Penerapan Standar Minimal Pelayanan Imunisasi Campak pada Pengungsi dalam Masa Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2013

11

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Campak
Penyakit campak adalah salah satu penyakit yang sangat menular dan serius,
yang disebabkan oleh virus jenis paramyxovirus. Seseorang yang terinfeksi campak
seringkali menularkan virus tersebut ke lebih dari 90% orang yang yang memiliki
kontak dekat dengannya. Virus ini ditularkan melalui batuk, bersin, kontak pribadi
yang dekat, atau kontak langsung dengan cairan ludah, tenggorok atau cairan hidung
orang yang terinfeksi. Virus tetap aktif di udara maupun permukaan yang terinfeksi
hingga dua jam, dan dapat ditularkan oleh orang yang terinfeksi sejak 4 hari sebelum
mulai timbul bercak hingga 4 hari setelah timbul bercak.
Gejala dan tanda penyakit campak biasanya dimulai dari demam tinggi, yang
timbul 10-12 hari setelah terpapar oleh virus. Demam bertahan selama 4-10 hari, dan
dapat disertai pilek, batuk, mata merah dan berair, serta bintik putih halus di dalam
mukosa mulut (bercak koplik). Setelah beberapa hari akan timbul bercak merah yang
biasanya dimulai dari wajah dan bagian atas leher. Kira-kira 3 hari kemudian ruam
akan meluas ke tangan dan kaki, kemudian ke seluruh tubuh. Ruam bertahan sampai
5-6 hari kemudian hilang.

Penyakit campak merupakan penyakit berat yang merusak epitel permukaan
dan sistem kekebalan tubuh. Penyakit ini juga meningkatkan kerentanan terhadap
agen

infeksi

lain

seperti

pneumococcus,

Haemophylus

influenzae,

dan

11


12

Staphylococcus aureus. Penyakit campak juga dapat menyebabkan ataupun
memperburuk defisiensi Vitamin A, sehingga meningkatkan risiko xerophthalmia,
kebutaan, dan kematian terutama pada anak-anak. Case-fatality rate akibat campak
diperkirakan 3-5% di negara berkembang, tetapi bisa meningkat menjadi 10-30%
pada pengungsi (displaced people). (WHO, 2005)
Kematian akibat campak biasanya disebabkan oleh komplikasi berupa
kebutaan, encephalitis, diare berat dan dehidrasi, infeksi telinga, dan infeksi saluran
nafas yang berat seperti pneumonia. Kelompok yang paling berisiko terkena campak
dan komplikasinya adalah anak-anak yang belum divaksinasi. Setiap orang yang
belum divaksinasi juga berisiko menderita campak. Seperti penyakit virus lainnya,
tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit campak, tetapi penyakit ini dapat
dicegah dengan imunisasi.

2.2. Imunisasi Campak
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar tidak akan menderita penyakit
tersebut.
Menurut WHO, imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang menjadi

imun atau kebal terhadap suatu penyakit menular, khususnya melalui pemberian
vaksin. Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melindungi seseorang
terhadap infeksi atau penyakit tertentu. Imunisasi merupakan cara yang telah terbukti
dapat mengendalikan dan memberantas berbagai penyakit menular, dan diperkirakan

13

imunisasi dapat mencegah 2 – 3 juta kematian per tahun. Imunisasi merupakan salah
satu investasi kesehatan yang paling hemat biaya, dengan strategi yang telah terbukti
yang membuatnya dapat diakses, bahkan oleh populasi yang paling rentan dan sulit
dijangkau. Vaksinasi memiliki kelompok sasaran yang telah ditentukan dengan jelas,
dan dapat disalurkan secara efektif.
Vaksin adalah sediaan biologis yang meningkatkan kekebalan terhadap
penyakit tertentu. Vaksin biasanya berisi agen yang menyerupai mikroorganisme
penyebab penyakit dan sering dibuat dari kuman, toksin, atau protein permukaannya,
yang telah dibunuh atau dilemahkan. Agen tersebut akan merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk mengenali agen tersebut sebagai benda asing, menghancurkan,
dan mengingatnya, sehingga apabila mikroorganisme tersebut kemudian muncul lagi,
sistem kekebalan tubuh akan dengan mudah mengenali dan menghancurkannya.
Vaksin campak adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan, merupakan

vaksin beku kering berwarna kekuningan pada vial gelas, yang harus dilarutkan
hanya dengan pelarut vaksin campak kering produksi PT Bio Farma yang telah
disediakan secara terpisah. Vaksin campak ini berupa serbuk injeksi. (P.T. Biofarma).
Vaksin campak telah digunakan selama 50 tahun, dan merupakan cara
pencegahan campak yang aman, efektif, dan murah. WHO merekomendasikan
vaksinasi campak untuk semua anak yang rentan dan orang dewasa bila tidak ada
kontraindikasi. Pemberian 2 dosis vaksin campak baik sendiri maupun dengan
kombinasi dengan rubella (MR) ataupun dengan gondong dan rubella (MMR)
merupakan standar pelaksanaan imunisasi yang direkomendasikan WHO.

14

Vaksinasi campak merupakan salah satu prioritas utama dalam fase akut
kedaruratan, terutama bila cakupan vaksin pada populasi yang terdampak di bawah
90%. Tujuan utama program vaksinasi campak adalah untuk mencegah KLB campak
, dimana dalam situasi kedaruratan kesehatan, tingkat kematian yang tinggi sering
dikaitkan dengan penyakit ini. Vaksinasi campak merupakan salah satu upaya
kesehatan masyarakat yang paling hemat biaya ( cost- effective ) dalam situasi
darurat. (WHO, 2005)
2.2.1. Dosis dan Cara Pemberian

Vaksin campak diberikan dengan dosis 0,5 ml, disuntikkan secara subkutan.
Dosis pertama diberikan pada usia 9 bulan, dan vaksin penguat diberikan pada usia 57 tahun. Jadwal BIAS disesuaikan dengan program imunisasi Kementerian Kesehatan
(Sumber: IDAI, 2011)
2.2.2. Efek Samping
Vaksin campak dapat mengakibatkan sakit ringan dan bengkak pada lokasi
suntikan, yang terjadi 24 jam setelah vaksinasi. Pada 5-15 % kasus terjadi demam
(selama 1-2 hari), biasanya 8-10 hari setelah vaksinasi. Pada 2 % kasus terjadi
kemerahan (selama 2 hari), biasanya 7-10 hari setelah vaksinasi. Kasus ensefalitis
pernah dilaporkan terjadi (perbandingan 1/1.000.000 dosis), kejang demam
(perbandingan 1/3000 dosis ).
2.2.3. Kontraindikasi
Vaksin ini sebaiknya tidak diberikan bagi orang yang alergi terhadap dosis
vaksin campak sebelumnya, wanita hamil karena efek vaksin campak terhadap janin

15

belum diketahui, orang yang alergi berat terhadap kanamisin dan eritromisin, anak
dengan infeksi akut disertai demam, anak dengan defisiensi sistem kekebalan, anak
dengan pengobatan intensif yang bersifat imunosupresif, anak yang mempunyai
kerentanan tinggi terhadap protein telur.


2.3. Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan
Penanganan Pengungsi
Standar minimal adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup
(air bersih dan sanitasi, persedian pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal dan
pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana atau pengungsi
untuk dapat hidup layak, sehat, dan manusiawi. (Depkes, 2001).
Tolok ukur adalah pertanda yang menunjukkan suatu standar sudah (atau
belum) tercapai. Tolok ukur ini menyediakan cara untuk mengukur/menilai dan
mengkomunikasikan dampak atau hasil suatu program, juga prosesnya dan metodametodanya. Tolok ukur bisa bersifat kuantitatif (berupa angka-angka yang
menunjukkan jumlah atau persentase), bisa juga bersifat kualitatif (berbentuk paparan
keadaan atau status).
Tujuan dibuatnya Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan
Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi adalah:
Tujuan Umum: Terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana
dan pengungsi sesuai dengan standar minimal.

16

Tujuan Khusus:

a. Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
dengan standar minimal.
b. Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan penyakit menular bagi korban
bencana dan pengungsi sesuai dengan standar minimal.
c. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi
sesuai dengan standar minimal.
d. Terpenuhinya kesehatan lingkungan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
dengan standar minimal.
e. Terpenuhinya kebutuhan papan dan sandang bagi korban bencana dan pengungsi
sesuai dengan standar minimal.
Standar minimal yang harus dipenuhi dalam upaya pemberantasan dan
pencegahan penyakit menular mencakup vaksinasi, masalah umum kesehatan di
pengungsian, manajemen kasus, surveilans, dan ketenagaan.
2.3.1. Standar Minimal Vaksinasi Pada Bencana
Vaksinasi campak harus dijadikan prioritas sedini mungkin dalam keadaan
darurat. Program vaksinasi harus segera dimulai begitu tenaga kesehatan, vaksin,
peralatan dan perlengkapan lain sudah tersedia, tanpa menunda-nunda lagi. Tidak
perlu menunggu sampai vaksin-vaksin lain tersedia, atau sampai telah ada laporan
tentang munculnya kasus campak di lokasi. Mungkin (namun sangat jarang terjadi)
tim penilai situasi awal memutuskan bahwa vaksinasi campak tidak perlu dilakukan.

Bila demikian keputusan harus didasari oleh faktor-faktor epidemiologis, misalnya

17

pelaksanaan kampanye vaksinasi sebelumnya di daerah tersebut, tingkat cakupan
vaksinasi yang telah dijalankan, serta perkiraan jumlah penduduk yang paling rentan
terkena campak. Dampak kondisi lain, tim penilai awal mungkin merekomendasikan
agar setiap orang yang telah berusia lebih dari 15 tahun juga divaksin, dengan alasan
kuat bahwa nampak terbukti tingkat usia tersebut juga rawan terkena penyakit
campak.
Tolok ukur kunci:
a. Bila muncul satu kasus campak (yang masih dalam tahap diduga maupun sudah
pasti), dilakukan pemantauan di lokasi termasuk mengenai status vaksinasi dan
usia pasien.
b. Dalam pengendalian wabah campak pemberian vaksin kepada anak usia 6 bulan
sampai 15 tahun atau lebih disertai pemberian vitamin A dengan dosis yang tepat
adalah kuncinya.
Bila yang dihadapi di lapangan adalah situasi pengungsian, para pendatang
baru ke lokasi/kamp/penampungan/pemukiman sementara secara sistematis harus
divaksin. Semua anak yang berusia 6 bulan hingga 15 tahun menerima vaksin campak

dan Vitamin A dengan dosis yang tepat.
Tolok ukur kunci:
a. Dilaksanakan oleh puskesmas di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten
dan bekerja sama dengan instansi terkait.
b. Sampai 100% dari semua anak dalam kelompok sasaran (termasuk pendatang
baru di kamp pengungsian) sudah divaksin.

18

c. Pasokan vaksin di lokasi setara dengan 140% kelompok sasaran, termasuk 15%
untuk kemungkinan tidak terpakai/terbuang dan 25% cadangan. Kebutuhan bagi
pendatang baru diproyeksikan, dan bila tidak tersedia vaksin harus segera
didatangkan.
d. Yang digunakan hanyalah vaksin dan jarum suntik sekali pakai sesuai dengan
ketentuan WHO.
e. Rantai pasokan harus terus dipantau sejak pembuatannya hinga ke lokasi
pemberian vaksin untuk menjamin kelayakannya.
f. Persediaan jarum suntik di lokasi setara dengan 125%

kelompok sasaran,


termasuk 25% cadangan jarum-jarum suntik berkapasitas 5 ml untuk melarutkan
dosis-dosis jamak tersedia. Diperlukan satu jarum suntik untuk setiap zat yang
akan dilarutkan bersama.
g. Kotak pengaman yang sesuai dengan rekomendasi WHO tersedia untuk masingmasing jarum suntik sebelum dibuang setelah digunakan. Kotak-kotak tersebut
dibuat sesuai dengan ketentuan WHO.
h. Pasokan Vitamin A setara dengan 125%

kelompok sasaran termasuk 25%

cadangan bila akan digunakan bersamaan dengan kampanye vaksinasi campak.
i. Kepala Puskesmas merencanakan kebutuhan vaksin, KMS (Kartu Menuju Sehat),
Buku Induk khusus penanganan kesehatan pengungsi, peralatan dan tenaga
kesehatan (juru imunisasi) dengan memperhitungkan jumlah sasaran sekaligus
pemberian Vitamin A.

19

j. Tanggal pemberian vaksin dicatat setiap catatan kesehatan anak (memakai buku
induk). Bila mungkin disediakan juga catatan kesehatan.

k. Bayi yang divaksin sebelum usia 9 bulan memerlukan revaksinasi jika usianya
mencapai 9 bulan.
l. Puskesmas melaksanakan dan memastikan vaksinasi berkesinambungan yang
rutin terhadap setiap pendatang baru di kamp pengungsian, dan mengidentifikasi
anak-anak yang butuh vaksinasi ke-2 (bayi yang mencapai usia 9 bulan).
m. Pesan-pesan yang relevan dalam bahasa daerah setempat disebarluaskan kepada
kelompok-kelompok ibu atau pengasuh anak yang tengah menunggu giliran
mencakup manfaat vaksin, kemungkinan efek samping, kapan harus kembali
untuk revaksinasi, dan mengapa harus menyimpan KMS.

2.4. Bencana
2.4.1. Definisi Bencana
Definisi bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau

faktor non alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak/tidak terencana
atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola

20

kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat
dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia dan
lingkungannya. (Depkes RI, 2007).
Definisi bencana menurut WHO:
1. Sebuah gangguan serius dari berfungsinya suatu komunitas atau masyarakat yang
mengakibatkan banyaknya korban jiwa, kerugian harta benda, gangguan ekonomi,
atau kerusakan lingkungan yang melebihi kemampuan komunitas atau masyarakat
tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri.
2. Situasi atau peristiwa, yang melebihi kapasitas lokal, dan membutuhkan bantuan
tingkat nasional atau internasional.
Menurut ISDR ( International Strategy for Disaster Reduction ), bencana
terjadi ketika tiga kondisi berikut terjadi pada saat yang bersamaan:
1. Ketika orang-orang hidup di tempat-tempat yang berbahaya seperti dekat dengan
gunungapi aktif, di lereng yang tidak stabil yang memungkinkan terjadinya tanah
longsor, atau dekat dengan sungai yang bisa mengakibatkan banjir.
2. Ketika suatu fenomena yang berbahaya terjadi, baik fenomena alam maupun yang
disebabkan oleh perbuatan manusia.
3. Ketika fenomena tersebut juga menyebabkan banyak kerusakan, terutama bila
tidak diambil tindakan pencegahan sebelumnya.

21

2.4.2. Jenis-jenis Bencana
UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan jenis-jenis bencana sebagai berikut:
1. Bencana Alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa dempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana Non Alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3. Bencana Sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
2.4.3. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Menurut UU no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 5,
Pemerintah

dan

Pemerintah

Daerah

menjadi

penanggung

jawab

dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana. Di dalam pasal 6 disebutkan bahwa salah
satu tanggung jawab Pemerintah dalam penanggulangan bencana adalah penjaminan
pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan
sesuai dengan standar pelayanan minimum. Salah satu hak masyarakat yang terkena
bencana adalah mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, yang meliputi

22

bantuan penyediaan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan,
pelayanan psikososial, penampungan dan tempat hunian.
Pelayanan kesehatan yang harus dilaksanakan di lokasi pengungsian adalah:
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (pengamatan penyakit, promotif,
preventif termasuk imunisasi, dan penanganan kasus), Pelayanan Kesehatan Gizi,
Pelayanan Kesehatan Reproduksi, Pelayanan Kesehatan Jiwa.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 tahap yaitu : tahap
prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana. Penyelenggaraan penanggulanga bencana pada saat
tangap darurat meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya
b. Penentuan status keadaan darurat bencana
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
d. Pemenuhan kebutuhan dasar
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan
f. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.
Upaya tanggap darurat bidang kesehatan antara lain:
a. Penilaian cepat kesehatan (Rapid Health Assessment)

23

b. Pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan
c. Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan
d. Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan.
2.4.4. Masalah Kesehatan Akibat Bencana
Dalam situasi bencana selalu terjadi kedaruratan di semua aspek kehidupan.
Terjadinya kelumpuhan pemerintahan, rusaknya fasilitas umum, terganggunya sistem
komunikasi dan transportasi, lumpuhnya pelayanan umum yang mengakibatkan
terganggunya tatanan kehidupan masyarakat, jatuhnya korban jiwa, hilangnya harta
benda, meningkatnya angka kesakitan merupakan dampak dari adanya bencana.
(Depkes RI, 2001)
WHO juga menyebutkan bahwa dampak buruk bencana yang sering terjadi
adalah

pengungsian,

rusaknya

lingkungan

dan

perekonomian,

kemiskinan,

kelangkaan air bersih, sanitasi dan pengelolaan limbah yang buruk, status gizi yang
buruk akibat kekurangan pangan, dan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan.
Berbagai faktor risiko di atas menempatkan masyarakat yang menjadi korban
bencana sebagai kelompok yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit,
termasuk penyakit yang dapat diimunisasi (vaccine-preventable diseases).
Setiap kejadian bencana selalu menyebabkan krisis kesehatan, diantaranya
lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban mati, korban luka, pengungsi, masalah gizi,
masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular,
gangguan kejiwaan, dan gangguan pelayanan kesehatan reproduksi. (PPK Depkes RI,
2011).

24

Salah satu dampak bencana adalah pengungsian. Pengungsi adalah orang atau
kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk
jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. Permasalahan
kesehatan pada pengungsian terutama disebabkan oleh:
a. Kerusakan lingkungan dan pencemaran
b. Jumlah pengungsi yang banyak, menempati suatu ruangan yang sempit, sehingga
harus berdesakan
c. Pada umumnya tempat penampungan pengungsi tidak memenuhi syarat kesehatan
d. Ketersediaan air bersih yang sering tidak mencukupi baik jumlah maupun
kualitasnya
e. Di antara pengungsi selalu ditemui banyak orang yang berisiko tinggi seperti
bayi, balita, ibu hamil dan menyusui, lanjut usia.
f. Pengungsian berada di daerah endemis penyakit menular, dekat sumber
pencemaran, dan lain-lain.
g. Kurangnya PHBS
h. Kerusakan pada sarana kesehatan yang seringkali berakibat padamnya listrik
sehingga berisiko terhadap kualitas vaksin.
Berbagai faktor di atas menyebabkan para pengungsi sangat rentan terhadap
penyakit menular yang berpotensi wabah seperti diare, ISPA, malaria, DBD, P3DI,
keracunan, dan penyakit-penyakit spesifik lokal.

25

2.5. Gunungapi
2.5.1. Pengertian Gunungapi
Menurut badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Indonesia, gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat
keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi.
Gunungapi merupakan gunung yang masih aktif melakukan letusan atau suatu
permukaan bumi yang menonjol yang mempunyai kekuatan dari dalam untuk
mengeluarkan material yang terkandung di dalamnya yang disertai dengan awan
panas (Prager, 2006)
2.5.2. Klasifikasi Gunungapi di Indonesia
a. Tipe A : Gunungapi yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurangkurangnya satu kali sesudah tahun 1600.
b. Tipe B : Gunungapi yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi
magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan
solfatara (hembusan gas belerang).
c. Tipe C : Gunungapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia,
namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan
solfatara/fumarola pada tingkat lemah. (Badan Geologi)
2.5.3. Bahaya Gunungapi
Bahaya letusan gunungapi dapat berpengaruh secara langsung (primer) dan
tidak langsung (sekunder) yang menjadi bencana bagi kehidupan manusia.

26

2.5.3.1.Bahaya Primer
a. Leleran Lava
Berupa cairan lava yang pekat dan panas, dapat merusak segala infrastruktur
yang dilaluinya. Pada umumnya di Indonesia leleran lava yang dierupsikan
gunungapi komposisi magmanya menengah sehingga pergerakannya cukup
lambat sehingga manusia dapat menghindarkan diri dari terjangannya.
b. Aliran Piroklastik (awan panas)
Terjadi akibat runtuhan tiang asap erupsi plinian, letusan langsung ke satu arah,
guguran kubah lava atau lidah lava dan aliran pada permukaan tanah (surge).
Kecepatan aliran dapat mencapai 150-250 km/jam dan jangkauan aliran dapat
mencapai puluhan kilometer walaupun bergerak di atas air/laut.
c. Jatuhan Piroklastik
Terjadi dari letusan yang membentuk tiang asap cukup tinggi, pada saat
energinya habis, abu akan menyebar sesuai arah angin kemudian jatuh lagi ke
muka bumi berupa hujan abu. Hujan abu dapat merusak tanaman, merobohkan
rumah, mengganggu pernafasan, dan membahayakan jalur penerbangan.
d. Lahar Letusan
Terjadi pada gunungapi yang mempunyai danau kawah. Apabila volume air alam
kawah cukup besar, akan menjadi ancaman langsung saat terjadi letusan dengan
menumpahkan lumpur panas.

27

e. Gas Vulkanik Beracun
Umumnya muncul pada gunungapi aktif berupa CO, CO2, HCN, H2S, SO2, dan
lain-lain, pada konsentrasi di atas ambang batas dapat membunuh.
2.5.3.2.Bahaya Sekunder
a. Lahar Hujan
Terjadi apabila endapan material lepas hasil erupsi gunungapi yang diendapkan
pada puncak dan lereng, terangkut oleh hujan atau air permukaan, berupa aliran
lumpur yang sangat pekat sehingga dapat mengangkut material berbagai ukuran.
Lahar dapat merubah topografi sungai yang dilaluinya dan merusak infrastruktur.
b. Banjir Bandang
Terjadi akibat longsoran material vulkanik lama pada lereng gunungapi karena
jenuh air atau curah hujan cukup tinggi.
c. Longsoran Vulkanik
Dapat terjadi akibat letusan gunungapi, eksplosi uap air, alterasi batuan pada
tubuh gunungapi sehingga menjadi rapuh, atau terkena gempabumi berintensitas
kuat.

28

2.6. Kerangka Pikir

Persiapan

Standar
Minimal
Imunisasi pada
Pengungsi

Penilaian Cepat
Kelompok Sasaran
Tenaga
Pasokan Vaksin &
Logistik
Pasokan Vit. A
Cold Chain
KMS

Pelaksanaan

Prosedur penyuntikan
Pencatatan di KMS
Edukasi

Evaluasi

Kegiatan imunisasi
KIPI
Cakupan Imunisasi
Surveilans Campak

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Indikator
Keberhasilan