawancara adalah pertemuan antar dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, untuk mengkostruksikan makna dalam suatu topik tertentu secara mendalam, tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi. Jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara saling berkaitan, antara lain: tentang pengalaman, perasaan, pendapat, dan pengetahuan19 para informan kunci (partisipan) yakni, para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama mengenai pengetahuan mereka tentang bagaimana relasi Islam-Kristen sebelum dan pada saat dari prespektif Pela Gandong; serta individu-komunitas Islam-Kristen tentang pengalaman menghadapi secara langsung konflik dengan berbagai dampak yang diderita dan dialami secara pribadi, serta dalam pelestarian hubungan Pela Gandong antar masing-masing komunitas.

Guna pengumpulan dan pengkajian data atau informasi maka, sumber data dipilih secara purposive dan snowball sampling.20 Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel data dengan pertimbangan orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan, atau sebagai orang penting sehingga akan memudahkan penjelajahan objek/situasi sosial yang diteliti. Sedangkan, snowball sampling adalah teknik pengambilan informan atau sumberdata yang ada pada awalnya berjumlah sedikit, lama-lama menjadi besar. Pengumpulan data berhenti ketika tidak ada informasi yang baru lagi. Jadi, penentuan sumber data atau informan dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Caranya yaitu seorang peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan

19 Penjelasan lebih dalam tentang wawancara dapat dibaca dalam Prof. Dr. Sugiyono. Metode

Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D . (Jakarta: CV. Alfabet), 231-236


(11)

memberikan data yang diperlukan, selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap.21

Untuk itu, sumber data atau informan, terkait dengan penelitian ini, antara lain: masing-masing satu orang tokoh Adat, tokoh Agama, tokoh Masyarakat negeri Batumerah-Passo (Islam-Kristen-Protestan maupun Katolik) sebagai informan kunci yang notabenenya pernah dan sementara menjabat pada lembaga-lembaga yang ada pada wilayah tersebut (Purposive sampling). Para informan kunci ini kemudian memberikan rekomendasi informan-informan yang lainnya seperti warga jemaat atau masyarakat (umat Kristen-Muslim) yang telah berdomisili jauh sebelum konflik dan mengalami dampak langsung dari konflik yang pernah terjadi (Snowball Sampling). Akhirnya, proses pengambilan sampel ini diharapkan dapat memberikan data penelitian secara komprehensif.

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dengan mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjebarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilah mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini dijabarkan dalam tahap-tahap, sebagai berikut (Model Miles dan Huberman): Reduksi Data, Penyajian Data dan Penarikan kesimpulan.22 Untuk itu, data yang diperoleh melalui wawancara selanjutnya akan dideskripsikan dan dianalisis, dengan menggunakan landasan teoris sebagai pisau analisis. Kesimpulan dari analisis merupakan temuan baru dari hasil penelitian.

21

Sugiono, Metode Peneltian. . . ,(2008),301 22 Sugiono, Metode Peneltian,(2008), 247-249


(12)

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Tesis ini terdiri dari enam bab, dideskripsikan sebagai berikut:

Bab satu, tentang pendahuluan yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab dua, tentang landasan teoritis yang memuat teori konflik, Pela Gandong, dan konseling Lintas Agama dan Budaya yang meliputi: Konflik Islam Kristen (lintasan sejarah konfliktual hubungan Islam-Kristen, manajemen konflik, dan resolusi konflik); Pela Gandong (Sejarah dan pemaknaan, Pela dalam tatanan sturuktur sosial masyarakat Ambon, nilai-nilai budaya Pela Gandong); Konseling Lintas Agama dan Budaya (konsepsi agama dan budaya, dan konseling Lintas Agama dan Budaya). Bab tiga, tentang temuan hasil penelitian yang meliputi: deskripsi hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong Negeri Batumerah-Passo sebelum konflik di Ambon; kajian konflik berdarah Islam-Kristen di Negeri Batumerah-Passo dalam hubungan Pela Gandong di Ambon; kajian hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong Negeri Batumerah-Passo pada saat konflik. Bab empat, tentang pembahasan dan analisa hasil penelitian yang meliputi: hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebelum; dan saat konflik di kota Ambon; hubungan Pela Gandong sebagai resolusi terhadap konflik berdarah Islam-Kristen di Ambon; Hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong dari prespektif konseling lintas agama dan budaya. Bab lima, tentang pengembangan Pela Gandong sebagai pendekatan konseling orang basudara, yang meliputi: landasan filosofis dan nilai spiritual hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong; desain konseling orang basudara; pendekatan, teknik, permasalahan, tujuan, sasaran pencapaian, dan sasaran akhir konseling orang basudara. Bab enam, tentang penutup yang meliputi: kesimpulan, berupa temuan-temuan hasil penelitian, pembahasan dan analisis, serta saran-saran berupa konstribusi dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan.


(1)

membuka wawasan bagi upaya membangun sebuah pendekatan konseling yang berbasis niai-nilai (spiritual) agama dan budaya.

Hubungan Islam-Kristen di dalam Pela Gandong telah digoyahkan oleh konflik berdarah yang sarat dengan muatan kepentingan, ketidakpuasan masyarakat terkhususnya realitas termarginalkan, represif, kemiskinan orang

Maluku sehingga mudah terprovokasi dan diperalat oleh “kekuasaan“, yang telah

terefleksikan dalam pemaknaan sebagai korban. Realitas konflik yang telah menciptakan intensitas dan kualitas kerjasama dan dialog praksis sosial seluruh komponen masyarakat Maluku memperlihatkan adanya dimensi pemberdayaan masyarakat sebagai aktor atau subjek konseling lintas agama dan budaya dengan mekanisme pelayanan yang korporatif yang lintas profesi dan instansi.

Pendekatan konseling lintas agama dan budaya akan memandang hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong yang telah dihancurkan oleh konflik berdarah di kota Ambon sebagai momentum merevitalisasi esensi gagasan Pela

Gandong:“orang basudara“ sebagai instrumen pemulihan atau perdamaian hubungan Islam-Kristen di Maluku.

Berdasarkan pada apa yang telah diuraikan di atas, peneliti kemudian tertarik untuk dapat memahami lebih mendalam melalui penelitian dengan mengangkat judul:

Pela Gandong Sebagai Konseling Orang Basudara Dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen Di Ambon”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang di atas maka, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: bagaimana Pela Gandong sebagai konseling orang basudara dan agen perdamaian konflik islam-kristen di Ambon?. Rumusan penelitian dijabarkan dalam pokok-pokok penelitian, antara lain:

1. Bagaimana hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebelum dan saat konflik di kota Ambon?

2. Bagaimana konflik berdarah di kota Ambon dikaji dari prespektif hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong serta dari pendekatan konseling lintas agama dan budaya?


(2)

3. Bagaimana mengembangkan hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandon sebagai pendekatan konseling orang basudara dan agen perdamaian konflik Islam-Kristen di Ambon?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Pela Gandong sebagai konseling orang basudara dan agen perdamaian konflik islam-kristen di Ambon. Tujuan penelitian ini dijabarkan dalam pokok-pokok sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebelum dan saat konflik di kota Ambon.

2. Mengkaji konflik berdarah di kota Ambon dari prespektif Islam-Kristen dalam hubungan Pela Gandong serta dari pendekatan konseling lintas agama dan budaya.

3. Mengembangkan hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebagai pendekatan Konseling orang basudara dan agen perdamaian konflik Islam-Kristen di Ambon.

D. Signifikansi Penelitian

Adapun signifikansi penelitian yaitu secara akademis dan Praktis:

1. Akademis.

Menjadi bahan informasi bagi peningkatan ilmu pengetahuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya di bidang Konseling Pastoral untuk menyikapi realitas konflik Islam-Kristen di kota Ambon sebagai salah satu setting -konseling masyarakat multikulrual-multireligius.

2. Praktis.

Memberikan kontribusi kepada Gereja Protestan Maluku dalam upaya mengoptimalkan pelayanan konseling (Pastoral) bagi pertumbuhan dan perkembangan spritualitas umat (masyarakat) Kristen. Spiritualitas keumatan tidak hanya terkait sebuah relasi dengan yang “transenden” tetapi selebihnya yakni sebuah relasi sosial-praksis yang lintas agama dan budaya di Ambon.


(3)

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menekankan segi akurasi data, maka akan menggunakan pendekatan induktif, yang artinya data akan dikumpulkan, didekati, dan diabstrasikan.17 Untuk iu, penelitian ini memuat prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari objek dan perilaku yang dapat dipahami. Data yang telah dideskripsikan memerlukan ketajaman analisa, objektif dan sitematik sehingga diperoleh ketepatan interpretasi, sebab-akibat dari suatu fenomena atau gejala yang bagi pendekatan kualitatif adalah totalitas. Selanjutnya, Penelitian dengan metode deskriptif meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem, pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena, sedangkan penelitian dengan studi analitis bertujuan untuk menguji hipotesis-hipotesis dan mengadakan interpretasi yang lebih dalam tentang hubungan-hubungan. Metode deskriptif dan analitis juga mendesain studi historis yang mencakup aspek mencari material, menguji secara kritis asal dan keaslian sumber sejarah, serta validasi dari sumber tersebut memberikan interpretasi dan pengelompokan fakta-fakta, serta hubungannya dengan formulasi serta melukiskan hasil penemuan.18

Dalam kaitannya dengan penelitian ini maka akan dideskripsikan dan dianalisis hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebelum, saat konflik di kota Ambon. Selanjutnya, akan dikaji hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong yang tergoyahkan oleh konflik dari prespektif hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong serta dari pendekatan konseling lintas agama dan budaya. Melaluinya, fakta historis konflik Islam-Kristen dalam hubungan Pela Gandong yang telah dideskripsikan dan dianalisis (terkaji) tersebut akan dikembangkan menja disebuah pendekatan Konseling Konflik Lintas Agama dan Budaya dalam konteks masyarakat di kota Ambon, dalam hal ini yakni: Pendekatan Konseling Orang Basudara dan agen perdamaian konkflik di kota Ambon.

17 Lht. Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: dari Denzin Guba dan

Penerapannya (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 5.


(4)

Penelitian mengambil lokasi di Kota Ambon, tepatnya pada masyarakat atau jemaat atau negeri (Baca: desa) Batu merah (Islam) – Passo (Kristen). Alasan dipilihnya Batu merah-Passo sebagai tempat penelitian adalah karena keduanya memiliki hubungan sebagai Pela Gandong. Selain itu, Batu merah yang terdiri dari ± 3-10% komunitas Kristen dan 90% komunitas Muslim, juga merupakan lokasi pertama berlangsungnya konflik yang berkepanjangan di kota Ambon.

Teknik pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, yakni wawancara. Wawancara adalah pertemuan antar dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, untuk mengkostruksikan makna dalam suatu topik tertentu secara mendalam, tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi. Jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara saling berkaitan, antara lain: tentang pengalaman, perasaan, pendapat, dan pengetahuan19 para informan kunci (partisipan) yakni, para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama mengenai pengetahuan mereka tentang bagaimana relasi Islam-Kristen sebelum dan pada saat dari prespektif Pela Gandong; serta individu-komunitas Islam-Kristen tentang pengalaman menghadapi secara langsung konflik dengan berbagai dampak yang diderita dan dialami secara pribadi, serta dalam pelestarian hubungan Pela Gandong antar masing-masing komunitas.

Guna pengumpulan dan pengkajian data atau informasi maka, sumber data dipilih secara purposive dan snowball sampling.20 Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel data dengan pertimbangan orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan, atau sebagai orang penting sehingga akan memudahkan penjelajahan objek/situasi sosial yang diteliti. Sedangkan, snowball sampling adalah teknik pengambilan informan atau sumberdata yang ada pada awalnya berjumlah sedikit, lama-lama menjadi besar. Pengumpulan data berhenti ketika tidak ada informasi yang baru lagi. Jadi, penentuan sumber data atau informan dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Caranya yaitu seorang peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan

19 Penjelasan lebih dalam tentang wawancara dapat dibaca dalam Prof. Dr. Sugiyono. Metode

Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D . (Jakarta: CV. Alfabet), 231-236


(5)

memberikan data yang diperlukan, selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap.21

Untuk itu, sumber data atau informan, terkait dengan penelitian ini, antara lain: masing-masing satu orang tokoh Adat, tokoh Agama, tokoh Masyarakat negeri Batumerah-Passo (Islam-Kristen-Protestan maupun Katolik) sebagai informan kunci yang notabenenya pernah dan sementara menjabat pada lembaga-lembaga yang ada pada wilayah tersebut (Purposive sampling). Para informan kunci ini kemudian memberikan rekomendasi informan-informan yang lainnya seperti warga jemaat atau masyarakat (umat Kristen-Muslim) yang telah berdomisili jauh sebelum konflik dan mengalami dampak langsung dari konflik yang pernah terjadi (Snowball Sampling). Akhirnya, proses pengambilan sampel ini diharapkan dapat memberikan data penelitian secara komprehensif.

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dengan mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjebarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilah mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini dijabarkan dalam tahap-tahap, sebagai berikut (Model Miles dan Huberman): Reduksi Data, Penyajian Data dan Penarikan kesimpulan.22 Untuk itu, data yang diperoleh melalui wawancara selanjutnya akan dideskripsikan dan dianalisis, dengan menggunakan landasan teoris sebagai pisau analisis. Kesimpulan dari analisis merupakan temuan baru dari hasil penelitian.

21

Sugiono, Metode Peneltian. . . ,(2008),301 22 Sugiono, Metode Peneltian,(2008), 247-249


(6)

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Tesis ini terdiri dari enam bab, dideskripsikan sebagai berikut:

Bab satu, tentang pendahuluan yang meliputi: latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab dua, tentang landasan teoritis yang memuat teori konflik, Pela Gandong, dan konseling Lintas Agama dan Budaya yang meliputi: Konflik Islam Kristen (lintasan sejarah konfliktual hubungan Islam-Kristen, manajemen konflik, dan resolusi konflik); Pela Gandong (Sejarah dan pemaknaan, Pela dalam tatanan sturuktur sosial masyarakat Ambon, nilai-nilai budaya Pela Gandong); Konseling Lintas Agama dan Budaya (konsepsi agama dan budaya, dan konseling Lintas Agama dan Budaya). Bab tiga, tentang temuan hasil penelitian yang meliputi: deskripsi hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong Negeri Batumerah-Passo sebelum konflik di Ambon; kajian konflik berdarah Islam-Kristen di Negeri Batumerah-Passo dalam hubungan Pela Gandong di Ambon; kajian hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong Negeri Batumerah-Passo pada saat konflik.

Bab empat, tentang pembahasan dan analisa hasil penelitian yang meliputi:

hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong sebelum; dan saat konflik di kota Ambon; hubungan Pela Gandong sebagai resolusi terhadap konflik berdarah Islam-Kristen di Ambon; Hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong dari prespektif konseling lintas agama dan budaya. Bab lima, tentang pengembangan Pela Gandong sebagai pendekatan konseling orang basudara, yang meliputi: landasan filosofis dan nilai spiritual hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong; desain konseling orang basudara; pendekatan, teknik, permasalahan, tujuan, sasaran pencapaian, dan sasaran akhir konseling orang basudara. Bab enam, tentang penutup yang meliputi: kesimpulan, berupa temuan-temuan hasil

penelitian, pembahasan dan analisis, serta saran-saran berupa konstribusi dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB VI

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB V

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB IV

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB II

3 10 60

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Simbol dan Rekonsiliasi Gong Perdamaian Dunia sebagai Simbol Rekonsiliasi Lintas Agama di Ambon T2 752015017 BAB I

0 1 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB I

0 2 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konflik Ambon Dalam Perspektif Teori Identitas Sosial T2 752013009 BAB I

0 0 8

T2__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Sosial sebagai Ruang Publik Komunitas MudaMudi dalam Ancaman Konflik Ambon Akibat Segregasi T2 BAB I

0 0 7