Kandungan Gizi dan Daya Terima Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus (Channa Striata Sp) dan Sari Daun Pandan Wangi (Pandamus Amarylifolius Roxb)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang

sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian,
karena merupakan kelompok yang rawan terhadap kekurangan gizi. Untuk
mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita perlu
diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan. PMT
Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan
sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud berbasis
bahan makanan lokal dengan menu khas daerah yang disesuaikan dengan kondisi
setempat (Ditjen Bina Gizi Kesehatan Ibu Anak, 2011).
Angka balita gizi kurang di Kota Subulussalam masih meningkat. Hal ini
dapat dilihat dari Laporan Dinas Kesehatan Kota Subulussalam tahun 2014.
Angka kurang gizi di Kota Subulussalam adalah 1931 dari 4855 balita yang
ditimbang atau sekitar 39,7%. Diantara 5 Kecamatan yang ada di Kota
Subulussalam, Kecamatan Rundeng yang memiliki angka gizi kurang yang
tertinggi, yaitu dari 318 balita yang ditimbang, ada 224 balita yang mengalami

gizi kurang atau lebih tepatnya ada 70% balita mengalami gizi kurang di
Kecamatan Rundeng. Angka gizi buruk di Kota Subulussalam meningkat
menjadi 17, dengan Kecamatan Rundeng memiliki kasus gizi buruk yang lebih
tinggi dibandingkan empat kecamatan lainnya.

1

Universitas Sumatera Utara

2

Berdasarkan hasil penelitian Sumarmi dan Andarina (2006) diketahui
bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara tingkat konsumsi protein hewani
dengan kadar hemoglobin. Sehingga dianjurkan untuk mengkonsumsi protein
hewani dalam jumlah yang cukup yaitu dua kali lebih banyak dari protein nabati.
Salah satu protein hewani yang mudah diserap adalah protein ikan. Protein
ikan menyediakan dua per tiga dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan
manusia. Selain itu, protein ikan memiliki asam amino essensial yang lebih
lengkap dan susunannya menyerupai asam amino essensial yang dimiliki oleh
manusia sehingga jumlah yang diserap tubuh juga lebih banyak (Saparinto, 2006).

Ikan gabus merupakan ikan yang banyak ditemukan di sungai, danau dan
rawa-rawa di Sumatera dan Kalimantan (Ardianto, 2015) dan diketahui
mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan jenis ikan lainnya. Kadar
protein ikan gabus mencapai 25,5%, lebih tinggi dibandingkan protein ikan
bandeng (20,0%), ikan emas (16,05%), ikan kakap (20,0%), maupun ikan sarden
(21,1%). Kadar albumin ikan gabus bisa mencapai 6,22% (Carvalo, 1998;
Nugroho, 2013).
Albumin merupakan fraksi protein didalam putih telur dan mempunyai
beberapa fungsional yang penting pada proses pengolahan pangan. Untuk
mendapatkan protein albumin yang awet antara lain dapat dilakukan dengan cara
pengeringan (Legowo et al, 2003). Menurut Kusumawardhani (2006), tepung ikan
gabus dapat dimanfaatkan sebagai makanan diet bagi pasien hipoalbuminemia
untuk meningkatkan kadar albumin darah dan mempercepat proses penyembuhan
luka pada pasien pasca operasi.

Universitas Sumatera Utara

3

Ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial. Para praktisi

kesehatan telah memanfaatkan ekstrak ikan gabus sebagai makanan tambahan
(menu ekstra) untuk penderita terindikasi hipoalbuminemia, luka bakar, dan diet
setelah operasi. Dari berbagai studi kasus dan penelitian diketahui bahwa ekstra
ikan gabus secara nyata dapat meningkatkan kadar albumin pada kasus-kasus
albuminemia dan mempercepat proses penyembuhan luka pada kasus pasca
operasi (Nugroho, 2013).
Kecamatan Rundeng merupakan salah satu kecamatan yang menghasilkan
ikan gabus disetiap harinya. Salah satu sungai penghasil ikan gabus di Provinsi
Aceh adalah sungai Lae Soraya. Sungai Lae Soraya terletak di Kecamatan
Rundeng terletak di bagian barat Kota Subulussalam Provinsi Aceh. Di sungai
Lae Soraya ini terdapat berbagai macam jenis ikan air tawar yaitu gabus, lele,
belut, sepat, udang, dan lain sebagainya. Produksi ikan gabus di sungai lae soraya
selalu ada setiap hari, namun produksinya akan lebih meningkat bila terjadi banjir.
Menurut Laporan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia,
pada tahun 2014 produksi ikan gabus di Provinsi Aceh mencapai 117,6 ton dan
khususnya Kota Subulussalam dengan produksi 33,6 ton. Dengan tingkat produksi
seperti ini sangat disayangkan bila hanya sekedar dijadikan sebagai ikan konsumsi
seperti gulai, goreng dan sup, sehingga diperlukan pengolahan sebagai tepung
agar memiliki daya simpan yang lama.
Mi merupakan makanan pokok terbanyak kedua yang dikonsumsi sebagai

sumber karbohidrat selain nasi dan merupakan makanan favorit mulai dari anakanak hingga lanjut usia. Salah satu jenis mi yang mudah diolah adalah mi basah.

Universitas Sumatera Utara

4

Mi basah adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan mengalami proses
perebusan dalam air mendidih terlebih dahulu. Pembuatan mi basah secara
tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan bahan
pembantu seperti telur, air, minyak, dan garam (Astawan, 2008).
Hasil penelitian Permitasari (2013) dan Pang et al., (2013) dalam
pembuatan mi basah ataupun mi instan menyarankan sebaiknya dilakukan
penambahan tepung ikan sebanyak 10%, karena semakin banyak penambahan
tepung ikan yang dilakukan, semakin meningkat nilai gizi pada mi namun dapat
pula menurunkan nilai organoleptiknya.
Daun pandan wangi sering digunakan sebagai pengharum dan pewarna
pada makanan hidangan Asia Tenggara. Hal ini disebabkan karena adanya
komponen dasar aroma dalam pandan yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang
juga terdapat pada bunga melati, hanya saja konsentrasi ACPY yang ada pada
daun pandan lebih tinggi dari pada bunga melati (Cheetangdee dan Siree, 2006).

Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki
kandungan protein dan albumin yang tinggi serta banyak terdapat di Kota
Subulussalam khususnya di kecamatan Rundeng. Ikan ini dipercaya sebagai
makanan pada ibu nifas untuk mempercepat proses penyembuhan lukanya.
Karena bernilai tinggi sebagai obat penyembuhan, masyarakat lebih banyak
menjualnya daripada mengkonsumsinya. Bentuk kepalanya seperti kepala ular
namun rasanya kurang disukai oleh anak-anak karena sedikit amis. Ketersediaan
ikan gabus yang banyak, keterbatasan pengolahan, dan kurang disukai oleh anakanak, membuat penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai bahan pangan

Universitas Sumatera Utara

5

subtitusi dalam pembuatan mi basah. Sebagai penetral aroma ikan, penulis
menggunakan sari daun pandan wangi agar lebih disukai oleh anak-anak.

1.2

Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kandungan gizi dan


daya terima mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun
pandan wangi sehingga dapat berkontribusi untuk memenuhi persyaratan
makanan tambahan bagi balita.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan umum
Untuk mengetahui daya terima mi basah dengan penambahan tepung ikan

gabus dan sari daun pandan wangi.
1.3.2

Tujuan Khusus
Menganalisis kandungan gizi seperti energi, protein dan fe pada mi basah


dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi untuk
memenuhi persyaratan makanan tambahan bagi balita.

1.4

Manfaat Penelitian
1. Memberikan

informasi

tambahan

bagi

masyarakat

tentang

penganekaragaman suatu produk dari pengolahan ikan gabus.
2. Meningkatkan pemanfaatan ikan gabus sebagai substitusi dalam

pengolahan produk makanan sehingga memiliki nilai gizi yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

6

3. Sebagai salah satu makanan alternatif bagi balita kurang gizi untuk
menurunkan kasus kurang gizi di Kota Subulussalam.

Universitas Sumatera Utara