FENOMENA PENGEMIS ANAK DI PASAR KLEWER SURAKARTA (Studi Tentang Fenomena Akses Layanan Pendidikan Pengemis Anak) | Setyaningrum | SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant 4322 9663 1 SM

FENOMENA PENGEMIS ANAK DI PASAR KLEWER SURAKARTA
(Studi Tentang Fenomena Akses Layanan Pendidikan Pengemis Anak)

JURNAL
Oleh:
NURROHMAH SETYANINGRUM
K8410042

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

PERSETUJUAN
Jurnal ini telah disetujui dan disahkan sebagai syarat memenuhi ujian skripsi
Program Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta,

Juli 2014


Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Basuki Haryono, M.Pd

Atik Catur Budiati, S.Sos., M.A

NIP. 195002251975011 002

NIP. 198009292005012021

ABSTRAK

Nurrohmah Setyaningrum. FENOMENA PENGEMIS ANAK DI
PASAR KLEWER SURAKARTA (Studi Tentang Fenomena Akses Layanan
Pendidikan Pengemis Anak).Skripsi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2014.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) persepsi pengemis

dikalangan pengemis anak di Pasar Klewer Surakarta. (2) faktor-faktor yang
mempengaruhi anak-anak menjadi pengemis di Pasar Klewer Surakarta. (3)
dampak yang ditimbulkan dari kegiatan mengemis yang dilakukan oleh anak-anak
di Pasar Klewer Surakarta
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis
fenomenologi. Teknik pengambilan cuplikan menggunakan purposive dan
snowball. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
mendalam, observasi pasif dan studi dokumentasi. Untuk menguji validitas data
menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Analisis data
menggunakan model analisis interaktif yakni tahap reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Persepsi pengemis anak
tentang kegiatan mengemis ada tiga. diantaranya pengemis anak bisa
mendapatkan uang, dapat bermain disela-sela kegiatan mengemis dan yang
terakhir yaitu pengemis anak menganggap bahwa kegiatan mengemis yang
dilakukan untuk membantu orang tua mereka. (2) Faktor yang mempengaruhi
anak-anak melakukan kegiatan mengemis ada empat. Pertama, karena penghasilan
mengemis yang menguntungkan. Kedua, adalah tuntutan gaya hidup yang
mencakup pola makan, uang jajan, fashion, dan kepemilikan barang-barang
elektronik. Ketiga, tidak adanya aturan yang melarang pengemis di sekitar pasar.

Keempat, sikap satpam pasar dan pedagang yang seolah membiarkan dan
menerima keberadaan pengemis yang berada di sekitar pasar. (3) Dampak
kegiatan mengemis bagi anak terbagi menjadi dua yaitu dampak negatif dan
positif. Dampak negatif kegiatan mengemis yang dilakukan oleh anak-anak adalah
anak merasa malu atau minder ketika berjumpa dengan teman sekolahnya dan
kegiatan mengemis dapat menyebabkan pengemis anak merasa ketagihan.
Sedangkan dampak positif mengemis bagi pengemis anak adalah anak dapat
menabung/menyisihkan penghasilan dari dan anak mampu memenuhi kebutuhan,
seperti kebutuhan uang saku sekolah, kebutuhan uang jajan, dan kebutuhan
peralatan sekolah.

Kata Kunci: Pengemis, anak, kebudayaan, kemiskinan

ABSTRACT
Nurrohmah

Setyaningrum.

PHENOMENON


CHILD BEGGARS

IN

KLEWER MARKET SURAKARTA (Studies phenomenon Access Education
Services Child Beggars). Thesis : Teacher Training and Education Faculty of
Sebelas Maret University. 2014.
The purpose of this research was to find out (1) the perception of child
beggars in begging among Klewer Market Surakarta. (2) the factors that affect
children become beggars in Klewer Market Surakarta. (3) the impact of the
activities carried out by begging children Klewer Market Surakarta
This study used a qualitative descriptive approach to the type of
phenomenology. Techniques using purposive sampling and snowball. While data
collection techniques performed by in-depth interviews, observation and study
documentation passive. To test the validity of using triangulation of data sources
and triangulation methods. Analysis of the data using the interactive model of data
reduction phase, the presentation of the data, drawing conclusions and
verification.
Considering the result of research: (1) Perception of child beggars begging
on three activities. Including child beggars can earn money, can play the sidelines

begging activities and child beggars begging activities undertaken to assist their
parents. (2) Factors affecting children begging activity there are four. First,
because of the favorable earnings begging. Second, is the lifestyle demands that
include diet, fashion, and ownership of electronic stuffs. Third, the absence of
rules that prohibit beggars around the market. Fourth, the attitude of the security
market and traders seemed to allow and accept the existence of beggars who are
around the market. (3) The negative impact begging activities undertaken by
children is child feel embarrassed or insecure when met with his school friends
and activities can lead to child beggars begging to feel addicted. While the
positive impact of child beggars are begging for a child can save / set aside
income and able to meet the needs of children, such as school needs pocket
money,

pocket

money

needs,

and


the

needs

Keywords: Beggars, children, culture, proverty

of

school

equipment.

manusia yang semakin kompleks

A. PENDAHULUAN
Krisis moneter yang terjadi

yang telah membutakan manusia


pada Tahun 1998 berdampak pada

untuk mencari penghasilan dengan

ambruknya

segala cara tanpa usaha yang keras,

perekonomian

mengakibatkan

negara

Pemutusan

salah

satunya


adalah

dengan

Hubungan Kerja (PHK) terutama

mengemis.

dari

dan

merupakan suatu kegiatan yang

manufaktur. Besarnya PHK yang

mudah untuk dilakukan dan dapat

terjadi menyebabkan pengangguran


menghasilkan uang dalam waktu

di mana-mana sehingga berdampak

singkat, serta tidak membutuhkan

pada terjadinya kemiskinan.

modal yang banyak dan dapat

sektor

Kemiskinan

perbankan

yang

terjadi


dilakukan

menyebabkan mencuatnya fenomena

manapun.

Karena

mengemis

kapanpun

dan

di

sosial salah satunya ruwetnya tata

Pengemis dan anak jalanan


kota karena bertambahnya jumlah

sangat mudah dijumpai di berbagai

pekerja di sektor informal, seperti

kota, salah satunya Kota Surakarta.

pengemis, gelandangan dan anak

Kota Surakarta merupakan salah

jalanan.

satu kota besar dan kota budaya

Selain

itu

munculnya

gelandangan dan pengemis sebagai

terlebih

Penyandang Masalah Kesejahteraan

perekonomian

masyarakat,

Sosial (PMKS) yang beroperasi di

sehingga

masyarakat

jalan-jalan protokol di kota-kota

sekitar dan masyarakat dari luar

besar, sekarang sudah meluas ke

kota berdatangan untuk mencari

daerah-daerah

nafkah

yang

ditengarai

lagi

sebagai

membuat

dengan

keahlian

pusat

yang

sebagai efek samping krisis yang

dimilikinya, misal berdagang, kerja

berkepanjangan (berita - Direktorat

kantoran dan tukang becak.

Jenderal

Rehabilitasi

Sosial

Menurut kepala Dinas Sosial

Kementrian Sosial oleh Johan, 13

Tenaga Kerja dan Transmigrasi

April 2009 ).

(DINSOSNAKERTRANS)

Banyaknya jumlah pengemis
yang

semakin

Surakarta,

Sumartono,

bahwa

meningkat

Surakarta ibarat gula bagi para

menandakan bahwa masih terdapat

pengemis karena banyak kegiatan

kemiskinan di berbagai daerah.

ekonomi

Selain itu juga kebutuhan hidup

karenanya jumlah pengemis di

yang

berputar.

Oleh

Surakarta pasti lebih banyak dari

Anak-anak yang rata-rata

kabupaten lain di Soloraya (Koran

masih berusia antara 7-12 dan

O, 21 Januari 2014).

melakukan

Para pengemis yang berada

tetap

kegiatan

memiliki

mengemis,
hak

untuk

di Kota Surakarta tersebar di

mendapatkan

berbagai

area

Karena dengan pendidikan, anak-

masjid, pasar seperti Pasar Klewer,

anak terutama pengemis anak dapat

Pasar

memperoleh ilmu pengetahuan dan

tempat,

Kliwon,

seperti

Pasar

Jongke,

pendidikan

warung, rumah warga, perempatan

dapat

lampu

hidup yang lebih baik, dan sesuai

merah,

dan

diberbagai

kegiatan atau acara misal sekaten

memilih

serta

dasar.

dengan martabat manusia.
Dalam

dan Car Free Day (CFD).
Salah satu area mengemis

membina

penelitian

ini,

peneliti ingin mengetahui tentang

yang ada di kota Surakarta adalah

persepsi

Pasar Klewer. Kegiatan mengemis

pengemis anak, faktor pendorong

yang dilakukan di Pasar Klewer

anak-anak

melakukan

dilakukan

mengemis

dan

oleh

para

pengemis

mengemis

dikalangan

kegiatan

dampak
dari

yang

dengan tingkat usia yang berbeda -

ditimbulkan

kegiatan

beda, mulai dari anak-anak, orang

mengemis yang dilakukan oleh

dewasa hingga lansia. Berdasar

anak-anak.
Kota dengan segala daya

hasil survey peneliti pada hari
sabtu 8 Februari 2014, jumlah

tariknya

pengemis anak lebih besar dari

masyarakat desa terhadap kota

pada pengemis orang dewasa dan

yang

lansia. Keterlibatan anak – anak

kesejahteraan,

dalam kegiatan mengemis di pasar

masyarakat desa berlomba-lomba

Klewer, terutama anak – anak yang

mengadu nasib ke kota. Banyaknya

masih

para

balita,

biasanya

digunakan

sebagai

mengemis

bagi

hanya

‘pelengkap’

dan

dapat

kepercayaan

meningkatkan
menjadikan

pendatang

dari

desa

menjadikan kota semakin padat dan

tuanya.

berdampak

pada

Sedangkan anak – anak usia SD

persaingan

dalam

sudah terbiasa untuk beroperasi

kesempatan seperti dalam bidang

sendiri.

pekerjaan dan pendidikan.

orang

ketatnya
meraih

Para pendatang yang tidak
memiliki

bekal

keahlian

dan

kemiskinan

yang

orang-orang

dialami

yang

oleh

mengalami

kemampuan untuk bertahan hidup

kesulitan

untuk

mencukupi

di kota, akan kalah bersaing dengan

kebutuhan

keluarga

sehari-hari.

mereka yang memiliki keahlian.

Karena

Untuk memenuhi kebutuhan hidup

memiliki

akan terasa sulit sehingga mereka

santunan rutin atau sumber-sumber

akan tergolong sebagai masyarakat

kehidupan yang lain. Sementara

miskin di perkotaan. Masyarakat

mereka

miskin di perkotaan cenderung

keterampilan atau keahlian khusus

bekerja di sektor informal, seperti

yang dapat mereka manfaatkan

pedagang asongan, tukang parkir,

untuk menghasilkan uang.

pemulung,

penjaja

koran

dan

mengemis.

mereka
gaji

memang
tetap,

sendiri

tidak

santunan-

tidak

memiliki

Dari pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa faktor yang

Kegiatan mengemis yang

dapat

menyebabkan

seseorang

dilakukan di perkotaan tidak hanya

mengemis adalah karena faktor

dilakukan oleh orang dewasa saja,

ekonomi.

melainkan

merupakan

juga

anak-anak.

Menurut Dimas (2013:7) faktor

dapat

yang

memilih

menyebabkan

kegiatan

Faktor
faktor

ekonomi
utama

menyebabkan

yang

seseorang

mengemis.

Karena

mengemis adalah karena terlilit

masyarakat yang memiliki tingkat

masalah ekonomi. Ketika ekonomi

ekonomi rendah akan kesulitan

menjadi sulit dan menyesakkan,

dalam memenuhi kebutuhan hidup

kesadaran seseorang untuk berbuat

sehari-hari. Maka dari itu sebagian

hal yang wajar akan berkurang

masyarakat lebih memlilih jalan

bahkan

pintas untuk memenuhi kebutuhan

hilang.

Dan

ketika

kesadaran diri tersebut berkurang
atau

hilang,

maka

akan

salah satunya dengan mengemis.
Kegiatan mengemis yang

menciptakan pemikiran yang aneh

dilakukan

dan

merupakan

tidak

terpuji.

Sedangkan

oleh
salah

anak-anak
satu

bentuk

menurut Isti (2012:25) faktor yang

kebudayaan kemiskinan. Suparlan

menyebabkan

(1993:54)

seseorang

untuk

memberikan

konsep

mengemis adalah karena faktor

kebudayaan kemiskinan sebagai

ketidakberdayaan, kefakiran dan

berikut:

Kebudayaan
adalah

suatu

kemiskinan

adaptasi

maupun

menerima nasibnya berjongkokjongkok di papan bawah).
Artinya

reaksi orang miskin terhadap posisi
mereka

yang

masyarakat

dalam

kemiskinan adalah suatu cara atau

kelas

yang

usaha untuk mengatasi rasa putus

yang

sangat

marginal

berstratifikasi,
mementingkan
individu.

kebudayaan

kedudukan
Kebudayaan

ini

asa

yang

dilakukan

masyarakat

oleh

miskin

mempertahankan

untuk

diri

demi

merupakan usaha untuk mengatasi

kelangsungan hidup di perkotaan.

perasaan-perasaan putus asa dan

Akan

tanpa harapan, yang berkembang

kemiskinan

dari adanya

kesadaran tentang

dikukuhkan oleh masyarakat kelas

betapa tidak mungkinnya bagi

atas sebagai pemegang kontrol

mereka

untuk

dapat

sosial.

sukses

dalam

nilai-nilai

serta

masyarakat

masyarakat

yang

bertahan

tujuan-tujuan

mencapai

tetapi

kebudayaan

dapat

Dengan
miskin
hidup

Soetandyo (1995:56) juga

lingkungan

menjelaskan tentang kebudayaan

berstrata.

kemiskinan, yakni:

miskin

lain

harus

bisa

diri

menjalani

cara
dengan

perkotaan
Sehingga

di

kata

dengan

menyesuaikan

lebih luas.

pula

yang

masyarakat
kehidupannya

kemiskinan

dengan pola perilaku orang miskin

sengaja

dan menyadari nasibnya. Akan

dikukuhkan oleh lapisan kelas elit

tetapi perilaku tersebut menjadi

dalam fungsinya sebagai sarana

suatu gaya hidup yang menjadikan

kontrol (keseluruhan konfigurasi

masyarakat

normatif dan/atau pola perilaku

mempunyai harapan untuk maju

orang-orang miskin yang secara

dan lebih berkembang. Oleh karena

fungsional bekerja untuk menuntun

itu perilaku tersebut sudah menjadi

bagaimana cara sebaiknya orang-

kebiasaan dan membudaya.

Kebudayaan
dapat

pula

secara

orang miskin menjalani kehidupan
sehari-hari

(lahiriah-batiniah)

miskin

Pewarisan

tidak

kebudayaan

kemiskinan akan semakin langgeng

tak

karena salah satu ciri kebudayaan

berpunya dan harus menyadari dan

adalah dapat dipelajari. Menurut

sebagai

orang-orang

yang

Koentjaraningrat

(2002:229-233)

kebudayaan

dapat

baik itu perilaku, pola hidup

dipelajari

dan pola pikir.

melalui:

Dengan demikian kegiatan

a. Proses sosialisasi
Dalam

proses

sosialisasi

mengemis merupakan salah satu

seorang individu dari masa

kebudayaan

anak-anak hingga masa tua

digunakan sebagai suatu cara hidup

belajar

untuk menyesuaikan diri terutama

pola-pola

tindakan

kemiskinan

dalam interaksi dengan segala

di

macam individu sekelilingnya.

Kebudayaan

Artinya seorang individu yang

diwariskan melalui dua cara yaitu

tinggal dalam masyarakat yang

sosialisasi dan enkulturasi.

memiliki

kebudayaan

lingkungan

yang

perkotaan.

kemiskinan

dapat

B. METODE PENELITIAN

kemiskinan akan mengalami

Dalam

proses sosialisasi ini. Karena

menggunakan

selama hidupnya tentu mereka

fenomenologi. Hal ini bertujuan

akan saling beriteraksi dengan

untuk memahami perilaku atau

masyarakat sekitar yang juga

pandangan

memiliki

kehidupannya. Sumber data dalam

kebudayaan

penelitian

kemiskinan.

proses

ini

pendekatan

pengemis

ini

mengenai

yaitu

informan

(narasumber) yang terdiri pengemis

b. Proses enkulturasi
Dalam

penelitian

enkulturasi

anak, orang tua pengemis anak,

seorang individu mempelajari

lurah

dan

alam

satpam pasar, pembeli, pedagang

pikiran serta sikapnya dengan

dan satpol PP Kota Surakarta.

adat-adat,

Sumber data yang kedua yaitu

menyesuaikan

sistem

norma,

Pasar

Klewer

Surakarta,

peratura-peraturan yang hidup

peristiwa

dalam kebudayaannya. Pada

meliputi adalah kegiatan mengemis

kebudayaan kemiskinan, sejak

yang

kecil

pengemis anak, gaya hidup, sikap

anak-anak

menyerap
budaya

telah

nilai-nilai

sehingga

dan

atau

rutin

pengemis

aktivitas

dilakukan

anak,

sikap

yang

oleh

sasaran

anak-anak

mengemis cara komunikasi, dan

akan belajar untuk meniru

pola pikir. Sumber data yang ketiga

segala perilaku keluarganya,

yaitu

tempat

atau

Lokasi,

khususnya di area kios renteng,

pagelaran keraton sebagai tempat

Dalam penelitian kualitatif,

istirahat para pengemis, area kios

validitas data tidak dapat ditangkap

renteng dan area Pedagang Kaki

secara pasti. Untuk itu digunakan

Lima (PKL) dan depan Masjid

triangulasi data. Dalam penelitian

Agung Surakarta. Sumber data

ini triangulasi

yang keempat adalah Dokumen dan

adalah jenis triangulasi sumber dan

Arsip,

antara

metode. Pada triangulasi sumber,

jurnal

penelitian,

lain

buku-buku,

yang digunakan

Pusat

peneliti membandingkan jawaban

Statistik (BPS) Kota Surakarta,

informan yang satu dengan yang

surat kabar yang berkaitan dengan

lain mengenai fenomena pengemis

kegiatan mengemis yang dilakukan

anak di Pasar Klewer Surakarta.

di Pasar Klewer Surakarta.

Sedangkan

Teknik
cuplikan

pengambilan

dalam

menggunakan

Badan

penelitian
purposive

ini
dan

triangulasi

metode

peneliti, membandingkan data –
data

yang

diperoleh

wawancara,

melalui

observasi

dan

snowball. Dalam teknik purposive

dokumentasi mengenai pengemis

peneliti memilih informan sesuai

anak di Pasar Klewer Surakarta

dengan
ditentukan

kriteria

yang

telah

sehingga dapat ditarik kesimpulan

oleh

peneliti.

Pada

dan mendapat informasi yang lebih

teknik snowball

pada awalnya

kuat validitasnya.
Dalam

peneliti memilih informan secara

penelitian

ini,

peneliti

peneliti

menggunakan

model

menuju pada informan kedua atas

analisis

interaktif.

Peneliti

bantuan informan pertama.

mengumpulkan

data-data

diperoleh

para

acak

dan

selanjutnya

Teknik pengumpulan data

dari

yang

informan,

yang digunakan dalam penelitian

selanjutnya peneliti memilah-milah

ini adalah wawancara mendalam

informasi mana yang dianggap

kepada informan, observasi dengan

penting dan yang tidak. Kemudian

mengamati mengamati keseharian

peneliti mengolah data tersebut dan

pengemis anak dalam melakukan

menarik suatu kesimpulan.

kegiatan

mengemis,

dan

C. HASIL PENELITIAN
Kota Surakarta merupakan

dokumentasi berupa foto kegiatan
mengemis.

salah

satu

kota

yang

pola

perekonomiannya didominasi oleh

sektor pedagangan, hal itu dapat

penghasilan

dilihat dari banyaknya pasar baik

diserahkan sebagian kepada ibunya

pasar tradisional maupun pasar

dan sebagian lagi disimpan sendiri.

modern. Majunya perekonomian

Selain itu bagi pengemis anak,

Kota Surakarta dimanfaatkan oleh

kegiatan

mengemis

merupakan

masyarakat

kegiatan

yang

digunakan

sekitar

maupun

tersebut

biasanya

bisa

masyarakat dari luar daerah untuk

untuk bermain. Dalam hal bermain,

meningkatkan

pengemis

kesejahteraan

anak

juga

bisa

dengan cara usaha/bisnis, tenaga

melakukannya di tempat istirahat

pendidik, buruh, karyawan dan

ketika mengemis, yakni di sekitar

mengemis.

Masjid Agung Surakarta dan area

Salah

satu

pusat

parkir pagelaran keraton. Bagi

Surakarta

sebagian pengemis anak, kegiatan

adalah Pasar Klewer. Pasar Klewer

mengemis juga merupakan suatu

merupakan

pasar

kegiatan untuk membantu orang

tradisional di Kota Surakarta yang

tua, karena pengemis anak merasa

mampu

bahwa

perekonomian

Kota

salah

meraih

satu

omset

hingga

penghasilan

milyaran rupiah. Oleh karena itu

mereka

berbisnis di Pasar Klewer sangat

mencukupi

menguntungkan.

pengemis

Keuntungan

tersebut tidak hanya dinikmati oleh

yang

orang

tidak

kebutuhan
anak

pun

tua
dapat

sehingga
akhirnya

melakukan kegiatan mengemis.

para pelaku bisnis dan Pemkot

Dari data yang diperoleh,

Surakarta, melainkan juga para

penghasilan

pengemis yang tidak mau kalah

Pasar

dalam mencari keuntungan dengan

menguntungkan. Hasil mengemis

cara

Dapat

yang diperoleh digunakan untuk

dijumpai pengemis di Pasar Klewer

mencukupi kebutuhan seperti biaya

mulai dari anak-anak hingga lansia.

makan, uang saku sekolah, dan

Dari hasil penelitian, bagi

uang jajan. Selain pengemis anak

pengemis anak, kegiatan mengemis

juga mampu memenuhi tuntutan

merupakan kegiatan yang bisa

gaya hidup, seperti pola makan,

menghasilkan uang, penghasilan

fashion, dan mereka juga mampu

pengemis anak dalam sehari sekitar

membeli barang-barang elektronik

meminta-minta.

Rp 10.000,00 – Rp 20.000,00,

pengemis
Klewer,

anak

di

cukup

seperti TV, HP, kompor gas, dan

mengemis yang dilakukan oleh

tape.

anak-anak
Pengemis

anak

dapat

yang

dapat

menimbulkan dampak tersendiri

beraksi dengan bebas di sekitar

bagi

pasar terutama di area kios rentang

kegiatan mengemis yang dilakukan

dan area PKL. Hal ini dikarenakan

oleh anak-anak antara lain yaitu

tidak ada aturan yang melarangnya,

dapat menyebabkan rasa minder di

karena Perda No 1 Pasal 35 Tahun

hadapan teman-teman sekolahnya

2010 hanya mengatur pengemis

dan mengemis dapat menjadikan

yang

pengemis

nekat

masuk

ke

dalam

mereka.

Dampak

anak

negatif

ketagihan.

(gedung) pasar. Satpam pasar tidak

Sedangkan

memiliki

mengemis adalah pengemis anak

kewenangan

untuk

dampak

positif

menertibakan pengemis anak yang

mampu

berkeliaran tersebut. Selain itu

uang/menabung dan pengemis anak

pengemis dan satpam sudah saling

dapat memenuhi kebutuhan

mengenal, sehingga pengemis yang

Mengemis

menjadi informan juga tidak pernah

Kebudayaan Kemiskinan

menyisihkan

terjaring razia. Sikap terbuka dan

Bagi

seolah membiarkan juga dilakukan

kegiatan

oleh

suatu

pedagang

Pasar

Klewer,

Sebagai

pengemis

mengemis

cara

Bentuk

atau

anak,

merupakan

reaksi

untuk

bahkan terdapat pula pedagang

menyesuaikan diri di lingkungan

yang bersimpati kepada pengemis.

perkotaan

Menurut DN seorang pengemis di

kemewahan. Kegiatan mengemis

Pasar Klewer, terdapat pedagang

yang cenderung mudah dan cepat

pasar yang biasanya membagi-

menghasilkan uang dinilai sebagai

bagikan pakaian pada pengemis

cara penyesuaian diri yang efektif,

menjelang lebaran. Pakaian yang

karena dengan mengemis anak

biasanya

tersebut

dapat dengan mudah memenuhi

menurut DN adalah pakaian bekas

kebutuhan dan tuntutan gaya hidup

atau barang dagangan stok lama.

di perkotaan .

dibagikan

Semua

kegiatan

dan

yang

penuh

Terpenuhinya

dengan

kebutuhan

perilaku yang dilakukan, memiliki

dan tuntutan gaya hidup dengan

dampak tersendri bagi pelakunya.

mudah dan cepat melalui kegiatan

Begitu

mengemis menjadikan pengemis

pula

dengan

kegiatan

anak

merasa

mengemis

bahwa

kegiatan

pengemis seperti masyarakat di

kegiatan

yang

sekitarnya, karena sikap ini sudah

menyenangkan, sehingga membuat

terbangun sejak dini.

pengemis anak ketagihan dengan

Melekatnya

melakukan

mengemis

dan

kemiskinan

kebudayaan

pada

kehidupan

cenderung akan dilakukan secara

pengemis anak dapat menyebabkan

berulang-ulang.

pengemis

Hal
bahwa

ini

menunjukkan

kebudayaan

kemiskinan

anak

berkembang

tidak

bisa

tidak

bisa

dan

memanfaatkan kondisi perubahan

sudah melekat pada kehidupan

dan

pengemis anak yang berada di

dikarenakan sejak kecil pengemis

sekitar

Karena

anak telah terbelenggu oleh rasa

tersebut

kesengsaraan, tidak berdaya, dan

Pasar

kegiatan

Klewer.

mengemis

kesempatan.

Hal

ini

berlangsung terus-menerus, dari

bergantung

generasi

sehingga untuk meraih kesempatan

ke

kebudayaan

generasi.

Dalam

kemiskinan,

sejak

dan

pada

orang

melakukan

lain,

perubahan

kecil anak-anak telah menyerap

pengemis

nilai-nilai dan budaya sehingga

kesulitan. Selama pengemis anak

anak-anak

untuk

tumbuh di lingkungan pengemis,

perilaku

maka akan semakin sulit untuk

akan

meniru

belajar

segala

anak

akan

keluarganya, baik itu perilaku, pola

melakukan

perubahan,

hidup

lingkungan

keluarga

dan

lingkungan

pola

pikir

keluarga

dari

terutama

orang

tua

merasa

karena
terutama

dan

lingkungan

orang tua. Demikian pula yang

masyarakat

cenderung

menolak

terjadi

yang

perubahan,

karena

dengan

terdapat di Pasar Klewer yang

mengemis

tinggal

yang

mampu memenuhi kebutuhan dan

memiliki kebudayaan kemiskinan.

tuntutan gaya hidup. Oleh karena

Sejak kecil anak sudah menyerap

itu ketika pengemis anak sudah

pola pikir, aturan, sikap, norma dan

menerima

dan

adat istiadat dari lingkungannya

kebudayaan

kemiskinan,

tersebut,

lingkungan

tumbuh dan tinggal di lingkungan

pengemis. Oleh karena itu, anak-

pengemis, maka kelak mereka juga

anak juga akan memiliki mental

akan

pengemis

di

anak

lingkungan

yaitu

saja

mereka

mengajarkan

sudah

menyerap
dan

kebudayaan

tersebut pada generasi berikutnya

biaya

pendidikan,

adanya

jam

dan hal itu dapat berlangsung

tambahan pelajaran di sekolah yang

secara terus-menerus.

juga dapat diikuti oleh pengemis

Masyarakat Pasar Klewer

anak secara gratis dan yang terakhir

(pedagang, pembeli, satpam pasar

yaitu adanya sikap terbuka dan

dan Pemkot Surakarta) secara tidak

menerima yang ditunjukkan oleh

langsung juga ikut melanggengkan

pihak sekolah. Hal-hal tersebut

kebudayaan

menjadikan

kemiskinan

yang

pengemis

anak

terjadi pada pengemis anak di

mendapat kesempatan yang sama

Pasar Klewer, yakni dengan cara

dalam

menunjukkan sikap terbuka dan

pendidikan. Karena memperoleh

seolah

keberadaan

pendidikan merupakan salah satu

pengemis di sekitar pasar. Selain

hak asasi manusia yang wajib

itu juga keberadaan Perda No 1

untuk dipenuhi.

membiarkan

Pasal 35 Tahun 2010 yang tidak

mendapatkan

layanan

D. KESIMPULAN

berlaku bagi pengemis di sekitar

Persepsi

pengemis

anak

pasar, menjadikan pengemis di

tentang kegiatan mengemis yaitu,

sekitar pasar dapat dengan bebas

pengemis anak bisa mendapatkan

mengemis tanpa adanya larangan.

uang tanpa harus meminta pada

Hal-hal seperti ini menjadikan

orang tua. Pengemis anak juga

pengemis semakin merasa nyaman

dapat bermain disela-sela kegiatan

dengan kegiatan mengemis yang

mengemis

dilakukannya. Oleh karena itu hal

yang dilakukan di tempat istirahat

tersebut

menyebabkan

mereka seperti di tempat parkir.

kebudayaan

Pengemis anak juga menganggap

kemiskinan di kehidupan pengemis

bahwa kegiatan mengemis yang

anak di sekitar Pasar Klewer

dilakukannya

untuk

Surakarta.

orang

mereka,

dapat

langgengnya

Akses

Layanan

Pendidikan

Akses
dalam

pengemis

mendapatkan

anak

tua

penghasilan
dirasa

Pengemis Anak

yang

dilakukannya,

orang

tidak

membantu
karena

tua

mereka

cukup

untuk

memenuhi kebutuhan

layanan

Kegiatan mengemis yang

pendidikan, cukup mudah. Hal ini

dilakukan oleh pengemis anak

dapat dilihat dari adanya bantuan

dapat disebabkan oleh beberapa

faktor,

diantaranya

penghasilan

karena

mengemis

disimpan

yang

memenuhi

menguntungkan. Kemudian adanya

kebutuhan

tuntutan

kebutuhan

gaya

hidup

yang

mencakup pola makan, uang jajan,
fashion, dan majunya teknologi
yang menjadikan mereka tidak
ingin ketinggalan dengan untuk
memiliki barang-barang seperti HP,
TV, tape dan kompor gas. Ketiga,
tidak adanya aturan yang melarang
pengemis di sekitar pasar. Faktor
yang lain yaitu sikap satpam pasar
dan

pedagang

membiarkan

yang
dan

seolah
menerima

keberadaan pengemis yang berada
di sekitar pasar. Hal ini cenderung
menjadikan

pengemis

semakin

terlena dengan kegiatan mengemis
yang dilakoninya.
Dampak
mengemis

kegiatan

bagi

anak

terbagi

menjadi dua yaitu dampak negatif
dan

positif.

Dampak

negatif

kegiatan mengemis yang dilakukan
oleh anak-anak adalah anak merasa
malu atau minder ketika berjumpa
dengan

teman

sekolahnya

dan

dapat menyebabkan pengemis anak
merasa

ketagihan.

Sedangkan

dampak positif mengemis bagi
pengemis anak adalah pengemis
anak dapat menabung/menyisihkan
penghasilan dari mengemis untuk

dan

anak

mampu

kebutuhan,

seperti

uang
uang

saku

sekolah,

jajan,

dan

kebutuhan peralatan sekolah.
E. DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Sosial.
Diunduh
pada
tanggal 12 Februari 2014.
Gelandangan dan Pengemis
Isu Permasalahan Sosial.
Koran O. Diunduh pada tanggal 21
Januari 2014. PGOT Luar
Kota di kembalikan ke
Daerah Asal.
Dimas, Dwi
Irawan. 2013.
Pengemis
Undercover.
Jakarta: Titik Media
H.B Sutopo. 2002. Metodologi
Penelitian Kualitatif Dasar
Teori dan Terapannya
dalam Penelitian. Surakarta:
Sebelas Maret University
Press
Jonathan, Sarwono. 2006. Metode
Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif.
Yogyakarta:
Graha Ilmu
Lexi J Moleong. 2010. Metodologi
Penelitian
Kualitatif.
Bandung:
PT
Remaja
Rosdakarya
Parsudi
Suparlan.
1993.
Kemiskinan di Perkotaan.
Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia
Satori,
Djam’an
dan
Aan
Komariah.
2010.
Metodologi
Penelitian
Kualitatif.
Bandung:
Alfabeta