Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Kejahatan Perbankan
BAB II
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA
PERIZINAN BANK
A. Perizinan Bank
Berbicara tentang lembaga perbankan, ada dua istilah yang perlu dijelaskan
lebih dahulu, yaitu perbankan dan bank. Perbankan dan bank diatur dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, selanjutnya disebut Undang-Undang
Perbankan. Menurut ketentuan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Perbankan bahwa : 68
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya”.
Pada butir (2) pasal tersebut ditentukan bahwa : 69
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.
Berdasarkan dua ketentuan tersebut, dapat dipahami bahwa konsep perbankan
itu lebih luas dibandingkan dengan konsep bank. Perbankan merupakan rumusan
umum yang abstrak, yang mencakup tiga aspek utama yaitu kelembagaan bank,
kegiatan usaha bank, serta cara dan proses kegiatan usaha bank. Bank merupakan
rumusan khusus yang konkret mencakup dua aspek utama, yaitu badan usaha bank
68
69
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 butir (1).
Ibid, Pasal 1 butir (2).
Universitas Sumatera Utara
dan kegiatan usaha bank. Sebagai badan usaha di bidang jasa keuangan, bank
bukanlah sembarang badan usaha, melainkan yang secara hukum memiliki status
yang kuat dengan kekayaan sendiri yang mampu melayani kebutuhan masyarakat
sehingga dipercaya oleh masyarakat. 70
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya
merupakan kegiatan yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait dengan
kepentingan masyarakat yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana
tersebut. Sehubungan dengan itu ditegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh suatu pihak, setelah
pihak yang bersangkutan memperoleh izin usaha sebagai bank. 71
Namun demikian, seperti diketahui di masyarakat terdapat pula jenis lembaga
lainnya yang juga melakukan kegiatan semacam simpanan, misalnya yang dilakukan
kantor pos, dana pensiun, atau perusahaan asuransi. Kegiatan lembaga-lembaga ini
tidak dicakup sebagai kegiatan usaha perbankan dan terhadap kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berlaku ketentuan peraturan perundangundangan tersendiri. 72
Badan usaha bank adalah badan hukum, yang dapat berupa Perseroan
Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi. 73 Pada bentuk hukum Perseroan
Terbatas, secara yuridis formal diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
70
Abdulkadir, Op.Cit., hal. 241.
Marulak, Hukum Pidana Bank (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 44.
72
Ibid.
73
Gatot Supramono, Tindak Pidana Korupsi di Bidang Perkreditan (Bandung: Alumni,
1997), hal. 14.
71
Universitas Sumatera Utara
tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106. Pasal 1 angka (1) UUPT mengemukakan Perseroan Terbatas yang
selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya. 74
Syarat-syarat mendirikan PT dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 7 UUPT
yakni sebagai berikut : 75
a. Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat
dalam bahasa Indonesia;
b. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan
didirikan;
c. Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya
Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan;
d. Ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih
tidak berlaku bagi :
1. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara; atau
2. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal.
Hal-hal yang dijabarkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas tampak bahwa pembentuk undang-undang
mensyaratkan formalitas yang harus dipenuhi oleh pendiri ketika hendak mendirikan
badan usaha berbentuk PT. Persyaratan formal yang dimaksud adalah akta pendirian
yang di dalamnya termuat Anggaran Dasar PT harus dibuat dengan akta Notaris.
74
Sentosa, Hukum Perbankan Edisi Revisi (Bandung: Mandar Maju, 2012), hal. 24. Lihat
juga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
75
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 7.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu akta pendirian harus disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia. 76
Untuk syarat materiel yang harus dipenuhi adalah terkait dengan modal. Hal
ini disebutkan lebih lanjut dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yaitu modal dasar perseroan minimal Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah); undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat
menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan
modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PT. 77
Pada badan usaha yang berbentuk Koperasi, pengaturannya terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012. Koperasi adalah badan hukum yang
didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi
aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan
nilai dan prinsip koperasi. 78
Pasal 66 Undang-Undang Perkoperasian menyebutkan bahwa modal koperasi
terdiri dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal. Selain
itu, modal koperasi juga dapat berasal dari hibah, modal penyertaan, serta modal
pinjaman yang berasal dari anggota, koperasi lainnya dan/atau anggotanya, bank dan
lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, atau
pemerintah dan pemerintah daerah, dan/atau sumber lain yang sah yang tidak
76
Sentosa, Op.Cit., hal. 25.
Ibid. Lihat juga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
78
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
77
Universitas Sumatera Utara
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan. 79
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan
oleh Menteri Koperasi. Adapun perangkat organisasi koperasi terdiri dari Rapat
Anggota; Pengurus; dan Pengawas. Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi
dalam koperasi, dan pengawas bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. 80
Untuk jenis perusahaan daerah, pengaturannya terdapat dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Perusahaan Daerah ialah
semua perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang ini yang modalnya
untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan,
kecuali jika ditentukan lain dengan undang-undang. 81
Saham-saham perusahaan daerah terdiri atas saham prioritas dan saham biasa,
yang mana saham prioritas hanya dapat dimiliki oleh daerah. Jika hal ini dikaitkan
dengan badan usaha bank, maka posisi pemerintah daerah adalah sebagai pemilik
bank. 82
79
Ibid. Pasal 66.
Sentosa, Op.Cit., hal. 28.
81
Ibid. lihat juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.
82
Ibid.
80
Universitas Sumatera Utara
Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1998 tentang
Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah menyatakan bahwa BPD dapat berupa
salah satu dari Perusahaan Daerah atau Perseroan Terbatas. Pasal 3 menyatakan : 83
a. BPD yang bentuk hukumnya berupa Perusahaan Daerah, tunduk pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur perusahaan
daerah;
b. BPD yang bentuk hukumnya berupa Perseroan Terbatas, tunduk pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur perseroan
terbatas.
Syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin usaha bank sekurangkurangnya adalah sebagai berikut : 84
a.
b.
c.
d.
e.
Susunan organisasi dan kepengurusan
Permodalan
Kepemilikan
Keahlian di bidang perbankan
Kelayakan rencana kerja.
Izin usaha bank merupakan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan, karena
dengan adanya kewajiban ini setiap bank mudah diawasi oleh pemerintah, agar
masyarakat tidak dirugikan oleh bank dan munculnya bank-bank gelap dapat
dicegah. 85
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum,
bank hanya dapat didirikan dan menjalankan usaha dengan izin Menteri Keuangan
setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia. Bank hanya dapat didirikan
oleh warga negara Indonesia dan/atau badan usaha Indonesia yang sepenuhnya
83
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Bank
Pembangunan Daerah, Pasal 2 dan 3.
84
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 16 ayat (2).
85
Gatot, Op.Cit., hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
dimiliki warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia, atau bank yang
pendiriannya oleh kedua pihak tersebut dengan bank yang berkedudukan di luar
negeri, yang dikenal dengan istilah bank campuran. 86
Modal yang disetor untuk mendirikan bank ini ditetapkan sekurang-kurangnya
Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah), sedangkan untuk bank campuran
ditetapkan sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Penyertaan pihak bank yang berkedudukan di luar negeri dalam bank campuran
ditetapkan sebesar-besarnya 85% dari modal disetor. 87
Bank yang berkedudukan di luar negeri dapat ikut serta mendirikan bank
campuran apabila tempat kedudukan bank tersebut menganut asas resiprositas dan
harus memiliki perjanjian antarpemegang saham pendiri yang memuat kesepakatan
mengenai rencana peningkatan kepemilikan saham pihak Indonesia. 88
Pemberian izin usaha bank dilakukan dalam 2 tahap, yaitu : 89
a. Persetujuan prinsip, merupakan persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian bank;
b. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah persiapan
pendirian bank selesai dilakukan.
Permohonan untuk mendapat persetujuan prinsip wajib dilampiri dengan : 90
a. Rancangan anggaran dasar;
86
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992, Pasal 1.
Ibid, Pasal 2.
88
Ibid, Pasal 3.
89
Ibid, Pasal 4.
90
Ibid, Pasal 5.
87
Universitas Sumatera Utara
b.
c.
d.
e.
Daftar calon pemegang saham, susunan Direksi dan Dewan Komisaris;
Rencana susunan organisasi;
Rencana kerja; dan
Bukti penyetoran sekurang-kurangnya sebesar 30% dari modal setor.
Permohonan untuk mendapat izin usaha wajib menyampaikan laporan
kesiapan pendirian bank dengan melampirkan :
a.
b.
c.
d.
Anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang;
Daftar pemegang saham, susunan Direksi dan Dewan Komisaris;
Susunan organisasi, sistem dan prosedur kerja; dan
Bukti pelunasan seluruh modal.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 Tanggal 27 Januari
2009 Pasal 5 menyebutkan bahwa modal yang disetor untuk mendirikan bank adalah
sebesar Rp. 3.000.000.000.000,- (tiga triliun rupiah). Dengan demikian, bagi pihak
yang hendak mendirikan bank yang baru sama sekali harus menyediakan dana
minimal Rp. 3.000.000.000.000,- (tiga triliun rupiah). Sedangkan bagi bank yang
sudah berdiri wajib memenuhi modal minimal Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar
rupiah). Ketentuan tentang modal minimal yang harus ada bagi bank yang sudah
berdiri diatur dalam PBI No.: 7/15/2005, sebagaimana telah di ubah dengan PBI No.:
9/16/2007. 91
Adapun pihak yang dapat mendirikan bank, dijelaskan dalam Pasal 6 PBI
11/1/2009 sebagai berikut : 92
a. Bank hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh :
1. WNI dan/atau badan hukum Indonesia; atau
2. WNI dan/atau badan hukum Indonesia dengan WNA dan/atau badan
hukum asing secara kemitraan.
91
92
Sentosa, Op.Cit., hal 74. Lihat juga Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/2009, Pasal 5.
Ibid, hal. 75 dan Pasal 6.
Universitas Sumatera Utara
b. Kepemilikan oleh WNA dan/atau badan hukum asing paling banyak sebesar
99% dari modal disetor bank.
Dalam Pasal 4 PBI 11/1/2009 dikemukakan : 93
a. Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin
Gubernur Bank Indonesia.
b. Pemberian izin dilakukan dalam 2 tahap yakni sebagai berikut :
1. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian bank; dan
2. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha
bank setelah persiapan dalam persetujuan prinsip selesai dilakukan.
Untuk mendapatkan izin prinsip dalam mendirikan bank harus memenuhi
sejumlah syarat tertentu. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 7 PBI 11/1/2009 yakni
sebagai berikut : 94
a. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip diajukan paling kurang
oleh salah satu calon pemilik kepada Gubernur Bank Indonesia, disertai
dengan :
1. Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan Anggaran
Dasar yang paling kurang memuat :
a) Nama dan tempat kedudukan;
b) Kegiatan usaha sebagai bank;
c) Permodalan;
d) Kepemilikan;
e) Wewenang, tanggungjawab, dan masa jabatan anggota Dewan
Komisaris serta anggota Direksi; dan
f) Persyaratan bahwa pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi harus memperoleh persetujuan bank Indonesia
terlebih dahulu.
2. Data kepemilikan berupa :
a) Daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masingmasing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk badan
hukum Perseroan Terbatas/ Perusahaan Daerah;
b) Daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan
simpanan wajib, serta daftar hibah bagi bank yang berbentuk
badan hukum koperasi.
93
94
Ibid, Pasal 4.
Ibid, Pasal 7.
Universitas Sumatera Utara
3.
4.
5.
6.
7.
Daftar calon anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi;
Rencana susunan dan struktur organisasi, serta personalia;
Rencana bisnis untuk tiga tahun pertama;
Rencana strategis jangka menengah dan panjang;
Pedoman manajemen risiko, rencana sistem pengendalian intern, rencana
sistem teknologi informasi yang digunakan, dan pedoman mengenai
pelaksanaan Good Corporate Goverance;
8. Sistem dan prosedur kerja;
9. Bukti setoran modal minimal 30% dari modal disetor minimum, dalam
bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank di Indonesia dan atas nama
Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah satu calon pemilik untuk
pendirian bank yang bersangkutan, dengan mencantumkan keterangan
bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
10. Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang berbentuk
badan hukum Perseroan Terbatas/ Perusahaan Daerah atau dari calon
anggota bagi bank yang berbentuk badan hukum Koperasi.
b. Daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota :
1. Dalam hal perorangan wajib disertai dengan dokumen dan/atau surat
pernyataan yang diperlukan oleh Bank Indonesia;
2. Dalam hal badan hukum wajib disertai dengan :
a) Akta pendirian badan hukum, yang memuat Anggaran Dasar
berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan
dari instansi berwenang termasuk bagi badan hukum asing sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Negara asal badan hukum
tersebut;
b) Rekomendasi dari instansi berwenang di Negara asal bagi badan
hukum asing;
c) Daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing
kepemilikan saham bagi badan hukum Perseroan Terbatas/
Perusahaan Daerah, atau daftar anggota berikut rincian jumlah
simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah bagi badan
hukum Koperasi;
d) Laporan keuangan badan hukum yang telah di audit oleh akuntan
publik dengan posisi paling lama 6 bulan sebelum tanggal
pengajuan permohonan persetujuan prinsip;
e) Seluruh struktur kelompok usaha yang terkait dengan bank dan
badan hukum pemilik bank sampai dengan pemilik terakhir; dan
f) Dokumen dan/atau surat pernyataan lainnya yang diperlukan oleh
Bank Indonesia.
3. Dalam hal Pemerintah baik pusat atau daerah, wajib disertai dengan :
a) Fotokopi dokumen yang menyatakan keputusan pembentukan
Pemerintah Daerah bagi Pemerintah Daerah;
Universitas Sumatera Utara
b) Anggaran Pendapatan dan Belanja;
c) Dokumen dan/atau surat pernyataan lainnya yang diperlukan oleh
Bank Indonesia.
Untuk mendapatkan izin usaha mendirikan bank dari Bank Indonesia, harus
memenuhi syarat tertentu yang terdapat dalam Pasal 10 PBI 11/1/2009 yang diajukan
oleh pihak yang telah mendapat persetujuan prinsip kepada Gubernur Bank
Indonesia, disertai dengan : 95
a. Akta pendirian badan hukum, yang memuat Anggaran Dasar yang telah
disahkan oleh instansi berwenang;
b. Data kepemilikan;
c. Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi;
d. Bukti pelunasan modal disetor minimum, dalam bentuk fotokopi bilyet
deposito pada Bank di Indonesia atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia
qq. salah satu calon pemilik untuk pendirian bank yang bersangkutan, dengan
mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia;
e. Bukti kesiapan operasional;
f. Surat pernyataan dari pemegang saham bagi bank yang berbentuk badan
hukum PT/ PD atau dari anggota bagi bank yang berbentuk badan hukum
koperasi, bahwa pelunasan modal disetor tidak berasal dari pinjaman atau
fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di
Indonesia, dan/atau tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
g. Surat pernyataan dari anggota Dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan
tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi bank;
h. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan tidak
merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia
mengenai pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank ;
i. Surat pernyataan dari anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi bahwa
yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi bank;
j. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25%
dari modal disetor pada suatu perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam
95
Sentosa, Op.Cit, hal. 80. Lihat juga Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/2009, Pasal 10.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Bank Indonesia
Governance bagi bank.
mengenai
pelaksanaan
Good
Corporate
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, Bank Indonesia : 96
a. Memberikan dan mencabut izin usaha bank;
b. Memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank;
c. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;
d. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu.
Sejak Tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank
Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan. Salah satunya adalah mengenai pemberian
maupun pencabutan izin usaha bank. 97
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan juga mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. 98
Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
96
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 55 dan 9.
98
Ibid, Pasal 4.
97
Universitas Sumatera Utara
keuangan. Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
perbankan, OJK mempunyai wewenang yakni sebagai berikut : 99
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukuan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit; dan
5. Standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :
1. Manajemen risiko;
2. Tata kelola bank;
3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. Pemeriksaan bank.
Peraturan-peraturan
mengenai
perizinan
bank
ini
ditujukan
untuk
meminimalisir masyarakat menjadi korban atas munculnya bank gelap, yakni bank
yang didirikan tanpa adanya izin dari lembaga yang berwenang sehingga dapat
merugikan masyarakat.
99
Ibid, Pasal 5 dan 7.
Universitas Sumatera Utara
B. Tindak Pidana Perizinan Bank
Bank sebagai lembaga yang menjalankan usahanya atas dasar kepercayaan
yang diberikan oleh masyarakat penyimpan dana, sewaktu-waktu dapat dengan
mudah memperdaya masyarakat melalui berbagai perbuatan pidana di bidang
perbankan maupun praktek kejahatan ekonomi lainnya. 100
Menteri Keuangan memberikan izin pendirian suatu bank dengan mendengar
pertimbangan Bank Indonesia, yang sekarang sudah di ambil alih oleh OJK
berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Jika terdapat suatu
perusahaan/ badan usaha atau perorangan menjalankan usaha bank tanpa izin Menteri
Keuangan, maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi pidana dan denda. 101
Praktek bank tanpa izin ini dikenal dengan sebutan “bank gelap”, selain istilah
tersebut juga dikenal istilah “bank dalam bank”, yaitu praktek bank gelap yang
dilakukan dalam suatu bank yang telah mendapat izin. Bank gelap adalah usaha yang
dilakukan oleh suatu badan atau perorangan yang menarik dana dari masyarakat
untuk selanjutnya disalurkan kembali ke dalam masyarakat dalam bentuk kredit tanpa
izin usaha dari Menteri Keuangan. 102 Di samping itu usaha bank gelap akan
memberikan dampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat kepada bank yang
100
Marulak, Op.Cit., hal. 57.
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, agar
pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana secara efektif, kewenangan dan tanggungjawab
mengenai perizinan bank, yang semula berada pada Kementerian Keuangan, menjadi berada pada
Pimpinan Bank Indonesia sehingga Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk
menetapkan perizinan, pembinaan dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi terhadap bank yang
tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku.
Akan tetapi, berdasarkan Pasal 9 huruf (h) poin (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang OJK, wewenang BI terkait pemberian izin usaha sudah beralih kepada OJK.
102
Ibid.
101
Universitas Sumatera Utara
sah, atau dengan kata lain dapat menghambat usaha bank mindedness dari
masyarakat. 103
Berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral, Bank Indonesia dapat meminta keterangan kepada suatu badan usaha/ badan
hukum yang diduga melakukan usaha gelap. Bank gelap sebagaimana dimaksud
secara yuridis formal tidak ada, namun secara umum yang dimaksud dengan bank
gelap adalah suatu usaha yang serupa dengan bank namun tanpa izin Menteri
Keuangan. 104
Usaha sejenis bank sepanjang tidak menggunakan kata “bank”, maka Bank
Indonesia mempermasalahkan tentang instansi mana yang harus melakukan
pengawasan dan penanggulangannya. Apabila usaha demikian itu diperkirakan akan
dapat merugikan masyarakat, maka aparat penegak hukumlah (penyidik) yang
berwenang untuk melakukan penanggulangan, bekerjasama dengan lembaga/ instansi
terkait. 105
Usaha bank dalam bank merupakan praktek bank gelap di dalam bank.
Disebut demikian karena terdapat usaha bank yang bersembunyi di dalam bank yang
sebenarnya/ sah, dan pegawai atau pejabat yang bersangkutan bertindak sebagai
pelaku utama dari praktek bank gelap dimaksud. 106
103
Marulak, Op.Cit., hal. 57.
Ibid. Lihat juga Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, Pasal 48.
Akan tetapi sekarang pemberian izin usaha bank sudah beralih kepada OJK sejak dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 9 huruf (h) poin (1).
105
Ibid, hal. 58.
106
Ibid.
104
Universitas Sumatera Utara
Usaha bank gelap dilakukan dengan dua cara sebagai berikut : 107
a. Suatu badan, perusahaan atau perseorangan melakukan kegiatan dalam rangka
menjalankan usaha bank tanpa izin usaha dari Menteri Keuangan.
Penyelenggaraan usaha tersebut tidak perlu dilakukan secara keseluruhan, asal
saja badan, perusahaan atau perseorangan itu melakukan kegiatan-kegiatan
mirip dengan penyelenggaraan bank yang memberikan sifat usaha bank
tersebut. Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan bahwa badan, perusahaan
atau perseorangan itu telah menjalankan usaha serupa bank.
b. Seorang karyawan bank atau orang lain membuka rekening atas namanya atau
atas nama orang lain atau atas nama fiktif, rekening mana digunakan untuk
penampungan dana-dana dari masyarakat yang menerima bunga tertentu.
Penampungan dana dalam rekening itu dimaksudkan untuk disalurkan lagi
bagi orang-orang yang membutuhkan pinjaman uang (pihak ketiga) dengan
cara pemegang rekening tersebut menarik cek atas beban rekeningnya, cek
mana diserahkan kepada pihak ketiga yang kemudian mencairkannya.
Pemberian
kredit
tidak
memerlukan
formalitas
yang
berbelit-belit
sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang berlaku dalam
pemberian kredit. Pada umumnya bunga yang dikenakan atas pinjaman lebih tinggi
daripada ketentuan-ketentuan bank. Jenis bank gelap ini yang dikenal dengan sebutan
“bank gelap”. 108
107
108
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diketahui, setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan, izin yang diberikan oleh Menteri Keuangan dengan
mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia sudah beralih kepada Pimpinan Bank
Indonesia. Agar pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana secara efektif,
kewenangan dan tanggungjawab mengenai perizinan bank, yang semula berada pada
Kementerian Keuangan, menjadi berada pada Pimpinan Bank Indonesia sehingga
Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk menetapkan
perizinan, pembinaan dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi terhadap bank
yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku. Dengan demikian, Bank
Indonesia memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk menilai dan memutuskan
kelayakan pendirian suatu bank dan atau pembukaan kantor bank. 109
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan
di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem
keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar sub-sektor
keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya
lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai sub-sektor
keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi
antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. 110
Terjadinya beberapa permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan,
yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa
109
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Paragraf 5.
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
110
Paragraf 3.
Universitas Sumatera Utara
keuangan, dan terganggungya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong
diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang
terintegrasi. Sehubungan dengan hal inilah maka muncul lembaga Otoritas Jasa
Keuangan atau yang disingkat dengan OJK sebagai lembaga yang memiliki
kewenangan untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, dan salah
satunya adalah di sektor Perbankan. 111
Pasal 55 Undang-Undang OJK menyebutkan bahwa sejak Tanggal 31
Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Pasal 68 UU
OJK juga menyatakan bahwa sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pemeriksaan dan/atau penyidikan yang
sedang dilakukan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. Pasal
69 juga menyatakan bahwa fungsi, tugas, dan wewenang oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Bank Indonesia dan Perbankan
beralih menjadi fungsi, tugas, dan wewenang OJK sejak Tanggal 31 Desember
2013. 112
111
Ibid. Lihat juga Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Pasal 5 dan 6.
112
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 55 dan 69.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyebutkan : 113
“Barangsiapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp.10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah)”.
Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyebutkan : 114
“Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh
badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas, Perserikatan, Yayasan atau
Koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik
terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang
bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap keduanya”.
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
mencantumkan perihal perizinan bank, yang berarti Pasal 46 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan merupakan jenis tindak pidana perbankan di
bidang perizinan bank. 115
Pasal 51 ayat (1) menyatakan bahwa : 116
“Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47A,
Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A adalah kejahatan”.
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 digolongkan sebagai tindak
pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan dimaksud akan
113
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 46 ayat (1).
Ibid, Pasal 46 ayat (2).
115
Lihat undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
116
Ibid, Pasal 51 ayat (1).
114
Universitas Sumatera Utara
dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan apabila hanya
sekedar sebagai pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga yang
menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang
dapat mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada bank, yang pada
dasarnya juga akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan.
Dengan digolongkan sebagai tindak kejahatan, diharapkan akan dapat lebih terbentuk
ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan. 117
Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM) merupakan salah satu contoh
kejahatan bank gelap di Jakarta. Yusup Handoyo Ongkowidjojo selaku Ketua Umum
YKAM dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, yang sebelumnya Jaksa T. Simanjuntak
menuntut 20 tahun penjara dan denda 30 juta rupiah. Kasus yang sempat
menggemparkan ribuan anggota bermula dari usaha unik Ongko lewat YKAM pada
Juni 1987. Pada saat itu ia menyelenggarakan usaha “tabung pinjam gotong royong”.
YKAM menawarkan pinjaman sebesar lima juta rupiah kepada para anggota, dengan
syarat paket kredit tersebut bisa dinikmati setelah anggota menyetor tabungan Rp.
30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) per bulan sebanyak tujuh kali dan uang pendaftaran
Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). 118
Walaupun dalam putusannya majelis hakim tidak menyatakan sebagai tindak
pidana bank gelap, melainkan dihukum melakukan tindak pidana korupsi, akan tetapi
pertimbangan hukum majelis hakim menyatakan terdakwa melakukan usaha bank
117
118
Penjelasan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Leden, Op.Cit., hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
gelap. Praktek bank gelap seperti tersebut di atas, harus dilarang guna melindungi
kepentingan masyarakat dari kemungkinan tindakan yang tidak bertanggungjawab. 119
Contoh lain dari kasus bank gelap terjadi pada Wijaya Bank di Gedung Bank
Pasific Jakarta. Dua pimpinan teras Wijaya Bank yakni “MH” selaku Presdir dan
“HB” selaku eksekutif adviser bank bersangkutan ditahan Mabes Polri sehubungan
dengan beroperasinya Wijaya Bank di Gedung Bank Pasific, Lt. 10, Jakarta Pusat,
tanpa izin pemerintah. 120
Pada akhir 2006, sekitar 5.000 nasabah menjadi korban PT. Inter Banking
Bisnis Terencana (Ibist) dengan total dana sekitar Rp. 224 Miliar. Komisaris Utama
PT. Ibist, Wandi Sofyan, dituntut 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 20
Miliar. 121
Direktur Keuangan PT. Ibist, Vero Saptayuda, juga menjadi terdakwa dalam
kasus ini, terdakwa mempersiapkan sertifikat bagi nasabah yang menanamkan
modalnya. Menurut Jaksa Penuntut Umum, selain didakwa Pasal 372 dan 378 KUHP,
terdakwa juga dikenai Pasal 46 UU Perbankan. Kasus bank gelap Ibist ini muncul
ketika ribuan nasabah akan mencairkan royalti dari dana yang mereka simpan, tetapi
Komisaris Utama malah melarikan diri. Ribuan nasabah yang mayoritas adalah
tentara itu dijanjikan mendapatkan royalty 4% dari dana yang disimpan. 122
119
Marulak, Op.Cit., hal 57-58.
Leden, Op.Cit., hal. 24.
121
David. http://monexfutures.blogspot.com/2007/03/kasus-penipuan -investasi-spi-gelapkan
. html. Diakses pada pukul 14.30 WIB, Tanggal 25 Maret 2014.
122
Erna Mardiana. http//kumpulanberitalama.blogspot.com/2013/05/detikcom-terdakwakasus-bank-gelap. html. Diakses pada pukul 10.16 WIB. Tanggal 27 Februari 2014.
120
Universitas Sumatera Utara
Memasuki 2007, sekitar 10.000 nasabah di Surabaya melaporkan PT. Wahana
Bersama Globalindo yang diduga menggelapkan dana hingga Rp. 3,5 Triliun.
Sebelum Ibist dan WBG, ada juga kasus PT. Qurnia Subur Alam Raya dan PT. Add
Farm yang berkedok investasi penggarapan lahan agribisnis, dan berhasil meraup
dana Rp. 1,1 Triliun. 123
Direktur Utama PT. Wahana Bersama Globalindo Krisno Abiyanto Soekarno,
bersama Direktur Keuangan Ganang Rindarko dan Direktur Operasional Paimin
Landung adalah terdakwa atas kasus PT. WBG. Dalam dakwaannya JPU menyatakan
bahwa ketiga terdakwa telah melakukan tindak pidana perbankan, penipuan,
penggelapan dan pencucian uang. Para terdakwa dinilai melanggar Pasal 46 ayat (1)
jo. ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. JPU juga menjerat ketiga terdakwa dengan Pasal
3 ayat (1) jo. ayat (2) jo. Pasal 4 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1)
KUHP. 124
Majelis hakim menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara kepada Krisno
Abiyanto. Sementara Direktur Keuangan Ganang Rindarko dan Direktur Operasional
Paimin Landung masing-masing dijatuhi hukuman 11 dan 8 tahun penjara. Ketiganya
123
David. http://monexfutures.blogspot.com/2007/03/kasus-penipuan-investasi-spi-gelapkan.
html. Diakses pada pukul 14.30 WIB, Tanggal 25 Maret 2014.
124
Her. http://m.hukumonline.com/berita/baca/hol17642/terdakwa-kasus-dressel-dijeratpasal-perbankan-dan-pencucian-uang. Diakses pada pukul 11.08 WIB., Tanggal 19 Juni 2014.
Universitas Sumatera Utara
juga dikenai denda masing-masing Rp. 10 Miliar, dan apabila denda tidak bisa
terbayar maka ketiganya dikenakan kurungan selama 6 bulan. 125
Kasus ini bermula pada tahun 2001-2007. Melalui WBG, Dressel
mengumpulkan dana sebesar kurang lebih AS$385 Juta dari nasabah di seluruh
Indonesia. WBG menawarkan dua produk investasi, yakni Sportman Portfolio dan
Global Market Portfolio Fund. Dalam penawarannya, WBG mengatakan bahwa uang
investor akan diinvestasikan di Hongkong oleh Dressel. WBG mengiming-imingi
investor dengan bunga 24-28 persen per tahun untuk investasi minimal AS$5.000
untuk produk Sportman Portfolio dan AS$10.000 untuk produk Global Market
Portfolio Fund. WBG berhasil menghimpun dana sekitar Rp. 3,5 Triliun dari sekitar
sepuluh ribu Investor di Indonesia. Namun akhirnya nasabah mengetahui bahwa dana
mereka bukannya diinvestasikan melainkan “dimainkan” dalam skema ponzi, metode
investasi curang, dimana sistem pembayaran bunga (interest) ke investor diambil dari
uang yang diinvestasikan oleh investor lain. WBG pun akhirnya “kolaps”. 126
Pada PT. QSAR, kasus berawal dari adanya penawaran melalui proposal
kerjasama di bidang agribisnis. PT. QSAR menawarkan pembagian keuntungan yaitu
bila panen berhasil investor memperoleh laba 60 persen, sisanya untuk QSAR.
Apabila terjadi musibah atau bencana alam maka seluruh modal investor kembali.
Menurut keterangan akuntan publik, jumlah investor yang sempat masuk sekitar
6.800 orang dengan jumlah investasi sebesar Rp. 467 Miliar. Ramly Araby selaku
125
Mon. http://m.hukumonline.com/berita/baca/hol22995/aset-wbg-tidak-bisa-menutupkerugian-investor. Diakses pada pukul 14.03 WIB., Tanggal 19 Juni 2014.
126
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pemilik PT. QSAR didakwa Pasal 46 Undang-Undang Perbankan serta Pasal 378 dan
372 KUHP. 127
Pada PT. Add farm yang merupakan sebuah perusahaan yang menerapkan
sistem bagi hasil di bidang peternakan bebek, Ade Suhidin selaku Direktur Utama
PT. Add Farm merekrut investor dengan iming-iming keuntungan menggiurkan.
Terdapat sekitar 9000 investor korban investasi peternakan bebek senilai sekitar Rp. 8
Miliar. Akibat perbuatannya tersebut, Ade didakwa melanggar Pasal 46 UndangUndang Perbankan dan Pasal 378 dan 372 KUHP. 128
C. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perizinan Bank
Ketika membahas mengenai pertanggungjawaban pidana berarti membahas
mengenai ketiga unsurnya, yaitu kesalahan, kemampuan bertanggungjawab, serta
tiada alasan penghapus pidana, sebagaimana yang telah diterangkan pada bab
sebelumnya.
Kesalahan dalam tindak pidana perizinan bank dilakukan dengan cara
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan seperti giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia, baik karena sengaja maupun
lalai, yang apabila terbukti akan dikenakan pasal ini.
127
M. Taufik Basari. http://m.bisnis.com/quick-news/read/20130325/16/5055/qurnia-suburalam-raya-digugat-pailit-kejari-cibadak. Diakses pada pukul 11.46 WIB., Tanggal 19 Juni 2014.
128
Bambang. http://www.wartaterkini.com/08/01/45/hakim-tolak-eksepsi-raja-bebek-adesuhidin.htm. Diakses pada pukul 11.46 WIB., Tanggal 19 Juni 2014.
Universitas Sumatera Utara
Seseorang harus memiliki kemampuan bertanggungjawab agar dapat dimintai
pertanggungjawaban. Dalam Pasal 46 ayat (1) dan (2) sudah jelas dikatakan siapa
yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas terjadinya tindak pidana bank gelap.
Menurut Abdulkadir Muhammad, 129 Pasal 46 ayat (1) dan (2) merupakan
jenis ancaman hukuman korporasi. Kejahatan korporasi sebenarnya merupakan
kejahatan yang bersifat organisatoris, terjadi dalam konteks hubungan diantara dewan
direktur, eksekutif, dan manager di satu pihak dan di antara perusahaan induk,
perusahaan cabang dan anak perusahaan di lain pihak. Anatomi kejahatan korporasi
sangat kompleks yang bermuara pada motif-motif ekonomis. Kejahatan korporasi
pada umumnya diperankan oleh orang-orang yang berstatus sosial tinggi dengan
memanfaatkan kesempatan dan jabatan tertentu serta dengan cara kolektif dengan
modus operandi yang halus, yang sukar dibandingkan dengan kejahatan yang
dilakukan dengan secara individu. 130
Millar, dalam bukunya White Collar Crime menyatakan bahwa kejahatan
korporasi terbagi dalam 4 kategori, yaitu : 131
a. Kejahatan perusahaan, yakni pelakunya adalah kalangan eksekutif dengan
melakukan
kejahatan untuk
kepentingan korporasi
dalam mencapai
keuntungan;
129
Abdulkadir, Op.Cit. hal. 259.
Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan
Korporasi (Jakarta:Sofmedia, 2010), hal. 23.
131
Ibid, hal. 24.
130
Universitas Sumatera Utara
b. Kejahatan yang pelakunya adalah pejabat atau birokrat yang melakukan
kejahatan untuk kepentingan dan atas persetujuan atau perintah Negara;
c. Kejahatan malpraktek, atau dikategorikan professional occupational crime,
pelakunya adalah kalangan professional seperti dokter, psikiater, akuntan, dan
adjuster serta berbagai profesi lainnya yang memiliki kode etik profesi;
d. Perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh pengusaha, pemilik modal
yang tidak tinggi status sosial ekonominya.
Perkembangan pengaturan korporasi sebagai subjek tindak pidana dapat
dikualifikasikan berdasarkan tiga sistem pertanggungjawaban, yaitu : 132
a. Pengurus korporasi sebagai pembuat, pengurus yang bertanggungjawab;
b. Korporasi sebagai pembuat, tetapi pengurus yang bertanggungjawab;
c. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggungjawab.
Sutan
Remy
Syahdeini
telah
menambahkan
satu
lagi
bentuk
pertanggungjawaban, yaitu korporasi dan pengurus yang bertanggungjawab. 133
Roeslan Saleh yang berpandangan dualistis membedakan dapat dipidananya
perbuatan dengan dapat dipidananya orang melakukan perbuatan, atau membedakan
tindak pidana dengan pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dalam arti yang
seluas-luasnya. Asas geen straf zonder schuld tidak mutlak berlaku, artinya untuk
mempertanggungjawabkan korporasi tidak selalu harus memperhatikan kesalahan
pembuat, tetapi cukup mendasarkasn adagium res ipsa loquitur (fakta sudah
132
133
Edi Yunara, Op.Cit., hal. 64.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berbicara sendiri), karena realitas dalam masyarakat menunjukkan bahwa kerugian
dan bahaya yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan korporasi sangat besar, baik
kerugian yang bersifat fisik, ekonomi, maupun biaya sosial. Disamping itu. yang
menjadi korban bukan orang perorangan, melainkan juga masyarakat dan Negara. 134
Karyawan pada suatu perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban
berdasar hubungan kerja dan hubungan lain. Perusahaan berperan sebagai majikan
dan pengurus sebagai karyawan yang wajib mengurus korporasi atau perusahaan
tersebut.
Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban dari apa yang telah dilakukan
oleh agen-agennya, yang dikenal dengan istilah “actus reus”, artinya perbuatan
dilakukan harus di dalam ruang lingkup kekuasaanya, yang dengan kata lain
menjalankan tugas itu dalam cakupan tugas korporasi. Unsur yang lain ialah bahwa
perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja (mens rea) dan perbuatan tersebut
dilakukan oleh orang yang cakap jiwa atau mentalnya. 135
Dalam jenis tindak pidana perizinan bank, apabila dilakukan oleh badan
hukum berbentuk Perseroan Terbatas, Perserikatan, Yayasan atau Koperasi, maka
penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang
memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan
dalam perbuatan itu atau terhadap keduanya. 136
134
Ibid, hal. 77-78.
Ibid, hal 79.
136
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 46 ayat (2).
135
Universitas Sumatera Utara
Dalam Penjelasan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
menerangkan bahwa orang yang menyuruh melakukan terhadap suatu tindak pidana,
pelakunya paling sedikit ada 2 orang, yakni yang menyuruh dan yang disuruh. Jadi
bukan pelaku utama itu sendiri yang melakukan tindak pidana, tetapi dengan bantuan
orang lain yang hanya merupakan alat saja. Meskipun demikian, ia dianggap dan
dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana, sedang orang yang disuruh
tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. 137
Perihal orang yang turut melakukan, “turut melakukan” disini diartikan
sebagai “melakukan bersama-sama”. Dalam tindak pidana ini pelakunya paling
sedikit harus ada dua orang, yakni yang melakukan dan yang turut melakukan. Dan
dalam tindakannya, keduanya harus melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi keduanya
melakukan anasir tindak pidana tersebut. 138
Dengan adanya beberapa teori dan doktrin dalam pertanggungjawaban pidana
maupun pertanggungjawaban pidana korporasi dapat membantu untuk mengetahui
siapa-siapa yang tepat untuk dimintai pertanggungjawaban dalam tindak pidana
perizinan bank, dengan merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta Anggaran Dasar dan Aturan Internal Perusahaan.
Pengurus
dapat
dimintai
pertanggungjawaban
berdasarkan
teori
zweckvermogen dan ihering karena kegagalannya dalam melaksanakan perizinan
bank.
137
138
Penjelasan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pelanggaran terhadap kewajiban korporasi dapat diterapkan doktrin
pertanggungjawaban pidana yang ketat menurut UU atau yang disebut strict
responsibility, apalagi jika korporasi tersebut menjalankan usahanya tanpa izin, atau
korporasi pemegang izin yang melanggar syarat (kondisi/situasi) yang ditentukan
dalam izin itu. 139
Menetapkan badan hukum sebagai pelaku tindak pidana, dapat dengan
berpatokan kepada kriteria pelaksanaan tugas dan/atau pencapaian tujuan-tujuan
badan hukum tersebut. Badan hukum diperlakukan sebagai pelaku, jika terbukti
tindakan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan/ atau
pencapaian tujuan badan hukum, juga termasuk dalam hal orang (karyawan
perusahaan) yang secara faktual melakukan tindakan oleh yang bersangkutan dengan
melakukannya atas inisiatif sendiri serta bertentangan dengan instruksi yang
diberikan. Namun, dalam hal yang terakhir ini tidak menutup kemungkinan badan
hukum mengajukan keberatan atas alasan tiadanya kesalahan dalam dirinya. 140
Terhadap kasus yang terjadi dalam tindak pidana perizinan bank, korporasi
yang dalam hal ini adalah bank tidak dapat dimintai pertanggungjawaban
sebagaimana doktrin strict responsibility maupun vicarious responsibility, karena
bank tidak mendapat keuntungan dari perbuatan yang dilakukan oleh pengurus
ataupun pegawai bank, dan bank yang tidak memiliki izin berarti tidak dapat
dikatakan sebagai badan hukum. Pengurus bertindak diluar kewenangannya, sehingga
139
Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Jakarta: PT. Sofmedia, 2011), hal 68.
140
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mereka patut untuk dimintai pertanggungjawaban sebagaimana doktrin ultra vires.
Dalam tindak pidana ini, justru bank merupakan korban dari perbuatan pengurus
ataupun pegawai.
Sejalan
dengan
prinsip
pertanggungjawaban
pengurus
menurut
kewenangannya berdasarkan anggaran dasar badan hukum tersebut, maka dalam hal
ini pertanggungjawaban pidana itu diidentikkan dengan apa yang diatur dalam hukum
perdata, khususnya tentang perbuatan “intra vires” dan “ultra vires”. Perbuatan yang
secara eksplisit atau secara implisit tercakup dalam kecakapan bertindak (badan
hukum) adalah perbuatan “intra vires”, sebaliknya setiap perbuatan yang dilakukan
berada di luar lingkup kecakapan bertindak perseroan (di luar maksud dan tujuan
badan hukum) adalah perbuatan “ultra vires” yang karenanya tidak sah dan tidak
mengikat perseroan. Untuk mengetahui bagaimana rumusan maksud dan tujuan
badan hukum, dalam praktek dilihat kepada arti yang lazim/ wajar dan perbuatan
tersebut menunjang kegiatan-kegiatan usaha yang disebutkan dalam anggaran
dasar. 141
Namun apabila melihat kepada peraturan perundang-undangan yang dalam
hal ini adalah Undang-Undang Perbankan, terlihat siapa-siapa saja yang dapat
dimintai pertanggungjawaban, yaitu pihak yang melakukan kegiatan menghimpun
dana tanpa izin dari pihak yang berwenang serta terhadap mereka yang memberi
141
M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup (Bandung: Mandar Maju,
2000), hal. 81.
Universitas Sumatera Utara
perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam
perbuatan itu atau terhadap keduanya.
Terhadap pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana perizinan bank
berlaku dua bentuk pertanggungjawaban pidana yakni pengurus berbuat pengurus
bertanggungjawab serta korporasi berbuat pengurus bertanggungjawab. Seperti dapat
dilihat dalam beberapa kasus di atas, yang dibebani pertanggungjawaban pidana
adalah Ketua Umum (YKAM); Presiden Direktur dan Eksekutif Adviser (Wijaya
Bank); Komisaris Utama dan Direktur Keuangan (PT. Ibist); Direktur Utama,
Direktur Keuangan, dan Direktur Operasional (PT. WBG); Pemilik (PT. QSAR);
Direktur Utama (PT. Add Farm).
Ketua Umum YKAM dibebani pertanggungjawaban atas kesalahannya karena
telah menyelenggarakan usaha “tabung pinjam gotong royong”. YKAM menawarkan
pinjaman sebesar lima juta rupiah kepada para anggota, dengan syarat paket kredit
tersebut bisa dinikmati setelah anggota menyetor tabungan Rp. 30.000,- (tiga puluh
ribu rupiah) per bulan sebanyak tujuh kali dan uang pendaftaran Rp. 50.000,- (lima
puluh ribu rupiah). 142
Presiden
Direktur
dan
Eksekutif
Adviser
Wijaya
Bank
dibebani
pertanggungjawaban atas perbuatannya yang telah menghimpun dana masyarakat
melalui Wijaya Bank yang merupakan bank gelap dengan cara menjalankan usaha
bank melalui deposito berjangka senilai Rp. 23.750.000,- dengan 8 deposan dan
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA
PERIZINAN BANK
A. Perizinan Bank
Berbicara tentang lembaga perbankan, ada dua istilah yang perlu dijelaskan
lebih dahulu, yaitu perbankan dan bank. Perbankan dan bank diatur dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, selanjutnya disebut Undang-Undang
Perbankan. Menurut ketentuan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Perbankan bahwa : 68
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya”.
Pada butir (2) pasal tersebut ditentukan bahwa : 69
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.
Berdasarkan dua ketentuan tersebut, dapat dipahami bahwa konsep perbankan
itu lebih luas dibandingkan dengan konsep bank. Perbankan merupakan rumusan
umum yang abstrak, yang mencakup tiga aspek utama yaitu kelembagaan bank,
kegiatan usaha bank, serta cara dan proses kegiatan usaha bank. Bank merupakan
rumusan khusus yang konkret mencakup dua aspek utama, yaitu badan usaha bank
68
69
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 butir (1).
Ibid, Pasal 1 butir (2).
Universitas Sumatera Utara
dan kegiatan usaha bank. Sebagai badan usaha di bidang jasa keuangan, bank
bukanlah sembarang badan usaha, melainkan yang secara hukum memiliki status
yang kuat dengan kekayaan sendiri yang mampu melayani kebutuhan masyarakat
sehingga dipercaya oleh masyarakat. 70
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya
merupakan kegiatan yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait dengan
kepentingan masyarakat yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana
tersebut. Sehubungan dengan itu ditegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh suatu pihak, setelah
pihak yang bersangkutan memperoleh izin usaha sebagai bank. 71
Namun demikian, seperti diketahui di masyarakat terdapat pula jenis lembaga
lainnya yang juga melakukan kegiatan semacam simpanan, misalnya yang dilakukan
kantor pos, dana pensiun, atau perusahaan asuransi. Kegiatan lembaga-lembaga ini
tidak dicakup sebagai kegiatan usaha perbankan dan terhadap kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berlaku ketentuan peraturan perundangundangan tersendiri. 72
Badan usaha bank adalah badan hukum, yang dapat berupa Perseroan
Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi. 73 Pada bentuk hukum Perseroan
Terbatas, secara yuridis formal diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
70
Abdulkadir, Op.Cit., hal. 241.
Marulak, Hukum Pidana Bank (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 44.
72
Ibid.
73
Gatot Supramono, Tindak Pidana Korupsi di Bidang Perkreditan (Bandung: Alumni,
1997), hal. 14.
71
Universitas Sumatera Utara
tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106. Pasal 1 angka (1) UUPT mengemukakan Perseroan Terbatas yang
selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya. 74
Syarat-syarat mendirikan PT dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 7 UUPT
yakni sebagai berikut : 75
a. Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat
dalam bahasa Indonesia;
b. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan
didirikan;
c. Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya
Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan;
d. Ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih
tidak berlaku bagi :
1. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara; atau
2. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal.
Hal-hal yang dijabarkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas tampak bahwa pembentuk undang-undang
mensyaratkan formalitas yang harus dipenuhi oleh pendiri ketika hendak mendirikan
badan usaha berbentuk PT. Persyaratan formal yang dimaksud adalah akta pendirian
yang di dalamnya termuat Anggaran Dasar PT harus dibuat dengan akta Notaris.
74
Sentosa, Hukum Perbankan Edisi Revisi (Bandung: Mandar Maju, 2012), hal. 24. Lihat
juga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
75
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 7.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu akta pendirian harus disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia. 76
Untuk syarat materiel yang harus dipenuhi adalah terkait dengan modal. Hal
ini disebutkan lebih lanjut dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yaitu modal dasar perseroan minimal Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah); undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat
menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan
modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PT. 77
Pada badan usaha yang berbentuk Koperasi, pengaturannya terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012. Koperasi adalah badan hukum yang
didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi
aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan
nilai dan prinsip koperasi. 78
Pasal 66 Undang-Undang Perkoperasian menyebutkan bahwa modal koperasi
terdiri dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal. Selain
itu, modal koperasi juga dapat berasal dari hibah, modal penyertaan, serta modal
pinjaman yang berasal dari anggota, koperasi lainnya dan/atau anggotanya, bank dan
lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, atau
pemerintah dan pemerintah daerah, dan/atau sumber lain yang sah yang tidak
76
Sentosa, Op.Cit., hal. 25.
Ibid. Lihat juga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
78
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
77
Universitas Sumatera Utara
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan. 79
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan
oleh Menteri Koperasi. Adapun perangkat organisasi koperasi terdiri dari Rapat
Anggota; Pengurus; dan Pengawas. Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi
dalam koperasi, dan pengawas bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. 80
Untuk jenis perusahaan daerah, pengaturannya terdapat dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Perusahaan Daerah ialah
semua perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang ini yang modalnya
untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan,
kecuali jika ditentukan lain dengan undang-undang. 81
Saham-saham perusahaan daerah terdiri atas saham prioritas dan saham biasa,
yang mana saham prioritas hanya dapat dimiliki oleh daerah. Jika hal ini dikaitkan
dengan badan usaha bank, maka posisi pemerintah daerah adalah sebagai pemilik
bank. 82
79
Ibid. Pasal 66.
Sentosa, Op.Cit., hal. 28.
81
Ibid. lihat juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.
82
Ibid.
80
Universitas Sumatera Utara
Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1998 tentang
Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah menyatakan bahwa BPD dapat berupa
salah satu dari Perusahaan Daerah atau Perseroan Terbatas. Pasal 3 menyatakan : 83
a. BPD yang bentuk hukumnya berupa Perusahaan Daerah, tunduk pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur perusahaan
daerah;
b. BPD yang bentuk hukumnya berupa Perseroan Terbatas, tunduk pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur perseroan
terbatas.
Syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin usaha bank sekurangkurangnya adalah sebagai berikut : 84
a.
b.
c.
d.
e.
Susunan organisasi dan kepengurusan
Permodalan
Kepemilikan
Keahlian di bidang perbankan
Kelayakan rencana kerja.
Izin usaha bank merupakan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan, karena
dengan adanya kewajiban ini setiap bank mudah diawasi oleh pemerintah, agar
masyarakat tidak dirugikan oleh bank dan munculnya bank-bank gelap dapat
dicegah. 85
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum,
bank hanya dapat didirikan dan menjalankan usaha dengan izin Menteri Keuangan
setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia. Bank hanya dapat didirikan
oleh warga negara Indonesia dan/atau badan usaha Indonesia yang sepenuhnya
83
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Bank
Pembangunan Daerah, Pasal 2 dan 3.
84
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 16 ayat (2).
85
Gatot, Op.Cit., hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
dimiliki warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia, atau bank yang
pendiriannya oleh kedua pihak tersebut dengan bank yang berkedudukan di luar
negeri, yang dikenal dengan istilah bank campuran. 86
Modal yang disetor untuk mendirikan bank ini ditetapkan sekurang-kurangnya
Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah), sedangkan untuk bank campuran
ditetapkan sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Penyertaan pihak bank yang berkedudukan di luar negeri dalam bank campuran
ditetapkan sebesar-besarnya 85% dari modal disetor. 87
Bank yang berkedudukan di luar negeri dapat ikut serta mendirikan bank
campuran apabila tempat kedudukan bank tersebut menganut asas resiprositas dan
harus memiliki perjanjian antarpemegang saham pendiri yang memuat kesepakatan
mengenai rencana peningkatan kepemilikan saham pihak Indonesia. 88
Pemberian izin usaha bank dilakukan dalam 2 tahap, yaitu : 89
a. Persetujuan prinsip, merupakan persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian bank;
b. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah persiapan
pendirian bank selesai dilakukan.
Permohonan untuk mendapat persetujuan prinsip wajib dilampiri dengan : 90
a. Rancangan anggaran dasar;
86
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992, Pasal 1.
Ibid, Pasal 2.
88
Ibid, Pasal 3.
89
Ibid, Pasal 4.
90
Ibid, Pasal 5.
87
Universitas Sumatera Utara
b.
c.
d.
e.
Daftar calon pemegang saham, susunan Direksi dan Dewan Komisaris;
Rencana susunan organisasi;
Rencana kerja; dan
Bukti penyetoran sekurang-kurangnya sebesar 30% dari modal setor.
Permohonan untuk mendapat izin usaha wajib menyampaikan laporan
kesiapan pendirian bank dengan melampirkan :
a.
b.
c.
d.
Anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang;
Daftar pemegang saham, susunan Direksi dan Dewan Komisaris;
Susunan organisasi, sistem dan prosedur kerja; dan
Bukti pelunasan seluruh modal.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 Tanggal 27 Januari
2009 Pasal 5 menyebutkan bahwa modal yang disetor untuk mendirikan bank adalah
sebesar Rp. 3.000.000.000.000,- (tiga triliun rupiah). Dengan demikian, bagi pihak
yang hendak mendirikan bank yang baru sama sekali harus menyediakan dana
minimal Rp. 3.000.000.000.000,- (tiga triliun rupiah). Sedangkan bagi bank yang
sudah berdiri wajib memenuhi modal minimal Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar
rupiah). Ketentuan tentang modal minimal yang harus ada bagi bank yang sudah
berdiri diatur dalam PBI No.: 7/15/2005, sebagaimana telah di ubah dengan PBI No.:
9/16/2007. 91
Adapun pihak yang dapat mendirikan bank, dijelaskan dalam Pasal 6 PBI
11/1/2009 sebagai berikut : 92
a. Bank hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh :
1. WNI dan/atau badan hukum Indonesia; atau
2. WNI dan/atau badan hukum Indonesia dengan WNA dan/atau badan
hukum asing secara kemitraan.
91
92
Sentosa, Op.Cit., hal 74. Lihat juga Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/2009, Pasal 5.
Ibid, hal. 75 dan Pasal 6.
Universitas Sumatera Utara
b. Kepemilikan oleh WNA dan/atau badan hukum asing paling banyak sebesar
99% dari modal disetor bank.
Dalam Pasal 4 PBI 11/1/2009 dikemukakan : 93
a. Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin
Gubernur Bank Indonesia.
b. Pemberian izin dilakukan dalam 2 tahap yakni sebagai berikut :
1. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian bank; dan
2. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha
bank setelah persiapan dalam persetujuan prinsip selesai dilakukan.
Untuk mendapatkan izin prinsip dalam mendirikan bank harus memenuhi
sejumlah syarat tertentu. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 7 PBI 11/1/2009 yakni
sebagai berikut : 94
a. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip diajukan paling kurang
oleh salah satu calon pemilik kepada Gubernur Bank Indonesia, disertai
dengan :
1. Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan Anggaran
Dasar yang paling kurang memuat :
a) Nama dan tempat kedudukan;
b) Kegiatan usaha sebagai bank;
c) Permodalan;
d) Kepemilikan;
e) Wewenang, tanggungjawab, dan masa jabatan anggota Dewan
Komisaris serta anggota Direksi; dan
f) Persyaratan bahwa pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi harus memperoleh persetujuan bank Indonesia
terlebih dahulu.
2. Data kepemilikan berupa :
a) Daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masingmasing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk badan
hukum Perseroan Terbatas/ Perusahaan Daerah;
b) Daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan
simpanan wajib, serta daftar hibah bagi bank yang berbentuk
badan hukum koperasi.
93
94
Ibid, Pasal 4.
Ibid, Pasal 7.
Universitas Sumatera Utara
3.
4.
5.
6.
7.
Daftar calon anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi;
Rencana susunan dan struktur organisasi, serta personalia;
Rencana bisnis untuk tiga tahun pertama;
Rencana strategis jangka menengah dan panjang;
Pedoman manajemen risiko, rencana sistem pengendalian intern, rencana
sistem teknologi informasi yang digunakan, dan pedoman mengenai
pelaksanaan Good Corporate Goverance;
8. Sistem dan prosedur kerja;
9. Bukti setoran modal minimal 30% dari modal disetor minimum, dalam
bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank di Indonesia dan atas nama
Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah satu calon pemilik untuk
pendirian bank yang bersangkutan, dengan mencantumkan keterangan
bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
10. Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang berbentuk
badan hukum Perseroan Terbatas/ Perusahaan Daerah atau dari calon
anggota bagi bank yang berbentuk badan hukum Koperasi.
b. Daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota :
1. Dalam hal perorangan wajib disertai dengan dokumen dan/atau surat
pernyataan yang diperlukan oleh Bank Indonesia;
2. Dalam hal badan hukum wajib disertai dengan :
a) Akta pendirian badan hukum, yang memuat Anggaran Dasar
berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan
dari instansi berwenang termasuk bagi badan hukum asing sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Negara asal badan hukum
tersebut;
b) Rekomendasi dari instansi berwenang di Negara asal bagi badan
hukum asing;
c) Daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing
kepemilikan saham bagi badan hukum Perseroan Terbatas/
Perusahaan Daerah, atau daftar anggota berikut rincian jumlah
simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah bagi badan
hukum Koperasi;
d) Laporan keuangan badan hukum yang telah di audit oleh akuntan
publik dengan posisi paling lama 6 bulan sebelum tanggal
pengajuan permohonan persetujuan prinsip;
e) Seluruh struktur kelompok usaha yang terkait dengan bank dan
badan hukum pemilik bank sampai dengan pemilik terakhir; dan
f) Dokumen dan/atau surat pernyataan lainnya yang diperlukan oleh
Bank Indonesia.
3. Dalam hal Pemerintah baik pusat atau daerah, wajib disertai dengan :
a) Fotokopi dokumen yang menyatakan keputusan pembentukan
Pemerintah Daerah bagi Pemerintah Daerah;
Universitas Sumatera Utara
b) Anggaran Pendapatan dan Belanja;
c) Dokumen dan/atau surat pernyataan lainnya yang diperlukan oleh
Bank Indonesia.
Untuk mendapatkan izin usaha mendirikan bank dari Bank Indonesia, harus
memenuhi syarat tertentu yang terdapat dalam Pasal 10 PBI 11/1/2009 yang diajukan
oleh pihak yang telah mendapat persetujuan prinsip kepada Gubernur Bank
Indonesia, disertai dengan : 95
a. Akta pendirian badan hukum, yang memuat Anggaran Dasar yang telah
disahkan oleh instansi berwenang;
b. Data kepemilikan;
c. Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi;
d. Bukti pelunasan modal disetor minimum, dalam bentuk fotokopi bilyet
deposito pada Bank di Indonesia atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia
qq. salah satu calon pemilik untuk pendirian bank yang bersangkutan, dengan
mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia;
e. Bukti kesiapan operasional;
f. Surat pernyataan dari pemegang saham bagi bank yang berbentuk badan
hukum PT/ PD atau dari anggota bagi bank yang berbentuk badan hukum
koperasi, bahwa pelunasan modal disetor tidak berasal dari pinjaman atau
fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di
Indonesia, dan/atau tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
g. Surat pernyataan dari anggota Dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan
tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi bank;
h. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan tidak
merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia
mengenai pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank ;
i. Surat pernyataan dari anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi bahwa
yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi bank;
j. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25%
dari modal disetor pada suatu perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam
95
Sentosa, Op.Cit, hal. 80. Lihat juga Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/2009, Pasal 10.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Bank Indonesia
Governance bagi bank.
mengenai
pelaksanaan
Good
Corporate
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, Bank Indonesia : 96
a. Memberikan dan mencabut izin usaha bank;
b. Memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank;
c. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;
d. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu.
Sejak Tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank
Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan. Salah satunya adalah mengenai pemberian
maupun pencabutan izin usaha bank. 97
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan juga mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. 98
Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
96
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 55 dan 9.
98
Ibid, Pasal 4.
97
Universitas Sumatera Utara
keuangan. Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
perbankan, OJK mempunyai wewenang yakni sebagai berikut : 99
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukuan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit; dan
5. Standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :
1. Manajemen risiko;
2. Tata kelola bank;
3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. Pemeriksaan bank.
Peraturan-peraturan
mengenai
perizinan
bank
ini
ditujukan
untuk
meminimalisir masyarakat menjadi korban atas munculnya bank gelap, yakni bank
yang didirikan tanpa adanya izin dari lembaga yang berwenang sehingga dapat
merugikan masyarakat.
99
Ibid, Pasal 5 dan 7.
Universitas Sumatera Utara
B. Tindak Pidana Perizinan Bank
Bank sebagai lembaga yang menjalankan usahanya atas dasar kepercayaan
yang diberikan oleh masyarakat penyimpan dana, sewaktu-waktu dapat dengan
mudah memperdaya masyarakat melalui berbagai perbuatan pidana di bidang
perbankan maupun praktek kejahatan ekonomi lainnya. 100
Menteri Keuangan memberikan izin pendirian suatu bank dengan mendengar
pertimbangan Bank Indonesia, yang sekarang sudah di ambil alih oleh OJK
berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Jika terdapat suatu
perusahaan/ badan usaha atau perorangan menjalankan usaha bank tanpa izin Menteri
Keuangan, maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi pidana dan denda. 101
Praktek bank tanpa izin ini dikenal dengan sebutan “bank gelap”, selain istilah
tersebut juga dikenal istilah “bank dalam bank”, yaitu praktek bank gelap yang
dilakukan dalam suatu bank yang telah mendapat izin. Bank gelap adalah usaha yang
dilakukan oleh suatu badan atau perorangan yang menarik dana dari masyarakat
untuk selanjutnya disalurkan kembali ke dalam masyarakat dalam bentuk kredit tanpa
izin usaha dari Menteri Keuangan. 102 Di samping itu usaha bank gelap akan
memberikan dampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat kepada bank yang
100
Marulak, Op.Cit., hal. 57.
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, agar
pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana secara efektif, kewenangan dan tanggungjawab
mengenai perizinan bank, yang semula berada pada Kementerian Keuangan, menjadi berada pada
Pimpinan Bank Indonesia sehingga Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk
menetapkan perizinan, pembinaan dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi terhadap bank yang
tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku.
Akan tetapi, berdasarkan Pasal 9 huruf (h) poin (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang OJK, wewenang BI terkait pemberian izin usaha sudah beralih kepada OJK.
102
Ibid.
101
Universitas Sumatera Utara
sah, atau dengan kata lain dapat menghambat usaha bank mindedness dari
masyarakat. 103
Berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral, Bank Indonesia dapat meminta keterangan kepada suatu badan usaha/ badan
hukum yang diduga melakukan usaha gelap. Bank gelap sebagaimana dimaksud
secara yuridis formal tidak ada, namun secara umum yang dimaksud dengan bank
gelap adalah suatu usaha yang serupa dengan bank namun tanpa izin Menteri
Keuangan. 104
Usaha sejenis bank sepanjang tidak menggunakan kata “bank”, maka Bank
Indonesia mempermasalahkan tentang instansi mana yang harus melakukan
pengawasan dan penanggulangannya. Apabila usaha demikian itu diperkirakan akan
dapat merugikan masyarakat, maka aparat penegak hukumlah (penyidik) yang
berwenang untuk melakukan penanggulangan, bekerjasama dengan lembaga/ instansi
terkait. 105
Usaha bank dalam bank merupakan praktek bank gelap di dalam bank.
Disebut demikian karena terdapat usaha bank yang bersembunyi di dalam bank yang
sebenarnya/ sah, dan pegawai atau pejabat yang bersangkutan bertindak sebagai
pelaku utama dari praktek bank gelap dimaksud. 106
103
Marulak, Op.Cit., hal. 57.
Ibid. Lihat juga Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, Pasal 48.
Akan tetapi sekarang pemberian izin usaha bank sudah beralih kepada OJK sejak dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 9 huruf (h) poin (1).
105
Ibid, hal. 58.
106
Ibid.
104
Universitas Sumatera Utara
Usaha bank gelap dilakukan dengan dua cara sebagai berikut : 107
a. Suatu badan, perusahaan atau perseorangan melakukan kegiatan dalam rangka
menjalankan usaha bank tanpa izin usaha dari Menteri Keuangan.
Penyelenggaraan usaha tersebut tidak perlu dilakukan secara keseluruhan, asal
saja badan, perusahaan atau perseorangan itu melakukan kegiatan-kegiatan
mirip dengan penyelenggaraan bank yang memberikan sifat usaha bank
tersebut. Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan bahwa badan, perusahaan
atau perseorangan itu telah menjalankan usaha serupa bank.
b. Seorang karyawan bank atau orang lain membuka rekening atas namanya atau
atas nama orang lain atau atas nama fiktif, rekening mana digunakan untuk
penampungan dana-dana dari masyarakat yang menerima bunga tertentu.
Penampungan dana dalam rekening itu dimaksudkan untuk disalurkan lagi
bagi orang-orang yang membutuhkan pinjaman uang (pihak ketiga) dengan
cara pemegang rekening tersebut menarik cek atas beban rekeningnya, cek
mana diserahkan kepada pihak ketiga yang kemudian mencairkannya.
Pemberian
kredit
tidak
memerlukan
formalitas
yang
berbelit-belit
sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang berlaku dalam
pemberian kredit. Pada umumnya bunga yang dikenakan atas pinjaman lebih tinggi
daripada ketentuan-ketentuan bank. Jenis bank gelap ini yang dikenal dengan sebutan
“bank gelap”. 108
107
108
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diketahui, setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan, izin yang diberikan oleh Menteri Keuangan dengan
mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia sudah beralih kepada Pimpinan Bank
Indonesia. Agar pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana secara efektif,
kewenangan dan tanggungjawab mengenai perizinan bank, yang semula berada pada
Kementerian Keuangan, menjadi berada pada Pimpinan Bank Indonesia sehingga
Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk menetapkan
perizinan, pembinaan dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi terhadap bank
yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku. Dengan demikian, Bank
Indonesia memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk menilai dan memutuskan
kelayakan pendirian suatu bank dan atau pembukaan kantor bank. 109
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan
di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem
keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar sub-sektor
keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya
lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai sub-sektor
keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi
antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. 110
Terjadinya beberapa permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan,
yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa
109
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Paragraf 5.
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
110
Paragraf 3.
Universitas Sumatera Utara
keuangan, dan terganggungya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong
diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang
terintegrasi. Sehubungan dengan hal inilah maka muncul lembaga Otoritas Jasa
Keuangan atau yang disingkat dengan OJK sebagai lembaga yang memiliki
kewenangan untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, dan salah
satunya adalah di sektor Perbankan. 111
Pasal 55 Undang-Undang OJK menyebutkan bahwa sejak Tanggal 31
Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Pasal 68 UU
OJK juga menyatakan bahwa sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pemeriksaan dan/atau penyidikan yang
sedang dilakukan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. Pasal
69 juga menyatakan bahwa fungsi, tugas, dan wewenang oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Bank Indonesia dan Perbankan
beralih menjadi fungsi, tugas, dan wewenang OJK sejak Tanggal 31 Desember
2013. 112
111
Ibid. Lihat juga Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Pasal 5 dan 6.
112
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 55 dan 69.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyebutkan : 113
“Barangsiapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp.10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah)”.
Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyebutkan : 114
“Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh
badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas, Perserikatan, Yayasan atau
Koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik
terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang
bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap keduanya”.
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
mencantumkan perihal perizinan bank, yang berarti Pasal 46 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan merupakan jenis tindak pidana perbankan di
bidang perizinan bank. 115
Pasal 51 ayat (1) menyatakan bahwa : 116
“Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47A,
Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A adalah kejahatan”.
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 digolongkan sebagai tindak
pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan dimaksud akan
113
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 46 ayat (1).
Ibid, Pasal 46 ayat (2).
115
Lihat undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
116
Ibid, Pasal 51 ayat (1).
114
Universitas Sumatera Utara
dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan apabila hanya
sekedar sebagai pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga yang
menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang
dapat mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada bank, yang pada
dasarnya juga akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan.
Dengan digolongkan sebagai tindak kejahatan, diharapkan akan dapat lebih terbentuk
ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan. 117
Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM) merupakan salah satu contoh
kejahatan bank gelap di Jakarta. Yusup Handoyo Ongkowidjojo selaku Ketua Umum
YKAM dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, yang sebelumnya Jaksa T. Simanjuntak
menuntut 20 tahun penjara dan denda 30 juta rupiah. Kasus yang sempat
menggemparkan ribuan anggota bermula dari usaha unik Ongko lewat YKAM pada
Juni 1987. Pada saat itu ia menyelenggarakan usaha “tabung pinjam gotong royong”.
YKAM menawarkan pinjaman sebesar lima juta rupiah kepada para anggota, dengan
syarat paket kredit tersebut bisa dinikmati setelah anggota menyetor tabungan Rp.
30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) per bulan sebanyak tujuh kali dan uang pendaftaran
Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). 118
Walaupun dalam putusannya majelis hakim tidak menyatakan sebagai tindak
pidana bank gelap, melainkan dihukum melakukan tindak pidana korupsi, akan tetapi
pertimbangan hukum majelis hakim menyatakan terdakwa melakukan usaha bank
117
118
Penjelasan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Leden, Op.Cit., hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
gelap. Praktek bank gelap seperti tersebut di atas, harus dilarang guna melindungi
kepentingan masyarakat dari kemungkinan tindakan yang tidak bertanggungjawab. 119
Contoh lain dari kasus bank gelap terjadi pada Wijaya Bank di Gedung Bank
Pasific Jakarta. Dua pimpinan teras Wijaya Bank yakni “MH” selaku Presdir dan
“HB” selaku eksekutif adviser bank bersangkutan ditahan Mabes Polri sehubungan
dengan beroperasinya Wijaya Bank di Gedung Bank Pasific, Lt. 10, Jakarta Pusat,
tanpa izin pemerintah. 120
Pada akhir 2006, sekitar 5.000 nasabah menjadi korban PT. Inter Banking
Bisnis Terencana (Ibist) dengan total dana sekitar Rp. 224 Miliar. Komisaris Utama
PT. Ibist, Wandi Sofyan, dituntut 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 20
Miliar. 121
Direktur Keuangan PT. Ibist, Vero Saptayuda, juga menjadi terdakwa dalam
kasus ini, terdakwa mempersiapkan sertifikat bagi nasabah yang menanamkan
modalnya. Menurut Jaksa Penuntut Umum, selain didakwa Pasal 372 dan 378 KUHP,
terdakwa juga dikenai Pasal 46 UU Perbankan. Kasus bank gelap Ibist ini muncul
ketika ribuan nasabah akan mencairkan royalti dari dana yang mereka simpan, tetapi
Komisaris Utama malah melarikan diri. Ribuan nasabah yang mayoritas adalah
tentara itu dijanjikan mendapatkan royalty 4% dari dana yang disimpan. 122
119
Marulak, Op.Cit., hal 57-58.
Leden, Op.Cit., hal. 24.
121
David. http://monexfutures.blogspot.com/2007/03/kasus-penipuan -investasi-spi-gelapkan
. html. Diakses pada pukul 14.30 WIB, Tanggal 25 Maret 2014.
122
Erna Mardiana. http//kumpulanberitalama.blogspot.com/2013/05/detikcom-terdakwakasus-bank-gelap. html. Diakses pada pukul 10.16 WIB. Tanggal 27 Februari 2014.
120
Universitas Sumatera Utara
Memasuki 2007, sekitar 10.000 nasabah di Surabaya melaporkan PT. Wahana
Bersama Globalindo yang diduga menggelapkan dana hingga Rp. 3,5 Triliun.
Sebelum Ibist dan WBG, ada juga kasus PT. Qurnia Subur Alam Raya dan PT. Add
Farm yang berkedok investasi penggarapan lahan agribisnis, dan berhasil meraup
dana Rp. 1,1 Triliun. 123
Direktur Utama PT. Wahana Bersama Globalindo Krisno Abiyanto Soekarno,
bersama Direktur Keuangan Ganang Rindarko dan Direktur Operasional Paimin
Landung adalah terdakwa atas kasus PT. WBG. Dalam dakwaannya JPU menyatakan
bahwa ketiga terdakwa telah melakukan tindak pidana perbankan, penipuan,
penggelapan dan pencucian uang. Para terdakwa dinilai melanggar Pasal 46 ayat (1)
jo. ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. JPU juga menjerat ketiga terdakwa dengan Pasal
3 ayat (1) jo. ayat (2) jo. Pasal 4 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1)
KUHP. 124
Majelis hakim menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara kepada Krisno
Abiyanto. Sementara Direktur Keuangan Ganang Rindarko dan Direktur Operasional
Paimin Landung masing-masing dijatuhi hukuman 11 dan 8 tahun penjara. Ketiganya
123
David. http://monexfutures.blogspot.com/2007/03/kasus-penipuan-investasi-spi-gelapkan.
html. Diakses pada pukul 14.30 WIB, Tanggal 25 Maret 2014.
124
Her. http://m.hukumonline.com/berita/baca/hol17642/terdakwa-kasus-dressel-dijeratpasal-perbankan-dan-pencucian-uang. Diakses pada pukul 11.08 WIB., Tanggal 19 Juni 2014.
Universitas Sumatera Utara
juga dikenai denda masing-masing Rp. 10 Miliar, dan apabila denda tidak bisa
terbayar maka ketiganya dikenakan kurungan selama 6 bulan. 125
Kasus ini bermula pada tahun 2001-2007. Melalui WBG, Dressel
mengumpulkan dana sebesar kurang lebih AS$385 Juta dari nasabah di seluruh
Indonesia. WBG menawarkan dua produk investasi, yakni Sportman Portfolio dan
Global Market Portfolio Fund. Dalam penawarannya, WBG mengatakan bahwa uang
investor akan diinvestasikan di Hongkong oleh Dressel. WBG mengiming-imingi
investor dengan bunga 24-28 persen per tahun untuk investasi minimal AS$5.000
untuk produk Sportman Portfolio dan AS$10.000 untuk produk Global Market
Portfolio Fund. WBG berhasil menghimpun dana sekitar Rp. 3,5 Triliun dari sekitar
sepuluh ribu Investor di Indonesia. Namun akhirnya nasabah mengetahui bahwa dana
mereka bukannya diinvestasikan melainkan “dimainkan” dalam skema ponzi, metode
investasi curang, dimana sistem pembayaran bunga (interest) ke investor diambil dari
uang yang diinvestasikan oleh investor lain. WBG pun akhirnya “kolaps”. 126
Pada PT. QSAR, kasus berawal dari adanya penawaran melalui proposal
kerjasama di bidang agribisnis. PT. QSAR menawarkan pembagian keuntungan yaitu
bila panen berhasil investor memperoleh laba 60 persen, sisanya untuk QSAR.
Apabila terjadi musibah atau bencana alam maka seluruh modal investor kembali.
Menurut keterangan akuntan publik, jumlah investor yang sempat masuk sekitar
6.800 orang dengan jumlah investasi sebesar Rp. 467 Miliar. Ramly Araby selaku
125
Mon. http://m.hukumonline.com/berita/baca/hol22995/aset-wbg-tidak-bisa-menutupkerugian-investor. Diakses pada pukul 14.03 WIB., Tanggal 19 Juni 2014.
126
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pemilik PT. QSAR didakwa Pasal 46 Undang-Undang Perbankan serta Pasal 378 dan
372 KUHP. 127
Pada PT. Add farm yang merupakan sebuah perusahaan yang menerapkan
sistem bagi hasil di bidang peternakan bebek, Ade Suhidin selaku Direktur Utama
PT. Add Farm merekrut investor dengan iming-iming keuntungan menggiurkan.
Terdapat sekitar 9000 investor korban investasi peternakan bebek senilai sekitar Rp. 8
Miliar. Akibat perbuatannya tersebut, Ade didakwa melanggar Pasal 46 UndangUndang Perbankan dan Pasal 378 dan 372 KUHP. 128
C. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perizinan Bank
Ketika membahas mengenai pertanggungjawaban pidana berarti membahas
mengenai ketiga unsurnya, yaitu kesalahan, kemampuan bertanggungjawab, serta
tiada alasan penghapus pidana, sebagaimana yang telah diterangkan pada bab
sebelumnya.
Kesalahan dalam tindak pidana perizinan bank dilakukan dengan cara
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan seperti giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia, baik karena sengaja maupun
lalai, yang apabila terbukti akan dikenakan pasal ini.
127
M. Taufik Basari. http://m.bisnis.com/quick-news/read/20130325/16/5055/qurnia-suburalam-raya-digugat-pailit-kejari-cibadak. Diakses pada pukul 11.46 WIB., Tanggal 19 Juni 2014.
128
Bambang. http://www.wartaterkini.com/08/01/45/hakim-tolak-eksepsi-raja-bebek-adesuhidin.htm. Diakses pada pukul 11.46 WIB., Tanggal 19 Juni 2014.
Universitas Sumatera Utara
Seseorang harus memiliki kemampuan bertanggungjawab agar dapat dimintai
pertanggungjawaban. Dalam Pasal 46 ayat (1) dan (2) sudah jelas dikatakan siapa
yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas terjadinya tindak pidana bank gelap.
Menurut Abdulkadir Muhammad, 129 Pasal 46 ayat (1) dan (2) merupakan
jenis ancaman hukuman korporasi. Kejahatan korporasi sebenarnya merupakan
kejahatan yang bersifat organisatoris, terjadi dalam konteks hubungan diantara dewan
direktur, eksekutif, dan manager di satu pihak dan di antara perusahaan induk,
perusahaan cabang dan anak perusahaan di lain pihak. Anatomi kejahatan korporasi
sangat kompleks yang bermuara pada motif-motif ekonomis. Kejahatan korporasi
pada umumnya diperankan oleh orang-orang yang berstatus sosial tinggi dengan
memanfaatkan kesempatan dan jabatan tertentu serta dengan cara kolektif dengan
modus operandi yang halus, yang sukar dibandingkan dengan kejahatan yang
dilakukan dengan secara individu. 130
Millar, dalam bukunya White Collar Crime menyatakan bahwa kejahatan
korporasi terbagi dalam 4 kategori, yaitu : 131
a. Kejahatan perusahaan, yakni pelakunya adalah kalangan eksekutif dengan
melakukan
kejahatan untuk
kepentingan korporasi
dalam mencapai
keuntungan;
129
Abdulkadir, Op.Cit. hal. 259.
Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan
Korporasi (Jakarta:Sofmedia, 2010), hal. 23.
131
Ibid, hal. 24.
130
Universitas Sumatera Utara
b. Kejahatan yang pelakunya adalah pejabat atau birokrat yang melakukan
kejahatan untuk kepentingan dan atas persetujuan atau perintah Negara;
c. Kejahatan malpraktek, atau dikategorikan professional occupational crime,
pelakunya adalah kalangan professional seperti dokter, psikiater, akuntan, dan
adjuster serta berbagai profesi lainnya yang memiliki kode etik profesi;
d. Perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh pengusaha, pemilik modal
yang tidak tinggi status sosial ekonominya.
Perkembangan pengaturan korporasi sebagai subjek tindak pidana dapat
dikualifikasikan berdasarkan tiga sistem pertanggungjawaban, yaitu : 132
a. Pengurus korporasi sebagai pembuat, pengurus yang bertanggungjawab;
b. Korporasi sebagai pembuat, tetapi pengurus yang bertanggungjawab;
c. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggungjawab.
Sutan
Remy
Syahdeini
telah
menambahkan
satu
lagi
bentuk
pertanggungjawaban, yaitu korporasi dan pengurus yang bertanggungjawab. 133
Roeslan Saleh yang berpandangan dualistis membedakan dapat dipidananya
perbuatan dengan dapat dipidananya orang melakukan perbuatan, atau membedakan
tindak pidana dengan pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dalam arti yang
seluas-luasnya. Asas geen straf zonder schuld tidak mutlak berlaku, artinya untuk
mempertanggungjawabkan korporasi tidak selalu harus memperhatikan kesalahan
pembuat, tetapi cukup mendasarkasn adagium res ipsa loquitur (fakta sudah
132
133
Edi Yunara, Op.Cit., hal. 64.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berbicara sendiri), karena realitas dalam masyarakat menunjukkan bahwa kerugian
dan bahaya yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan korporasi sangat besar, baik
kerugian yang bersifat fisik, ekonomi, maupun biaya sosial. Disamping itu. yang
menjadi korban bukan orang perorangan, melainkan juga masyarakat dan Negara. 134
Karyawan pada suatu perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban
berdasar hubungan kerja dan hubungan lain. Perusahaan berperan sebagai majikan
dan pengurus sebagai karyawan yang wajib mengurus korporasi atau perusahaan
tersebut.
Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban dari apa yang telah dilakukan
oleh agen-agennya, yang dikenal dengan istilah “actus reus”, artinya perbuatan
dilakukan harus di dalam ruang lingkup kekuasaanya, yang dengan kata lain
menjalankan tugas itu dalam cakupan tugas korporasi. Unsur yang lain ialah bahwa
perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja (mens rea) dan perbuatan tersebut
dilakukan oleh orang yang cakap jiwa atau mentalnya. 135
Dalam jenis tindak pidana perizinan bank, apabila dilakukan oleh badan
hukum berbentuk Perseroan Terbatas, Perserikatan, Yayasan atau Koperasi, maka
penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang
memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan
dalam perbuatan itu atau terhadap keduanya. 136
134
Ibid, hal. 77-78.
Ibid, hal 79.
136
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 46 ayat (2).
135
Universitas Sumatera Utara
Dalam Penjelasan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
menerangkan bahwa orang yang menyuruh melakukan terhadap suatu tindak pidana,
pelakunya paling sedikit ada 2 orang, yakni yang menyuruh dan yang disuruh. Jadi
bukan pelaku utama itu sendiri yang melakukan tindak pidana, tetapi dengan bantuan
orang lain yang hanya merupakan alat saja. Meskipun demikian, ia dianggap dan
dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana, sedang orang yang disuruh
tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. 137
Perihal orang yang turut melakukan, “turut melakukan” disini diartikan
sebagai “melakukan bersama-sama”. Dalam tindak pidana ini pelakunya paling
sedikit harus ada dua orang, yakni yang melakukan dan yang turut melakukan. Dan
dalam tindakannya, keduanya harus melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi keduanya
melakukan anasir tindak pidana tersebut. 138
Dengan adanya beberapa teori dan doktrin dalam pertanggungjawaban pidana
maupun pertanggungjawaban pidana korporasi dapat membantu untuk mengetahui
siapa-siapa yang tepat untuk dimintai pertanggungjawaban dalam tindak pidana
perizinan bank, dengan merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta Anggaran Dasar dan Aturan Internal Perusahaan.
Pengurus
dapat
dimintai
pertanggungjawaban
berdasarkan
teori
zweckvermogen dan ihering karena kegagalannya dalam melaksanakan perizinan
bank.
137
138
Penjelasan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pelanggaran terhadap kewajiban korporasi dapat diterapkan doktrin
pertanggungjawaban pidana yang ketat menurut UU atau yang disebut strict
responsibility, apalagi jika korporasi tersebut menjalankan usahanya tanpa izin, atau
korporasi pemegang izin yang melanggar syarat (kondisi/situasi) yang ditentukan
dalam izin itu. 139
Menetapkan badan hukum sebagai pelaku tindak pidana, dapat dengan
berpatokan kepada kriteria pelaksanaan tugas dan/atau pencapaian tujuan-tujuan
badan hukum tersebut. Badan hukum diperlakukan sebagai pelaku, jika terbukti
tindakan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan/ atau
pencapaian tujuan badan hukum, juga termasuk dalam hal orang (karyawan
perusahaan) yang secara faktual melakukan tindakan oleh yang bersangkutan dengan
melakukannya atas inisiatif sendiri serta bertentangan dengan instruksi yang
diberikan. Namun, dalam hal yang terakhir ini tidak menutup kemungkinan badan
hukum mengajukan keberatan atas alasan tiadanya kesalahan dalam dirinya. 140
Terhadap kasus yang terjadi dalam tindak pidana perizinan bank, korporasi
yang dalam hal ini adalah bank tidak dapat dimintai pertanggungjawaban
sebagaimana doktrin strict responsibility maupun vicarious responsibility, karena
bank tidak mendapat keuntungan dari perbuatan yang dilakukan oleh pengurus
ataupun pegawai bank, dan bank yang tidak memiliki izin berarti tidak dapat
dikatakan sebagai badan hukum. Pengurus bertindak diluar kewenangannya, sehingga
139
Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Jakarta: PT. Sofmedia, 2011), hal 68.
140
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mereka patut untuk dimintai pertanggungjawaban sebagaimana doktrin ultra vires.
Dalam tindak pidana ini, justru bank merupakan korban dari perbuatan pengurus
ataupun pegawai.
Sejalan
dengan
prinsip
pertanggungjawaban
pengurus
menurut
kewenangannya berdasarkan anggaran dasar badan hukum tersebut, maka dalam hal
ini pertanggungjawaban pidana itu diidentikkan dengan apa yang diatur dalam hukum
perdata, khususnya tentang perbuatan “intra vires” dan “ultra vires”. Perbuatan yang
secara eksplisit atau secara implisit tercakup dalam kecakapan bertindak (badan
hukum) adalah perbuatan “intra vires”, sebaliknya setiap perbuatan yang dilakukan
berada di luar lingkup kecakapan bertindak perseroan (di luar maksud dan tujuan
badan hukum) adalah perbuatan “ultra vires” yang karenanya tidak sah dan tidak
mengikat perseroan. Untuk mengetahui bagaimana rumusan maksud dan tujuan
badan hukum, dalam praktek dilihat kepada arti yang lazim/ wajar dan perbuatan
tersebut menunjang kegiatan-kegiatan usaha yang disebutkan dalam anggaran
dasar. 141
Namun apabila melihat kepada peraturan perundang-undangan yang dalam
hal ini adalah Undang-Undang Perbankan, terlihat siapa-siapa saja yang dapat
dimintai pertanggungjawaban, yaitu pihak yang melakukan kegiatan menghimpun
dana tanpa izin dari pihak yang berwenang serta terhadap mereka yang memberi
141
M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup (Bandung: Mandar Maju,
2000), hal. 81.
Universitas Sumatera Utara
perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam
perbuatan itu atau terhadap keduanya.
Terhadap pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana perizinan bank
berlaku dua bentuk pertanggungjawaban pidana yakni pengurus berbuat pengurus
bertanggungjawab serta korporasi berbuat pengurus bertanggungjawab. Seperti dapat
dilihat dalam beberapa kasus di atas, yang dibebani pertanggungjawaban pidana
adalah Ketua Umum (YKAM); Presiden Direktur dan Eksekutif Adviser (Wijaya
Bank); Komisaris Utama dan Direktur Keuangan (PT. Ibist); Direktur Utama,
Direktur Keuangan, dan Direktur Operasional (PT. WBG); Pemilik (PT. QSAR);
Direktur Utama (PT. Add Farm).
Ketua Umum YKAM dibebani pertanggungjawaban atas kesalahannya karena
telah menyelenggarakan usaha “tabung pinjam gotong royong”. YKAM menawarkan
pinjaman sebesar lima juta rupiah kepada para anggota, dengan syarat paket kredit
tersebut bisa dinikmati setelah anggota menyetor tabungan Rp. 30.000,- (tiga puluh
ribu rupiah) per bulan sebanyak tujuh kali dan uang pendaftaran Rp. 50.000,- (lima
puluh ribu rupiah). 142
Presiden
Direktur
dan
Eksekutif
Adviser
Wijaya
Bank
dibebani
pertanggungjawaban atas perbuatannya yang telah menghimpun dana masyarakat
melalui Wijaya Bank yang merupakan bank gelap dengan cara menjalankan usaha
bank melalui deposito berjangka senilai Rp. 23.750.000,- dengan 8 deposan dan