Hubungan Tingkat Kebisingan Jalan Raya Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebisingan
2.1.1 Definisi Kebisingan
Menurut Suma’mur (2009), yang dimaksud dengan kebisingan adalah bunyi
atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga
oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau
suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar
lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena
menganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyibunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan
adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki ( noise is unwanted
sound).

Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat
menurunkan

pendengaran

baik

secara


kuantitatif

(peningkatan

ambang

pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran),
berkaitan dengan faktor intensitas, frekwensi, durasi dan pola waktu (Buchari,
2007). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
48 Tahun 1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha
atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak,
satwa, dan sistem alam.

8
Universitas Sumatera Utara

9


Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Bising
menyebabkan berbagai gangguan terhadap pendengarnya, seperti gangguan
fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang
menggolongkan gangguannya berupa gangguan pendengaran seperti komunikasi
terganggu, ancaman bahaya keselamatan, kelelahan dan stres. Bising dapat
didefenisikan juga sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang menganggu atau
bunyi yang menjengkelkan. Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh
siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi
pekerja akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka
pekerjaaan yang dilakukan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan
sehingga akan menimbulkan kerugian (Anizar, 2009).
Menurut Berglund et.al. (1999) menyatakan bahwa kebisingan kendaraan
adalah sumber utama dari polusi kebisingan terhadap lingkungan, termasuk lalu
lintas jalan, lalu lintas rel dan lalu lintas udara. Hal yang umum terjadi, pada
kebsingan road-contact melebihi kebisingan mesin pada saat kecepatan tinggi
lebih dari 60km/jam.
Berdasarkan pendapat Mulia (2005), terdapat dua karakteristika utama yang
menentukan kualitas suatu bunyi atau suara, yaitu frekuensi dan intensitasnya.
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz (Hz),
yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap detiknya. Sesuatu

benda jika bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu yang
merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya suatu kebisingan terdiri atas
campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi. Nada suatu

Universitas Sumatera Utara

10

kebisingan ditentukan oleh frekuensi getaran sumber bunyi. Intensitas atau arus
energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu satuan logaritmis yang
disebut desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan standar
0,0002 dine (dyne)/cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang
tepat dapat didengar telinga normal. Telinga manusia mampu mendengar
frekuensi bunyi atau suara antara 16-20000 Hz, sedangkan sensitivitas terhadap
frekuensi-frekuensi tersebut tidak sama. Suatu akibat kombinasi antara frekuensi
dan intensitas adalah kekerasan suara yang didengar oleh telinga.
2.1.2 Jenis-Jenis Kebisingan
Menurut Chandra (2007), bahwa jenis-jenis kebisingan yang sering
ditemukan adalah :
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum luas (steady state, wide band

noise), bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk

periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya suara yang ditimbulkan oleh
kipas angin.
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit ( steady state,
narrow band noise), bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya

mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000
Hz). Misalnya suara yang ditimbulkan oleh gergaji sirkuler dan katup
gas.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), bising di sini tidak terjadi
secara terus menerus melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya
suara lalu lintas, suara kapal terbang dilapangan udara.

Universitas Sumatera Utara

11

4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), bising jenis ini
memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat

cepat dan biasanya mengejutkan pendengaranya. Mislanya suara
tembakan atau meriam
5. Kebisingan impulsif berulang, sama dengan bising impulsif, hanya saja
disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya suara yang ditimbulkan
mesin tempa.
Berdasarkan pendapat Buchari (2007) bahwa bising dapat terbagi atas
pengaruhnya terhadap manusia yaitu :
1. Bising yang menganggu (irritating noise), intensitas tidak terlalu keras,
misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi (masking noise), merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan
mempengaruhi kesehatan dan keselamata pekerja, karena teriakan
isyarat atau tanda bahaya tenggelam dari bising sumber lain.
3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise ), adalah bunyi yang
melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak/menurunkan fungsi
pendengaran.
2.1.3 Sumber Kebisingan
Bunyi yang menimbulkan bising disebabkan oleh sumber yang bergetar.
Getaran sumber suara mengganggu molekul-molekul udara di sekitar sehingga
molekul-molekul ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya


Universitas Sumatera Utara

12

gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola rambatan
longitudinal (Suma’mur, 2009).
Menurut Slamet (2006), bermacam-macam sumber kebisingan yang
merupakan dampak dari aktivitas berbagai proyek pembangunan dapat dibagi ke
dalam empat tipe pembangunan yaitu:
1. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan pemukiman
2. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat
tinggal tetap, misalnya untuk perkantoran, gedung umum, hotel, rumah
sakit, sekolah dan lain sebagainya.
3. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan industri.
4. Sumber kebisingan dari tipe pekerjaan umum, mislanya jalan, saluran
induk air, selokan induk air, dan lainnya.
Sementara itu, menurut Saenz et.al (1984), dilihat dari sifat sumber
kebisingan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan lainnya.

2. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal
laut, dan lainnya.
Menurut Buchari (2007), sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber
suara yang dikeluarkannya ada dua yaitu:
1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran.
Contohnya sumber bising dan mesin-mesin yang tak bergerak.

Universitas Sumatera Utara

13

2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis. Contohnya
kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di
jalan.
Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi (Presetoi,
1985) :
1. Bising Interior
Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga
atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio,
televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesinmesin yang ada di gedung tersebut seperti kipas angin, mesin kompresor

pendingin, pencuci pring, dan lain-lain.
2. Bising Eksterior
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut. maupun
udara, dan alat-alat konstruksi.
2.1.4 Pengukuran Kebisingan
Menurut Suma’mur (2009), maksud pengukuran kebisingan adalah :
1. Memperoleh data tentang frekuensi dan intenstas kebisingan di sekolah
atau di mana saja;
2. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi
intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan
dalam rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau
perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan atas ketenangan
dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

14

Menurut Saenz et.al (1984), bahwa dalam pemilihan alat ukur kebisingan
ditentukan oleh jenis kebisingan yang akan diukur. Sebagaimana yang telah

dinyatakan, untuk mengukur intensitas dan menentukan frekuensi kebisingan
diperlukan peralatan khusus yang berbeda bagi jenis kebisingan yang dimaksud
dan untuk memperoleh data hasil pengukuran kebisingan yang akurat juga harus
mengikuti standar yang telah ditetapkan baik nasional maupun interansional
seperti International Electrotechnical Commision (IEC). Jika tujuan dari
pengukuran kebisingan hanya untuk mengendalikan intensitas kebisingan, seperti
misalnya untuk melakukan isolasi mesin atau pemasangan perlengkapan dinding
yang mengabsorpsi suara atau pemilihan alat pelindung telinga, pengukuran tidak
perlu selengkap sebagaimana dimaksudkan dalam rangka lokalisasi secara tepat
sumber kebisingan pada suatu mesin dengan tujuan memodifikasi mesin tersebut
melalui pembuatan desain yang dipakai dasar konstruksi bentuk mesin dengan
tingkat kebisingan yang kurang intensitasnya dan frekuensi yang ditentukan.
Faktor lainnya yang menentukan pemilihan alat pengukur kebisingan adalah
tersedianya tenaga pelaksana untuk melakukan pengukuran terhadap kebisingan
dan juga waktu yang dialokasikan untuk hal tersebut. Sebagaimana sering dialami
kenyataan bahwa lebih disenangi pengumpulan data tentang kebisingan secara
merekamnya (recording) yang kemudian data rekaman dibawa ke laboratorium
untuk dilakukan analisis (Suma’mur, 2009).
Menurut Chandra (2007), alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah
sound level meter . Alat ini mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan dari


frekuensi 20-20000 Hz. Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri,

Universitas Sumatera Utara

15

kecuali untuk kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi
tersendiri. Sebagai alat kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan
suaranya diatur oleh amplifier . Atau suatu piston phone dibuat untuk maksud
kalibrasi tersebut, yang tergantung dari tekanan udara, sehingga perlu koneksi
berdasarkan atas perbedaan tekanan barometer. Kalibrator dengan intensitas tinggi
(125 dB) lebih disukai, oleh karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian
mungkin dipakai untuk mengukur kebisingan yang intensitasnya tinggi. Analisis
frekuensi terhadap suatu kebisingan biasanya diperlukan , dan hal ini dilakukan
dengan menggunakan alat octave. Jika spektrumnya sangat curam dan kandungan
frekuensinya berbeda banyak, dapat dipakai skala 1/3 oktaf. Unntuk filter oktaf
disukai frekuensi-frekuensi tengah 31,5; 63; 125; 250; 500; 1000; 2000; 4000;
8000; 16000; dan 31500 Hz.
Untuk analisis kebisingan lebih lanjut, dapat dipakai narrow-band-analyzer

(alat analisis spektrum tipis), baik latar spektrumnya tetap misalnya 2-200 Hz atau
melebar dengan lebih banyaknya frekuensi. Yang terakhir ini lebih disenangi di
lapangan,

mengingat

komponen frekuensi

kebisingan mungkin

berbeda

tergantung dari frekuensi sumber kebisingan antara lain bisingnya suara beraneka
mesin yang dioperasikan dalam proses produksi (Suma’mur, 2009).
Kebisingan terputus-putus biasanya dibuat rekamannya, dan rekaman
tersebut dibawa ke laboratorium dan dianalisis. Suatu alat perekam suara ( tape
recorder ) dengan kualitas prima sangat diperlukan. Perekam kebisingan demikian

harus mampu mencatat frekuensi dari 20-20000 Hz. Suatu alat kalibrasi juga
sangat diperlukan untuk menjamin ketelitian bekerjanya alat perekam kebisingan

Universitas Sumatera Utara

16

demikian. Alat ini harus mempunyai sifat perbandingan antara sinyal terhadap
kebisingan yang tinggi, dan bekerjanya perekaman berlangsung dengan kecepatan
yang menetap. Untuk kebisingan impulsif digunakan alat analisis kebisingan yang
disebut impact noise analyzer .
Bagi survei pendahuluan masalah kebisingan menetap berkelanjutan,
biasanya diukur intensitas menyeluruh yang dinyatakan sebagai intensitas
kebisingan dengan satuan dB(A); pengkuran intensitas menyeluruh demikian
menggunakan jaringan A dari sound level meter . Dengan penggunaan jaringan
tersebut berarti bahwa kepekaan alat pengukur kebisingan sesuai dengan garis
kepekaan sama yaitu 40 dB, sehingga tidak memberi reaksi kepada intensitas
kebisingan rendah, melainkan memungkinkan diukurnya intensitas kebisingan
tinggi yang berbahaya kepada alat pendengaran.
Menurut Feidihal (2007), bahwa pada sound level meter terdapat tiga skala
pengukuran yaitu :
1. Skala A, yaitu untuk memperlihatka kepekaan yang terbesar pada
frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi untuk intensitas
rendah.
2. Skala B, yaitu untuk memperlihatkan kepekaan telinga terhadap bunyi
dengan intensitas sedang.
3. Skala C, yaitu untuk bunyi dengan intensitas tinggi. Alat ini dilengkapi
dengan Okatve Band Analyzer .
Berdasarkan pendapat Suma’mur (2009), bahwa kebanyakan alat pengukur
kebisingan hanya mengukur intensitas kebisingan pada suatu waktu dan suatu

Universitas Sumatera Utara

17

tempat dan tidak menunjukkan dosis kumulatif paparan seorang tenaga kerja
dalam seluruh waktu kerjanya. Untuk mengukur dosis kebisingan seluruh waktu
digunakan alat pengukur dosis kebisingan perseorangan ( personal noise-dose
meter ).

Dalam upaya pengendalian kebisingan perlu dilakukan evaluasi tingkat
kebisingan dari lingkungan tertentu. Pengukuran tingkat kebisingan dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan yaitu sebagai
berikut (Mukono, 2008):
1. Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB
(A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan
dilakukan setiap 5 (lima) detik.
2. Cara langsung
Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas
penguktan LTMS, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan
pengukuran selama 10 (sepuluh) menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam (LSM) dengan cara
pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 10 jam (LS)
pada selang waktu 06.00-22.00 dan aktifitas dalam hari selama 8 jam
(LM) pada selang 22.00-06.00.

Universitas Sumatera Utara

18

Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan
menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada
malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh :
a. L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00-09.00
b. L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00-11.00
c. L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00-17.00
d. L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00-22.00
e. L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00-24.00
f. L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00-03.00
g. L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00-06.00.
Menurut Prasetio (1985), untuk mengukur tingkat kebisingan secara fisik
dan juga menghubungkan pendengaran dengan reaksi subjektif manusia, sound
level meter menyediakan karakteristik tanggapan frekuensi yang bervariasi

dengan memasukkan skala pengukuran yang ditandai dengan huruf A, B dan C.
Skala ini secara selektif mampu membedakan frekuensi rendah dan frekuensi
tinggi sesuai dengan kurva tingkat kekerasan yang sama dan mendekati tanggapan
frekuensi telinga manusia yang masing-masing mengikuti kekerasan sama 40, 70
dan 100 phon.

Universitas Sumatera Utara

19

Gambar 2.1 Grafik respon A, B, C meter tingkat bunyi standar
Sumber : Prasetio, 1985
Jika kebisingan diukur dengan menggunakan sound level meter dengan
pembobotan, maka tanggapan frekuensi dipilih dengan tingkat kebisingan yang
terukur dan pembacaan yang diperoleh disebut dengan tingkat bunyi. Pembacaan
yang diperoleh pada tanggapan frekuensi A digunakan untuk kebisingan di bawah
55 dB, pengukurannya ditandai dengan dB(A), pada pembacaan tanggapan
frekuensi B digunakan untuk kebisingan antara 55-85 dB, dan untuk tanggapan
frekuensi C digunakan untuk kebisingan diatas 85 dB. Pembacaan yang diperoleh
dengan nilai tanggapan frekuensi C disebut sebagai tingkat tekanan bunyi
(Prasetio, 1985).
2.1.5 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Republik Indonesia Lingkungan
Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan, Nilai Ambang
Batas (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat

Universitas Sumatera Utara

20

kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan
sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan. Baku tingkat kebisingan nilainya disesuiakan dengan peruntukkannya
ataupun dengan lingkungan kegiatan. Baku tingkat kebisingan untuk perumahan
tidak sama dengan perkantoran, sedangkan baku tingkat kebisingan untuk
lingkungan kegiatan rumah sakit juga tidak sama dengan lingkungan kegiatan
sekolah (Mulia, 2005).
Adapun peraturan – peraturan yang menetapkan tentang ukuran kebisingan
yang diperbolehkan berdasarkan lingkungan kegiatan terhadap tingkat kebisingan
dan pemaparan harian terhadap tingkat kebisingan yaitu seperti terlihat pada tabeltabel berikut:
Tabel 2.1 Peraturan tentang Kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405 Tahun 2002
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Perkantoran dan
Industri Berdasarkan Tingkat Pajanan Kebisingan Maksimal
Selama 1 (satu) Hari Pada Ruang Proses
Tingkat Kebisingan
NO
Pemaparan Harian
(dBA)
1
85
8 jam
2
88
4 jam
3
91
2 jam
4
94
1 jam
5
97
30 menit
6
100
15 menit
Catatan: Tingkat kebisingan  140 dBA tidak diperbolehkan meskipun
sesaat.
Sumber : Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002
Tabel 2.2 Peraturan tentang Kebisngan berdasarkan Keputusan Menteri
Republik Indonesia Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996
Tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Kebisingan
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan
dB(A)
a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman
55

Universitas Sumatera Utara

21

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Perdagangan dan Jasa
Perkantoran dan Perdagangan
Ruang Terbuka Hijau
Industri
Pemerintahan dan Fasilitas Umum
Rekreasi
Khusus
- Bandar Udara
- Stasiun Kereta Api
- Pelabuhan Laut
- Cagar Budaya
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah sakit dan sejenisnya
2. Sekolah atau sejenisnya
3. Tempat Ibadah atau sejenisnya
Sumber : Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1996

70
65
50
70
60
70

70
60
55
55
55

Tabel 2.3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 718 Tahun 1987 Tentang
Kebisingan
Tingkat Kebisingan (dBA)
No
Zona
Maksimum yang
Maksimum yang
dianjurkan
diperbolehkan
Zona A adalah zona yang
diperuntukan bagi tempat-tempat
1 penelitian, rumah sakit, tempat
35
45
perawatan kesehatan, atau sosial
dan sejenisnya
Zona B adalah zona yang
diperuntukan bagi perumahan,
2
45
55
tempat pendidikan, rekreasi dan
sejenisnya
Zona C adalah zona yang
3 diperuntukan bagi pertokoan,
50
60
perdagagan, pasar dan sejenisnya
Zona D adalah zonz yang
diperuntukan bagi industri pabrik,
4
60
70
stasiun kereta, terminal bus dan
sejenisnya
Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1987
Sedangkan menurut Saenz et.al. (1984), berdasarkan pedoman yang terdapat di
Jerman yaitu penilaian kebisingan pada area kerja untuk operasi khusus atau VDI-

Universitas Sumatera Utara

22

Guideline Nomor 2058 Tahun 1981, ada tiga kelas tingkat suara yang sesuai

dengan masing-masing kegiatannya yaitu :
1. 55 dB(A)

: terdapat pada tempat kerja yang bersifat intelektual

(misalnya pada kegiatan yang menuntut konsentrasi yang tinggi, berpikir
kreatif, atau pada pembuat keputusan pemerintahan).
2. 70 dB(A)

: terdapat pada pekerjaan yang tidak rumit atau seperti di

bengkel, pasar dan lain-lain.
3. 85 dB(A)

: semua kegiatan lainnya kecuali yang dijelaskan seperti

diatas.
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas tentang kebisingan bahwa tingkat
kebisingan untuk sekolah atau sejenisnya adalah 55 dB dan tidak boleh melebihi
dari 55 dB karena dapat mengganggu kegiatan proses belajar dan mengajar
dikarenakan dapat membuat penurunan konsentrasi dalam belajar dan mengajar.
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405 Tahun 2002 bahwa tingkat kebisingan di sekolah tidak boleh melebihi dari
85 dB/8 jam sehari, namun hal ini tidak cocok digunakan untuk kegiatan belajar
mengajar karena tidak sesuai dengan kondisi proses belajar yang membutuhkan
konsentrasi yang penuh.
Menurut Slamet (2006), berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan ada
beberapa hal yang mempengaruhi perubahan tingkat kebisingan yaitu sebagai
berikut:
1. Jenis kegiatan yang dilakukan di ruang tersebut
2. Jumlah alat yang digunakan yang dapat menjadi sumber kebisingan

Universitas Sumatera Utara

23

3. Jumlah manusia yang terdapat di dalamnya terhadap luasnya ruangan
4. Jumlah manusia yang melakukan pembicaraan antar sesama di ruanagan
tersebut.
2.1.6 Dampak Kebisingan
Menurut Mansyur (2003), bahwa suara yang tidak diinginkan akan
memberikan efek yang kurang baik terhadap kesehatan. Suara merupakan
gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu medium yaitu umumnya oleh
udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan antara lain oleh intensitas
(loudness), frekuensi, periodesitas (kontinyu atau terputus) dan durasinya. Faktorfaktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak suatu kebisingan terhadap
kesehatan.
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada indera pendengaran antara
lain trauma akustik, ketulian sementara, hingga ketulian permanen. Trauma
akustik adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal
akibat intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba.
Ketulian sementara merupakan gangguan pendengaran yang sifatnya sementara,
daya dengar mampu pulih kembali berkisar dari beberapa menit sampai beberapa
hari (3-10 hari).
Kebisingan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara fisik maupun
psikologis. Pada tahun 1993, WHO mengakui efek kesehatan penduduk yang
berasal dari kebisingan, antara lain gangguan pola tidur, kardiovaskuler, sistem
pernafasan, psikologis, fisiologis, dan pendengaran. Kebisingan juga berpengaruh
negatif dalam komunikasi, produktivitas dan perilaku sosial. Efek psikologis

Universitas Sumatera Utara

24

akibat kebisingan termasuk hipertensi, takikardia, peningkatan pelepasan kortisol
dan stres fisiologis meningkat (Pringgahapsari, 2010).
Menurut Saenz et.al. (1984) mengatakan bahwa kebisingan di bawah nilai
ambang batas yaitu 90 atau 85 dB(A) dapat membahayakan kesehatan manusia.
Pada tingkat kebisingan 75 dB(A) dapat menyebabkan gangguan pendengaran
yang terbukti pada penelitian di akhir abad kesembilan belas yang terdapat pada
pekerja boiler dimana kebanyakan para pekerja tersebut mengalami penurunan
pendengaran akibat terpapar secara terus-menerus dengan mesin boiler. Selain
gangguan pendengaran, secara fisiologis pekerja juga akan mengalami kenaikan
tekanan darah, stress pada tingkat kebisingan 90 dB(A).
Selain itu gangguan kerusakan terhadap indera-indera pendengar,
kebisingan juga dapat menyebabkan gangguan kenyamanan, kecemasan dan
gangguan emosi lainnya, stress, denyut jantung bertambah, dan gangguangangguan lainnya (Mulia, 2005). Menurut Berglund (1966) Pengaruh kebisingan
pada 55-65 dBALeq terhadap kesehatan antara lain berupa gangguan
kenyamanan, gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi dan menimbulkan rasa
kesal.
Sedangkan menurut Damayanti (2015) yang mengutip hasil penelitian
Wahyu (2003), bahwa pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah
kerusakan kepada indera-indera pendengar. Mula-mula efek kebisingan pada
pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah
pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus menerus mengakibatkan
kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran.

Universitas Sumatera Utara

25

Menurut Feidihal (2007), bahwa kebisingan dapat menimbulkan gangguan
yang dapat dikelompokkan secara bertingkat sebagai berikut :
a. Gangguan fisiologis
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat
bising dengan kata lain lain fungsi fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan
atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga
dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan
terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga
menambah kebisingan.
b. Gangguan psikologis
Gangguan fisiologis lama kelamaan bisa menimbulkan gangguan
psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi
psikologis, seperti rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya. Suara
yang tidak dikehendaki memang tidak menimbulkan mental illness akan
tetapi dapat memperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada
(Jain, 1981).
Reaksi terhadap gangguan ini sering menimbulkan keluhan
terhadap kebisingan yang berasal dari pabrik, lapangan udara dan lalu
lintas. Umumnya kebisingan pada lingkungan melebihi 50 – 55 dB pada
siang hari dan 45 – 55 dB akan mengganggu kebanyakan orang. Apabila
kenyaringan kebisingan meningkat, maka dampak terhadap psikologis
juga akan meningkat.
c. Gangguan patologis organis

Universitas Sumatera Utara

26

Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap
alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang
bersifat sementara hingga permanen. Menurut Wahyu (2003), kelainan
yang timbul pada telinga akibat bising terjadi tahap semi tahap sebagai
berikut :
1. Stadium adaptasi
Adaptasi merupakan suatu daya proteksi alamiah dan keadaan yang
dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnya reversible.
2. Stadium “temporary threshold shift”
Disebut

juga “auditory fatigue” yang

merupakan kehilangan

pendengaran “reversible ” sesudah 48 jam terhindar dari bising itu.
Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali sesudah terpapar
bising adalah 16 jam. Bila pada waktu bekerja keesokan hari
pendengaran hanya sebagian yang pulih maka akan terjadi “permanent
hearing lose”

3. Stadium “persistem threshold shift”
Dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama,
sekurang-kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan bising
pendengaran masih terganggu.
4. Stadium “permanent threshold shift”
Pada stadium ini meningginya ambang pendengaran menetap sifatnya,
gangguan ini banyak dietemukan dan tidak dapat disembuhkan. Tuli

Universitas Sumatera Utara

27

akibat bising ini merupakan tuli persepsi yang kerusakannya terdapat
dalam cochlea berupa rusaknya syaraf pendengaran.
d. Komunikasi
Kebisingan dapat menganggu pembicaraan. Paling penting disini bahwa
kebisingan menganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang
dibicarakan oleh orang lain, apakah itu berupa:
1. Percakapan langsung (face to face)
2. Percakapan telepon
3. Melalui alat komunikasi lain, misalnya radio, televisi dan pidato.
Berdasarkan pendapat Jain (1981), yaitu tempat dimana komunikasi
tidak boleh terganggu oleh suara bising adalah sekolah, area latihan dan test,
teater, pusat komunikasi militer, kator, tempat ibadah, perpustakaan, rumah
sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang bisa dimengerti tergantung
faktor seperti : level suara pembicaraan, jarak pembicaraan dengan
pendengaran, bahasa/kata yang dimengerti, suara lingkungan dan faktorfaktor lain.
Menurut Soedirman (2014) yang dikutip dari skripsi Damayanti
(2015), dampak kebisingan terhadap manusia terbagi dua yaitu:
1. Efek auditori
Terhadap tenaga kerja yang terpapar bising ada dua tipe kehilangan daya
pendengaran, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

28

a. Temporary threshold shift (TTS) atau kehilangan daya pendengaran
sementara, yaitu berkurangnya kemampuan untuk mendengar suara
yang lemah
b. Noise-induced permanent threshold shift (NIPTS) atau kehilangan
daya

pendengaran

menetap,

yaitu

berkurangnya

kemampuan

mendengar suara, yang tidak dapat pulih.
2. Efek Non-auditori
Efek

non-auditory adalah

semua

efek

terhadap

kesehatan

dan

kesejahteraan yang disebabkan oleh pemaparan bising, kecuali efek pada
organ pendengaran dan efek karena masking dari auditori informasi. Efek
non-auditori sering kali hanya dianggap sebagai sesuatu yang ringan dan
efek yang kurang penting, baik disebabkan oleh stresor lain maupun
sebagai pilihan gaya hidup individual. Namun, sebenarnya telah
ditemukan indikasi efek-efek non-auditori yang tidak dapat atau harus
tidak diabaikan dalam melindungi tenaga kerja di lingkungan kerjanya,
diantaranya :
1. Insiden stres meningkat (ansietas)
2. Perubahan perilaku kejiwaan, seperti perasaan khawatir, penurunan
kemampuan membaca komprehensif, penurunan luasnya perhatian dan
memori, kesulitan memecahkan masalah, mudah tersinggung, tidak
sabar dan gugup, gangguan ketenangan, gangguan kenyamanan,
gangguan konsentrasi, ketidakmampuan menurunkan ketegangan.

Universitas Sumatera Utara

29

3. Perubahan pola perilaku, seperti peningkatan agresivitas, penurunan
perilaku menolong masalah dengan hubungan personal, dan gangguan
komunikasi.
4. Perubahan fisiologi pada tubuh, seperti hipertensi, penyakit jantung
iskemik, gangguan peredaran darah/jantung, gangguan pencernaan,
gangguan tidur, perubahan dalam sistem imun, sakit kepala.
Dalam

dunia

pendidikan,

kebisingan

juga

memberikan

dampak

diantaranya yaitu pembangunan sekolah yang berada di pinggir atau dekat dengan
jalan raya juga dapat memberikan dampak terhadap proses belajar-mengajar di
sekolah. Dimana tingkat kebisingan pada sekolah berdasarkan peraturan yang
telah ditetapkan bahwa tidak boleh melebihi dari 55 dB karena hal tersebut dapat
mempengaruhi proses belajar. Salah satu hal yang menjadi dampak tersebut
tingkat konsentrasi belajar siswa dimana pada proses belajar

dibutuhkan

konsentrasi yang baik pada siswa dalam menerima pelajaran yang disampaikan
oleh guru agar dapat dipahami apa yang telah dipelajari untuk mencapai prestasi
belajar yang lebih baik.
2.1.7 Pengendalian Kebisingan
Menurut Mulia (2005), pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat
melalui pemberlakuan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin
pabrik) mengeluarkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan
penghalang (barrier) pada jalan transmisi dapat dilakukan dengan membuat
penghalag (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising dengan
masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh, penanaman pohon bambu disekitar

Universitas Sumatera Utara

30

kawasan industri dapat mereduksi bising yang diterima masyarakat. Ataupun
proteksi kebisingan pada masyarakat yang terpapar dapat dilakukan dengan
penggunaan sumbat telinga pada masyarakat yang berada dekat kawasan industri
yang menghasilkan kebisingan.
Berdasarkan

pendapat

Chandra

(2007),

bahwa

kebisingan

dapat

dikendalikan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Pengurangan sumber bising
Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan peredam suara pada
sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, dan
mengganti mesin dan menyusun perencanaan bangunan baru.
2. Penempatan penghalang pada jalan transmisi suara
Isolasi antara ruangan kerja dengan ruangan mesin merupakan upaya
yang cepat dan baik untuk mengurangi kebisingan. Agar efektif, harus
disusun rencana yang sebaik mungkin dan bahan yang dapat menyerap
suara agar tidak menimbulkan getaran yang kuat.
3. Perlindungan dengan sumbat atau tutup telinga
Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga. Alat seperti
ini harus diseleksi agar terpilih yang paling tepat. Alat semacam ini
dapat mengurangi intensitas kebisingan sampai sekitar 20-25 dB. Selain
itu, sebagai akibat penggunaan alat tersebut, upaya perbaikan
komunikasi

harus

dilakukan.

Masalah

utama

pemakaian

alat

perlindungan pendengaran adalah kedisiplinan pekerja di dalam

Universitas Sumatera Utara

31

menggunakannya. Masalah ini dapat diatasi dengan menyelenggarakan
pendidikan pekerja tentang kegunaan alat itu.
Menurut Satwiko (2004) yang dikutip dari skripsi Damayanti (2015)
Strategi Umum Penanganan Kebisingan :
1. Langkah awal selalu menangani kebisingan pada sumbernya dengan
cara mengatur sedemikian rupa agar sumber bunyi mengeluarkan
intensitas bunyi minimal. Bila memungkinkan, bungkamlah sumber
kebisingan dengan cara memberikan penutup yang melingkupi sumber
tadi dari bahan yang memiliki hambatan suara tinggi.
2. Bila tidak memungkinkan menangani sumber kebisingan langsung,
maka tangani media rambat bunyi. Getaran mesin dapat merambat
melalui lantai yang akan menjadi kebisingan diruang lain. Pemakaian
pegas atau peredam getaran langsung pada mesin akan memotong
rambatan bunyi. Permukaan-permukaan yang tidak memantulkan bunyi
akan sangat membantu mengurangi kebisingan.
3. Jika kedua hal diatas tidak memnugkinkan, maka terpaksa penanganan
kebisingan dilakukan pada penerima bunyi. Perlindungan telinga (ear
protector) sangat dibutuhkan untuk melindungi telinga dari ketulian
akibat kebisngan yang berat.
2.2

Konsentrasi Belajar

2.2.1 Pengertian Konsentrasi Belajar
Konsentrasi dalam bentuk kata kerja (verb), yaitu concentrate, yang berarti
memusatkan, dan dalam bentuk kata benda ( noun), yaitu concentration, yang

Universitas Sumatera Utara

32

berarti pemusatan. Secara garis besar, sebagian besar orang memahami pengertian
konsentrasi sebagai suatu proses pemusatan pikiran kepada suatu objek tertentu.
Dengan adanya pengertian tersebut, timbullah suatu pengertian lain bahwa di
dalam melakukan konsentrasi, orang harus berusaha keras agar segenap perhatian
panca indera dan pikirannya hanya boleh terfokus pada satu objek saja. Panca
indera, khususnya mata dan telinga tidak boleh terfokus kepada hal-hal lain
(Hakim, 2002).
Konsentrasi

adalah

pemusatan

atau

pengarahan

(perhatiannya

ke

pekerjaanya atau aktivitasnya). Menurut Slameto (2003) konsentrasi merupakan
pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengeyampingkan semua hal
lainnya yang tidak berhubungan. Dimana dalam belajar konsentrasi berarti
pemusatan pikiran terhadap mata pelajaran dengan mengeyampingkan semua hal
yang tidak berhubungan dengan pelajaran.
Hendrata (2007) berpendapat konsentrasi adalah sumber kekuatan pikiran
dan bekerja berdasarkan daya ingat dan lupa dimana pikiran tidak dapat bekerja
untuk lupa dan ingat dalam waktu bersamaan. Apabila konsentrasi seseorang
mulai lemah maka akan cenderung mudah melupakan suatu hal dan sebaliknya
apabila konsentrasi masih cukup kuat maka akan dapat mengingat dalam waktu
yang lama.
Menurut Djamarah (2008) mengungkapkan bahwa konsentrasi adalah
pemusatan fungsi jiwa terhadap suatu objek seperti konsentrasi pikiran, perhatian
dan sebagainya. Dalam belajar dibutuhkan konsentrasi dalam bentuk perhatian
yang terpusat pada suatu pelajaran. Maka dari itu konsentrasi merupakan salah

Universitas Sumatera Utara

33

satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi yang baik dan apabila
konsentrasi ini berkurang maka dalam mengikuti pelajaran di kelas maupun
belajar secara pribadi akan terganggu.
Sedangkan menurut Ahmadi (2003), dapat disimpulkan bahwa konsentrasi
belajar adalah pemusatan fungsi jiwa dan pemikiran seseorang terhadap objek
yang berkaitan dengan belajar (penerimaan informasi tentang pelajaran) dimana
konsentrasi belajar ini sangat penting dalam proses pembelajaran karena
merupakan usaha dasar untuk dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik
(Ahmadi, 2003).
2.2.2 Gangguan Konsentrasi Belajar
Menurut Taylor (2009), apabila individu dengan sengaja memusatkan
perhatiannya pada suatu objek yang menjadi sasaran kesadaran, dan selalu dalam
kesibukan untuk membatasi medan perhatian (konsentrasi), maka akan
menimbulkan ketegangan-ketegangan otot, yang tidak diperlukan oleh pekerjaan
pelaksanaan tugas itu sendiri, yang berakibat timbulnya kelelahan dalam
melaksanakan tugas tersebut. Oleh sebab itu, konsentrasi yang sengaja dibangun
individu harus selalu dipertahankan dan menunjukkan sifat ketidakseimbangan.
Berdasarkan

pendapat

Ilyana

(2013)

bahwa

kemampuan

anak

berkonsentrasi berbeda-beda sesuai usianya. Rentang perhatian anak dalam
menerima informasi melalui aktivitas apapun juga berbeda. Pada dasarnya
individu tidak akan dapat berkonsentrasi apabila berada dalam keadaan yang
terlalu menegangkan atau berada dalam keadaan yang terlalu rileks. Konsentrasi
dapat terbentuk apabila individu berada dalam keadaan diantara keduanya.

Universitas Sumatera Utara

34

Walaupun konsentrasi merupakan pemusatan perhatian yang dilakukan secara
sengaja, tetapi apabila dilakukan dalam jangka waktu yang relatif lama, dapat
berpindah ke kondisi yang dapat menurunkan konsentrasi.
Ketidakberdayaan

melakukan

konsentrasi

belajar

ini

merupakan

problematik aktual di kalangan pelajar. Kita sering kali mengalami pikiran
bercabang (duplikasi pikiran), saat melakukan kegiatan belajar. Pikiran bercabang
bisa muncul tanpa kita sadari. Tentunya kita pun merasa terganggu sekali saat tak
mampu berkonsentrasi dalam belajar. Saat belajar, kadangkala tanpa kita undang
muncul ke permukaan alam pikiran mengenai masalah-masalah lama. Keinginankeinginan lain atau yang terhambat menjadi pengganggu aktivitas belajar kita.
Alhasil kitapun ikut terlibat ke alam pikiran yang melintas tersebut (Wardani,
2013).
Berdasarkan pendapat Hakim (2002), jika seorang siswa merasa tidak dapat
berkonsentrasi di dalam belajar, sangat mungkin ia tidak dapat merasakan nikmat
dari proses belajar yang dilakukannya. Hal ini mungkin dapat terjadi karena ia
sedang mempelajari pelajaran yang tidak disukai, pelajaran yang dirasakan sulit,
pelajaran dari guru yang tidak disukai, atau suasana tempat belajar yang ia pakai
tidak menyenangkan.
Menurut Ahmadi (2003), bahwa ada beberapa aspek konsentrasi belajar
adalah sebagai berikut :
1. Pemusatan pikiran

Universitas Sumatera Utara

35

Pemusatan pikiran yaitu suatu keadaan belajar yang membutuhkan
ketenangan, nyaman, perhatian seseorag dalam memahami isi pelajaran
yang dihadapi
2. Motivasi
Motivasi merupakan keinginan atau dorongan yang terdapat dalam diri
seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang
lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
3. Rasa khawatir
Rasa khawatir merupakan perasaan yang tidak tenang karena seseorang
merasa tidak optimal dalam melakukan pekerjaannya.
4. Perasaan tertekan
Perasaan tertekan adalah perasaan seseorang yang buka dari individu
melainkan dorongan/tuntutan dari orang lain maupun lingkungan.
5. Gangguan pemikiran
Gangguan pemikiran ini merupakan hambatan seseorang yang berasal
dari dalam individu maupun orang sekitar sendiri. Misalnya, masalah
ekonomi keluarga ataupun masalah pribadi individu.
6. Gangguan kepanikan
Gangguan kepanikan merupakan hambatan dalam berkonsentrasi dalam
bentu rasa was-was akan menunggu hasil yang akan dilakukan maupun
yang sudah dilakukan oleh seseorang tersebut.
7. Kesiapan belajar

Universitas Sumatera Utara

36

Kesiapan belajar adalah keadaan seseorang yang sudah siap akan
menerima pelajaran, sehingga individu dapat mengembangkan potensi
yang

dimilikinya.

Gangguan

konsentrasi

berhubungan

dengan

kemampuan anak untuk memperhatikan dan berkonsentrasi, kemampuan
yang berkembang seiring dengan perkembangan anak. Anak yang sangat
terganggu konsentrasinya mengalami kesulitan untuk memfokuskan
konsentrasinya, perhatiannya dan menyelesaikan tugas secara terusmenerus. Mereka sering lupa instruksi-instruksi, kehilangan barangbarang dan tidak mendengarkan orangtua dang gurunya.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Belajar
Menurut Kaur (2014), konsentrasi belajar siswa dapat dipenagruhi oleh
berbagai faktor, seperti di bawah ini :
a. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan dalam berkonsentrasi,
siswa akan dapat memaksimalkan kemampuan konsentrasi. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar adalah suara,
pencahayaan, temperatur, dan desain belajar.
1. Suara. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap suara,
ada yang menyukai belajar sambil mendengarkan musik, belajar
ditempat ramai, dan bersama teman. Tetapi ada yang hanya dapat
belajar di tempat yang tenang tanpa suara, atau ada juga yang dapat
belajar di tempat dalam keadaan apapun.

Universitas Sumatera Utara

37

2. Pencahayaan. Pencahayaan merupakan salah satu faktor yang
pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh suara,
tetapi terdapat juga seseorang yang senang belajar di tempat terang,
atau senang belajar di tempat yang gelap, tetapi kenyamanan visual
dapat

juga

digolongkan

sebagai

salah

satu

faktor

yang

mempengaruhi tingkat kenyamanan di dalam ruangan atau
bangunan.
3. Temperatur.

Temperatur

sama

seperti

faktor

pencahayaan,

merupakan faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan
dibandingkan pengaruh suara, tetapi terdapat juga seseorang yang
senang belajar di tempat dingin, atau senang belajar di tempat yang
hangat, dan juga senang belajar di tempat dingin maupun hangat.
4. Desain belajar. Desain belajar merupakan salah satu faktor yang
memiliki pengaruh juga, yaitu sebagai media atau sarana dalam
belajar, misalnya terdapat seseorang yang senang belajar di tempat
santai sambil duduk di kursi, sofa, tempat tidur, maupun di karpet.
Cara mendesain media dan sarana belajar merupakan salah satu cara
yang dapat membuat kita lebih dapat berkonsentrasi.
b. Modalitas Belajar
Modalitas belajar yang menentukan siswa dapat memproses setiap
informasi yang diterima. Konsentrasi dalam belajar dan kreativitas guru
dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran di kelas akan

Universitas Sumatera Utara

38

meningkatkan konsentrasi belajar siswa sehingga hasil belajarnya pun
akan meningkat pula.
Semakin banyak informasi yang diterima dan diserap oleh siswa, maka
kemampuan berkonsentrasi pun harus semakin baik dan fokus dalam
mengikuti setiap proses pembelajaran. Banyak cara yang ditawarkan
oleh para ahli dalam meningktakan konsentrasi belajar siswa, isalnya
dengan cara meningkatkan gelombang alfa agar setiap siswa dapat
berkonsentrasi dengan baik, kemudian dapat juga dengan mengatur
posisi tubuh pada saat belajar, dan mempelajari materi (informasi)
sesuai dengan karakteristik siswa itu sendiri.
c. Pergaulan
Pergaulan juga dapat mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran,
perilaku dan pergaulan mereka, dapat mempengaruhi konsentras belajar
yang dipengaruhi juga oleh beberapa faktor, seperti faktor tekonologi
yang berkembang saat ini contohnya televisi, internet, dan lain-lain ini
sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku siswa.
d. Psikologi
Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi bagaimana sikap dan
perilaku siswa dalam berkonsentrasi, misalnya karena adanya maslah
dalam lingkungan sekitar dan keluarga. Hal ini ternyata akan
mempengaruhi keadaan psikologis siswa, karena siswa akan kehilangan
semangat da motivasi belajar mereka, tentunya akan berpenagruh juga
terhadap tingkat konsentrasi siswa yang akan semakin menurun.

Universitas Sumatera Utara

39

Selain itu menurut Hakim (2002), tidak dapat dipungkiri bahwa
keberhasilan seseorang untuk dapat melakukan konsentrasi yang efektif
memerlukan faktor-faktor pendukung tertentu. Faktor-faktor pendukung tersebut
meliputi:
1. Faktor internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang)
Faktor internal merupakan faktor pertama dan utama yang sangat
menetukan apakah seseorang dapat melakukan konsentrasi secara efektif
atau tidak. Secara garis besar, faktor-faktor ini meliputi hal-hal berikut:
a. Faktor jasmaniah
Hal ini dapat dilihat dari kondisi jasmani seseorang yang meliputi
kesehatan badan secara menyeluruh, seperti berikut ini:
1. Kondisi badan yang normal menurut standar kesehatan atau bebas
dari penyakit yang serius.
2. Kondisi badan di atas normal atau fit akan lebih menunjang
konsentrasi.
3. Cukup tidur dan istirahat.
4. Cukup makan dan minum serta makanan yang dikonsumsi
memenuhi standar gizi untuk hidup sehat.
5. Seluruh panca indera berfungsi dengan baik.
6. Tidak mengalami gangguan fungsi otak karena penyakit tertentu,
seperti mag dan sakit kepala.
7. Detak jantung normal. Detak jantung ini snagat mempengaruhi
ketenangan dan sangat mempengaruhi konsentrasi efektif.

Universitas Sumatera Utara

40

8. Irama napas berjalan baik. Sama halnya dengan jantung, irama
napas juga sangat mempenagruhi ketenangan.
b. Faktor rohaniah
Untuk dapat melakukan konsentrasi efektif, kondisi rohani seseorang
setidak-tidaknya harus memenuhi hal-hal berikut:
1. Kondisi kehidupan sehari-hari cukup tenang
2. Memiliki sifat baik, terutama sifat sabar dan konsisten
3. Taat

beribadah

sebagai

penunjang

ketengan

dan

daya

pengendalian diri
4. Tidak dihinggapi berbagai jenis masalah yang terlalu berat
5. Tidak emosional
6. Tidak sedang dihinggapi stres berat
7. Memiliki rasa percaya diri yang cukup
8. Tidak mudah putus asa
9. Memiliki kemauan keras yang tidak mudah padam
10. Bebas dari berbagai gangguan mental, seperti rasa takut, waswas dan gelisah.
2. Faktor eksternal (faktor-faktor yang ada di luar diri atau sekitar
lingkungan seseorang).
Faktor eksternal adalah segala hal-hal yang berada di luar diri seseorang
atau lebih tepatnya segala hal yang berada di seitar lingkungan. Hal-hal
tersebut juga dapat menjadi pendukung terjadinya konsentrasi efektif.

Universitas Sumatera Utara

41

Berikut ini beberapa faktor eksternal yang mendukung konsentrasi
efektif.
a. Lingkungan sekitar harus cukup tenang, bebas dari suara-suara yang
terlalu keras yang mengganggu pendengaran dan ketenangan.
Sebagai contoh suara bising dari mesin kendaraan bermotor, suara
keramaian orang banyak, suara pesawat radio, dan televisi yang
terlalu keras.
b. Udara sekitar harus cukup nyaman, bebas dari polusi dan bau-bauan
yang mengganggu rasa nyaman. Sebagai contoh, bau bangkai dan
kotoran binatang, bau sampah, bau WC, dan lain-lain.
c. Peneragan di sekitar lingkungan juga harus cukup, tidak lebih dan
tidak kurang sehingga tidak menimbulkan kesukaran bagi pandangan
mata
d. Orang-orang yang ada di sekitar lingkungan juga harus terdiri dari
orang-orang yang dapat menunjang suasana tenang. Apalagi jika
lingkungan tersebut merupakan lingkungan belajar atau lingkungan
kerja. Setiap orang akan sulit melakukan konsentrasi kerja yang
efektif jika ia selalu dihadapkan dengan orang yang tidak dapat
bekerja sama dengannya, terlebih lagi jika ia harus selalu
berhadapan dengan orang-orang yang menjadi musuhnya.
e. Suhu di sekitar lingkungan harus menunjang kenyamanan dalam
melakukan kegiatan yang memerlukan konsentrasi. Untuk itu perlu

Universitas Sumatera Utara

42

diperhatikan sirkulasi udara, pendingin ruangan atau setidaknya
kipas angin.
f. Tersedia fasilitas yang cukup menunjang kegiatan kerja, seperti
ruangan yang bersih, kursi, meja dan peralatan untuk keperluan
belajar, yang menimbulkan rasa nyaman dan dapat mendukung
konsentrasi belajar yang efektif.
2.2.4 Ciri-ciri Konsentrasi Belajar
Menurut Engkoswara (2012), bahwa ada klasifikasi perilaku belajar yang
dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat digunakan untuk
mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi adalah sebagai berikut :
1. Perilaku

kognitif,

yaitu

perilaku

yang

menyangkut

masalah

pengetahuan, informasi, dan maslah kecakapan intelektual. Pada
perilaku kognitif ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat
dilihat melalui:
a. Kesiapan pengetahuan yang dapat segera muncul bila diperlukan
b. Komprehensif dalam penafsiran informasi
c. Mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh
d. Mampu mengadakan analisis dan sintesis pengetahuan yang
diperoleh.
2. Perilaku afektif yaitu perilaku yag berupa sikap dan persepsi. Pada
perilaku ini siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat dari:
a. Adanya penerimaan, yaitu tingkat perhatian tertentu
b. Respon, yaitu keinginan untuk intraksi bahan yang diajarkan

Universitas Sumatera Utara

43

c. Mengemukakan suatu pandangan atau keputusan sebagi integrasi
dari suatu keyakinan, ide dan sikap seseorang.
3. Perilaku psikomotor. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi
belajar dapat dilihat dari adanya:
a. Adanya gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai dengan
petunjuk guru.
b. Komunikasi non vrbal, seperti ekspresi muka dan gerakan-gerakan
yang penuh arti.
c. Perilaku berbahasa. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki
konsentrasi belajar dapat dipengaruhi adanya aktivitas berbahasa
yang terkoordinasi dengan baik dan benar.
2.2.5 Penyebab Terganggunya Konsentrasi
Hambatan konsentrasi pada umumnya terjadi karena perhatian bercabang,
terjadi pertentangan antara keinginan belajar dengan dorongan untuk melakukan
pekerjaan yang lain. Dengan menekan semua keinginan yang tidak berhubungan
dengan belajar, sesorang bisa berkonsentrasi dengan optimal.
Menurut Nugroho (2007), kemampuan konsentrasi ini dapat ditingkatkan
dengan

niat

mengerjakan,

mempersiapkan

suasana,

bahan dan

semua

perlengkapan yang diperlukan lebih dahulu. Apabila hal ini dibiasakan, maka
begitu duduk akan segera dapat langsung konsentrasi pada kegiatan belajar saja.
Faktor-faktor penyebab gangguan konsentrasi adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

44

1. Faktor internal
Dari dalam diri sendiri, misalnya minat belajar rendah (mata pelajaran
dianggap tidak menarik), perencanaan jadwal belajar yang buruk dan
kesehatan yang sedang menurun.
2. Faktor eksternal
Berupa suasana perlengkapan, penerangan ruangan, suara, dan adanya
gambar-gambar yang mengganggu perhatian.
Selain itu, penyebab-penyebab timbulnya kesulitan konsentrasi belajar,
antara lain:
1. Lemahnya minat dan motivasi pada pelajaran
Motivasi kuat

yang timbul dalam diri seorang siswa

dapat

mendorongnya belajar sangat diperlukan. Ada siswa yang akan dapat
berprestasi bila diberikan sebuah rangsangan.
2. Timbulnya perasaan negatif, seperti gelisah, tertekan, marah, khawatit,
takut, benci dan dendam.
3. Suasana lingkungan belajar yang berisik dan berantakan
Suara hiruk-pikuk kendaraan, suara orang yang sedang bertengkar dan
lain-lain dapat mempengaruhi perhatian dan kemampuan seseorang
untuk konsentrasi belajar.
4. Gangguan kesehatan jasamani
Bila siswa terlihat ogah-ogahan pada materi pelajaran yang sedang
didalaminya, hendaknya jangan tergesa-gesa untuk menghakimi bahwa

Universitas Sumatera Utara

45