Formulasi Orally Dissolving Film (ODF) Metoklopramid Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan Polivinil Alkohol Dengan Menggunakan Metode Solvent Casting

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metoklopramida hidroklorida
2.1.1 Uraian bahan
Rumus bangun :

Gambar 2.1. Struktur kimia metoklopramida hidroklorida
Nama kimia

: 4-amino-5-kloro-N-[2-(dietilamino)etil]-o-anisamida
monohidroklorida, monohidrat

Rumus molekul

: C14H22ClN3O2HCl.H2O

Berat Molekul

: 354,28


Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau praktis putih; tidak berbau atau
praktis tidak berbau

Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol;
agak sukar larut dalam kloroform; praktis tidak larut dalam
eter

Metoklopramida hidroklorida mengandung tidak kurang dari 98% dan
tidak lebih dari 101,0% C14H22ClN3O2HCl, dihitung terhadap zat anhidrat (Dirjen
POM, 1995).

21
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Antiemetika
Muntah pada umumnya didahului oleh rasa mual (nausea), yang bercirikan

muka pucat, berkeringat, liur berlebihan, takikardia dan pernafasan tak teratur.
Muntah diakibatkan oleh stimulasi dari pusat muntah di sumsum-sambung
(medulla oblongata).
Muntah dapat berlangsung menurut beberapa mekanisme, yaitu:
1. Akibat rangsangan langsung dari saluran cerna. Bila peristaltik dan
pelintasan lambung tertunda, terjadilah dispepsi dan mual. Jika
gangguan tersebut menghebat, pusat muntah dirangsang melalui saraf
vagus (saraf otak ke-10) dengan akibat muntah. Pusat muntah
dirangsang pula bila terdapat kerusakan pada mukosa lambung-usus,
seperti pada radioterapi dan oleh sitostatika.
2. Secara tidak langsung melalui CTZ. Chemo-receptor Trigger Zone
adalah suatu daerah dengan banyak reseptor, yang letaknya berdekatan
dengan pusat muntah di sumsum sambung, tetapi diluar rintangan
(barrier) darah-otak. Dengan bantuan neurotransmitter dopamin, CTZ
dapat menerima isyarat-isyarat mengenai kehadiran zat-zat kimia asing
di dalam sirkulasi. Rangsangan tersebut lalu diteruskan ke pusat
muntah.
3. Melalui kulit otak (cortex cerebri), misalnya adakala pada waktu
melihat, mencium, atau merasakan sesuatu sudah cukup untuk
menimbulkan mual dan muntah

Muntah dapat diatasi dengan obat-obat antiemetika. Antiemetika adalah
zat-zat yang berkhasiat menekan rasa mual dan muntah.

22
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan mekanisme kerjanya antiemetika dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok besar dan beberapa obat tambahan, yakni :
1. Antikolinergika
Beberapa contoh obat kelompok ini adalah skopolamin dan
antihistamin tertentu (skilizin,meklizin, sinarizin, prometazin). Obatobat

ini

ampuh

pada

mabuk


darat

dan

mual

kehamilan

(antihistaminika). Efeknya berdasarkan sifat antikolinergisnya
2. Antagonis dopamin
Obat-obat kelompok ini berdaya melawan mual berdasarkan
perintangan neurotransmitter dari CTZ ke pusat muntah dengan jalan
blockade reseptor dopamin. Yang terpenting adalah-

Propulsiva (prokinetika): metoklopramida dan domperidon. Karena
dopamin berkhasiat pula mengurangi motilitas lambung usus, maka
zat-zat antagonis ini juga bekerja menstimulasi motilitas itu dan
dengan demikian memperkuat efek antiemetisnya. Obat ini banyak
digunakan pada segala jenis muntah.


-

Derivat

butirofenon:

haloperidol

dan

droperidol

terutama

digunakan pada muntah-muntah sebagai efek samping zat-zat
opioid atau setelah pembedahan.
-

Derivat


fenotiazin:

sampingnya

proklorperazin

(sedasi,

efek

dan

thietilperazin.

ekstrapiramidal)

Efek

membatasi


penggunaannya.

23
Universitas Sumatera Utara

3. Antagonis serotonin
Beberapa contoh obat kelompok ini adalah granisetron, ondansetron
dan tropisetron. Mekanisme kerjanya belum begitu jelas, tetapi
mungkin karena blockade serotonin yang memicu refleks muntah dari
usus halus dan rangsangan terhadap CTZ
4. Lainnya
Kortikteroida seperti deksametason dan metilprenisolon ternyata
efektif untuk muntah-muntah yang diakibatkan oleh sitostatika dan
radioterapi sehingga sering digunakan sebagai obat tambahan pada
antiemetika lain (Tjay, 2007).
2.1.3 Farmakologi
Metoklopramida hidroklorida merupakan derivat-aminoklorbenzamida
yang berkhasiat memperkuat motilitas dan pengosongan lambung (propulsivum)
berdasarkan stimulasi saraf-saraf kolinergis, khasiat antidopamin di pusat dan
perifer, serta kerja langsung terhadap otot polos. Maka zat ini sering digunakan

untuk gangguan peristaltik lemah dan setelah pembedahan.
Selain itu, obat ini juga berdaya anti-emetis sentral kuat berdasarkan
blockade reseptor dopamin di CTZ. Oleh karenanya, metoklopramida digunakan
pada semua jenis mual/muntah, termasuk akibat sitostatikum cisplatin/radioterapi
dan pada migraine, kecuali yang disebabkan oleh mabuk perjalanan (Tjay, 2007).
2.2 Oral Dissolving Film (ODF)
2.2.1 Pengertian
Rute pemberian oral merupakan rute pemberian obat yang paling sering
dipilih oleh praktisi medis karena acceptability pasien yang tinggi. ODF adalah

24
Universitas Sumatera Utara

sediaan film yang sangat tipis, ditempatkan di atas lidah pasien, kemudian
langsung terbasahi oleh air liur sehingga cepat hancur dan larut untuk melepaskan
obat di oromucosal maupun penyerapan di saluran intragastrik (Bhyan, et al.,
2011).
ODF diharapkan dapat terdisintegrasi dan larut dalam hitungan detik. ODF
menawarkan berbagai macam keuntungan seperti penggunaan yang tidak
memerlukan air dan onset kerja yang cepat. Bahan aktif obat yang cepat melarut

diabsorbsi di mukosa oral dan dapat meningkatkan bioavailabilitas (Bhyan, et al.,
2011).
2.2.2

Kelebihan dan kekurangan sediaan ODF

ODF memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari ODF
diantaranya adalah :
a. Mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga cepat hancur dan
larut di dalam rongga mulut dalam hitungan detik.
b. ODF fleksibel sehingga tidak rapuh dan tidak membutuhkan perlindungan
khusus selama transportasi dan penyimpanan dibandingkan dengan ODT
(Oral desintegrating tablet).
c. Tidak memerlukan air sehingga dapat meningkatkan kepuasan bagi pasien
disfagia.
d. Tidak ada rasa takut tersedak dibandingkan dengan ODT.
e. Bentuk sediaan dapat dikonsumsi di setiap tempat dan setiap saat sesuai
kenyamanan individu.
f. Luas permukaan yang besar memungkinkan sediaan film cepat terbasahi
oleh air liur kemudian dengan cepat hancur dan larut sehingga diserap


25
Universitas Sumatera Utara

langsung dan memasuki sirkulasi sistemik tanpa mengalami first past
metabolisme di hati dan meningkatkan bioavaibilitas.
g. Pasien geriatri, pediatri dan pasien yang menderita disfagia, emesis
berulang, hipertensi, serangan jantung, asma, kelumpuhan dan gangguan
mental lebih memilih bentuk sediaan ini karena mereka tidak mampu untuk
menelan sejumlah besar air.
ODF memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah :
a. Memiliki tantangan tersendiri dalam hal keseragaman dosis.
b. Beberapa ODF memiliki sensitivitas terhadap temperatur dan kelembaban,
sehingga diperlukan pengemasan yang khusus (Kalyan, et al., 2012).
2.2.3. Karakteristik ideal kandidat obat
a. Obat harus memiliki rasa yang tidak terlalu pahit
b. Obat harus memiliki dosis yang rendah tidak lebih dari 40 mg
c. Obat harus memiliki stabilitas yang baik dan kelarutan yang baik dalam air
maupun saliva
d. Obat harus memiliki kemampuan untuk permeasi ke dalam jaringan

mukosa oral (Bhyan, et al., 2011).
2.3 Metode Pembuatan
Satu atau kombinasi dari proses berikut ini dapat digunakan untuk
memproduksi sediaan ODF (Arya, et al., 2012).
1) Solvent casting.
2) Semisolid casting.
3) Hot melt extrusion.
4) Solid dispersion extrusion.

26
Universitas Sumatera Utara

5) Rolling
2.3.1 Metode solvent casting
Metode solvent casting dengan cara polimer larut air dilarutkan dalam air
dan bersamaan dengan bahan obat. Eksipien lainnya dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai, kemudian kedua larutan dicampur dan diaduk dan akhirnya dituang
ke dalam cawan petri dan dikeringkan (Arya, et al., 2012).
2.3.2 Metode semisolid casting
Metode semisolid casting, pertama larutan polimer disiapkan. Larutan
yang dihasilkan ditambahkan ke dalam larutan polimer tidak larut asam (misalnya
selulosa asetat ftalat, selulosa asetat butirat), yang disiapkan di amonium atau
natrium hidroksida. Kemudian sejumlah plastisizer yang tepat ditambahkan
sehingga massa gel diperoleh. Akhirnya massa gel dituang ke dalam cetakan
dengan panas dikontrol. Ketebalan film adalah sekitar 0,015-0,05 inci. Rasio
polimer tidak larut asam dengan polimer pembentuk film harus 1: 4 (Arya, et al.,
2012).
2.3.3 Metode hot melt extrussion
Obat dicampur dengan bahan pembawa dalam bentuk solid. Kemudian
campuran tersebut ditekan dengan alat penekan yang memiliki panas. Akhirnya
campuran tersebut mencair dan membentuk film.
Keuntungan :
1) Unit operasi yang lebih sedikit
2) Keseragaman kandungan yang lebih baik.
3) Proses anhidrat (Arya, et al., 2012)

27
Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Metode solid dispersion extrussion
Metode ini dengan mencampurkan komponen yang tidak dapat bercampur
kemudian dikempa bersama dengan bahan obat, kemudian terbentuk dispersi
solid. Akhirnya, dispersi solid dibentuk ke dalam film dengan cetakan (Arya, et
al., 2012).
2.3.5 Metode rolling
Pembuatan ODF dengan metode ini dengan cara larutan atau suspensi
yang mengandung obat di gulung ke dalam pembawa. Pelarut utamanya air dan
campuran air dan alkohol. Film dikeringkan di atas penggulung dan dipotong
sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan (Arya, et al., 2012).
2.4 Bahan Formulasi ODF
2.4.1 Bahan aktif
Komposisi zat aktif mengandung 5 hingga 30 % w/w, dimana dengan
dosis kecil adalah yang terbaik untuk diformulasi dalam bentuk sediaan ODF. Zat
aktif dengan ukuran mikro akan memperbaiki profil disolusi dan tekstur dari film.
Bahan obat yang memiliki rasa pahit, maka rasa pahit tersebut harus ditutupi
dengan baik. Metode sederhana untuk menutupi rasa pahit bahan aktif obat adalah
mencampur dengan bahan tambahan yang memiliki rasa yang baik. (Bhyan, et al.,
2011).
Kandidat bahan obat harus memiliki rasa yang enak, memiliki stabilitas
yang baik dalam air dan saliva dan dosis yang kecil. Berbagai kategori obat
seperti antiemetic, analgetik, antialergi,

sedatif, diuretik, agen antiparkinson,

antialzheimer, ekspektoran, antitusif dapat digunakan sebagai bahan aktif obat
dalam formulasi ODF (Patil, et al., 2012).

28
Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Polimer film
Pengembangan yang sukses dari sediaan ODF tidak terlepas dari
pemilihan dan penggunaan konsentrasi polimer yang tepat. Polimer dapat
digunakan secara tunggal maupun dikombinasi dengan polimer lain untuk
memodifikasi properti dari film. Integritas dari sediaan ODF bergantung pada sifat
polimer dan konsentrasi polimer tersebut. Pada umumnya konsentrasi polimer
yang digunakan dalam formulasi ODF berkisar antara 45% b/b dari berat total
film yang sudah kering, namun konsentrasi dapat ditingkatkan hingga 60-65% b/b
untuk mendapatkan film dengan karakteristik yang diinginkan (Chauhan, et al.,
2012).
Beberapa polimer alami yang dapat digunakan dalam pembuatan ODF
seperti pullulan, starch gelatin, pektin, Na. Alginat, maltodextrin, xanthan dan
yang lainnya sedangkan polimer sintetik seperti hidroksi propil metil selulosa
(HPMC), polyvinyl pyrolidone, polyvinyl alkohol, CMC, polyetilen oxide,
kollicoat, hidroksi propil selulosa, hidroksi etil selulosa dan yang lainnya (Thakur,
et al., 2013).
Karakteristik ideal dari polimer film adalah :
a. Polimer harus larut dalam air.
b. Harus memiliki berat molekul yang rendah.
c. Polimer harus memiliki kemampuan yang baik dalam membentuk lapisan
film.
d. Tidak mengiritasi, toksik, dan tanpa zat pengotor.
e. Harus memiliki kemampuan pembasahan yang baik.

29
Universitas Sumatera Utara

f. Polimer harus mudah didapatkan dan biaya yang terjangkau (Bhyan, et al.,
2011)
2.4.3. Plastisizers
Peran plastisizer sangat penting dalam formulasi ODF. Plastisizer
membantu meningkatkan fleksibilitas film dan mengurangi sifat rapuh dari film.
Penggunaan plastisizer harus kompatibel dengan polimer dan pelarut. Pemilihan
plastisizer yang tidak sesuai dapat mempengaruhi properti mekanik dari film
(Radhakistan, et al., 2012).
Konsentrasi plastisizer yang biasa digunakan berkisar dari 0% hingga 20%
b/b dari berat polimer kering. Contoh plastisizer yang sering digunakan antara lain
polietilen glikol (PEG), propilen glikol, gliserol, dietil ftalat, trietil sitrat, tributil
sitrat (Bala, et al., 2013).
2.4.4 Zat penstimulasi saliva
Penstimulasi saliva digunakan untuk menstimulasi produksi saliva di
mulut guna meningkatkan laju disintegrasi dari ODF. Zat penstimulasi saliva
digunakan sendiri maupun dikombinasi antara 2 sampai 6% w/w dari berat film
(Siddiqui, et al., 2011).
Beberapa zat penstimulasi saliva yang dapat digunakan dalam pembuatan
ODF seperti asam sitrat, asam laktat, asam askorbat, asam tartrat (Thakur, et al.,
2013).
2.4.5 Zat pemanis
Zat pemanis adalah bagian utama sebagian besar produk makanan atau
bentuk sediaan farmasi yang hancur atau larut dalam rongga mulut. Zat pemanis

30
Universitas Sumatera Utara

umumnya digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi antara konsentrasi 3
sampai 6% (Desu, et al., 2013).
Beberapa zat pemanis yang dapat digunakan dalam pembuatan ODF
seperti sorbitol, aspartam, sukrosa, manitol, saccharin dan yang lainnya (Thakur,
et al., 2013).
2.4.5 Zat pemberi rasa
Zat pemberi rasa diperlukan untuk menutupi rasa pahit atau rasa yang
tidak enak dari obat. Jumlah zat pemberi rasa yang diperlukan untuk menutupi
rasa tergantung pada jenis rasa dan kekuatan rasanya (Cilurzo, et al., 2011)
Zat perasa dapat dipilih dari minyak sintetis, ekstrak yang berasal dari
berbagai bagian tanaman seperti daun, buah dan bunga. Zat perasa dapat
digunakan sendiri atau dalam kombinasi. Minyak peppermint, minyak kayu
manis, minyak spearmint, minyak pala adalah contoh dari minyak sementara
vanili, kakao, kopi, cokelat dan jeruk adalah zat perasa dari buah. Apel, raspberry,
ceri, nanas adalah beberapa contoh dari jenis essence buah (Bhyan, et al., 2011).
2.4.6 Zat pewarna
Zat pewarna yang disetujui oleh FDA dalam pembuatan ODF tidak lebih
dari 1% w/w (Liew, et al., 2012). Beberapa zat pewarna yang dapat digunakan
dalam pembuatan ODF seperti titanium dioksida, sunset yellow dan yang lainnya
(Thakur, et al., 2013).
2.5 Uraian Hidroksipropil Metil Selulosa
Hidroksipropil Methyl Cellulose (HPMC) atau hypromellose adalah OMetilasi dan O-(2-hidroksipropilasi). HPMC dikenal sebagai polimer pembentuk
film dan memiliki penerimaan yang sangat baik. Bahan yang memiliki kelas lebih

31
Universitas Sumatera Utara

rendah dari HPMC seperti Methocel E3, E5, dan E15 secara khusus digunakan
sebagai pembentuk film karena viskositas yang rendah.

Gambar 2.2. Struktur kimia HPMC
Polimer HPMC memiliki glass transition temperatures yang tinggi dan
diklasifikasi sesuai dengan bahan tambahan dan viskositasnya yang akan
berdampak pada hubungan suhu dan kelarutan. HPMC memiliki bentuk yang
transparan, kuat, dan fleksibel (McGinity dan Felton, 2008).
2.6 Uraian Polivinil Alkohol
Polivinil alkohol merupakan suatu material yang dibuat melalui proses
alkoholisis dari polivinil asetat (PVAc). Polivinil alkohol memiliki sifat tidak
berwarna, padatan termoplastik yang tidak larut pada sebagian besar pelarut
organik dan minyak, tetapi larut dalam air bila jumlah dari gugus hidroksil dari
polimer tersebut cukup tinggi (Harper & Petrie 2003).
Polivinil alkohol memiliki permeabilitas uap air terendah dari semua
polimer komersial tetapi sensitivitasairnya telah membatasi penggunaannya
(Beswick & Dunn 2002). Wujud dari polivinil alkohol berupa serbuk (powder)
berwarna putih dan memiliki densitas 1,2000-1,3020 g/cm3 serta dapat larut
dalam air pada suhu 80o C (Sheftel, 2000).

32
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Struktur kimia PVA
Secara komersial, polivinil alkohol digunakan dalam pembuatan film yang
dapat larut dalam air. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuannya dalam
pembentukan film, zat pengemulsi, dan sifat adesifnya. Polivinil alkohol memiliki
kekuatan tarik yang tinggi, fleksibilitas yang baik, dan sifat penghalang oksigen
yang baik. Namun sifat ini tergantung pada kelembaban, dengan kata lain, dengan
kelembaban yang lebih tinggi lebih banyak air yang diserap (Ogur, 2005).

33
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pembuatan dan Evaluasi secara In Vitro Sediaan Oral Dissolving Film (ODF) Chlorpheniramine Maleate Menggunakan Kombinasi Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Pektin

14 82 132

Formulasi Orally Dissolving Film (ODF) Metoklopramid Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan Polivinil Alkohol Dengan Menggunakan Metode Solvent Casting

0 0 15

Formulasi Orally Dissolving Film (ODF) Metoklopramid Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan Polivinil Alkohol Dengan Menggunakan Metode Solvent Casting

0 0 2

Formulasi Orally Dissolving Film (ODF) Metoklopramid Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan Polivinil Alkohol Dengan Menggunakan Metode Solvent Casting

0 3 4

Formulasi Orally Dissolving Film (ODF) Metoklopramid Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan Polivinil Alkohol Dengan Menggunakan Metode Solvent Casting

0 7 3

Formulasi Orally Dissolving Film (ODF) Metoklopramid Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan Polivinil Alkohol Dengan Menggunakan Metode Solvent Casting

0 0 35

Pembuatan dan Evaluasi secara In Vitro Sediaan Oral Dissolving Film (ODF) Chlorpheniramine Maleate Menggunakan Kombinasi Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Pektin

0 0 2

Pembuatan dan Evaluasi secara In Vitro Sediaan Oral Dissolving Film (ODF) Chlorpheniramine Maleate Menggunakan Kombinasi Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Pektin

0 1 5

Pembuatan dan Evaluasi secara In Vitro Sediaan Oral Dissolving Film (ODF) Chlorpheniramine Maleate Menggunakan Kombinasi Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Pektin

0 0 58

PEMBUATAN DAN EVALUASI SECARA IN VITROSEDIAAN ORAL DISSOLVING FILM (ODF)CHLORPHENIRAMINE MALEATE MENGGUNAKAN KOMBINASI POLIMER HIDROKSI PROPIL METIL SELULOSA (HPMC) DAN PEKTIN SKRIPSI

0 1 17