Politik Multikulturalisme (Studi Analisis Pada Struktur Pemerintahan Kota Pematangsiantar)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah sebuah negeri yang sangat heterogen. Bangsa Indonesia
terdiri dari ras dan suku bangsa yang beragam, berbicara dalam bahasa dan dialek
yang berbeda, serta hidup dalam budaya yang plural. Alam Indonesia, dari Sabang
hingga Merauke, memang juga beraneka ragam, terdiri dari ribuan pulau, terpisah
oleh selat dan laut, dihuni oleh flora yang bermacam-macam serta ditumbuhi oleh
fauna yang beraneka. 1
Di dalam penelitian etnologis, diketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri
atas kurang lebih 600 suku bangsa dengan identitasnya masing-masing serta
kebudayaannya yang berbeda-beda. 2 Keanekaragaman ini melahirkan banyak
corak warna dalam satu wadah negara yang menjadikan Indonesia sebagai negara
yang memiliki banyak perbedaan. Perbedaan yang beragam ini pulalah yang
melahirkan semboyan Indonesia dengan sebutan “Bhineka Tunggal Ika”, yang
memiliki arti “berbeda-beda tetapi tetap satu”. Pada dasarnya, multikulturalisme
yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun
geografis yang begitu beragam dan luas.

1


Nur A. Fadhil Lubis. 2006. Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI Vol II No.1, Multikulturalisme
Dalam Politik. hal. 19.
2
Ibid. hal. 19.

1
Universitas Sumatera Utara

Multikulturalisme secara Etimologis dibentuk dari kata multi (banyak),
kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu
terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya
dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. 3 Dengan demikian setiap
individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup
bersama komunitasnya.
Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana
setiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu
masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai
masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan
yang sangat banyak dan beraneka ragam.

Negara Indonesia menganut multikulturalisme yang tercermin dalam
simbol yang telah disepakati bersama, yakni Bhineka Tunggal Ika. Bhineka
Tunggal Ika merupakan suatu pengakuan terhadap heterogenitas etnik, budaya,
agama, ras, dan gender, namun menuntut adanya persatuan dalam komitmen
politik membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bhineka
Tunggal Ika sebagai simbol yang seharusnya dapat difungsikan sebagai roh
penggerak perilaku masyarakat Indonesia, di dalam kenyataan belum secara
sungguh-sungguh dijadikan kekuatan untuk membangun bangsa dan negara.
Bahkan pada beberapa tempat, kemajemukan masih dianggap sebagai sumber

3

Choirul Mahfud. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal. 75.

2
Universitas Sumatera Utara

permasalahan bahkan konflik, yang membuktikan bahwa realitas heterogenitas
belum dipahami dan diakui oleh seluruh lapisan masyarakat. 4
Multikulturalisme muncul pertama kali di Amerika Serikat tahun 1850-an

dan berkembang melalui tiga fase, yakni: 1) perjuangan mencapai kesamaan
kedudukan dari ras-ras berbeda; 2) penolakan gerakan rasisme dalam penegakan
hak asasi manusia; dan 3) pengakuan terhadap pluralisme budaya. 5
Dalam sejarahnya di bidang politik, istilah multikulturalisme muncul pada
tahun 1971 ketika pemerintah Kanada meneguhkan berdirinya Komisi Kerajaan
tentang Bilingualism and Biculturalism. Islitah multikulturalisme begitu populer
di Kanada, Australia, Amerika Serikat, tetapi tidak banyak diminati Jerman dan
Perancis. Multikulturalisme adalah varian teori perbedaan, yang mengambil ide
dari gagasan posmodernisasi bahwa perbedaan secara analis lebih penting
daripada kebersamaan mereka. 6
Sementara di Asia sendiri multikulturalime memasuki wacana budaya
berawal dari tahun 1990-an. Multikulturalisme muncul sebagai akibat reaksi
internal suatu bangsa karena anti disintegrasi dari dalam dirinya pengaruh ekternal
global, gerakan arus demokrasi dan desakan hak asasi manusia global yang sering

4

Prof. Dr. Meutia F. Hatta. 2006. Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI Vol II No. 1. hal. 1.
H.A.R Tilaar. 2004. Multikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam Transformasi
Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo. hal. 89-90.

6
Ben Agger. 2005. Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi Wacana. hal.
140.
5

3
Universitas Sumatera Utara

kali tidak dipertimbangkan keintegrasiannya. Dalam konsep ini multikulturalisme
ingin memaknai dirinya tidak hanya tingkat lokal, regional, nasional dan global. 7
Di Indonesia, menurut Darma Putra istilah multikulturalisme mulai
mendominasi wacana publik awal tahun 2000-an sebagai akibat dari krisis
ekonomi yang berlarut-larut, meletusnya konflik kekerasan antar-etnik, dan
gerakan-gerakan separatisme di Indonesia.Menurutnya bahwa sebelum istilah
multikulturalisme populer dalam wacana publik dan wacana akademik, istilah
yang banyak dipakai adalah pluralisme. 8
Berbicara mengenai multikuluralisme pasti berkaitan erat dengan
keanekaragaman suku dan agama. Dengan keanekaragaman ini tentunya akan
membawa dampak positif dan negatif. Kenyataan bahwa kebudayaan yang
terdapat antara manusia sangat beraneka ragam. Hal itu dapat menimbulkan

beberapa dampak positif dan negatif pada perubahan kebudayaan dan kehidupan
masyarakat. Dampak positif itu di antaranya:
a) Keanekaragaman memberikan ruang bagi masyarakat untuk
terbuka dalam menjalin hubungan sosial maupun berbudaya.
b) Memberikan ikatan dan hubungan antar sesama.
c) Dapat saling berbagi bersahabat dan menghargai antar setiap
budaya, tanpa adanya batasan-batasan karena sebuah perbedaan.

7

Christantius Dwiatmadja, dkk. 2011. Menyama Braya (Studi Perubahan Masyarakat Bali)
Multikulturalisme Dalam Perspektif Teori. Fakultas Teologi UKSW. hal. 27.
8
I Nyoman Darma Putra. 2008. Bali Dalam Kuasa Politik. Denpasar: Arti Foundation. hal. 120.

4
Universitas Sumatera Utara

Di samping itu keanekaragaman budaya ini memiliki pengaruh negatif, di
antaranya:

a) Rentan terhadap konflik. Perbedaan nilai-nilai budaya dan norma
dasar akan sulit disesuaikan antara masing-masing agama, akan
selalu bertentangan dan ini akan memudahkan munculnya sebuah
konflik.
b) Munculnya sikap etnosentrisme, yaitu sikap atau pandangan yang
berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya
disertai

dengan

sikap

dan

pandangan

yang

meremehkan


masyarakat dan kebudayaan lain.
c) Munculnya sikap fanatisme dan ekstrim. Fanatisme atau fanatik
adalah suatu keyakinan yang kuat terhadap agama, kebudayaan,
kelompok, dan lain-lain. Ekstrim adalah sangat kuat, keras yang
solidaritas terhadap persamaan atau kelompoknya sendiri.
Secara khusus negara juga mengatur tentang keberagaman di Indonesia.
Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32 9:
a) Ayat 1: Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat
dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
b) Ayat 2: Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai kekayaan budaya nasional.
9

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32.

5
Universitas Sumatera Utara

Hal ini menunjukkan secara langsung, bahwa negara juga turut serta

berperan aktif dalam menjaga keanekaragaman di dalam kesederajatan. Akan
tetapi, dengan keanekaragaman yang ada, Indonesia secara langsung memiliki
celah yang sangat rentan menjadi titik-titik yang berbuah konflik. Hal mendasar
yang menjadi buah dari keberagaman adalah sudah pasti ada yang mayoritas dan
minoritas, terlepas dari ada atau tidaknya pihak yang mendominasi dan
didominasi. Melalui hal ini pulalah bahwa di dalam keberagaman itu, akan
muncul pembagian kelompok-kelompok kecil di masyarakat secara kuantitas,
yang didasarkan pada kesamaan ciri pada masing-masing kelompok. Oleh sebab
itu, dengan keanekaragaman yang dimiliki Indonesia, merupakan sebuah
tantangan yang besar di balik keindahan keberagamannya. Sebab, dibalik
indahnya keberagaman itu, melalui kelompok-kelompok kecil yang berdasar pada
kesamaan ciri, akan memudahkan munculnya konflik dalam bentuk agama, suku,
warna kulit, golongan, dan keragaman lainnya.
Keragaman, atau kebhinekaan atau multikultural merupakan salah satu
realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan Indonesia di masa
lampau, masa kini dan mendatang. Multikulturalisme perlu ditegaskan kembali,
secara sederhana dapat pula dipahami sebagai pengakuan, bahwa sebuah negara
atau masyarakat adalah beragam dan majemuk. Multikulturalisme bukan hanya
sebuah wacana, tetapi juga sebagai sebuah ideologi yang harus diperjuangkan,
karena dia dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan

kesejahteraan hidup masyarakat.

6
Universitas Sumatera Utara

Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme terserap ke dalam berbagai
interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan, mencakup
kehidupan

sosial,

kehidupan

ekonomi,

bisnis

dan

politik.


10

Politik

multikulturalisme adalah pemerintahan dimana semua identitas khusus yang
muncul dan berkembang di dalam masyarakat mendapat ruang. Setiap kelompok
tersebut haruslah memiliki wakil diparlemen maupun di kabinet. Semua kelompok
dari berbagai kalangan harus mendapat tempat untuk menyalurkan aspirasinya dan
ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. 11
Menurut Kymlicka arah atau tujuan politik multikulturalisme adalah :
”Pengakuan keberagaman budaya yang menumbuhkan kepedulian agar berbagai
kelompok

yang

termarjinalisasi

dapat


terintegrasi,

dan

masyarakat

mengakomodasi perbedaan budaya agar kekhasan identitas mereka diakui”.
Dalam era diberlakukannya otonomi daerah, siapa yang sepenuhnya
berhak atas sumber daya alam, fisik, dan sosial budaya, juga diberlakukan oleh
pemerintahan lokal, yang dikuasai dan didominasi administrasi dan politiknya
oleh putra daerah atau mereka yang secara suku bangsa adalah suku bangsa yang
asli setempat. Ini berlaku pada tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten
dan wilayah administrasinya. Ketentuan otonomi daerah ini menghasilkan
golongan dominan dan golongan minoritas yang bertingkat-tingkat sesuai dengan
kesukubangsaan yang bersangkutan. Situasi ini secara tidak langsung akan
10

Choirul Machfud. 2005. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal. 302.
http://www.academia.edu/8586020/Istilah_dalam_Politik_Multikulturalisme, Dhena, diakses tanggal 8 Juli
2015, pukul 17.40 WIB.
11

7
Universitas Sumatera Utara

melahirkan sebuah pola, dimana putra daerah akan memiliki peluang yang lebih
besar dalam memangku dan melaksanakan kepentingan. Sementara mereka
dengan jumlah yang lebih kecil dan bukan penduduk asli setempat memiliki
kesempatan maupun kemampuan yang lebih terbatas.
Sebagai bagian dari negara Indonesia yang beragam, Sumatera Utara
sebagai salah satu provinsi yang memiliki keberagaman yang cukup kompleks.
Bukan hanya sekedar wilayah geografis yang beragam, tetapi juga suku dan
agama. Kota Pematangsiantar termasuk salah satu kotamadya yang tergabung
dalam wilayah provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 23 Mei 1994 dikeluarkan
kesepakatan bersama Penyesuaian Batas Wilayah Administrasi antara Kota
Pematangsiantar

dan

Kabupaten

Simalungun,

yang

menjadikan

Kota

Pematangsiantar berdiri sendiri sebagai kotamadya. Dan pada saat itu, walikota
Pematangsiantar adalah Abu Hanifah, yang memimpin pada tanggal 29 Juni 1994
sampai tanggal 25 Mei 2000. Sampai pada saat ini Kota Pematangsiantar telah
melakukan pergantian walikota sebanyak tiga kali. Dan saat ini Kota
Pematangsiantar dipimpin oleh Walikota Hulman Sitorus. Kota Pematangsiantar
dihuni oleh 236.893 jiwa yang tersebar dalam 8 Kecamatan dan 53 Kelurahan.
Kota Pematangsiantar merupakan daerah yang terkenal dengan Etnis Batak Toba,
tetapi bukan berarti daerah ini tidak memiliki keberagaman di dalamnya. Kota
Pematangsiantar memiliki masyarakat yang di antaranya memeluk agama Kristen
Protestan, Islam, Katolik dan Budha. Kota Pematangsiantar juga terdiri dari
beberapa etnis, yaitu etnis Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Mandailing,

8
Universitas Sumatera Utara

Batak Karo, Jawa, Minang, dan Tionghoa. Keberagaman ini tersebar pula di
beberapa kecamatan di wilayah Pematangsiantar, dengan arti lain ada beberapa
daerah yang memang memiliki corak tersendiri.
Tabel 1.1:
Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Pematangsiantar Periode 2010-2015
NO
1

Instansi
Walikota

2

Wakil Walikota

3

Sekretaris Daerah Kota

4

Sekretaris DPRD

5

7

Ass. Adm. Pemerintahan dan
Kesra
Ass. Adm Ekonomi dan
Pembangunan
Ass. Adm. Umum

8

Staf Ahli Bidang Pemerintahan

9

Staf Ahli Bidang Hukum dan
Politik
Staf Ahli Bidang Pembangunan

6

10
11
12
13
14
15
16

Staf Ahli Bidang
Kemasyarakatan dan SDM
Staf Ahli Bidang Ekonomi dan
Keuangan
Inspektur

Nama Pejabat
Hulman Sitorus, SE

Suku
Toba

Drs. Koni Ismael
Siregar
Drs. Donver
Panggabean, M.Si
Mahaddin Sitanggang,
S.H
Leonardo Simanjuntak,
S.H., M.Hum.
Drs. M Akhir Harahap

Mandailing

Baren Alijoyo Purba,
S.H.
Drs. Pardamean Silaen.
M.Si.
Drs. Midian Sianturi

Simalungun

Drs. Eddy Nuah
Saragih
Chaidir Sitompul, S.H.

Simalungun

Dra. Neslianita Sinaga

Toba

Toba
Toba
Toba
Mandailing

Toba
Toba

Toba

Robert Dontes
Toba
Simatupang, S.E.
Drs.Esron Sinaga, M.Si. Toba

Kaban Pelayanan Perizinan
Terpadu
Kaban Perencanaan dan
Ir. Reinwart
Pembangunan Daerah (Bappeda) Simanjuntak, M.M.
Kaban Kepegawaian,
Pariaman Silaen, S.H.
Pendidikan dan Pelatihan

Toba
Toba

9
Universitas Sumatera Utara

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42

Kaban Penganggulangan
Bencana Daerah
Kaban Kesatuan Bangsa, Politik,
dan Perlindungan Masyarakat
Kaban Ketahanan Pangan
Kaban Penelitian Statistik
Kaban Pemberdayaan
Masyarakat
Kaban Penanaman Modal dan
Promosi Daerah
Kaban Lingkungan Hidup
Kaban Pemberdayaan
Perempuan dan KB
Kadis Pendidikan
Kadis Kesehatan
Kadis Bina Marga dan
Pengairan
Kadis Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan, dan Aset Daerah
Kadis Tata Ruang, Perumahan,
dan Permukiman
Kadis Sosial dan Tenaga Kerja
Kadis Perhubungan, Komunikasi
dan Informatika
Kadis Kependudukan dan
Catatan Sipil
Kadis Kebersihan
Kadis Koperasi dan UKM
Kadis Pemuda, Olah Raga,
Budaya dan Pariwisata
Kadis Pertanian dan Peternakan
Kadis Perindustrian dan
Perdagangan
Direktur RSU dr. Djasamen
Saragih
Dirut PDAM Tirtauli
Dirut PD Pasar Horas Jaya
Dirut PD Pembangunan dan
Aneka Usaha
Kakan Satuan Polisi Pamong

Drs. Daniel H. Siregar

Mandailing

Drs. Gunawan Purba

Simalungun

Drs. Tuahman Saragih
Naik Lubis, S.H.
Jhon Pieter Sitorus,
S.Sos., M.Si.
Agus Salam, S.E.

Simalungun
Mandailing
Toba

Drs. Jekson Gultom
Drg. Rumondang
Sinaga, MARS
Drs. Resman Panjaitan
Dr. Ronald H. Saragih
Rufinus, S.T.

Toba
Toba

Ir. Adiaksa Purba,
M.M.
Drs. Lukas Barus

Simalungun

Poltak Manurung, S.E.
Posma Sitorus, S.H.

Toba
Toba

S. M. Ulinasari
Girsang, S.H.
Drs. Robert Samosir
Drs. Kalbiner
Lumbantungkup, M.Si.
Dra. Fatimah Siregar

Simalungun

Robert Pangaribuan,
S.P., M.Si.
Zainal Siahaan, S.E.

Toba

dr. Ria Novida
Telaumbanua, M.Kes.
Badri, S.E., M.M.
Drs. Setia Siagian,
M.Si.
Herowin Sinaga, Ap,
M.Si.
Drs. Julham

Nias

Jawa

Toba
Simalungun
Jawa

Karo

Toba
Toba
Mandailing

Toba

Jawa
Toba
Toba
Toba

10
Universitas Sumatera Utara

Situmorang, M.Si.
Soefie Saragih, S.STP

Simalungun

44

Praja
Kakan Perpustakaan dan Arsip
Daerah
Kakan Pemadam Kebakaran

Sugiarto, S.H.

Jawa

45

Sekretaris KPU

Toba

46

Corry Purba, S.H.

Simalungun

Jalatua Hasugian, M.H.
Andri, S.E.

Toba
Jawa

Drs. L. Pardamean
Manurung
Gilbert Ambarita, S.H.

Toba

Robert Irianto, S.H.

Toba

53

Kabag Administrasi
Pemerintahan Umum
Kabag Administrasi
Kemasyarakatan
Kabag Humas dan Protokoler
Kabag Administrasi
Perekonomian
Kabag Administrasi
Pembangunan
Kabag Hukum dan Perundangundangan
Kabag Organisasi dan Tata
Laksana
Kabag Keuangan dan Aset

Drs. Hermanto
Panjaitan, M.Si.
Josua Sihaloho, S.STP

Toba

54

Kabag Umum dan Perlengkapan

55
56
57

Kabag Kesejateraan Rakyat
Camat Siantar Barat
Camat Siantar Utara

58

Camat Siantar Selatan

59
60

Camat Siantar Timur
Camat Siantar Marihat

61
62

Camat Siantar Martoba
Camat Siantar Sitalasari

63

Camat Siantar Marimbun

Jadimpan Pasaribu,
S.H.
Dra. Patresia Ruth
Marbun
Drs. Sa'amsah
Heryanto Siddik, S.STP
Junaedi Sitanggang,
S.STP
Hasudungan Hutahulu,
S.H.
Ir. JPM. Sitanggang
Johannes Sihombing,
S.STP
Rafidin Saragih, S.H.
Irwansyah Saragih,
S.Sos., M.Si.
Fidelis Sembiring,
S.STP

43

47
48
49
50
51
52

Toba

Toba

Toba
Jawa
Jawa
Toba
Toba
Toba
Toba
Simalungun
Simalungun
Karo

Sumber: www.pematangsiantarkota.go.id
Jika dilihat dari tabel diatas, pembagian struktural pemerintahan Kota
Pematangsiantar di masa kepemimpinan Hulman Sitorus memang masih di

11
Universitas Sumatera Utara

dominasi oleh suku Batak terutama Batak Toba, hal ini dapat dilihat dengan
banyaknya jabatan ditiap instansi yang diisi oleh orang yang bersuku Batak Toba,
akan tetapi masih ada variasi suku yaitu suku Batak Toba, Batak Simalungun,
Batak Karo, Batak Mandailing, Nias serta Jawa di dalamnya. Dimana pembagian
pejabat dalam pemerintahan Kota Pematangsiantar pada masa kepemimpinan
Hulman Sitorus mulai dari pejabat Eselon IV sampai Eselon II yaitu 36 orang
suku Batak Toba, 11 orang suku Batak Simalungun, 2 orang suku Batak Karo, 4
orang suku Batak Mandailing, 7 orang suku Jawa dan 1 suku Nias.
Hal menarik dari Kota Pematangsiantar adalah bahwa pemerintahan
Hulman

Sitorus

periode

2010-2015,

merupakan

untuk

ketiga

kalinya

Pematangsiantar memiliki kepala daerah yang berasal dari etnis Batak Toba.
Sehingga penelitian ini berfokus pada multikulturalisme dalam susunan
pemerintahan Hulman Sitorus yang merupakan Walikota ketiga dari etnis Batak di
Kota Pematangsiantar.
Dengan komposisi yang terdapat dalam struktur pemerintahan Kota
Pematangsiantar pada masa kepemimpinan Walikota Hulman Sitorus, ada
pertanyaan yang muncul dalam, apakah jabatan-jabatan dalam struktur
pemerintahan ini memang berdasarkan kemampuan dari pejabat tersebut, atau
karena ada hal lain.
Dari beberapa unsur ini, maka Kota Pematangsiantar termasuk salah satu
bagian dari keberagaman yang ada di Indonesia. Maka dari penjelasan

12
Universitas Sumatera Utara

sebelumnya, penelitian ini akan mengkaji tentang gambaran dan situasi
multikulturalisme di Kota Pematangsiantar dari segi politik. Dimana yang akan
dikaji adalah bagaimana situasi dan kondisi politik multikultural di dalam struktur
pemerintahan eksekutif di Kota Pematangsiantar periode pemerintahan 20102015.
Penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Satori, menunjukkan bahwa
pemahaman multikulturalisme dalam masyarakat berdampak positif dalam sistem
pemerintahan dengan meningkatkan pembangunan otonomi daerah. 12
Dalam jurnal yang ditulis oleh Muhammad Taqyuddin yang berjudul
Pendidikan Multikultural Terhadap Masyarakat di Indonesia menjelaskan bahwa
pentingnya masyarakat untuk paham dan sadar terhadap keberagaman yang ada
ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Keberagaman rentan menimbulkan konflik
dan perselisihan dalam masyarakat sehingga perlunya ada aksi dan tindakan untuk
mengatasinya. Jadi pemerintah dalam hal ini haruslah memberikan pendidikan
multikultural yang bertujuan agar masyarakat lebih peka dalam menghadapi
gejala-gejala yang berakar pada perbedaan kebudayaan di dalam masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis akan melakukan penelitian
tentang situasi politik multikulturalisme di Kota Pematangsiantar. Penulis
memberi judul penelitian ini dengan “POLITIK MULTIKULTURALISME (Studi
Analisis Pada Struktur Pemerintahan Eksekutif Kota Pematangsiantar).”

12

Akhmat Satori. 2012. Merajut Masyarakat Multikultural dalam Bingkai Otonomi Daerah

13
Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Kota Pematangsiantar merupakan kota yang memiliki keberagaman etnis,
terlihat dari kota ini dihuni oleh etnis Batak Toba, Batak Simalungun, Batak
Mandailing, Batak Karo, Jawa, Minang dan Tionghoa, juga dihuni oleh pemeluk
agama yang beragam yaitu Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu dan Budha.
Secara historis, suku asli yang mendiami daerah ini adalah etnis Batak
Simalungun.
Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 13 tentang
otonomi daerah, pembauran masyarakat di luar etnis Batak Simalungun semakin
terasa.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang keberagaman di Kota
Pematangsiantar, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana kondisi politik multikulturalisme pada masa kepemimpinan
Hulman Sitorus periode 2010-2015 di struktur pemerintahan eksekutif Kota
Pematangsiantar ?”

1.3 Pembatasan Masalah
Dalam sebuah penelitian dibutuhkan adanya pembatasan masalah terhadap
hal yang akan diteliti, pembatasan ini diperlukan agar hasil penelitian lebih
terfokus dan tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai menjadi karya tulis
yang sistematis. Adapun yang mejadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
13

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.

14
Universitas Sumatera Utara

1. Bagaimana kondisi keberagaman dari segi politik pada pemangku jabatan
eksekutif di Kota Pematangsiantar pada masa kepemimpinan walikota
Hulman Sitorus?
2. Bagaimana implementasi politik multikulturalisme di dalam pemerintahan
eksekutif Kota Pematangsiantar pada masa kepemimpinan walikota
Hulman Sitorus?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.

Mengeksplorasi

kondisi

Pematangsiantar

pada

Politik
struktur

Multikulturalisme
pemerintahan

di

Kota

eksekutif

Kota

Pematangsiantar.
2. Menganalisis peran masyarakat etnis minoritas dalam komposisi
pemerintahan eksekutif Kota Pematangsiantar.
1.5 Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian, secara teoritis diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi masyarakat.Terlebih lagi untuk perkembangan Ilmu pengetahuan.
Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Secara Teori
Penelitian ini diharapkan mampu menganalisis dan memberikan informasi
tentang Politik Multikulturalisme. Dalam penelitian ini yang akan dikaji
adalah Politik Multikulturalisme di Kota Pematangsiantar.

15
Universitas Sumatera Utara

2. Secara Lembaga
Penelitian ini diharapkan mampu untuk menjadi bahan rujukan tentang
Politik Multikulturalisme bagi kaum akademisi terlebih dalam studi politik
lokal. Secara khusus bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
3. Secara Kemasyarakatan
Penelitian ini kiranya mampu untuk menambah informasi sebagai bahan
bacaan tentang Politik Multikulturalisme, khususnya bagi masyarakat di
Kota Pematangsiantar.
1.6 Kerangka Teori
1.6.1 Teori Politik Multikultural
Teori politik adalah teori yang lebih menekankan bahwa politik adalah
semua

kegiatan

mempertahankan

yang

menyangkut

kekuasaan.

Biasanya

masalah

memperebutkan

dianggap

bahwa

dan

perjuangan

kekuasaan (power struggle) ini mempunyai tujuan yang menyangkut
kepentingan seluruh masyarakat 14.
Deliar Noer dalam Pengantar ke Pemikiran Politik menyebutkan
bahwa: teori tentang ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah
kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini
tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara
yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru.
14

Prof. Miriam Budiharjo. 2009.Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. hal. 18.

16
Universitas Sumatera Utara

Sementara Multikultural pada dasarnya merupakan konsep yang
berbicara mengenai keberagaman. Keberagaman adalah istilah yang
menggambarkan satu cara khusus untuk merespons keanekaragaman etnis.
Namun dalam kenyataannya tidak ada pandangan multikulturalis tunggal,
melainkan macam-macam sikap tentang syarat multikulturalisme.
Teori Multikulturalisme sistematis pertama dikembangkan oleh Will
Kymlica. Menurut Kymlica, hak-hak minoritas tidak dapat digolongkan
sebagai hak asasi manusia karena standar-standar hak asasi manusia tidak
mampu menyelesaikan persoalan yang paling penting dan kontroversial
terkait golongan minoritas budaya. Karena itu Kymlica berambisi
mengembangkan sebuah teori liberal untuk hak-hak minoritas yang
menjelaskan bagaimana hak minoritas hidup berdampingan dengan hak asasi
manusia, bagaimana hak minoritas akan dibatasi dengan prinsip kemerdekaan
individu, demokrasi, dan keadilan sosial 15 . Teori yang akhirnya diajukan
Kymlica membedakan tiga jenis hak minoritas yaitu:
1. Hak menyelenggarakan pemerintahan sendiri
Mengharuskan adanya pendelegasian kekuasaan kepada golongan
minoritas bangsa.
2. Hak polietnis

15

Gerald F Gaus, Chandran Kukathas. 2012. Hand Book Teori Politik. Bandung: Nusa Media. hal. 574.

17
Universitas Sumatera Utara

Menjamin dukungan financial dan perlindungan hukum bagi
praktik-praktik yang menjadi ciri khas beberapa golongan etnis
atau agama.
3. Hak perwakilan khusus
Menjamin tempat bagi wakil-wakil golongan minoritas di badan
atau lembaga negara.
Penjelasan Kymlica untuk hak-hak yang dibedakan berdasarkan
golongan ini berpusat pada pembedaan antara dua jenis golongan minoritas,
Golongan minoritas bangsa dan Golongan minoritas etnis. Golongan
minoritas bangsa adalah suku bangsa yang kebudayaannya dahulu
memerintah sendiri dan terpusat secara teritorial, namun kini telah dilebur ke
dalam suatu negara yang lebih besar. Sementara, Golongan minoritas etnis
adalah suku bangsa yang telah bermigrasi ke suatu masyarakat baru dan tidak
ingin

menyelenggarakan

pemerintahan

sendiri,

tetapi

tetap

ingin

mempertahankan tradisi dan identitas etnisnya.
Inti teori multikulturalisme Kymlica adalah sebentuk nasionalisme.
Kymlica berpendapat bahwa tradisi liberal memiliki sejarah yang mengakui
hak-hak yang dibedakan berdasarkan golongan.
Berbicara tentang multikultural tentu tidak dapat terlepas dari
berbicara tentang masyarakat majemuk. Hal ini selalu beriringan bila
menelaah tentang keanekaragaman. Konsep masyarakat majemuk atau
masyarakat plural sering kali dibicarakan bersama-sama dengan konsep

18
Universitas Sumatera Utara

masyarakat multikultural, karena keduanya sama-sama menggambarkan
keanekaragaman sosial dan kebudayaan. Pembahasan tentang masyarakat
majemuk mulai memasuki dunia Antropologi mengenai kebijakan dan praktik
kolonial di Indonesia dan Burma. Masyarakat majemuk sebagai masyarakat
dimana orang-orang yang secara rasial berbeda hanya bertemu di pasar-pasar,
suatu gambaran mengenai politik ekonomi kolonial. Kebudayaan-kebudayaan
penyusun masyarakat majemuk dilihat sebagai entitas otonom, distinktif,
yang berbeda satu sama lain. Batas-batas antara kebudayaan-kebudayaan satu
sama lain tegas, dan interaksi di antaranya minimal kecuali dalam arena pasar
atau arena publik lainnya yang memungkinkan orang bertemu karena
kepentingan tertentu. Masyarakat majemuk adalah “kumpulan orang-orang
dan mereka bergaul tapi tidak bercampur. Setiap kelompok memegang agama
sendiri, kebudayaan dan kebiasaan sendiri, gagasan dan cara hidup sendiri.
Inilah masyarakat majemuk, dengan bagian-bagian komunitas yang hidup
berdampingan tetapi terpisah dalam satuan politik yang sama”. 16
Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah kenyataan yang sudah
berjalan secara berkelanjutan hingga saat ini. Masyarakat Indonesia yang
terdiri atas berbagai budaya secara logis akan mengalami berbagai
permasalahan, di mana persentuhan antar budaya akan selalu terjadi karena
permasalahan silang budaya selalu terkait erat dengan kultural materialisme
yang mencermati budaya dari pola pikir dan tindakan dari kelompok sosial

16

Andrik Purwasito.Op.Cit. Hal. 37.

19
Universitas Sumatera Utara

tertentu. Nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan menjadi acuan sikap
dan perilaku manusia sebagai mahkluk individual yang tidak terlepas dari
kaitannya pada kehidupan masyarakat dengan orientasi kebudayaannya yang
khas, sehingga baik pelestarian maupun pengembangan nilai-nilai budaya
merupakan proses yang sekaligus bermatra individual, sosial, dan kultural.
Dalam

kenyataannya

persentuhan

nilai-nilai

budaya

sebagai

manifestasi dinamika kebudayaan tidak selamanya berjalan secara mulus.
Permasalahan silang budaya dalam masyarakat majemuk (heterogen) dan
jamak

(pluralistis)

seringkali

bersumber

dari

masalah

kesenjangan

komunikasi, serta kesenjangan tingkat pengetahuan, status sosial, geografis,
dan adat kebiasaan yang merupakan kendala bagi tercapainya suatu
konsensus yang perlu disepakati dan selanjutnya ditaati secara luas.
Tambahan lagi dengan posisi Indonesia sebagai negara berkembang, akan
selalu mengalami perubahan yang pesat dalam berbagai aspek kehidupan,
sehingga membuat celah-celah masalah keberagaman dapat menjadi sebuah
potensi konflik di dalam masyarakat.
Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan
konsep serta praktik multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli,
membuat seorang tokoh bernama Parekh membedakan lima macam
multikulturalisme: 17

17
Azra, Azyumardi. 2007. Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 37.

20
Universitas Sumatera Utara

a) Multikulturalisme Isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana
berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan
terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
b) Multikulturalisme Akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki
kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasiakomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas.
Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang,
hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan
memberikan

kebebasan

kepada

kaum

minoritas

untuk

mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka.
Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur
dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara
Eropa.
c) Multikulturalisme
kelompok-kelompok

Otonomis,
kutural

masyarakat
utama

plural

berusaha

dimana

mewujudkan

kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan
kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif
bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk
mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama
dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan
dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua
kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.

21
Universitas Sumatera Utara

d) Multikulturalisme Kritikal atau Interaktif, yakni masyarakat
plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus
(concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih
membentuk

penciptaan

kolektif

yang

mencerminkan

dan

menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
e) Multikulturalisme Kosmopolitan, berusaha menghapus batasbatas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di
mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan,
sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan
interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural
masing-masing.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Politik Multikulturalisme merupakan
sebuah teori yang menekankan akan upaya pencapaian sebuah kekuasaan di
tengah-tengah keberagaman yang ada. Dapat dikatakan pula sebagai suatu
proses mewakilkan secara keseluruhan keanekaragaman yang ada, dalam
upaya pencapaian sebuah kekuasaan.
1.6.2 Teori Identitas Sosial
Fokus utama dari teori ini adalah pembentukan identitas sebagai
produk kategorisasi sosial. Kategori sosial, seperti etnis, gender, dan afiliasi
politik, adalah bagian dari masyarakat terstruktur. Individu berasal dari
berbagai kategori sosial dan identitas bentuk berdasarkan keanggotaan dari
kategori sosial. Pemikiran proses ini, masyarakat diinternalisasi oleh individu

22
Universitas Sumatera Utara

dalam bentuk identitas sosial berdasarkan kategori sosial. Identitas sosial,
pada gilirannya, terhubung individu untuk masyarakat berpikir keanggotaan
kelompok mempengaruhi keyakinan individu, sikap, dan perilaku dalam
hubungan mereka dengan anggota kelompok sosial lainnya. Akibatnya, unit
dasar yang hubungan masyarakat individu diteliti adalah kelompok sosial.
Teori Identitas Sosial menekankan aspek sosial lebih dari aspek individu,
sedangkan Teori Identitas membayar lebih memperhatikan aspek-aspek
individu dalam hubungan masyarakat-individu.
Teori identitas, sebagai produk interaksi simbolik menjelaskan
hubungan antara masyarakat dan individu atas dasar peran. Peran mengacu
pada fungsi atau bagaimana seorang melakukan perannya ketika menduduki
posisi tertentu dalam konteks sosial tertentu. Peran seseorang adalah pola
perilaku sosial yang muncul sesuai dengan ekspektasi orang lain dan tuntutan
dari situasi. Peran yang diinternalisasikan dan membentuk identitas peran.
Identitas dibentuk dalam oposisi terhadap dan dalam selasi kepada orang lain,
maka peran inheren memiliki aspek sosial.
Menurut Hecht, identitas memiliki pembagian kedalam empat lapisan.
Keempat lapisan identitas adalah pribadi, berlaku, relasional, dan komunal 18.
1. Pribadi lapisan

18

J.W.M. Bakker SJ. 1984. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius. hal. 31.

23
Universitas Sumatera Utara

Sebuah lapisan Pribadi merujuk kepada individu sebagai lokus
identitas.Identitas sebagai lapisan pribadi memahami bagaimana
individu mendefinisikan diri mereka secara umum serta dalam
situasi tertentu.
2. Berlaku
Bagaimana pemahaman tentang identitas mampu menyesuaikan
diri dengan suatu kondisi sosial tertentu.
3. Relasional Layer
Dalam lapisan ini, hubungan adalah fokus identitas.Identitas adalah
produk bersama, bersama-sama dan saling dinegosiasikan dibentuk
dalam hubungan melalui komunikasi.
4. Komunal
Kelompok juga merupakan tempat di mana identitas ada. Anggota
kelompok biasanya memiliki karakteristik umum dan memiliki
ingatan

kolektif.

Anggota

kelompok

membentuk

identitas

kelompok umum berdasarkan karakteristik umum dan sejarah.

1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1 Metode penelitian
Metode yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah
deskriptif. Metode penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu
situasi atau arena populasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan

24
Universitas Sumatera Utara

akurat 19. Metode penelitian ini dimaksudkan sebuah proses pemecahan suatu
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan
sebuah objek maupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun
masarakat pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak
sebagaimana adanya 20.
1.7.2 Jenis Penelitian
Jenis penelian ini adalah kualitatif, Penelitian kualitatif bermaksud
untuk memberi makna atas fenomena secara holistik dan harus memerankan
dirinya secara aktif dalam keseluruhan prose studi. Orientasi penelitian
kualitatif yaitu pada upaya memahami fenomena secara menyeluruh.
Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan,
mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode
kualitatif, mengadalkan analisis data secara induktif, bersifat deskriftif,
membatasi studi dengan fokus 21.
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan, antara
lain penelitian perpustakaan (library research), yang sering disebut metode
dokumentasi, dan penelitian lapangan, seperti wawancara dan observasi 22 .

19

Sudarwan Danin. 2002. Menjadi peneliti kualitatif ; Ancangan Metodologi, Presentasi dan Publikasi hasil
penelitian untuk mahasiswa dan peneliti pemula bidang ilmu ilmu sosial, pendidiakan dan humaniora.
Bandung: Pustaka Setia. hal. 41.
20
Hadari Nawawi.1987.Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Hal.63.
21
Lexy J Moleong. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 27.
22
Hadari Nawawi. Op.Cit. Hal. 63.

25
Universitas Sumatera Utara

Untuk dapat memperoleh data berupa

fakta di lapangan

yang adalah

informasi asli maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Metode Library Research atau Studi Kepustakaan
Studi yang dilakukan ini adalah dengan cara pengumpulan data dengan
cara menghimpun dan mengumpul buku-buku, dokumen- dokumen,
makalah, arsip-arsip dan literatur-literatur serta seluruh sarana informasi
lainnya yang tentu saja berhubungan dengan masalah penelitian ini.
2. Wawancara
Teknik pengumpulan data secara langsung dengan memberikan kepada
pertanyaan pertanyaan kepada

informan, untuk mendapatkan data

secara langsung yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam hal ini
peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan
sampel yang disesuaikan dengan tujuan dan syarat tertentu yang
ditetapkan berdasarkan tujuan dan masalah penelitian. Oleh karena
penelitian

ini

menggunakan

metode

kualitatif

maka

peneliti

membutuhkan informan kunci (key informan). Informan kunci yang
dipilih yaitu Pemangku Jabatan Eksekutif, Anggota Legislatif, Tokoh
Agama, dan Tokoh Adat serta masyarakat yang merupakan perwakilan
etnis mayoritas dan etnis minoritas yang ada di Kota Pematangsiantar
dengan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Peneliti akan
melaksanakan wawancara secara langsung dan bertemu dengan

26
Universitas Sumatera Utara

informan yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai judul
penelitian. Pihak-pihak yang diwawancarai dilibatkan dalam penggalian
data sebagai informan dengan tujuan agar memperoleh informasi yang
tersaring tingkat akurasinya sehingga keseimbangan informasi dapat
diperoleh.
1.7.4 Teknik Analisa Data
Sesuai dengan metode penelitian dalam menganalisis data pada
penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitatif,
yaitu teknik tanpa menggunakan alat bantu dengan rumus statistik.

27
Universitas Sumatera Utara

1.8 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan agar lebih
mudah dan terarah untuk menyusun karya ilmiah. Maka penulis membagi
sistematika penulisan ini menjadi empat bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang akan diteliti, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka
teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : PROFIL KOTA PEMATANGSIANTAR, SUMATERA UTARA
Dalam bab ini akan menguraikan tentang profil daerah Kota Pematangsiantar,
Provinsi Sumatera Utara.
BAB III : ANALISIS POLITIK MULTIKULTURALISME DI KOTA
PEMATANGSIANTAR
Dalam bab ini akan membahas secara garis besar hasil penelitian sekaligus
menganalisis kondisi Politik Multikulturalisme di Kota Pematangsiantar dalam
struktur pemerintahan eksekutif dalam upaya pemenuhan hak-hak politik.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab yang terakhir ini, berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti. Pada bab ini juga akan terjawab pertanyaan terhadap
penelitian yang dilakukan. Kemudian berisi saran-saran yang diharapkan penulis

28
Universitas Sumatera Utara

dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan lembaga-lembaga yang
terkait.

29
Universitas Sumatera Utara