Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Tanaman Karet
Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) mulai dikenal di Indonesia sejak

zaman penjajahan Belanda. Awalnya, tanaman karet ditanam di Kebun Raya
Bogor sebagai tanaman yang baru dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan
sebagai tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia
(Suwarto, 2010).
Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, karet merupakan
tanaman yang cocok ditanam di daerah tropis. Daerah tropis yang baik ditanami
tanaman karet mencakup luasan antara 15°LU-10° LS. Suhu harian yang sesuai
untuk pertumbuhan dan perkembangannya adalah 25-30°C. Tanaman karet dapat
tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-600 m dpl. Curah hujan yang cukup antara
2.000-2.500 mm/tahun adalah salah satu kondisi yang disukai oleh tanaman karet.
Dalam sehari, tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang
cukup yaitu antara 5-7 jam per hari (Suwarto, 2010).

Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam
industri otomotif. Karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia.
Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% di
antaranya (2,9 juta hektar) merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat
atau petani skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara
atau swasta. Sumatra dan Kalimantan adalah daerah penghasil karet terbesar di
Indonesia dengan sentra produksi tersebar di Sumatra Selatan (668 ribu hektar),

8
Universitas Sumatera Utara

9

Sumatra Utara (465 ribu hektar), Jambi (444 ribu hektar), Riau (390 ribu hektar),
dan Kalimantan Barat (388 ribu hektar). Sementara Sulawesi Selatan adalah
provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar
19 ribu hektar (Janudianto dkk, 2013).
2.1.1. Biaya Usahatani Karet
Dalam Natalia (2013) Biaya usahatani karet merupakan korbanan yang

dikeluarkan untuk menunjang keberhasilan usahatani.Biaya dalam usahatani karet
terdiri dari biaya sarana produksi seperti bibit, pupuk, dan pestisida, kemudian ada
juga biaya tenaga kerja, yang mana biaya ini dikeluarkan karena adanya tenaga
yang dikeluarkan dalam melangsungkan keberhasilan dalam usahatani tersebut.
Tenaga kerja dalam usahatani karet bisa berasal dari tenaga kerja dalam keluarga
maupun tenaga kerja luar keluarga. Selain itu, biaya usahatani karet dapat berupa
alat – alat pertanian yang dibutuhkan dalam usahatani seperti pisau sadap,
mangkok getah, kawat penyangga, ember pengutip, dan knapsack sprayer. Dari
keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani karet, biaya yang paling
besar adalah biaya tenaga kerja.
Rata – rata biaya produksi karet di Desa Buntu Bayu dalam setahun
sebesar Rp 11.332.044/Ha. Dengan biaya produksi terbesar adalah tenaga kerja
sebesar Rp 9.942.857/Ha. Sedangkan biaya produksi terkecil adalah PBB sebesar
Rp 35.000/Ha (Natalia, 2013).
2.1.2. Pendapatan Usahatani Karet
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan
ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun

Universitas Sumatera Utara


10

pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan
luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih
menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet
rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk
olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber).
Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua,
rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi
kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan
peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir (Anonymous, 2016).
Sekitar 7 juta petani Indonesia menggantungkan pendapatan dari menanam
dan menjual karet. Data tahun 2000 sampai 2005 menunjukkan bahwa produksi
karet didominasi oleh petani kecil yang mengelola sekitar 85% dari total area
penanaman karet yang menghasilkan 81% dari total produksi lateks di Indonesia.
Perkebunan milik pemerintah hanya mencakup 6,3% dari seluruh areal
penanaman karet, sementara perkebunan swasta berskala besar mencakup 8,2%
(Smith, 2013).
Menurut Tohir (1991), tingkat kesejahteraan petani sering dikaitkan

dengan keadaan usahatani yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan petani.
Penerimaan yang berkurang akan diikuti dengan semakin rendahnya pendapatan
yang diterima petani. Pendapatan yang rendah tentunya dapat menyurutkan
semangat kerja petani dalam mengusahakan usahatani karetnya, salah satunya
misal petani enggan melakukan penyadapan. Jika karet tidak disadap, maka
produksi ataupanen akan menurun. Produksi yang menurun tentunya akan
berimbas pula dengan semakin menurunnya pendapatan yang diterima petani.

Universitas Sumatera Utara

11

Total pendapatan petani dapat bersumber dari pendapatan petani dan
usahataninya dan pendapatan petani dari luar usahataninya. Menjelaskan bahwa
pendapatan petani dari usahataninya adalah sebagian dari pendapatan kotor yang
karena tenaga keluarga dan kecakapannya memimpin usahanya dan sebagai bunga
dari kekayaannya sendiri yang telah dipergunakan dalam usahataninya menjual
hak dari keluarganya. Pendapatan

petani dari usahataninya juga dapat


diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya alat luar
(Suratiyah, 2006).
Pendapatan petani karet di Desa Buntu Bayu dalam setahun sebesar Rp
13.042.356/Ha. Dengan harga jual sebesar Rp 12.000/kg. Sehingga diperoleh
penerimaan sebesar Rp. 24.374.400. Dan untuk memperoleh pendapatan bersih
maka penerimaan tersebut dikurangkan dengan biaya produksi sebesar Rp
11.332.044. maka diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 13.042.356 (Natalia,
2013).
2.2.

Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis) berasal dari Afrika barat,

merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati

yang mempunyai

produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda

pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun
Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan
dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman
kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan

Universitas Sumatera Utara

12

tanaman

untuk

tujuan

komersial

baru

dimulai


pada

tahun

1911

(Anonymous,2016).
Peluang usaha pembudidayaan kelapa sawit di Indonesia sangatlah besar.
Budidaya kelapa sawit bukanlah budidaya yang musiman, melainkan tahunan.
Kelapa sawit mampu berproduksi lebih dari 20 tahun. Tentu hal ini sangat
menguntungkan bagi para pelaku usaha budidaya kelapa sawit dalam jangkawaktu
yang panjang. Telah diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil
komoditi kelapa sawit terbesar di dunia (Adi, 2010).
Prospek pengembangan kelapa sawit perkebunan rakyat sangat ditentukan
oleh adanya kebijakan ekonomi yang memihak kepada rakyat, agar mendorong
terwujudnya kesejahteraan rakyat. Pengembangan perkebunan rakyat diyakini
tidak saja akan meningkatkan kesejahteraan rakyat, bahkan dapat meningkatkan
devisa negara, penyerapan tenaga kerja baik pada sektor industri hulu yaitu
perkebunan itu sendiri maupun industri hilirnya. Komoditi kelapa sawit berbeda

dengan komoditi perkebunan lain, karena memerlukan pabrik yang dekat dengan
petani, agar buah yang dihasilkan dapat segera dikirim ke pabrik (dalam waktu ±
24 jam) supaya kualitas minyak tidak mengandung asam lemak yang tinggi
(Mubyarto, 1989).
Kelapa sawit merupakan komoditi yang paling mendominasi luas areal
perkebunan Indonesia, data tahun 2010 menunjukkan bahwa luas kebun kelapa
sawit mencapai 7.824 ribu ha yang terdiri dari perkebunan swasta 3.893 ribu ha
(49,75 persen), perkebunan rakyat 3.314 ribu ha ( 42.35 persen) dan perkebunan
milik pemerintah 616 ribu ha (7,9 persen). Pada periode 2005-2010, pertumbuhan
luas areal perkebunan rakyat mencapai 8,13 persen pertahun, diikuti perkebunan

Universitas Sumatera Utara

13

swasta 1,6 persen pertahun dan pertumbuhan perkebunan negara yang relatif
kecil, yaitu meningkat rata-rata 1,03 persen pertahun (Direktorat Jenderal
Perkebunan , 2010) .
2.2.1. Biaya Usahatani Kelapa Sawit
Biaya yang digunakan dalam berusahatani kelapa sawit dipengaruhi oleh

jarak tanam. Jika jarak tanam yang diterapkan terlalu luas maka pertumbuhan
gulma pengganggu tanaman kelapa sawit akan cepat dan memerlukan biaya untuk
membasmi gulma pengganggu. Jarak tanam juga berpengaruh terhadap
penyinaran matahari terhadap tanaman kelapa sawit. Jika jarak tanam yang
digunakan terlalu rapat maka buah akan cepat busuk dan rawan terserang
penyakit, sehingga berpengaruh terhadap produksi tandan buah segar (TBS).
Selain jarak tanam kondisi lahan atau keadaan lahan kelapa sawit juga
mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani. Jika lahan yang
dimiliki oleh petani berbukit atau berair (tanah rawa) maka perlu penanganan
perlakuan khusus, sehingga memerlukan biaya yang cukup tinggi. Perlakuan
khusus misalnya, lahan yang berbukit dibuatkan jalan untuk mengeluarkan tandan
buah segar (TBS) dari lahan. Lahan rawa misalnya diberikan perlakuan khusus
seperti membuatkan irigasi atau pengairan agar tanah atau lahan menjadi kering
sehingga tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik (Mustapa, 2013).
Untuk mencapai tingkat efisiensi biaya yang optimal, diperlukan skala
ekonomi untuk luasan perkebunan kelapa sawit yang akan dikelola. Dalam tingkat
skala usaha yang optimal tersebut, seluruh komponen biaya tetap (fixed cost) akan
berfungsi secara maksimal sehingga harga pokok persatuan produk akan menjadi
lebih kompetitif. Biaya diatas adalah biaya-biaya pokok yang dikeluarkan untuk


Universitas Sumatera Utara

14

sistem pegelolaan tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan sehingga dapat
dimanfaatkan petani untuk meningkatkan pendapatannya. Pengelolaan yang baik
akan berdampak pada produktivitas tanaman dalam memberikan hasil produksi yang
optimal bagi petani kelapa sawit sehingga mampu memberikan keuntungan secara
signifikan (Lembaga Pertanian Perkebunan, 2000).
Dalam mekanisme input-proses-output, mutu bahan baku sangat menentukan
produk yang dihasilkan. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi kelapa
sawit mencakup :
a.

Biaya pemeliharaan tanaman seperti: pemberantasan gulma, pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit, tunas pokok (pruning), konsolidasi, pemeliharaan
terasan dan tapak kuda, pemeliharaan prasarana.

b. Biaya panen atau biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan segala aktivitas untuk
mengeluarkan produksi (TBS) atau hasil panen dari lapangan (areal) ke agen

pengepul atau kepabrik seperti biaya tenaga kerja panen, biaya pengadaan alat kerja
dan biaya angkutan (Antoni, 1995).
Rata – rata biaya produksi kelapa sawit didesa Buntu Bayu dalam setahun
sebesar Rp 11.486.004/Ha. Dengan biaya produksi terbesar adalah tenaga kerja
sebesar Rp 9.981.429/Ha. Sedangkan biaya produksi terkecil adalah PBB sebesar
Rp 35.000/Ha. Dapat dilihat dari biaya produksi usahatani karet diatas dan kelapa
sawit bahwa biaya produksi tertiggi adalah usahatani kelapa sawit sebesar R
11.486.004/Ha/Tahun (Natalia, 2013).
2.2.2. Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit
Produk minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia
mengalami peningkatan harga yang signifikan. Harga minyak sawit secara historis

Universitas Sumatera Utara

15

terus meningkat. Peningkatan harga minyak sawit (CPO, crude palm oil) ini juga
mendongkrak harga buah sawit (TBS, tandan buah segar). Para petani kelapa
sawit memperoleh manfaat dari hasil menjual buah sawit kepada pabrik-pabrik
pengolah buah sawit menjadi CPO. Oleh karenanya, harga TBS merupakan salah
satu indikator penting yang dapat mempengaruhi penawaran petani kelapa sawit
(Arianto, 2008).
Penerimaan usahatani ialah perkalian antara jumlah produksi kelapa sawit
(tandan buah segar) yang dihasilkan atau diperoleh dengan harga jual. Jadi
penerimaan ditentukan oleh besar kecilnya jumlah produksi yang dihasilkan dan
harga dari produksi tandan buah segar tersebut (Mustapa, 2013).
Usahatani kelapa sawit yang berhasil memang menjanjikan pendapatan
yang baik. Namun, tidak semua petani khususnya di Desa Suliliran Baru yang
mengusahakan kelapa sawit. Ini dikarenakan, untuk mengusahakan kelapa sawit
diperlukan modal yang cukup besar dan ketekunan yang baik karena usahatani ini
memerlukan penanganan yang intensif. Selain itu, tidak jarang pengusaha kelapa
sawit ini mengalami kegagalan dan kerugian yang berat, baik karena serangan
hama dan penyakit maupun faktor alam (Mursidah, 2008).
Pendapatan petani kelapa sawit didesa Buntu Bayu dalam setahun sebesar
Rp 11.846.356 /Ha. Dengan harga jual sebesar Rp 1.300/kg. Sehingga diperoleh
penerimaan sebesar Rp. 23.332.400/Ha. Dan untuk memperoleh pendapatan
bersih maka penerimaan tersebut dikurangkan dengan biaya produksi sebesar Rp
11.486.004/Ha. Dapat dilihat dari pendapatan usahatani karet diatas dan kelapa
sawit

bahwa

pendapatan

tertiggi

adalah

usahatani

karet

sebesar

R

13.042.356/Ha/Tahun (Natalia, 2013).

Universitas Sumatera Utara

16

2.3.

Landasan Teori

2.3.1. Komparatif
Analisis komparatif atau analisis komparasi atau uji beda adalah bentuk
analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan diantara dua kelompok data
(variabel) atau lebih. Analisis komparatif atau uji perbedaan ini sering disebut uji
signifikansi. Terdapat dua jenis komparatif, yaitu komparatif antara dua sampel
dan komparatif k sampel (komparatif antara lebih dari dua sampel). Kemudian
setiap model komparatif sampel dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampel yang
berkolerasi (terkait) dan sampel yang tidak berkolerasi atau independen
(Misbahuddin dan Iqbal, 2013).
Sampel dikatakan berkolerasi (terkait) apabila sampel-sampel tersebut satu
sama lain tidak terpisah secara tegas (nonmutually exclusive), artinya anggota
sampel yang satu ada yang menjadi anggota sampel lainnya. Sampel-sampel
dikatakan independen (saling lepas) apabila sampel-sampel tersebut satu sama
lain terpisah secara tegas, artinya anggota sampel yang satu tidak menjadi anggota
sampel lainnya (Hasan, 2010).
Dalam kasus satu sampel, uji parametrik yang digunakan adalah t-test
untuk membedakan antara rata-rata nilai sampel pengamatan (observed) dengan
nilai rata-rata yang diharapkan (populasi). Uji t mengasumsikan bahwa populasi
didistribusi normal atau skore sampel berasal dari populasi yang terdistribusi
normal. Interpretasi dari uji t mengasumsikan bahwa variabel diukur paling tidak
dengan skala interval (Ghozali, 2006).

Universitas Sumatera Utara

17

2.3.2. Usahatani
Menurut Rahim dan Diah (2008) usahatani adalah ilmu yang mempelajari
tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga
kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan
kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan
usahataninya meningkat. Sistem usahatani merupakan sistem terbuka, dimana
berbagai input (unsur hara, air, informasi, dan sebagainya) diterima dari luar dan
sebagian dari output meninggalkan sistem untuk dikonsumsi maupun dijual.
Sumber modal dalam usahatani berasal dari petani itu sendiri atau dari
pinjaman. Besar kecilnya modal yang dipakai ditentukan oleh besar kecilnya skala
usahatani. Makin besar skala usahatani makin besar pula modal yang dipakai,
begitu pula sebaliknya. Macam komoditi tertentu dalam proses produksi pertanian
juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai (Rahim dan Diah, 2008).
2.3.3. Biaya Usahatani
Biaya adalah nilai korbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil.
Menurut kerangka waktu, biaya dapat dibedakan menjadi biaya jangka pendek
dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek terdiri dari biaya tetap (fixed cost)
dan biaya variabel (variable cost), sedangkan dalam jangka panjang semua biaya
dianggap/diperhitungkan sebagai biaya variabel (Hernanto, 1988). Biaya
usahatani akan dipengaruhi oleh jumlah pemakaian input, harga dari input, tenaga
kerja, upah tenaga kerja, dan intensitas pengelolaan usahatani.
Menurut Rahardja dan M. Manurung (2006) biaya-biaya tersebut dapat
didefinisikan sebagai berikut.
1. Biaya tetap (fixed cost – FC)

Universitas Sumatera Utara

18

Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami
perubahan, walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan (dalam batas
tertentu). Artinya biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya
kuantitas produksi yang dihasilkan. Yang termasuk biaya tetap seperti gaji yang
dibayar tetap, sewa tanah, pajak tanah, alat dan mesin, bangunan ataupun bunga
uang serta biaya tetap lainnya.
2. Biaya variabel (variable cost – VC)
Biaya variabel merupakan biaya yang secara total berubah-ubah sesuai
dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya biaya variabel
berubah menurut tinggi rendahnya ouput yang dihasilkan, atau tergantung kepada
skala produksi yang dilakukan. Yang termasuk biaya variabel dalam usahatani
seperti biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, serta termasuk ongkos tenaga
kerja yang dibayar berdasarkan penghitungan volume produksi.
2.3.4. Biaya Penyusutan
Salah satu komponen dalam biaya produksi adalah biaya penyusutan. Alat
– alat pertanianyang digunakan oleh petani dalam suatu kegiatan usahatani
umumnya tidak habis dipakai dalam satu kali musim tanam, untuk itu perlu
dihitung biaya penyusutannya (Soekartawi, 1993).
Salah satu metode perhitungan penyusutan yaitu adalah metode garis lurus
(straight-line method). Berdasarkan metode ini, biaya penyusustan adalah harga
saprodi dikurang nilai sisa. Hal ini menunjukkan total jumlah nilai penyusustan.
Untuk menentukan beban penyusutan setiap tahun adalah dengan membagi biaya
penyusutan dengan masa manfaat saprodi.

Universitas Sumatera Utara

19

Biaya Penyusustan =
2.3.5. Penerimaan dan Pendapatan
Menurut Suratiyah (2006) Penerimaan usahatani adalah perkalian antara
jumlah produksi yang diperoleh dengan harga produksi. Pendapatan usahatani
adalah selisih antara penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali
periode.
Pendapatan dan biaya usahatani ini dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor eksternal terdiri dari umur petani, pendidikan, pengetahuan,
pengalaman, keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas lahan dan modal. Faktor
eksternal berupa harga dan ketersedian sarana produksi. Ketersedian sarana
produksi dan harga tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu meskipun
dana tersedia. Bila salah satu sarana produksi tidak tersedia maka petani akan
mengurangi penggunaan faktor produksi tersebut, demikian juga dengan harga
sarana produksi misalnya harga pupuk sangat tinggi bahkan tidak terjangkau akan
mempengaruhi biaya dan pendapatan.
Dalam usahatani, petani akan memperoleh penerimaan dan pendapatan.
Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam
jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu
pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual,
dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau
makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan
(Soekartawi dkk., 2011).

Universitas Sumatera Utara

20

Penerimaan adalah merupakan hasil kali dari total produksi dan harga jual
produk. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diturunkan rumus sebagai
berikut:

TR = Y . Py

Keterangan:
TR

= Total penerimaan (Rp)

Y

= Produksi yang diperoleh dari usahatani (kg)

Py

= Harga produksi (Rp)
Untuk dapat mengetahui besarnya pendapatan petani, maka kita juga harus

mengetahui besarnya penerimaan dan total biaya. Biaya dapat dibagi menjadi 2
jenis yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap dapat didefenisikan
sebagai biaya yang

jumlahnya relatif tetap dan terus dikeluarkan walaupun

produksi berjumlah banyak ataupun sedikit. Contohnya adalah pajak. Sedangkan
biaya tidak tetap (biaya variabel) dapat didefenisikan sebagai biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana
produksi. Sehingga dari pernyataan tersebut total biaya dapat diturunkan dengan
rumus sebagai berikut:
TC = TFC + TVC

Keterangan:
TC

= Total biaya (Rp)

Universitas Sumatera Utara

21

TFC

= Total biaya tetap (Rp)

TVC

= Total biaya variabel (Rp)
Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai

nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun
yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani (total farm expense) didefenisikan
sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam
produksi. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total
usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (Soekartawi, 1986). Pendapatan
bersih diperoleh dengan mengurangi keseluruhan penerimaan dengan total biaya,
dengan rumus:

Pd = TR - TC

Keterangan:
Pd

= Pendapatan bersih usahatani (Rp)

TR

= Total penerimaan (Rp)

TC

= Total biaya (Rp)

2.3.6. UjiT Sampel Independen
Menurut (Nazir, 2005) Untuk menguji beda dua buah sampel yang
independen, misalnya mean dari sampel perlakuan dan sampel kontrol, uji t dapat
dilakukan dengan prosedur yang akan dijelaskan dibawah ini. dua asumsi dasar
dalam menggunakan uji t adalah Distribusi dari variabel adalah normal, Kedua
populasi dimana sampel tersebut ditarik mempunyai variance yang sama.

Universitas Sumatera Utara

22

Untuk menganalisis perbedaan perbedaan pendapatan usahatani karet
rakyat dan kelapa sawit rakyat, maka dilakukan uji-t sampel independen
(Independent Samples T-test). Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam uji-t
sampel independen adalah data harus homogen atau terdistribusi secara normal,
kedua kelompok data bersifat bebas atau independen (maksud independen adalah
populasi satu dengan yang lainnya tidak berhubungan) (Natalia, 2013).
2.4.

Penelitian Terdahulu

Tabel2.1.
Penelitian Terdahulu
Nama
Judul
Perumusan
No
Peneliti
Penelitian
Masalah
1. Selly
Analisis
- Besarnya biaya
Natalia, komparasi
dan
tingkat
2013
tingkat
pendapatan
usahatani karet
pendapatan
usahatani karet rakyat di daerah
rakyat dengan penelitian
ushatani kelapa - Besarnya biaya
sawit rakyat di dan
tingkat
esa buntu bayu pendapatan
kecamatan
usahatani kelapa
hatunduhan
sawit rakyat di
kabupaten
daerah
simalungun
penelitian
- Bagaimana
perbandingan
biaya usahatani
karet rakyat dan
usahatani kelapa
sawit di daerah
penelitian?
- Bagaimana
perbandingan
pendapatan
usahatani
karetrakyat dan
usahatani kelapa
sawit di daerah
penelitian?

Metode
Kesimpulan
Analisis
Metode
- Besarnya
analisis
biaya
yang
usahatani
karet
rakyat
digunakan
didaerah
adalah
metode
penelitian
analisis
rendah
biaya dan
sehingga
pendapatan
tingkat
serta
uji
pendapatan
beda rata –
usahatani
rata
karet
rakyat
(independen
didaerah
t
samples
penelitian
test)
adalah tinggi.
- Besarnya
biaya
usahatani
kelapa sawit
rakyat
didaerah
penelitian

Universitas Sumatera Utara

23

No

2.

Nama
Peneliti

Renif
Endriani
Harahap,
2013

Judul
Penelitian

Perumusan
Masalah

Analisis
- Berapa besar
komparasi
perbedaan
sosial
produktivitas
ekonomi
usahatani karet
pada
rakyat
didua
usahatani
daerah
tanaman
penelitian
karet rakyat - Berapa besar
di Kabupaten perbedaan
Deli Serdang
biaya Produksi
usahatani karet
rakyat
didua
daerah
penelitian

Metode
Analisis

Kesimpulan

tinggi
sehingga
tingkat
pendapatan
usahatani
kelapa sawit
rakyat
didaerah
penelitian
adalah rendah.
- Tingkat biaya
usahatani
karet
rakyat
lenih rendah
dari
pada
usahatani
kelapa sawit
rakyat
di
daerah
penelitian.
- Tingkat
pendapatan
usahatani karet
rakyat
lebih
tinggi
dari
pada
kelapa
sawit
di
daerah
penelitian.
Metode
- Ada
analisis
perbedaan
yang
nyata produksi
digunakan
usahatani
adalah
karet di dua
metode
daerah
analisis
penelitian
pada tingkat
biaya dan
pendapatan
serta
uji
beda (uji T).

Universitas Sumatera Utara

24

No

3.

Nama
Peneliti

Sisilia
Marshell
a
Silitonga
, 2013

Judul
Penelitian

Perumusan
Metode
Masalah
Analisis
- Berapa besar
perbedaan
pendapatan
bersih
usahatani karet
rakyat didua
daerah
penelitian

Analisis
- Berapa
Komparasi
produktivitas
Tingkat
dan
tingkat
Pendapatan
pendapatan
usahatani kopi
Usahatani
Kopi Dengan arabika pada
setiap
jenis
Berbagai
Pola Tanam
pola tanam

Metode
analisis
yang
digunakan
metode
produktivita
s
dan
pendapata

Kesimpulan
kepercayaan
0,05 t hitung =
2,829 > tTabel=
2,145
- Ada
perbedaan
nyata
produktivitas
usahatani
karet di dua
daerah
penelitian
pada taingkat
kepercayaan
0,05thitung
=
9,324
>
tTabel2,145
- Ada
perbedaan
nyata
pendapatan
bersih
usajatani karet
di dua daerah
penelitian
pada tingkat
kepercayaan
0,05thitung
=
9,510 > tTabel =
2,145.
- Produktivitas
rata – rata
budidaya kopi
arabika yang
ditanami se

Universitas Sumatera Utara

25

No

Nama
Peneliti

Judul
Perumusan
Penelitian
Masalah
(Monokultur
penelitian?
dan
- Bagaimana
polikultur)
komparasi
Dikabupaten
produktivitas
Dairi
dan
tingkat
Kecamatan
pendapatan
Sumbul Desa usahatani kopi
Tanjung
untuk masing –
Beringin
masing
pola
tanam
yang
dilakukan
di
daerah
penelitian?
- Permasalahan
apa
yang
dihadapi petani
dalam
budidaya kopi
secara
monokultur
dan tumpang
sari

Metode
Analisis
rata – rata
(uji t) dan
metode
deskriptif.

Kesimpulan
monokulturyai
tu 79,6% dari
produktivitas
rata – rata
budidaya kopi
arabika yang
ditanami
secara
tumpang sari
dan
pendapatan
rata – rata per
Ha budidaya
kopi arabika
secara
monokultur
67,49% dari
pendapatan
kopi arabika
secara
tumpang sari.
untuk
- Hasil
setiap
komparasi
antara
produktivitas
dan
tingkat
pendapatan
antara
usahatani kopi
arabika secara
monokultur

Universitas Sumatera Utara

26

No

4.

Nama
Peneliti

Marudut
Sitangga
ng, 2010

Judul
Penelitian

Perumusan
Masalah

Analisis
- Bagaimana
komparasi
pelaksanaan
pola
tanam
usaha
tumpang sari
agribisnis
antara pola tomat dengan
cabai didaerah
tanam
tumpang sari penelitian?
tanaman
Bagaimana
tomat
dan penggunaan
cabai dengan biaya produksi
tomat
usaha
monokultur
agribisnis pola
dan
cabai tanam tumpang
monokultur
sari
apabila
dibedakan
dengan
monokultur
penelitian?
- Bagaima
na penerimaan
dan
pendapatan
bersih
usaha
agribisnis pola
tumpang sari

Metode
Analisis

Metode
analisis
yang
digunakan
adalah
metode
analisis
biaya dan
pendapatan
serta
uji
beda rata –
rata
(independen
t
samples
test)

Kesimpulan
dan terima H1.
- Permasalahan
yang dihadapi
petani dalam
budidaya kopi
arabika secara
monokultur
didaerah
penelitian
diantaranya:
pengruh iklim
dan
lingkungan,sk
ala
usaha,
informasi
harga,
rendahnya
pengetahuan
tentang
budidaya
tumpang sari.
- Pelaksanaan
pola tumpang
sari
tomat
dengan cabai
dilakukan
dengan jarak
tanaman tomat
dengan tomat
± 50 cm,
tomat dengan
cabai ± 50 cm
dan bedengan
satu
dengan
bedengan lain
± 2 m. Pada
sistem
tumpang sari,
cabai ditanam
setelah tomat
berusia
3
minggu.

Universitas Sumatera Utara

27

No

Nama
Peneliti

Judul
Pebelitian

Perumusan
Masalah
Apabila
penelitian?
- Bagaimana
penerimaan
dan
pendapatan
bersih
usaha
agribisnis pola
tumpang sari
apabila
dibedakan
dengan
monokultur di
daerah
penelitian?
- Bagaimana
kelayakan
usaha
agribisnis
secara
pola
tumpang sari
apabila
dibedakan
dengan
pola
monokultur di
daerah
penelitian?

Metode
Analisis

Kesimpulan
- tidak
ada
perbedaaan
yang
nyata
antara
total
biaya produksi
total tumpang
sari
dengan
tomat
monokultur.ad
a perbedaan
yang
nyata
antara
total
biaya produksi
total tumpang
sari
dengan
monokultur.
Tidak
ada
perbedaan
yang
nyata
antara
penerimaan
pola
tanam
tumpang sari
tomat-cabai
dengan
monokultur.
ada
- Tidak
perbedaan
yang
nyata
antara
penerimaan
tumpang sari
tomat
cabai
dengan pola
cabai
monokultur.
- Tidak
ada
perbedaan
yang
nyata
antara
pendapatan
tumpang sari
tomat -cabai
dengan tomat
monokultur

Universitas Sumatera Utara

28

No
5.

Nama
Peneliti
Fanani
rizki
pohan,
2013

Judul
Perumusan
Penelitian
Masalah
Analisis
- Apakah faktor
komparasi
– faktor luas
pendapatan
lahan,
biaya
petani sistem produksi dan
tanam
sri harga
gabah
(System of pada
sistem
Rice
tanam
sri
Intensificatio
perbepangaruh
n)
dengan terhadap
petani sistem pendapatan
tanam
petani didaerah
legowo
penelitian?
- faktor
luas
lahan,
biaya
produksi dan
harga
gabah
pada
sistem
tanam legowo
perbepangaruh
terhadap
pendapatan
peta
Petani
didaerah
penelitian?

Metode
Kesimpulan
Analisis
Metode
- Variasi
analisis
pendapatan
yang
pada
sistem
digunakan
tanam
SRI
dalam
sebesar
95,1%.
penelitian
ini
yaitu - Variasi
pendapatan
metode
regresi
pada
sistem
tanam legowo
linier
nerganda,
sebesar
96,6%.
koefisien
determinasi,
Komparasi
uji
F
produksi
serempak
usahatani
dan
uji
antara petani
parsial t.
padi
sawah
sistem tanam
SRI
dengan
petani
padi
sawah sistem
tanam legowo.
Rata – rata
produksi
usahatani
petani sistem
tanam
SRI
sebanyak 5144
kg permusim
tanam
sedangkan
petani sistem
tanam legowo
4555
kg
permusim
tanam.
Komparasi
pendapatan
usahatani antara
petani
padi
sawah
sistem
tanam
SRI
dengan
petani
padi
sawah
sistem
tanam
legowo.

Universitas Sumatera Utara

29

2.5.

Kerangka Pemikiran
Usahatani perkebunan kelapa sawit dan karet merupakan komoditi yang

banyak di budidayakan oleh masyarakat dataran rendah. Tentunya kedua komoditi
tersebut telah banyak mendominasi daerah – daerah tropis dengan ketinggian 1 –
600 mdpl. Dan kedua komoditi ini juga menjadi primadona tanaman perkebunan
dikalangan petani rakyat dataran rendah.
Namun, sering terjadi dilema pada petani untuk melakukan usahatani
kelapa sawit atau karet. dimana pada kenyataannya kedua komoditi perkebunan
ini sering mengalami masalah yang hampir sama terutama dari sisi harga jual.
Karena harga jual antara karet dan kelapa sawit sering mengalami fluktuatif.
Para petani menginginkan pendapatan yang besar dari usahatani mereka.
Dapat mencukupi kebutuhan hidup dan mengembalikan biaya - biaya produksi
yang telah dikeluarkan. Pertimbangan akan pendapatan yang diperoleh dengan
biaya yang telah dikeluarkan juga menjadipertimbangan seharusnya bagi para
petani. Namun Di Desa Ujung Rambe sendiri para petani tidak terlalu banyak
memikirkan hal seperti itu, banyak alasan yang dimiliki namun yang utama
pendapatan mereka dapat bertambah.dan apakah sudah benar keputusan para
petani untuk beralih komoditi menjadi kelapa sawit dengan harapan dapat
meningkatkan pendapatan mereka? Itu akan peneliti jawab melalui penelitian ini
dan peneliti tuangkan melalui kerangka pemikiran dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

30

Petani

Alasan – alasan
petani melakukan
alih komoditi

Usahatani

Karet

Kelapa Sawit

Biaya Produksi

Biaya Produksi

Produksi

Produksi

Harga Jual

Harga Jual

Penerimaan

Penerimaan

Pendapatan

Pendapatan

1. Aspek Ekonomis
- Tingkat harga
- Waktu panen
- Tingkat
keuntungan
- Biaya produksi
2. Aspek Lingkungan
- Keadaan cuaca
- Tenaga Kerja
3. Aspek Teknis
- Teknik
Budidaya
- Pengadaan
pupuk

Komparasi rata – rata
pendapatan
Keterangan:
Menyatakan Alur
Gambar Skema Kerangka Pemikiran Analisis Komparatif Pendapatan Petani
Sebelum dan Sesudah Beralih KeKomoditi Kelapa Sawit

2.6.
1.

Hipotesis Penelitian
Ada Peningkatan Pendapatan petani sesudah beralih ke komoditikelapa
sawit

2.

Perbandingan tingkat pendapatan petani sesudah beralih komoditi lebih
besar daripada sebelum beralih ke komoditi kelapa sawit.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Pendapatan Petani Padi Organik (Studi Kasus: Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang)

14 110 67

Sikap Petani Terhadap Kegiatan Legalisasi Aset Tanah Melalui Program PPAN (Studi Kasus : Desa Lama, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

3 77 69

Analisis Pendapatan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Usaha Ternak Kambing (Studi kasus Desa Bangun Purba dan Desa Batu Gingging Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang)

14 142 127

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

1 10 119

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPETAN DELI SERDANG.

0 3 24

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 14

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 1

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 7

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

2 16 3

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 44