Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Ek

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM EKONOMI WILAYAH PADA KABUPATEN DAERAH OTONOMI HASIL PEMEKARAN (DOHP) DI PROVINSI SUMATERA BARAT SKRIPSI

  Oleh DANY JUHANDI FAKULTAS PERTANIAN U N I V E R S IT A S A N D A L A S PADANG 2014

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM EKONOMI WILAYAH PADA KABUPATEN DAERAH OTONOMI HASIL PEMEKARAN (DOHP) DI PROVINSI SUMATERA BARAT OLEH

  DANY JUHANDI 1010221032

SKRIPSI

  Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian FAKULTAS PERTANIAN U N I V E R S IT A S A N D A L A S PADANG 2014

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM EKONOMI WILAYAH PADA KABUPATEN DAERAH OTONOMI HASIL PEMEKARAN (DOHP) DI PROVINSI SUMATERA BARAT SKRIPSI OLEH DANY JUHANDI 1010221032 MENYETUJUI

  Dosen Pembimbing I

  Dosen Pembimbing II

  Prof.Ir.Yonariza, M.Sc, P.hD Dr.Ir.Faidil Tanjung, M.Si

  NIP 196505051991031003

  NIP 19671011994121001

  Dekan Fakultas Pertanian

  Ketua Program Studi Agribisnis

  Universitas Andalas

  Fakultas Pertanian Universitas Andalas

  Prof.Ir.H.Ardi, M.Sc

  Prof.Ir.Yonariza, M.Sc, P.hD

  NIP 195312161980031004

  NIP 196505051991031003

  Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Sarjana Fakultas Pertanian Univerasitas Andalas, pada tanggal 22 Januari 2014

  No NAMA TANDA TANGAN JABATAN

  1 Dr.Ir.Endry Martius, M.Sc

  Ketua

  2 Prof.Ir.Yonariza, M.Sc, P.hD

  Sekretaris

  3 Dr.Ir.Faidil Tanjung, M.Si

  Anggota

  4 Dr.Ir.Osmet, M.Sc

  Anggota

  5 Dr.Ir.Ira Wahyuni Syarfi, MS

  Anggota

  “Terlahir dari keluarga sederhana bukanlah keterbatasan dan alasan untuk tidak melakukan yang terbaik”

  Aku persembahkan karya tulis ini untuk ayahanda Endan dan ibunda Siti

  Hadijah serta adinda Ismi Juhandi, yang selalu mendo’akanku untuk melakukan yang terbaik.

BIODATA

  Penulis dilahirkan di Sungai Tambang Kabupaten Sijunjung pada tanggal 02 November 1991 sebagai anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan Endan dan Siti Hadijah. Pendidikan Sekolah dasar (SD) ditempuh di SDN 07 Kunangan Parik Rantang di Kecamatan Kamang Baru (1999 – 2004). Pendiidkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditamatkan di SMPN 11 Sijunjung tahun 2007. Untuk jenjang pendidikan selanjtnya penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 2 Sijunjung pada tahun 2010. Pada tanggal 01 September 2010 diterima menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Program Studi Agribisnis.

  Padang, Januari 2014

  D.J

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Ekonomi Wilayah pada

  Kabupaten Daerah Otonomi Hasil Pemekaran (DOHP) di Provinsi

  Sumatera Barat”. Penulisan skripsi ini sebagai aplikasi ilmiah dari mata kuliah Ekonomi Regional.

  Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih setulusnya kepada Bapak Prof.Ir.Yonariza, M.Sc, P.hD dan Dr.Ir.Faidil Tanjung, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, saran dan pengarahan selama proses penyusunan skripsi ini. Kemudian ucapan terima kasih teristimewa kepada kedua orang tua dan teman-teman Agribisnis yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

  Harapan penulis semoga hasil penelitian yang telah penulis lakukan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi pembangunan daerah berbasis pertanian.

  Padang, Januari 2014

  D.J

DAFTAR TABEL

  Halaman

  1. Perjalanan Desentralisasi di Indonesia

  2. Analisis Tipologi Klassen

  3. KabupatenKota di Daerah Pemerintah Sumatera Barat

  4. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kepualauan Mentawai tahun 2004 – 2012 ()

  5. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Dharmasraya tahun 2004 – 2012 ()

  6. Distribusi PDRB Atas Dasat Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Solok tahun 2004 – 2012 ()

  7. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Pasaman Barat tahun 2004 – 2012 ()

  8. Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut KabupatenKota Tahun 2010

  9. Persentase Penduduk Sumatera Barat Berumur 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan tahun 2010.

  10. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera Barat Tahun 2004 – 2012 ()

  11. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Induk Sebelum Pemekaran Daerah Sebelum Pemekaran (persen)

  12. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten DOHP Setelah Pemekaran (persen)

  13. Laju Pertumbuhan ekonomi kabupaten Induk setelah pemekaran (persen)

  14. Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Induk di Provinsi Sumatera Barat Tahun 1995 – 2003

  15. Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Padang Pariaman Tahun 1987 – 1999

  16. Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Induk Sebelum Pemekaran 51

  17. Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten DOHP di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 – 2012

  18. Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten

  Kepulauan Mentawai Tahun 2000 – 2012

  19. Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Induk di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 – 2012

  20. Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2000 – 2012

  21. Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten DOHP dan Kabupaten Daerah Induknya di Provinsi Sumatera Barat Setelah Pemekaran

  22. Hasil Analisis Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian terhadap PDRB kabupaten Induk Sebelum Pemekaran

  23. Hasil Analisis Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten DOHP Setelah Pemekaran

  24. Hasil Analisis Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Induk Setelah Pemekaran

  25. Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten Induk di Provinsi Sumatera Barat sebelum pemekaran

  26. Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten DOHP di Provinsi Sumatera Barat Setelah Pemekran (persen)

  27. Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten Induk di Provinsi Sumatera Barat Setelah Pemekaran (persen)

  28. Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian di Kabupaten induk di Provinsi Sumatera Barat Sebelum dilakukan Pemekaran

  29. Hasil Analisis Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian di Kabupaten Induk sebelum pemekaran dengan Menggunakan Analisis Trend Perkembangan

  30. Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian di Kabupaten DOHP dan Kabupaten Induk di Provinsi Sumatera Barat setelah pemekaran (persen)

  31. Hasil Analisis Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian di Kabupaten DOHP dan Kabupaten Induk dengan Menggunakan Analisis Trend Perkembangan

DAFTAR GAMBAR

  Halaman

  1. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Induk di Provinsi Sumatera Barat tahun 1995 – 2003

  49

  2. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Padang Pariaman tahun 1987 – 1999

  50

  3. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten DOHP di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 – 2012

  53

  4. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2000 – 2012

  54

  5. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Daerah Induk di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 – 2012

  55

  6. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2000 – 2012

  56

  7. Grafik Peran Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi daerah induk sebelum pemekaran

  60

  8. Grafik Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten DOHP di Provinsi Sumatera Barat setelah pemekaran

  64

  9. Grafik Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Induk setelah pemekaran

  67

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman

  1. Rincian Penilaian KabupatenKota Daerah Otonomi Baru

  2. Data Daerah Otonomi Baru (DOB) di Indonesia Tahun 1999 – 2008

  3. Grafik Perkembangan Jumlah kabupatenKota dan Provinsi di Indonesia tahun 1999 – 2007

  4. Grafik Pertumbuhan Ekonomi

  5. PDRB Sektor Pertanian ADHK (dalam jutaan rupiah ) Daerah Otonomi Hasil Pemekaran dan Daerah Induk di Provinsi Sumatera Barat tahun 2004 – 2010

  6. Data PDRB ADHK (dalam jutaan rupiah) Daerah Otonomi Hasil Pemekaran dan Daerah Induk di Provinsi Sumatera Barat tahun 2004 – 2010

  7. Distribusi PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2004 – 2012

  8. Distribusi PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Dharmasraya Tahun 2004 – 2012

  9. Distribusi PDRB Subsektor Kabupaten Solok Selatan Tahun 2004 – 2012

  10. Distribusi PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten

  Pasaman Barat Tahun 2004 – 2012

  11. PDRB per kapita ADHK Daerah Otonomi Hasil Pemekaran dan Daerah Induk di Provinsi Sumatera Barat tahun 2004 – 2010

  12. PDRB dan Pendapatan per kapita ADHK Provinsi Sumatera Barat tahun 2004 – 2010

  13. Produksi Tanaman Pangan Menurut KabupatenKota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 (ton)

  14. Produksi Tanaman Perkebunan Menurut KabupatenKota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 (ton)

  15. Populasi Ternak Terperinci Menurut Jenis Ternak di Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 (Ekor)

  16. Produksi Perikanan Laut dan darat Menurut KabupatenKota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 (ton)

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM EKONOMI WILAYAH PADA KABUPATEN DAERAH OTONOMI HASIL PEMEKARAN (DOHP) DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Abstrak

  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi kabupaten DOHP dibandingkan dengan daerah induknya, menganalisis klasifikasi pertumbuhan ekonomi Kabupaten DOHP dan daerah induk, dan menganalisis laju pertumbuhan sektor pertanian dalam PDRB Kabupaten DOHP yang dibandingkan dengan daerah Induknya.

  Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari data runtut waktu dari tahun 1987 sampai 2012 yang diperoleh dari BadanPusatStatistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat. Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis tipologi klassen,analisis pengganda, dan analisis trend. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan pemekaran beberapa daerah masuk dalam “daerah berkembang” kecuali Kabupaten Sijunjung dan Kepulauan Mentawai. Setelah dilakukannya pemekaran peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi daerah semakin berkurang dengan meningkatnya sektor industri pengolahan yang masih menggunakan bahan baku pertanian kecuali Kabupaten Pasaman Barat. Dan setelah pemekaran laju pertumbuhan sektor pertanian di daerah induk semakin berkurang dan laju pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten DOHP (Kecuali Kabupaten Solok Selatan) lebih berkembang dibandingkan dengan Kabupaten Induk.

  Penelitian ini merekomendasikan dalam mempercepat pembangunan ekonomi daerah, sektor pertanian harus didukung oleh sektor non-pertanian (terutama sektor industri pengolahan), dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi DOHP.

  Kata kunci: peran sektor pertanian, klasifikasi pertumbuhan ekonomi,

  ANALYSIS OF AGRICULTURE SECTOR ROLE IN THE ECONOMY OF NEWLY ESTABLISHED OTONOM DISTRICT (DOHP) IN WEST SUMATERA

  Abstract

  This research aims to analyze the role of agriculture sector to economic growth of newly established districts in comparison with their district of origin, analyze economic growh classification of new district and old district, and analyze the growth rate of agriculture sector in GDP of new district in comparison with district of origin.

  This research uses secondary data consists of data coherent with the time from 1987 until 2008 obtained from Bureau of Statistics of West SumateraProvince (BPS). The data are analyzed using Klassen Typology, multiplier analyze, and trend analyze. The result show that after creation of new autonomous district, some districts rose up into the “developed region” except Sijunjung regency and Kepulauan Mentawai regency. The role of agricultures sector in economic growth of regions was low while the role of manufactures sector was that uses input from agriculture except Pasaman Barat district. And after regional split, the growth rate of agriculture sector in district of origin was low and the growth rate of agriculture sector in new regions (except Solok Selatan Regency) was higher than district of origin.

  The research recommends for the rapid of economic region development, agriculture sector has to be supported by other sectors (especially manufacture sector), and it is recommended to do the next research to analyze linkages of agriculture sector in economic rate of new regions.

  Key words: the role of agriculture sector, economic rate classification.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

  Otonomi daerah muncul sebagai akibat kegagalan pembangunan sentralisasi. Pembangunan sentralisasi menimbulkan masalah yang cukup serius yaitu proses pembangunan yang kurang efisien dan membuat ketimpangan wilayah semakin besar, serta menimbulkan ketidakadilan yang sangat besar dalam alokasi sumberdaya nasional, terutama dana pembangunan. (Sjafrizal, 2008:231)

  Berdasarkan informasi yang diperoleh dari website Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pemekaran wilayah di Indonesia, pada pemerintahan sentaralistis masa Orde Baru, pemerintah telah banyak melakukan pembentukan daerah otonomi baru. Namun, selama periode Orde Baru tahun 1966 – 1998, tidak terdapat penambahan daerah baru yang signifikan. Ledakan penambahan daerah otonomi baru, atau yang biasa disebut pemekaran daerah, baru terjadi pasca 1999. Di tengah keinginan berbagai pihak untuk merasionalkan pemekaran daerah, proses pemekaran daerah berlangsung hampir setiap tahun pada periode 1998 – 2008.

  Hingga saat ini ada 178 usulan pembentukan daerah baru masuk ke pemerintah pusat. Dan menurut Presiden RI, “Lebih banyak daerah hasil pemekaran yang bermasalah dan dan tidak menggembirakan” (Pramono, 2010). Dan menurut Menteri Dalam Negeri RI, hasil evaluasi pemerintah terhadap 205 DOB yang terdiri atas 7 provinsi 146 kabupaten, dan sisanya kabupaten kota, 70 hasilnya tidak baik. (Asril, 2012)

  Untuk melihat hasil dari pemekaran wilayah, berdasarkan hasil evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2009 terhadap 145 daerah otonomi baru menunjukkan bahwa sekitar 80 tidak berdampak positif, baik dalam konteks pelayanan publik maupun kesejahteraan masyarakat. Mayoritas (86) sumber pendapatan APBD kabupatenkota dan 53 APBD provinsi dari dana perimbangan yang dialokasikan Depkeu. Sebagian besar alokasi APBD (58) digunakan untuk belanja pegawai, sedangkan biaya pembangunan cuma 21. Dalam APBN 2009, dana transfer ke daerah ditetapkan sebesar Rp 303,1 triliun yang terdiri dari dana Untuk melihat hasil dari pemekaran wilayah, berdasarkan hasil evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2009 terhadap 145 daerah otonomi baru menunjukkan bahwa sekitar 80 tidak berdampak positif, baik dalam konteks pelayanan publik maupun kesejahteraan masyarakat. Mayoritas (86) sumber pendapatan APBD kabupatenkota dan 53 APBD provinsi dari dana perimbangan yang dialokasikan Depkeu. Sebagian besar alokasi APBD (58) digunakan untuk belanja pegawai, sedangkan biaya pembangunan cuma 21. Dalam APBN 2009, dana transfer ke daerah ditetapkan sebesar Rp 303,1 triliun yang terdiri dari dana

  Selain itu juga, hasil evaluasi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yang bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2008 menunjukkan bahwa:

  - Pertumbuhan dan kontribusi ekonomi DOHP

  Tingkat pertumbuhan di DOHP lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi di daerah induk. Kontribusi PDRB DOHP dalam total PDRB provinsi ternyata sangat kecil.

  - Kesejahteraan masyarakat dan kemiskinan

  PDRB per kapita DOHP lebih rendah dibandingkan daerah induk. Serta tingkat kemiskinan yang masih tinggi di DOHP dibandingkan daerah induk.

  - Indeks kinerja ekonomi daerah

  DOHP memiiki indeks kinerja ekonomi yang masih rendah dibandingkan daerah induk.

  Dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2011:110) mengenai evaluasi hasil pemekaran (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten) di Indonesia, diperoleh hasil bahwa:

  - DOHP memiliki pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan dengan

  daerah induk. - Kontribusi PDRB pada DOHP yang sangat kecil atau tidak lebih dari 4

  terhadap PDRB provinsi. - Tingkat kesejahteraan pada DOHP tidak lebih sejahtera dibandingkan dengan

  daerah induk. - Persentase penduduk miskin pada DOHP lebih tinggi dibandingkan dengan

  dengan daerah induk Kemudian menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada tahun 2012 menyatakan bahwa hasil evaluasi pemekaran wilayah yang sudah dilakukan hingga dengan daerah induk Kemudian menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada tahun 2012 menyatakan bahwa hasil evaluasi pemekaran wilayah yang sudah dilakukan hingga

  Provinsi Sumatera Barat memiliki 4 (empat) Kabupaten hasil pemekaran yaitu Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2003. Berdasarkan informasi yang dirilis oleh media cetak Haluan Padang pada April 2011, pemerintah melakukan penilaian terhadap daerah-daerah otonomi hasil pemekaran tahun 1999 – 2009 dan dari 164 kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Dharmasraya mendapatkan nilai tertinggi dengan total penilaian 59,35, sedangkan Kabupaten Pasaman Barat memperoleh rangking 31 dengan total penilaian 46,02, Kabupaten Solok Selatan memperoleh rangking 45,57, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai memperoleh rangking 102 dengan total penilaian 33,16 (Lampiran 1).

  Namun, secara keseluruhan Gubernur Sumatera Barat pada tahun 2012 menyatakan bahwa “dari 19 kabupatenkota di Sumatera Barat, delapan kabupaten diantaranya masih tergolong daerah tertinggal termasuk empat kabupaten hasil pemekaran yaitu Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya, Kepulauan Mentawai, dan Pasaman Barat”. (Tarmizi, 2012)

B. Perumusan Masalah

  Dengan adanya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001. Undang-Undang 22 tahun 1999 membuka peluang kepada daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk melakukan pemekaran daerah, sehingga Daerah Otonomi Hasil Pemekaran (DOHP) pun meningkat. Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada tahun 1999 – 2008 di Indonesia terdapat 7 provinsi baru, 134 Kabupaten baru dan 23 Kota Baru. (Lampiran 2)

  Dan juga apabila dilihat dari hasil evaluasi Bappenas yang bekerja sama dengan UNDP (United Nations Development Programme) tahun 2008 grafik jumlah KabupatenKota dan Provinsi mulai tahun 1999 sampai tahun 2007 mengalami peningkatan (Lampiran 3).

  Jika dilihat dari latar belakang dilakukannya pemekaran wilayah, kita bisa melihat apa tujuan dari pemekaran yaitu untuk meningkatkan pelayanan publik, melakukan pemerataan pembangunan ekonomi dan membangun perekonomian Daerah Otonomi Hasil Pemekaran.

  Namun, dari beberapa hasil evaluasi Kemendagri dan BAPPENAS bahwa hasil dari pemekaran belum bisa meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Bahkan Kemendagri menyebutkan 70 pemekaran wilayah dianggap gagal, bahkan ada rencana akan dilakukan pengkajian kembali tentang peraturan pemekaran wilayah.

  Dan jika dilihat dari hasil evaluasi BAPPENAS yang bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2008 bahwa kondisi pertumbuhan ekonomi DOHP di Indonesia (tahun 2001 – 2005) dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Pertumbuhan ekonomi DOHP lebih rendah dibandingkan daerah induk. Dan pertumbuhan ekonomi DOHP tidak stabil atau berfluktuasi karena sektor pertanian menjadi komponen utama dalam perekonomian DOHP, sedangkan pertumbuhan ekonomi daerah induk lebih stabil karena adanya industri pengolahan non-migas yang lebih besar dari pada DOHP (Lampiran 4).

  2. Kontribusi PDRB DOHP dalam PDRB Provinsi sangat kecil dibandingkan dengan daerah induknya. Sehingga DOHP tidak mampu setara dengan daerah induknya.

  Kondisi di atas disebabkan karena umumnya DOHP dahulunya merupakan daerah kantong-kantong kemiskinan yang memiliki sumberdaya alam yang terbatas (miskin) dan juga disebabkan karena pembagian sumberdaya ekonomi seperti industri, pertanian dan sumberdaya alam produktif lainnya yang tidak merata antara daerah induk dan DOHP. (BAPPENAS, 2008)

  Selain evaluasi yang dilakukan oleh BAPPENAS terhadap DOHP, juga telah dilakukan penelitian oleh Yulianti pada tahun 2011 yang salah satu fokusnya yaitu pertumbuhan ekonomi DOHP secara umum dan dari hasil penelitiannya menunjukkan rendahnya pertumbuhan ekonomi DOHP disebabkan karena masih dominannya peran sektor pertanian dan belum berkembangnya sektor industri Selain evaluasi yang dilakukan oleh BAPPENAS terhadap DOHP, juga telah dilakukan penelitian oleh Yulianti pada tahun 2011 yang salah satu fokusnya yaitu pertumbuhan ekonomi DOHP secara umum dan dari hasil penelitiannya menunjukkan rendahnya pertumbuhan ekonomi DOHP disebabkan karena masih dominannya peran sektor pertanian dan belum berkembangnya sektor industri

  Umumnya DOHP merupakan kantong kemiskinan dan PDRB daerahnya didominasi oleh sektor pertanian, maka perlu dikaji peran sektor pertanian dalam PDRB DOHP.

  Provinsi Sumatera Barat yang mengalami beberapa kali pemekaran kabupaten, yaitu Kabupaten Dharmasraya, Pasaman Barat dan Solok Selatan merupakan DOHP berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003, dimana Kabupaten Dharmasraya merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Sijujung, Kabupaten Pasaman Barat dari Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Kepulauan Solok Selatan pemekaran dari Kabupaten Solok. Sedangkan Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan DOHP wilayah dari Kabupaten Padang Pariaman berdasarkan Undang- undang Nomor 49 Tahun 1999. PDRB Kabupaten DOHP yaitu Kabupaten Dharmasraya, Pasaman Barat, Solok Selatan dan Kepulauan Mentawai terlihat bahwa sektor pertanian mendominasi dalam struktur PDRB daerahnya dan dari tahun 2004 – 2012 kontribusi sektor pertanian dalam PDRB mengalami peningkatan (Lampiran 5). Namun, PDRB DOHP masih berada di bawah PDRB daerah induknya kecuali Kabupaten Pasaman Barat (Lampiran 6).

  Berdasarkan kondisi-kondisi di atas maka peneliti akan melakukan penelitian sebagai berikut:

  1. Bagaimana klasifikasi pertumbuhan ekonomi DOHP dan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat?

  2. Bagaimana peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi DOHP dibandingkan dengan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat?

  3. Bagaimana perkembangan kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Kabupaten DOHP dibandingkan dengan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat?

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melihat peran sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi di Daerah Otonomi Hasil Pemekaran, sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Menganalisis klasifikasi pertumbuhan ekonomi DOHP dibandingkan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat.

  2. Menganalisis peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi DOHP dibandingkan dengan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat.

  3. Menganalisis perkembangan kontribusi sektor pertanian dalam PDRB DOHP dibandingkan dengan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat.

D. Manfaat Penelitian

  Dari kegiatan penelitian ini, diharapkan manfaat yang akan diperoleh adalah:

  1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para pengambil kebijakan dalam pembangunan ekonomi daerah.

  2. Penelitian ini juga diharapkan bisa mejadi sumbangan pengetahuan mengenai peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi daerah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah

1. Konsep Desentralisasi

  Desentralisasi muncul sebagai peradigma baru dalam kebijakan dan administrasi pembangunan sejak dasawarsa 1970-an yang disebabkan karena adanya kegagalan perencanaan terpusat, populernya strategi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity), serta adanya kesadaran pembangunan yang sulit direncanakan secara terpusat (Kuncoro, 2004:3).

  Menurut Kuncoro (2004:5) pemerintahan Hindia Belanda pernah mengembangkan ide sistem administrasi desentralisasi atas dasar federasi yang bertujuan untuk mengesahkan atau membenarkan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dan menghancurkan kekuatan pendukung Republik yaitu tepatnya sebelum meletusnya Perang Dunia II.

  Belanda membagi Hindia Belanda dalam dua sistem pemerintahan, (a) Daerah administratif dalam rangka dekonsentrasi yang disebut gewesten, afdeeliingen, dan onderafdeelingen. Masing-masing daerah dipimpin pamong praja dengan sebutan gubernur, residen, asisten residen, wedana, dan asisten wedana yang ditunjuk Gubernur Jendral Hindia Belanda. (b) Pemerintahan tradisional-feodalistik yang disebut regent atau kabupaten yang dipimpin bupati dan daerahnya disebut swapraja (Figur dalam Simanjuntak 2012:3). Tabel 1. Perjalanan Desentralisasi di Indonesia

  Periode Konfigura

  UU Otonomi

  Hakikat

  si Politik

  Otonomi

  Perjuangan Kemerdekaan (1995 Demokrasi

  UU No. 1 Tahun

  UU No. 22 Tahun

  Pasca Kemerdekaan (1950 –

  Demokrasi

  UU No. 1 Tahun

  Otonomi

  1959) 1957 Luas

  Demokrasi Terpimpin (1959 – Otoritarian Penpres No.6 tahun

  UU No.18 Tahun 1965

  Orde Baru (1965 – 1998)

  Otoritarian

  UU No.5 Tahun

  Sentralisasi

  Pasca Orde Baru (1998 –

  Demokrasi UU No. 22 Tahun

  UU No. 25 Tahun 1999

  Sumber: Kuncoro, 2004:6

  Dari tabel di atas bisa kita lihat bagaimana sejarah perkembangan konsep desentralisasi di Indonesia.

  Menurut Maddick dalam Kuncoro (2004:3) mendefinisikan desentralisasi merupakan proses dekonsentrasi dan devolusi. Dekonsentrasi adalah Pemerintahan pusat yang berada di luar kantor pusat diberikan wewenang atas fungsi-fungsi tertentu. Sedangkan devolusi yaitu pemerintah daerah diberikan kekuasaan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.

  Desentralisasi adalah pemberian wewenang kepada manajer atau orang-orang pada level bawah dalam organisasi untuk membuat keputusan dan kebijakan. Desentralisasi memliki dua bentuk yaitu dekonsentrasi dan privatisasi. Dekonsentrasi merupakan pembangian kewenangan dan tanggung jawab administratif antara dapartemen pusat dengan pejabat pusat yang ada di lapangan. Dan privatisasi merupakan suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan swasta, swadaya masyarakat dan juga peleburan BUMNBUMD menjadi sesuatu yang di-swastanisasi (Simanjuntak,2012:78).

  Konsep desentralisasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Simanjuntak (2012:89) kelebihan dan kekurangan dari konsep desentralisasi yaitu: Konsep desentralisasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Simanjuntak (2012:89) kelebihan dan kekurangan dari konsep desentralisasi yaitu:

  b. Segi sosial budaya Ikatan sosial budaya akan lebih kuat yang akan mempermudah mengembangkan kebudayaan yang dimiliki daerah. Namun, hal ini bisa menyebabkan masing-masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan budayanya yang akan mengakibatkan lunturnya kebudayaan bangsa Indonesia sendiri.

  c. Segi keamanan dan politik Bisa mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), namun bisa juga memancing konflik antar daerah.

2. Konsep Otonomi Daerah

  Kata otonomi berasal dari bahasa Yunani, outonomous, yang berarti pengaturan sendiri atau pemerintahan sendiri. Sedangkan dalam Encyclopedia of Social Science, pengertian otonomi adalah: the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Dengan demikian pengertian otonomi menyangkut 2 (dua) hal utama yaitu: kewenangan untuk membuat hukum sendiri (own laws) dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri (self goverment). Berdasarkan pengertian tersebut, maka otonomi daerah pada dasarnya adalah suatu daerah otonom berhak dan berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri (Sarundajang dalam Sjafrizal, 2008:230).

  Otonomi bergulir terus setelah Indonesia merdeka ditandai dengan lahirnya UU 11945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah. Berdasarkan UU ini kepala daerah melaksanakan 2 (dua) fungsi, yaitu sebagai kepala daerah otonom dan sebagai wakil pemerintah pusat. Seterusnya UU itu diubah menjadi UU 111948 tentang Penetapan Aturan-aturan Pokok Mengenai

  Pemerintahan Sendiri di daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Lantas lahir UU 11957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dan tak lama kemudian berubah menjadi UU 181965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, yang lantas revisi berikutnya hadirlah UU 51974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Revisi masih terus berlanjut dengan hadirnya UU 221999 tentang Pemerintahan Daerah dan terakhir direvisi lagi menjadi UU 322004 juga dengan nama Pemerintah Daerah (Simanjuntak,2012:4).

  Otonomi menurut UU No. 221999 tentang otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang kepada daerah untuk mengurusi daerahnya sesuai dengan UU dalam kerangka NKRI. Menurut Simanjuntak (2012:82) berdasarkan pada UU No.221999, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah menyangkut:

  1. Dalam Pelaksanaan otonomi daerah aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah harus diperhatikan

  2. Untuk menjaga keserasian hubungan antar pusat dan daerah serta antardaerah maka dalam pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara.

  3. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonom.

  4. Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibutuhkan pembuatan aturan daerah yang membina kawasan pada aspek potensi.

  Pada dasarnya antara otonomi daerah dan desentralisasi tidak memiliki perbedaan prinsipil. Keduanya memiliki esensi bahwa bagaimana daerah tersebut bebas menentukan masa depan mereka sendiri (Simanjuntak,2012:82).

  Dengan adanya konsep pelaksanaan otonomi pasca reformasi terjadi peningkatan pengajuan dari beberapa daerah mengelola dan mengatur daerahnya sendiri. Hal ini tercermin dari meningkatnya pemekaran wilayah di Indonesia atau permintaan untuk membentuk Daerah Otonomi Baru (DOB). Sejak Tahun 1999 – 2008 terdapat 7 provinsi baru, 134 kabupaten baru dan 23 kota baru di Indonesia. Dari tahun 1999 – 2008 banyak terbentuk DOB ditingkat II (Kabupatenkota).

  Menurut Simanjuntak (2012:112) kebijaksanaan peningkatan otonomi daerah Menurut Simanjuntak (2012:112) kebijaksanaan peningkatan otonomi daerah

  Sedangkan menurut Sjafrizal (2008:262) faktor-faktor penyebab pemekaran wilayah yaitu:

  1. Perbedaan agama; adanya kecenderungan masyarakat akan lebih senang bila hidup pada suatu daerah dengan agama yang sama.

  2. Perbedaan etnis dan budaya; mayarakat merasa kurang nyaman hidup dengan ethnis, adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda pada suatu daerah.

  3. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah; dalam suatu daerah akan menyebabkan kecemburuan sosial dan merasa dianaktirkan oleh pemerintah pusat.

  4. Luas Daerah; daerah yang luas akan menyebabkan pelayanan publik kurang efektif dan merata keseluruh daerah.

B. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

  Arsyad (2005:6) mendefinisikan pembagunan ekonomi adalah suatu proses yang dapat meningkatkan pendapatan per kapita serta perbaikan sistem kelembagaan dalam jangka waktu panjang. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya PDBPNB yang tidak memperhatikan peningkatannya itu lebih tinggi atau rendah dari tingkat pertumbuhan penduduk dan terjadinya atau tidaknya perubahan struktur ekonomi.

  Boediono (1982:9) menjelaskan ada tiga aspek yang ditekankan pada pertumbuhan ekonomi yaitu “proses”, “output per kapita” dan “jangka waktu”.

  Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses”, bukan berarti suatu gambaran ekonomi pada suatu saat melainkan melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan “output per kapita”, artinya pertumbuhan ekonomi harus menganalisis output total dan jumlah penduduk. Kemudian pertumbuhan ekonomi dari “segi jangka waktu”, artinya pertumbuhan ekonomi tidak bisa dilihat pada waktu satu atau dua tahun saja melainkan harus lebih dari itu.

  Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan non- ekonomi. Faktor ekonomi meliputi: sumber alam, akumulasi modal, organisasi, kemajuan teknologi, pembagian kerja dan skala produksi. Sedangkan faktor non- ekonomi antara lain: faktor sosial, faktor manusia faktor politik dan administratif (Jhingan,2008:67).

  Ada beberapa factor penentu dalam pertumbuhan ekonomi menurut Sukirno (2010:249) antara lain:

  1. Tanah dan Kekayaan Alam lain Kekayaan alam dapat mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi.

  2. Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja Pertambahan penduduk dari waktu ke waktu menjadi faktor penghambat dan pendorong pertumbuhan ekonomi.

  3. Barang-barang Modal dan Tingkat Teknologi Barang-barang modal penting dalam mempertinggi keefisienan pertumbuhan ekonomi. Dan kemajuan ekonomi di berbagai negara ditimbulkan dari kemajuan teknologi.

  4. Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Sistem sosial dan sikap masyarakat bisa menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi.

C. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

  Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat yang berada di wilayah tersebut yang dilihat dari kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut dan pertamban pendapatan itu diukur dalam nilai rill dengan menggunakan harga konstan (Naufal,2010:10).

  Menurut Richardson dalam Naufal (2010:10) ada dua pendekatan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi wilayah yaitu mengadaptasi model-model ekonomi makro yang digunakan dalam teori pertumbuhan agregatif dan menafsirkan pertumbuhan suatu daerah menurut struktur dinamika industrinya. Untuk pendekatan pertama terdapat empat model umum yaitu:

  1. Model Neo Klasik

  Pada model neo-klasik ini perhatian dipusatkan pada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi capital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam pertumbuhan ekonomi (Boediono,1982:87).

  2. Model Basis Ekspor

  Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif (Competitive Advantege) yang dimiliki daerah bersangkutan (Sjafrizal,2008:87).

  3. Model Interegional Income

  Pertumbuhan ekonomi daerah ditentukan oleh perdagangan antar daerah, dimana perdagangan antar daerah tersebut dibagi atas barang konsumsi dan barang modal (Sjafrizal,2008:93).

  4. Model Penyebab Berkumulatif

  Model ini tidak meyakini bahwa pemerataan pembangunan antar daerah bisa diselesaikan dengan mekanisme pasar. Menurut model ini, ketimpangan antar daerah bisa dikurangi melalui program pemerintah (Sjafrizal,2008:98).

  Menurut Nur Pratama dalam Al Faiz (2011:26), alat ukur kemajuan perekonomian sebuah wilayah yaitu:

  1. Produk Domestik Bruto (PDRB)

  Produk Domestik Bruto (PDB) atau di tingkat regional dikenal dengan Produk Domesrik Regional Bruto (PDRB) yaitu banyaknya barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam jangka 1 tahun yang dinyatakan dalam harga pasar.

  2. Produk Domestik PerkapitaPendapatan perkapita

  Untuk mengukur kesejahteraan penduduk lebih baik maka dapat menggunakan Produk Domestik Bruto per kapita atau Produk Domestik Regional Bruto per kapita.

  Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi suatu daerah menurut Kuncoro dalam Sianturi (2011:37) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

  Pertumbuhan ekonomi = PDRBt – PDRBt- 1 x 100 PDRBt- 1

  Sedangkan untuk mengukur laju pertumbuhan rata-rata pertahun digunakan digunakan rumus sebagai berikut:

  = laju pertumbuhan ekonomi rata-rata

  n

  = jumlah tahun (dihitung sampai dengan) Tn = data tahun sebelumnya To = data tahun tertentu

  Kemudian menurut Sjafrizal (2009:183) karena pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat beragam dan untuk mengetahui klasifikasi pertumbuhan ekonomi Kemudian menurut Sjafrizal (2009:183) karena pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat beragam dan untuk mengetahui klasifikasi pertumbuhan ekonomi

  1. Kuadran I merupakan Daerah Maju; dimana laju pertumbuhan dan pendapatan per kapita lebih tinggi dari rata-rata.

  2. Kuadran II merupakan Daerah Maju Tapi Tertekan; dimana tingkat pendapatan per kapita daerah telah lebih tingg dari rata-rata.

  3. Kuadran II merupakan Daerah Berkembang; dimana tingkat pendapatan perkapita masih berada di bawah rata-rata tetapi laju pertumbuhan daerah ini telah berada di atas rata-rata.

  4. Kuadran IV merupakan Daerah Terbelakang; dimana baik laju pertumbuhan maupun pendapatan per kapita daerah ini berada di bawah nilai rata-rata.

  Laju Pertumbuhan

  Laju pertumbuhan

  Laju pertumbuhan di

  Pendapatan

  di atas rata-rata

  bawah rata-rata

  Perkapita

  Pendapatan perkapita di

  Daerah maju

  Daerah maju tapi

  atas rata-rata

  tertekan.

  Pendapatan perkapita di

  Daerah berkembang

  Daerah relatip

  bawah rata-rata

  tertinggal:

D. Kontribusi Sektor Pertanian

  Menurut Todaro (2000:432) saat ini para ahli ekonomi kurang memberikan perhatian terhadap pembangunan dengan upaya industrialisasi yang cepat karena mereka telah sadar daerah pedesaan dan sektor pertanian tidak bersifat pasif, bahkan Menurut Todaro (2000:432) saat ini para ahli ekonomi kurang memberikan perhatian terhadap pembangunan dengan upaya industrialisasi yang cepat karena mereka telah sadar daerah pedesaan dan sektor pertanian tidak bersifat pasif, bahkan

  Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal (Jhingan, 2008:362):

  1. Meningkatkan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang semakin meningkat;

  2. Meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier;

  3. Menyediakan tambahan penghasil devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus-menerus;

  4. Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah; dan

  5. memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan. Namun, di sisi lain apabila sektor pertanian tidak dirancana secara serius maka akan menimbulkan permasalahan seperti kemiskinan. Menurut Todaro (2000:431), pembangunan pertanian sangat penting dilakukan untuk mengubah pola pertanian dari subsisten menjadi berorientasi pasar, karena 70 penduduk miskin di wilayah pedesaan penghidupanya bersumber dari pertanian subsisten.

  Penyebab utama atas semakin memburuknya kinerja pertanian di negara-negara berkembang adalah terabaikannya sektor pertanian yang sangat penting di dalam perumusan prioritas pembangunan oleh pemerintah negara-negara berkembang (Todaro, 2000:438).

  Menurut Adrimas (1984:31) sektor pertanian mempunyai beberapa peranan penting dalam suatu negara:

  1. Pertanian sebagai sumber manpower bagi industrialisasi. Peningkatan produktivitas pertanian memungkinkan para pekerja untuk keluar dari sektor pertanian dan masuk ke sektor industri tanpa menimbulkan gangguan terhadap supply pangan.

  2. Sektor pertanian diperlukan untuk men-supply pangan dan raw material untuk keperluan sektor industri dan pekerja-pekerja sektor industri di kota.

  3. Sektor pertanian harus menyediakan jasa vital karena sebagai primary product yang merupakan sumber penerimaan ekspor yang penting di negara-negara terbelakang.

  4. Sektor pertanian menjadi sumber saving utama untuk pendapatan nasional yang bisa digunakan untuk investasi

  5. Sektor pertanian yang menyediakan pasar yang diperlukan oleh sektor industri. Dijelaskan pula oleh Gammel (1987:492) peranan sektor pertanian di negara berkembang antara lain:

  1. Pertanian merupakan sektor yang mendominasi yang bisa dilihat sumbangannya dalam GDP di beberapa negara berkembang.

  2. Sektor pertanian menyediakan bahan mentah untuk bahan baku industri di negara berkembang.

  3. Sektor pertanian menyediakan tenaga kerja bagai pertumbuhan sektor perekonomian non-pertanian.

  4. Elastisitas pasokan pangan akan sangat menentukan proses pemupukan modal dan peningkatan laju pemupukan modal dapat meningkatkan kemajuan sektor pertanian.

  5. Pertanian merupakan sumber devisa dan memberikan sumbangan terhadap neraca pembayaran dengan meningkatkan penerimaan suatu negara dari ekspor.

  6. Distribusi pendapatan di sektor pertanian yang adil akan mendorong permintaan terhadap produk-produk industrialisasi dan membantu proses industrialisasi.

  Negara Indonesia merupakan negara salah satu berkembang, masyarakatnya banyak bekerja di sektor pertanian, sehingga di beberapa daerah di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi daerahnya. Menurut Jhingan (2008:363) di negara yang sektor pertaniannya dominan, Negara Indonesia merupakan negara salah satu berkembang, masyarakatnya banyak bekerja di sektor pertanian, sehingga di beberapa daerah di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi daerahnya. Menurut Jhingan (2008:363) di negara yang sektor pertaniannya dominan,

E. Penelitian Terdahulu

  Zulhadi (2009) meneliti tentang Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Riau. Peneliti ini mengetahui kontribusi sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor jasa mempunyai tingkat pertumbuhan rata-rata yang paling tinggi yaitu 10.62 persen. Sektor jasa memberikan kontribusi 16.83 persen untuk pertumbuhan ekonomi. Kemudian diikuti oleh sektor pertanian dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 10.47 persen dan menyumbangkan sebesar 2.77 persen pada pertumbuhan ekonomi. Manakala tingkat pertumbuhan rata- rata sektor industri hanya sebesar 1.38 persen dan bahagian yang disumbangkan terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP) sebesar 3.00 persen.

  Naufal (2010) meneliti tentang Peranan Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Pemerintah Aceh. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar dalam perekonomian daerah Pemerintah Aceh yaitu menyumbang rata-rata 20,97 persen per tahun terhadap PDRB, sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah, sektor pertanian mempunyai korelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi pemerintah Aceh.

  Yulianti (2011) meneliti tentang Evaluasi Hasil Pemekaran: Studi Kasus Pemekaran Kabupaten. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB DOHP sedikit lebih tinggi dibanidngkan daerah control dan lebih rendah dari daerah induk, rata-rata pertumbuhan kontribusi PDRB DOHP memiliki rata-rata pertumbuhan lebih tinggi dari daerah induk dan daerah control, perkembangan pertumbuhan PDRB per kapita DOHP lebih tinggi dari daerah control dan lebih rendah dari daerah induk, rata-rata pertumbuhan penduduk tidak miskin Yulianti (2011) meneliti tentang Evaluasi Hasil Pemekaran: Studi Kasus Pemekaran Kabupaten. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB DOHP sedikit lebih tinggi dibanidngkan daerah control dan lebih rendah dari daerah induk, rata-rata pertumbuhan kontribusi PDRB DOHP memiliki rata-rata pertumbuhan lebih tinggi dari daerah induk dan daerah control, perkembangan pertumbuhan PDRB per kapita DOHP lebih tinggi dari daerah control dan lebih rendah dari daerah induk, rata-rata pertumbuhan penduduk tidak miskin

  Dari penelitian terdahulu di atas yang menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi, perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu kontribusi pertanian yang akan dianalisis di Kabupaten yang merupakan Daerah Otonomi Hasil Pemekaran, tidak melihat kontribusi sektor pertanian terhadap sumbangan tenaga kerja. Sedangkan kesamaan dengan penelitian tedahulu ini yaitu menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang menggunakan data PDRB daerah.

  Dari penelitian terdahulu yang menganalisis peranan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi, perbedaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu menganalisis kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Daerah Otonomi Hasil Pemekaran, dan tidak melihat pengaruh sektor pertanian terhadap ketimpangan daerah. Sedangkan kesamaan dengan penelitian terdahulu ini yaitu menganalisis peran sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan menggunakan data PDRB Daerah.

  Dan dari penelitian mengenai evaluasi hasil pemekaran pemekaran: studi kasus pemekaran kabupaten, perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan hanya akan berfokus pada pertumbuhan ekonomi DOHP dan perkembangan kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi DOHP. Sedangkan kesamaannya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu menganalisis pertumbuhan ekonomi DOHP kabupaten.

F. Kerangka Pemikiran Peneliti OTONOMI DAERAH

  Pemekaran Daerah

  Percepatan Pembangunan Ekonomi

  Pertumbuhan ekonomi

  Kontribusi Sektor Pertanian

  daerah

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di Daerah Otonomi Hasil Pemekaran (DOHP) yang ada di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan (November – Desember 2013), yaitu setelah dikeluarkannya surat izin penelitian dari Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

B. Data dan Sumber Data

  Dalam penelitian ini, secara umum data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui instansi atau lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan penelitian ini, seperti: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, Badan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Sumatera Barat dan instansi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder antara lain Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB), dan Pertumbuhan Ekonomi daerah serta Pendapatan Perkapita.

C. Variabel yang diamati

  Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variable-variabel penelitian ini adalah: Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mulai dari tahun 1987 (Khusus untuk Kabupaten Padang Pariaman dan Kepulauan Mentawai), tahun 1998 sampai dengan 2012, laju pertumbuhan PDRB dari tahun 1995-2012 dan data pendapatan perkapita tahun 1995-2012.

1. Defenisi Konsep

  a. PDRB adalah jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.

  b. Laju pertumbuhan PDRB adalah menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu.

  c. PDRB per kapita adalah nilai PDRB dibagi jumlah penduduk dalam suatu wilayah per periode tertentu

2. Defenisi Operasional

  a. Dalam penelitian ini PDRB yang digunakan adalah PDRB Daerah Otonomi Hasil Pemekaran dan daerah induknya atas dasar harga konstan dari tahun 2004 – 2012 dan 2000 – 2012 (untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai).

  b. Laju pertumbuhan PDRB sebelum pemekaran tahun 1995 – 2003 dan 1987 – 1999 (untuk Kabupaten Padang Pariaman), dan setelah pemekaran 2004 – 2012 dan 2000 – 2012 (untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai).

  c. PDRB per kapita atas dasar harga konstan sebelum pemekaran tahun 1995 – 2003 dan 1987 – 1999 (untuk Kabupaten Padang Pariaman), dan setelah pemekaran 2004 – 2012 dan 2000 – 2012 (untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai).

D. Metode Analisis Data

  Analisis data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif karena data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data numerikal (angka). Analisis kuantitatif mencakup:

  1. Untuk tujuan pertama, yaitu menganalisis klasifikasi pertumbuhan ekonomi DOHP di provinsi Sumatera Barat dibandingkan daerah induknya dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen yang secara rinci dapat dilihat pada di bawah ini. (Sjafrizal, 2009:183)

  Tabel 2. Analisis Klasifikasi Tipologi Klassen

  Dimana:

  r i = Laju pertumbuhan PDRB DOHPDaerah induk i r n = Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Barat Y i = PDRB per kapita DOHPdaerah induk i

  Y

  = PDRB per kapita Provinsi Sumatera Barat

  2. Untuk tujuan kedua, menganalisis peran dan kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi DOHP dibandingkan dengan daerah induknya di provinsi Sumatera Barat menggunakan analisis pengganda, yang diformulasikan sebagai berikut (Budiharsono dalam Agustono,2013:287):

  = Total PDRB

  Yp

  = PDRB Sektor Pertanian

  M

  = Nilai Pengganda

  3. Untuk tujuan ketiga, yaitu menganalisis perkembangan kontribusi sektor pertanian di DOHP dibandingkan daerah induknya di provinsi Sumatera Barat. Sebelum menganalisis perkembangannya kita perlu mengetahui dahulu kontribusi sektor pertanian dalam PDRB dengan menggunakan rumus di bawah ini:

  Kontribusi sektor = PDRBit x 100

PDRBt Total

  dimana:

  PDRBit

  = PDRB sektor i pada tahun t

  PDRBt total = Jumlah PDRB pada tahun t

  Kemudian untuk menganalisis perkembangan kontribusi sektor pertanian di Daerah Otonomi Hasil Pemekaran dengan menggunakan analisis trend dengan teknik bunga berganda. Formula umum yang digunakan yaitu (Sjafrizal,2009:147):

  i= √ [log (Pt Po)t] – 1

  Untuk mengetahui nilai Pt dapat menggunakan rumus di bawah ini:

  Pt = Po (1+i) t

  Dimana:

  Pt

  = nilai variable yang dianalisis pada tahun t

  Po

  = nilai variable tersebut pada tahun dasar

  I = laju pertumbuhan dalam periode antara tahun dasar dan tahun akhir data tersedia.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Provinsi Sumatera Barat

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah

  Daerah Pemerintah Sumatera Barat terletak di sebelah barat pulau Sumatera dengan luas daerah sekitar 42,2 ribu Km 2 . Letak geografis provinsi Sumatera Barat

  0 0 0 terletak antara 0 0 54’ Lintang Utara dan 3 30’ Lintang Selatan serta 98 36’ dan 101 53’ Bujur Timur. Provinsi Sumatera Barat ini dibatasi oleh (BPS,2011): Samudera

  Indonesia di sebelah Barat.

  a. Provinsi Sumatera Utara di sebelah Utara

  b. Provinsi Riau di sebelah Timur

  c. Provinsi Jambi di sebelah Selatan Letak geografis Pemerintah Sumatera Barat dikelilingi oleh daratan kecuali di

  sebelah Barat yang berbatasan dengan Samudera Indonesia, sehingga membuat provinsi ini bisa melakukan hubungan kegiatan ekonomi yang mudah dengan provinsi Sumatera Utara, Riau dan Jambi yang mengelilinginya.

2. Wilayah Administrasi

  Pemerintah Sumatera Barat secara administratif kini terdiri dari 12 Kabupaten dan 7 Kota, dapat dilihat pada dibawah ini. Tabel 3. KabupatenKota di Daerah Pemerintah Sumatera Barat

  Kabupaten Luas (Km 2 )

  Kota Luas (Km 2 )

  Kepulauan Mentawai

  6.011,35 Padang

  Pesisir Selatan

  5.794,95 Solok

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15